• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS NEUROGENIC BLADDER PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR OS COCCYGEUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS NEUROGENIC BLADDER PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR OS COCCYGEUS"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

NEUROGENIC BLADDER PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR OS COCCYGEUS

Oleh :

dr. K. G MuLyadi Ridia Sp. OT (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PROGRAM STUDI SPESIALIS BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

BAB I

CEDERA TULANG BELAKANG

Patofisiologis Cedera Tulang Belakang Injuri stabil dan tidak stabil

Injuri stabil adalah sustu injuri dimana komponen vertebra tidak akan berubah posisi dengan beben fisiologis normal, sedangkan pada injuri tidak stabil terdapat risiko displacement yang signifikan dan kerusakan jaringan neural. Secara historis, terdapat banyak klasifikasi yang dibuat untuk mengklasifikasikan injuri spinal thoracolumbal. Pada tahun 1960, Holdsworth dan kemudian Kelly dan Whitesides mendeskripsikan dua kolom konsep stabilitas spinal. Denis pada tahun 1983 menyatakan teori 3 kolom yang kemudian menjadi system klasifikasi yang paling luas digunakan untuk injuri spinal. Klasifikasi tersebut kini telah digantikan oleh sistem AO/ASIF (Arbeitsgemeinschaft für Osteosynthesefragen/Association for the Study of Internal Fixation) yang kembali menggunakan teori dua kolom, kolom anterior meliputi corpus vertebrae dan diskus dan kolom posterior meliputi pedikel, lamina, faset, dan kompleks ligament posterior. • Injuri tipe A – fraktur kompresi kolom anterior yang cenderung stabil.

• Injuri tipe B – meliputi kolom anterior dan posterior disertai distraksi; injuri ini tidak stabil • Injuri tipe C – injuri kedua kolom dengan rotasi atau sheer, injuri ini tidak stabil

Hanya 10% dari fraktur spinal yang tidak stabil dan kurang dari 5% yang disertai kerusakan cord.

(3)

Patofisiologi Perubahan Primer

Injuri fisik dapat terbatas pada kolom vertebra, termasuk komponen soft tissue, dan berbagai bentuk regangan ligament akibat fraktur vertebrae dan fraktur dislokasi. Spinal cord dan atau serabut saraf dapat cedera akibat trauma inisial atau akibat instabilitas struktur dari segmen vertebrae yang menyebabkan kompresi langsung, transfer energi yang besar, disrupsi, atau kerusakan pada vaskular yang menyuplainya.

Perubahan Sekunder

Beberapa jam dan hari paska injuri spinal, terjadi perubahan biokimia yang akan menyebabkan disrupsi sel bertahap dan perluasan dari kerusakan neurologis inisial.

Mekanisme Injuri

Terdapat tiga dasar mekanisme injuri yaitu traksi (avulsi), injuri langsung dan tidak langsung. Injuri traksi (Avulsi)

Pada spine lumbar, usaha otot untuk menahan dapat menyebabkan avulsi prosesus transversus, pada cervical, prosesus spinosus dapat mengalami avulsi (‘clay-shoveller’s fracture’).

(4)

Injuri tusuk pada spine, terutama akibat senjata tajam dan pisau merupakan penyebab paling umum. Hal ini jarang menyebabkan instabilitas kolom vertebrae, akan tetapi sering menyebabkan injuri neurologis langsung.

Injuri indirek

Ini merupakan penyebab paling sering kerusakan spinal yang signifikan, hal ini terjadi sebagian besar akibat jatuh dari ketinggian sehingga kolom spinal kolaps pada aksis vertikal atau pada gerakan bebas yang keras dari leher atau badan. Berbagai variasi gaya dapat diberikan pada spine (secara simultan): axial, kompresi, fleksi, kompresi lateral, fleksi rotasi, sheer, fleksi distraksi dan ekstensi. Fraktur insufisiensi dapat terjadi dengan gaya minimal pada tulang yang rapuh akibat osteoporosis atau lesi patologis.

Penyembuhan

Cedera spinal meliputi keduanyya tulang dan sof tissue (ligamen, facet join, kapsul dan diskus intervertebral). Injuri pada tulang cenderung menyembuh akan tetapi bisa dalam keadaan kifosis atau kehilangan ketinggian. Injuri ligament jarang pulih dan kembali stabil dan potensial menjadi kifosis progresif, nyeri kronis, dan sekuele gangguan neurologis.

Asesmen dan resusitasi berdasarkan protokol seperti ATLS setelah diketahui terjadi injuri spinal. Oksigenasi dan perfusi yang adekuat meminimalisir spinal cord injury spinal. Kemungkinan cedera spinal harus tetap diwaspadai hingga pasein telah resusitasi dan cedera lain yang mengancam nyawa telah diatasi. Immobilisasi harus dipertahankan hingga injuri spinal dapat disingkirkan secara klinis dan radiologis. Imobilisasi sementara dengan semi-rigid collar neck atau bantal pasir dapat digunakan ketika pasien perlu ditransfer untuk pemeriksaan CT scan atau MRI. Log-rolling dengan spinal precautions harus dilakukan untuk mencegah injuri lebih lanjut dan pasien harus dipindahkan ke matras khusus sesegera mungkin untuk mencegah ulkus dekubitus.SIS

Riwayat

Kecurigaan yang tinggi harus tetap dipertahankan karena gejala dan tanda yang muncul dapat minimal. Riwayat sangat penting dan adanya riwayat injuri kecepatan tinggi seperti kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian, harus ditekankan untuk mengeksklusi injuri kolom vertebrae. Pasien tidak sadar dan politrauma harus dianggap memiliki injuri spinal tidak stabil hingga terbukti sebaliknya. Riwayat trauma yang disertai nyeri pada

(5)

leher dan punggung atau gejala neurologis memerlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan injuri spinal.

Pemeriksaan

Kepala dan wajah harus diperiksa dengan teliti ada tidaknya memar dan luka yang merupakan indikasi trauma tidak langsung pada cervical. Pada umumnya pada cedera aksial cervical akan menyebabkan tortikolis. Pemeriksaan leher untuk melihat adanya deformitas, memar, atau luka tusuk. Dilakukan ‘logrolled’ untuk mencegah pergerakan kolom vertebrae. Tulang belakang diperiksa dari occiput hingga coccyx untuk melihat adanya deformitas, luka tusuk, hematoma tau memar. Dilakukan palpasi pada prosesus spinosus untuk mengevaluasi adanya nyeri, hematoma, gap atau step yang merupakan indikasi instabilitas. Dilakukan digital rectal examination untuk mengevaluasi tonus dan sensasi pada anal serta pemeriksaan ‘pinch’ volunteer.

Pemeriksaan umum– ‘Syok’

Pemeriksaan ABC sesuai dengan ATLS harus selalu dilakukan sebagai pemeriksaan awal. Terdapat tiga kemungkinan syok pada pasien dengan injuri spinal. Syok hipovolemia ditandai dengan takikardia, akral dingin, dan hipotensi pada tahap yang lebih lanjut. Syok neurogenik menunjukkan hilangnya jalur simpatis pada spinal cord; vasodilatasi perifer akan menyebabkan hipotensi dan bradikardia. Kombinasi dari paralisis, akral hangat dan perfusi perifer yang baik, bradikardi dan hipotensi dengan tekanan diastolic yang rendah mengarah pada syok neurogenik. Penggunaan cairan yang berlebihan da[at menyebabkan edema paru. Pada kasus ini diperlukan atropine dan vassopresin. Spinal syok adalah disfungsi fisiologis pasca injuri yang jarang bertahan lebih dari 48 jam. Di bawah level injuri, otot bersifat flaksid, refleksnya dan sensasinya menghilang. Akan tetapi reflex primitive (tonus ani dan refleks bulbocavernosus) menujukkan syok spinal dan level neurologis tidak dapat ditentukan secara akurat. Refleks bulbocavernosus dapat distimulasi dengan menyentakkan kateter Foley pada saat digital rectal examination. Apabila terdapat kontraksi anal dan refleks bulbocavernosus berarti kemungkinan syok spinal dapat disingkirkan. Lesi komplet spinal cord tidak dapat didiagnosis dalam kondisi syok spinal. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada setiap kasus dan hal ini perlu diulang beberapa kali selama beberapa hari pertama. Setiap dermatom, miotom, dan refleks harus diperiksa. Dilakukan asesmen pada Cord longitudinal column functions meliputi corticospinal

(6)

tract (posterolateral cord, ipsilateral motor power), spinothalamic tract (anterolateral cord, contralateral pain and temperature) and posterior columns (ipsilateral proprioception).

Pemeriksan Sacral sparing harus dilakukan untuk mengetahui preservasi fleksi aktif ibu jari, tonus muscular sfingter ani pada digital examination dan sensasi perinal yang intak menunjukkan lesi parsial dibandingkan komplet. Dapat terjadi pemulihan. Pasien tidak sadar sulit untuk dievaluasi; dugaan cedera spinal cord harus dipertahankan hingga terbukti sebaliknya. Kecurigaan kemungkinan terjadinya injuri spinal cord pada pasien dengan riwayat jatuh, deselerasi cepat, cedera kepala, nafas diafragma, sfingter ani flaksid, hipotensi disertai bradikardi dengan nyeri diatas level injuri tetapi tidak dibawah level injuri. Priapismus merupakan temuan yang penting karena umumnya muncul segera setelah injuri komplet pada spinal cord dan menetap selama beberapa jam. Kehilangan kontrol simpatis dapat menyebabkan inflow arteri tidak terkontrol secara langsung pada ruangan sinusoid penis sehingga terjadi priaspismus high

(7)

flow. Pemeriksaan neurologis harus tercatat dalam sistem skoring ASIA yang merupakan klasifikasi neurologi standar pada injuri spinal cord.

(8)

BAB II

NEUROGENIC BLADDER

Buli-buli merupakan satu-satunya organ visceral otot polos yang berada dibawah kontrol kesadaran sepenuhnya dari korteks serebri. Fungsi normal buli-buli membutuhkan koordinasi dan interaksi komponen sensoris dan motoris dari sistem saraf somatik dan otonomik. Karena banyak level dari sistem saraf yang terlibat dalam regulasi fungsi miksi, penyakit neurologis sering menyebabkan perubahan pada fungsi buli-buli. Contohnya adalah multipel sclerosis, spinal cord injury, cerebrovascular disease, Parkinson disease, diabetes mellitus, meningomyelocele, and amyotrophic lateral sclerosis. Cedera pada sacral roots atau pelvic plexus pada pembedahan spinal, herniasi dari diskus intervertebral, atau pembedahan pada daerah pelvis (histerektomi, resesksi abdominoperineal) juga dapat menyebabkan neuropati buli-buli. (Smith, 2008)

Struktur anatomi dan fisiologi system urinaria bagian bawah

Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos detrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat fase pengisian (filling) atau penyimpanan, dan terbuka pada saat isi buli-buli penuh dan saat miksi atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingter ini membuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri.

Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot detrusor dan pada fase pengeluaran urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-buli mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya dengan mempertahankan tekanannya dibawah 15 cmH2O, sampai volumenya cukup besar. Sifat buli-buli seperti ini disebut sebagai komplians buli-buli (bladder compliance), yang dinyatakan dalam rumus:

(9)

Jika terjadi kerusakan dinding buli-buli sehingga viskoelastisitas buli-buli terganggu, komplians buli-buli ( C) menurun, yang berarti bahwa pengisian urine pada volume tertentu (∆V) akan menyebabkan kenaikan tekanan intravesika (∆P) yang cukup besar.

Ureterovesical junction

Fungsi ureterovesical junction adalah untuk mencegah aliran balik urine dari buli-buli menuju traktus urinarius bagian atas. Otot longitudinal dari ureter berkontribusi membentuk trigonum. Peregangan pada trigonum menyebabkan oklusi pada pembukaan ureter. Pada kontraksi normal detrusor peningkatan tarikan pada ureter mencegah refluks urine. Sebaliknya, kombinasi dari hipertrofi detrusor dan peregangan detrusor akibat residual urine secara signifikan dapat meyebabkan obstruksi aliran urine dari ureter menuju buli-buli.

Neurofisiologi buli-buli dan uretra

Sistem saluran kemih bagian bawah mendapatkan inervasi dari serabut saraf aferen yang berasal dari buli-buli dan uretra serta serabut saraf eferen berupa sistem parasimpatik, simpatik, dan somatik. Serabut aferen dari dinding buli-buli menerima impuls stretch reseptor (reseptor regangan) dari dinding buli-buli yang dibawa oleh nervus pelvikus ke korda spinalis S2-4 dan diteruskan sampai ke otak melalui traktur sinotalamikus. Signal ini akan memberikan informasi kepada otak tentang volume urine di dalam buli-buli. Jalur aferen dari sfingter uretra eksterna dan uretra mengenal sensasi suhu, nyeri, dan adanya aliran urine di dalam uretra. Impuls ini dibawa oleh nervus pudendus menuju ke korda spinalis S2-4.

Serabut eferen parasimpatik berasal dari korda spinalisS2-4 dibawa oleh nervus pelvikus dan memberikan inervasi pada otot detrusor. Asetilkolin adalah neurotransmitter yang berperan dalam penghantaran signal saraf kolinergik, yang setelah berkaitan dengan reseptor muskarinik menyebabkan kontraksi otot detrusor. Reseptor muskarinik yang banyak berperan di dalam kontraksi buli-buli adalah M2 dan M3. Peranan sistem parasimpatik pada proses miksi berupa kontraksi detrusor dan terbukanya sfingter uretra.

Serabut saraf simpatik berasal dari korda spinalis segmen thorakolumbal (T10-L2) yang dibawa oleh nervus hipogastrikus menuju buli-buli dan uretra. Terdapat 2 jenis reseptor adrenergik yang letaknya berada di dalam buli-buli dan uretra, yaitu reseptor adrenergik α yang banyak terdapat pada leher buli-buli (sfingter interna) dan uretra posterior, serta reseptor adrenergik β yang

(10)

banyak terdapat pada fundus buli-buli. Rangsangan pada resptor adrenergik α menyebabkan kontraksi, sedangkan pada β menyebabkan relaksasi. Sistem simpatis ini berperan pada fase pengisian yaitu menyebabkan terjadinya: (1) relaksasi otot detrusor karena stimulasi adrenergik βdan (2) kontraksi sfingter interna serta uretra posterior karena stimulasi adrenergik α yang bertujuan untuk mempertahankan resistensi uretra agar selama fase pengisian urine tidak bocor (keluar) dari buli-buli.

Serabut saraf somatik berasal dari nucleus Onuf yang berada di kornu anterior korda spinalis S2-4 yang dibawa oleh nervus pudendus dan menginervasi otot bergaris sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul. Perintah dari korteks serebri (secara disadari) menyebabkan terbukanya sfingter eksterna pada saat miksi.

Pada saat buli-buli terisis oleh urine dari kedua ureter, volume buli-buli bertambah besar karena ototnya mengalami peregangan. Regangan itu menyebabkan stimulasi pada stretch receptor yang berada di dinding buli-buli yang kemudian memberikan signal kepada otak tentang jumlah urine yang mengisi buli-buli. Setelah kurang lebih terisi separuh dari kapasitasnya, mulai dirasakan oleh otak adanya urine yang mengisi buli-buli. Pada saat buli-buli sedang terisi, terjadi stimulasi pada sistem simpatik yang mengakibatkan kontraksi sfingter uretra interna (menutupnya leher buli-buli), dan inhibisi sistem parasimpatik berupa relaksasi otot detrusor. Kemudian pada saat buli-buli terisi penuhdan timbul keinginan untuk miksi, timbul stimulasi sistem parasimpatik dan menyebakan kontraksi otot detrusor, serta inhibisi sistem simpatik yang menyebabkan relaksasi sfingter interna (terbukanya leher buli-buli). Miksi kemudian terjadi jika terdapat relaksasi sfingter

uretra eksterna dan tekanan intravesikal melebihi tekanan intrauretra. Kelainan pada unit vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada fase miksi. Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada inkontinensia urine sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di dalam buli-buli sampai terjadi retensi urine.

(11)
(12)

Refleks miksi

Miksi normal membutuhkan jalur refleks yang intak dari spinal cord dan pons. Serabut saraf aferen dari buli-buli sangat penting dalam aktivasi pusat sacral yang dapat menyebabkan kontraksi otot detrusor, pembukaan leher buli-buli, dan relaksasi sfingter. Pusat pons melalui koneksinya dengan pusat sacral, dapat mengirimkan sinyal eksitatori ataupun inhibitori untuk mengatur refleks miksi.

Stimulasi elektrik ataupun kimiawi neuron pada pusat miksi pada pons medial menyebabkan kontraksi dari detrusor dan relaksasi paka sfingter eksterna. Disrupsi pada control pons seperti pada upper spinal cord injury mengakibatkan konstraksi detrusor tanpa relaksasi sfingter (disinergi detrusor-sfingter). Pada kondisi patologis yang mempengaruhi uretra (urethritis atau prostatitis) atau buli-buli (sistitis atau hipertrofi obstruktif) dapat terjadi kontraksi detrusor yang tidak dapat dihambat karena fasilitasi dari refleks miksi. (Smith, 2008)

Fungsi penyimpanan (storage)

Sfingter eksterna memegang peranan penting dalam penyimpanan urine. Serabut saraf aferen dari saraf pelvik dan pudendal mengaktivasi pusat sacral dan lateral pons yang akan meningkatkan kontraksi sfingter sekaligus menekan impuls parasimpatik pada detrusor. Pengetatan sfingter secara sadar juga dapat menghambat dorongan untuk berkemih. Sebagai tambahan, aktivasi dari nervus simpatis meningkatkan resistensi uretra dan memfasilitasi penyimpanan buli-buli. Kontrol serebri (suprapontine) untuk miksi dan penyimpanan urine merupakan fungsi primer dari sistema nervus otonom, hal ini berada dibawah kontrol secara sadar dari pusat serebri suprapontine, sehingga kelompok otot yang lain (lengan, tangan, bulbocavernosus) dapat terintegrasi untuk membantu proses miksi pada waktu dan tempat yang sesuai. Lesi serebral (misalnya tumor, Parkinson’s disease, vascular accident) diketahui berpengaruh terhadap persepsi sensasi buli-buli dan menyebabkan disfungsi miksi. (Smith, 2008)

(13)

Neurotransmitter dan reseptor

Pada inervasi parasimpatis, reseptor asetilkolin dan nikotin memediasi transmisi preganglionik menuju postganglionic, sedangkan reseptor asetilkolin dan muskarinik memediasi transmisi dari neuron postganglionic menuju otot polos. Pada beberapa spesies, adenosine trifosfat (ATP) dikeluarkan bersama asetilkolin dan bekerja pada purinoreseptor pada sel-sel otot polos. Pada saraf simpatis, noradrenalin bekerja pada adrenoreseptor β2 untuk relaksasi detrusor atau pada reseptor α1 untuk kontraksi leher buli-buli dan sfingter eksterna. Sebagai tambahan, beberapa neuropeptide yang biasanya berlokalisasi bersama dangan transmitter klasik juga didapatkan pada traktus genitourinaria. Neuropeptida Y, ensefalin danvasoactive intestinal polypeptide (VIP) ditemukan pada neuron postganglionik kolinergik, sedangkan calcitonin gene-related peptide (CGRP), VIP, substance P, kolesistokinin, dan ensefalin terdistribusi pada serabut saraf aferen visceral sacral. Peptide ini diduga terlibat dalam modulasi neurotransmisi eferen dan aferen.

(14)

Klasifikasi tradisional berdasarkan deficit neurologis. Oleh sebab itu, terminologi motor, spastik, upper motor neuron, refleks, dan unhibited digunakan untuk mendeskripsikan disfungsi yang ditemukan pada cedera di atas pusat miksi spinal cord. Koordinasi antara buli-buli dan sfingter digolongkan sebagai seimbang atau tidak seimbang. Terminologi flaksid, atonik, arefleksia, dan sensoris digunakan untuk mendeskripsikan hilangnya kemampuan buli-buli untuk kontraksi akibat cedera pada nervus pelvical atau pusat miksi spinal. Disfungsi dari kedua tipe tersebut disebut campuran. Deskripsi dari disfungsi neuromuskular traktus urinarius bawah harus dibuat secara individual karena tidak ada dua cedera neural (tak peduli betapapun miripnya) yang menunjukkan tipe disfungsi yang sama. International Continence Society telah mencoba membuat standar klasifikasi fungsional yang mudah dipahami dan meyediakan dasar terapi yang sederhana.

1. Neuropati buli-buli akibat lesi di atas pusat miksi sacral

Sebagian besar lesi di atas level pusat miksi berada akan menyebabkan spstisitas buli-buli. Arkus refleks sacral tetap intak akan tetapi kehilangan inhibisi dari pusat yang lebuh tinggi akan menyebabkan buli-buli dan sfingter spastik pada level semental. Derajat spastisitas bervariasi antara buli-buli dan sfingter, dari lesi ke lesi, dan dari pasien satu dengan lainnya dengan lesi yang serupa. Lesi yang sering dijumpai di atas batang otak yang mempengaruhi miksi meliputi demensia, cedera vascular, multiple sclerosis, tumor, dan gangguan inflamasi seperti ensefalitis atau meningitis. Lesi ini dapat menghasilkan perubahan fungsi yang luas termasuk urge, frekuensi, residual urine , infeksi traktus urinarius rekuren, dan inkontinensia gross. Gejalanya bervariasi dari ringan hingga berat. Apabila letak lesi di atas pusat miksi di atas pontine, biasanya tidak terjadi dissinergia detrusor-sfingter. Bagaimanapun kebocoran dapat terjadi karena dorongan untuk miksi tidak dapat dirasakan dan sfingter menjadi lebih relaks dan tidak menghambat miksi spontan. Lesi pada kapsula interna meliputi vascular accidents dan Parkinson’s disease. Keduanya dengan kelainan miksi spastik dan semiflaksid. Spinal cord injury dapat terjadi akibat trauma, herniasi diskus intervertebralis, multiple sclerosis, tumor, siringomyelia, atau myelitis, atau iatrogenic. Lesi spinal cord akibat trauma mendapatkan perhatian klinis terbesar. Cedera sebagian maupun komplet dapat menyebabkan disfungsi genitourinaria yang sama. Spastisitas sfingter dan disinergi miksi dapat menyebabkan hipertrofi detrusor, tekanan miksi yang tinggi, refluks ureter, atau obstruksi ureter.

(15)

Dengan berjalannya waktu, fungsi renal dapat terganggu. Apabila terjadi infeksi yang disertai tekanan pada ginjal, penurunan fungsi ginjal dapat terjadi dengan cepat. Spinal cord injuries pada level cervical sering dikaitkan dengan kondisi disrefleksia otonom. Karena lesi terjadi di atas level keluarnya serabut saraf simpatis dari spinal cord, akan terjadi tekanan darah hipertensi yang fluktuatif, bradikardia, dan overdistensi buli-buli dan dissinergi miksi. Sebagai rangkuman, neuropati buli-buli ditandai dengan (1) penurunan kapasitas, (2) kontraksi detrusor involunter, (3) tekanan intra buli-buli yang tinggi, (4) hipertrofi dinding buli-buli, (5) spastisitas otot lurik pelvis, (6) disrefleksia otonom pada lesi vervical

2. Neuropati buli-buli akibat lesi di bawah pusat miksi

Cedera Detrusor Motor Nucleus

Penyebab paling sring neuropati buli-buli flaksid adalah cedera pada pusat miksi pada spinal cord, S2-4. Penyebab lainnya adalah kerusakan sel pada kornu anterior akibat infeksi virus polio atau herpes zoster dan iatrogenik akibat pembedahan atau radiasi. Herniasi diskus dapat mencederai pusat miksi tetapi lebih sering mengenai cauda equine atau serabut saraf sacral. Mielodisplasi adalah kegagalan perkembangan dan organisasi sel-sel kornu anterior. Lesi pada daerah ini sering tidak komplet menyebabkan kelaianan campuran antara spastik dan kontraktalitas otot yang melemah. Dapat terbentuk trabekulasi pada buli-buli. sfingter eksterna dan tonus otot perineal menghilang. Pada umumnya tidak terjadi inkontinensia urine pada kasus ini karena peningkatan kompensasi pada daya tamping buli-buli. oleh karena tekanan intra buli-buli rendah, diperlukan sedikit resistensi pada outlet untuk menyebabkan kontinensia. Evakuasi isi buli-buli dapat dilakukan dengan mengedan, tetapi dengan tingkat kesuksesan yang berbeda-beda. Cedera jalur feedback aferen

Neuropati buli-buli flaksid juga disebabkan oleh berbagai macam neuropati, termasuk diabetes mellitus, tabes dorsalis, anemia pernisiosa, lesi spinal cord posterior. Mekanismenya bukan akibat cedera pada detrusor motor nucleus, akan tetapi karena kehilangan input sensoris pada nucleus detrusor atau akibat perubahan pada motorik karena hilangnya neurotransmisi pada kornu dorsalis pada cord. Hasil akhirnya sama. Hilangnya persepsi pengisian buli-buli menyebabkan peregangan detrusor. Atonia detrusor menyebabkan kontaktilitas inefisien. Kapasitasnya meningkat dan terdapat

(16)

rewsidual urine yang signifikan. Sebagai rangkuman, neuropati buli-buli flaksid memiliki karakteristik (1) kapasitas besar, (2) kontraksi detrusor volunteer menurun, (3) tekanan intra vesika rendah, (4) trabekulasi dinding buli-buli ringan, (5) penurunan tonus sfingter eksterna.

Cedera yang menyebabkan distensibilitas detrusor rendah

Salah satu penyebab neuropati buli-buli atonia adalah cedera nervus perifer. Kategori ini meliputi cedera yang disebabkan oleh prosedur pembedahan radikal seperto low anterior resection colon atau Wertheim histerektomi. Tipe disfungsi ini dianggap sebagai otonom karena otot polos tetap aktif tetapi tidak ada refleks central untuk mengorganisir aktivitas otot. Hasil akhirnya adalah penyimpanan buli-buli yang kurang baik untuk mengakomodasi pengisian. Terjadi peningkatan tekanan yang tajam pada buli-buli saat pengisian akibat hipertonusitas pada dinding detrusor. Radioterapi dapat menyebabkan denervasi dari detrusor dan sfingter. Yang lebih sering terjadi adalah kerusakan detrusor yang mengakibatkan fibrosis dan kehilangan distensibilitas. Penyebab inflamasi lain yang dapat mencederai detrusor meliputi infeksi kronis, sistitis interstisial dan carcinoma in situ. Lesi ini menyebabkan fibrosis dinding buli-buli yang sulit meregang.

Cedera selektif pada sfingter eksterna

Fraktur pelvis sering menyebabkan robekan pada saraf yang menuju sfingter eksterna. Denervasi selektif dari otot sfingter eksterna disertai inkontinensia dapat terjadi apabila leher buli-buli tidak kompeten. Pembedahan radikal pada perineum sangat sering menyebabkan kerusakan inervasi motor pada uretra, walaupun kerusakan inervasi sensoris pada sfingter eksterna juga dapat terjadi.

Spinal shock dan pemulihan fungsi buli-buli pasca spinal cord injury

Segera setelah cedera berat pada spinal cord dan conus medullaris, pada level manapun, akan disertai fase flaksid paralisis dan parastesia dibawah level cedera. Otot polos detrusor dan rektal umumnya terkena. Akibatnya detrusor terisi hingga mencapai level inkontinensia overflow dan impaksi fekal. Spinal shock dapat terjadi beberapa hingga 6 bulan (umumnya 2-3 bulan). Respon refleks otot lurik umumnya ada pada saat cedera tetapi tersupresi. Dengan berjalannya waktu, refleks eksitabilitas otot polos semakin meningkat hingga mencapai fase spastik. Otot polos lebih lambat dalam mencapai fase aktivitas hiperrefleks, tidak seperti otot lurik, kehilangan respon spontan setelah cedera. Sering terjadi retensi urine pada bulan-bulan awal cedera. Studi

(17)

urodinamik harus dilakukan secara periodic untuk memonitor kembalinya refleks. Pada tahap pemulihan awal, dapat ditemukan beberapa kontraksi lemah dari buli-buli. Selanjutnya, cedera pada pusat miksi akan menunjukkan aktivitas refleks yang bermakna. Penyimpanan dengan tekanan rendah dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten. Penyimpanan dengan tekanan tinggi harus segera diatasi untuk menghindari gangguan pada traktus urinarius bagian atas. Tes yang penting tetapi jarang dikerjakan adalah instilasi dari air es. Kontraksi detrusor yang kuat sebagai respon terhadap pengisian larutan salin dingin (3.3°C [38°F]) merupakan salah satu indikasi utama kembalinya aktivitas refleks detrusor. Tes ini bermanfaat untuk membedakan lesi motor neuron atas atau bawah pada fase awal pemulihan. Aktivitas buli-buli setelah fase spinal shock tergantung dari letak cedera dan luasnya lesi neural. Pada lesi upper motor neuron suprasegmental, ada bukti yang jelas yaitu spastisitas pada akhir fase spinal shock (spasme spontan pada ekstremitas, kebocoran spontan pada miksi dan defekasi, dan kemungkinan kembalinya beberapa sensasi). Manajemen dapat direncanakan pada fase ini. Sebagian kecil pasien akan memperoleh kemampuannya kembali untuk mengosongkan buli-buli secara refleks dengan menggunakan tehnik trigger yaitu dengan mengetuk atau menggaruk kulit di atas pubis atau genitalia eksterna. Yang lebih sering terjadi, hiperrefleksia detrusor harus disupresi dengan pemberian antikolinergik untuk mencegah inkontinensia. Evakuasi urine dapat dilakukan dengan kateterisasi intermiten. Walaupun lesi inkomplet lebih mungkin diatasi dengan manajemen tersebut, pada 70% dari lesi komplet mendapat manajemen tersebut. Pasien yang tidak dapat diatasi dengan cara tersebut dapat dievaluasi untuk tindakan sfingterotomi, dorsal rhizotomy, diversi, augmentasi, atau prosedur pacemaker. Pada kasus lesi lower motor neuron (segmental atau infrasegmental), sulit untuk membedakan spinal shock dengan hasil akhir dari cedera. Aktivitas spontan detrusor tidak dapat diketahui dari pemeriksaan urodinamik. Apabila buli-buli dapat terisi, akan terjadi inkontinensia overflow. Refleks otot lurik akan tersupresi atau menghilang. Buli-buli dapat dikosongkan sebagian dengan maneuver Crede (contohnya dengan menekan abdomen di atas simfisis pubis secara manual), atau lebih disukai dengan kateterisasi intermiten.

Diagnosis Neuropati Buli-buli

Diagnosis neuropati buli-buli tergantung pada riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan radiologis (voiding cystourethrography, urografi ekskretori, CT scan, MRI bila diperlukan); studi urologis (sistoskopi, ultrasonografi); studi urodinamik (cystometry, urethral

(18)

pressure recordings, uroflowmetry); pemeriksaan neurologis (electromyography, evoked potentials). Pasien harus dievaluasi kembali sesring mungkin untuk mengetahui adanya pemulihan.

1. Neuropati Buli-buli spastik

Neuropati buli-buli spastik disebabkan oleh kerusakan neural parsial atau ekstensif di atas conus medularis (T12). Fungsi buli-buli pada level refleks segmental tanpa regulasi dari pusat otak yang lebih tinggi

Pemeriksaan Klinis A. Gejala

Beratnya gejala tergantung pada lokasi dan ekstensi dari lesi dan onset dari injuri. Gejala yang muncul meliputi miksi tanpa disadari, yang seringkali frekuen, spontan, sedikit dan dipicu oleh spasme pada ekstremitas bawah. Sensasi dari buli-buli yang penuh menurun, sensasi abdomen bagian bawah terhadap garukan pada peritoneum dapat dirasakan samar-samar. Gejala nonurologi utama adalah spastik paralisis dan deficit sensoris obyektif.

B. Tanda

Pemeriksaan neurologis lengkap sangat penting. Level sensoris dari cedera perlu ditentukan, diikuti oleh pemeriksaan anal, refleks bulbocavernosal, refleks lutut, tumit dan ibu jari. Refleks ini bervariasi dalam derajat hiperrefleksia pada skala 1-4. Tonus muskulus levator dan tonus anus harus diukur secara terpisah, juga dengan skala 1-4. Volume buli-buli pada kasus ini pada umumnya kurang dari 300 mL (hingga kurang dari 150 Ml) dan tidak dapat dideteksi dengan perkusi pada buli-buli. Kapasitas buli-buli dapat diukur dengan cepat dengan pemeriksaan ultrasonografi. Berkemih dapat diinisiasi dengan stimuli pada kulit permukaan abdomen, pinggul, atau genitalia, dan sering disertai spasme pada ekstremitas inferior. Pada lesi thoracal tinggi dan cervical, distensi buli-buli dapat memicu berbagai respon meliputi, hipertensi, bradikardi, nyeri kepala, piloereksi dan berkeringat. Fenomena ini disebut disrefleksia ototnom. Hal ini dipicu oleh aktivitas aferen otonom pelvis (overdistensi bowel atau buli-buli, ereksi) dan aktivitas aferen somatic (ejakulasi, spasme ekstremitas bawah, insersi kateter, dilatasi dari sfingter uretra eksterna).

Nyeri kepala yang timbul dapat bersifat berat dan hipertensi dapat bersifat mengancam nyawa. Sehingga harus segera diatasi. Insersi kateter untuk drainage terbuka pada umumnya dengan cepat mengembalikan disrefleksia.

(19)

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pada umumnya pasien mengalami satu kali atau lebih infeksi saluran kemih pada fase penyembuhan spinal shock. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan kateter baik intermiten ataupun kontinyu. Stasis urine, imobilisasi lama, dan infeksi saluran kemih merupakan predisposisi pembentukan batu. Fungsi ginjal dapat normal, dapat pula terganggu, tergantung dari efikasi terapi dan ada tidaknya komplikasi (hidronefrosis, pyelonephritis, kalkulosis). Eritrosit pada urine menunjukkan abnormalitas. Uremia dapat terjadi apabila komplikasi tidak dikenali dan diatasi dengan baik dan pasien tidak diperiksa secara regular. D. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan urogram dan sistogram retrograde secara periodic sangat penting karena sering terjadi komplikasi. Gambaran khas pada neuropati disfungsi adalah trabekulasi buli dengan kapasitas kecil. Leher buli dapat dilatasi. Ginjal dapat menunjukkan gambaran skar pyelonephritis, hidronefrosis, dan batu. Dapat terjadi dilatasi ureter akibat obstruksi atau refluks. Film miksi sering menunjukkan gambaran penyempitan yang jelas akibat sfingter yang spastik dan juga menunjukkan striktur uretra. Sebagian besar gambaran tersebut dapat diketahui dengan ultrasonografi. MRI khususnya sangat berguna untuk gambaran sagittal yang menunjukkan leher buli-buli dan zona uretra posterior.

E. pemeriksaan Instrumentasi

Sistoskopi dan panendoskopi membantu menentukan integritas uretra dan mengidentifikasi lokasi striktur. Buli-buli menunjukkan berbagai derajat trabekulasi, biasanya dengan diverticula. Kapasitas buli-buli, batu, dan kompetensi orifisium uretra berubah sekunder akibat infeksi kronis atau pemakaian kateter, dan integritas leher buli-buli dan sfingter uretra eksterna dapat dievaluasi.

F. Pemeriksaan Urodinamik

Kombinasi antara fungsi buli-buli dan aktivitas sfingter uretra pada saat pengisian akan menunjukkan rendahnya kapasitas buli-buli dan disinergi spastik dari sfingter eksterna. Tingginya tekanan pada saat miksi umumnya tidak terjadi. Refluks ureter atau obstruksi lebih sering terjadi apabila tekanan miksi melebihi 40 cm H2O. Tekanan istirahat yang tinggi ditemukan pada sfingter uretra eksterna pada tekanan uretra dan spastisitas pada pengisian dan pengeluaran. Pada saat pengisian buli-buli umumnya disertai keringat dingin, rasa tidak nyaman

(20)

pada abdomen, spasme ekstremitas inferior bawah. Gerakan kateter pada uretra dapat memicu kontraksi detrusor dan miksi.

2. Disfungsi Neuromuskular Spastik Ringan

Lesi inkomplet pada korteks serebri, traktus piramidalis, atau spinal cord dapat melemahkan tetapi tidak menghilangkan kendali serebral. Pasien dapat mengalami frekuensi dan nokturia atau inkontinensia urine akibat urge atau miksi. Penyebab umum meliputi tumor otak, Parkinson’s disease, multiple sclerosis, demensia, cerebrovascular accident, prolapse diskus, atau injuri spinal parsial. Pada banyak kasus, penyebabnya tidak jelas. Hiperrefleksia sering dikaitkan dengan abnormalitas perifer (prostatitis, BPH, urethritis) atau paska pembedahan pelvis (contohnya kolporafi anterior, reseksi tumor anteroposterior). Gejala-gejala tersebut umumnya diasosiasikan dengan faktor psikologis.

Pemeriksaan Klinis A. Gejala klinis

Gejala utama adalah frekuensi, nokturia, dan urgensi. Gejala lain yang sering muncul adalah hesitansi, intermiten, berkemih dan residu urine. Inkontinensia bervariasi mulai BAK menetes atau miksi komplet dari pre atau post miksi yang tidak disadari atau dihambat setelah dimulai. B. Tanda

Derajat disfungsi miksi tidak sesuai dengan deficit neurologis. Disabilitas fisik ringan dapat disertai gangguan yang berat pada fungsi buli-buli dan sebaliknya. Refleks ekstremitas bawah dan refleks perineal perlu diperiksa untuk mengetahui adanya hiperrefleksia. Deficit motoris dan sensoris juga didapatkan pada lesi lumbar atau sacral.

(21)

Pada tahap awal, bukti perubahan radiologis minimal untuk sebagian besar traktus urinarius bagian atas maupu bawah. Umumnya didapatkan kapasitas buli-buli yang rendah dan trabekulasi ringan.

D. Pemeriksaan instrumental

Umumnya didapatkan iritabilitas detrusor dan sfingter ringan dan kapasitas yang menurun pada sistoskopi dan uretroskopi.

E. Pemeriksaan urodinamik

Pola yang didapatkan mirip dengan kelompok sebelumnya, tetapi lebih ringan. Aktivita sdetrusor yang tidak dapat dihambat, bukti secara urodinamik tidak dapat dikaitkan dengan gejala yang sama pada tingkatan klinis. Biasanya pasien mendapatkan stimuli urgensi dan keinginan untuk berkemih secara urgen. Akan tetapi, sensasi ini belum tentu muncul dan pasien dapat mengeluhkan kebocoran sebagai alasan utama ketidaknyamanan.

Perubahan morfologis pada buli-buli bersifat ringan dan sangat jarang terjadi perubahan pada traktus urinarius atas akibat tekanan buli-buli yang rendah.

3. Atonia buli-buli

Cedera langsung pada inervasi perifer buli-buli atau pada sacral cord segmen S2-4 menyebabkan paralisis flaksid pada buli-buli. Karakteristiknya adalah kapasitas buli-buli besar, tekanan intravesika rendah, kontraksi involunter tidak ada. Karena otot polos aktif secara intrinsic, dapat terjadi trabekulasi pada buli-buli. Penyebab umum kelainan ini adalah trauma, tumor, tabes dorsalis dan anomaly kongenital (spina bifida, meningomielokel).

Pemeriksan Klinis A. Gejala

Pasien mengeluhkan paralisis flaksid dan hilangnya sensasi yang mempengaruhi otot dan dermatom di bawah level cedera. Gejala urinary prinsip adalah retensi urine dengan inkontinensia overflow. Pasien laki-laki kehilangan ereksinya. Walaupun terjadi kelemahan pada otot lurik, inkontinensia bowel ataupun urine bukanlah faktor mayor. Tekanan pengisian di dalam buli tetap dibawah resistensi outlet.

B. Tanda

Perubahan neurologis pada umumnya tipe lower motor neuron. Refleks ekstremitas hipoaktif atau absen. Sensasi menurun atau absen. Sensasi penis (S2) dan region perianal (S2-3) perlu diperiksa sebagai bukti injuri campuran atau parsial. Tonus anal (S2-3) seharusnya

(22)

dibandingkan dengan tonus levator ani (S3-4) untuk membuktikan adanya injuri campuran. Demikian pula, sensasi untuk bagian lateral kaki (S2), telapak kaki (S2-3) , dan ibu jari (S3) harus dibandingkan untuk membuktikan adanya cedera campuran. Pada umumnya, pemeriksaan ekstremitas tidak pararel dengan hasil pemeriksaan pada perineum, dengan pola hilangnya sensasi dan tonus pada kaki tetapi tonus dan sensasi pada perineum parsial. Hal ini terutama pada spina bifida dan meningomielokel.

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan urinalisis berulang dengan interval regular penting dilakukan. Infeksi yang ditunjukkan dengan adanya leukosituria dan bakteria akibat kateterisasi buli-buli. Perubahan pada ginjal jarang terjadi karena buli-buli memiliki tekanan rendah, akan tetapi dapat terjadi gagal ginjal kronis sekunder akibat pielonefritis, hidronefrosis, atau pembentukan batu.

D. Pemeriksaan radiologis

Foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya fraktur pada vertebrae lumbar atau spina bifida ekstensif. Bayangan kalsifikasi yang sesuai dengan gambaran baru saluran kemih dapat dilihat. Urogram ekskretori harus dilakukan untuk mengevaluasi adanya batu, hidronefrosis, skar pielonefritis, atau obstruksi ureter sekunder akibat overdistensi buli-buli. Sistogram dapat mendeteksi adanya perubahan morfologi pada detrusor (umumnya besar dan berdinding halus); dapat terjadi refluks vesicoureteral. Pemeriksaan integritas dari traktus urinarius atas dan bawah dapat dilakukan dengan ultrasonografi.

E. Pemeriksaan intrumental

Pemeriksaan visual dilakukan untuk mengetahui perubahan patologis (batu buli-buli, striktur uretra, refluks ureter atau obstruksi). Sistoskopi dan uretroskopi dilakukan beberapa bulan atau minggu paska cedera untuk mengkonfirmasi laksitas dan arefleksia dari sfingter dan dasar panggul; leher buli-buli berbentuk corong dan terbuka, dan buli-buli besar dengan dinding halis. Integritas dari orificium ureter cenderung normal. Atau dengan sedikit trabekulasi.

F. pemeriksaan urodinamik

Tekanan uretra menunjukkan tonus sfingter otot polos dan lurik yang rendah. Tekanan pengisian buli-buli rendah; kontraksi detrusor lemah atau absen; miksi dapat dicapai dengan mengejan atau dengan Credé maneuver dan disertai residu urine yang cukup banyak. Sensasi pengisian buli umumnya menghilang dan diakibatkan oleh peregangan peritoneum atau distensi abdomen. G. Denervasi hipersensitivitas

(23)

Tes ini dilakukan dengan pemberian bethanechol chloride (Urecholine) 15 mg subkutan. Sistometrogram dilakukan setelah 20 menit dan hasilnya dibandingkan dengan temuan yang didapat sebelum bethanechol diberikan. Apabila hasilnya positif, peningkatan pada tekanan pengisian lebih dari 15 cm H2O, dengan pergeseran kurva pengisian ke kiri; hal yang sama terjadi pada buli-buli pada volume pengisian yang rendah dan peningkatan tekanan ringan. Tidak adanya perubahan pada refleks pengisian menunjukkan adanya kerusakan miogenik detrusor. Metode yang lebih fisiologis untuk melakukan tes adalah dengan mengisi buli-buli setengah kapasitasnya, berikan urechroline dan dilakukan monitoring pada perubahan tekanan penyimpanan. Tes air es juga untuk memeriksa hipersensitivitas detrusor. Bethanechol tidak memfasilitasi kontraksi detrusor. Bethanechol tidak memfasilitasi kontraksi detrusor; melainkan hanya meningkatkan tonus otot dinding detrusor yang kemudian akan memicu refleks miksi. Tes ini bukan untuk mengevaluasi integritas dari refleks miksi tetapi untuk menunjukkan hipersensitivitas denervasi pada buli-buli yang flaksid dan membedakan kondisi ini dari kerusakan miogenik. Tes ini tidak dapat dikerjakan pada pasien dengan penurunan kapasitas buli-buli, penurunan komplians (peningkatan tajam pada tekanan pengisian detrusor) atau kontraksi detrusor yang sangat kuat.

Pemeriksaan neurologik

Diperiksa status mental (kognitif) pasien, mungkin dijumpai tanda demensia. Pemeriksaan neurologi terhadap saraf (dermatom) yang menginervasi vesikouretra harus dilakukan secara sistematik. Nervus pudendus yang memberikan inervasi somatik pada sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul serta nervus pelvikus yang memberi inervasi parasimpatik pada detrusor berasal dari korda spinalis sacral S2-4. Segmen ini dapat diperiksa dengan cara: ankle jerk reflex (S1 dan S2), fleksi toe dan arch the feet (S2 dan S3), dan tonus sfingter ani atau refleks bulbokavernosus (S2-4). Keadan sfingter ani yang flaksid menunjukkan adanya kelemahan kontraksi dari otot detrusor.

Diagnosis banding neuropati buli-buli

Diagnosis neuropati buli-buli pada umumnya jelas melalui riwayat dan pemeriksaan fisik. Kerusakan neural dibuktikan dengan aktivitas refleks sacral abnormal dan menurunnya sensasi perineal. Pada beberapa kondisi, neuropati buli-buli dapat dianggap sebagai sistitis, sistokel, dan obstruksi infravesika.

(24)

Inflamasi pada buli-buli, nonspesifik dan tuberculous, menyebabkan frekuensi dan urgensi, bahkan hingga inkontinensia. Infeksi sekunder akibat residu urine yang disebabkan oleh gangguan neuropati harus diatasi. Urodinamik dari buli-buli yang inflamasi mirip dengan neuropati buli-buli. Bagaimanapun, dengan inflamasi, gejalanya akan menghilang setelah pemberian terapi antibiotika definitif dan urodinamik akan kembali normal. Apabila gejala menetap dan infeksi kembali berulang, harus dipikirkan kemungkinan abnormalitas neuropati (multipel sclerosis atau disfungsi sfingter detrusor)

Urethritis kronis

Gejala frekuensi, nokturia, dan rasa panas terbakar pada saat berkemih akibat inflamasi kronis uretra yang belum tentu berkaitan dengan infeksi. Pemeriksaan urodinamik akan menunjukkan zona sfingter uretra iritatif dengan kecenderungan menjadi spastik. Penyebabnya tidak diketahui. Iritasi vesika sekunder akibat gangguan psikis

Kecemasan, ketegangan atau gangguan psikologis patologis yang terfiksasi pada perineum dapat menunjukkan riwayat yang panjang dari frekuensi, nyeri perineal atau pelvical. Gambaran klinis dan urodinamik menyerupai urethritis kronis. Seringkali walaupun kecemasan pasien dapat diatasi, akan tetapi gejalanya masih ada. Penyebab yang mendasari adalah tegangan yang berlebihan pada otot pelvis dan sfingter yang tidak efisien. Beberapa gejala membaik dengan terapi stimulasi myofascial dasar panggul trigger oints. (Weiss, 2001).

Sistitis interstisial

Sistitis interstisial sering disalahartikan sebagai inflamasi kronis buli-buli. Umumnya pasien berusia lebih dari 40 tahun dengan gejala frekuensi, nokturia, urgensi, dan nyeri suprapubic. Gejalanya muncul akibat distensi buli-buli. Kapasitas buli-buli terbatas (seringnya kurang dari 100 mL pada pasien yang simtomatis dan disable). Pemeriksaan urinalisis normal dan tidak didapatkan residu urine. Studi urodinamik menunjukkan hipertonik dan komplians buli-buli buruk. Distensi buli-buli dengan sistoskopi menyebabkan perdarahan dari perdarahan ptekia dan fisura pada mukosa. Kondisi ini menunjukkan proses inflamasi detrusor tahap akhir yang penyebabnya tidak diketahui.

Sistokel

Relaksasi dasar panggul paska persalinan dapat menyebabkan frekuensi, nokturia, dan inkontinensia stress. Terdapat residu urine dan merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Dapat terjadi kehilangan urine pada saat mengangkat, berdiri, atau batuk.

(25)

Pemeriksaan pelvis umumnya menunjukkan relaksasi dinding vagina anterior dan menurunnya uretra dan buli-buli pada saat mengedan untuk miksi.

Bladder Outlet Obstruction

Striktut uretra, pembesaran kelenjar prostat jinak ataupun ganas, katup uretra kongenital dapat memberikan gejala obstruksi yang signifikan. Buli-buli mengalami hipertrofi dan trabekulasi dan urine dapat terakumulasi. Aktivitas detrusor tidak dapat dihambat pada tahap ini dan dapat menyebabkan neuropati buli-buli spastik. Apabila terjadi dekompensasi, dinding buli-buli menjadi atoni dan kapasitasnya meningkat. Dapat terjadi inkontinensia overflow. Hal ini menyerupai neuropati buli buli flaksid. Apabila kelainan yang mendasari non neuropati, tonus sfingter ani dan refleks bulbocavernosus intak. Sensasi perifer, kontraksi otot lurik, dan refleks juga normal. Sistoskopi dan uretroskopi menunjukkan lesi lokal yang menyebabkan obstruksi. Apabila penyebab obstruksi telah diatasi, fungsi buli-buli akan membaik meskipun mungkin tidak kembali normal.

Terapi Neuropati Buli-buli

Terapi dari neuropati buli-buli adalah untuk mengembalikan tekanan intravesika buli-buli rendah. Dengan demikian fungsi ginjal dapat dipertahankan, kontinensia dipulihkan, dan infeksi dikendalikan. Refleks untuk evakuasi urine dapat dikembangkan apabila detrusor intak dan dilakukan trigger techniques.

1. Spinal Shock

Paska cedera spinal cord berat, buli-buli menjadi atonia. Dengan cedera spinal suprasegmental, fungsi kontraktil dan kapabilitas buli-buli akan kembali dalam beberapa bulan. Apabila terjadi fase spastik dengan derajat yang berbeda-beda berdasarkan level cedera. Cedera pada sacral cord apabila komplet, dapat menyebabkan buli-buli flaksid permanen. Yang lebih sering terjadi adalah lesi parsia; dengan derajat spastisitas dan kelemahan detrusor dan sfingter campuran. Pada fase spinal shock, beberapa tipe drainage buli-buli harus dikerjakan sesegera mungkin dan dipertahankan. Overdistensi kronis dapat merusak sel-sel otot polos detrusor dan membatasi pulihnya fungsi buli-buli. Kateterisasi intermiten dengan tehnik aseptik telah terbukti merupakan manajemen terbaik. Hal ini dapat mencegah infeksi traktus urinarius dan komplikasi dari kateter insitu (striktur uretra, abses, erosi, batu). Apabila diperlukan kateter Foley, ada beberapa prinsip yang harus diikuti. Kateter sebaiknya tidak lebih dari 16F dan berbahan silicon, serta difiksasi pada abdomen. Fiksasi pada tungkai dapat menyebabkan penekanan pada penoscrotal junction

(26)

dan bulbus uretra, dan hal ini dapat menyebabkan striktur. Kateter harus diganti secara steril setiap 2-3 minggu. Beberapa urologis menyatakan bahwa sistostomi suprapubic lebih baik dibandingkan kateter uretra untuk mengurangi komplikasi yang mungkin timbul akibat pemakaian kateter uretra jangka panjang. Tentu saja, apabila muncul komplikasi akibat pemakaian kateter uretra, harus segera dilakukan sistostomi drainage. Irigasi buli-buli dengan larutan antibiotik, penggunaan antibiotik sistemik, menutup ujung meatus dengan krim antibiotik tidak menurunkan risiko infeksi buli-buli secara bermakna. Lubrikasi meatus membantu mencegah striktur meatal. Refleks eksitabilitas perifer akan kembali secara bertahap, untuk itu perlu dilakukan evaluasi urodinamik. Pemeriksaan sistogram perlu dilakukan untuk mengetahui adanya refluks. Pemeriksaan urodinamik sebaiknya diulang setiap 3 bulan selama spastisitas membaik dan pemeriksaan ada tidaknya komplikasi pada traktus urinarius atas setiap setahun. Untuk mengontrol infeksi, konsumsi cairan 2-3 L per hari atau 100-200 mL tiap jam apabila memungkinkan. Hal ini akan mengurangi stasis urine dan menurunkan konsentrasi calcium pada urine. Drainage ginjal dan ureter dapat ditingkatkan dengan menggerakkan pasien secara frekuen, dengan bantuan kursi roda sesegera mungkin, atau dengan meninggikan bagian atas bed pasien. Hal ini memperbaiki transportasi urine ureteral, mengurangi stasis, dan menurunkan risiko infeksi. Untuk menurunkan risiko terbentuknya batu dapat dilakukan reduksi intake calcium dan oksalat dan menghindari kandungan vitamin D.

(27)

BAB III LAPORAN KASUS

Pasien perempuan, 37 tahun mengeluh nyeri pada tulang ekor dan tidak dapat BAK setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mekanisme injuri, pasien mengendarai sepeda motor kemudian ditabrak motor lain dari arah belakang, pasien jatuh dalam posisi terduduk. Kelemahan anggota gerak bawah dan kesemutan disangkal. Pasien merupakan rujukan dari RS Siloam dengan diagnosis fraktur os coccygeus dan suspek cauda equine syndrome. Pada pemeriksaan klinis dan penunjang didapatkan kondisi pasien seperti Gambar 1 dan 2.

Gambar 3.1 Foto klinis pasien

Regio Pelvis

Inspeksi : swelling + bruise + at sacral area. DK +

(28)

Movement: rom hip flexi + 120 BCR +, TSA +.

(29)

Gambar 3.3 Rontgen Pelvis

Pasien didiagnosis dengan fraktur os coccygeus dengan retensi urine et causa neurogenic bladder. Pasien mendapat terapi analgetik, neuroprotektor dan bladder training. Pada perawatan hari keempat pasien dapat BAK spontan dan dipulangkan pada hari kelima.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika : Jakarta Punomo, B. 2003. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Sagung Seto: Jakarta

Gambar

Gambar 3.1 Foto klinis pasien  Regio Pelvis
Gambar 3.2 Rontgen Lumbosacral
Gambar 3.3 Rontgen Pelvis

Referensi

Dokumen terkait

Karena pembawa muatan mayoritasnya adalah elektron bebas, sedang elektron bebas bermuatan negatif, maka semikonduktor yang terbentuk diberi nama semi konduktor tipe

Pada partisipan yang kedua family conflict yang terjadi setelah perceraian adalah konfik pasangan (marital conflict) yang berujung pada psychological wellbeing yang

Berhasil tidaknya seseorang dalam melakukan kegiatan membaca pemahaman dapat dilakukan dari berbagai hal, yaitu berdasarkan kemampuan mengungkap kembali apa yang

Cahaya dengan panjang gelombang 490nm yang jatuh pada dua buah celah menghasilkan pola interferensi di mana pita terang keempat berada 35 mm dari terang pusat pada

Keselamatan pasien merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang dilakukan melalui assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaaan hal yang berhubungan dengan risiko

Problem Reduction (Reduksi Masalah), transformasi untuk sebuah contoh dari masalah Problem Reduction (Reduksi Masalah), transformasi untuk sebuah contoh dari

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai atau atribut Professional Behavior yang masih perlu diperbaiki pada mahasiswa FKIK UMY tahap sarjana adalah kejujuran terutama