• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Radiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Radiologi"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

MODALITAS RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN

RADIOLOGI INTERVENSI DALAM DUNIA MEDIS

Pembimbing: dr. Donny Sulifan, Sp.Rad

Disusun oleh:

1. Cecile 2013-061-142

2. Eddy 2014-061-111

3. Cicilia Asali 2014-061-112

Kepaniteraan Klinik Departemen Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin, SH Sukabumi

Periode 26 Oktober 2015 – 11 November 2015

(2)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Modalitas Radiologi Diagnostik dan Radiologi Intervensi dalam Dunia Medis“ yang merupakan salah satu tugas dalam mengikuti siklus kepaniteraan klinik radiologi RSUD R. Syamsudin, SH. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini, yaitu dr. Donny Sulifan, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik, serta memberikan dukungan dalam

penyusunan referat ini, dan juga pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca. Penulis juga menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan di dalamnya. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan referat ini di kemudian hari.

Jakarta, 6 November 2015 Penulis

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radiologi merupakan suatu cabang ilmu medis yang mendalami ilmu pencitraan sebagai sarana untuk menegakkan diagnosis, yang lazimnya dikenal sebagai radiologi diagnostik. Sekarang ini radiologi juga dapat menjadi sarana dalam mentatalaksana suatu penyakit, yang lazimnya dikenal sebagai radiologi intervensi.

Radiologi dalam tujuannya untuk menegakkan diagnosis menggunakan berbagai variasi modalitas pencitraan, seperti radiografi sinar X, ultrasound, computed tomography, magnetic resonance imaging, dan ilmu radionuklir yang menggunakan modalitas pencitraan positron emission tomography. Pada radiologi intervensi, dilakukan tindakan intervensi yang invasif minimal dan terutama sangat bergantung dengan serangkaian modalitas pencitraan

diagnostik.

Modalitas pencitraan radiologi yang beragam sebagian besar menggunakan sinar X yang memiliki sifat sinar pengion dan berpotensi membahayakan sel-sel tubuh yang sehat akibat efek samping radiasi yang dihasilkannya. Pencitraan radiologi juga memerlukan agen kontras yang dapat bersifat iritatif, agar dapat menilai kondisi anatomis maupun fungsional dari organ yang akan dipelajari.

Sehingga, penting untuk mengetahui fungsi, mekanisme, indikasi, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing modalitas pencitraan radiologi, agar dapat tepat guna serta mendapatkan manfaat yang lebih dari hasil

pemeriksaan jika dibandingkan dengan risiko radiasi, risiko alergi zat kontras, dan risiko perjalanan penyakit yang akan terjadi jika tidak segera dilakukan tatalaksana.

1.2. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui berbagai macam modalitas radiologi diagnostik dan radiologi intervensi yang tersedia beserta dengan indikasi, kontraindikasi,

(4)

kelebihan dan kekurangan dari setiap penggunaan modalitas radiologi tersebut dan berbagai macam penyakit yang bisa didiagnosis dan dievaluasi dengan menggunakan masing-masing modalitas radiologi.

1.3. Manfaat Penulisan

1.3.1. Bagi bidang akademik

Penulisan referat ini bermanfaat untuk mengetahui berbagai macam modalitas radiologi yang tersedia beserta dengan indikasi dan kontraindikasinya serta berbagai macam penyakit yang bisa didiagnosis dan dievaluasi dengan modalitas tersebut. 1.3.2. Bagi masyarakat

Penulisan referat ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehubungan dengan adanya berbagai macam modalitas radiologi yang semakin canggih untuk membantu mendiagnosis suatu penyakit.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. X-Ray

Sinar X merupakan modalitas pencitraan utama pada bidang radiologi diagnostik maupun interventif. Sinar X dapat dilakukan untuk mengambil hampir semua posisi anatomi dan organ tubuh manusia, terkadang dengan bantuan kontras. Sinar X merupakan sinar pengion dengan risiko yang dapat merusak sel-sel tubuh yang sehat, sehingga perlu sekali mengetahui indikasi serta anatomi organ tubuh yang ingin dipelajari agar didapatkan manfaat dari uji pencitraan lebih banyak daripada risiko kerugian radiasi yang diterima pasien.

2.1.1. Mammografi

Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita. Mammografi merupakan alat yang menggunakan sinar x-ray untuk membuat gambaran yang detail mengenai payudara seseorang. Mammografi menggunakan x-ray dalam dosis rendah menggunakan target yang terbuat dari metal dengan berat jenis rendah.

Mammografi dikerjakan dengan 2 fungsi utama, yaitu skrining dan diagnosis. Mammografi dapat dilakukan pada wanita yang tidak memiliki gejala klinis yaitu fungsi skrining, maupun pada wanita yang telah mengeluhkan adanya massa pada payudara (fungsi diagnostik). Indikasi pemeriksaan mammografi :

 Benjolan pada payudara

 Rasa tidak nyaman pada payudara

 Pada penderita dengan riwayat risiko tinggi keganasan payudara  Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan

 Penyakit Paget pada putting susu

 Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer  Pasien dengan cancer-phobia

Payudara akan ditekan hingga menjadi pipih dan rata mengunakan alat sehingga semakin banyak jaringan payudara yang

(6)

terekspos. Selain itu, kompresi juga mengurangi jumlah sinar yang dihamburkan, tetapi kompresi sedapat mungkin tidak mengakibatkan rasa sakit yang menyiksa. Posisi pengambilan foto mammografi yang standar, terutama dilakukan untuk skrining :

1. Kraniokaudal :

Pada posisi ini, foto hampir seluruh jaringan mammae bisa didapatkan.

2. Medio-lateral oblik :

Posisi ini dilakukan karena secara statistik, kejadian patologis seringkali terjadi pada kuadran superolateral. Kuadran ini dapat dievaluasi dengan baik pada posisi mediolateral oblik.

3. Foto mammografi terutama harus mengenai otot pektoralis. Hal ini untuk menentukan luas area jaringan mammae yang terfoto, sehingga kualitas dan efektivitas foto dapat dinilai.

Kriteria pembacaan foto mammografi yang berkualitas:  Semua jaringan glandula mammae terlihat.

 Identitas foto.

 Eksposure yang tepat.  Kompresi yang adekuat.  Tidak adanya gerakan.  Tidak ada artefak.

 Tidak ada lipatan jaringan kutis yang dapat mengganggu gambaran.

 Gambar simetris.

Gambaran kraniokaudal yang adekuat :

 Semua jaringan glandula mammae teridentifikasi  Puting susu terfoto tegak lurus

 Puting susu terletak di tengah foto  Terlihat otot pektoralis

 Selisih panjang Posterior Nipple Line (PNL) pada gambaran kraniokaudal dan mediolateral oblik kurang dari 1 cm.  Gambaran simetris

(7)

 Otot pektoral terlihat sampai setinggi putting susu atau lebih rendah.

 Terlihat gambaran batas lipatan payudara bawah  Puting susu terfoto tegak lurus

 Selisih panjang Posterior Nipple Line (PNL) pada gambaran kraniokaudal dan mediolateral oblik kurang dari 1 cm.  Gambaran foto simetris

Pembacaan kelainan pada mammogram : 1. Tanda primer

 Tumor dengan peningkatan densitas, batas tidak teratur, dengan ekor seperti komet

 Perbedaan besar tumor pada pemeriksaan klinis dan mammografi.

 Adanya mikrokalsifikasi yang spesifik. 2. Tanda sekunder

 Perubahan pada kulit berupa penebalan dan retraksi.  Kepadatan yang asimetris.

 Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular yang tak teratur.

 Bertambahnya vaskularisasi asimetris.  Pembesaran kelenjar aksiler.

3. Pada tumor jinak

 Lesi dengan peningkatan densitas, batas tegas, licin, dan teratur.

Adanya halo.

 Dapat terlihat kalsifikasi yang kasar dan umumnya dapat dihitung.

2.1.2. Skeletal

Radiografi telah terbukti merupakan modalitas yang berguna dalam melakukan evaluasi terhadap tulang, sendi, dan jaringan lunak ekstremitas. Selain itu, radiografi sering menjadi pemeriksaan pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi patologi yang terjadi pada tulang, walaupun tetap diperlukan pemeriksaan tambahan yang sesuai untuk

(8)

menyelesaikan penilaian. Radiografi harus dilakukan sesuai indikasi dan menggunakan dosis minimal.

Indikasi untuk dilakukannya radiografi pada tulang diantara adalah:  Trauma

 Nyeri  Instabilitas  Impingement

 Suspek kekerasan fisik yang terjadi pada bayi dan anak-anak  Penyakit metabolik, defisiensi nutrisi, dan perebuhan skeletal

akibat penyakit sistemik  Neoplasma

 Patologi tulang primer  Artropati

 Infeksi

 Evaluasi pre/post operasi

 Sindroma kongenital dan kelainan perkembangan.  Lesi pembuluh darah

 Evaluasi jaringan lunak(contoh: benda asing)  Korelasi mengenai penemuan abnormal

Berikut merupakan rekomendasi mengenai area anatomis dan saran posisi pengambilan gambar menurut American College of Radiology:

Tabel 2.1. Area Anatomis dan Saran Posisi Pengambilan Gambar Anatomic

Area

Views

Scapula Anteroposterior (AP) and lateral Clavicle AP and AP angulated view Acromioclavi

cular (AC)

Upright AP and outlet (lateral) view collimated to the AC joint

Shoulder Two views, one of which should be AP or Grashey; and additional view(s) as

indicated by clinical circumstances

Humerus AP and lateral

Elbow AP and lateral

Forearm AP and lateral

Wrist Posteroanterior (PA), oblique, and lateral Hand PA, oblique, and lateral (fanned fingers)

(9)

Hand bone age

PA, left hand and wrist Fingers PA, oblique, and lateral

Hip AP and lateral (frog-leg, cross-table, or other lateral options)

Pelvis AP

Femur AP and lateral

Patella Lateral and patellar/axial

Knee AP and lateral

Tibia-fibula AP and lateral

Ankle AP, oblique (mortise), and lateral Calcaneus Lateral and axial

Foot AP, oblique, and lateral Toes AP, oblique, and lateral

Hal yang perlu dievaluasi saat mendapatkan foto tulang diantaranya:  Perkembangan tulang (osifikasi intramembran dan enkondral)  Struktur tulang (Epifisis – fisis – ZPC – Metafisis – Diafisis,

Kortex – Medulla – Periosteum – Endosteum)  Metabolisme tulang (kepadatan tulang)

Jika mendapatkan kelainan pada foto tulang maka, kelainan tersebut harus dievaluasi sebagai berikut:

 Lokasi

 Posisi pada tulang  Batas  Bentuk  Ukuran  Integritas korteks  Karakteristik lesi  Matriks tulang

 Respon membran periosteum  Perubahan jaringan

(10)

2.1.3. Toraks

Pada foto toraks, organ utama yang dapat dinilai adalah traktus respiratorius dan kardiovaskular. Terdapat berbagai organ yang dapat dinilai pada foto toraks, diantaranya adalah jalan nafas, paru – paru, pembuluh darah paru, mediastinum, jantung, pleura, dan dinding dada. Posisi yang paling sering digunakan untuk mendapatkan foto toraks adalah posisi postero-anterior dan lateral kiri.

Cara pengambilan foto toraks yang baik pada posisi postero-anterior adalah pasien menghadap ke arah film, lalu dagu diangkat. Bahu diarahkan ke depan dan pasien diminta untuk menarik nafas dalam. Posisi ini dilakukan dalam keadaan berdiri. Pada foto antero-posterior, pasien dapat duduk, ½ duduk, dan tidur.Pasien tetap diminta untuk menarik nafas dalam.

Indikasi untuk dilakukannya foto toraks antara lain:

 Evaluasi dari gejala yang timbul berkaitan dengan sistem respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal atas, dan musculoskeletal toraks.  Proses yang terjadi pada toraks akibat penyakit yang secara sekunder

dapat terjadi di toraks seperti metastasis.

 Follow up dari perbaikan, resolusi, atau progresi dari penyakit toraks.  Monitor dari pasien dengan alat bantu hidup yang pernah melakukan

bedah jantung maupun toraks.

 Evalusi pre operasi mengenai mortalitas dan morbiditas yang mempengaruhi jalannya operasi dan teknik anestesi.

Terdapat beberapa syarat untuk dapat membaca foto toraks, Kelayakan baca sebuah foto toraks diperlukan untuk mengurangi bias dalam pembacaan foto. Kelayakan baca sebuah foto toraks dinilai dari:

 Inspirasi penuh, dapat dinilai dari jumlah os costae yang terlihat pada foto. Jumlah os costae yang terlihat jika foto adekuat adalah 6 costae anterior dan atau 10 costae posterior.

 Harus terdapat apeks paru dan sulkus kostofrenikus.  Daya tembus (kV < 120p) dan daya hambur ( < 12mAs).  Foto simetris.

Pada sebuah foto toraks, hal yang perlu dinilai adalah:  Trakea

(11)

Normal berada di tengah vertebra, dan berwarna lusen.  Jantung dan mediastinum

Bayangan jantung normalnya berada pada 2/3 kiri dari garis tengah, dan 1/3 pada bagian kanan dari garis tengah. Cardio-torakal ratio pada orang dewasa <50% pada foto postero-anterior.

 Timus

Normal terlihat pada bayi dan anak – anak, berbentuk seperti layar kapal.  Diafragma

Hemidiafragma kanan lebih tinggi daripada kiri.  Fisura dan sinus kostofrenikus

Fisura normal terlihat seperti bayangan yang tidak lebih tebal daripada 1 garis pensil yang ditajamkan.Sinus kostofrenikus tajam.

 Hilus

Sebanyak 97 % hilus kiri pada orang normal akan lebih tinggi daripada hilus kanan.

 Nodus limfatikus

Seharusnya tidak terlihat pada foto polos toraks.  Tulang – tulang yang terekspos

2.1.4. Panoramic

Foto panoramic semakin sering digunakan dan merupakan pencitraan yang berguna sebagai alat diagnostik pada dokter gigi. Pada foto panoramic, sering terjadi superimpose dari gigi maupun kesalahan saat pengambilan foto. Selain itu, untuk melakukan evaluasi pada foto panoramic tidaklah mudah. Tidaklah mudah untuk menginterpretasikan sebuah foto panoramic. Agar tidak terdapat organ yang terlewat saat menilai sebuah foto dikembangkanlah berbagai cara, diantaranya adalah dengan memulainya dari tulang – tulang yang terscanning dan jaringan lunak lalu gigi. Berikut merupakan langkah – langkah dalam membaca sebuah foto panoramic:

1. Mulai dari perifer untuk menghindari kealpaan membaca foto. 2. Evaluasi os mandibula, os maxilla, os zigomatikus.

3. Evaluasi sinus maksilaris.

4. Evaluasi kepadatan tulang dari os mandibula dan os maxilla. 5. Evaluasi kelengkapan gigi dan artefak tambahan pada gigi. 2.1.5. Abdomen/BNO

(12)

Fungsi dari foto abdomen sudah semakin digantikan oleh keberadaan modalitas lain seperti CT, ultrasound, dsb. Pada foto abdomen, kadang tidak cukup hanya dengan mengambil foto pada satu posisi saja. Walaupun tidak semua kelainan dapat terlihat menggunakan foto abdomen saja, dengan menggunakan pengamatan yang cekatan, lapang diagnosis dapat dimaksimalkan dengan baik.

Terdapat berbagai posisi dalam pengambilan foto abdomen,

diantaranya adalah posisi berdiri, supinasi, pronasi, dan dekubitus lateral kiri. Pasien harus berdiam dalam posisi tersebut minimal 10 menit sebelum dilakukan pengambilan foto. Masing – masing posisi foto memiliki kegunaan dan kelebihan. Terkadang tidak cukup satu foto untuk dapat

menginterpretasikan suatu kelainan.

Posisi Cara pengambilan Keunggulan

Berdiri  Pasien berdiri atau duduk tegak

 Sinar ditembakkan secara horisontal

 Melihat udara bebas dalam rongga abdomen

 Mencari air-fluid level dalam usus

Supinasi Pasien tidur dalam posisi supinasi

 Sinar ditembakkan secara vertikal ke bawah

 Menilai keberadaan gas dalam usus halus

 Menilai ada tidaknya kalsifikasi  Menilai adanya massa jaringan

lunak Pronasi  Pasien tidur dalam posisi

pronasi

 Sinar ditembakkan secara vertikal ke bawah

 Menilai adanya gas pada rektum dan sigmoid.

 Menilai gas pada kolon asenden dan desenden

Dekubitus lateral kiri

 Pasien tiduran dengan sisi kiri dibawah

 Sinar ditembakkan secara horizontal dari depan

 Menilai adanya air-fluid level, pneumoperitoneum, dan obstruksi usus

(13)

Gambar 2.1. Pronasi

Gambar 2.2. Supinasi

(14)

Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya foto abdomen adalah sebagai berikut:

 Evaluasi dan follow up distensi abdomen, non/obstruksi usus,  Konstipasi

 Evaluasi enterokolitis nekrotika, terutama pada neonatus.  Evaluasi kelainan kongenital.

 Follow up post operasi yang sesuai.  Evaluasi dari batu saluran urinarius.  Pencarian benda asing.

 Studi awal sebelum pemeriksaan lainnya, seperti fluoroskopi.  Evaluasi posisi dari alat – alat kedokteran.

 Evaluasi pneumoperitoneum.

 Evaluasi dari kemungkinan megakolon toksik.

 Evaluasi perforasi usus dan fraktur pada pasien yang tidak stabil setelah trauma tumpul.

 Evaluasi dari massa yang terpalpasi pada anak.

Terdapat langkah-langkah dalam menilai foto abdomen. Pertama, lihatlah pola udara yang ada pada foto, lalu carilah apakah ada keberadaan udara ekstraluminer. Selanjutnya, apakah tampak bayangan opak dalam foto, bayangan opak dalam foto harus dapat dibedakan dengan phlebolith. Terakhir evaluasi jaringan lunak/organ. Pada foto abdomen, organ yang dapat dinilai antara lain:

 Hati dan limpa

Hepar berada pada kanan atas foto. Pada pembesaran limpa, densitas limpa meningkat.

 M. psoas

Normalnya terlihat paravertebral.  Ginjal

Ginjal normalnya berwarna abu-abu dan dikelilingi lemak (lusen). Ginjal kiri, apabila terlihat, posisinya akan lebih tinggi daripada ginjal kanan.  Uterus

Uterus normalnya berada di atas vesika urinaria, dan dipisahkan oleh bayangan lusen akibat jaringan lemak.

 Vesica urinaria

Normalnya hanya puncaknya yang terlihat karena tertutup jaringan lemak. Apabila vesika urinaria membesar, maka usus akan terlihat terdorong keluar dari rongga pelvis.

(15)

Pada lambung selalu terlihat gambaran air – fluid level.Udara dalam usus halus normalnya hanya berjumlah 2 – 3 balon udara, dengan diameter normal < 3cm. Dalam usus besar dapat terlihat bayangan udara bulat kecil serta fekalit didalamnya. Pada rektum dan sigmoid hampir selalu ada bayangan udara didalamnya.

 Tulang

Vertebra dan iga, perhatikan densitas, bayangan tambahan, dan lesi litik maupun sklerotik.

2.1.6. Pyelografi Intravena

Pyelografi intravena merupakan sebuah pemeriksaan radiolografik dimana fungsi anatomis dan fisiologis dari traktus urinarius dapat dievaluasi secara kualitatif melalui pengambilan foto secara serial pada abdomen dan pelvis setelah penginjeksian kontras iodin secara intravena. Pemeriksaan ini dulunya merupakan pemeriksaan primer untuk mengevaluasi traktus urinarius. Kini fungsinya sudah semakin digantikan oleh pemeriksaan lain seperti CT, radiologi nuklir, dan MRI.

Sebelum melakukan pyelografi intravena, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kadar ureum dan kreatinin dalam batas normal (ureum: 20 – 40 mg/dl, kreatinin : 0,5 – 1,5 mg/dl), diet rendah serat : selama satu atau dua hari. Lalu, malam

sebelum pemeriksaan: laksatif untuk mengurangi feses dan puasa selama 6- 10 jam (dehidrasi ringan). Tidak merokok dan tidak banyak bicara sebelum pemeriksaan dilakukan, dan melakukan Skin Test. Hal ini dilakukan karena akan dimasukkan kontras ke dalam darah pasien.

Adapun kontras yang digunakan adalah iodine. Kontras mengandung iodine karena iodine dapat mengatenuasi radiasi, menahan sinar rontgen yang mengenai organ sehingga ada perbedaan kontras pada film yang

tersinar/terexpose. Terdapat dua jenis kontras iodine yang dapat digunakan, yaitu ionic dan non ionic.

Kontras iE memiliki osmolalitas tinggi. Contohnya adalah iodium / methylglucamine salts of diatrizoate (Urografin® Renografin ®) dan iothalamate (Conray®). Sedangkan, kontras non Ionik merupakan kontras dengan osmolalitas rendah, seperti Iohexol (Omnipaque®) - Iopromide

(16)

(Ultravist®). Efek samping dari kontras adalah alergi, beban fungsi ginjal. Dosis pemberian kontras adalah 1-2 ml/ kg bb.

Indikasi dilakukannya pyelografi intravena diantaranya adalah:  Evaluasi pasien dengan kecurigaan obstruksi ureter.

 Penilaian integritas dari sistem urinarius.

 Penilaian dari kemungkinan adanya kelainan kongenital.

 Penilaian terhadap kemungkinan terjadinya lesi traktus urinarius bagian atas yang mungkin merupakan penyebab terjadinya hematuria.

 Evaluasi mengenai batu pada traktus urinarius.

Teknik pemeriksaan pyelografi intravena mencakup penilaian foto abdomen dan penilaian foto serial pyelografi intravena. Berikut penjabaran dari penilaian foto pyelografi intravena:

1. Foto polos abdomen / BNO - Menilai persiapan

- Menilai kontur ginjal dan bayangan

2. Foto menit ke 5 dan ke 10 (fase nefrogram-opasifikasi pelviokalises): - Menilai anatomi pelviokalises dan fungsi sekresi - ekskresi ginjal - Pasien dikompresi diatas simfisis pubis agar ureter terbendung dan

struktur anatomi pelviokalises dan ureter terlihat lebih jelas Tidak dilakukan kompresi ureter pada :

- Akut abdomen

- Post operasi abdomen - Massa abdomen yang besar - Aneurisma aorta

(17)

Gambar 2.4. Foto menit ke 5 dan menit ke 10.

Gambar 2.5. Foto tanpa kompresi dan dengan kompresi. 3. Foto menit ke 20 :

- Melihat aliran ureter dan pengisian vesika urinaria

- Jika kedua atau salah satu sistem pelviokalises belum terlihat ditunggu sampai menit ke 60 dan kemudian menit ke 120 sampai 24 jam.

Pengisian pelviokalises yang terlambat pada : overhidrasi, penurunan fungsi ginjal, hipotensi, jumlah kontras yang kurang.

4. Foto menit ke 30 :

- Untuk melihat ureter secara keseluruhan dan dinding anterior vesika urinaria - Pasien posisi pronasi

Gambar 2.6. Foto menit ke 20 dan menit ke 30. 5. Foto vesika urinaria penuh (full blast) :

Untuk menilai keadaan ureter distal dan vesika urinaria. 6. Foto setelah miksi (post voiding/post miksi) :

(18)

Untuk mengetahui adanya bendungan/refluks pada ureter yang ditandai dengan adanya sisa kontras dan adanya gangguan pengeluaran urin (stasis urin).

Gambar 2.7. Foto saat vesika urinaria penuh dan post void.

2.1.7. Barium enema / Colon in loop

Barium enema merupakan pemeriksaan saluran pencernaan bawah dimana barium sulfat dan/atau udara dimasukkan ke dalam colon melalui rectal tube. Pemeriksaan barium dan udara (double-contrast study) digunakan untuk menilai penyakit intralumen dan mukosal, seperti ulcus kecil dan polip, sedangkan Single-contrast study hanya menggunakan barium saja. Bila dicurigai perforasi lower GIT, digunakan water-soluble contrast media. Penting untuk mengosongkan kolon dulu sebelum dilakukan pemeriksaan.

(19)

Barium merupakan zat yang kering, berwarna putih, dan seperti kapur. Ketika akan digunakan sebagai kontras, barium akan dicampur dengan air sebelum dimasukkan ke dalam kolon via rektum. Setelah masuk ke dalam kolon, barium akan melapisi permukaan dalam kolon sehingga dinding kolon dapat tervisualisasi dan dinilai.

Barium enema digunakan untuk menilai struktur dan abnormalitas fungsi dari kolon termasuk rektum. Indikasi pemeriksaan barium enema adalah penyakit Crohn, massa dan obstruksi kolon, kanker, penurunan berat badan yang sulit dijelaskan, perubahan pola pergerakan usus, dan irritable bowel syndrome. Kontraindikasi pemeriksaan barium enema adalah colitis ulseratica yang berat, perforasi kolon, kehamilan, megakolon toksik, dan sakit perut akut.

Terdapat persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan barium enema. Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien hanya boleh meminum cairan yang jernih, seperti air, teh, kopi, jus tanpa serat buah. Pasien diinstruksikan untuk meminum laksatif sehari sebelum dan per rektal 90 menit sebelum dilakukannya pemeriksaan.

2.1.8. Angiografi

Angiografi merupakan pencitraan menggunakan sinar X pada pembuluh darah yang telah diinjeksikan media kontras. Angiografi dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan berbagai intervensi yang akan dilakukan pada pembuluh darah, Teknik angiografi tidak hanya digunakan dalam mengevaluasi pembuluh darah jantung, tetapi juga otak, ginjal, dan ekstremitas.Angiografi dapat dilakukan dengan MRI maupun CT. Indikasi penggunaan angiografi adalah:

 Untuk mengevaluasi penyempitan atau hambatan pada pembuluh darah  Memulai terapi pada pembuluh darah

 Mencari sumber dari perdarahan dan menghentikan perdarahan  Mengembalikan peredaran darah yang tersumbat

 Tatalaksana pada tumor jenis tertentu

 Mengambil darah dari area yang spesifik guna pemeriksaan laboratorium  Membuat peta pembuluh darah sebelum operasi

(20)

Penggunaan medikasi sebelum pemeriksaan wajib dilaporkan sebelum pemeriksaan dimulai. Selama prosedur, pasien akan diminta untuk berbaring. Lalu pasien akan dipasangkan monitor untuk memantau tanda – tanda vital. Anestesi local akan disuntikkan untuk melumpuhkan saraf disekitar area yang akan dimasukkan kateter, biasanya pada daerah inguinal. Ketika daerah tersebut sudah terasa baal, maka kateter akan dimasukkan lalu kontras diinjeksikan ke dalam pembuluh darah. Foto akan langsung diambil setelahnya.

Beberapa efek samping yang dapat terjadi akibat prosedur ini adalah hematoma pada tempat injeksi dan reaksi akibat media kontras.Media kontras untuk pemeriksaan mengandung iodin. Reaksi minor yang dapat terjadi pada penggunaan media iodin adalah flushing, mual-muntah, gatal ringan. Reaksi anafilaksis mungkin terjadi pada pasien yang menerima media kontras tersebut.(1–4)(5,6)

2.2. Ultra Sonography (USG)

USG merupakan suatu modalitas pencitraan yang menggunakan energi akustik untuk melokalisasi dan mengkategorikan jaringan tubuh manusia. Penggunaan

gambaran sonografik (sonogram) bergantung dari tiga komponen mayor, yaitu gelombang suara dengan frekuensi tinggi, penerimaan gelombang yang direfleksikan (echo), dan konversi dari echo ke dalam gambaran yang sesungguhnya.

Gelombang suara diproduksi oleh sebuah probe yang mengandung satu atau lebih transducer, yang mengirimkan pancaran energi akustik dalam suatu frekuensi tertentu. Probe diletakkan di luar permukaan kulit dan digerakkan oleh sonograafer yang menggerakan probe ke depan dan ke belakang dari area yang discan sementara melihat gambaran yang diproduksi oleh USG pada saat itu di monitor. Untuk dapat membuat kontak yang terbaik antara probe dan kulit, maka gel diaplikasikan pada permukaan kulit terlebih dahulu.

(21)

Gambar 2.9. Pemeriksaan Ultrasonografi

Dalam beberapa keadaan tertentu, gambaran yang lebih detail didapatkan dengan memasukkan probe ke bagian tubuh tertentu seperti USG transvaginal, transrectal dan transesofageal.

Sama dengan semua gelombang suara lainnya, pulsasi yang diproduksi oleh transducer bergerak dalam kecepatan yang berbeda bergantung pada kepadatan medium yang dilewatinya. Ketika gelombang sampai ke perbatasan antara jaringan yang mempunyai perbedaan kepadatan, maka beberapa gelombang suara akan ditransmisikan menuju jaringan tersebut dan sebagian akan direfleksikan kembali menuju transducer. Jumlah gelombang suara yang ditransmisikan dibandingkan dengan jumlah gelombang suara yang direfleksikan dikenal dengan acoustical impedance. Perbedaan besar dari acoustical impedance akan menghasilkan refleksi gelombang suara yang lebih baik, perbedaan kecil akan menghasilkan transmisi yang lebih baik.

Jika pulsasi bertemu dengan cairan, kebanyakan energi akustik akan

ditransmisikan. Jika pulsasi bertemu dengan udara atau tulang, maka energi akustik kebanyakan akan direfleksikan kembali. Ketika echo kembali pada transducer dalam hitungan mikrodetik, echo akan dikonversi dari gelombang suara menjadi pulsasi elektrik dan dikirim ke scanner.

Dengan menggunakan komputer, scanner menentukan panjang waktu yang dibutuhkan echo untuk diterima, frekuensi dari echo yang direfleksikan, dan

amplitudo dari sinyal. Dengan informasi ini, gambaran sonografik dari bagian tubuh yang discan dapat terlihat di komputer dan direkam secara digital dengan film.

Jaringan yang merefleksikan banyak echo dikatakan sebagai ekogenik (hiperekoik) dan biasanya muncul sebagai warna terang atau putih pada sonogram;

(22)

jaringan yang mempunyai sedikit echo dikatakan sebagai sonolusen (hipoekoik atau anekoik) dan biasanya muncul sebagau warna gelap atau hitam.

USG digunakan secara luas sebagai modalitas pencitraan. USG biasanya merupakan pilihan pertama dalam menilai pelvis wanita dan pasien pediatrik, dalam membedakan lesi kistik maupun solid, untuk menggambarkan vaskular secara non-invasif, dan menggambarkan fetus dan plasenta selama kehamilan. USG juga digunakan untuk aspirasi cairan tubuh dan biopsi.

Beberapa penggunaan USG lainnya yang sering adalah dalam pemeriksaan payudara, nodul tiroid, tendon dan dalam menilai otak, pinggang dan tulang belakang dari neonatus.

Tabel 2.2. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan USG

Keuntungan Kerugian

Tidak menggunakan radiasi

Tidak mempunyai efek samping jangka panjang

Memiliki gambaran ýang sesungguhnya pada saat itu (real time)

Nyaman bagi pasien

Ukurannya kecil, dapat dipindahkan, tidak mahal

Sulit menembus melalui tulang

Struktur-struktur yang diisi udara sulit dinilai

Pasien yang obesitas sulit dinilai dengan menggunakan USG

Bergantung pada keterampilan operator dalam menggunakan USG

2.2.1. USG Doppler

Sonografi membuat penggunaan efek doppler untuk menentukan apakah suatu objek (biasanya darah) bergerak menuju atau menjauhi dari transducer dan berapa kecepatannya saat bergerak. Transducer mengirimkan sinyal dalam frekuensi tertentu dan frekuensi dari echo yang kembali akan dibandingkan dengan frekuensi yang diketahui dari sinyal yang asli. Jika echo yang kembali mempunyai frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang asli, maka objek bergerak menjauhi transducer. Jika echo yang kembali mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang asli, maka objek bergerak menuju transducer.

Arah aliran darah direpresentasikan secara sonografi dengan warna merah dan biru. Warna merah mengindikasikan aliran menuju transducer dan biru mengindikasikan aliran menjauhi transducer.

(23)

Gambar 2.10. USG Doppler

Penyakit-penyakit yang dapat didiagnosis dengan menggunakan USG doppler adalah penyakit vaskular. USG doppler digunakan dalam pemasangan A-V shunt fistule (cimino), deep vein thrombosis, stenosis arteri carotis, dan atherosclerosis pembuluh darah.

USG vaskular menggabungkan gambar morfologik dari pembuluh darah dengan perekaman simultan dari kecepatan aliran yang ditunjukkan dengan doppler spectral waveform. Kombinasi dari dua hal ini dikatakan sebagai duplex sonografi, dan hal ini berguna untuk memastikan sampel diukur secara akurat.

Doppler spectral waveform merupakan representasi grafik dari kecepatan aliran dari waktu ke waktu pada area yang difokuskan. Hal ini dinilai berdasarkan nilai x (waktu) dan y (kecepatan). Aliran menuju

transducer akan berada di atas baseline, aliran menjauhi akan berada di bawah baseline. Arteri yang berbeda mempunyai gelombang yang berbeda tergantung dari bagian yang mempunyai resistensi tinggi atau rendah untuk aliran yang melewati mereka.

Color flow doppler imaging menambahkan dimensi darah yang

mengalir yang ditunjukkan dengan warna dalam skala abu-abu. Ultrasonografi karotis telah menjadi pilihan utama untuk penilaian non-invasif dari penyakit atherosclerosis ekstrakranial. USG karotis juga digunakan untuk mengevaluasi bruit sebagai tindakan screening pre-operatif untuk operasi vaskular mayor dan untuk menentukan patensi dari pembuluh darah setelah endarterectomi.

(24)

USG digunakan untuk menentukan ketebalan dari dinding pembuluh darah (akan lebih menebal dengan atherosclerosis) dan adanya plak dalam dinding pembuluh darah. Pembuluh darah apapun yang ada di dalam tubuh yang cukup besar ukurannya bisa dinilai menggunakan transducer USG. Pembuluh darah yang biasa dinilai adalah arteri carotis, vena jugularis, arteri vertebralis, arteri renalis, dan arteri perifer.

Aliran darah arteri pada ekstremitas menghasilkan gelombang dengan resistensi tinggi karena adanya resistensi tinggi ke arah bawah oleh arteri. Dengan penyakit arteri yang signifikan, terdapat kenaikan fokal pada aliran darah yang menyerupai stenosis. Resistensi tinggi pada aliran yang normal menjadi resistensi rendah ketika sampel discan pada titik obstruksi.

2.2.2. USG Abdomen

USG abdomen dapat digunakan untuk melihatnya adanya kelainan dalam hepar, pankreas, sistem bilier, traktus urinarius, aneurisma aorta abdominalis, appendix, serta cairan bebas di dalam rongga intraabdomen. Beberapa penyakit yang dapat dideteksi dengan menggunakan USG abdomen adalah:

1. Cholelithiasis

USG merupakan modalitas pilihan pertama dalam mendeteksi kelainan pada sistem bilier, terutama dalam mendeteksi batu empedu karena

modalitas lain seperti CT-scan kurang sensitif dibandingkan USG. Batu empedu biasanya jatuh ke bagian yang bebas dari kantong empedu. Hal ini membantu dalam membedakan antara polip dengan tumor yang dapat menempel pada permukaan yang tidak bebas. Batu empedu mempunyai karakteristik ekogenik dan memproduksi acoustical shadowing karena mereka merefleksikan kebanyakan sinyal.

(25)

Gambar 2.11. Acoustical shadowing pada Cholelithiasis 2. Cholecystitis akut

Tanda dari cholecystitis akut pada USG adalah:

- Adanya batu empedu, yang biasanya mengimpaksi leher dari kantung empedu atau duktus cysticus.

- Penebalan dinding kantung empedu (> 3 mm)

- Cairan pericholecystic (cairan di sekitar kantung empedu)

- Murphy sign yang positif ketika kantung empedu dikompresi dengan menggunakan probe USG

Adanya batu empedu dan penebalan dinding kantung empedu, USG mempunyai positive predictive value untuk cholecystitis akut sebesar 94%. 3. Duktus biliaris

USG mempunyai peran penting dalam mengevaluasi duktus biliaris intrahepatik dan ekstrahepatik serta duktus pankreatikus. Normalnya pada USG, duktus biliaris intrahepatik tidak terlihat. Namun ketika duktus biliaris komunis terobstruksi, maka duktus ekstrahepatik akan berdilatasi. Penyebab dari obstruksi duktus biliaris adalah batu empedu, karsinoma pankreas, striktur, cholangiocarcinoma, metastasis suatu penyakit.

4. Hidronefrosis

Hidronefrosis didefinisikan sebagai dilatasi dari pelvis renal dan calyx. Pada pasien dengan kolik renal, USG digunakan pertama kali untuk mengevaluasi suatu keadaan hidronefrosis. Tanda khas dari obstruktif uropathy adalah dilatasi dari sistem calyxes. Sinus renal yang ekogenik

(26)

berdilatasi karena mengandung cairan, dan terjadi renal pelvis yang anekoik.

Gambar 2.12. Gambaran USG Ginjal Normal

Gambar 2.13. Gambaran USG Hidronefrosis 5. Penyakit ginjal (glomerulonefritis, gagal ginjal kronik)

Parenkim ginjal menjadi lebih ekogenik (lebih terang) dibandingkan dengan liver dan limpa, kebalikan dari pola echo yang normal. Ukuran ginjal juga menjadi refleksi penting dari kronisitas penyakit. Parenkim ginjal hampir selalu mengecil ukurannya dengan penyakit yang kronik. Biopsi lebih lanjut dapat dilakukan untuk menentukan etiologi penyakit. 6. Aneurisma aorta abdominalis

(27)

Aneurisma didefinisikan sebagai dilatasi arteri yang terlokalisasi menjadi setidaknya 50% lebih besar dari ukuran normalnya. Kebanyakan aneurisma aorta terjadi pada aorta abdominal inferior sampai ke arteri renalis dan terkadang memanjang hingga salah satu atau kedua arteri iliaka.

USG merupakan modalitas yang tepat untuk melakukan screening ketika terjadi suatu massa abdominal yang pulsatil terpalpasi. Darah yang ada di dalam lumen aorta akan tampak anekoik; dan trombus yang ada di dinding anuerisma akan tampak ekogenik.

7. Appendicitis

Normalnya, appendix tidak dapat divisualisasikan dengan

menggunakan ultrasound. Diameter dari appendix biasanya kurang dari 6 mm. Ketika terlihat, appendix yang normal akan terkompresi ketika tekanan diaplikasikan oleh transducer.

Pada appendicitis akut, appendix dapat dikenali dengan ultrasound sebagai suatu tuba aperistaltik yang berjalan buntu dengan diameter 6 mm atau lebih. Appendix tidak dikompresi. Appendix mungkin akan teraba tegang ketika dipalpasi. Dalam sekitar 1/3 kasus appendicitis, fecalith dapat ada di dalam appendix.

(28)

8. Asites

Asites merupakan akumulasi cairan abnormal di dalam rongga peritoneal. Pada posisi recumbent, cairan asites mengalir dari right paracolic gutter ke right subphrenic space sehingga asites lebih umum dikenali dengan USG di kuadran kanan atas antara liver dan diafragma. Cairan asites yang merupakan transudat akan berwarna sonolusen. Cairan yang merupakan eksudat atau mengandung darah atau pus dapat mengandung echo. USG secara umum digunakan untuk menentukan lokasi yang terbaik untuk melakukan parasentesis untuk memindahkan cairan asites. Ultrasonografer menandai suatu tanda pada kulit pasien yang mengindikasikan portal terbaik untuk menarik cairan sekaligus menghindari cedera organ visceral.

2.2.3. Echocardiography

Echocardiography bermanfaat sebagai metode non-invasif yang bermakna dalam menilai perikardium dan memiliki tingkat hasil negatif palsu berkisar 5-10%.

(29)

Gambar 2.16. Gambaran Echocardiogram

2.2.4. Focused Assessment Sonography in Trauma (FAST)

FAST adalah salah satu pemeriksaan yang paling cepat untuk

mengidentifikasi perdarahan atau potensi cedera organ berongga. Pada FAST, teknologi USG digunakan untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. USG mempunyai sensitivitas, spesifitas dan akurasi deteksi cairan intraabdominal sebanding dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL) dan CT scan abdomen. USG dalam hal ini merupakan pemeriksaan yang cepat, non-invasif, tidak mahal dan dapat diulang apabila diperlukan. USG dapat dilakukan di ruang resusitasi secara bedside sambil secara simultan melakukan pemeriksaan atau terapi lain. Faktor yang dapat mempersulit pemeriksaan USG adalah obesitas, adanya udara subkutan dan riwayat operasi abdomen sebelumnya.

Pemeriksaan USG untuk mendeteksi hemoperitoneum dapat dilakukan secara cepat. USG juga dapat mendeteksi penyebab hipotensi nonhipovolemik seperti tamponade jantung. Pemeriksaan diarahkan untuk mencari kantung perikardial, fossa hepatorenal, splenorenal, pelvis atau cavum douglasi. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan kedua atau “kontrol” dapat dilakukan setelah interval 30 menit. Pemeriksaan kontrol dapat mendeteksi

hemoperitoneum yang progresif pada pasien dengan perdarahan lambat dan interval pendek dari cedera sampai pemeriksaan pertama.

(30)

FAST juga merupakan metode cepat dan akurat untuk pencitraan jantung dan perikardium. Tingkat akurasi FAST mencapai 90% dalam mendeteksi adanya cairan perikardium.

Gambar 2.17. Hasil Pencitraan USG pada FAST

2.2.5. Penggunaan USG dalam Bidang Obstetri dan Ginekologi

USG merupakan pilihan modalitas terapi dalam mengevaluasi massa dalam pelvis atau nyeri pelvis pada wanita. Leiomyoma yang menempel pada myometrium merupakan tumor yang paling umum pada uterus. Karsinoma endometrium biasanya menempel pada uterus. Massa yang paling umum ditemukan pada ovarium adalah kista fungsional. Secara umum, massa pada uterus berbentuk solid dan massa pada ovarium berbentuk kistik.

Kavitas endometrial yang normal membentuk suatu garis tipis yang ekogenik antara permukaan dari endometrium. Gambaran endometrium dan ovarium bergantung pada fase siklus menstruasi.

(31)

USG menyediakan visualisasi yang aman dan dapat dipercaya dalam menvisualisasi fetus dalam uterus dan dapat digunakan berulang kali selama kehamilan. Bahkan sebelum terjadi kehamilan, USG dapat digunakan untuk melihat waktu ovulasi untuk membantu kesuksesan proses fertilisasi. Tujuan penggunaan USG selama kehamilan dapat berbeda tergantung dari waktu scanning. Dalam trimester pertama, tujuannya adalah untuk mengeksklusi kehamilan ektopik, mengestimasi usia kehamilan, mendeterminasi viabilitas dari fetus dan menentukan apakah terjadi kehamilan kembar. Dalam trimester kedua dan ketiga, tujuan USG adalah untuk mengestimasi volume cairan amnion, deteksi anomali dari fetus, determinasi letak fetus dan plasenta dan membantu penelitian invasif untuk menentukan kecenderungan viabilitas fetus dalam kejadian kelahiran prematur.

USG juga dapat membantu menilai kelainan lain di dalam organ reproduksi seperti kehamilan ektopik. Kebanyakan kehamilan ektopik berlokasi di tuba dan terjadi di dekat ujung ovarium. Penemuan klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri, perdarahan vagina yang abdomal dan massa adneksa yang terpalpasi. Insidensi dari kehamilan ektopik semakin meningkat, kebanyakan terjadi karena adanya peningkatan faktor risiko. Tetapi laju

mortalitas akibat kehamilan ektopik terlah menurun karena diagnosis dini yang biasa dilakukan menggunakan USG.

USG merupakan modalitas radiologi yang terbaik dalam

mengidentifikasi adanya kehamilan normal intrauterin. USG tidak begitu baik dalam menvisualisasi kehamilan ektopik secara langsung. Jika gestational sac yang merupakan visualisasi sonografik pertama dalam kehamilan, yolk sac, atau fetus yang viabel diidentifikasi dalam kavitas uterus, kehamilan ektopik dapat dieksklusi. Secara kebalikan, jika terdapat embrio hidup di luar uterus merupakan diagnosis pasti dari kehamilan ektopik.

Kebanyakan lokasi kehamilan ektopik didiagnosis dengan kombinasi penemuan yang meliputi absennya kehamilan intreuterin ketika kuantitas serum β-HCG meningkat sampai poin dimana seharusnya terdapat kehamilan intrauterin.

(32)

Gambar 2.18. Kehamilan Ektopik pada USG

2.3. Computed Tomography-scan

Computed Tomography (CT) menggunakan foton sinar X dan rekonstruksi

digital untuk memproduksi sebuah gambaran. Scanner CT terdiri dari tube sinar X dan detektor. Tube sinar X memproduksi pancaran sinar sinar X yang menembus pasien, lalu ditangkap oleh detektor dan direkonstruksi untuk membentuk gambaran 2D atau 3D. Cara kerja CT-scan yaitu dengan adanya sumber sinar X yang diatur untuk berotasi di sekeliling pasien. Sumber sinar X memproduksi pancaran sinar X tipis berbentuk kipas. Data analog yang ditangkap oleh scanner akan diproses dengan berbagai algoritma menjadi gambaran yang sudah direkonstruksi yang merepresentasikan potongan cross-sectional pasien tersebut. Volum elemen yang membentuk gambaran tersebut digambarkan dalam 2D, dan masing-masing memiliki densitas atau atenuasi yang direpresentasikan dalam Hounsfield Unit (HU).

Dapat dipakai media kontras untuk membedakan struktur dengan densitas yang mirip. Kontras yang paling banyak dipakai adalah kontras intravena dan oral. Banyak abnormalitas yang menjadi lebih jelas setelah perfusi kontras, contohnya perdarahan, ekstravasasi atau neoplasma. Selain itu, kontras oral dapat digunakan untuk membuat kavitas organ GIT menjadi lebih opak sehingga rongganya dapat lebih didiferensiasikan.

(33)
(34)

Aplikasi klinis yang umum:

-

Otak (dengan atau tanpa kontras), kranial, kepala, leher

Biasa digunakan untuk mendeteksi infak, tumor, kalsifikasi, hemoragik, dan trauma tulang. Struktur yang hipodens dapat mengindikasikan adanya edema dan infak, sedangkan struktur hiperdens akan mengindikasikan kalsifikasi, hemoragik, dan trauma tulang yang dapat dilihat sebagai adanya putusnya hubungan antar tulang pada bone windows.

Tumor dapat dideteksi dengan pembengkakan dan perubahan anatomi maupun edema yang mengelilinginya. CT Scan kepala juga dapat digunakan dalam menuntuk operasi stereotactic, dan radiosurgery untuk pengobatan tumor intrakranial, malformasi arterivena dan operasi lainnya dengan menggunakan alat

(35)

-

CT pulmonary angiogram

Untuk mendiagnosis emboli pulmoner dengan mengandalkan CT dan kontras

iodin untuk menghasilkan gambar arteri pulmoner.

-

Dada/mediastinum/paru-paru

CT Scan paru untuk mendeteksi adanya perubahan akut dan kronik pada

parenkim paru. Terutama untuk evaluasi perubahan pada interstisial seperti pada emfisema, fibrosis, dll. Ada pula High resolution CT yang berisikan gambar pada saat inspirasi dan ekspirasi. Penemuan secara tidak sengaja akan adanya nodul anoa gejala biasa disebut incidentaloma yang bisa memungkinkan adanya tumor baik itu jinak ataupun kanker.

-

Abdominal

CT merupakan alat sensitif untuk mendiagnosis penyakit abdomen. Biasa

digunakan untuk menentukan stadium kanker dan untuk mengikuti perkembangannya. Dapat juga digunakan pada nyeri akut abdomen.

-

Pelvis

-

Urografi

-

Kolonografi

-

Kardiak

Untuk melihat pencitraan arteri koroner.

-

Angiografi

Angiografi CT adalah teknik pencitraan pembuluh darah tubuh yang penting menggunakan modalitas CT, seperti otak, ginjal, pelvis, dan paru-paru. Arteri

(36)

koronaria juga dapat digambarkan menggunakan angiografi CT, karena Angiografi CT dapat mendeteksi penyempitan pembuluh darah lebih mendetail daripada MRI atau USG. Angiografi CT adalah modalitas utama untuk skrining penyakit pembuluh darah arteri karena lebih aman, cepat, nyaman, dan lebih efisien biaya dibandingkan angiografi kateter.

Angiografi CT dapat bekerja lebih tidak invasif dibandingkan dengan angiografi kateter. Pada angiografi CT, kateter tidak diinsersikan kedalam pembuluh darah, namun hanya diinjeksikan agen kontras CT secara intravena. Angiografi CT menurunkan risiko perforasi arterial dan infeksi pada situs pemasukkan kateter. Angiografi CT dapat merekonstruksi gambar menjadi 3D sehingga dapat dipelajari di komputer, mempelajari ukuran ventrik el jantung, dan dapat melihat area infark dan atherosklerosis.

Gambar 2.20. Angiografi (gambar kiri), CT (gambar tengah), dan CT rekonstruksi 3D (gambar kanan) menunjukkan lesi total oklusi kronis di arteri koronaria kiri anterior dan arteri koronaria kanan.

Angiografi CT biasanya digunakan untuk :

 Memeriksa arteri pulmonal di paru-paru untuk menyingkirkan diagnosis emboli pulmoner, suatu kondisi yang serius dan dapat diterapi.

(37)

 Memvisualisasikan peredaran darah ginjal pada pasien hipertensi dan gangguan ginjal. Penyempitan arteri ginjal adalah penyebab hipertensi pada beberapa pasien, dan kondisi ini dapat dikoreksi.

 Mengidentifikasi aneurisma di aorta atau pembuluh darah besar lainnya. Aneurisma adalah penyakit pada pembuluh darah yang sudah dindingnya melemah sehingga terjadi penonjolan keluar dari dinding. Aneurisma adalah kondisi yang serius karena dapat ruptur.

 Mengidentifikasi diseksi aorta atau percabangan besarnya. Diseksi adalah lapisan dinding arteri yang terlepas dari dinding pembuluh darah. Diseksi dapat mengakibatkan nyeri dan dapat mengancam nyawa.

 Mengidentifikasi aneurisma kecil atau malformasi arteriovena didalam otak yang dapat mengancam nyawa.

 Mendeteksi penyakit atherosklerotik yang menyempitkan arteri ke ekstremitas inferior.

 Mengeksklusi penyakit arteri koronaria, terutama pada pasien berisiko rendah sampai sedang.

Angiografi CT seharusnya tidak digunakan untuk mengevaluasi emboli pulmoner ketika uji lainnya mengindikasikan adanya probabilitas rendah mengalami penyakit tersebut. Angiografi CT sebaiknya tidak dilakukan jika terdapat reaksi alergi terhadap agen kontras iodin, memiliki penyakit jantung atau diabetes yang parah.

Ekstremitas

Untuk melihat pencitraan dari fraktur terutama sekitar sendi, karena kemampuannya untuk rekonstruksi area tersebut dalam potongan multipel. Fraktur, cedera ligamen dan dislokasi dapat dengan mudah dikenali dengan resolusi 0,2 mm.(1)

CT juga menggunakan radiasi untuk memproduksi gambaran, namun dosisnya lebih tinggi dibandingkan dengan foto polos biasa karena adanya pajanan multipel.

(38)

Penggunaan bagi wanita hamil dan anak-anak, dan prosedur yang bersifat intervensi harus lebih berhati-hati.

Menurut Mahdi S. et al., indikasi CT-scan untuk cedera kepala ringan (CKR) adalah sakit kepala, vomitus, penghilangan kesadaran atau amnesia, dan intoksikasi alkohol. Haydel et al., menambahkan beberapa kriteria yaitu usia > 60 tahun, defisit pada memori jangka pendek, bukti adanya trauma di atas klavikula, dan kejang-kejang. Stiell et al. mengembangkan 5 kriteria termasuk usia > 65 tahun, fraktura tengkorak terdepresi atau terbuka, vomitus lebih dari 2 kali, tanda-tanda fraktura basal tengkorak dan nilai GCS < 15 2 jam post-trauma.

Terdapat 2 macam ukuran dosis radiasi CT, yaitu: CT dose index (CTDI) dan dose length product (DLP). CTDI adalah dosis untuk satu potongan CT, dan definisi aslinya adalah dosis dari pancaran utam ditambah dengan scatter dari potongan sekitarnya. Weighted CTDI adalah 2/3 dosis perifer dan 1/3 dosis sentral pada fantom akrilik 100 mm. Volum CTDI didefinisikan sebagai CTDIw dibagi dengan faktor pitch pancaran. DLP adalah CTDIvol dikalikan dengan panjang scan (tebal potongan x banyaknya potongan). Dosis yang tepat harus diperkirakan karena adanya perbedaan postur tubuh, dan dapat digunakan faktor konversi agar dosisnya tepat. Dosis yang diserap dinilai dalam satuan Gray (Gy), dan dosis efektif dinilai dalam satuan Sievert (Sv). Dosis radiasi yang seharusnya diberikan tergantung pada banyak faktor, contohnya adalah banyaknya scan yang harus dibuat, arus tube dan waktu scan dalam mAs, ukuran pasien, rentang scan aksial, derajat overlap di antara potongan CT, voltase tube pada puncak kV dan desain spesifik scanner yang dipakai.

2.4. PET CT-scan

Indikasi penggunaan SPECT (Single Photon Emission Computed

Tomography) dapat dipakai sebagai pelengkap semua modalitas yang menggunakan gamma sebagai penghasil gambar dan menghasilkan gambar 3 dimensi yang sangat membantu seperti pada tumor imaging, Inspection imaging (leukocyte), thyroid imaging atau One scintigraphy.

(39)

Yang paling sering adalah :

- Myocardial perfusion imaging merupakan bentuk pencitraan fungsi jantung yang digunakan untuk diagnosis ischemic heart disease. Prinsip dasarnya adalah pada kondisi stres maka miokardium yang rusak akan menerima lebih sedikit aliran darah daripada miokardium yang normal. Cairan radiofarmaka khusus jantung akan diberikan yaitu 99mTc-tetrofosmin, 99mTc-sestamibi . Setelah itu maka denyut jantung

akan ditingkatkan untuk menginduksi stres pada otot jantung baik dengan olahraga atau obat seperti adenosine, dobutamin atau dypridamole. Lalu pencitraan akan diambil setelah stres yang akan menunjukkan distribusi dari radiofarmaka dan akan menunjukkan aliran darah pada area berbeda dari otot jantung. Diagnosis akan ditegakkan dengan membandingkan gambar ketika stres dan gambar ketika

beristirahat. MPI memiliki sensitivitas 85%, spesifisitas 72% dan lebih baik dibanding tes non invasi lainnya untuk penyakit jantung iskemik.

- Functional brain imaging

Pemeriksaan ini menggunakan 99mTc-HMPAO. Perpaduan ini akan

menyebabkan pengambilan oleh jaringan otak sehingga memperlihatkan aliran darah otak dan oleh karena itu bisa digunakan untuk menilai aliran darah serebral.

Pemeriksaan ini sering digunakan untuk mendiagnosa dan membedakan kausa berbeda dari banyaknya penyebab demensia.(9)

PET

Positron emission tomography sering digabungkan dengan CT X-ray Scan sehingga menghasilkan gambar 3 dimensi pada waktu yang sama. Jika molekul biologi aktif yang digunakan adalah flurodeoxyglucose (FDG) yang merupakan analog dari glukosa, maka konsentrasi dari pewarna akan dapat mengindikasikan aktivitas metabolisme jaringan sebagaimana berhubungan dengan penggunaan glukosa. Penggunaan tracer ini akan dapat menelusuri kemungkinan metastasis kanker. Namun kerugiannya adalah harga yang mahal.

PET adalah alat medis dan penelitian. Alat ini banyak digunakan dalam onkologi klinik dan untuk diagnosis penyakit otak diffuse seperti berbagai tipe penyebab demensia. PET juga merupakan alat penting penelitian untuk

menggambarkan fungsi normal otak dan jantung manusia dan mendukung pembentukan obat.

Dalam bidang onkologi PET scanning dengan tracer fluorin-18

flurodeoxyglucose banyak digunakan. Tracer ini akan dipakai oleh sel yang memakai glukosa dan akan difosforilasi oleh hexokinase yang merupakan bentuk mitokondria

(40)

terbanyak pada kanker yang bertumbuh dengan cepat. Ini membuat pewarnaan pada jaringan dengan penggunaan glukosa yang tinggi seperti pada otak, hati dan

kebanyakan kanker lainnya. Oleh karena itu modalitas ini bisa digunakan untuk diagnosa, daging, dan monitor pengobatan kanker seperti pada Hodgkin lymphoma, non Hodgkin lymphoma, dan kanker paru.

Dalam bidang neuroimaging dengan konsep bahwa aktivitas otak tinggi sehingga akan menghasilkan aktivitas radiologi yang tinggi juga. Pemeriksaan ini akan dapat mengukur aliran darah ke daerah berbeda dari otak. Pengukuran

melibatkan tracer oxygen-15 sehingga dapat pada penyakit Alzheimer’s disease akan terjadi penurunan penggunaan metabolisme glukosa dan oksigen. Hal ini bisa

membedakan penyakit alzheimer dengan proses dementing lainnya. Bisa juga untuk menentukan lokasi fokus kejang yang akan tampil sebagai daerah hipometabolik ketika fase interictal.

Beberapa tracer lainnya juga banyak digunakan untuk neuropsikiatri dan penyakit neurologis. Ada pula steretactic surgery dan radiosurgery yang

menggunakan gambar yang dihasilkan dari PET untuk menuntun operasi pada tumor intracranial, malformasi arterivena dan prosedur operasi lainnya.

Dalam bidang kardiologi, atherosclerosis dan penyakit pembuluh darah lainnya. Bahkan alat ini dapat mendeteksi Hybernating myocardium tetapi karena biaya sangat mahal maka jarang digunakan. Dapat juga mendeteksi risiko stroke.

Dalam penyakit infeksi terutama oleh bakteri dan menggunakan tracer khusus seperti 18F maltose, maltohexaose dan 2-fluorodeoxysorbitol.Dalam penelitian obat untuk menemukan bagaimana sifat farmakokinetik saat percobaan pre-klinis. Alat ini bisa melihat pengambilan obat di jaringan, dan bahkan eliminasi dari obat dapat dimonitor.(10)

2.5. Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging (MRI) melibatkan penggunaan medan magnet yang sangat kuat untuk memanipulasi aktivitas nukleus atom dengan cara melepaskan energi dalam bentuk sinyal radiofrekuensi, yang direkam oleh kumparan penerima pemindai (scanner) dan kemudian diproses komputer untuk membentuk suatu gambaran.

 Tubuh manusia tersusun dari banyak atom, dan masing-masing memiliki sebuah nukleus yang mengandung proton dan neutron. Satu pengecualian, namun sangat penting, adalah nukleus hidrogen, yang tersusun hanya dari satu buah proton.

(41)

 Istilah proton dan nukleus hidrogen dapat digunakan secara bergantian.

Meskipun MRI dapat digunakan untuk menilai berbagai macam nukleus, scanner MRI yang digunakan secara klinis bekerja dengan dasar pemanfaatan nukleus hidrogen karena ketersediaannya yang sangat banyak dalam tubuh manusia, yaitu dalam molekul air yang menyusun hampir seluruh tubuh manusia.

 Nukleus-nukleus (seperti nukleus hidrogen) yang memiliki jumlah proton dan neutron yang ganjil, mempunyai net magnetic moment dan bersifat seperti magnet-magnet kecil, yang memungkinkan MRI untuk membuat suatu pencitraan.

 Setiap proton memiliki muatan listrik positif, karena proton memiliki perputaran, muatan ini bergerak dengan konstan. Muatan listrik yang bergerak dikenal

sebagai arus listrik, yang kemudian menginduksi medan magnet. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap proton memiliki medan magnet kecilnnya masing-masing, dengan nama lain magnetic moment.

 Pada keadaan normal, proton dalam tubuh berputar secara acak.

Ketika pasien masuk ke dalam scanner MRI, proton-proton minimagnet akan berjajar dengan medan magnet eksternal MRI yang lebih kuat. Kebanyakan dari proton-proton ini akan mengarah paralel dan sebagian lainnya mengarah

antiparalel terhadap medan magnet tersebut. Jumlah dari semua momentum magnet disebut sebagai net magnetization vector.

Membedakan Gambaran T1W dan T2W :

 Jaringan yang berbeda memiliki nilai T1 dan T2 yang berbeda, sehingga pada pencitraan MR dapat dibedakan antara lemak, otot, tulang, dan jaringan lainnya.  Jaringan dengan T1 yang singkat akan tampak terang.

Jaringan dengan T2 yang lama akan tampak terang.

 “Terang” dalam hal ini berarti “lebih putih” atau memiliki “peningkatan intensitas sinyal”, sedangkan “gelap” berarti “lebih hitam” atau memiliki “penurunan intensitas sinyal” pada MRI.

 Hal yang perlu diingat adalah bahwa gambaran air gelap pada T1W dan terang pada T2W.

 Jaringan dan struktur yang cenderung tampak terang pada T1W, antara lain: o Lemak: jaringan lemak subkutan, intraabdominal, lemak dalam sumsum

kuning, serta tumor yang mengandung lemak.

o Pendarahan: bervariasi tergantung lamanya pendarahan. o Cairan tinggi protein: kista ginjal dan hepar, kista neoplasma. o Melanin: melanoma.

(42)

o Gadolinum dan substansi paramagnet lainnya

 Jaringan dan struktur yang cenderung tampak terang pada T2W, antara lain: o Lemak: jaringan lemak subkutan, intraabdominal, lemak dalam sumsum

kuning, serta tumor yang mengandung lemak.

o Pendarahan: bervariasi tergantung lamanya pendarahan. o Air, edema, inflamasi, infeksi, kista.

Salah satu fitur penting dari MRI adalah kemampuannya untuk meniadakan atau menekan sinyal dari jaringan tertentu, sehingga membuat jaringan tersebut tampak gelap pada gambar, dan membuat struktur dan jaringan patologis lainnya lebih nyata. Jaringan yang umumnya disupresi adalah lemak. Lemak seharusnya tampak terang pada T1W, namun akan menjadi gelap pada suppressed T1W.

Fitur ini berguna ketika perlu dilakukan identifikasi lesi yang mengandung lemak, seperti: kista ovarium dermoid, myelolipoma adrenal, dan liposarkoma, karena kelainan-kelainan ini akan menjadi tampak gelap pada pencitraan fat-suppressed. Selain itu, hal ini juga penting untuk evaluasi jaringan pasca pemberian kontras gadolinium

Kontras MRI

 Gadolinium merupakan kontras intravena (IV) yang paling umum digunakan dalam prosedur MRI klinis.

Gadolinium merupakan ion logam berat golongan rare-earth yang membentuk kelat dengan berbagai senyawa lain untuk membentuk kontras MRI. Ketika membentuk kelat dengan asam DTPA (Gd-DTPA), gadolinium membentuk gadopentetate dimeglumine, yang dikenal dengan nama Magnevist®.

 Kontras berbahan dasar gadolinium pada dasarnya digunakan selayaknya kontras iodium pada pemeriksaan dengan CT: dapat diberikan secara IV maupun

intraartikuler.

 Pasca injeksi Gd-DTPA IV, zat kontras memasuki aliran darah, memberikan penyangatan pada parenkim organ, dan kemudian diekskresi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus. Beberapa kontral gadolinium dapat juga diekskresikan secara bilier.

 Pengaruh gadolinium adalah untuk mempersingkat waktu relaksasi T1 dari nukleus hidrogen,yang kemudian akan membuat sinyal pada T1W menjadi lebih terang. Hal inilah yang membuat pencitraan pasca gadolinium umumnya

(43)

 Lemak akan tampak terang walaupun tanpa pemberian kontras gadolinium. Untuk meningkatkan deteksi penyangatan kontras pada lemak, umumnya dilakukan pencitraan fat-suppresed pada gambar prekontras dan pasca kontras.

 Struktur yang tampak menyangat pada pencitraan pasca gadolinium umumnya merupakan struktur vaskuler (seperti tumor) dan inflamasi.

Keselamatan Pada Pemeriksaan MRI 1. Pertimbangan umum

Tidak didapati adanya kemungkinan pengaruh biologis yang berbahaya dari paparan terhadap medan magnet statis di bawah 10 T, dan saat ini kekuatan medan magnet MRI yang paling tinggi digunakan adalah 3,0 T.

2. Klaustrofobia

Untuk memeriksa pasien dengan klaustrofobia, perlu dipertimbangkan penggunaan sedasi sesuai kondisi klinis pasien. Alternatif lainnya adalah penggunaan magnet terbuka, namun umumnya magnet terbuka memiliki kekuatan medan magnet yang lebih lemah dan akan menghasilkan gambaran dengan resolusi spatial yang lebih buruk.

3. Benda-benda ferromagnet

 Segala macam benda ferromagnet dalam tubuh pasien dapat digerakkan oleh medan magnet yang dihasilkan scanner MRI dan dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Benda-benda ferromagnetis internal tersebut juga berpotensi menjadi panas dan menyebabkan luka bakar pada jaringan sekitarnya.  Benda-benda ferromagnet yang ruang geraknya dapat menimbulkan bahaya bagi

pasien seperti cerebral aneurysm repair clip dan staples bedah merupakan

kontraindikasi absolut pemeriksaan MRI. Untuk menanggulangi hal tersebut, saat ini sudah banyak diproduksi klip dan staples yang berbahan MRI-compatible, yang tidak dipengaruhi magnet, misalnya nikel dan titanium.

 Beberapa benda asing, seperti: peluru, serpihan, dan logam pada mata (umumnya ditemukan pada pengrajin logam) cenderung bersifat ferromagnetis.

Pasien dengan riwayat adanya logam pada mata perlu diperiksa terlebih dahulu dengan radiografi orbital sebelum menjalani pemeriksaan MRI, dan jika ditemukan adanya logam, makan perlu dilakukan modalitas pencitraan yang lain. Jika

dilakukan pemindaian MRI pada pasien dengan kondisi ini, risiko yang dapat terjadi adalah kebutaan.

 Benda-benda ferromagnet di luar tubuh pasien, misalnya tabung oksigen, gunting, scalpel, dan peralatan logam lainnya juga memiliki risiko bagi pasien karena

(44)

alat-alat ini akan terapung di udara ketika memasuki medan magnet, sehingga peralat-alatan tersebut mutlak tidak boleh berada dalam ruangan MRI.

4. Peralatan mekanik dan elektrik

Pemeriksaan MRI tidak dapat dilakukan pada pasien dengan pacemaker, implan pain stimulator, pompa insulin dan implan pompa obat-obatan lainnya, serta implan koklear.

Terdapatnya pacemaker atau implan defibrilator merupakan kontraindikasi absolut pemeriksaan MRI karena medan magnet dapat me-nonaktifkan dan memanaskan alat-alat tersebut, yang dapat berakibat melukai endokardium.

5. Pasien Ibu Hamil

Hingga saat ini, tidak diketahui adanya risiko pemeriksaan MRI pada ibu hamil terhadap janin. Dikarenakan sedikitnya ketersediaan data dan secara teoritis janin lebih rentan mengalami kerusakan pada trimester pertama kehamilan, maka sebagian ahli menyatakan bahwa kehamilan merupakan kontraindikasi mutlak pemeriksaan MRI.

American College of Radiology, sebaliknya, menyatakan bahwa ibu hamil dapat menjalani prosedur MRI pada tahap kehamilan manapun jika ratio risk-benefit pasien lebih condong ke arah menguntungkan dan perlu dilakukan pemeriksaan MRI. Perlu diperhatikan bahwa kontras gadolinium tidak disarankan untuk diberikan pada pasien hamil karena pengaruh gadolinium pada janin belum diketahui dengan pasti. 6. Fibrosis Sistem Nefrogenik

Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, kontras gadolinium terkait dengan

nephrogenic systemic fibrosis (NSF). Penyakit ini menimbulkan fibrosis pada kulit, mata, sendi dan organ-organ interna menyerupai skleroderma.

Pasien dengan riwayat disfungsi ginjal, terutama pasien yang sedang menjalani dialise, mempunyai risiko yang lebih tinggi. Gadolinium dapat diberikan dengan pertimbangan khusus bagi pasien dengan gangguan ginjal sedang (estimated glomerular filtration rate [eGFR] antara 30-60 mL/min/1,73m2). Gadolinium sebaiknya dihindari bagi pasien dengan gangguan ginjal berat (GFR <30).

Saat ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa pasien dengan fungsi ginjal normal memiliki risiko terkena NSF, dan pemeriksaan MRI dengan kontras umumnya aman bagi mayoritas pasien.

Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologis (lokasi, ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh aksial,

(45)

sagital, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologisnya. Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :

-

Pemeriksaan kepala

Modalitas ini untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitari, lubang telinga dalam rongga mata, sinus dan neuroimaging.

Pada neuroimaging, MRI adalah modalitas untuk melihat kanker neurologik karena lebih sensitif ketimbang modalitas lainnya. Penambahan kontras antara daerah putih dan abu otak membuat modalitas ini adalah pilihan optimal untuk banyak kondisi seperti penyakit demielinisasi, demensia, penyakit serebrovaskuler, penyakit infeksi dan epilepsi.

MRI dapat juga digunakan untuk menuntun operasi seperti pada tumor intrakranial, malformasi arterivena, dan operasi lainnya.

-

Pemeriksaan otak

Modalitas ini untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak, pendarahan, infeksi, tumor, kelainan kongenital, kelainan pembuluh darah, seperti: aneurisma, angioma, proses degeneratif, atrofi.

-

Pemeriksaan tulang belakang

Modalitas ini untuk melihat proses degeneratif, tumor, infeksi, trauma, dan kelainan kongenital.

-

Pemeriksaan muskulo-skeletal

Modalitas iniuntuk organ: lutut, bahu , siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kaki; untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi, dll.

Dapat juga digunakan tumor jaringan lunak, dan penilaian penyakit sendi.

-

Pemeriksaan abdomen

Modalitas ini untuk melihat hati, ginjal, kantung dan saluran empedu, pankreas, limpa, organ ginekologis, prostat, dan buli-buli.

Hepatobiliary MR digunakan untuk mendeteksi dan menentukan jenis lesi pada hati, pankreas, dan saluran empedu. kelainan pada hati bisa dievaluasi dengan difussion Weights, opposed phase imaging dan dynamic contrast enhancement sequences. pencitraan anatomik dari saluran empedu dengan T2 weighted sequence pada

(46)

magnetis resonance cholangiopancreatography. Sedangkan untuk fungsi pankreas menggunakan sekretin. MR enterography menyediakan penilaian non invasi untuk inflammatory bowel disease dan tumor usus halus. MR colonography dapat mendeteksi polip besar pada pasien dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.

-

Pemeriksaan Thorax

Modalitas ini untuk melihat paru-paru dan jantung.

Cardiac MRI adalah teknik pencitraan pelengkap seperti modalitas lainnya seperti Echocardiography, Cardiac CT, dan Nuclear medicine lainnya. penggunaan modalitas ini mencakup penilaian iskemi pada miokardium, kardiomiopati, miokarditis,

kelebihan besi, penyakit rakituluh darah, dan penyakit jantung bawaan.

- Functional MRI

Modalitas ini untuk melihat menilai bagian otak yang berbeda sebagai respons terhadap stimuli luar atau aktivitas pasif saat keadaan istirahat. Hal ini banyak digunakan dalam penelitian untuk melihat bagian korteks mana yang berubah saat aktivitas tertentu yang dijalankan manusia.

- Onkologi

Pemeriksaan dengan MRI untuk menginvestigasi stadium dari kanker rektum dan prostat sebelum operasi.(2)

Beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :

1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang sertamuskuloskeletal.

2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas dan terperinci. 3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi,

dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan.

4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien.

5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion. Breast MRI

MRI mammae seringkali dilakukan dengan kontras gadolinium untuk mendapatkan pencitraan gambaran jaringan abnormal mammae secara lebih

mendetail. MRI biasanya digunakan pada penderita kanker mammae, untuk mengukur dimensi kanker dan sekaligus mencari lokasi tumor lainnya pada kedua mammae.

(47)

MRI juga dapat digunakan pada wanita yang beresiko tinggi untuk terjadinya kanker mammae, namun tidak dilakukan secara tunggal untuk skrining karena tingginya angka false positive.

2.6. Scintigraphy

Modalitas ini merupakan bentuk metode diagnostik yang digunakan dalam bidang Nuclear medicine. Metode ini menggunakan radioisotop dari dalam tubuh yang diberikan lewat radiopharmaceuticals dan radiasi yang dikeluarkan akan ditangkap oleh detektor eksternal atau gama cameras untuk membentuk gambar dua dimensi. (3)

Berbeda dengan SPECT dan Positron emission tomography (PET) yang membentuk gambar 3 dimensi. Kedua modalitas ini dianggap berbeda dengan Scintigraphy walau menggunakan kamera gamma yang sama untuk mendeteksi radiasi internal.(3)

Indikasi penggunaan Scintigraphy dibagi ke dalam sistem organ seperti :

- Sistem bilier (Cholescintigraphy)

Digunakan untuk mendiagnosis obstruksi pada saluran empedu oleh batu empedu (Cholelithiasis), adanya tumor, atau penyebab lain. Bisa juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit gallbladder, fistula bilier.

Pada cholescintigraphy, larutan radioaktif kimia yang diinjeksi akan diambil oleh hati dan disekresi ke empedu. Lalu radiopharmaceutical akan masuk ke saluran empedu, kantong empedu dan usus. Kamera gama akan diletakan di atas abdomen untuk menangkap gambar.

- Lung scintigraphy

Posisi dan alat bantu pemeriksaan MRI mammae

Sumber : Suaris TD, Froud I, dan Vinnicombe SJ. Breat MRI : getting started. Imaging 2013;22:20100022

Gambar

Tabel 2.1. Area Anatomis dan Saran Posisi Pengambilan Gambar Anatomic
Gambar 2.2. Supinasi
Gambar 2.4. Foto menit ke 5 dan menit ke 10.
Gambar 2.8. Foto single-contrast barium enema dan double-contrast barium enema
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan akibat

Selain regulasi dan inventarisasi, transparansi kondisi keuangan ventura juga menjadi salah satu faktor yang pendukung terkait optimalisasi tata kelola di Universitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) kontribusi pemanfaatan perpustakaaan terhadap hasil belajar auditing,2) kontribusi intensitas belajar terhadap

Penulis skenario merupakan orang yang menuliskan sebuah ide cerita ke dalam tulisan, dimana tulisan ini akan menjadi acuan bagi sutradara untuk proses membuat sebuah

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka penggalang di SD Jaranan Banguntapan Bantul dapat dilihat dari 1) perencanaan pihak

aureus resisten terhadap antibiotik ciprofloxacin (15%), cefotaxime (31%), dan cefadroxil (8%), sedangkan bakteri Gram negatif yang mengalami resistensi tertinggi

Halaman olah katalog adalah halaman untuk admin mengisikan detail barang yang akan di tampilkan dalam aplikasi E-katalog yang digunakan pada pengguna atau customer..

pada proses pengujian alat dilakukan dengan cara menjalankan alat penelitian untuk pengambilan data Objek yang diteliti diletakan didepan sensor lalu disinari dengan