• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di wilayah DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai Januari 2010 sampai dengan Desember 2011. Pemilihan wilayah DKI Jakarta karena merupakan ibukota negara yang merupakan perkotaan dengan tingkat kompleksitas tertinggi di Indonesia. Faktor ini menjadi penting mengingat dalam hal lahan terbuka perkotaan, masalah polusi dan pencemaran tanah dan air sama pentingnya dengan ketersediaan lahan kegiatan pertanian. Selain itu wilayah DKI Jakarta yang sebagian besar terdiri atas bangunan fisik, faktor estetika dan kenyamanan lingkungan menjadi determinan dalam keberhasilan pembangunan wilayah perkotaan. Dengan memilih lokasi DKI Jakarta, diharapkan konsep model kebijakan yang dihasilkan dapat diterapkan di wilayah perkotaan lain di Indonesia, meskipun tentunya masih memerlukan penyesuaian dari aspek ekologi dan sosial, ekonomi, kelembagaan dan teknologi spesifik lokasi. Peta tematik letak lokasi penelitian tertera pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta tematik lokasi penelitian (wilayah DKI Jakarta).

Peta Tematik Wilayah DKI Jakarta

Jakarta Utara Jakarta Barat

Jakarta Pusat

Timur Jakarta Selatan

PetaTematikWilayah DKI Jakarta

Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Pusat

Jakarta Timur Jakarta Selatan Lokasi pewakil/ sampel: 1.Kec. Cipayung (Jaktim) 2.Kec. Cilincing (Jakut) 3.Kec. Jagakarsa (Jaksel) 4.Kec. Menteng (Jakpus) 5.Kec. Kembangan (Jakbar) Di Provinsi DKI Jakarta = Lokasipewakil

(2)

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode survei secara cepat dan partisipatif dengan pendekatan PRA (participatory rural appraisal) (Badan Litbang 2002). Cakupan penelitian bersifat makro yang dianalisis adalah sistem pertanian perkotaan pada tingkat provinsi di dalam 5 wilayah kota yang dapat merepresentasikan kondisi pertanian DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem. Metode dengan pendekatan sistem terdiri atas tahapan proses, meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem (Fauzi dan Anna 2005). Sistem penunjang keputusan/SPK (Decision Support System/DSS) sebagai suatu sistem interaktif berbasis komputer dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur.

Cakupan kegiatan penelitian; Penelitian bersifat makro (tingkat agregasi provinsi atau regional). Secara garis besar penelitian mencakup 5 kegiatan utama yaitu: (1) data primer dan sekunder untuk menyusun model tersebut, (2) akuisisi data dan informasi kondisi saat ini wilayah terkait dengan pengembangan pertanian perkotaan, (3) penilaian indeks dan status keberlanjutan sistem pertanian perkotaan dan (4) menganalisis produk-produk kebijakan yang terkait dengan pengembangan pertanian dan implementasinya; (5) penyusunan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Hubungan antara tujuan, peubah yang digunakan, metode analisis data dan keluaran yang diharapkan dalam penelitian terlihat pada Tabel 2.

Cakupan Lokasi: Cakupan lokasi penelitian adalah wilayah DKI Jakarta. Pemilihan lokasi pengambilan sampel didasarkan pada keragaman karakteristik dan sebaran lahan/ruang dan potensi dominan pengembangan pertanian yang dapat merepresentasikan kondisi wilayah kota secara umum yang diwakili pada 5 wilayah kecamatan/kelurahan terpilih yakni Jakarta Selatan mengambil kecamatan Jagakarsa, Jakarta Timur mengambil kecamatan Cipayung, Jakarta Pusat mengambil kecamatan Menteng, Jakarta Utara mengambil kecamatan Cilincing dan Jakarta Barat mengambil kecamatan Kembangan. Penentuan lokasi secara purposive dan penentuan responden secara stratified random sampling terhadap responden petani kelompok komoditas tanaman hias, sayuran dan tanaman buah dan pedagang sarana

(3)

produksi serta petugas lapangan yang ditentukan secara acak pada setiap wilayah pengamatan, sehingga jumlah responden 85 orang, karena kondisi lokasi dan responden diasumsikan relatif homogen pada setiap wilayah.

Tabel 2. Tujuan, peubah, teknik analisis data dan keluaran yang diharapkan.

Tujuan Peubah Teknik Analisis Data Keluaran yang diharapkan (1) Menganalisis

kondisi saat ini pertanian perkotaan.

Kondisi lahan dan ruang dan RTH produktif, jenis tanaman atau komoditas, air, saprodi, harga, tenaga kerja, total biaya, keuntungan, teknologi (paket dan komponen) sumber modal, kelembagaan, pemasaran, pendapatan dan pengeluaran RT, luasan, suhu, permasalahan dan peluang pengembangan dll. Analisis deskriptif kualitatif dan Analisis Kesesuaian Lahan/ruang (EKL dan system Matriks) Kondisi saat ini terhadap bentuk dan pola pengembangan pertanian. (2) Menganalisis status keberlanjutan pertanian perkotaan  Aspek ekologi,  Aspek ekonomi,  Aspek sosial,  Aspek kelembagaan,  Aspek teknologi. Analisis ordinasi Rap-Ur-Agri. yang dimodifikasi dengan metode Multidimentio nal Scaling (MDS) Nilai indeks dan status keberlanjutan setiap dimensi dan atribut sensitif. (3) Menganalisis produk-produk kebijakan yang terkait dengan pertanian.

Undang-Undang, Perda, Program yang terkait dengan pertanian perkotaan serta Implementasi dan permasalahannya. Analisis Isi (Content Analysis) Produk-produk kebijakan dan permasalahan implementasi yang terkait pertanian. (4) Merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan.

Faktor kunci penentu keberlanjutan pertanian

perkotaan hasil MDS, judgemnt

pakar dan FGD dengan

stakeholders. Analisis Prospektif. Model, skenario dan arahan kebijakan pengembangan pertanian perkotaan.

3.3. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer yang dipilah dalam 5 (lima) aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kelembagaan, aspek teknologi dan persepsi pakar/stakeholders. Data primer

(4)

dikumpulkan melalui metode survei dengan teknik in-depth interview menggunakan kuesioner terstruktur. Pengumpulan pendapat pakar dilakukan melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan terhadap 7 responden dan brainstorming atau focus group discussion (FGD) dengan stakeholders. Secara ringkas jenis data, sumber dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data sekunder dan primer

Jenis data Sumber data Teknik Pengumpulan

data

Aspek ekologi: luas lahan dan ruang, pekarangan, jenis tanaman dominan, pengembangan, iklim, potensi banjir, kondisi pengairan, kondisi, luas RTH produktif dll

 Survei lapangan

(klarifikasi data pemetaan komoditas pertanian DKI Jakarta oleh Sampeliling

et.al. (2007) dan (2008) dan responden.

 BPS, Dinas/Instansi terkait, stasiun iklim, publikasi

Desk study, konsultasi (data series)

Pengukuran, wawancara dengan kuesioner (PPL, petani dan petugas instansi terkait) dan pengamatan.

Aspek ekonomi: tata niaga pemasaran, harga/bibit, pemberian insentif, produksi, kontribusi pendapatan, modal usaha tani, kelayakan usaha tani, harga sarana produksi, harga produksi,

keuntungan komoditas lain.

 Survei lapangan dengan responden

 BPS, Dinas/ Instansi terkait, publikasi (laporan, jurnal)

Desk study, konsultasi (data series)

Wawancara dengan kuesioner (petani, pedagang, PPL, dll) dan pengamatan

Aspek sosial: jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah rumah tangga petani, tenaga kerja, pendidikan, penyuluhan, tingkat pengetahuan petani, penguasaan lahan/ ruang, partisipasi kaum ibu.

 Survei lapangan dengan responden .

 BPS, Dinas/ Instansi terkait, publikasi (laporan, jurnal)

Desk study, konsultasi (data series) dan Wawancara dengan kuesioner (petani, pedagang, PPL, dll).

Aspek kelembagaan:

kelembagaan tani, efektifitas penataan ruang, aturan pertanian, organisasi pertani kaum ibu, LSM bidang lingkungan, kelembagaan penyuluhan, aksesbilitas petani, peran instansi pemerintah, dll

 Survei lapangan dengan responden.

 BPS, Dinas/ Instansi terkait, publikasi (laporan, jurnal)

Desk study, konsultasi (data series) dan Wawancara kuesioner (petani, pedagang, PPL, dll).

Aspek teknologi: tingkat penerapan teknologi, paket dan komponen teknologi, sistem usaha tani introduksi ramah lingkungan, jenis teknologi, bibit unggul, teknologi pengolahan limbah organik, teknologi pemanfaatan ruang terbangun.

 Survei lapangan dengan responden.

 BPS, Dinas/ Instansi terkait, publikasi (laporan dan jurnal)

Desk study, konsultasi (data series),

Wawancara kuesioner (petani, pedagang, PPL, dll) dan pengamatan.

(5)

Persepsi Pakar: terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial,

kelembagaan, teknologi, pertanian organik dan sistem insentif dan kompensasi serta strategi yang perlu dilaksanakan dalam

pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan  Pakar dan stakeholders Wawancara dan FGD (focus group discussion) dengan mencatat data.

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan dengan motode analisis dirinci berdasarkan tujuan dan keluaran yang diharapkan. Tahapan dan metode analisis untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

3.4.1. Analisis Data Kondisi Saat Ini

Analisis data kondisi saat ini dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh ditabulasi, kemudian disentesis. Analisis data biofisik dilakukan klarifikasi terhadap data pemetaan komoditas pertanian DKI Jakarta (Sampeliling et al. 2007 dan 2008). Analisis finansial usaha tani dan pendapatan rumah tangga terhadap tanaman hias, tanaman produktif tahunan dan sayuran dengan BC ratio atau BEP (Break Even Point) meliputi pendapatan petani selama satu periode tertentu dengan kategori penilaian pada nilai  1 (usaha menguntungkan), nilai = 1 (usaha impas) serta nilai  1 (usaha rugi). Kelayakan usaha tani dengan BEP (break even point) kategori TIP (titik impas produksi) dan TIH (titik impas harga) yang diperoleh petani (Kadariah 1988).

Untuk mengetahui masalah penerapan teknologi sistem usaha tani oleh petani, maka dilakukan penilaian terhadap paket dan komponen teknologi pada setiap usahatani dengan nilai rata-rata pada kategori 0  35  65  100 % yaitu : (1) untuk nilai 0 – 35% (kurang), perlu kajian rakitan teknologi diperbaharui; (2) untuk nilai 35 – 65% (sedang), perlu kajian komponen teknologi dilengkapi, dan (3) untuk nilai 65 – 100% (baik), perlu pengembangan diseminasi (Sukatendel 1989; Sampeliling et al. 2002 dan Badan Litbang 2003).

Analisis kesesuaian lahan dan komoditas introduksi dengan menggunakan kriteria pada evaluasi lahan komoditas pertanian (Puslitbangtanak 2003), dan dilanjutkan dengan analisis sistem matriks (Sampeliling et al. 2002).

(6)

Gambar 4. Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian 3.4.2. Penilaian Indeks dan Status Keberlanjutan

Analisis indeks dan status keberlanjutan kondisi saat ini pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta, menggunakan teknik ordinasi Rap-Ur-Agri (Rapid

Ya Basis Pengetahuan Kebijakan Pemerintah Pendapat Pakar

 Status Keberlanjutan

 Faktor Sensitif Yang Mempengaruhi Pertanian Perkotaan

 Gol yang ingin dicapai

 Tujuan Penelitian

 Studi Pustaka,

 PRA; Survei Pakar

 Analisis Kebutuhan

Stakeholder

 Formulasi Permasalahan

Faktor Dominan dari

Stakeholder

Analisis Prospektif Faktor Dominan Dari

Pakar dan Basis Pengetahuan

Analisis Keberlanjutan

Faktor Dominan dari Pakar dan Stakeholder

Faktor Kunci Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan

Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan Validasi Model Implementasi Model Kebijakan Tidak Analisis Kebijakan (Content Analysis) (Content Analysis) Validasi Model Ya

(7)

Appraisal for Urban Agriculture), yaitu teknik yang dimodifikasi dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) (Fisheries center 2002). Teknik ordinasi ini menentukan sesuatu pada urutan yang terukur dengan metode Multi Dimensional Scaling (MDS) terhadap pertanian perkotaan. MDS merupakan salah satu metode ”multivariate” yang dapat menangani data metrik (skala ordinal maupun nominal)

dan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah (Fauzi dan Anna 2005). Dimensi tersebut adalah ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi yang masing-masing diwakili oleh atribut-atribut atau peubah keberlanjutan. Penentuan atribut pada setiap dimensi mengacu pada indikator keberlanjutan sistem pengembangan pertanian perkotaan (Dale dan Beyeler 2001). Atribut masing-masing dimensi serta kriteria baik dan buruk dengan skor menurut pendapat pakar dan stakeholder yang terkait dengan sistem yang dikaji. Untuk setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan lapang dan data sekunder. Rentang skor berkisar 0-3, tergantung pada keadaan masing-masing atribut, yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi pengembangan, sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan dalam analisis ini dikelompokkan ke dalam 4 kategori status keberlanjutan berdasarkan nilai indeks analisis Rap-Insus Landmag (Rapid Appraisal Sustainability Land Managemant)

tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kategori indeks keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan berdasarkan nilai indeks analisis Rap-Insus Landmag

Nilai Indeks Kategori Status keberlanjutan 00,00 – 25,00 Buruk Tidak berkelanjutan 25,01 – 50,00 Kurang Kurang berkelanjutan 50,01 – 75,00 Cukup Cukup berkelanjutan 75,01 – 100,00 Baik Sangat berkelanjutan

Pada ruang atribut dua dimensi ini, sumbu x mewakili derajat keberlanjutan dari buruk sampai baik, sedangkan dimensi lainnya yaitu sumbu y mewakili faktor-faktor lainnya. Penilaian ini dapat diilustrasikan terlihat pada Gambar 5.

Buruk Baik

0 % 25% 50% 75% 100 %

     (unsustainable) (sustainable)

Keterangan : 50 % batas minimal tidak berkelanjutan

(8)

Analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dilakukan, dimana nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) terhadap aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek kelembagaan, aspek sosial dan aspek teknologi yang digambarkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan per dimensi. Pendekatan MDS dalam Rap-Ur-Agri memberikan hasil yang stabil yang telah dimodifikasi dibandingkan dengan metode multivariate analysis yang lain, seperti factor analysis. Dalam MDS, dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan. Sebaliknya, obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi atau penentuan jarak di dalam MDS didasarkan pada Eucledian Distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:

1

2 2

1

2 2

1

2 2

...

x

x

y

y

z

z

d

Konfigurasi dari obyek atau titik di dalam MDS kemudian diproksimasi dengan meregresikan jarak Eucledian (dij) dari titik I ke titik j dengan titik asal (σij) sebagaimana persamaan berikut:



   ij ij d

Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah Algoritma ALSCAL, dimana mengoptimalisasikan jarak kuadrat (square distance =

0 20 40 60 80 100 Ekonomi Ekologi Sosial Infrastruktur dan Teknologi Hukum dan Kelembagaan Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan Teknologi

(9)

dijk) terhadap data kuadrat (titik asal = Oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis

dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:

         

 

 

 2 4 2 2 1 1 i j i j k i j i j k i j k m k o o d m s

Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Eucledian yang dibobot atau ditulis:

2 2 ja ia r i ka x x w d

  

Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S di atas dan R2 (Malhotra 2006). Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, Nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Dalam pendekatan Rap-Fish, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 atau S < 0,25 (Fauzi dan Anna 2005). Nilai R2 yang baik adalah yang nilainya mendekati 1.

3.4.3. Analisis produk-produk kebijakan dan implementasi

Analisis produk-produk kebijakan baik undang-undang, perturan, keputusan dan program yang ada kaitan dengan pertanian perkotaan. Metodenya adalah menganalisis substansi atau isi kebijakan, bagaimana implementasi kebijakan dan bagaimana pengendalian kebijakan yang ada dan membandingkan model kebijakan yang dihasilkan dari penelitian tersebut dengan teknik analisis isi

(content analysis).

3.4.4. Penyusunan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian perkotaan Pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di DKI Jakarta dilakukan dengan pendekatan sistem berdasarkan kondisi aktual (Adiyoga et al. 2002). Penyusunan model dengan pendekatan sistem pada dasarnya adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Metodologi sistem menurut Marimin (2004) pada prinsipnya melalui enam tahapan analisis, meliputi: analisis kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, diterminasi dari realisasi fisik, sosial politik dan penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Hartrisari (2007), tahapan pendekatan sistem dimulai dari analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi dan implementasi sistem pengembangan pertanian perkotaan.

(10)

3.4.4.1. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem (Hartrisari 2007). Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders). Stakeholder dan kebutuhan pengembangan pertanian perkotaan terlihat pada Tabel 5. Langkah awal dalam analisis kebutuhan adalah mendata para stakeholder yang terkait dalam penyusunan model yang akan dikaji. Setelah stakeholder teridentifikasi, kemudian dianalisis kebutuhan masing-masing

stakeholder dengan teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) dan wawancara dengan para pakar untuk mendapatkan faktor dominan kebutuhan stakeholders

pertanian perkotaan wilayah DKI Jakarta. 3.4.4.2. Formulasi Masalah

Adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di antara peran stakeholder,

akan menimbulkan conflict of interest dalam sistem. Secara umum kebutuhan yang saling kontradiktif dapat dikenali berdasarkan dua hal, yaitu kelangkaan sumberdaya (lack of resources) dan perbedaan kepentingan (conflict of interest).

Kebutuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem tidak akan menimbulkan permasalahan untuk pencapaian tujuan sistem, karena semua pelaku menginginkan kebutuhan tersebut. Untuk mengidentifikasi kebutuhan stakeholder

diperlukan analisis formulasi masalah model pengembangan pertanian perkotaan.

Stakeholder dan kebutuhan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta terlihat pada Tabel 5.

3.4.4.3. Identifikasi Sistem

Sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu (Hartisari 2007). Tahap identifikasi sistem mencoba memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara ”pernyataan kebutuhan” dengan ”pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menyusun diagram input-output menggambarkan hubungan antara

output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Diagram input-output sering disebut diagram kotak gelap (black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang

(11)

akan dialami input menjadi output yang diinginkan. Diagram input-output model pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di wilayah DKI Jakarta terlihat pada Gambar 7.

Tabel 5. Stakeholder dan kebutuhan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta.

No. Stakeholder Kebutuhan

1. Masyarakat umum

 Penataan/estetika lingkungan hidup masyarakat tempat domisili.

 Menambah hasil masyarakat. 2. Masyarakat

Petani

 Tersedianya sarana produksi yang memadai

 Tersedianya modal usaha tani

 Bencana ekologis minimalkan (penurunan muka tanah, kekeringan dan kebakaran)

 Produktivitas lahan dan ruang tinggi

 Pendapatan meningkat

 Kompensasi kehilangan hak-hak yang memadai

 Kelembagaan petani berjalan baik

 Pemasaran hasil lancar dengan harga terjamin

 Kondisi infrastruktur dan estetika baik

 Kearifan ekologi terjaga 3. Pemerintah

Pusat dan daerah (BAPPEDA, Diskeltan, BPN, BLHD, Diskop, Diskes,

Disnaker)

 Penyusunan rencana tata ruang wilayah

 Kebijakan dan implementasi pertanian perkotaan

 Sarana dan prasarana dan fasilitas umum serta sosial memadai

 Konflik sosial dan politik tidak terjadi

 Pendapatan masyarakat dan PAD meningkat

 Penyerapan tenaga kerja

 Tidak terjadi degradasi lahan/ruang

 Mengurangi pencemaran lingkungan

 Menambah ruang terbuka hijau (RTH)

 Jaminan pemasaran hasil 4. Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerhati lingkungan hidup

 Kontrol terhadap implementasi pembangunan serta umpan balik

 Tidak terjadi konflik sosial

 Kegiatan pertanian sesuai dengan peraturan

 Penyerapan tenaga kerja

 Tidak terjadi degradasi dan pencemaran lahan

 Kompensasi kehilangan hak-hak yang memadai 5. Akademisi dan

penelitian/ pengkajian

 Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

 Penelitian/pengkajian pertanian perkotaan terjamin 6. Lembaga

Keuangan

 Profitabilitas usaha terjamin

(12)

7. Perusahaan Saprodi

 Tersedianya tenaga kerja terampil

 Kondisi sosial, politik dan keamanan kondusif

 Tersedianya pupuk organik

 Keuntungan layak dan berkelanjutan

Gambar 7. Diagram input-output model pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta.

3.4.4.4. Pemodelan Sistem

Pemodelan sistem merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk pernyataan yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah ditentukan dalam bentuk kontekstual. Dalam permodelan, beberapa variabel yang berada di luar sistem dapat mempengaruhi kinerja sistem, sehingga dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan sebagai variabel model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan secara kualitatif.

Tahapan-Model Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan

Input Terkontrol

 Luas lahan dan ruang usaha tani (pekarangan, dan kebun spesifik)

 Pengembangan

komoditas dan teknologi ramah lingkungan (komod. ekon.penting dan tek.pertanian)  Kelembagaan pertanian (kerjasama stakeholders, penyuluhan, kel.tani, keuangan dan insentif dan kompensasi).

Input Tak Terkontrol

 Jumlah penduduk  Kondisi/konversi lahan  Kondisi iklim  Jumlah industri  Jumlah tranportasi  Pertumbuhan penduduk Input Lingkungan  Kebijakan pemerintah  Kondisi ekonomi global Output Yang Diharapkan  Kelestarian lingkungan  Menambah penghasilan  RTH dapat dipertahankan

Output Yang Tidak Diharapkan  Konflik Sosial  Konversi lahan  Pengembangan Teknologi Tidak Ramah Lingkungan Manajemen Pengendalian

(13)

tahapan analisis dalam merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 9.

3.4.4.5. Validasi Model dan Uji Ketetapan MDS

Uji validitas model dilakukan dengan analisis Monte Carlo pada taraf kepercayaan 95% (Kavanagh dan Pitcher 2004). Pengecekan secara dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model, meliputi leverage dan konstanta terhadap data sekunder, mengetahui ketepatan penggunaan metode integrasi dan

time step yang dipilih, serta meminta stakeholder untuk mengevaluasi model yang dibuat. Validasi model merupakan suatu usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno 2003).

Uji statistik yang dipakai untuk mengukur penyimpangan antara output

simulasi dengan data aktual, di antaranya: Mean Absolut Deviation (MAD), Mean Square Error (MSE), Mean Absolut Percentage Error (MAPE), dimana masing-masing uji statistik di atas mengukur keakuratan output simulasi, dengan kriteria ketepatan model adalah : MAPE < 5% (sangat tepat), 5% < MAP < 10% (tepat) dan MAPE > 10% (tidak tepat), Mean Percentage Error (MPE) dapat menentukan apakah metode peramalan mengandung bias (Hauke et al. 2001).

3.4.4.6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan melihat sensitivitas parameter, faktor dan hubungan antar faktor dalam model yang dikaji. Ada dua kategori analisis sensitivitas yang dibedakan dari intervensinya, yaitu intervensi fungsional dan intervensi struktural (Muhammadi et al. 2001).Kriteria yang dipakai untuk menilai performa sensitivitas dalam penelitian ini mengikuti kriteria seperti yang dikemukakan Maani dan Cavana (2000). Parameter dikatakan sensitif bila parameter diubah sebesar 10% dan dampaknya terhadap kinerja sistem dapat mencapai 5-14%, sangat sensitif (very sensitive) bila dampaknya terhadap kinerja model berkisar 15-34% dan sangat-sangat sensitif (highly sensitive) bila dampaknya terhadap kinerja model lebih besar dari 35%. Parameter yang memiliki sensitivitas tinggi merupakan parameter penting dalam menentukan skenario kebijakan pengembangan pertanian perkotaan.

(14)

3.4.5. Merumuskan Faktor Penentu Kebijakan

Perumusan kebijakan dilakukan dengan analisis prospektif (Bourgeois dan Jesus 2004). Analisis prospektif digunakan untuk menentukan faktor-faktor penting dalam dalam pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Analisis prospektif tidak sama dengan peramalan karena analisis prospektif dapat memprediksi alternatif-alternatif yang akan terjadi dimasa yang akan datang baik bersifat positif (diinginkan) ataupun yang negatif (tidak diinginkan). Kegunaan analisis prospektif adalah mempersiapkan tindakan strategis yang perlu dilakukan dan melihat apakah perubahan dibutuhkan dimasa depan (Bourgoise, 2007). Analisis prospektif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan (faktor kunci) yang berpengaruh terhadap model sistem pengembangan pertanian perkotaan, baik faktor kunci yang diperoleh dari hasil analisis keberlanjutan (MDS), analisis kebutuhan

stakeholder (need analysis) maupun faktor kunci dari hasil analisis gabungan antara hasil MDS dan need analysis. Untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif digunakan matriks tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh langsung antar faktor dalam pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Dari/Terhadap Faktor A B C D E F G H A B C D E F G H

Keterangan : A – H = Faktor penting dalam sistem,

Skoring : 0 = Tidak ada pengaruh 1 = Berpengaruh kecil 2 = Berpengaruh sedang 3 = Berpengaruh kuat

Setelah diperoleh faktor-faktor kunci dari Tabel 6, selanjutnya dilakukan analisis matrik pengaruh dan ketergantungan untuk melihat posisi setiap faktor dalam sistem menggunakan software analisis prospektif seperti pada Gambar 8.

(15)

Masing-masing kuadran dalam diagram mempunyai karakteristik faktor yang berbeda (Bourgeois dan Jesus 2004), sebagai berikut:

o Kuadran pertama faktor penentu atau penggerak (driving variables): memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat namun ketergantungannya kurang kuat. Faktor-faktor pada kuadran ini merupakan faktor penentu atau penggerak yang termasuk ke dalam kategori faktor paling kuat dalam sistem pengembangan pertanian perkotaan.

o Kuadran dua faktor penghubung (leverage variables): menunjukkan faktor yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan yang kuat antar faktor, faktor-faktor dalam kuadran ini sebagian dianggap sebagai faktor-faktor atau peubah yang kuat.

o Kuadran tiga faktor terikat (output variables): mewakili faktor output, dimana pengaruhnya kecil tetapi ketergantungannya tinggi.

o Kuadran empat faktor bebas (marginal variables): merupakan faktor marginal yang pengaruhnya kecil dan tingkat ketergantungannya juga rendah, sehingga faktor ini bersifat bebas dalam sistem.

Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam model sistem pengembangan pertanian perkotaan.

Lebih lanjut Bourgeois (2007) bahwa terdapat dua tipe sebaran variabel dalam grafik pengaruh dan ketergantungan yaitu: (1) tipe sebaran yang cenderung mengumpul pada diagonal kuadran empat ke kuadran dua. Tipe ini menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak stabil karena sebagian besar variabel yang dihasilkan termasuk variabel marginal atau leverage variable. Hal ini menyulitkan

(16)

dalam membangun skenario strategis untuk masa mendatang; (2) tipe sebaran yang mengumpul di kuadran satu ke kuadran tiga, sebagai indikasi bahwa sistem yang dibangun stabil karena memperlihatkan hubungan yang kuat, dimana variabel penggerak mengatur variabel output dengan kuat. Selain itu dengan tipe ini maka skenario strategis bisa dibangun lebih mudah dan efisien.

Tahapan berikutnya dari analisis prospektif adalah analisis morfologis dengan tujuan untuk memperoleh domain kemungkinan masa depan agar skenario strategis yang diperoleh relevan. Tahapan ini dilakukan dengan mendefinisikan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang dari semua variabel kunci dari setiap dimensi keberlanjutan pertanian perkotaan. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi variabel-variabel kunci dan keadaan yang mungkin terjadi di masa depan tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Faktor Keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang 1 1A 1B 1C 2 2A 2B 2C 3 3A 3B 3C .... .... .... ....

n nA nB nC

Analisis morfologis diteruskan dengan analisis konsistensi untuk mengurangi dimensi kombinasi variabel-variabel kunci dalam merumuskan skenario di masa yang akan datang melalui identifikasi saling ketidaksesuaian di antara keadaan-keadaan variabel kunci (incompatibility identification). Analisis prospektif adalah membangun skenario atas dasar faktor-faktor kunci di atas setelah dikurangi dengan keadaan yang peluangnya kecil untuk terjadi secara bersamaan

(mutual incompatible state).

Tahapan akhir dari analisis prospektif adalah membangun skenario strategi kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Skenario ini merupakan kombinasi dari beberapa keadaan variabel-variabel kunci yang mungkin terjadi di masa mendatang dikurangi dengan kombinasi keadaan yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Secara umum skenario yang disusun atas 3

(17)

skenario berdasarkan kemungkinan atau perkiraan kemampuan intervensi kinerja sistem atau kemampuan pemangku kebijakan dalam intervensi yaitu skenario I (pesimis) adalah melakukan perbaikan minimal sesuai kemampuan saat ini pada atribut yang buruk dan kurang berkelanjutan, skenario II (moderat) adalah melakukan perbaikan kondisi sedang secara bertahap pada atribut kurang berkelanjutan dan atribut lainnya dan skenario III (optimis) adalah melakukan perbaikan pada semua atribut kondisi maksimal.

3.4.6. Merumuskan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian

Untuk membangun model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis MDS, leverage dan prospektif. Untuk merumuskan model kebijakan pengembangan dilakukan dengan tahapan-tahapan. Tahapan awal adalah mengkaji kondisi eksisting terhadap bentuk-bentuk dan pola, peluang dan permasalahan pengembangan pertanian perkotaan, dan selanjutnya dengan menganalisis indeks status keberlanjutan pertanian perkotaan, menganalisis atribut kunci berpengaruh, menyusun skenario, arahan dan strategi implementasi pengembangan pertanian perkotaan. Penyajian strategi pencapaian model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan bekelanjutan dilakukan dengan menggunakan diagram alir (flow chart) terlihat pada Gambar 9.

3.5. Definisi Istilah-Istilah Penting yang Digunakan dalam Disertasi

Untuk mempertajam dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka dibuatlah definisi istilah-istilah penting yang digunakan dalam disertasi sebagai berikut :

 Wilayah perkotaan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional kota (UU No. 26/2007).

 Sistem insentif dan kompensasi pertanian adalah adanya pembebasan pajak lahan dan penyediaan saprodi usaha tani secara bergulir atau sistem hibah.

 Analisis kesesuaian lahan dan ruang adalah metode penetapan suatu unit lahan-ruang berdasarkan pertimbangan kondisi biofisik, sosial ekonomi, terapan teknologi dan kebijakan wilayah atau lingkungan sesuai dengan peruntukannya (spesifik lokasi).

(18)

Gambar 9. Tahapan penyusunan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan.

 Komoditas usaha tani adalah jenis-jenis flora dan fauna atau komoditas yang diusahakan oleh para petani dan masyarakat yang dapat memberikan nilai ekonomi, baik usaha budidaya maupun penanganan pascapanen berupa hasil tanaman (hutan/hias), ikan, ternak dengan satuan produktivitas (ton/ha) dan produksi (ton) atau satuan disesuaikan dengan jenis komoditasnya.

Sistem Pengembangan Pertanian Perkotaan

Survei Lapangan

Kondisi Saat Ini (peluang dan kendala)

Identifikasi Kebutuhan

Stakeholders

Penentuan Dimensi Keberlanjutan, atribut dan

Skala Permasalahan Pengembangan Pertanian Perkotaan Analisis Kebutuhan Stakeholder (Prospektif) Analisis Keberlanjutan Analisis Biofisik, Sosial, Ekonomi Perta. Perkotaan Status Keberlanjutan, dan Kebutuhan Stakeholders Faktor Dominan Berpengaruh Faktor atau Atribut Sensitif Indeks Keberlanjutan Karaketeristik Sumberdaya Lahan dan ruang dan SDM

Pert. Perkotaan Faktor Pengungkit atau

Penentu Keberlanjutan

Faktor Kunci Penentu Keberlanjutan Reference (Desk study) Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Model Kebijakan Pengembangan

Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan

Arahan dan Strategi Implementasi Pengembangan

Strategi Pengembangan

(19)

 Penggunaan lahan dan ruang adalah pemanfaatan fungsi tanah, ruang dan air untuk usaha tani sesuai dengan potensi sumberdaya pertanian dengan satuan hektar (ha), unit atau disesuaikan dengan daya dukung kondisi di wilayah.

 Usaha tani berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pertanian yang berhasil dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan, mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kelestarian sumberdaya alam agro ekosistem di wilayah (Reijntjes et al. 1992)

 Inovasi teknologi usaha tani adalah suatu pembaruan metode penerapan paket atau komponen teknologi sistem usaha tani dengan mempertimbangkan aspek kelestarian sumberdaya (Utomo 1989)

 Pertanian lahan sempit adalah lahan usaha tani sifatnya terbuka yakni lahan sawah, tegalan, lahan terlantar dan pekarangan di areal lahan sempit (< 0,5 atau 0,25 ha) (Simatupang 1995)

 RTH produktif adalah ruang terbuka hijau pengembangan tanaman produktif yang sifatnya tahunan.

 Sistem kebun atap bangunan adalah usaha tani yang dilakukan di atas atau di ruang konstruksi bangunan atau atap rumah terhadap komoditas pertanian jangka pendek dan menengah.

 Sistem vertikultur adalah usaha tani dengan pemanfaatan ruang vertikal secara lebih efisien lahan terhadap komoditas pertanian jangka pendek (Sampeliling 2007)

 Sistem hidroponik adalah usaha tani untuk memperoleh tanaman tumbuh maksimal dengan seragam melalui penggunaan sirkulasi air dan nutrisi terkontrol terhadap komoditas pertanian jangka pendek.

 Sistem “babilonia” adalah usaha tani dengan pemanfaatan tempat atau media tanam sebagai rambatan atau menjalar atau memanjat pada dinding bangunan atau pagar atau pancangan kayu, bambu dan besi pada komoditas tanaman merambat dan memanjat.

 Sistem tanam langsung adalah usaha tani yang dilakukan di lahan pekarangan, berem jalan, taman dan sawah sesuai komoditasnya.

 Kebijakan adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh seorang aktor atau kelompok aktor yang berkaitan dengan seleksi tujuan dan cara mencapai tujuan

(20)

tersebut dalam situasi tertentu, dimana keputusan tersebut berada dalam cakupan wewenang para pembuatnya.

 Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976 diacu dalam Puslittanak, 2003).

 Pengembangan pertanian perkotaan adalah perluasan areal usaha tani dan optimalisasi daya hasil dengan inovasi teknologi moderen di wilayah perkotaan.

Gambar

Gambar 3. Peta tematik lokasi penelitian (wilayah DKI Jakarta).  PetaTematikWilayah DKI Jakarta
Tabel 2. Tujuan, peubah, teknik  analisis data dan keluaran yang diharapkan.
Tabel 3. Jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data sekunder dan primer
Gambar 4. Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa keenam faktor kunci penentu keberlanjutan dapat dirumuskan sebagai model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dalam

Hasil analisis menunjukkan bahwa keenam faktor kunci penentu keberlanjutan dapat dirumuskan sebagai model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dalam

Menurut O’brien (2008) proses pengembangan sistem informasi umumnya meliputi tiga tahapan proses, (1) Analisis sistem, yaitu studi mendalam mengenai informasi yang dibutuhkan

Untuk persiapan pelaksanaan penelitian dan analisis data, data yang diperlukan dikumpulkan dengan tes dan pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui panjang

Teknik analisis data yang digunakan pada hipotesis kedua sama dengan hipotesis pertama yaitu uji t, hanya saja dalam hipotesis kedua uji t digunakan untuk memperkuat

Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 atribut sebagai faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan yaitu: (1) Luas pekarangan; (2) Pengembangan komoditas dan

Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 atribut sebagai faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan yaitu: (1) Luas pekarangan; (2) Pengembangan komoditas dan

Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 atribut sebagai faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan yaitu: (1) Luas pekarangan; (2) Pengembangan komoditas dan