K
K
A
A
R
R
U
U
N
N
I
I
A
A
M
M
U
U
S
S
I
I
K
K
Para Komponis Besar
dan Pengaruh Mereka
Jane Stuart Smith
Betty Carlson
Penerbit Momentum
2003
Karunia Musik: Para Komponis Besar dan Pengaruh Mereka
(The Gift of Music: Great Composers and Their Influence) Oleh:Jane Stuart Smith & Betty Carlson
Penerjemah: Ellen Hanafi Editor: Selena Wijaya Tata Letak: DJeffry
Desain Sampul: Ricky Setiawan Editor Umum: Solomon Yo
The Gift of Music
Copyright © 1978 by J. S. Smith & B. Carlson Published by Crossway Books
A division of Good News Publishers Wheaton, Illinois 60187, U.S.A. This edition published by arrangement with Good News Publishers
All rights reserved.
Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada
Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Copyright © 2001
Telp.:+62-31-5472422; Faks.:+62-31-5459275 e-mail: [email protected]
Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Smith, Jane Stuart dan Betty Carlson.
Karunia musik: para komponis besar dan pengaruh mereka/Jane Stuart Smith & Betty Carlson – terj. Ellen Hanafi – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2003. xvi+ 465 hlm.; 15,5 cm.
ISBN 979-8131-35-5
1. Komponis-komponis – Biografi. 2. Musik – Aspek-aspek Religius.
2003 780’.92’2—dc20
Cetakan pertama: Juli 2003
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keper-luan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
DAFTAR ISI
PRAKATAPENERBIT IX
PRAKATA XI
PRELUDE EDISI KETIGA XIII
INTRODUKSI: Mazmur dalam Sejarah Musik Barat 1
1 SCHÜTZ 1585-1672 9 2 VIVALDI 1678-1741 17 3 BACH 1685-1750 25 4 HANDEL 1685-1759 39 5 HAYDN 1732-1809 53 6 MOZART 1756-1791 61 7 BEETHOVEN 1770-1827 73 8 ROSSINI 1792-1868 87 9 SCHUBERT 1797-1828 97
10 KELUARGA STRAUSS Abad ke-19 109
11 BERLIOZ 1803-1869 117 12 MENDELSSOHN 1809-1847 127 13 CHOPIN 1810-1849 135 14 ROBERT SCHUMANN 1810-1856 145 CLARA SCHUMANN 1819-1896 15 LISZT 1811-1886 155 16 WAGNER 1813-1883 163 17 VERDI 1813-1901 175 18 BRUCKNER 1824-1896 187 19 BRAHMS 1833-1897 197 20 SAINT-SAËNS 1835-1921 207 21 TCHAIKOVSKY 1840-1893 215
K A R U N I A M U S I K viii 22 DVORAK 1841-1904 225 23 FAURÉ 1845-1924 235 24 PUCCINI 1858-1924 243 25 MAHLER 1860-1911 253 26 DEBUSSY 1862-1918 265 27 DELIUS 1862-1934 275 28 RICHARD STRAUSS 1864-1949 287 29 SIBELIUS 1865-1957 295 30 JOPLIN 1868-1917 305 31 VAUGHAN WILLIAMS 1872-1958 315 BRITTEN 913-1976 323 32 RACHMANINOFF 1873-1943 327 33 SCHOENBERG 1874-1951 339 34 IVES 1874-1954 353 35 RAVEL 1875-1937 365 36 FALLA 1876-1946 375 ALBÉNIZ 1860-1909 381 GRANADOS 1867-1916 383 37 BARTÓK 1881-1945 385 38 STRAVINSKY 1882-1971 393 39 PROKOFIEV 1891-1953 403 40 GERSHWIN 1898-1937 413 41 POULENC 1899-1963 421 42 SHOSTAKOVIC 1906-1975 431
43 PENGARUH SHAKESPEARE TERHADAP
PARA KOMPONIS BESAR 439
44 LAGU-LAGU NATAL 447
POSTLUDE 453
TENTANG PENULIS 457
MUSIK DALAM PERJALANAN SEJARAH DAN SENI (bagan) 459
BIBLIOGRAFI 461 GLOSARIUM 463
PRAKATA
PRAKATA
da hal-hal dalam kekristenan yang membuat kita bersedih hati. Salah satunya adalah bagi banyak orang Kristen musik klasik itu sama sekali tidak dikenal. Hal ini menyebabkan orang Kristen dan anak-anak mereka kehilangan salah satu segi kehidupan yang paling melimpah dengan sukacita. Lagi pula, pengabaian musik klasik memisahkan orang Kristen dari banyak orang dengan siapa mereka sebetul-nya ingin berkomunikasi, dan ini menjadi penghalang dalam berkomunikasi. Tetapi kesedihan utama dari sedikitnya pengetahuan tentang musik klasik terletak pada kehilangan yang dialami orang Kristen dalam salah satu bidang keyakinan hidup.
A
Dalam buku ini ada banyak sekali detail yang berkaitan dengan musik klasik yang mungkin sama sekali belum pernah terbayangkan oleh banyak orang Kristen. Dan mereka yang sudah tahu sesuatu tentang musik klasik pasti akan mendapat detail tambahan yang akan membuat mereka semakin menikmati musik klasik. Saya sungguh berharap bahwa buku ini dapat mem-bangkitkan minat pada musik klasik di antara banyak orang Kristen. Sese-orang tidak harus menjadi ahli bila ingin mulai menikmati musik semacam ini. Saya ingat apa yang membuka pintu bagi masuknya musik klasik dalam masa muda saya, yaitu ketika tiba-tiba saya mendengar 1812 Overture. Mes-ki jauh berbeda dengan musik kegemaran saya sekarang, daya dinamis mu-sik itu memikat saya, dan sejak saat itu saya beralih dari satu komponis ke komponis lain dengan minat yang semakin bertambah. Musik telah menjadi sumber kenikmatan yang limpah dalam hidup saya.
Tentu saja selera setiap orang berbeda. Dalam menulis buku, orang-orang yang tertarik pada musik klasik akan memilih komponis-komponis
K A R U N I A M U S I K xii
yang berbeda dan kumpulan karya para komponis yang berbeda pula untuk dibicarakan. Seperti halnya di semua diskusi dalam bidang seni, selalu mun-cul pendapat-pendapat yang berlainan. Hal ini tak dapat dielakkan dalam bidang seni dan barangkali terutama dalam bidang musik. Di sisi lain, saya rasa setiap orang akan mendapatkan wawasan yang membangkitkan sema-ngat dan pemikiran-pemikiran baru.
Betty Carlson datang kepada kami saat kami tinggal di Champéry. Ia menjadi seorang Kristen di Pondok Bijou di sana. Lalu ia membeli Pondok Chesalet di Huémoz, dan sejak saat itu telah menjadi bagian dalam masyara-kat di sana. Ia bekerja di L’Abri.
Jane Stuart Smith adalah seorang penyanyi opera yang sedang belajar di Milan tatkala pertama kali mengunjungi kami setelah L’Abri berdiri di Huémoz. Ia menjadi seorang Kristen di tempat ini dan membuka pintu per-tama bagi kami untuk bekerja di tengah para musisi di Milan. Akhirnya kami mengadakan kelas Pendalaman Alkitab di sana. Lalu ia menjadi pekerja di L’Abri dan kemudian menjadi anggota L’Abri hingga sekarang.
Pondok Chesalet telah menjadi tempat bernaung bagi sangat banyak orang yang tinggal di L’Abri selama bertahun-tahun. Kini orang-orang dari seluruh penjuru dunia memahami sesuatu tentang musik klasik dan sangat menikmatinya oleh karena waktu yang mereka habiskan di Pondok Chesalet. Mereka mendapatkan manfaat dari diskusi-diskusi tentang musik dan dari kumpulan besar musik klasik yang tersedia di sana. Jane Stuart Smith telah memberi kontribusi yang sangat khusus pada L’Abri, dan kami harap buku ini dapat membukakan pintu menuju kekuatan hidup yang baru dalam bidang musik bagi banyak orang Kristen.
1
HEINRICH SCHÜTZ
1585-1672 Ketetapan-ketetapan-Mu adalah nyanyian mazmur bagiku
di rumah yang kudiami sebagai orang asing. Mazmur 119:54
ayangkan dua kelompok paduan suara, enam solois, dua biola, dan satu organ yang berpadu menjadi satu untuk meng-hadirkan kisah pertobatan Paulus. Mula-mula dari satu sisi panggung Anda mendengar para penyanyi solo bersuara bas dengan nada rendah bertanya, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Sege-ra paSege-ra penyanyi solo bersuaSege-ra tenor, alto, dan sopSege-ran bergabung di dalam-nya. Ritme dipercepat dengan disela kadens-kadens [jalur akor dalam urutan tertentu yang memberikan efek berakhirnya sebuah lagu]. Paduan suara menjawab pertanyaan yang disuarakan para penyanyi solo, dengan menaik-kan volume suara sampai mencapai klimaks yang fortissimo [sangat keras], dan akhirnya suara pun semakin menurun hingga tinggal terdengar efek gema yang dibawakan oleh penyanyi sopran.
B
Apakah yang baru Anda dengar tadi adalah suatu panggilan suprana-tural?
Tidak. Itu merupakan salah satu karya yang mengesankan dari Heinrich Schütz, yang namanya tidak begitu dikenal secara luas. Mahasiswa Jerman yang mengambil jurusan hukum namun kemudian beralih menjadi komponis ini belajar musik di Italia di mana suara musik Barok mengobarkan
imaji-K A R U N I A M U S I imaji-K 10
nasinya. Ia pulang ke kampung halaman untuk menerapkan gaya pengung-kapan kata-kata metode Italia dalam teks Jerman. Ia mengembangkan tata-cara melukiskan teks Alkitab dengan gaya bebas dan ia pun muncul sebagai salah satu musisi jenius yang kreatif dalam sejarah musik.
Sering kali kita tidak menyadari betapa besar pengaruh seseorang di masa lalu terhadap apa yang kita nikmati saat ini. Murid-murid Schütz yang banyak membantu menyebarkan pengaruh gurunya itu, bahkan kepada Bach yang menjadi murid salah satu dari mereka. Seandainya Schoenberg atau Cage mendahului Bach dan bukan Schütz, kita mungkin tidak akan pernah mengenal Bach yang kini berada di jajaran para komponis terbesar dunia dan sang maestro kantata gereja.
Kita perlu berhati-hati untuk tidak lupa pada sejarah atau akar budaya kita. Dengan mengolah sesuatu yang lama, seseorang akan memiliki pema-haman yang lebih baik terhadap sesuatu yang baru. Banyak musik yang kita dengar saat ini adalah seperti sampah, tetapi kita tetap tidak dapat meng-hapuskan semua musik modern. Kita perlu penjelasan yang cukup untuk memahami mengapa musik itu menjadi seperti itu. Kita harus ingat bahwa ujian waktu sering kali diperlukan. Musik yang agung akan bertahan hingga kapan pun. Heinrich Schütz adalah salah satu komponis yang musiknya ber-tahan.
Schütz dianggap sebagai komponis Jerman terbesar pada pertengahan abad ke-17 dan merupakan salah seorang tokoh musik terpenting pada awal zaman Barok. Ia menjadi termasyhur sepanjang hidupnya, tetapi juga meng-alami kehidupan yang sunyi yang dipenuhi dengan kesulitan dan penderita-an, yang sebagian disebabkan karena pecahnya perang. Selain mewariskan musiknya kepada kita, Schütz juga mempunyai pesan yang disampaikannya melalui teladan hidupnya.
Semuanya bermula pada tahun 1585. Schütz dilahirkan pada zaman Shakespeare dan Cervantes, masa terjadinya perselisihan religius yang men-capai puncaknya dalam Perang Tiga Puluh Tahun. Seperti komponis terkenal lainnya, antara lain Bach, Haydn, dan Schubert, ia mengawali kariernya de-ngan suaranya yang tinggi dan bagus. Saat itu ia mulai belajar hukum, tetapi seorang bangsawan yang mengetahui kemampuan dan hasrat Schütz yang besar untuk mendapatkan pengetahuan mengirimnya ke Venesia untuk bela-jar musik pada tahun 1609.
H e i n r i c h S c h ü t z 11
Venesia, “Ratu Laut Adriatik,” dengan danaunya, sinar mataharinya yang hangat, dan kilauan warnanya yang indah, merupakan keunikan yang dimiliki dunia. Venesia terdiri atas 118 pulau kecil dan dipisahkan dengan 160 kanal yang menjadi jalan-jalannya. Pulau-pulau kecil itu dihubungkan dengan 400 jembatan. Pada masa Schütz, Venesia merupakan ibukota spiri-tual dalam dunia seni dan musik. Pesona cahaya, air, dan udaranya masih te-rasa menghipnotis hingga sekarang. Pantulan-pantulannya yang misterius dan tenang menggugah perasaan, dan sampan khas Venesia masih tetap ber-layar di kanal-kanalnya.
Setibanya di sana, Heinrich Schütz disambut dengan sangat baik oleh Giovanni Gabrieli (sekitar 1555-1612), komponis Venesia terkenal waktu itu. Schütz yang lembut, rendah hati, dan memiliki kemauan belajar itu diundang untuk tinggal di rumah Gabrieli. Persahabatan yang akrab mulai tumbuh di antara guru dan murid tersebut, dan selama empat tahun Schütz dibina oleh Gabrieli yang agung dalam “gaya musik Italia yang sangat indah.” Gaya itu menjadi dasar utama yang dipakai para komponis Jerman dalam menggubah musik.
Gabrieli disebut “musical Titian” dari Venesia. Musiknya cemerlang dan memiliki kekuatan, dan hanya sedikit komponis yang pernah mencapai kebesaran dan kehebatan seperti itu dalam nada-nada musiknya. Sebenarnya Gabrieli dianggap telah meletakkan dasar bagi orkestra modern. Kadangkala ia menempatkan sebanyak empat (atau lebih) kelompok alat-alat musik dan paduan suara lengkap di balkon Katedral St. Mark, sehingga menghasilkan suara musik Barok yang besar sekali.
Basilika yang agung ini dengan istana Byzantiumnya, kuda-kudanya yang berwarna coklat kemerahan, gambar-gambar mosaiknya yang berwarna keemasan yang cerah, dan interiornya yang luas bermandikan cahaya ke-emasan yang kehijau-hijauan, merupakan pusat budaya musik Venesia yang pengaruhnya mencapai seluruh Eropa. Konsep memberi jeda dan efek gema merupakan unsur kunci dalam musik Barok, dan gaya itu dikembangkan di Katedral St. Mark. “Sonata Piano e Forte” dari Gabrieli merupakan partitur pertama yang menunjukkan perubahan dinamika [tingkatan kuat lemahnya dalam cara permainan karya musik].
Sudah menjadi tradisi, orang-orang Eropa yang berpikiran kreatif me-ngejar pendidikan akhir di Italia. Robert Browning mengatakan bahwa Italia
K A R U N I A M U S I K 12
adalah “universitasnya,” dan memang Italia dari dulu hingga sekarang men-jadi universitas bagi banyak seniman. Sebagian mahasiswa yang singgah di L’Abri Fellowship di Swis berasal dari Florence atau Venesia atau sedang akan ke sana. Dengan cara yang sama seperti pelukis besar Dürer yang mem-bawa gaya Renaisans dari Venesia ke Eropa bagian utara, demikian pula musik Schütz menunjukkan pengaruh lembut dari Italia.
Schütz menuntut ilmu di Italia selama empat tahun, dan saat Gabrieli meninggal dunia pada tahun 1612, Schütz kembali ke Jerman. Gabrieli me-ninggalkan cincin cap miliknya kepada murid kesayangannya sebagai tanda persahabatan yang abadi, dan Schütz meneruskan pengajaran hebat yang ia terima dari Gabrieli kepada banyak muridnya. Dalam surat yang dimasukkan di biografi Schütz yang ditulis oleh Moser, Schütz menekankan pengaruh mentornya: “Gabrieli – manusia yang luar biasa hebat. Setelah melewatkan waktu yang singkat bersama guru saya, saya mendapati betapa penting dan sulitnya belajar komposisi itu ... dan saya menyadari betapa dasar saya da-lam bidang itu masih sangat lemah. Sejak saat itu saya meninggalkan semua studi saya sebelumnya dan mengabdikan diri untuk belajar musik saja. Setelah saya menghasilkan karya perdana yang sederhana, Giovanni Gabrieli mendorong saya dengan kehangatan yang besar untuk terus belajar musik.”
Bergurunya Schütz pada Gabrieli adalah penting bagi keseluruhan seja-rah musik Jerman, karena Schütz merupakan pembawa gaya Venesia yang utama kepada para komponis Jerman.
Selanjutnya Schütz kembali melakukan perjalanan ke Venesia untuk bertemu Monteverdi, pemimpin paduan suara di Katedral St. Mark selama tiga puluh tahun dan komponis paling universal pada awal zaman Barok. Konflik yang tiba-tiba dan mendebarkan merupakan esensi dari gaya Monteverdi. Ia menggunakan disonan untuk pernyataan dramatis dan ia per-caya bahwa ritme terjalin dengan emosi. Ia juga sangat berpengaruh terhadap Schütz.
Sementara studi Schütz di Italia sangat berpengaruh dalam hidupnya, akar kehidupan spiritualnya tetap di Jerman. Ia seorang komponis Lutheran yang saleh, dan dikenang bukan hanya karena budaya universalnya dan karu-nia musiknya yang cemerlang, melainkan juga karena imannya yang alkita-biah dan tulus. Meski ia menulis opera Jerman yang pertama Dafne, yang
H e i n r i c h S c h ü t z 13
kini hilang entah di mana, sumbangsihnya yang besar diilhamkan secara reli-gius dan memiliki pengaruh lebih dari yang lain.
Karya besar Schütz yang pertama dalam “gaya Italia yang sangat indah” adalah Psalms of David yang dibuat pada tahun 1619. Ia sering disebut sebagai bapak musik Jerman, dan sungguh menyejukkan dan melegakan ke-tika mengetahui bahwa ia mendasarkan musiknya hampir semata-mata pada teks Alkitab. Tak ada “ilmu gaib” tertentu dalam penggunaan Kitab Suci untuk suatu karya musik, tetapi bila sang komponis mempercayai kata-kata Alkitab itu, ada suatu pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi orang-orang yang mendengarkan musiknya. Dalam musik gubahannya, Schütz bertujuan menorehkan makna kata-kata Kitab Suci itu ke dalam hati para pendengar-nya. “Mazmur 121” merupakan contoh perpaduan indah antara kata-kata dan musik. Boleh dikata, Schütz menyingkapkan musik yang tersembunyi dalam mazmur-mazmur. Ia seorang komponis terbesar untuk musik gubahan dari mazmur di sepanjang sejarah musik. Sebuah harta yang istimewa adalah Becker Psalter tahun 1628 yang memuat gubahan Schütz dari mazmur yang terdiri dari empat bagian sederhana yang harmonis. Gubahan ini memper-lihatkan kesederhanaan yang sungguh yang membuat musik rohani tampak lebih baik.
Magnificat [nyanyian pujian Maria] merupakan perikop dalam Alkitab yang paling disukai Schütz, dan ia menggubah beberapa karya untuk meng-iringinya, termasuk The German Magnificat, karya terakhir yang ditulisnya.
Ia salah seorang yang pertama dan terbesar di antara para komponis Jerman lainnya dalam menggubah oratorio. Sebuah oratorio dibedakan de-ngan opera karena pokok bahasannya yang sakral dan faktanya yang me-nunjukkan bahwa oratorio ini jarang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di panggung. Peran pelaku diceritakan, bukan dipertunjukkan. Karya oratorio Schütz yang paling terkenal adalah The Seven Last Words, yang merupakan gabungan dari keempat Injil yang ada. Schütz menggunakan kata-kata Alki-tab, dan oratorionya menyajikan esensi pemikiran Protestan. Dalam melukis-kan kepedihan ia memakai disonan yang tajam. Ia menggunamelukis-kan nada istira-hat untuk memfokuskan pendengarnya pada bacaan tertentu dalam Alkitab. Lagi-lagi karena ia ingin menyampaikan berita Alkitab, ia lebih tertarik pada kejelasan kata-katanya daripada membuat counterpoint. Ia seorang maestro dalam deklamasi. “Dalam seluruh literatur musik, adakah seruan yang lebih
K A R U N I A M U S I K 14
dramatis daripada cara Schütz memperlakukan kata-kata ‘Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ tanya Moser. Kualitas musik yang serius ini merangkum kesucian yang dirasakan secara tenang tetapi menda-lam, suatu ibadah pribadi di hadapan pribadi Kristus. Seorang kritikus me-nyebut Heinrich Schütz sebagai musisi paling rohani yang dikenal dunia. Terdapat daya hidup yang abadi dan kekuatan alkitabiah dalam komposisi-komposisinya.
Seperti halnya Monteverdi, Haydn, dan Verdi, Schütz menulis musik yang agung pada usia tuanya. Ia mulai kehilangan daya pendengaran dan penglihatannya, namun dalam kondisi demikian ia menciptakan beberapa musik terbaiknya dalam zaman ini. Pada tahun 1664 ia menulis Christmas
Oratorio, sebuah sejarah alkitabiah singkat dengan tujuan mulia yaitu untuk
memperkuat pengaruh Kitab Suci pada musik. Ia mencapai tujuannya. Semua kata-kata yang sangat cocok dengan musiknya adalah alkitabiah ke-cuali bagian awal dan bagian akhir. Schütz mengakhiri oratorionya itu demi-kian: “Kami bersyukur kepada Allah, Kristus Tuhan kami, yang dengan kelahiran-Nya telah menerangi kami dan dengan darah-Nya telah menebus kami dari kuasa Iblis. Marilah kita semua bersama para malaikat-Nya me-naikkan pujian bagi-Nya dengan suara nyaring, dan bernyanyi, ‘Terpujilah Allah di tempat yang mahatinggi.’”
Schütz menulis karya-karya Passion [Sengsara Kristus] yang terbesar di abad ke-17. Karya-karyanya ini seperti musiknya yang lain, yakni jelas dan murni, dengan penekanan pada isinya. Karya-karyanya yang sangat menga-gumkan ini juga membuat Schütz dinyatakan sebagai komponis alkitabiah terbesar sepanjang masa.
Pengaruh Schütz telah dirasakan bahkan sampai abad ini dalam musik gereja yang indah yang digubah oleh komponis Jerman Hugo Distler. Setiap ahli seni yang besar merupakan produk zamannya, tetapi karena muatan alkitabiah yang dalam di musiknya, Schütz menjadi musisi bagi sepanjang zaman.
Schütz adalah seorang kapellmeister (kepala musik kapel) di Dresden dari tahun 1617 hingga akhir hayatnya, kecuali pada masa-masa sulit dari Perang Tiga Puluh Tahun manakala ia menjadi pemimpin orkestra istana di Kopenhagen.
H e i n r i c h S c h ü t z 15
Saat menikah pada tahun 1619, Schütz memadukan undangan pernikah-annya dengan publikasi karyanya Psalms of David. Pengumuman di Katedral Naumburg pada tanggal 27 Mei berbunyi: “Heinrich Schütz,
kapellmeister Saxon Terpilih di Dresden, mengirimkan kepada tuan-tuan
yang terhormat sebuah salinan karyanya yang dipublikasikan yaitu Psalms of
David dan mengundang tuan-tuan dalam acara pernikahannya pada tanggal 1
Juni. Tuan-tuan yang terhormat tentunya setuju bahwa lima gulden emas Rhein, yang diambil dari lemari besi yang besar, dikirimkan kepadanya sebagai honorarium.”
Schütz, dengan hati dan jiwanya yang lembut, sangat terpengaruh de-ngan kematian istrinya yang cepat pada tahun 1625. Ia mengambil keputusan di hadapan Tuhan bahwa ia akan mengabdikan sisa hidupnya untuk meng-gubah musik gereja. Ia tidak pernah menikah lagi.
Schütz bersama orang-orang Jerman lainnya sangat menderita selama perang panjang yang berlangsung. Di tengah masa yang tragis itu, mereka menemukan kekuatan dan penghiburan dalam musik Kristen. Setelah kehan-curan karena perang, Schütz membantu dengan nasihat, uang, dan musik untuk memulihkan sejumlah gubahan musik yang telah merosot mutunya.
Ia meninggal dunia pada tahun 1672 dan dimakamkan di Fraunkirche, sebuah gereja kuno, di samping istrinya. Pada jalan masuk terdapat sebuah lempengan terbuat dari kuningan yang bertuliskan, “Pemazmur Kristen – Sukacita bagi orang asing dan terang bagi orang Jerman.”
Schütz sangat dicintai bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena cara hidup Kristennya. Di tengah banyaknya ujian kehidupan, ia tak pernah mengizinkan imannya goyah. Kecerdasannya yang luar biasa, integritas pri-badinya, dan karakternya yang setia membuatnya memperoleh kasih sayang dan penghargaan yang universal.
Dari Schütz kita belajar bahwa pilihan-pilihan itu penting. Ia memilih kekristenan dan mengabdikan hidupnya untuk memuji Allah, dan musiknya tidak mengalami kerugian karena keputusan itu. Allah memperbesar talenta musisi yang berbakat ini. Schütz juga mengajarkan kepada kita untuk belajar dari “universitas” kita, tetapi dengan mempertahankan dasar alkitabiah yang benar untuk semua yang kita pelajari, dengan berpaling pada Kitab Suci bila kita berada dalam kesulitan, dan dengan tidak pernah menyerah bahkan da-lam usia tua sekalipun.
K A R U N I A M U S I K 16
BACAAN YANG DIREKOMENDASIKAN
Moser, Hans. 1959. Heinrich Schütz: His Life and Work. St. Louis: Corcordia Publishing House.
KOMPOSISI YANG DIREKOMENDASIKAN UNTUK DIDENGARKAN Schütz: Christmas Oratorio
Deutsches’ Magnificat
Psalms of David
Seven Last Words from the Cross
Giovanni Gabrieli: Music for Organ and Bass Monteverdi: Vespers