• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi (loanable

funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan

apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau menabung (Boediono, 1994 :76). Suku Bunga Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.

Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Pengertian lain tentang suku bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.

Ada beberapa teori yang membahas tentang tingkat suku bunga, beberapa teori tersebut adalah sebagai berikut:

a) Teori Suku Bunga Klasik

Menurut kaum klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama yang dilakukan oleh pengusaha. Beranjak dari teori ekonomi mikro, teori klasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari modal. Dalam teori klasik, stok barang modal dicampuradukkan dengan uang dan keduanya

(2)

dianggap mempunyai hubungan subtitusif. Semakin langka modal, semakin tinggi suku bunga. Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali,2001).

b) Teori Suku Bunga Keynes

Keynes mempunyai pandangan yang berbeda dengan klasik. Tingkat bunga itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin,1992).

c) Teori Suku Bunga Hicks

Hicks mengemukakan teorinya, bahwa tingkat bunga berada dalam keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini memenuhi keseimbangan sektor moneter dan sektor rill. Pandangan ini merupakan gabungan dari pendapat klasik dan keynesian, dimana mashab klasik mengatakan bahwa bunga timbul karena uang adalah produktif artinya bahwa bila seseorang memiliki dana maka mereka dapat menambah alat produksinya agar keuntungan yang diperoleh meningkat. Jadi uang dapat meningkatkan produktivitas sehingga orang ingin membayar bunga.

2.2 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah (Government Expenditure) adalah pengeluaran oleh pemerintah untuk membeli barang dan jasa. Sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan atau pengeluaran

(3)

rutin dan sebagian lainnya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan atau pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, angsuran pinjaman/ hutang dan bunga, ganjaran subsidi dan sumbangan pada daerah, pensiun dan bantuan, pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tak terduga.

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1993; 169). Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi secara teori diterangkan dalam Keynesian Cross (Mankiw, 2003; 263).

Bailey (1995; 43) dalam Mangkoesoebroto (1997) membagi teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menjadi dua, yaitu teori makro dan teori mikro. Model makro dapat menjelaskan perhitungan jangka panjang pertumbuhan pengeluaran pemerintah, sedangkan model mikro menjelaskan perubahan secara particular komponen-komponen pengeluaran pemerintah. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (Mangkoesoebroto, 1993; 169).

1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut.

(4)

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB yang semakin besar, yaitu dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan

“The Law of Expanding State Expenditure”.

3. Teori Peacock & Wiseman

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peningkatan PDB dalam keadaan normal menyebabkan penerimaan pemerintah menjadi semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

3.3 Inflasi

Inflasi menurut Mc. Eachern (2000 : 132) Kenaikan terus-menerus dalam tingkatt harga. Ahli yang lain yaitu Ackley memberi pengertian inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat).

Sedangkan menurut Boediono (1991:155) , inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.

Kenaikan harga dapat diukur menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah :

(5)

1. Indeks harga konsumen/IHK (consumer price index)

Indeks ini mengukur biaya/pengelaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya barang dan jasa yang dihitung bermacam-macam. Laju inflasi dihitung dengan cara menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga ini dari tahun ke tahun.

2. Indeks harga perdagangan (whole sale price index)

Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen.

3. GNP deflator

GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibanding dua indeks lainnya. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas harga dasar yang berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan) atau :

GNP deflator = GNP nominal x 100 GNP Riil

Ada empat teori mengenai Inflasi :

a. Teori Inflasi Klasik, teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. b. Teori inflasi Keynes, teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah

(6)

berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. c. Teori inflasi Moneterisme, Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan

oleh kebijatsanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil.

d. Teori Ekspektasi, menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada.

3.4 Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB)/Gross Domestic Product (GDP) Produk Domestik Bruto (PDB) atau dalam bahasa inggris Gross Domestic Product menurut Mankiw (2006 : 7) adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi dalam sebuah negara, negara tersebut dan warga negara asing yang tinggal di negara tersebut dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun).

PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:

PDB = C + I + G + ( X – M )

Di mana C adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, I oleh sector usaha, G oleh pemerintah, sedangkan X dan M melibatkan sektor luar

(7)

negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima factor produksi :

PDB = R + W + I + P

Di mana R adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, W untuk tenaga kerja, I untuk pemilik modal, dan P untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.

3.5 Kebijakan Fiskal

Menurut Sadono Sukirno (2003) Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.

Sedangkan Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan dari pemerintah (negara) untuk mengarahkan dan mengendalikan jalanya roda perekonomian agar dapat dikembangkan iklim usaha yang baik, serta mengatur agar distribusi pendapatan dapat menjadi lebih baik, melalui anggaran pendapatan dan belanja negara.

(8)

Disamping itu melalui kebijakan fiskal, pemerintah juga dapat melakukan campur tangan melalui pembuatan-pembuatan peraturan, pembuatan usaha negara dan kebijakn yang lainnya. Dengan kata lain kebijaka fiskal erat berhubungn dengan APBN.

Kebijakan fiskal juga berpengaruh langsung terhadap tingkat permintaan. Peningkatan pengeluaran (anggaran belanja) pemerintah akan bersifat ekspansioner dengan meningkatnya permintaan. Pertama-tama pada sektor pemerintah dan kemudian menjalar ke sektor swasta. Sejalan dengan itu , pengurangan-pengurangan pajak bisa juga bersifat ekspansione karena para wajib pajak akan mempunyai pendapatan disposabel yang lebih besar sehingga diharapkan akan membelanjakan jumlah pendapatan yang lebih besar.

2.5.1 Tujuan kebijakan fiskal

Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan laju investasi.

Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertentu.

2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.

Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam

(9)

pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.

3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.

Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.

4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional

Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambahan.

5. Untuk menanggulangi inflasi

Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.

(10)

Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

2.5.2 Bentuk-Bentuk Kebijakan Fiskal

Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:

a. Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.

b. Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.

c. Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.

Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Kebijakan Anggaran Seimbang

Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.

(11)

Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.

c. Kebijakan Anggaran Surplus

Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.

d. Kebijakan Anggaran Dinamis

Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).

2.5.4 Jenis-jenis kebijakan fiskal

Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y). Gambar (2.1) dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (ΔG) naik atau selisih pajak (ΔT) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y

1) menjadi (Yf

)

.

Dan juga akan menyebabkan tingkat bunga (i) pun akan naik. Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak.

Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.

(12)

Tingkat Bunga LM i1 E1 i0 E0 IS0 IS1 Y0 Y1 Output Gambar 2.1

Kebijakan Fiskal Ekspansif

Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y

f) lebih kecil dibandingkan

dengan output Actual .

Apabila Pemerintah melakukan kebijakan untuk menurunkan pengeluaran pemerintah (G) yang artinya pemerintah menjalankan kebijakan fiskal kontraktif, maka menyebabkan kurva IS bergeser ke kiri dan menyebabkan pendapatan (Y) dan tingkat bunga mengalami penurunan.

Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:

(13)

Tingkat Bunga LM i0 E0 i1 E1 IS0 IS1 Y1 Y0 Output Gambar 2.2 Kebijakan Fiskal Kontratif

2.5.5 Efek Kebijakan Fiskal

1. Pengaruh Kebijakan Fiskal dari Sisi Permintaan.

Pengaruh kebijakan fiskal dari sisi permintaan ini lebih lanjut diklasifikasikan ber- dasarkan perspektif mainstream utama dalam teori ekonomi, yaitu Keynesian dan Non-Keynesian.

a) Pendekatan Keynesian.

Model Keynesian yang paling sederhana mengasumsikan adanya kekakuan harga (price rigidity) dan perekonomian mengalami kelebihan kapasitas (excess

capacity), sehingga output ditentukan oleh permintaan agregat (aggregate

demand). Dalam model ini, ekspansi fiskal mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap permintaan agregat dan output. Ekspansi fiskal mendorong peningkatan permintaan agregat melalui salah satu dari dua saluran, yaitu:

Pertama, apabila pemerintah meningkatkan belanja dan penerimaan pajak diasumsikan tetap sama, maka permintaan agregat akan bertambah secara langsung. Kedua, apabila pemerintah mengurangi pajak (taxcuts) atau menaikkan

(14)

transfer payments, maka pendapatan masyarakat yang dapat dibelanjakan

(disposable income) akan bertambah, dan masyarakat cenderung menambah

konsumsi.

Apabila peningkatan belanja diimbangi dengan peningkatan pajak, maka hasilnya adalah nilai pengganda anggaran berimbang (balanced budget multiplier) persis sama dengan satu.

Apabila pemerintah menjalankan defisit anggaran, sejumlah pembiayaan akan dipenuhi dengan menerbitkan obligasi, sehingga pemerintah berkompetisi dengan sektor swasta untuk mendapatkan dana masyarakat. Hal ini akan mendrong naiknya suku bunga dan memungkinkan terjadinya "crowding out" investasi swasta.

Suku bunga yang lebih tinggi merangsang masuknya modal dari luar negeri (capital inflows) yang pada gilirannya menyebabkan nilai tukar mengalami apresiasi (penguatan). Apresiasi ini menyebabkan barang-barang yang diimpor menjadi lebih murah dan ekspor menjadi lebih mahal. Implikasinya, karena terjadinya peningkatan permintaan domestik yang berasal dari ekspansi fiskal, maka kondisi neraca transaksi berjalan (current accounts) menjadi lebih buruk. (Nizar, 2010).

b) Pendekatan Non-Keynesian.

Pendekatan ini berasal dari model Neo-klasik yang menyoroti kelemahan-kelemahan pendekatan Keynesian. Meskipun model Neo-klasik memberikan penekanan pada efek kebijakan fiskal dari sisi penawaran (supply-side effects), namun ada beberapa karakteristik model ini yang memiliki implikasi terhadap permintaan. Menurut model Neo-klasik, apabila konsumen berorientasi ke masa

(15)

depan dan sangat sadar tentang konstrain anggaran antarwaktu pemerintah (government's intertemporal budget constraint), maka konsumen beranggapan bahwa pemotongan pajak sekarang akan dibiayai melalui utang oleh pemerin tah. Akibatnya di masa yang akan datang pajak yang dikenakan lebih tinggi. Argumen ini dikenal dengan Ricardian equivalence.

2. Pengaruh Kebijakan Fiskal dari Sisi Penawaran

Selain pengaruhnya terhadap permintaan agregat dan tabungan, kebijakan fiskal juga mempengaruhi perekonomian melalui perubahan insentif. Pengenaan tarif pajak marjinal yang tinggi atas pendapatan berpotensi mengu rangi insentif untuk menghasilkan pendapatan. Para ekonom "supply-side" menyatakan bahwa pengurangan tarif pajak akan berpengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, dan juga terhadap output. Pengaruh insentif terhadap pajak juga memainkan peranan pada sisi permintaan.

Apabila ekspansi fiskal dilakukan melalui pemotongan pajak dan peningkatan belanja untuk sisi penawaran, hal ini akan cenderung meningkatkan pengganda fiskal. Untuk menilai dampak kebijakan fiskal jangka pendek dari sisi penawaran yang harus diperhatikan adalah pengaruh perubahan pendapatan tenaga kerja terhadap penawaran tenaga kerja dan pengaruh perubahan pajak modal (capital taxes) terhadap tabungan dan investasi. Selain itu, pengaruh perubahan belanja terhadap produktivitas tenaga kerja dan modal juga harus mendapatkan perhatian, khususnya belanja pemerintah untuk barang-barang publik dan barang-barang lainnya dengan eksternalitas positif (Nizar, 2010).

(16)

2.6 Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter menurut Bodieno (1991 : 96 ) tindakan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).

2.6.1 Instrumen Kebijakan Moneter

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan

(17)

dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. 4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan

moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

2.6.2 Tujuan Kebijakan Moneter

a. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.

(18)

b. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga.

c. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.

d. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.

e. Menjaga kestabilan Ekonomi,artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.

f. Menjaga kestabilan Harga, Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar. g. Meningkatkan kesempatan kerja, Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.

h. Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat. Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.

2.6.3 Jenis-jenis Kebijakan Moneter

a. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.

b. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan

(19)

meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

2.6.4 Teori Kebijakan Moneter

Analisis mengenai uang bukanlah di dalam menelaah peranan uang tersebut dalam melancarkan kegiatan perdagangan, tetapi kepada peranan uang tersebut dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tungkat kegiatan ekonomi Negara dinamakan teori moneter. Teori moneter dibedakan dalam dua bentuk :

1. Teori kuantitas uang

Dalam teori ini yang diperhatikan adalah berapa kalikah uang yang ada dalam masyarakat berpindah tangan dalam satu tahun? Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher – seorang ahli ekonomi Amerika, yang berpendapat bahwa pada hakekatnya perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya ke atas harga-harga. Sedangkan Keynes berpendapat bahwa pertambahan dalam uang beredar dapat menaikkan harga-harga, tetapi kenaikan harga-harga itu tidak selalu sebanding dengan kenaikan dalam uang beredar. Lagipula kenaikan dalam uang beredar tidak selalu menimbulkan perubahan ke atas harga. Selanjutnya Keynes juga berpendapat bahwa kenaikan harga-harga bukan saja dipengaruhi oleh kenaikan dalam uang beredar tetapi juga oleh kenaikan dalam ongkos produksi.

2. Teori sisa tunai

Dalam teori sisa tunai yang diperhatikan adalah berapa besarkah uang yang dipegang atau disimpan masyarakat dalam bentuk tunai? Teori ini juga berpendapat bahwa perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama lajunya ke atas harga-harga.

(20)

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar

Tingkat Bunga (i) LM1 (Ms0)

LM2 (Ms1)

i0 Eo

i1 E1

Y0 Y1 Output (Y)

Gambar 2.3

Kebijakan moneter ekspansif

Dalam kerangka model IS-LM, naiknya permintaan agregat (AD) yang disebabkan oleh kenaikan di dalam jumlah uang beredar tadi, akan mendorong kurva LM bergeser ke kanan. Sebagai akibatnya, tingkat bunga (i) akan turun, namun pendapatan (Y) sebaliknya mengalami kenaikan.Dimana dengan adanya kenaikan jumlah uang beredar (Ms) dari dari Ms0 menjadi Ms1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM1 (Ms0) menjadi LM2 (Ms1).

Dengan kurva IS yang tertentu, maka kenaikan di dalam jumlah uang beredar yang menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan itu telah mendorong

(21)

tingkat bunga (1) turun dari l0 menjadi 11, moneter pendapatan (Y) akan naik dari Y0 ke Y1.

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy/ Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Tingkat Bunga (i) LM2 (Ms1)

LM1 (Ms0)

i1 E1

io E0

Y1 Y0 Output (Y)

Gambar 2.4

Kebijakan moneter kontraktif

Dalam kerangka model IS-LM, menurunya permintaan agregat (AD) yang disebabkan oleh menurunya jumlh uang beredar, akan mendorong kurva LM bergeser ke kiri. Sebagai akibatnya, tingkat bunga (i) akan naik, namun pendapatan (Y) sebaliknya mengalami penurunan .

Dimana dengan adanya menurunya jumlah uang beredar (Ms) dari dari Ms0 menjadi Ms1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM1 (Ms0) menjadi LM2 (Ms1).

2.7 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter

Dalam melihat efektivitas kebijakan kita membandingkannya pada 3 daerah yaitu daerah klasik, intermediate range dan daerah Keynes.

(22)

Jika digambarkan, maka bentuk kurva LM menjadi seperti berikut ini : LM

i Daerah Klasikk

Liquidity trap Intermediate range Daerah Keynesian

Y

Gambar 2.5 Kurva LM

Daerah liquidity trap merupakan daerah yang idenya pertama sekali dikemukakan oleh Keynes. Keynes menganggap ada satu daerah pada kurva LM yang memiliki tingkat bunga yang sangat rendah dan tidak mungkin turun lagi. Daerah inilah yang disebut daerah liquidity trap. Sementara itu daerah klasik memiliki kurva LM yang tegak lurus.

Hal ini dikarenakan pemahaman kaum klasik bahwa dalam teori permintaan uang, permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Menurut paham ini, permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan. Karena tidak ada hubungannya dengan suku bunga, maka kurva LM bentuknya tegak lurus. Daerah intermediate

range adalah daerhah yang menunjukkan kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga.

Dengan kurav LM tersebut dapat kita tentukan ke efektifan kebijakan fiskal Dan moneter.

(23)

Untuk melihat keefektifan fiskal dan moneter dalam kebijakan ekonomi dapat kita lihat pada gambar berikut:

i Is0 Is0 LM Is1 Is0 Is0 Is1 Yo Y1 Y0a Y1b Y0c=Y1d Y Gambar 2.6

Efektivitas kebijakan fiskal

Gambar di atas menunjukkan apabila kurva IS bergeser ke kanan berarti kebijakan fiskal ekspansif. Jika kita perhatikan pada masing-masing daerah, kebijakan fiskal sangat efektif pada daerah Keynesian dan efektif pada daerah

intermediate range.

Hal ini terlihat dari besarnya perubahan keseimbangan pendapatan nasional di daerah Keynesian. Sementara itu, kebijakan fiskal sama sekali tidak efektif pada daerah klasik. Ketika ada kebijakan fiskal, keseimbangan pendapatan nasional tidak berubah. Dengan kata lain kebijakan fiskal efektif di daerah Keynesian dan sebalikanya kebijakan fiskal tidak efektif sama sekali di darah klasik.

(24)

i LM0 LM1 IS IS IS Yo=Y1 Y0a Y1b Y0c Yod Gambar 2.7

Efektivitas kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang espansif ditandai dengan bergesernya kurva LM dari LM0 ke LM1. Apabila dibandingkan pada ketiga daerah maka kebijakan moneter sangat efektif di daerah klasik dan efektif pada daerah

intermediate.Sementara itu, kebijakan moneter sama sekali tidak efektif pada

daerah Keynesian.

2.8 Penelitian Terdahulu

Sebagian besar masalah mendasar dalam interaksi kebijakan moneter dan fiskal berkaitan dengan perbedaan aktivitas fiskal dan moneter, karena secara alami otoritas fiskal dan moneter merupakan entitas yang berbeda dengan instrumen, tujuan dan preferensi yang berbeda, (Fry, 1995:399).

Hasil Penelitian Yulia (2007) tentang interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia, mengukapkan bahwa shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat. Sedangkan adanya shock kebijakan moneter menyebabkan pengaruh permanen

(25)

negatif pada menurunnya pertumbuhan ekonomi. Instrumen kebijakan fiskal memiliki kontribusi cukup besar terhadap tingkat inflasi, begitu halnya dengan tingkat suku bunga terhadap output.

Hal tersebut juga di ungkapkan andrian,etty (2012) menunjukkan bahwa kebijakan fiskal merupakan guncangan negatif terhadap inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter ketat, sedangkan guncangan kebijakan moneter akan mengurangi pendapatan nasional. Penerapam kebijakan moneter dan fiskal akan menaikkan pertumbuhan ekonomi secara efektif.

Dan secara spesifik Bhattacharya dan Haslag (1999) mengatakan bahwa kebijakan moneter memiliki efek terhadap kondisi fiskal dan demikian juga sebaliknya, karena pemerintah bertindak seperti agen swasta yang menghadapi kendala anggaran. Tindakan moneter dan fiskal berinteraksi dalam satu kendala anggaran pemerintah yang sama.

Kelompok peneliti yang melihat bahwa sebetulnya kebijakan moneterlah yang akan mempengaruhi kondisi fiskal juga cukup banyak. Pergeseran kebijakan moneter memiliki efek yang penting bagi pemerintah dan tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini bank sentral memiliki komitmen baru terhadap inflasi yang rendah (Shapiro, 2004).

Fenomena ini akan mempengaruhi pendapatan dari penciptaan uang (seigniorage) sehingga perlu dilakukan penyesuaian kesimbangan fiskal pada masa yang akan datang melalui kenaikan pajak atau penurunan pengeluaran (Nikitin dan Russell, 2004).

(26)

Hasil simulasi stokastik Hostland (2001) menunjukkan bahwa semakin agresif kebijakan moneter akan menaikkan variabilitas suku bunga jangka pendek, tetapi akan menurunkan variabilitas output, inflasi dan biaya utang. Penelitian Dellas dan Slayer (2003) menemukan bahwa kebijakan moneter kaidah yang kontra siklis menyebabkan suku bunga riil yang lebih tinggi, tingkat pajak rata-rata yang lebih tinggi, output yang lebih rendah, variabilitas tingkat pajak dan konsumsi yang lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan yang pro siklis.

Penelitian interaksi moneter-fiskal yang dilakukan oleh Sargent dan Wallace (1975) menyatakan bahwa defisit anggaran yang didanai melalui sistem perbankan (bank sentral), akan mengakibatkan peningkatan jumlah uang beredar, dan selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan harga, yang berarti, pembiayaann defisit anggaran akan memiliki konsekuensi negatif ke tingkat harga (Marszalek, 2003, Moreno,2003).

Kebijakan fiskal dapat mempengaruhi kebijakan moneter dalam berbagai cara, baik melalui dampak atas kredibilitas kebijakan moneter, efek jangka pendek pada permintaan, maupun melalui perubahan kondisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi jangka panjang (Fialho dan Savino, 2002).

(27)

2.9 Kerangka Penelitian

Konsep kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.8 kerangka penelitian

2.10 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian sebelumnya, dapat ditarik hipotesis yaitu:

1. Adanya shocks kebijakan fiskal memberikan pengaruh positif terhadap tingkat inflasi.

2. Inflasi direspon negatif oleh penggunaan instrumen kebijakan moneter. 3. Adanya shocks kebijakan moneter menyebabkan menurunnya tingkat PDB 4. PDB direspon positif oleh instrumen kebijakan fiskal

.

PDB

INFLASI

Gambar

Gambar  di  atas  menunjukkan  apabila  kurva  IS  bergeser  ke  kanan  berarti  kebijakan  fiskal  ekspansif

Referensi

Dokumen terkait

a) Pemegang modal pinjaman mempunyai prioritas terhadap pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap asset yang akan dijual untuk membayar hutang. b) Pemegang modal

Pada tabel diatas dijelaskan perbedaan antara bagi hasil dan bunga, pada sistem bunga, suku bunga ditentukan dimuka sedangkan pada bagi hasil yang ditentukan

Menurut Mulyadi (2001: 455) transaksi penjualan tunai dilakukan oleh perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih dahulu

Menurut Turban (2001, p402) sistem pakar adalah sebuah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia dimana pengetahuan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah komputer

Menurut Kasmir (2001), Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah:.. a) Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana, sementara

mempengaruhi biaya bunga perusahaan karena bunga pinjaman yang diminta oleh. bank komersial atau kreditor berdasarkan tingkat suku bunga pasar,

Variabel Bebas Suku Bunga Sbi, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Size dan ,Return Saham Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar dan Jumlah Uang Beredar tingkat bunga deposit,

Menurut Sukirno (2001), bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat