• Tidak ada hasil yang ditemukan

Policy model of sustainable urban agriculture development. case study the DKI Jakarta Region

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Policy model of sustainable urban agriculture development. case study the DKI Jakarta Region"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta)

SOSTENIS SAMPELILING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi; Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

(4)
(5)

ABSTRACT

SOSTENIS SAMPELILING. 2012. Policy Model of Sustainable Urban Agriculture Development. Case Study: The DKI Jakarta Region. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS as a chairman, SITI NURISYAH and BAMBANG PRAMUDYA N. as members.

(6)
(7)

RINGKASAN

SOSTENIS SAMPELILING. Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta). Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS sebagai Ketua, SITI NURISYAH dan BAMBANG PRAMUDYA N. sebagai anggota.

Indonesia merupakan negara agraris, sehingga pembangunan sektor pertanian memegang peran penting dalam mensejahterakan masyarakat. Upaya revitalisasi pertanian pada dasarnya adalah ingin menempatkan kembali arti pentingnya sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, baik di pedesaan maupun di perkotaan. RUAF (Resource Centre on Urban Agriculture and Food Security) Foundation tahun 1996, FAO (Food and Agriculture Organization) tahun 2003 dan RPPK (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) tahun 2005 memposisikan pentingnya sektor pertanian sebagai (a) salah satu sumber pasokan sistem pangan perkotaan dan alternatif ketahanan pangan untuk rumah tangga, (b) salah satu kegiatan produktif untuk memanfaatkan ruang terbuka perkotaan, (c) salah satu sumber pendapatan serta kesempatan kerja penduduk perkotaan dan (d) meningkatkan manajemen lingkungan di perkotaan. Pertanian perkotaan mempunyai peluang dan prospek untuk pengembangan usaha tani berbasis agribisnis dan berwawasan lingkungan. Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aspek kegiatan budidaya pertanian pangan dan non pangan di wilayah perkotaan yang dicirikan usaha tani lahan sempit, intensif atau moderen, akses informasi pasar dan teknologi terjamin dengan optimalisasi produksi, produktivitas lahan dan ruang, diterima secara sosial dan memberikan nilai tambah penghasilan masyarakat serta mendukung kualitas dan estetika lingkungan secara berkelanjutan.

Konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya fenomena ekonomi dan sosial yaitu; keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta tahun 2010, sumberdaya lahan, ruang dan sumberdaya manusia masih terdapat peluang untuk dimanfaatkan, dikembangkan sebagai lahan usaha tani intensif atau moderen. Permasalahan di perkotaan khususnya DKI Jakarta dari aspek ekonomi, dimana konversi lahan sangat sulit dihindari antara lain karena rendahnya nilai tanah atau lahan dari hasil kegiatan pertanian dibandingkan dengan kegiatan sektor lain. Rasio land rent lahan pertanian adalah 1 : 500 untuk kawasan industri dan 1: 622 untuk kawasan perumahan (Nasoetion dan Winoto 1996). Jenis usaha tani, luas serta sebaran penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang sangat penting diketahui guna pengembangan yang tepat atau sesuai dengan kondisi lingkungan.

Memperhatikan kondisi pertanian perkotaan wilayah DKI Jakarta maka penelitian ini bertujuan untuk: menganalisis kondisi pertanian perkotaan saat ini, menganalisis tingkat keberlanjutan pertanian perkotaan, menganalisis faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan, menganalisis keberadaan kebijakan pertanian dan menyusun skenario kebijakan serta merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan.

(8)

metode survei secara cepat dan partisipatif dengan pendekatan PRA (participatory rural appraisal). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain dokumen statistik Jakarta dalam angka, dokumen perencanaan RTRW DKI Jakarta, laporan instansi terkait. Kondisi pengembangan komoditas pertanian perkotaan diperoleh dari hasil analisis pemetaan pewilayahan komoditas DKI Jakarta. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan, wawancara dan mengisi kuesioner terhadap masyarakat kelompok tani (anggota gapoktan), aparat dilapangan di wilayah kecamatan dan kelurahan meliputi; Kecamatan Menteng di Jakarta Pusat, Jagakarsa di Jakarta Selatan, Cilincing di Jakarta Utara, Cipayung di Jakarta Timur dan Kembangan di Jakarta Barat. Dilakukan FGD (Focus Group Discussion) terhadap pakar dan stakeholders bidang pertanian, tokoh masyarakat, penyuluh lapangan, aparat pemerintah kota sebagai penyusun dan pelaksana kebijakan serta pihak terkait lainnya.

Analisis indeks dan status keberlanjutan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta dilakukan menggunakan teknik ordinasi Rap-Ur-Agri (Rapid Appraisal for Urban Agriculture), yang merupakan modifikasi dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) (Fisheries Center 2002). Analisis keberlanjutan dengan teknik Multi-dimensional Scalling (MDS) yang di validasi dengan Monte Carlo pada taraf kepercayaan 95% (Kavanagh dan Pitcher 2004). Analisis faktor-faktor penting dilakukan dengan analisis faktor pengungkit (leverage factor) dilanjutkan dengan analisis prospektif (Bourgeois dan Jesus 2004) dan skenario kebijakan dan strategi implementasi pengembangan pertanian berkelanjutan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa bentuk dan pola sistem pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta saat ini adalah sebagai berikut; pendayagunaan atau pemanfaatan lahan dan ruang terbatas seperti pekarangan, kebun spesifik dan ruang terbangun, pengembangan komoditas pangan dan non pangan ramah lingkungan pada kelompok yaitu jenis-jenis sayuran, tanaman hias, anggrek, tanaman buah tahunan dan varietas unggul padi di lahan sawah. Pengembangan usaha tani dengan sistem tanam langsung, sistem vertikultur, sistem pot atau polibek, sistem hidroponik dan sistem “babilonia” (tanaman memanjat dan menjalar pada bangunan). Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa nilai indeks dan status keberlanjutan multidimensi pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta pada kondisi saat ini sebesar 48,70% atau tergolong kurang berkelanjutan. Indeks dan status keberlanjutan maing-masing dimensi adalah dimensi ekologi dengan indeks 46,00%, dimensi ekonomi dengan indeks 45,72%, dimensi sosial dengan indeks 48,83%, dimensi kelembagaan dengan indeks 49,78% semuanya tergolong kurang berkelanjutan dan hanya dimensi teknologi tergolong cukup berkelanjutan dengan nilai indeks 53,45%. Kondisi saat ini diperlukan intervensi dalam menaikkan status keberlanjutan pertanian di wilayah DKI Jakarta.

(9)

(moderat) dengan nilai indeks keberlanjutan 63,65% dan skenario III (optimis) dengan nilai indeks keberlanjutan 76,85%. Hasil analisis isi keberadaan aturan yang ada menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan pertanian perkotaan secara khusus belum tersedia, meskipun sudah ada aturan yang berlaku umum seperti undang-undang, peraturan menteri, peraturan daerah, tetapi belum berlaku efektif dan relatif belum mengakomodasi pertanian perkotaan secara keseluruhan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keenam faktor kunci penentu keberlanjutan dapat dirumuskan sebagai model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dalam bentuk fungsi PK = f ( p, k, l, r, s, i ). Pertanian perkotaan (PK) merupakan interaksi dan fungsi antara; luas pekarangan (p), pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan (k), penyuluhan dan kelembagaan pertanian (l), perluasan ruang usaha tani (r), kerjasama antar stakeholders (s), pemberian insentif dan kompensasi pertanian (i). Keenam faktor kunci tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja sistem pengembangan pertanian secara berkelanjutan.

Arahan dan strategi implementasi kebijakan pengembangan pertanian perkotaan terdiri dari 3 yaitu; 1) pengembangan lahan atau ruang usaha tani di pekarangan, ruang terbangun dan kebun spesifik, 2) pengembangan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan teknologi ramah lingkungan, dan 3) sosial dan pengembangan kelembagaan pertanian terhadap kelembagaan penyuluhan dan petani, pemberdayaan masyarakat tani serta meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar stakeholders.

(10)
(11)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(12)
(13)

MODEL KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN PERTANIAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta)

SOSTENIS SAMPELILING

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)
(16)

Judul Disertasi : Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta)

Nama : Sostenis Sampeliling

NRP : P062080141

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc.Agr.

(17)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup (Selasa, 29 Mei 2012): 1. Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc.

(Guru Besar Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB Bogor) 2. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS.

(Guru Besar Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB Bogor)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka (Selasa, 17 Juli 2012): 1. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc.

(Guru Besar Departemen AGH Fakultas Pertanian IPB Bogor) 2. Prof. (R) Dr. Ir. Pantjar Simatupang, MS.

(18)
(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas pertolonganNya, sehingga penulisan disertasi dengan judul ”Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus: Wilayah DKI Jakarta)” di bawah bimbingan dan arahan komisi pembimbing, telah dapat penulis selesaikan dengan baik dan disyahkan.

Permasalahan lingkungan wilayah perkotaan semakin meningkat, terjadinya ketimpangan dalam pembangunan dan hiruk pikuk kehidupan di wilayah kota yang mengakibatkan persaingan dalam pemanfaatan lahan dan ruang pada berbagai kepentingan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis berkerinduan meneliti guna mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut. Khususnya masalah lingkungan dengan inovasi pertanian perkotaan secara berkelanjutan.

Atas tersusunnya disertasi ini, maka penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing; Ibu Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya sampai selelesainya studi. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. selaku Ketua Program Studi PSL, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. selaku mantan Ketua program studi serta penguji luar komisi dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku sekretaris program studi serta penguji luar komisi yang senantiasa memberikan dorongan semangat, motivasi dan masukannya untuk menyelesaikan studi dan disertasi ini. Juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. sebagai penguji luar komisi ujian prelim dan ujian tertutup tak lupa diucapkan terima kasih atas saran dan masukannya.

(20)

Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah memberi rekomendasi dan kesempatan mengikuti pendidikan program doktoral. Juga telah mendukung sebagian biaya penelitian dalam rangka penyusunan disertasi dan penyelesaian studi serta dukungannya atau fasilitator perjalanan studi banding, gradute student excursion program dan seminar ke luar negeri di beberapa kota negara Asean yang dapat menambah wawasan berpikir penulis terhadap pembangunan kota berwawasan lingkungan, khususnya bagaimana menginovasi pertanian secara umum di perkotaan.

Ucapan terima kasih kepada pemerintah provinsi (Pemda) DKI Jakarta melalui Gubernur yang telah mendukung sebagian biaya pendidikan atau kuliah dan penelitian. Ucapan terima kasih kepada Kepala dan staf Dinas Kelautan dan Pertanian, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pengeloaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta dan instansi terkait di wilayah DKI Jakarta. Khususnya kepada penyuluh lapangan dan rekan-rekan staf fungsional BPTP Jakarta yang telah memberikan data dan informasi serta membantu penulis dalam proses penelitian diucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih kepada pihak keluarga, khususnya orang tua, istri, anak, pelayan/hamba Tuhan dan rekan-rekan sepelayanan dalam persekutuan serta kepada Gembala, Majelis, anggota Jemaat Gereja Kerapatan Injil Bangsa Indonesia (KIBAID) Jakarta dan Cibinong atas dukungan doa. Kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana angkatan tahun 2008 yang telah memberi dorongan dan saling memotivasi untuk menyelesaikan studi tak lupa diucapkan terima kasih. Kepada semua pihak yang penulis tidak sebutkan dan telah mendukung atau berkontribusi berupa doa, moril, materi dan waktu dalam penyusunan disertasi sampai selesainya studi penulis diucapkan terima kasih. Yesus Kristus memberkati kita semuanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan. Kiranya disertasi ini bermanfaat bagi pembacanya, pembangunan perkotaan pada umumnya dan mewujudkan pertanian perkotaan berkelanjutan di Indonesia. Amin.

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis (Sostenis Sampeliling) dilahirkan di Makale, Tana Toraja pada Tanggal 30 Oktober 1963, sebagai anak ke 8 dari orang tua ayah Benjamin Sampeliling (Alm) dengan ibu Maria S. Lintin (Alm). Penulis memiliki satu orang istri yang bernama dr. Meiliana Lindawaty Rambakila dan 3 orang anak yang bernama Meidyanto Narsali Sampeliling, Laura Linteni Lai’ Lisabamalora serta Victoria Lintenia Lai’ Lisabamalora.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Negeri Rantelemo (1977) di Makale Tana Toraja, menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada SMP Katolik (1980) di Makale Tana Toraja dan menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMA Katolik (1983) di Makale Tana Toraja. Menyelesaikan pendidikan tinggi (S1) pada Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Perikanan Universitas Hasanuddin (1988) dengan gelar Insinyur (Ir.) di Makassar Sulawesi Selatan. Pernah mengikuti kuliah program S1 bidang Theologi pada STT Jaffray Makassar Sulawesi Selatan (1991-1993). Menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) pada Program Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) Universitas Hasanuddin (2002) dengan gelar Magister Sains (M.Si.) di Makassar Sulawesi Selatan. Penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S3) Program doktoral tahun 2008 pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor Jawa Barat. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S3) Program doktoral profesi bidang counseling (Ph.D(C)) pada STT “IKAT” (Institut Keguruan Alkitab

(22)

Perspective:Case Study DKI Jakarta Area). 4) Program studi banding ke luar negeri Nopember 2011 dengan Isu studi: Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan pada kota; Ho Chi Minh (Vietnam), Kuala Lumpur (Malaysia) dan Singapura serta dalam negeri yaitu kota Batam (Indonesia).

Penulis bekerja di Kementerian Pertanian, mulai bertugas pada akhir tahun 1988 sebagai staf di Badan Pengendali Bimas Departemen Pertanian Republik Indonesia. Awal tahun 1989 ditugaskan ke Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Pertanian (Deptan) Provinsi Sulawesi Tengah dan awal tahun 1990-1991 di tugaskan ke Kabupaten Buol Toli-Toli dan awal tahun 1992-1997 di tugaskan lagi ke Kabupaten Poso sebagai Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) dan merangkap sebagai Pejabat Kepala Seksi Bina Program pada Dinas Pertanian Kabupaten Dati II Poso (1995-1997). Tahun 1998-1999 bertugas kembali di Kanwil Deptan Provinsi Sulawesi Tengah. Awal tahun 2000-2003 bertugas di Kanwil Deptan Provinsi Sulawesi Selatan yang di tugaskan ke Kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel pada bidang Kelji (Kelompok Pengkaji) Sumberdaya dan Lingkungan. Awal tahun 2004 sampai sekarang bertugas pada Kelji Sumberdaya dan Lingkungan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) DKI Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia di Jakarta. Jabatan dan pangkat akhir penulis adalah sebagai Koordinator Kelji Sumberdaya dan Lingkungan BPTP Jakarta (2007-2010), Penyuluh Ahli Madya (2004-sekarang) dengan Pangkat: Pembina TK.I./ IV b (2010-sekarang).

Karya ilmiah akhir yang dipublikasikan yang merupakan hasil penelitian dan bagian dari disertasi ini berjudul: “Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan,” akan dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 10 Nomor 3 Tahun 2012. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Bogor, Juli 2012 Sostenis Sampeliling

(23)

DAFTAR ISI

(24)

DAFTAR ISI (Lanjutan). Halaman 5.2.3. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial ... 90 5.2.4. Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan ... 92 5.2.5. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi ... 94 5.2.6. Indeks Keberlanjutan Multidimensi ... 96 5.2.7. Status Keberlanjutan Multidimensi Pertanian Perkotaan ... 97 5.2.8. Faktor Pengungkit Keberlanjutan Pertanian Perkotaan ... 99 5.2.9. Uji Validitas dan Uji Ketetapan MDS ... 99 5.3. Analisis Produk Kebijakan Terkait Pertanian Perkotaan ... 101 5.3.1. Analisis Isi Produk Kebijakan ... 101 5.3.2. Kondisi Implementasi Kebijakan ... 104 5.4. Rumusan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan

Berkelanjutan ... 106 5.4.1. Faktor Kunci Penentu Keberlanjutan Pertanian Perkotaan ... 107 5.4.2. Skenario Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan ... 110 5.4.3. Arahan dan Strategi Implementasi Kebijakan Pengembangan

Pertanian Perkotaan ... 113 5.4.4. Rumusan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Peneliti, topik, metode, hasil penelitian dan pengkajian terdahulu ... 28 2. Tujuan, peubah, teknik analisis data dan keluaran yang diharapkan ... 35 3. Jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data sekunder dan primer.. 36 4. Kategori indeks keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan

berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-Insus Landmag... 39 5. Stakeholder dan kebutuhan pengembangan pertanian perkotaan... 43 6. Pengaruh langsung antar faktor dalam pengembangan pertanian

perkotaan berkelanjutan ... 46 7. Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di

masa yang akan datang ... 48 8. Jumlah wilayah kecamatan dan kelurahan serta luas wilayah provinsi

DKI Jakarta ... 53 9. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan per wilayah kota provinsi DKI

Jakarta tahun 2010... 54 10. Persentase penduduk menurut wilayah kota dan kab. administrasi

provinsi DKI Jakarta ... 56 11. Komposisi lapangan pekerjaan menurut jenis kelamin di DKI Jakarta .. 56 12. Neraca sumberdaya air permukaan provinsi DKI Jakarta... 60 13. Neraca sumberdaya air tanah provinsi DKI Jakarta ……… 61 14. Jumlah konsumsi air berdasarkan kebutuhan per wilayah kota DKI

Jakarta ... 61 15. Inventarisasi sumberdaya lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan

wilayah DKI Jakarta ... 63 16. Luas wilayah menurut penggunaan lahan utama di DKI Jakarta ... 64 17. Perkembangan luas dan jenis lahan pertanian DKI Jakarta ... 64 18. Tipe penggunaan, jenis tanaman dominan, luas garapan serta status

pemilikan lahan petani di lokasi laboratorium agribisnis Meruya,

Jakarta Barat ... 73 19. Kadar hara dalam media tanam beberapa tanaman hias di wilayah DKI

Jakarta... 73 20. Pengembangan komoditas pertanian per wilayah kota DKI Jakarta... 75 21. Rerata struktur pendapatan bersih per tahun rumah tangga petani

tanaman hias DKI Jakarta ... 76 22. Rerata struktur pendapatan bersih per tahun rumah tangga petani

(26)

DAFTAR TABEL (Lanjutan). Halaman 24. Profesi pekerjaan petani responden di wilayah DKI Jakarta ... 79 25. Kondisi kelas kelompok tani per kecamatan di wilayah DKI Jakarta... 79 26. Data kelompok tani kecamatan lokasi sampel di wilayah DKI Jakarta... 80 27. Jumlah koperasi, P3A, PPL dan Juru pengairan di lokasi penelitian

wilayah DKI Jakarta ... 81 28. Rekapitulasi keragaan penerapan teknologi usaha tani dari

masing-masing komoditas di wilayah DKI Jakarta... 81 29. Rekomendasi teknik konservasi tanah dan air pada masing-masing titik

pengamatan di lokasi laboratorium agribisnis Meruya, Kecamatan

Kembangan, Jakarta Barat ... 82 30. Persentase tingkat penerapan berbagai jenis teknologi pada usaha tani

hortikultura di wilayah DKI Jakarta. ... 83 31. Persentase tingkat penerapan teknologi pertanian organik di wilayah

DKI Jakarta ... 83 32. Bentuk dan pola sistem pengembangan pertanian perkotaan di wilayah

DKI Jakarta ... 84 33. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi model kebijakan

pengembangan pertanian perkotaan ...

98 34. Faktor pengungkit per-dimensi keberlanjutan pertanian perkotaan... 99 35. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rap-Ur-Agri dan analisis

Monte Carlo...

100 36. Nilai Stress dan Nilai Determinasi (R2) hasil Rap-Ur-Agri.... 101 37. Hasil content analysis kebijakan pengembangan pertanian perkotaan ... 102 38. Tata guna lahan dan ruang di wilayah perkotaan ... 103 39. Jumlah (phn) dan jenis tanaman produktif yang dibudidayakan petani di

wilayah DKI Jakarta. ... 105 40. Faktor pengungkit dimensi keberlanjutan dan faktor kunci kebutuhan

stakeholders Pertanianperkotaan DKI Jakarta...... 107 41. Gabungan faktor kunci yang mempunyai pengaruh dominan terhadap

pengembangan pertanian perkotaan DKI Jakarta ... 109 42. Uraian masing-masing skenario pengembangan pertanian perkotaan... 110 43. Skenario faktor kunci, skoring dan kemungkinan perubahan ke depan

dalam pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan ... 112 44. Nilai indeks keberlanjutan per dimensi berdasar skenario I , II dan III .... 112 45. Peraturan perundangan terkait untuk peningkatan pendapatan atau

penghasilan petani. ... 114 46. Arahan dan strategi implementasi kebijakan pengembangan pertanian

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Rumusan masalah pengembangan pertanian di perkotaan ... 9 2. Kerangka pemikiran pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan 14 3. Peta lokasi penelitian (wilayah DKI Jakarta). ... 33 4. Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian ... 38 5. Posisi titik/nilai keberlanjutan pertanian perkotaan DKI Jakarta ... 39 6. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan ... 40 7. Diagram input-output model pengembangan pertanian perkotaan... 44 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam model

yang dikaji ... 47 9. Tahapan penyusunan model kebijakan pengembangan pertanian

perkotaan berkelanjutan ... 49 10. Jumlah penduduk (ribu orang) menurut wilayah (a) dan piramida

pertumbuhan berdasarkan umur (b) di provinsi DKI Jakarta... 55 11. Kecendrungan jumlah dan persentase penduduk miskin selang tahun

2007-2010 di wilayah DKI Jakarta... 56 12. Suhu udara (OC ) maksimum dan minimum dan rata-rata menurut

stasiun pengamatan 2009 ... 59 13. Peluang curah hujan terlampaui setiap tahunnya ... 60 14. Hasil budidaya, tangkapan dan produksi ikan (ton) (a) dan hasil

tangkapan menurut tempat pelelangan (b) di DKI Jakarta ... 66 15. Jumlah pemasukan daging hewan menurut asal dan jenisnya ... 67 16. Indeks pencemar DAS Buaran, Cakung Drain dan Blencong wilayah

Jakarta Utara ... 69 17. Kondisi penggunaan/perkembangan luas (ha) lahan/tanah darat/kering

di wilayah DKI Jakarta... 72 18. Perbandingan kelas kelompok pada setiap wilayah kecamatan di

(28)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Halaman 24. Hasil analisis leverage dimensi sosial ... 92 25. Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan ... 93 26. Hasil analisis leverage atribut pada dimensi kelembagaan ... 94 27. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi ... 95 28. Hasil analisis leverage terhadap atribut pada dimensi teknologi ... 96 29. Indeks keberlanjutan multi dimensi pengembangan pertanian perkotaan

di wilayah DKI Jakarta ... 97 30. Nilai indeks keberlanjutan pertanian perkotaan DKI Jakarta ... 98 31. Faktor kunci keberlanjtan pengembangan pertanian perkotaan ... 108 32. Faktor kunci kebutuhan stakeholders pengembangan pertanian

perkotaan ... 108 33. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem

pengembangan pertanian perkotaan... 109 34. Diagram layang status keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan

pada tiga skenario kebijakan ... 113 35. Model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kondisi suhu udara rata-rata bulanan di wilayah DKI Jakarta... 131 2. Kondisi curah hujan rata-rata bulanan di wilayah DKI Jakarta... 131 3. Total luas wilayah kota dan Kab. Adaministrasi DKI Jakarta………….... 132 4. Luas panen dan rata-rata produksi tanaman pangan per tahun di wilayah

kota DKI jakarta ...

132 5. Luas panen dan produksi tanaman sayuran per tahun di wilayah kota

DKI Jakarta...

133 6. Luas panen dan rata-rata produksi tanaman sayuran per wilayah kota di

DKI jakarta...

133 7. Jenis pohon dan produksi tanaman tahunan buah per wilayah kota di

DKI Jakarta ………

134 8. Luas panen dan produksi tanaman tanaman obat per wilayah kota di DKI

Jakarta. ...

135 9. Luas panen dan produksi tanaman tanaman hias per wilayah kota di

DKI Jakarta...

135 10. Jenis pohon dan produksi tanaman tahunan buah per tahun di wilayah

DKI Jakarta. ...

136 11. Peta tematik letak situ/waduk di wilayah kota DKI Jakarta... 137 12. Nama, luas dan volume situ/waduk/danau di wilayah kota DKI

Jakarta...

138 13. Sub kelas kesesuaian lahan beberapa komoditas tanaman hias di

Kelurahan Meruya Utara dan Meruya Selatan Kecamatan Kembangan Jakarta Barat...

139

14. Kemiringan, erosi aktual, teknik konservasi pada beberapa lahan lokasi laboratorium agribisnis Meruya, kecamatan Kembangan, Jakarta Barat ..

139 15. Hasil analisa laboratorium contoh tanah di beberapa wilayah Jakarta

Barat kecamatan Kembangan Jakarta Barat...

140 16. Hasil analisa pupuk wilayah Kecamatan Kembangan Jakarta Barat... 142 17. Arahan pengembangan lahan dan input teknologi sistem usaha tani di

wilayah kecamatan Cilincing Jakarta Utara...

144 18. Arahan pengembangan lahan dan input teknologi sistem usaha tani di

wilayah kecamatan Kembangan Jakarta Barat... 145 19. Analisis finansial usaha tani tanaman hias di wilayah kecamatan

(30)

DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan). Halaman 20. Analisis finansial usaha tani komoditas mangga di wilayah DKI

Jakarta...

147 21. Analisis finansial usaha tani mangga di wilayah DKI Jakarta... 148 22. Analisis finansial usaha tani belimbing tahun 2007 di wilayah Jakarta

Selatan... 149 23. Analisis finansial usaha tani sayuran organik tahun 2007 di wilayah

Jakarta Selatan. ... 149 24. Rata-rata dan analisis finansial usaha tani padi sawah di wilayah DKI

Jakarta ...

150 25. Keberadaan kelompok tani wilayah kecamatan terpilih provinsi DKI

Jakarta tahun 2010... 151 26. Kondisi kelompok tani binaan dan jenis usaha tani kecamatan

Kembangan Jakarta Barat... 153 27. Keberadaan penerapan paket teknologi usaha tani belimbing di wilayah

DKI Jakarta... 154 28. Rata-rata keberadaan penerapan paket teknologi usaha tani

sayuran (kangkung/sawi/bayam) di wilayah DKI Jakarta……….. 154 29. Rata-rata keberadaan penerapan paket teknologi usaha tani Mangga,

Jambu air dan Jambu biji di wilayah DKI Jakarta………... 154 30. Rata-rata keberadaan penerapan teknologi usaha tani padi sawah di

Wilayah DKI Jakarta ...

155 31 Hasil penilaian dan deskripsi bentuk dan pola pengembangan pertanian

perkotaan di wilayah DKI Jakarta ... 156 32. Hasil penilaian (skoring) atribut per dimensi ekologi keberlanjutan

pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta... 159 33. Hasil penilaian (skoring) atribut per dimensi ekonomi keberlanjutan

pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta... 161 34. Hasil penilaian (skoring) atribut per dimensi sosial keberlanjutan

pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta... 163 35. Hasil penilaian (skoring) atribut per dimensi kelembagaan keberlanjutan

pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta... 164 36. Hasil penilaian (skoring) atribut per dimensi teknologi keberlanjutan

pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta... 166 37. Stakeholder dan kebutuhan/kepentingan terhadap sistem kebijakan

pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta...

(31)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, sehingga pembangunan sektor pertanian memegang peran penting dalam mensejahterakan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki dan meningkatkan hasil pertanian adalah dicanangkannya revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) pada tahun 2005. Revitalisasi pertanian pada dasarnya adalah ingin menempatkan kembali arti pentingnya sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan dengan tidak mengabaikan sektor lain. Indikator keberhasilan revitalisasi pertanian, antara lain: (1) perubahan pola pikir dan komitmen berupa dukungan stakeholders terkait tentang pentingnya sektor pertanian; (2) peningkatan pendapatan per kapita, penurunan jumlah penduduk miskin, kenaikan produk domestik bruto pertanian, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2005).

(32)

Undang-Undang No. 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.

Berdasarkan undang-undang tersebut, maka pembangunan pertanian pada dasarnya adalah suatu upaya untuk meningkatkan serta mensejahterakan kualitas hidup petani, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Upaya tersebut memerlukan adanya partisipasi petani dan masyarakat, sehingga peningkatan produksi komoditas pertanian dapat dicapai lebih efisien dan dinamis dengan diikuti pembagian surplus ekonomi antar pelaku secara adil. Sehubungan dengan hal ini, Kasryno dan Suryana (2002), mengidentifikasikan bahwa strategi pembangunan pertanian merupakan peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia (human capital) masyarakat pertanian, meningkatkan penguasaan aset produktif pertanian, inovasi baru dan menata kembali kebijakan pembangunan ekonomi dan pengembangan kelembagaan pertanian dalam arti luas.

(33)

satu sumber pasokan sistem pangan perkotaan serta salah satu opsi ketahanan pangan untuk rumah tangga, (b) salah satu kegiatan produktif untuk memanfaatkan ruang terbuka perkotaan serta limbah perkotaan, dan (c) salah satu sumber pendapatan serta kesempatan kerja penduduk perkotaan.

RUAF (Resource Centre On Urban Agriculture and Food Security) Foundation adalah jaringan internasional dari tujuh pusat sumberdaya regional dan satu pusat sumberdaya global dari pertanian perkotaan dan ketahanan pangan. Adapun misi dari RUAF adalah untuk berkontribusi pada pengurangan kemiskinan di perkotaan, menciptakan lapangan kerja, dan ketahanan pangan, memdorong tata pemerintahan kota yang partisipatif dalam meningkatkan manajemen lingkungan di perkotaan. Melibatkan secara aktif swasta dan pelaku pertanian serta stakeholders terkait di perkotaan (RUAF Foundation, 2005).

Kondisi lingkungan hidup di perkotaan yang makin memburuk seperti pencemaran udara, peningkatan suhu, penurunan air tanah dan lain-lain, menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi. Sementara itu, resiko yang dihadapi mencakup (a) resiko lingkungan dan kesehatan yang timbul sebagai akibat kultur teknis atau budidaya yang kurang bijaksana, (b) kompetisi yang sangat ketat untuk memperoleh lahan, air, energi dan tenaga kerja, serta (c) penurunan kapasitas lingkungan dalam mengabsorbsi polusi (FAO 1999).

Masalah pokok kehidupan masyarakat perkotaan metropolitan adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan pokok (pangan) dan menikmati kesejukan, kenyamanan oleh karena ketersediaan bahan dan udara segar di lingkungannya. Hal yang paling menyolok adalah pesatnya pertambahan penduduk, bertambahnya kendaraan bermotor, pembangunan perumahan dan industri lainnya yang menjadikan lahan pertanian semakin terbatas. Berdasarkan data BPS (2010), usia kota DKI Jakarta (485 tahun) merupakan usia yang tidak lagi muda untuk ukuran sebuah kota, banyak hal telah dialami DKI Jakarta sebagai ibukota negara. Kesemuanya ini mengakibatkan produktivitas lahan, pendapatan petani, ketersediaan serta sirkulasi oksigen (02) semakin menurun. Sebaliknya meningkatnya kadar karbon dioksida

(CO2) serta bahan beracun lainnya di udara yang dapat mengancam pernapasan

(34)

dalam menikmati hidup dan kehidupan di lingkungannya, sehingga pertanian perkotaan sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Permasalahan lain yang cukup serius adalah banjir yang sepertinya menjadi rutinitas kota ini. Hal tersebut menjelaskan bahwa air hujan yang ”tumpah” mempunyai volume yang sangat besar. Wilayah DKI Jakarta sebagian besar sudah menjadi daerah terbangun (built up area) hal tersebut menjadikannya kedap terhadap air, sehingga air tidak dapat meresap kedalam tanah, dan air hujan yang jatuh ke bumi menjadi aliran permukaan (run off). Banjir adalah kenyataan pahit yang harus dirasakan oleh warga kota Jakarta, disaat sistem drainase kota ini tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Faktor lain adalah kebijakan tata ruang kota (RTRW) yang kurang mengakomodasi aspek ekologi. Keberadaan RTH seperti taman, jalur hijau, hutan kota dianggap tidak produktif dan tidak memiliki nilai ekonomis sehingga banyak yang dialih fungsikan peruntukannya untuk kegiatan yang lebih bernilai ekonomis, seperti: SPBU, kawasan perkantoran, pusat perdagangan/mall dan kawasan industri properti lainnya (BPLHD 2010).

(35)

perkotaan yang berkelanjutan akan mampu memberikan kontribusi menyeimbangkan dengan pembangunan non pertanian di kota metropolitan Jakarta. Pada gilirannya diharapkan terjadi keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan antara pembangunan fisik dan pembangunan pertanian. Oleh karena itu, upaya-upaya pengendalian perlu segera dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup di perkotaan adalah melalui program pembangunan dan pengelolaan pertanian perkotaan serta ruang terbuka hijau secara arif dan bijaksana oleh stakeholders.

Perda DKI Jakarta No. 6/1999 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) menargetkan melalui program Gubernur “hijau royo-royo” Jakarta. RTH makro 9.544 ha atau 13,94 % pada tahun 2010, jadi tidak relevan lagi, perlu revisi atau membuat perda baru. Berdasarkan undang-undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, RTH kawasan perkotaan adalah sebesar 30% dari luas wilayah, dimana 20% merupakan RTH publik dan 10% merupakan RTH privat. Perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai dengan pengembangan kegiatan pertanian produktif.

Berdasarkan masalah tersebut, maka diduga pemanfaatan lahan di wilayah DKI Jakarta tidak sesuai dengan daya dukungnya. Oleh karena itu perlu dikaji dan dianalisis kesesuaian pemanfaatan dengan pendekatan Zone Agro Ekosistem-AEZ yang didasarkan pada pertimbangan biofisik, sosial ekonomi, penerapan teknologi, kebijakan wilayah atau spesifik lokasi, sehingga tercipta sistem pengembangan sumberdaya lahan dan ruang wilayah perkotaan berkelanjutan (Sampeliling et al. 2008). Hasil ini dapat memberi dukungan terhadap perencanaan, pengendalian dampak pembangunan dan tambahan pendapatan masyarakat perkotaan.

1.2. Perumusan Masalah

(36)

pangan dan non pangan, dengan memanfaatkan atau menggunakan kembali sumberdaya manusia dan material, produk serta jasa ke daerah perkotaan tersebut (Smith et al. 1996). Beberapa dimensi umumnya yang mendukung definisi tersebut adalah jenis aktivitas ekonomi, kategori produk pangan atau non pangan, karakteristik lokasi intraurban dan periurban, jenis aktivitas tersebut dilakukan, jenis sistem (skala) produksi dan produk destinasi. Definisi ini secara implisit juga memberikan gambaran menyangkut keterkaitan pertanian perkotaan dengan berbagai konsep pengembangan lainnya, misalnya pengembangan pertanian pedesaan, sistem pasokan pangan perkotaan, pengembangan perkotaan berkelanjutan, ketahanan pangan perkotaan dan pengelolaan lahan perkotaan.

Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan adalah karena adanya ketimpangan dalam pembangunan perkotaan yang tidak seimbang antara pembangunan ekonomi, fisik dan prasarana sumberdaya manusia dan ekologi baik terhadap sumberdaya pertanian dan ruang terbuka hijau khususnya RTH produktif di wilayah perkotaan. Kondisi pertanian perkotaan semakin menurun baik dari pertanian pangan dan non pangan seperti produksi, produktivitas lahan/ruang pertanian. Permasalahan pertanian perkotaan ini dapat dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan inovasi teknologi sebagai berikut;

(37)

adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu: (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi.

Aspek ekonomi; Konversi lahan sangat sulit dihindari karena permasalahan faktor-faktor ekonomi yang tercermin dari rendahnya nilai tanah/lahan untuk kegiatan pertanian dibandingkan dengan kegiatan sektor lain. Rasio land rent lahan pertanian adalah 1:500 untuk kawasan industri dan 1:622 untuk kawasan perumahan (Nasoetion dan Winoto 1996). Menurut Sitorus et al. (2007) rasio land rent padi-padi: sayuran adalah 1:14-46,7 untuk padi-padi-padi:tanaman hias adalah 1:904,2 dan padi-padi:villa adalah 1:367.

Menurut Adiyoga (2002), pengembangan usaha tani perkotaan sangat dipengaruhi tingkat harga dan lingkungannya, terutama harga output (konsumsi pangan) seperti fluktuasi harga sayuran dan pencemaran, sehingga usaha tani di perkotaan tidak dapat memberi pendapatan yang layak. Menurut laporan Diskeltan (2010), produktivitas lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan, disebabkan dengan berkembang pesatnya pengembang baik dibidang property maupun industri yang berskala besar pada lahan potensi pertanian. Hal ini diakibatkan oleh adanya nilai ekonomi jasa tanah yang tinggi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Aspek sosial dan kelembagaan; Masalah ketersediaan pangan dan akses terhadap pangan juga akan dihadapi oleh sebagian penduduk yang tinggal di perkotaan, sebagai akibat dari (a) distribusi pendapatan masyarakat tidak merata, (b) tingkat kemiskinan yang cenderung meningkat, (c) semakin menurunnya ketersediaan lahan produktif, dan (d) sistem distribusi pangan yang tidak efisien (Permia 1983).

(38)

Sampai saat ini, kegiatan pertanian perkotaan masih dapat dikategorikan sebagai unregulated urban agriculture. Secara spesifik belum terdokumentasi peraturan yang ditujukan untuk melarang atau sebaliknya memberikan fasilitas kegiatan pertanian perkotaan, serta aturan hukum yang jelas serta kelembagaan yang masih sangat lemah.

Kondisi aspek kualitas lingkungan; Kualitas tanah/lahan dan lingkungan

memegang peranan penting dalam usahatani baik di pedesaan maupun di perkotaan. Masalah degradasi tanah Menurut Sitorus (2009), hilangnya atau berkurangnya kegunaan (utility) atau potensi kegunaan tanah, kehilangan atau perubahan kenampakan (features) tanah yang tidak dapat diganti. Menurut FAO (1993) dalam Sitorus (2009), degradasi tanah adalah proses yang menguraikan fenomena yang menyebabkan menurunnya kapasitas tanah untuk mendukung suatu kehidupan, khususnya dalam pengembangan pertanian.

Menurut BPLHD (2010), hasil pemantauan kualitas udara wilayah DKI Jakarta menunjukkan terjadi penurunan dengan peningkatan debu/asap yang mengakibatkan penurunan dan sirkulasi oksigen (02) di udara. Hasil pemantauan

kualitas air di beberapa titik pada sekitar lahan basah/sawah, menunjukkan dalam kondisi tercemar “ringan” dan “sedang” untuk kebutuhan pertanian lahan basah dan perikanan yang sumbernya dari limbah limbah industri dan rumah tangga yang dapat mencemari produk pertanian.

(39)

dimanfaatkan, dikembangkan sebagai lahan usaha tani intesif atau moderen oleh masyarakat tani perkotaan.

Memperhatikan keterkaitan berbagai permasalahan pertanian perkotaan tersebut, maka diduga terjadi pertanian perkotaan tidak berkelanjutan, sehingga perlu dirancang dan dirumuskan model kebijakan yang komprehensif untuk pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Mengetahui keberlanjutan (sustainability) pertanian perkotaan utamanya bagaimana meningkatkan daya hasil lahan dan ruang serta pendapatan masyarakat tani perkotaan. Perumusan masalah pertanian perkotaan secara diagram disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumusan masalah pengembangan pertanian di perkotaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kondisi eksisting dan kebijakan pengembangan pertanian perkotaan saat

Sistem Pengembangan Pertanian Perkotaan

Pertanian Pangan Pertanian Non Pangan

Produk Tercemar dan Tidak Bersaing

Kebijakan Pertanian Kurang Mendukung

Pertanian Perkotaan Tidak Berkelanjutan

Usaha dan Produksi Pertanian Menurun

Konversi Lahan Tidak Terkendali

(land rent)

Tanah dan Air Tercemar serta Polusi Meningkat

Pemanfaatan Lahan dan Ruang Belum

Berkembang

Kelembagaan dan Kord. SDM Bidang

Pertanian Lemah

(40)

ini, khususnya di wilayah DKI Jakarta? Secara spesifik pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi pertanian perkotaan saat ini?

2. Bagaimana status keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan saat ini? 3. Bagaimana kebijakan yang terkait dengan pertanian perkotaan selama ini?

4. Bagaimana rumusan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Secara spesifik penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis kondisi pertanian perkotaan saat ini. 2. Menganalisis status keberlanjutan pertanian perkotaan.

3. Menganalisis produk-produk kebijakan yang terkait dengan pertanian perkotaan. 4. Merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan atau pedoman bagi para pengguna dalam pengembangan pertanian perkotaan.

2. Sebagai bahan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (lintas sektoral), utamanya dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan.

3. Sebagai bahan rekomendasi implementasi Pemda (instansi terkait) dalam perencanaan dan pengendalian dampak pembangunan di wilayah perkotaan. 4. Sebagai data bagi pengguna, penelitian lanjut dan pengembangan pertanian

perkotaan serta referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1.5. Kerangka Pemikiran

(41)

Sampeliling et al. (2007), pertanian perkotaan adalah segala aspek kegiatan pertanian di wilayah perkotaan yang dicirikan usaha tani lahan sempit, intensif, akses informasi pasar dan teknologi terjamin dengan optimalisasi produksi dan produktivitas lahan dan ruang secara lestari. Adiyoga et al. (2002), bahwa pertanian perkotaan mempunyai peluang dan prospek untuk pengembangan usaha tani berbasis agribisnis dan berkelanjutan. Menurut Deptan (2002), pembangunan sistem dan usaha agribisnis Indonesia dapat diwujudkan melalui perekonomian nasional yang sehat, berdaya saing berkerakyatan, desentralisasi dan berkelanjutan pada sub sistem agribisnis, agribisnis hulu, usaha tani, pengolahan, pemasaran dan sub sistem jasa dan penunjang.

Keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan dapat ditempuh dengan berbagai inovasi seperti inovasi teknologi, inovasi kelembagaan dan inovasi sosial- ekonomi. Menurut Adiyoga et al. (2002), peluang yang dimiliki pertanian perkotaan dalam pengembangan adalah (a) tidak terlalu membutuhkan pengepakan, penyimpanan dan transportasi, (b) berpotensi menciptakan lapangan kerja serta sumber pendapatan, (c) memberikan aspek pangan yang lebih luas bagi konsumen miskin, (d) menjamin ketersediaan pangan yang lebih segar, dan (e) akses yang lebih luas terhadap pelayanan-pelayanan menyangkut pengelolaan limbah serta kemungkinan daur ulang.

(42)

menghadapakan konsumen kepada resiko kesehatan, dan (f) tidak mengaplikasikan budidaya pertanian yang dapat mendorong peningkatan erosi dan mempercepat degradasi lingkungan.

Menurut Sudirja (2008), pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis sistem pertanian organik, karena pertanian organik merupakan salah satu teknologi alternatif yang memberikan berbagai hal positif, yang dapat diterapkan pada usaha tani produkproduk bernilai komersial tinggi dan tidak mengurangi produksi. Untuk menerapkan pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan, perlu dilakukan upaya: (1) sosialisasi pemasyarakatan mengenai pentingnya pertanian yang ramah lingkungan, (2) penggalakan konsumsi produk hasil pertanian organik, (3) diperlukan lebih banyak kajian/penelitian untuk mendapatkan saprotan orgnik. Usaha tani yang berorientasi pasar global perlu menekankan aspek kualitas, keamanan, kuantitas dan harga bersaing.

Pengembangan pertanian perkotaan dengan model atau bentuk pertanian perkotaan di arahkan berbasis ruang dan masyarakat, pertanian organik serta sistem insentif, melalui model-model pertanian spesifik lokasi seperti; (1) pertanian intensif lahan sempit adalah pemanfaatan/mengoptimalkan lahan terbuka, baik lahan sawah, lahan terlantar atau tegalan dengan inovasi teknologi sebagai kebun komoditas, (2) RTH produktif adalah memanfaatkan/mengoptimalkan daya hasil pekarangan pemukiman baik komoditas pangan maupun komoditas non pangan, (3) pertanian kebun atap/bangunan adalah pengembangan komoditas sayuran dan tanaman hias pada atap/bangunan, (4) pertanian vertikultur adalah memelihara tanaman sistem media bersusun vertikal dan (5) pertanian hidroponik adalah memelihara tanaman sistem media aliran air.

(43)

tanaman hias ini diusahakan di lahan pekarangan pemukiman penduduk. Sebagian besar diusahakan sebagai tanaman pot sedangkan lahan hanya digunakan untuk membuat rak-rak tempat pot diletakkan dan sebagian lahan yang digunakan sebagai media tumbuh sementara. Sebagian besar petani tanaman hias ini mengembangkan tanaman pot sebagai tempat media tumbuh tanaman. Pengembangannya menggunakan lahan berem jalan toll dan tanah kapling yang masih kosong belum terbangun oleh pemiliknya. Sebagian lahan ada juga yang digunakan untuk menumbuhkan beberapa jenis tanaman tertentu seperti palm dan sikas.

Keberlanjutan pertanian perkotaan sangat penting dalam hal; (1) integrasi pertanian perkotaan ke dalam kebijakan tata guna lahan dan ruang perkotaan seperti (a) penghapusan berbagai restriksi legal yang bersifat unsubstantiated, (b) intengrasi pertanian ke dalam perencanaan pengembangan perkotaan. (2) integrasi pertanian perkotaan ke dalam kebijakan ketahanan pangan dan kesehatan baik (a) akses pelaku pertanian perkotaan terhadap institusi penelitian, bantuan teknis dan pelayanan kredit, (b) perbaikan sistem pemasokan input dan distribusi produk, (c) peningkatan kepedulian atas resiko kesehatan akibat pertanian perkotaan, dan (3) integrasi pertanian perkotaan ke dalam kebijakan lingkungan, seperti (a) promosi penggunaan ulang limbah organik dan limbah air oleh petani perkotaan secara aman, (b) promosi metode usaha tani ramah lingkungan.

Sehubungan dengan berbagai permasalahan dalam konteks pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan, sudah saatnya intervensi kebijakan fasilitasi dan kerangka kerja perencanaan pertanian perkotaan (termasuk legislasi, aspek normatif, dan finansial serta institusional proses) yang lebih serius. Instrumen kebijakan pertanian perkotaan harus dirancang berdasarkan integrasinya dengan beberapa kebijakan lain, misalnya: kebijakan tata guna lahan perkotaan, kebijakan ketahanan pangan serta kesehatan perkotaan, dan kebijakan lingkungan perkotaan. Tidak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang seharusnya mendapat manfaat dari legislasi perkotaan yaitu penduduk miskin perkotaan.

(44)

kelembagaan, ekonomi, penerapan teknologi dan kebijakan wilayah, merupakan hal penting untuk menyusun model kebijakan dalam mendukung perencanaan dan aktualisasi pembangunan yang tepat dan secara khusus pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan (sustainable urban agriculture). Kerangka pemikiran pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan secara diagram (Gambar 2).

Gambar 2. Kerangka pemikiran pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan Sistem Pengembangan

Pertanian Perkotaan

Pertanian Pangan

Pertanian Non- Pangan

Pertanian Basis Lahan-

Ruang dan Teknologi Insentif/disinsentif Pertanian Sistem

Pertanian Ekonomi Tinggi dan Ramah Lingkungan

Eksisting SDA dan SDM

Eksisting Kelembagaan

Eksisting Sosial dan Ekonomi

Pertanian Perkotaan Berkelanjutan

Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan Aspek Ekologi

Aspek Ekonomi

Aspek Sosial

Aspek Kelembagaan Aspek Teknologi

Pertanian Intensif Lahan Basah dan Kebun Spesifik

Pertanian Lahan Pekarangan

Pertanian Kebun Atap Bangunan

Pertanian Basis Ruang dan Media Tanam

(45)

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian

Memperhatikan hasil-hasil penelitian atau kajian terdahulu dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, jurnal penelitian dan laporan penelitian dalam maupun luar negeri. Penelusuran hasil-hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan pengembangan pada instansi pemerintah lainnya. Hasil penelusuran terhadap penelitian dan kajian sebelumnya dapat dilihat pada Sub Bab. 2.6. Tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu tertera pada Tabel 1. Hasil penelitian dan kajian terdahulu menunjukkan bahwa pertanian perkotaan secara umum masih terbatas pada penelitian dan kajian parsial terhadap komoditas, teknologi dan sumberdaya serta metodenya. Belum ada penelitian atau kajian yang komprehensif tentang pengembangan model kebijakan pertanian berkelanjutan di perkotaan.

Hasil kajian pada khususnya di wilayah DKI Jakarta menunjukkan hal yang sama sebagai wilayah penelitian ini, sehingga diperoleh kebaruan (novelty) dari kegiatan dan hasil penelitian yaitu:

1. Faktor kunci penentu keberlanjutan adalah luas pekarangan, pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan, penyuluhan dan kelembagaan pertanian, perluasan ruang usaha tani, kerjasama antar stakheholders, pemberian insentif dan kompensasi pertanian yang merupakan fungsi interaksi dalam sistem pengembangan pertanian perkotaan.

2. Metode Rap.Ur-Agri (Rapid Apraisal for Urban Agriculture) yang dimodifikasi dari Rapfish dalam menyusun atribut-atribut pengembangan pertanian perkotaan secara komprehensif dengan menggunakan analisis multidimensi (aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi) meliputi analisis deskriptif kualitatif, kuantitatif dan analisis sistem untuk merumuskan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan.

(46)
(47)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Batasan Pertanian Perkotaan

Terminologi pertanian perkotaan yang pada awalnya hanya digunakan oleh akademisi dan media, telah di adopsi oleh berbagai lembaga di bawah PBB, misalnya UNDP (Smith et al. 1996) dan FAO (FAO 1996; COAG/FAO 1999). Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aktifitas atau kegiatan bidang pertanian yang dilakukan dalam kota (intraurban) dan pinggiran kota (periurban) untuk memproduksi/memelihara, mengolah dan mendistribusikan beragam produk pangan dan non pangan, dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan material, produk serta jasa ke daerah perkotaan tersebut (Smith et al. 1996). Pertanian perkotaan adalah segala aspek kegiatan pertanian pangan dan non pangan di wilayah perkotaan yang dicirikan usaha tani lahan sempit, intensif, akses informasi pasar dan teknologi terjamin dengan optimalisasi produksi dan produktivitas lahan dan ruang secara lestari (Sampeliling et al. 2007). Inovasi teknologi pertanian adalah suatu pembaruan metode penerapan paket atau komponen teknologi sistem usaha tani dengan mempertimbangkan aspek kelestarian sumberdaya (Utomo 1989). Menurut Rustiadi et al. (2008) perencanaan suatu perkotaan seyogyanya tidak hanya dipenuhi oleh simbol-simbol kekuatan ekonomi saja, tetapi berisikan simbol-simbol kekuatan sosio-kultural dan pemerintahan. Disisi lain, keserasian antara simbol kegiatan masyarakat dengan simbol-simbol lingkungan termasuk unsur pertaniannya akan menciptakan suasana yang ”harmonis” serta ”nyaman” bagi warga perkotaan.

(48)

2.2. Pengembangan Pertanian Perkotaan

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman tanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi yang sifatnya produksi pertanian harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis tanaman yang akan dikembangkan. Jenis usaha tani, luas serta sebaran penggunaan lahan dan ruang yang ada sangat penting diketahui guna pengembangan yang tepat (Djaenuddin et al. 2003). Menurut Amien (1996), hasil evaluasi penggunaan lahan dan ruang dapat memberikan gambaran tentang penggunaan pada saat sekarang (present land use) dan sangat penting artinya karena menyangkut luasan areal, penyimpangan batasan penggunaan lahan, terjadinya tumpang tindih, dan sebagainya.

Surono (2004) melaporkan, terdapat kecenderungan pertumbuhan permintaan produk organik di kota-kota besar di Indonesia hingga 10 % per tahun. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan jumlah supermarket, outlet, dan model pemasaran alternatif produk organik. Sementara itu, pemenuhan produk organik baru mencapai 0,5–2% dari total produk pertanian (Prawoto et al. 2005). Budidaya sayuran secara organik akan menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan hasil budidaya secara konvensional (BioCert 2006). Menurut Sastro et al. (2009), budidaya sayuran sistem hidroponik organik dipercaya merupakan salah satu terobosan yang dapat ditempuh guna meningkatkan kuantitas dan kualitas serta daya saing produk sayuran yang dihasilkan petani di DKI Jakarta. Sistem hidroponik diharapkan dapat mengatasi keterbatasan lahan pertanian yang ada, sedangkan sistem budidaya organik dipercaya dapat meningkatkan daya saing produk sayuran yang dihasilkan.

(49)

untuk lahan tanaman hortikultura di dunia adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan luas lahan tanaman lain seperti serealia (biji-bijian) yaitu kurang dari 10%. Hal tersebut disebabkan oleh komoditas hortikultura yaitu: (1) lemahnya modal usaha, (2) rendahnya pengetahuan. (3) harga produk hortikultura sangat berfluktuasi, sehingga resiko besar, (4) umumnya prasarana transportasi kurang mendukung, dan (5) belum berkembangnya agroindustri yang memanfaatkan hasil tanaman hortikultura sebagai bahan baku.

Pertanian perkotaan sebenarnya memiliki multi fungsi yang sebagian masyarakat sering dianggap biasa (taken for grated) (Sawio 1998). Multi fungsi pertanian perkotaan adalah (1) produksi pertanian (pangan dan non pangan), (2) pengelolaan ruang terbuka hijau, (3) produksi/konsumsi energi panas, (4) daur ulang CO2, (5) udara segar dan ketenangan (6) pandangan terbuka-amenity, (7) pendidikan,

(8) peluang lapangan kerja, (9) pengelolaan air (kuantitas dan kualitas), (10) rekreasi, (11) daur ulang limbah padat dan cair, (12) urban planning reserve, dan (13) estetika perkotaan.

Berdasarkan karakteristik potensi, peluang, resiko serta multifungsi pertanian perkotaan, maka alternatif model-model usaha (dalam konteks pertanian perkotaan) yang patut dipertimbangkan untuk kegiatan masyarakat (COAG/FAO 1999) adalah; (1) usaha produksi benih/bibit, (2) usaha penyemaian/nursery, (3) usaha penyewaan tanaman hias, (4) usaha pembuatan bonsai, (5) usaha bunga potong dan bunga pot, (6) usaha tanaman buah dalam pot, (7) usaha sayuran lahan sempit terbuka, (8) usaha sayuran dalam rumah kaca dan plastik, (9) usaha sayuran dalam media terbatas, (10) usaha sayuran semi hidroponik, (11) usaha sayuran hidroponik, (12) usaha sayuran organik, dan (13) usaha tanaman buah tahunan.

(50)

cara membangun hutan dan taman-taman kota (lahan publik) dan di lahan privat yang produktif pertanian (pekarangan pada permukiman penduduk) yang memiliki beraneka ragam manfaat sebagai “identitas kota” dan nilai estetika. Pengembangan tanaman penghijauan dengan RTH produktif seperti pengembangan hortikultura tanaman tahunan dan tanaman musiman yang dapat memberikan nilai tambah kepada masyarakat perkotaan. Tanaman penghijauan ini merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting. Kita ketahui, bahwa cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses kimia

pembentukan karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2) adalah 6CO2 + 6H2O + Energi

dan klorofil menjadi C6H12O6 + 6O2. Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi

manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

2.3. Pertanian Berkelanjutan

(51)

Konsep pertanian berwawasan lingkungan adalah agroekologi merupakan studi agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut serta proses dimana seluruh elemen terlibat (Reijntjes et al. 1992). Perencanaan suatu perkotaan seyogyanya tidak hanya dipenuhi oleh simbol-simbol kekuatan ekonomi saja, tetapi berisikan simbol-simbol-simbol-simbol kekuatan sosio-kultural, pemerintahan. Disisi lain, keserasian antara simbol kegiatan masyarakat dengan simbol-simbol lingkungan akan menciptakan suasana yang ”harmonis” serta ”nyaman” bagi warga perkotaan. Ekosistem perkotaan dapat dibagi menjadi empat ruang (compartment) secara berimbang, yaitu ruang sistem produksi, ruang sistem perlindungan, ruang sistem serbaguna dan ruang sistem industri perkotaan. Untuk implementasi konsep ruang tersebut diperlukan prosedur zonasi lanskap (Rustiadi et al. 2008).

(52)

distribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengembilan keputusan, baik di lapangan maupun di masyarakat. (4) manusiawi, bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, sperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara. (5) luwes, bahwa masyarakat pedesan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus seperti pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan tekhnologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya.

Konsep pembangunan pertanian berkelanjutan mencakup 3 komponen utama yakni : (1) integritas lingkungan; (2) efisiensi ekonomi dan (3) keadilan kesejahteraan (Kay dan Alder 1999). Sistem pertanian berkelanjutan (SPB) terdiri atas praktek-praktek ekologi (kebutuhan lingkungan dan didasarkan atas prinsip-prinsip ekologi), tanggung jawab sosial (pemberdayaan masyarakat, kesamaan sosial dan kesehatan, kesejahteraan penduduk) dan semangat ekonomi (ketahanan pangan, kelayakan ekonomi dan bernuansa teknologi). Pengertian dan pendekatan tersebut menunjukkan bahwa sistem pertanian berkelanjutan harus dapat memenuhi indikator dari berbagai aspek (Trupp 1996). Indikator sistem pertanian berkelanjutan adalah pendapatan masyarakat petani yang cukup tinggi, tidak menimbulkan kerusakan dan dapat dikembangkan dengan sumberdaya yang dimiliki petani.

(53)

Keberlanjutan sistem usaha tani bergantung pada 3 karakteristik utama, yaitu kemampuan untuk mengendalikan kehilangan tanah, efektifitas dalam meningkatkan pendapatan petani dan secara sosial agroteknologi yang digunakan harus dapat diterima dan dapat diterapkan (acceptable dan replicable) dengan sumberdaya yang ada, termasuk pengetahuan, keterampilan dan persepsi petani (Sinukaban 2007). Menurut Sabiham (2005), ciri utama penggunaan lahan berkelanjutan adalah berorientasi jangka panjang, dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan potensi untuk masa datang, pendapatan per kapita meningkat, kualitas lingkungan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan, mempertahankan produktifitas dan kemampuan lahan serta mempertahankan lingkungan dari ancaman degradasi. Lanjut mengemukakan bahwa, pertanian berkelanjutan harus pula di indikasikan dengan tidak terjadinya kerusakan lingkungan. Kondisi ini memerlukan teknologi tepat guna, kebijakan dan pengelolaan sumberdaya yang sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah.

2.4. Kebijakan Pengembangan Pertanian

(54)

Menurut Anderson (1984), kebijakan adalah kegiatan yang dipilih secara sengaja oleh aktor tertentu atau sekelompok aktor dalam mengatasi suatu masalah. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah dan pejabatnya. Dari berbagai definisi kebijakan baik yang sederhana maupun yang kompleks oleh Djoko et al. (2003) menyimpulkan, kebijakan adalah cara atau tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah pembangunan tertentu atau untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu dengan mengeluarkan keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya di lapangan dengan menggunakan instrumen tertentu.

Di beberapa wilayah Jerman, pemerintah kota mengeluarkan regulasi yang mengharuskan bangunan industri baru memiliki atap hijau dari materi tanaman. Juga kota-kota Swiss yang mengharuskan konstruksi baru untuk merealokasi ruang terbuka hijau yang hilang akibat pembangunan konstruksi tersebut ke bagian atap bangunan baru (Braatz 1993). Sebagai contoh di Dar es Salaam, Tanzania merupakan salah satu kota yang memiliki legislasi paling lengkap mengenai pertanian perkotaan di Afrika (Sawio 1998). Partisipasi publik yang tinggi melalui survey multi-stakeholders dan lokakarya partisipatif ditempuh secara regular untuk menyusun prioritas perbaikan legislasi tersebut serta pelaksanaannya (enforcement) dilapangan.

Dalam Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, bahwa ruang terbuka hijau (RTH) dipersyarakatkan 30% keberadaannya dari luas wilayah perkotaan, RTH adalah area memanjang jalur dan mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. ruang terbuka hijau di perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

(55)

dituangkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta No. 8/2004 tentang mutu dan keamanan komoditas hasil pertanian di Provinsi DKI Jakarta. Salah satu poin penting dari Perda tersebut adalah kebijakan pengembangan produksi sayuran bersih dan ramah lingkungan, diantaranya dengan menggunakan pendekatan teknologi hidroponik sebagai alat capaiannya. Pola pendekatan tersebut di atas, diharapkan akan dapat memenuhi kriteria spesifik pertanian perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan, namun demikian efektif, produktif, bermutu, bernilai tambah tinggi, serta dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan gizi masyarakat dalam jumlah yang cukup dengan harga terjangkau.

2.5. Sistem, Pendekatan Sistem dan Model

Gambar

Gambar 1. Rumusan masalah pengembangan pertanian di perkotaan.
Gambar 2. Kerangka pemikiran pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan
Tabel 1. Peneliti dan topik, metode, hasil penelitian/pengkajian terdahulu.
Tabel 1. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

hunian mayoritas responden (45.5%) tidak menjawab, sedangkan persentase responden yang mengalami kesulitan pemeliharaan gada roof gaden di bangunan mereka yaitu 27.3%,

dengan studi kasus kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan tujuan antaranya, adalah: (1) mengetahui dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem

dengan studi kasus kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan tujuan antaranya, adalah: (1) mengetahui dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem

Sekalipun pemerintah sebagai pihak yang terlibat dalam pengembangan klaster terus melakukan peningkatan dengan berbagai cara, seperti menentapkan peta panduan ( road map )