• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK S K R I P S I"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK

Studi Kasus Pokdarwis Watu Ledhek, Dusun Dayakan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Ekonomi

Oleh:

Galuh Astika Riyanti NIM: 162314027

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

IDENTIFIKASI MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK

Studi Kasus Pokdarwis Watu Ledhek, Dusun Dayakan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Ekonomi

Oleh:

Galuh Astika Riyanti NIM: 162314027

PROGRAM STUDI EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ini bukan puisi, ini teka-teki Susun aku, temukan aku

-2322 23-

Kupersembahkan untuk: Diriku sendiri.

(4)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Tinjauan Teoretis ... 11

1. Pengertian Modal Sosial... 11

2. Bentuk Modal Sosial ... 11

3. Elemen Modal Sosial ... 14

4. Ekowisata ... 18

5. Desa Wisata ... 19

6. Fungsi Modal Sosial ... 20

7. Efektivitas Modal Sosial ... 21

8. Hubungan Modal Sosial dan Pengembangan Pariwisata ... 22

B. Tinjauan Studi Empiris ... 23

C. Model Teoretis/Konseptual ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 29

A. Objek Penelitian ... 29

B. Subjek Penelitian ... 29

C. Metode dan Desain Penelitian ... 30

1. Metode Penelitian ... 30

2. Desain Penelitian ... 30

3. Metode Penelitian Kualitatif ... 31

(5)

x

1. Obeservasi ... 33

2. Wawancara ... 34

3. Dokumentasi... 34

E. Variabel Penelitian ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 35

1. Pengumpulan Data ... 35

2. Reduksi Data ... 35

3. Penyajian Data... 36

4. Penarikan Kesimpulan... 36

BAB IV PROFIL PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK ... 37

A. Lokasi ... 37

B. Sejarah ... 38

C. Kepengurusan ... 39

D. Tujuan ... 42

E. Perkembangan Terkini ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Hasil Analisis SWOT Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 50

1. Hasil Analisis Strength (Kekuatan/Kelebihan) ... 50

2. Hasil Analisis Weakness (Kelemahan/Kekurangan) ... 50

3. Hasil Analisis Opportunity (Peluang/Kesempatan) ... 51

4. Hasil Analisis Threats (Tantangan/Ancaman) ... 52

5. Hasil Pembahasan ... 52

B. Model Empiris Identifikasi Modal Sosial Dalam Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 54

1. Model Empiris Bentuk Bonding Social Capital ... 54

2. Model Empiris Bentuk Bridging Social Capital ... 57

3. Model Empiris Bentuk Linking Social Capital ... 61

4. Model Empiris Bentuk Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 64

5. Model Empiris Fungsi Bonding Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 66

6. Model Empiris Fungsi Bridging Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 69

7. Model Empiris Fungsi Linking Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek Ledhek ... 72

8. Model Empiris Fungsi Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 75

9. Model Empiris Efektivitas Fungsi Bonding Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 78

10. Model Empiris Efektivitas Fungsi Bridging Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 80 11. Model Empiris Efektivitas Fungsi Linking Social Capital

(6)

xi

Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 83

12. Model Empiris Efektivitas Fungsi Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 86

13. Model Empiris Efektivitas Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 90

C. Hasil Analisis SWOT Modal Sosial Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek 1. Strength ... 92

2. Weakness ... 93

3. Opportunity ... 93

4. Threat ... 94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

C. Keterbatasan Penelitian ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(7)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Terdahulu ... 25 Tabel 2. Prestasi Desa Wisata Watu Ledhek ... 49

(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Teoretis Hubungan Modal Sosial dan Pengembangan

Pariwisata di Desa ... 28

Gambar 2. Peta Wilayah Desa Sardonoharjo ... 37

Gambar 3. Struktur Organisasi Pokdarwis Watu Ledhek ... 41

Gambar 4. Tujuan Pendirian Pokdarwis Watu Ledhek ... 44

Gambar 5. Desa Wisata Watu Ledhek ... 46

Gambar 6. Lokasi Outbound Desa Wisata Watu Ledhek ... 46

Gambar 7. Titik temu Kali Boyong dan Kali Trasi ... 47

Gambar 8. Limasan Dusun Dayakan ... 47

Gambar 9. TPS 3R Bramamuda ... 48

Gambar 10. Area Wisata Watu Ledhek ... 48

Gambar 11. Model Empiris Bentuk Bonding Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 56

Gambar 12. Model Empiris Bentuk Bridging Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 60

Gambar 13. Model Empiris Bentuk Linking Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 63

Gambar 14. Model Empiris Bentuk Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 65

Gambar 15. Model Empiris Fungsi Bonding Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 68

Gambar 16. Model Empiris Fungsi Bridging Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 71

Gambar 17. Model Empiris Fungsi Linking Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 74

Gambar 18. Model Empiris Fungsi Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 76

Gambar 19. Model Empiris Efektivitas Fungsi Bonding Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 79

Gambar 20. Model Empiris Efektivitas Fungsi Bridging Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 82

Gambar 21. Model Empiris Efektivitas Fungsi Linking Social Capital Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 85

Gambar 22. Model Empiris Efektivitas Fungsi Modal Sosial Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 88

Gambar 23. Model Empiris Fungsi dan Efektivitas Modal Sosial Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 90

(9)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Kuesioner Penelitian ... 107

Lampiran 2. Gambaran Umum Latar Belakang Subjek Penelitian ... 123

Lampiran 3. Transkrip Wawancara 1 Narasumber 1 ... 124

Lampiran 4. Transkrip Wawancara 2 Narasumber 1 ... 128

Lampiran 5. Transkrip Wawancara 1 Narasumber 2 ... 138

Lampiran 6. Transkrip Wawancara 1 Narasumber 3 ... 152

Lampiran 7. Kategorisasi Analisis SWOT Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ... 169

Lampiran 8. Kategorisasi Identifikasi Modal Sosial Narasumber 1 ... 173

Lampiran 9. Kategorisasi Identifikasi Modal Sosial Narasumber 2 ... 184

Lampiran 10. Kategorisasi Identifikasi Modal Sosial Narasumber 3 ... 197

Lampiran 11. Kategorisasi Modal Sosial ... 213

Lampiran 12. Kategorisasi Fungsi Modal Sosial ... 216

(10)

xv

ABSTRAK

IDENTIFIKASI MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK

Studi Kasus Pokdarwis Watu Ledhek, Dusun Dayakan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Galuh Astika Riyanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

Salah satu aspek terpenting untuk meninjau keberhasilan pengelolaan pariwisata adalah bagaimana modal sosial dapat digunakan untuk mendorong dan mengatasi tantangan pariwisata di suatu daerah. Modal sosial didefinisikan sebagai modal yang digunakan untuk memaksimalkan modal lainnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi modal sosial, fungsi modal sosial serta efektivitas fungsi modal sosial dalam pengembangan desa wisata Watu Ledhek. Khususnya, menggambarkan hubungan empiris modal sosial dan pengembangan desa wisata Watu Ledhek.

Untuk tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data diperoleh dengan cara wawancara mendalam dengan informan kunci yang merupakan kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya penggunaan modal sosial yang mempelopori pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. Modal sosial diidentifikasi berdasarkan fungsinya yaitu modal sosial pengikat, modal sosial yang menjembatani, dan modal sosial penghubung. Fungsi modal sosial memfasilitasi kemudahan campaign, meningkatkan wawasan, relasi, dan kinerja Pokdarwis. Efektivitas modal sosial dinilai sejauh mana modal sosial dapat mencapai tujuan pengembangan desa wisata. Pada akhirnya, fungsi dan efektivitas modal sosial yang dirasakan terus mendorong pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek.

(11)

xvi

ABSTRACT

IDENTIFYING THE EXISTENCE OF SOCIAL CAPITALS IN THE DEVELOPMENT WATU LEDHEK VILLAGE TOURISM A Case Study of Watu Ledhek Pokdarwis, Dayakan Hamlet, Sardonoharjo

Village, Ngaglik District, Sleman Regency, Special Region of Yogyakarta Galuh Astika Riyanti

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2020

One of the most important aspects to consider in achieving successful tourism management is how social capital can be used to encourage and overcome tourism challenges in a particular area. Social capital is valuable because it can maximise other forms of capital. This study seeks to identify the presence of social capitals, its functions, as well as its effectiveness in the development of Watu Ledhek tourism village. In particular, it seeks to describe the empirical relationship of social capital and the development of Watu Ledhek tourism village.

For that purpose, this research utilises a descriptive qualitative method. Data is obtained through in-depth interviews with key informants belonging to “kelompok sadar wisata” (Pokdarwis). Data analysis was carried out through several stages, namely data collection, data reduction, data presentation, and conclusion.

The result of this study reveals the existence of social capitals which prompted the development of the Watu Ledhek Tourism Village. Social capital is identified based on its function (i.e., bonding social capital, bridging social capital, and linking social capital). The function of social capital facilitates campaign, increase insight, relationships, and Pokdarwis’s performance. The effectiveness of the social capital function is assessed from the extent to which social capital can achieve the goal of developing a tourism village. In the end, the perceived function and effectiveness of social capital continue to drive the development of Watu Ledhek Tourism Village.

Keywords: social capital, social capital function, social capital effectiveness, tourism village

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan sektor pariwisata menjadi strategi pemerintah yang berbeda dan telah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Liu, et al., 2018). Perkembangan pariwisata berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui kinerja perekonomian dan perubahan struktur ekonomi (Suyana dalam Ngurah & Utama, 2018). Pariwisata adalah sektor yang meningkat dan memiliki dampak positif pada aspek ekonomi dan bisnis (Pramanik & Widyastuti, 2017). Tujuan pariwisata tersebut harus memberikan kontribusi kesejahteraan bagi masyarakat setempat dan juga wisatawan. Pariwisata telah diidentifikasi sebagai strategi untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi dengan penekanan pada kewirausahaan mikro (Manyara & Jones, 2007). Sektor pariwisata memberikan pengaruh dominan pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan memberikan kemakmuran bagi masyarakat lokal (Viren, et al., 2015).

Keberhasilan pengelolaan pariwisata dapat dicapai melalui berbagai cara. Keberhasilan pengelolaan lingkungan dicapai dengan melibatkan masyarakat yang akan sangat mempengaruhi kondisi sosial seperti norma, kepercayaan, budaya, kerja sama, gaya hidup, dan hubungan di antara orang-orang yang disebut modal sosial (Nurrochmat, et al., 2016). Pendekatan tata kelola juga

(13)

merupakan salah satu kunci penting untuk keberhasilan pengembangan destinasi wisata (Bramwell & Lane, 2011). Penguatan modal sosial melalui penguatan modal kognitif (pengetahuan dan pemahaman), modal relasional (membangun kepercayaan antar komunitas), dan modal struktural (membangun institusi masyarakat) memainkan peran penting dalam keberhasilan pengembangan pariwisata (Prakasa, et al., 2019). Keberhasilan masyarakat untuk merehabilitasi kawasan hutan bakau di Sei Nagalawan dan memanfaatkan sumber dayanya secara berkelanjutan adalah hasil dari tingkat partisipasi yang tinggi dari para anggota dan peran kader aktif sebagai kekuatan simbolis yang mendorong, mendorong, dan memotivasi komunitas dalam perjuangan mereka (Situmorang, 2018). Interaksi yang sifatnya positif menjadi modal dasar dalam membangun jaringan sosial, sehingga dapat mendukung keberhasilan pengembangan wisata alam (Rachmawati, et al., 2011). Keberhasilan pariwisata adalah karena dukungan dan partisipasi masyarakat atau komunitas lokal (Bhuiyan, et al., 2011).

Ekowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata yang unik karena tidak hanya mengusung konsep wisata alam tetapi juga berprinsip melestarikan lingkungan serta melibatkan masyarakat. The International Ecotourism Society (1991) mendefinisikan konsep ekowisata ialah aktivitas wisata yang memiliki tanggung jawab pada daerah objek wisata yang masih alami guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan tetap menjaga pelestarian lingkungan yang ada di daerah tersebut. Prinsip-prinsip ekowisata bertanggung jawab atas pelestarian lingkungan alam, bermanfaat bagi

(14)

masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya dengan memberikan kesempatan kerja, menghasilkan pendapatan, dan melestarikan budaya dan tradisi lokal (Miller, 2017). Selain itu, ekowisata juga menyediakan pendidikan lingkungan bagi wisatawan dan masyarakat (Wuleka, et al., 2013). Perkembangan ekowisata juga selalu dekat/terintegrasi dengan aktualisasi modal sosial atau genius lokal serta keterlibatan masyarakat setempat (Wildan, et al., 2016). Keterlibatan masyarakat atau masyarakat setempat benar-benar mendukung kekuatan ekowisata sebagai media pembangunan simultan (Peter, 2005). Bahkan, ekowisata mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan bagi masyarakat lokal, dan pengakuan terhadap budaya lokal (Nugroho, 2007).

Modal sosial digunakan untuk mendorong dan mengatasi tantangan pariwisata di suatu daerah. Modal sosial menjanjikan individu-individu dalam suatu komunitas memobilisasi dukungan untuk pengembangan pariwisata, menyelesaikan tantangan kolaborasi, dan menarik wisatawan (Hwang & Stewart, 2016). Terus memperkuat modal sosial akan memberikan dan meningkatkan motivasi dan keterampilan masyarakat serta kemampuan untuk menangkap dan mengembangkan peluang pengembangan pariwisata (Prakasa, et al., 2019). Modal sosial muncul secara signifikan sebagai mekanisme utama yang mendorong dan menarik orang untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata lokal (Kusuma, et al., 2017). Modal sosial merujuk pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama (Febriani &

(15)

Saputra, 2018). Modal sosial menawarkan betapa pentingnya membangun suatu hubungan satu sama lain dan memeliharanya agar terus terjalin, setiap individu dapat bekerja sama untuk memperoleh hal-hal yang tercapai sebelumnya serta meminimalisasikan kesulitan yang besar (Ngurah & Utama, 2018). Pendekatan modal sosial digunakan untuk memahami motivasi perilaku masyarakat dalam pengembangan dan/atau pengembangan pariwisata perkotaan (Prakasa, et al., 2019).

Modal sosial dalam masyarakat dapat diamati melalui elemen-elemen yang terkandung di dalamnya. Elemen pokok modal sosial meliputi: (1) saling percaya, (2) kejujuran, (3) pranata yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama, norma-norma, dan sanksi-sanksi (Anggraini & Agus, 2018). Dinamika elemen modal sosial tersebut harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, relawan, negara dan sebagainya. Modal sosial mengandung tiga komponen utama, yaitu: 1) kemampuan untuk menyusun institusi; 2) adanya partisipasi yang setara dan adil, dan; 3) adanya rasa saling percaya (Coleman, 1988). Modal sosial tidak akan terpisah dari tiga elemen utama, yaitu: (a) kepercayaan (kejujuran, keadilan, sikap egaliter, toleransi, dan kedermawanan), (b) jejaring sosial (partisipasi, timbal balik, solidaritas, kerja sama), (c) norma (nilai bersama, norma dan sanksi, aturan) (Ma’ruf, 2017). Secara garis besar modal sosial berunjuk kepada norma atau jaringan sosial yang memungkinkan orang untuk membangun suatu perilaku kerjasama kolektif (Kusuma, et al., 2017). Pendapat yang lebih spesifik menyatakan

(16)

bahwa tiga elemen kunci dalam modal sosial termasuk jaringan, norma dan kepercayaan (Putnam, et al., 1993)

Pengukuran modal sosial penting dilakukan untuk mengetahui dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Modal sosial yang diukur dengan modal kognitif, modal struktural dan modal relasional yang dimiliki oleh masyarakat memiliki pengaruh signifikan terhadap pengembangan kewirausahaan di sektor pariwisata (Zhao, et al., 2011). Pengukuran modal sosial dan penilaian kontribusinya penting untuk mengukur modal sosial yang secara akurat mengukur tingkat ikatan, menjembatani, dan menghubungkan modal sebagai kepemilikan individu (Magson, et al., 2014). Tingkat modal sosial yang ada di masyarakat dapat diukur melalui pengukuran hasil (outcome) dari modal sosial itu sendiri (Kusuma, et al., 2017). Di mana hasil yang tercipta dari ketersediaan modal sosial yang ada dikelompokkan menjadi dua indikator kelompok yaitu kelompok proximal indicator dan distal indicator. Proximal indicator ialah hasil modal sosial yang berhubungan langsung dengan komponen inti seperti kepercayaan, norma, jaringan kerja-sama, dan resiprositas dengan penggunaan civic engagement sebagai indikator dari jaringan kerja sosial. Sedangkan distal indicator merupakan hasil tidak langsung dari modal sosial seperti indeks harapan hidup, tingkat pengangguran, serta tingkat pendapatan rumah tangga. Pengukuran modal sosial yang ada menjadi sasaran kritik karena peneliti sering mendefinisikan istilah secara berbeda (Van & Jan dalam Situmorang, 2018).

(17)

Munculnya berbagai tujuan wisata baru yang diprakarsai oleh masyarakat adalah isu yang menarik untuk diteliti (Prakasa, et al., 2019). Penelitian terdahulu membuktikan bahwa pengembangan pariwisata yang diprakarsai oleh masyarakat ditentukan oleh seberapa kuat modal sosial yang dimiliki. Ini sama halnya dengan pengembangan pariwisata yang sedang dilakukan oleh masyarakat Dusun Dayakan. Modal sosial yang dimiliki masyarakat mendorong terwujudnya pengembangan potensi dusun menjadi lokasi pariwisata. Potensi wisata yang sudah dimiliki Dusun Dayakan, yaitu TPS 3R Brama Muda, Kandang Kelompok Nyawiji dan Watu Ledek (Keluargabramamuda, 2019). Dari berbagai potensi yang dimiliki, masyarakat kemudian bersama-sama mengembangkan Desa Wisata Watu Ledhek. Beranjak dari latar belakang mengenai hubungan modal sosial dengan ekowisata yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Identifikasi Modal Sosial dalam Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek”

B. Batasan Masalah

Peneliti berfokus pada identifikasi modal sosial, fungsi, efektivitas serta hubungan empiris modal sosial dan pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis SWOT dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek?

2. Modal sosial apa sajakah yang ada/muncul/hadir/eksis dalam pengembangan desa wisata Watu Ledhek?

(18)

3. Apa sajakah fungsi modal sosial dalam pengembangan desa wisata Watu Ledhek?

4. Seberapa efektifkah fungsi modal sosial dalam mendorong/mendukung pengembangan desa wisata Watu Ledhek?

5. Bagaimanakah hubungan empiris modal sosial dan pengembangan desa wisata Watu Ledhek?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis SWOT dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

2. Untuk mengidentifikasi modal sosial dalam Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

3. Untuk mengetahui fungsi modal sosial dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

4. Untuk mengetahui efektivitas fungsi modal sosial dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

5. Untuk mengetahui hubungan empiris modal sosial dan Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat kepada seluruh pembaca serta dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang modal sosial dalam pengembangan desa wisata.

(19)

2. Manfaat Empiris

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan pengukuran terkait modal sosial dalam masyarakat berkaitan dengan sektor pariwisata, sehingga penelitian selanjutnya dapat menjadi lebih baik. 3. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan menjadi pemicu munculnya modal sosial di dalam diri setiap manusia sehingga dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya dan lingkungan sekitarnya.

b. Bagi Masyarakat Dusun Dayakan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan desa wisata dan dapat memperkuat modal sosial dalam Pokdarwis serta masyarakat Dusun Dayakan.

c. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong pemerintah menyebarluaskan pemanfaatan modal sosial yang dimiliki masyarakat Dusun Dayakan sebagai dusun yang mampu mengembangkan pariwisata yang diprakarsai oleh masyarakat lokal.

F. Sistematika Penulisan

Agar diperoleh susunan penelitian yang sistematis, penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

(20)

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang penelitian dilakukan, batasan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II : Tinjauan Literatur

Dalam bab ini diuraikan tentang tinjauan teoritis yang mendukung penelitian ini, penelitian oleh peneliti terdahulu, model teoritis dan hipotesis penelitian. Uraian dalam bab ini akan digunakan sebagai dasar penelitian dan pengolahan data.

BAB III : Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai jenis penelitian, lokasi penelitian, pelaksanaan penelitian, sampel penelitian, metode pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : Profil Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek

Dalam bab ini diuraikan profil pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek sebagai tempat dilaksanakannya penelitian.

BAB V : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan pada Pokdarwis Watu Ledhek.

BAB VI : Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini diuraikan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk seluruh pembaca.

(21)

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka berisikan sumber-sumber literasi sebagai bahan referensi dalam pembuatan penelitian.

(22)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoretis

1. Pengertian Modal Sosial

Modal sosial didefinisikan sebagai seperangkat nilai dan norma informal yang dibagikan di antara anggota kelompok masyarakat yang memungkinkan kerjasama di antara mereka (Magson, et al., 2014). Modal sosial didefinisikan sebagai aspek-aspek struktur hubungan individu yang memungkinkan mereka untuk menciptakan nilai-nilai baru (Ma’ruf, 2017). Modal sosial sebagai gambaran organisasi sosial, seperti jaringan norma dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan (Putnam dalam Kusuma, et al., 2017). Modal sosial mengacu pada aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma dan jaringan-jaringan yang dapat meningkatkan efesiensi dalam masyarakat melalui fasilitas bagi tindakan-tindakan yang terkoordinasi (Anggraini & Agus, 2018). Modal sosial juga ditentukan oleh fungsinya (Coleman, 1988). Modal sosial merupakan aspek hubungan sosial yang tumbuh dalam suatu kelompok sosial dan memungkinkan terwujudnya kerja sama dan koordinasi sehingga dapat menciptakan nilai baru serta mengakomodasi tindakan kolaboratif yang bermanfaat bagi kelompok sosial tersebut.

(23)

Bentuk modal sosial dikelompokkan ke dalam tiga bagian. Modal sosial pengikat dan modal sosial yang menjembatani digambarkan sebagai bentuk modal sosial atau dimensi modal sosial (Woolcock & Narayan 2000). Konsep modal sosial penghubung ditambahkan dalam bentuk modal sosial untuk menggambarkan hubungan antara orang-orang atau lembaga di berbagai kelas sosial (Woolcock, 2001). Bentuk modal sosial dikategorikan ke dalam tiga bagian (Keeley, 2007). Pertama, bonds: tautan ke orang berdasarkan rasa identitas bersama seperti keluarga, teman dekat dan orang yang memiliki latar belakang yang sama. Kedua, bridges: tautan yang melampaui rasa identitas bersama, misalnya ke teman, kolega, dan rekan yang jauh. Ketiga, linkages: tautan ke orang atau kelompok yang lebih jauh atau lebih rendah dari kelas sosial. Menurut Abdullah (2013), tiga tipologi modal sosial meliputi pengikat, perekat (bonding social capital), penyambung, menjembatani (bridging social capital) dan pengait, koneksi, jaringan (lingking social capital).

a. Bonding Social Capital. Modal sosial pengikat menjadi bentuk modal sosial yang mengacu pada jaringan yang berorientasi ke dalam kelompok. Modal sosial pengikat adalah jenis modal sosial yang menggambarkan koneksi dalam suatu kelompok atau komunitas yang ditandai dengan tingkat kesamaan yang tinggi dalam karakteristik demografis, sikap, dan informasi serta sumber daya yang tersedia (Claridge, 2018). Modal sosial pengikat ada di antara kita yang memiliki hubungan dekat yang kuat seperti anggota keluarga, teman dekat, dan

(24)

tetangga. Ikatan modal sosial mengacu pada kepercayaan dan ikatan yang kuat dalam kelompok-kelompok yang homogen (Parlinah, et al., 2018). Ikatan modal sosial secara inheren memandang ke dalam dengan memperkuat identitas eksklusif dan karakteristik kelompok homogen, seperti yang terkait dengan sumber daya homogen (Birendra, et al., 2018). Ikatan dalam modal sosial juga disebut sebagai jejaring sosial antara kelompok-kelompok homogen (Putnam dalam Nunkooa, 2017). Ikatan modal sosial mengacu pada jaringan kelompok-kelompok intra-komunitas yang homogen dengan minat yang sama dan kohesi sosial yang kuat sosial (Shakya, 2016).

b. Bridging Social Capital. Modal sosial yang menjembatani merupakan bentuk modal sosial yang mengacu pada jaringan yang dibentuk diluar kelompok. Modal sosial yang menjembatani adalah jenis modal sosial yang menggambarkan koneksi yang menghubungkan orang-orang lintas latar belakang yang merupakan kelompok masyarakat (seperti ras, kelas, atau agama) (Claridge, 2018). Ini adalah asosiasi yang 'menjembatani' antara komunitas, kelompok, atau organisasi. Menjembatani modal sosial mengacu pada beragam jaringan dan hubungan antar kelompok (Parlinah, et al., 2018). Menjembatani modal sosial secara inheren tampak luar, karena memungkinkan koneksi ke orang lain atau kelompok yang berbeda satu sama lain dalam beberapa cara (Birendra, et al., 2018). Menjembatani modal sosial berhubungan dengan jejaring sosial antara kelompok-kelompok heterogen secara sosial (Putnam

(25)

dalam Nunkooa, 2017). Sejalan dengan itu, jaringan ekstra-komunitas telah digambarkan sebagai modal sosial yang menjembatani (Shakya, 2016).

c. Linking Social Capital. Menghubungkan modal sosial merupakan betuk modal sosial tertinggi karena menghubungkan berbagai kelompok yang heterogen secara hierarki. Menghubungkan modal sosial adalah jenis modal sosial yang menggambarkan norma-norma dan jaringan hubungan saling percaya antara orang-orang yang berinteraksi melintasi gradien kekuasaan atau otoritas yang eksplisit, formal atau dilembagakan dalam masyarakat (Szreter & Woolcock, 2004). Hubungan ini digambarkan sebagai 'vertikal' dan fitur utamanya adalah perbedaan posisi sosial atau kekuasaan. Menghubungkan modal sosial mengacu pada hubungan antara individu dan kelompok dalam hubungan hierarkis (Woolcock, 2001). Modal sosial penghubung mengacu pada hubungan antara individu dan kelompok dalam strata sosial yang berbeda dalam hierarki di mana kekuasaan, status sosial dan kekayaan diakses oleh kelompok yang berbeda (Healy & Cote 2001).

3. Elemen Modal Sosial

Modal sosial tidak akan terpisah dari tiga elemen utama, yaitu: (a) Kepercayaan (kejujuran, keadilan, sikap egaliter, toleransi, dan kedermawanan), (b) Jejaring Sosial (partisipasi, timbal balik, solidaritas, kerja sama), (c) Norma (nilai bersama, norma dan sanksi, aturan) (Ma’ruf, 2017). Penelitian lain menyebutkan modal sosial berunjuk kepada norma

(26)

atau jaringan sosial yang memungkinkan orang untuk membangun suatu perilaku kerjasama kolektif (Kusuma, et al., 2017). Komponen lain modal sosial, di antaranya adalah interaksi dan komunikasi, kesamaan nilai dan norma, jaringan, kepercayaan, solidaritas dan nilai timbal balik (Fiisabiilillah, et al., 2014). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai elemen modal sosial tersebut terdapat beberapa elemen yang mendominasi modal sosial, elemen utama modal sosial tersebut ialah kepercayaan (trust), jaringan (network) dan nilai atau norma (norms).

a. Kepercayaan (Trust). Kepercayaan merupakan elemen terpenting dalam modal sosial karena ini sebagai dasar keterlibatan di masyarakat. Teori modal sosial menyatakan bahwa kebiasaan kepercayaan dalam kehidupan publik bertindak sebagai perekat sosial dan membuatnya lebih mungkin bahwa orang akan menjadi warga negara yang aktif dan terlibat dalam pertukaran (Ballet, et al., 2007). Hubungan saling percaya dapat tumbuh apabila orang berlaku jujur, dengan kejujuran akan tumbuh sikap fair dan paham egaliter, seseorang akan toleran karena itu ia akan mudah bersosisalisasi (Anggraini & Agus, 2018). Trust atau rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak pada suatu pola tindakan yang saling mendukung (Febriani & Saputra, 2018). Suatu hubungan apabila tidak saling percaya, maka tidak peduli seberapa padat hubungan itu dan jabatan yang dimiliki

(27)

aktor, mereka tidak akan mau berbagi informasi berharga dan saling membantu sehingga tingkat kepercayaan diperlukan untuk dinilai di masyarakat (Yu, 2013). Kepercayaan dicatat sebagai faktor penting untuk terlibat dalam perilaku timbal balik, karena berbagai informasi dan budaya pertukaran membutuhkan pemahaman umum (Birendra, et al., 2018). Individu dengan tingkat kepercayaan, timbal balik, dan kolaborasi yang lebih tinggi dikaitkan dengan akses yang lebih besar ke keterlibatan politik (Hidalgoa & Harris, 2018).

b. Jejaring Sosial (Network). Jaringan sosial terbentuk karena interaksi atau pertukaran sosial yang terjadi di masyarakat. Jaringan sosial memiliki nilai jika ada interaksi dan koneksi dalam mengembangkan norma bersama, kepercayaan, dan timbal balik yang pada gilirannya mendorong untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2005). Jaringan sosial dapat memberikan manfaat bagi anggota mereka dan dapat menimbulakan inefisiensi sendiri (Munshi dalam Situmorang, 2018). Selain pentingnya memperkuat jaringan internal, suatu komunitas juga membutuhkan jaringan eksternal untuk memperluas komunitas. Hubungan pola yang menghubungkan warga negara dengan mereka yang berada di luar kelompok disebut jejaring sosial (Stolley dalam Situmorang, 2018). Keluasana jaringan kerja dari suatu kelompok masyarakat tercermin dari ketersediaan warga bermitra antar sesama; keterbukaan dalam berhubungan dengan kelompok lain dan keaktifan memelihara hubungan baik di antara kelompok (Anggraini & Agus,

(28)

2018). Hubungan saling percaya akan tumbuh dalam jaringan sosial yang menyediakan ruang bagi warganya untuk berpartisipasi setara, bermodal itulah akan bekerja prinsip-prinsip reprositas dan akan mendorong tumbuhnya solidaritas antar warga, selanjutnya terjadi kerjasama yang dengan adanya pranata dan saling percaya akan melahirkan keadilan. Jaringan terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar individu atau lebih, suatu norma muncul karena terjadinya pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika pertukaran tersebut hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja maka pertukaran sosial selanjutnya tidak akan terjadi (Kusuma, et al., 2017).

c. Norma (Norms). Norma dalam modal sosial berperan dalam mengontrol perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma timbal balik yang tertanam dalam jejaring sosial memfasilitasi semua jenis tindakan kolektif (Ansari, 2013). Norma sosial berperan dalam mengontrol bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat (Febriani & Saputra, 2018). Norma sosial adalah sekumpulan aturan masyarakat yang diharapkan agar dipatuhi serta diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu (Inayah, 2012). Aturan-aturan tersebut biasanya terinstitusionalisasi, tidak tertulis tetapi dapat dipahami sebagai suatu penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sanksi sosial yang diberikan jika melanggar. Norma sosial juga dapat menentukan kuatnya hubungan antar individu karena dapat merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi

(29)

perkembangan masyarakat (Kusuma, et al., 2017). Norma dapat tecipta karena adanya beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan secara terus menerus sehingga menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara.

4. Ekowisata

Ekowisata (ecotourism) menawarkan alternatif pariwisata yang ramah lingkungan. Ekowisata bertindak sebagai pariwisata alternatif yang berkontribusi pada konservasi dan pengembangan masyarakat berkelanjutan (Miller, 2017). The International Ecotourism Society (1991) mendefinisikan konsep ekowisata ialah aktivitas wisata yang memiliki tanggung jawab pada daerah objek wisata yang masih alami guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan tetap menjaga pelestarian lingkungan yang ada di daerah tersebut. Ekowisata juga merupakan salah satu cara dalam pengelolaan hutan potensial untuk pembangunan pedesaan, terutama di lingkungan yang rapuh (Duangjai dalam Situmorang, 2018). Ekowisata sangat memperhatikan dampak kegiatan pariwisata terhadap masyarakat dan sumber daya lingkungan (Musavengane, 2015). Ekowisata merupakan jenis wisata yang menitikberatkan pada keindahan alam yang masih alami serta kebudayaan masyarakat lokal sebagi daya tarik pendukung, karena para praktisi maupun pelaku di bidang ekowisata menyepakati untuk menerapkan bahwa konsep ekowisata berbeda dengan objek wisata konvensional lainnya (Kusuma, et al., 2017). Pola ekowisata yang diterapkan yaitu dengan meminimalkan dampak negatif yang akan

(30)

timbul pada lingkungan maupun terhadap budaya masyarakat lokal serta konsep ekowisata diharapkan mampu meningkatkan pendapatan bagi masyarakat lokal dan menjujung nilai konservasi.

5. Desa Wisata

Kemunculan desa wisata diiringi dengan keterlibatan masyarakat dan potensi yang ada di desa itu sendiri. Pertumbuhan pariwisata pedesaan sering mengarah pada pembuatan "kantong-kantong wisata", yang ditandai dengan folklorisasi identitas lokal dan komodifikasi budaya, yang mendukung pembangunan pedesaan berbasis tempat (Dieckow, et al., dalam Chiodo, et al., 2019). Konsep baru diperlukan dari sumber daya pedesaan berbasis tempat untuk mencapai profil pariwisata pedesaan yang lebih tinggi, dalam hal keberlanjutan dan saling ketergantungan dengan warisan alam/budaya (Garrod, et al. dalam Chiodo, et al., 2019). Pada dasarnya, dapat dinyatakan bahwa pengembangan wisata pedesaan berbasis tempat terdiri dari tiga aset utama: yang naturalistik (terkait dengan sumber daya lingkungan), yang dibangun (terkait dengan pemukiman pedesaan) dan sosial budaya dan ekonomi (terkait sektor ekonomi, identitas lokal, dan budaya) (Chiodo, et al., 2019). Pariwisata pedesaan dapat dianggap sebagai "kata payung", termasuk berbagai produk wisata seperti pariwisata di desa-desa (ekowisata) (Ceballo-Lascurai dalam Chiodo, 2019). Desa wisata dicari karena situasi alam yang ditemui wisatawan, ini berbeda dengan objek wisata modern yang mengharuskan make-up agar disebut layak (Pramanik, et al., 2018). Wisata pedesaan membawa perubahan pada area kehidupan komunitas, oleh karena

(31)

itu sebagai tuan rumah, pertemuan positif komunitas dengan wisatawan dan pengembangan terkait telah dianggap penting untuk pariwisata yang sukses dan berkelanjutan (Gursoy, et al.; Rekom & Go; dalam Hwang & Stewart, 2016)

6. Fungsi Modal Sosial

Setiap bentuk modal sosial memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi modal sosial yaitu, bagaimana modal sosial menghubungkan para pelaku (Sato, 2013). Kekuatan modal sosial dapat dijelaskan melalui tiga tipologinya yang meliputi pengikat, perekat (bonding social capital), penyambung, menjembatani (bridging social capital) dan pengait, koneksi, jaringan (linking social capital) (Abdullah, 2013). Modal sosial pengikat cenderung membantu orang 'bertahan' dan memberikan norma dan kepercayaan yang memfasilitasi tindakan kolaboratif (Claridge, 2018). Fungsi ini ditemukan di antara kelompok-kelompok yang terhubung erat dengan ikatan afektif yang kuat yang menghubungkan anggota kelompok satu sama lain, penting dalam memberikan dukungan sosial dan meningkatkan solidaritas dalam kelompok (Agnistch, et al, 2006). Modal sosial yang menjembatani sangat penting dalam memperoleh berbagai sumber daya yang lebih luas dan meningkatkan penyebaran informasi di dalam dan antar kelompok (Putnam dalam Agnitsch, et al., 2006). Menjembatani lebih efektif daripada ikatan dalam menghasilkan hasil yang diinginkan (Saxton & Benson dalam Agnistch, et al, 2006), karena melibatkan banyak pihak dengan kepentingan dan latar belakang yang

(32)

berbeda. Modal sosial penghubung melibatkan hubungan sosial dengan mereka yang berwenang yang dapat digunakan untuk mengakses sumber daya atau kekuasaan (Stone dan Hughes dalam Claridge, 2018). Modal sosial penghubung dapat menghubungkan pejabat pemerintah dengan orang-orang yang memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pekerjaan mereka (Jordan dalam Claridge, 2018).

7. Efektivitas Modal Sosial

Modal sosial merupakan entitas unik yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas kinerja desa melalui indikatornya (mis., produktifitas, keberlanjutan pembangunan, politik, sosial). Efektivitas sejauh mana tujuan yang dinyatakan dipenuhi mencapai apa yang ingin dicapai (Productivity Commission, 2013). Definisi sederhana efektivitas yaitu sejauh mana organisasi dapat mewujudkan tujuannya (Etzioni dalam Hall, 1980). Setiap modal sosial menyediakan cost dan benefit yang berbeda-beda tiap fungsinya (Agnistch, et al., 2006). Modal sosial digunakan untuk sejumlah penggunaan produktif (Situmorang, 2018). Modal tersebut dapat mempermudah transfer praktik yang relevan dari satu bagian ke bagian lainnya dan dalam campur tangan barang publik atau sumber daya bersama (Lesser dalam Situmorang, 2018). Modal sosial juga terdiri dari investasi dalam hubungan sosial yang meningkatkan akses dan mobilisasi sumber daya bernilai dan pada gilirannya menghasilkan pengembalian baik bagi individu maupun masyarakat (Lin dalam Hidalgoa & Harris, 2018). Modal sosial berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan desa (Amalia &

(33)

Sumarti dalam Pramanik, et al., 2018) dan juga pertumbuhan ekonomi lokal (Arasli dalam Pramanik, et al., 2018).

8. Hubungan Modal Sosial dan Pengembangan Pariwisata

Modal sosial berperan penting dalam pengembangan pariwisata. Modal sosial berkontribusi pada kemampuan orang untuk mengembangkan bisnis pariwisata, terutama di daerah pedesaan (Eshliki et al., dalam Pramanik, et al., 2018). Tingkat modal sosial kognitif dan struktural yang lebih tinggi secara positif terkait dengan lebih banyak kesempatan untuk belajar tentang dan mengambil bagian dalam keputusan pariwisata (Hidalgoa & Harris, 2018). Modal sosial yang sudah ada sebelumnya dalam bentuk lembaga lokal dan kohesi sosial memfasilitasi bottom-up, perencanaan pariwisata partisipatif dan komitmen masyarakat terhadap pengembangan pariwisata (Shakya, 2016). Pengembangan pariwisata yang diprakarsai oleh masyarakat ditentukan oleh seberapa kuat modal sosial yang dimiliki (Prakasa, et al., 2019).

Pentingnya modal sosial dalam pariwisata secara khusus juga dinyatakan dalam hubungannya dengan ekowisata. Faktor modal sosial memainkan peran penting dalam pengembangan pariwisata khusus seperti misalnya ekowisata berbasis masyarakat (Jones, 2005). Peningkatan akses modal sosial memiliki potensi untuk berkontribusi dalam mengurangi ketidakadilan politik dalam hal-hal terkait ekowisata (Hidalgoa & Harris, 2018). Modal sosial pada gilirannya dapat secara langsung mempengaruhi

(34)

modal alam dengan memfasilitasi tindakan kolektif dan pengelolaan ekosistem yang efektif. (Mauthe et al., dalam Parlinah, et al., 2018).

B. Tinjauan Studi Empiris

Berdasarkan tinjaun teori yang telah dipaparan sebelumnya, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan untuk landasan teoretis/konseptual dalam penelitian ini. Tinjauan studi empiris digunakan untuk memberikan acuan dan pembanding terhadap penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa modal sosial berperan penting dalam pengembangan pariwisata. Modal sosial memiliki peran penting dan merupakan pendorong utama dalam pengembangan pariwisata perkotaan (Prakasa, et al., 2019). Modal sosial berdampak positif bagi masyarakat dengan keterlibatan pada pengelolaan pariwisata dan lingkungan hidup. Komunitas Muara Baimbai memiliki modal sosial yang kuat dalam mengelola kawasan ekowisata bakau, ini mewujudkan keberhasilan masyarakat merehabilitasi kawasan hutan bakau sebagai lokasi ekowisata (Situmorang, 2018). Penggunaan modal sosial yang optimal menjadikan madu kelulut sebagai komoditas di Kecamatan Lubuk juga sebagai sektor pendapatan masyarakat dan sektor pariwisata (Febriani & Saputra, 2018).

Adapun perbedaan dari penelitian sebelumnya terdapat pada variabel yang digunakan dalam penelitian. Penelitian oleh Prakasa et al. (2019) menggunakan variabel stakeholder, modal sosial (kognitif, jaringan, struktural) dan pengembangan pariwisata. Sedangkan penelitian oleh Situmorang (2018) menggunakan tingkat partisipasi, tingkat kepercayaan, koneksi internal dan

(35)

eksternal (jaringan); dan nilai serta manfaat dalam penelitiannya. Penelitian oleh Febriani dan Saputra (2018) melibatkan partisipasi dalam jaringan, trust atau kepercayaan, timbal balik, serta norma dalam upaya merehabilitasi kawasan hutan wisata menjadi pariwisata. Selanjutnya penelitian oleh Ma’ruf. (2017) melibatkan pengembangan modal sosial dengan pendekatan Strengths, Opportunities, Aspirations, dan Results serta Participatory Rural Appraisal. Penelitian oleh Wildan, et al., (2016) merupakan penelitian tentang pengembangan pariwisata; identifikasi kemungkinan konflik; perspektif pemangku kepentingan tentang ekowisata; keterlibatan masyarakat setempat; identifikasi segmen pasar; dan kelayakan pariwisata berbasis modal sosial.

(36)

No Nama Judul Metode analisis dan variabel Hasil 1. Prakasa Yudha,

Danar Oscar Radyan, dan Fanani Angga Akbar (2019)

Urban Tourism Based on Social Capital Development Model

Analisis menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis deskriptif. Variabel: Stakeholder, Modal sosial (kognitif, jaringan, struktural) dan pengembangan pariwisata.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial merupakan pendorong utama dalam pengembangan pariwisata perkotaan. Pendekatan tata kelola kolaboratif terbukti mampu mengembangkan tujuan wisata melalui penguatan modal sosial secara berkelanjutan.

2. Rospita O. P. Situmorang (2018)

Social Capital In Managing Mangrove Ecotourism Area By The Muara Baimbai Community

Analisis menggunakan metode kulitatif dan kuantitatif.

Variabel: tingkat partisipasi; tingkat kepercayaan; koneksi internal dan eksternal (jaringan); dan nilai serta manfaat.

Komunitas Muara Baimbai memiliki modal sosial yang tinggi dalam mengelola kawasan ekowisata bakau. Indikator dari modal sosial yang kuat dengan berjalannya kelompok sesuai dengan yang diharapkan.

3. Luna Febriani dan Putra Pratama Saputra (2018)

Modal Sosial Dalam Pengembangan Madu Kelulut Sebagai Komoditas Ekonomi Dan Pariwisata Di Kecamatan Lubuk Kabupaten Bangka Tengah

Data kualitatif dinyatakan dalam bentuk kalimat dan uraian.

Variabel: partisipasi dalam jaringan, trust atau kepercayaan, timbal balik, norma sosial dan tindakan proaktif serta pengembangan madu kelulut

Mobiliasi modal sosial ini berpengaruh pada masyarakat dalam mengembangkan budidaya madu kelulut

(37)

Of Ecotourism’s Infrastructure

Variabel: pengembangan modal sosial (pendekatan Strengths, Opportunities, Aspirations, dan Results serta Participatory Rural Appraisal)

kemandirian, dan toleransi terhadap potensi untuk menjadi dioptimalkan untuk menjaga infrastruktur pedesaan yang ada.

5. Uma Adi Kusuma, Dias Satria, dan Asfi Manzilati (2017)

Modal Sosial Dan Ekowisata: Studi Kasus Di Bangsring Underwater, Kabupaten Banyuwangi

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi.

Variabel: elemen modal sosial

Modal sosial memiliki pengaruh positif dalam mensukseskan program pemberdayaan yang dilakukan kepada para nelayan Desa.

Modal sosial yang kuat dalam masyarakat dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya transaksi 6. Wildan, Sukardi, dan M. Zulfikar Syuaib (2016) The Feasibility of Development of Social Capital-Based Ecotourism in West Lombok

Data dianalisis secara kualitatif melalui tiga cara, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Variabel: pengembangan pariwisata; identifikasi kemungkinan konflik; perspektif pemangku kepentingan tentang ekowisata; keterlibatan masyarakat setempat; identifikasi segmen pasar; dan kelayakan pariwisata berbasis modal sosial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata di Kabupaten Sekotong tidak berkembang dengan baik karena program pemerintah yang tidak jelas dan kurangnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat atau penduduk setempat. Hasil FGD menekankan pada pentingnya memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, seperti pembangunan berbasis modal sosial dengan melibatkan masyarakat lokal.

(38)

C. Model Teoretis/Konseptual

Modal sosial dalam pengembangan desa wisata diidentifikasi melalui bentuk hubungan sosial yang dibangun dengan berbagai pihak. Bentuk hubungan sosial dijabarkan melalui fungsi modal sosial yaitu pengikat, menjembatani, dan penghubung. Fungsi modal sosial tersebut merupakan bentuk jaringan yang ada di berbagai tingkatan. Hubungan sosial yang dibangun di berbagai tingkatan memberikan dampak yang berbeda-beda dalam pengelolaan desa. Salah satu bentuk penggunaan modal sosial diwujudkan dalam pengembangan desa wisata. Pengukuran modal sosial diperlukan guna menganalisis fungsi dan efektivitas yang mempengaruhi keputusan pengembangan desa wisata.

Pengembangan desa wisata disebabkan adanya modal sosial yang kuat dalam kelompok masyarakat. Aktor-aktor desa melihat peluang yang dapat dikembangkan dengan adanya hubungan sosial yang dijalin di dalam dan luar kelompok tersebut. Modal sosial digunakan untuk memperluas jaringan dengan hubungan sosial ke berbagai belah pihak yang berhubungan dengan pengembangan desa wisata. Modal sosial pengikat digunakan untuk mempererat jaringan di dalam kelompok. Modal sosial yang menjembatani memainkan peran perluasan wawasan karena hubungan dengan pihak lain di luar kelompok yang terkait pengembangan desa wisata. Modal sosial penghubung berperan dalam hubungan hierarki berkaitan dengan kekuasaan dan kepentingan pengembangan desa wisata.

Berdasarkan hasil tinjauan teoretis dan analisis penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan, model teoretis/konseptual yang menggambarkan

(39)

hubungan modal sosial dan pengembangan pariwisata di desa yang menjadi fokus dalam penelitan ini dapat digambarkan seperti Gambar 1. di bawah.

Gambar 1. Model Teoretis Hubungan Modal Sosial dan Pengembangan Pariwisata di Desa

(Diolah) MODAL SOSIAL

Bentuk modal sosial (pengikat, menjembatani,

penghubung)

Fungsi dan Efektivitas Modal Sosial

Pengembangan Pariwisata di Desa

(40)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan fokus perhatian yang akan dibahas dalam penelitian ini. Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable (variabel tertentu) (Sugiyono, 2017). Objek penelitian adalah himpunan elemen (berupa orang, organisasi atau barang) yang akan diteliti atau pokok persoalan yang diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah (Supranto, 2000). Objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998). Objek dalam penelitian ini adalah penggunaan modal sosial dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Watu Ledhek, Dusun Dayakan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data penelitian berlangsung pada bulan Februari 2020.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berperan sebagai sumber data tentang variabel yang diteliti. Subjek penelitian merupakan benda, hal atau orang yang menjadi tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang di permasalahkan (Arikunto, 2016). Subjek penelitian adalah hal atau orang yang ada dalam latar penelitian dan dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2015). Subjek penelitian adalah tempat di

(41)

mana data untuk variabel penelitian diperoleh (Arikunto, 2010). Subjek penelitian ini adalah kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang merupakan pengelola desa wisata. Informan kunci dipilih untuk mengetahui seluk beluk tentang Desa Wisata Watu Ledhek. Informan kunci untuk in-depth interview yaitu Penasihat Pokdarwis, Ketua 1 Pokdarwis, dan Anggota Pokdarwis. C. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Persoalan yang diteliti merupakan interaksi sosial yang unik dan terjadi di tengah masyarakat. Penggunaan metode deskriptif kualitatif dinilai sejalan dengan persoalan yang akan diteliti. Metode kualitatif bertujuan mengidentifikasi berbagai pengalaman dan pemahaman tentang norma-norma keterlibatan dengan proyek ekowisata (Hidalgoa & Harris, 2018). Data yang bersifat khusus mengenai penggunaan modal sosial diperoleh dari informan kunci yang terlibat dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih karena tujuan penelitian adalah untuk memahami fenomena interaksi sosial.

2. Desain Penelitian

Studi kasus digunakan untuk mendesain penelitian ini. Penggunaan modal sosial sebagai objek penelitian dirumuskan sebagai kasus yang layak untuk dipelajari. Studi kasus ini sangat cocok untuk mempelajari dan mengeksplorasi fenomena baru dan kompleks, yang pada dasarnya masih bersifat deskriptif kualitatif dan bersifat tradisional (Meyer dalam Chiado,

(42)

et al., 2019). Penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif di mana peneliti menyelidiki sistem terikat (kasus) atau sistem terikat ganda (kasus-kasus) dari waktu ke waktu, melalui pengumpulan data terperinci dan mendalam yang melibatkan banyak sumber informasi (seperti observasi, wawancara, dokumen, laporan), dan melaporkan deskripsi kasus dan tema berbasis kasus (Creswell, 2007)

3. Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitiaitf memiliki pendekatan yang lebih beragam dibanding metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti objek yang alamiah, di mana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan secara triangulasi, analisis data induktif, dan hasil penelitiannya menekankan makna bukan generalisasi (Sugiyono, 2012). Menurut Creswell (2007) karakteristik penelitian kualitatif antara lain:

a. Lingkungan alamiah (natural setting); informasi penelitian kualitatif didapatkan melalui interaksi face-to-face dalam seting yang natural, data dikumpulkan di lokasi di mana para informan mengalami isu atau masalah yang akan diteliti.

b. Peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument); peneliti menjadi instrumen pengumpul data dalam penelitian kualitatif melalui dokumentasi, observasi, atau wawancara dengan para informan.

(43)

c. Beragam sumber data (multiple sources of data); penelitian kualitatif menggunakan beragam sumber data, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi.

d. Analisis data induktif (inductive data analysis); penelitian kualitatif membangun tema, pola-pola, dan kategori-kategori dari bawah ke atas (induktif) dengan mengolah data ke informasi yang lebih abstrak. e. Makna partisipan (participants' meaning); peneliti tetap fokus pada

pembelajaran makna yang dipegang oleh informan tentang masalah dan persoalan yang diteliti, bukan makna yang dibawa peneliti ke penelitian atau penulis dari literatur.

f. Rancangan yang berkembang (emergent design); proses penelitian selalu berkembang dinamis mengikuti apa yang terjadi di lokasi penelitian.

g. Perspektif teoretis (theoretical lens); penelitian kualitatif menggunakan perspektif tertentu dalam penelitian, seperti konsep kebudayaan, etnografi, perbedaan-perbadaan gender, ras, atau kelas yang muncul terkadang pula mengidentifikasi terlebih dahulu konteks sosial, politis, atau historis dari masalah yang akan diteliti.

h. Bersifat penafsiran (interpretive); penelitian kualitatif merupakan salah satu bentuk penelitian interpretif di mana peneliti kualitatif membuat interpretasi atas apa yang mereka lihat, dengar, dan pahami. Penelitian kualitaif menawarkan pandangan-pandangan yang beragam atas suatu masalah.

(44)

i. Pandangan menyeluruh (holistic account); penelitian kualitatif berusaha mambuat gambaran kompleks dari suatu masalah atau isu yang diteliti.

Karakteristik penelitian kualitatif juga dapat dilihat melalui tahap penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif menekankan peneliti sebagai instrumen sehingga peneliti harus memiliki wawasan luas untuk dapat bertanya, menganalisis, menangkap serta menginterpretasi objek yang diteliti (Sugiyono, 2012). Tahap proses penelitian kualitatif menurut Creswell (2015); (1) Menjelajahi masalah dan mengembangkan pemahaman rinci tentang fenomena sentral; (2) Memiliki tinjauan literatur yang memainkan peran kecil tetapi membenarkan masalah; (3) Menyatakan tujuan dan pertanyaan penelitian secara umum dan luas; (4) Mengumpulkan data berdasarkan kata-kata dari sejumlah kecil individu sehingga pandangan peserta diperoleh; (5) Menganalisis data untuk deskripsi dan tema menggunakan analisis teks dan menafsirkan makna yang lebih besar dari temuan; (6) Menulis laporan menggunakan fleksibel, muncul struktur dan kriteria evaluatif, dan termasuk reflektifitas subjektif dan bias peneliti.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Peneliti mengamati fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan dan mencatatnya sebagai data untuk kemudian dilakukan analisis. Observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan dan proses

(45)

pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. Hasil obeservasi digunakan untuk menentukan variabel

2. Wawancara

Penelitian ini menggunakan in-depth interview atau wawancara mendalam guna mendapatkan data yang unik dari informan kunci. Wawancara semi terstruktur dilakukan dengan menyesuaikan diri dengan kondisi informan. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanya-pertanyaan kepada informan (Febriani & Saputra, 2018). Analisis dengan wawancara yang digunakan untuk melakukan triangulasi dan memberikan wawasan untuk penjelasan. (Greene, et al. dalam Hwang & Steward, 2016).

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data yang telah ada di tempat penelitian dan melakukan penelusuran dokumen-dokumen (Febriani & Saputra, 2018). Dokumen yang dimaksud dapat berupa jurnal, buku, dan laporan yang dinilai relevan dengan kebutuhan data penelitian. Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data serta sebagai alat pembanding dan pengecekan keabsahan data yang diperoleh dari lapangan. Selain itu, penelitian kepustakaan juga dilakukan untuk menambah ide, gagasan, wawasan yang dapat dijadikan acuan/teori penelitian. Hasil dari penelitian kepustakaan digunakan untuk mengolah, menganalisis serta menarik kesimpulan hasil penelitian.

(46)

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah modal sosial dan pengembangan desa wisata.

F. Teknik Analisis Data

Metode interpretasi data kualitatif menggunakan 4 tahapan yang dikemukakan Miles dan Huberman (1984) yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan kesimpulan

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan in-depth interview dengan informan kunci yang dianggap mengetahui seluk beluk objek penelitian. Wawancara tatap muka direkam menggunakan alat perekam atau recorder. Peneliti kemudian mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan data hasil wawancara. Rekaman hasil wawancara diubah dalam bentuk transkripsi verbatim guna memudahkan pengolahan data selanjutnya. Data hasil transkripsi verbatim merupakan sajian data dengan kata yang tidak baku, maka penyuntingan dilakukan untuk mengubah data tersebut menjadi kalimat baku sesuai tata bahasa yang baik dan benar.

2. Reduksi Data

Kumpulan data yang sudah didapatkan diinterpretasikan agar mendapatkan fakta yang mendalam dan meluas sehingga peneliti mudah mendapatkan gambaran data yang berbasis fakta. Reduksi data dilakukan dengan cara memilih dan mengkategorisasikan data agar sesuai dengan variabel yang diteliti atau disebut coding. Reduksi data dilakukan bertahap

(47)

sehingga data yang didapatkan menjadi lebih spesifik. Data yang dikode dalam penelitian ini adalah SWOT pengembangan desa wisata, bentuk, fungsi, serta efektivitas modal sosial. Reduksi data dilakukan untuk menghindari interpretasi yang semakin meluas dan mempersulit penyajian data. Ini juga mempermudah dalam pengumpulan, penambahan dan penyempurnaan data.

3. Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan guna dipahami dan dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Penyajian data penelitian diuraikan dalam bentuk model empiris, analisis penelitian serta pembahasan hasil penelitian. Interpretasi data penelitian kualitatif bisa sangat fleksibel mengikuti pola desain penelitian dan fenomena di lapangan. Khususnya penelitian ini, ditafsirkan dan dianalisis secara deskriptif untuk menjawab rumusan masalah. Guna menjamin validitas data dilakukan triangulasi sumber data dan metodologi (Anggraini & Agus, 2018). Uji keabsahan data ini dilakukan baik sumber (dari informan yang berbeda) maupun teknik (dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda) (Kusuma, et al., 2017).

4. Penarikan Kesimpulan

Rangkaian terakhir dari penelitian ini adalah penarikan kesimpulan. Hasil analisis dan pembahasan kemudian diambil inti sarinya yang merupakan hasil akhir penelitian. Kesimpulan dibuat dalam bentuk narasi yang merupakan jawaban atas rumusan masalah penelitian.

(48)

37 BAB IV

PROFIL PENGEMBANGAN DESA WISATA WATU LEDHEK

A. Lokasi

Desa Wisata Watu Ledhek terletak di Dusun Dayakan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Desa Sardonoharjo adalah 9,38 km2. Desa Sardonoharjo berada di tengah-tengah lajur Jalan Kaliurang, yaitu jalan yang membelah Yogyakarta bagian Barat dan Timur (Kagem Jogja, 2014). Desa ini terletak antara Jalan Kaliurang KM 8 sampai Jalan Kaliurang KM 13. Desa ini berbatasan dengan Desa Umbul Martani di sebelah utara, Desa Sinduharjo sebelah selatan dan timur, serta Desa Donoharjo di sebelah barat. Jarak dari Dusun Dayakan menuju ke Kabupaten Sleman yaitu 7,4 km. Jarak Dusun Dayakan menuju ke pusat kota Yogyakarta yaitu 12 km.

Gambar 2. Peta Wilayah Desa Sardonoharjo (Sumber: Kagem Jogja)

(49)

B. Sejarah

Pengembangan desa wisata merupakan mimpi masyarakat Dusun Dayakan sejak lama. Melihat banyak desa yang berhasil menjadikan desanya sebagai desa wisata menginspirasi masyarakat untuk memulai pengembangan desa wisata. Selain itu, banyak potensi yang ada di sekitar kawasan tempat mereka tinggal yang menarik dijadikan lokasi wisata. Kesadaran dan keinginan masyarakat untuk mengembangkan wilayah sekitarnya menjadi desa wisata sudah mendapatkan suara bulat dari masyarakat. Namun, keinginan memulai pengembangan desa wisata ini harus tertunda karena terbentur berbagai masalah dan keterbatasan yang ada di wilayah pedukuhan.

Tempat Pengolahan Sampah 3R Bramamuda yaitu tempat pengolahan sampah (reuse, reduce, recycle) yang diprakarsai oleh pemuda Dusun Dayakan menjadi tempat di mana mimpi membangun desa wisata dimulai. Awalnya, TPS 3R Bramamuda hanya sebagai tempat pengolahan sampah, namun lambat laun mulai menjadi tempat edukasi sampah. Pengembangan desa wisata ini mulai muncul lagi manakala banyak kunjungan dinas, institusi pendidikan hingga komunitas ke TPS 3R Bramamuda. Kunjungan tersebut tidak lain karena prestasi TPS 3R Bramamuda yang mendapat peringkat ke-4 TPS nasional dan generasi muda sebagai pengelolanya. Kunjungan-kunjungan tersebut mendatangkan peluang sehingga membuat tokoh masyarakat Dusun Dayakan mantap untuk mulai mengembangkan kawasan sekitar mereka menjadi desa wisata.

(50)

Pengembangan desa wisata ini tidak terlepas dari potensi yang akan ditawarkan sebagai tujuan wisata. Dusun Dayakan saat ini memiliki 3 lokasi wisata yaitu TPS 3R Bramamuda, Kandang Kelompok Nyawiji 2, dan Watu Ledhek. Potensi yang dapat dikembangkan di Desa Wisata Watu Ledhek antara lain sungai, lahan dan wisata edukasi. Selain potensi yang dimiliki, pengembangan desa wisata sebagai tempat edukasi ini dirasa sesuai karena akses ke lokasi yang sangat mudah. Lokasi Desa Wisata Watu Ledhek yang berada di pinggiran kota dan dekat dengan kawasan pendidikan maupun perkantoran membuat desa wisata ini sangat strategis dan cocok dijadikan lokasi eduwisata. Pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek sendiri baru berjalan sekitar 7 bulan di mulai bulan Juli 2019.

C. Kepengurusan

Desa Wisata Watu Ledhek dikelola oleh kelompok sadar wisata atau Pokdarwis. Kelompok sadar wisata atau Pokdarwis merupakan kelompok yang dibentuk karena kesadaran akan potensi wisata yang dapat dikembangkan di Dusun Dayakan. Pokdarwis sendiri murni berasal dari masyarakat Dusun Dayakan. Pengurus dan anggota Pokdarwis dipilih berdasarkan musyawarah masyarakat setempat. Pemilihan Pokdarwis tidak memandang status hubungan keluarga atau kerabat karena hanya dilihat dari potensi yang dimiliki warga Dusun Dayakan.

Pokdarwis menjadi leader untuk anggota dan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek. Tugas Pokdarwis mengkomando semua anggota untuk terlibat dalam kegiatan yang sedang dilaksanakan. Saat

(51)

ini Desa Wisata Watu Ledhek sudah mempunyai 3 lokasi wisata yaitu TPS 3R Bramamuda, Kandang Kelompok Nyawiji 2 dan Watu Ledhek. Setiap lokasi dikelola oleh pengurus unit masing-masing. Pengelolaan TPS 3R dilaksanakan oleh pengurus TPS dibawah naungan Pokdarwis. Kandang kelompok dikelola oleh pemilik kandang yang juga merupakan anggota Pokdarwis. Untuk Watu Ledhek dan outbound langsung dikelola oleh Pokdarwis karena merupakan objek pendukung wisata edukasi.

Pelaksanaan pengembangan Desa Wisata Watu Ledhek ini memerlukan organisasi yang kuat. Penguatan organisasi ini memerlukan pengakuan pihak lain dari Lembaga yang resmi. Pokdarwis Dusun Dayakan telah diperkuat oleh SK dari pemerintah Desa Sardonoharjo. Sesuai dengan struktur organisasi sebuah lembaga, Pokdarwis Dusun Dayakan mempunyai penasihat, penanggung jawab, ketua, sekretaris hingga bendahara. Tidak hanya itu, susunan kepengurusan ini didukung dengan koordinator untuk mengurus fasilitas lainnya seperti koordinator bidang kebersihan dan lingkungan, keamanan dan ketertiban, dokumentasi, kuliner, sumber daya manusia, humas dan marketing, perencanaan, logistik, hingga seni dan budaya. Ini semua dibentuk berdasarkan musyawarah warga Dusun Dayakan sehingga potensi dari setiap anggota dapat dimaksimalkan dengan dibentuknya Pokdarwis.

(52)

Gambar 3. Struktur Organisasi Pokdarwis Watu Ledhek (Sumber: AD/ART Pokdarwis Watu Ledhek)

Gambar

Tabel 1.   Penelitian Terdahulu .........................................................................
Gambar 1. Model Teoretis Hubungan Modal Sosial dan   Pengembangan Pariwisata di Desa
Gambar 2. Peta Wilayah Desa Sardonoharjo   ( Sumber: Kagem Jogja)
Gambar 3. Struktur Organisasi Pokdarwis Watu Ledhek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desa Pasir Biru Memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata khususnya dalam atraksi budaya terutama untuk pengembangan desa wisata

Dengan melihat dari beberapa prinsip- prinsip perlindungan konsumen jelas penggunaan klausul baku pada karcis retribusi spot foto wisata di Wisata Watu Bale ini belum memiliki

Banyak Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) Kabupaten Boyolali yang masih dalam proses pembangunan dan pengembangan salah satunya adalah wisata Kampoeng Air di desa

Strategi yang tepat dilakukan oleh Desa Wisata Mas-Mas dalam mengembangkan pariwisata untuk saat ini adalah mengoptimalkan potensi yang dimiliki masyarakat serta

karnaval, mengikuti lomba dan yang terahir dengan menggunakan media sosial. Pada saat awal di bangunya wisata Watu Angkrik, masyarakat sekitar secara tidak langsung

Suatu  desa  dapat  dijadikan  desa  wisata  paling  tidak  memenuhi  3  kriteria,  yaitu  memiliki  potensi  wisata,  aksesibilitas  tidak  sulit  dijangkau,  dan 

:bagai bukti bahwa tanalr lersebut diBaWah ini telah tercatat atas namanya terdaftar dalam tmlai. Halaroan

2, Desember 2019 62 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA WISATA PUTON WATU NGELAK DALAM PERSPEKTIF DINAMIKA KELOMPOK Detia Tri Yunandar 1, Edi Purwono 2, Susanti Indriya Wati 3 1