• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nenas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nenas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nenas

Tanaman nenas (Ananas Comosus famili Bromeliaceae) adalah tanaman buah-buahan tropika beriklim basah yang bersifat merumpun, sehingga walaupun tanaman nenas sebenarnya adalah monocarpic dapat berbuah beberapa kali. Hal itu disebabkan tunas akar dan tunas batang mampu berbuah pula (Sunarjono 1987). Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota dan anakan (tunas tangkai buah (slip), tunas yang muncul di ketiak daun (shoots), tunas yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah (suckers) (Collins 1960). Bagian tanaman nenas yang dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan yaitu mahkota, shoots, suckers dan slips.

Nenas terdiri dari banyak kultivar, terbagi dalam empat kelompok yaitu Cayenne, Queen, Spanish dan Abacaxi (Samson 1980). Berdasarkan karakteristik tanaman dan buah nenas dapat dikelompokkan dalam lima kelompok yang berbeda yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi dan Maipure. Pengelompokan tersebut biasanya dalam ukuran tanaman dan ukuran buah, warna dan rasa daging buah, serta pinggiran daun yang rata dan berduri (Nakasone dan Paull 1999).

Menurut Verheij dan Coronel (1997), tanaman nenas berupa tanaman herba tahunan atau dua tahunan, tinggi 50 - 100 cm. Daunnya berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama. Buahnya berbentuk silender dengan panjang ± 20 cm, diameter ± 14 cm, bobot 1 – 2,5 kg, dan dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota. Daging buahnya kuning pucat sampai kuning keemasan.

Tanaman nenas dapat tumbuh di sekitar daerah khatulistiwa antara 25o LU dan 25o LS, tidak tahan terhadap temperatur dingin. Di Indonesia tanaman nenas umumnya tumbuh baik di dataran rendah dengan suhu antara 29oC sampai 32oC. Curah hujan rata-rata antara 1000-3000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, dengan pH tanah antara 5,5 – 6. Akan tetapi tanaman nenas ini juga toleran

(2)

terhadap pH rendah (tanah masam) sehingga pada daerah transmigrasi yang keadaan lahannya masam, tanaman nenas masih mampu tumbuh dengan subur dan berbuah baik. Namun pada tanah berkapur tanaman nenas tumbuh kerdil dan menunjukkan gejala klorosis (Sunarjono 1987).

Pada daerah dataran rendah umumnya ditanami nenas tipe Queen. Nenas ini memiliki ukuran tanaman, daun dan buah yang lebih kecil. Secara umum nenas Queen memiliki ciri-ciri daun berduri, bobot buah sekitar 0,9-1,3 kg, bentuk buah kerucut, mata menonjol, warna kulit kuning, warna daging buah kuning tua, hati kecil, rasa manis, kandungan asam dan serat rendah. Nenas Queen rasanya manis, renyah dan aromanya harum dibandingkan dengan yang lain (Ensminger et al. 1995, dalam Sari 2002).

Nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanaman nenas sering ditemukan di daerah tropis terutama di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Nenas memerlukan tanah berpasir yang banyak mengandung bahan organik, dimana drainase dan aerasinya baik (Dinas Pertanian Tanaman Pangan 1994).

Tanaman nenas termasuk tanaman yang tahan kekeringan, karena memiliki sel-sel yang mampu menyimpan air. Tanaman nenas memerlukan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhan. Kondisi berawan pada musim hujan menyebabkan pertumbuhan terhambat, buah menjadi kecil, kualitas menurun dan kadar gula menjadi sangat berkurang. Sebaliknya bila sinar matahari terlalu banyak maka tanaman akan terbakar dan buah cepat masak. Intensitas matahari rata-rata pertahunnya yang baik adalah bervariasi antara 33% - 71% (Verheij dan Coronel 1997).

Menurut Azhari (1995), tanaman nenas merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap genangan air dan tidak senang terhadap pemberian pupuk Nitrogen (ZA dan Urea) yang tinggi, serta tidak tahan terhadap suhu dingin (salju). Oleh karena itu di dataran tinggi tanaman nenas kurang baik tumbuhnya dan rasa buahnya menjadi masam. Tanaman tahan terhadap daerah terlindung, tetapi lebih baik apabila ditanam di daerah yang terbuka.

Tahap-tahap fisiologi dari pertumbuhan dan perkembangan buah nenas adalah pembelahan sel, pembesaran sel (pre-mature), penuaan (mature), matang (ripe) dan senescence (Winarno 1981, dalam Arista 2001). Kriteria buah nenas

(3)

yang siap untuk dipetik adalah adanya perubahan warna dari warna hijau menjadi agak kekuningan pada bagian pangkal buah. Buah nenas merupakan buah non klimakterik sehingga harus dipanen pada saat siap untuk dimakan. Kadar padatan terlarut sekitar 12% dan kadar kemasaman maksimum 1% merupakan kualitas yang disukai oleh konsumen (Kader 2000). Apabila buah nenas akan dijual secara komersial terlebih jika jarak jauh, biasanya dipanen bila semua mata masih hijau dan belum ada tanda-tanda kuning sama sekali.

Nenas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0,4 g protein, 14 g gula, 1 g lemak dan 0,5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan dimana buah nenas berasal, yang dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan lebih berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nenas mengandung 0,5-0,9% asam dan 10-17% gula. Nenas juga mengandung bromelin, suatu enzim pencerna protein (Verheij dan Coronel 1997).

Buah nenas akan mengalami perubahan selama pemasakan dan pematangan. Dalam keadaan belum masak, mata berwarna kelabu atau hijau muda dan daun-daun pelindung yang menutup separuh mata akan berwarna kelabu atau hampir putih. Dengan masaknya buah, ruang antara mata terisi dan warnanya lambat laun berubah dari hijau muda menjadi hijau tua. Saat buah matang, mata berubah dari runcing menjadi datar dengan sedikit lekukan di pusatnya, buah menjadi lebih besar, tidak sekeras seperti semula dan lebih berbau (Pantastico 1989).

Kualitas buah nenas meliputi penampakan, tekstur, flavor, nilai gizi dan keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume), bentuk (diameter, keseragaman), intensitas dan keragaman warna, kilap, kerusakan eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan kekenyalan. Flavor merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kombinasi buah nenas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman ukuran dan bentuk, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan, kelayuan, memar dan keretakan (Childers dan Gardner 1996).

(4)

Tanah Gambut

Di Indonesia tanah gambut terdapat cukup luas dan tergolong jenis tanah kedua terluas setelah tanah Podsolik. Total jumlah gambut di Indonesia sekitar 16 juta hektar, dan di Kalimantan Barat luas tanah gambut mencapai 1.677.550 Ha (BPS Kalbar 2004). Menurut definisi yang disepakati di dalam Kongres Internasional Ilmu Tanah di Rusia tahun 1930, lahan gambut didefinisikan sebagai tanah organik yang meliputi sekurang-kurangnya 1 hektar dengan kedalaman 0,5 meter atau lebih dan kandungan mineral tidak lebih dari 35%. Bilamana kandungan mineral lebih 35% tetapi masih kurang dari 65% tanah tersebut didefinisikan sebagai sepuk (much). Much merupakan tanah-tanah organik dimana bagian-bagian tanaman yang mati sudah tidak dapat dibedakan lagi secara jelas, tanah ini biasanya banyak mengandung bahan mineral dan berwarna gelap.

Pengertian tanah gambut menurut Andriesse (1974) diacu dalam Noor (2001) adalah tanah organik (organic soils), tetapi bukan berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuk sering diindekkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua tanah organik disebut tanah gambut, akan tetapi tanah gambut sudah pasti tanah organik. Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan tanaman penyusun gambut, dan kualitas air atau lingkungan selama proses pembentukan gambut berlangsung (Sabiham 2006).

Wiradinata dan Hardjosoesastro (1979) mengelompokkan tingkat kesuburan tanah gambut menjadi tiga golongan, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kriteria penilaian ini didasari atas pH, N-total, P-tersedia dan K-tersedia.

(5)

Tanah gambut di Indonesia sebagaian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH kurang dari 4,00 (Ismunadji dan Soepardi 1984). Kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam organiknya, yaitu asam humik dan fulvik (Polak 1952; Andriesse1974; Miller dan Donahue 1990).

Tabel 1. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut Wiradinata dan Hardjosoesastra (1979)

____________kriteria penilaian____________ U r a i a n rendah sedang tinggi

pH < 4,00 4,00 – 5,00 > 5,00 N-total (%) < 0,20 0,20 – 0,50 > 0,50 P-tersedia (ppm) < 20,00 20,00 – 40,00 > 40,00 K-tersedia (me/100g) < 0,39 0,39 – 0,78 > 0,78

Tingkat kemasaman tanah gambut yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu secara langsung melalui sifat racun dari asam-asam organik dan ion hidrogen, maupun secara tidak langsung karena rendahnya penyediaan hara bagi tanaman. Oleh karena itu upaya untuk menekan asam-asam organik pada tanah gambut sangatlah diperlukan dalam mengelola tanah gambut untuk pertanian.

Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan tanaman penyusun gambut, bahan tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut, kualitas air atau lingkungan selama proses pembentukan gambut berlangsung. Gambut tebal pada umumnya lebih miskin daripada gambut tipis yang terbentuk diatas endapan liat marin. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan tidak semua gambut tipis cocok diusahakan untuk pertanian karena ada gambut tipis yang berada di atas pasir kuarsa yang miskin akan unsur hara, atau dengan kata lain tingkat kesuburannya rendah (Sabiham 2006)

Tanah Mineral

Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Istilah tanah mineral menyatakan bahwa tanah tersebut

(6)

tersusun dari bahan mineral yang dominan, sedangkan kandungan bahan organiknya sangat sedikit sekali (3 – 5%). Bahan mineral tanah berasal dari pelapukan batuan induk. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batuan yang dilapuk. Mineral tanah dapat dibedakan menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral Primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk, sedang mineral sekunder adalah mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung (Hardjowigeno 2003).

Indonesia memiliki berbagai macam jenis tanah, sebagian besar tanah merupakan tanah mineral yang umumnya merupakan tanah marjinal. Dalam garis besarnya, tanah-tanah marjinal ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu lahan kering yang umumnya terdiri atas tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan mungkin Oxisol, dan tanah-tanah daerah rawa-rawa yang umumnya terdiri atas tanah Histosol (Gambut, Tanah Organik), tanah berpotensi sulfat masam (Sulfaquent) dan tanah sulfat masam (Sulfaquept). Problema tanah Ultisol dan Oxisol adalah reaksi tanah yang masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara yang rendah, sehingga diperlukan pengapuran serta pengelolaan yang baik agar tanah menjadi produktif dan tidak rusak. Jenis tanah ini diperkirakan 48 juta hektar dan umumnya tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Bahan mineral adalah bahan tanah yang berkadar bahan organik kurang dari 30 persen atau kurang dari 18 persen karbon organik. Tekstur bahan mineral ditetapkan pada lapisan atas tanah sampai kedalaman 40 cm. Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif fraksi liat, debu dan pasir. Sifat ini mempengaruhi kapasitas mengikat air, KTK, porositas, infiltrasi, hydraulic conductivity dan aerasi tanah. Secara tidak langsung tekstur tanah mempengaruhi perkembangan akar (Hardjowigeno 2003).

Tanaman nenas dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah yang luas. Di daerah tropis nenas bisa dibudidayakan di tanah laterik merah atau laterik coklat kemerahan (Collins 1960). Faktor utama yang menentukan jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan nenas adalah drainase dan daya pegang air (Albrigo 1966). Tanaman nenas tidak tahan terhadap genangan, oleh karena itu tanah yang cocok untuk tanaman nenas adalah tanah ringan atau sedang yang memiliki humus

(7)

yang banyak (Collins 1960). Tanaman ini lebih menyukai tanah liat berpasir yang memiliki drainase yang baik dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan pH 4,5 – 6,5. Drainase hendaknya dijaga sebaik-baiknya, karena tanaman yang terendam sangat mudah terserang penyakit busuk akar (Verheij dan Caronel 1997).

Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk bukan dari proses pelapukan oleh iklim atau proses lainnya, melainkan adanya proses penimbunan sehingga sifat dan ciri-cirinya tidak dapat lepas dari bahan induk pembentuknya. Biasanya tanah aluvial berada di daerah pinggiran sungai besar atau pantai (Soepardi 1983).

Menurut Soepraptohardjo (1976) dalam Zufikri (2002), tanah aluvial mempunyai reaksi tanah yang beranekaragam, kandungan bahan organiknya rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, daya jerapan tinggi dan kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk. Pada beberapa tempat, tanah aluvial mengandung bahan kimia atau garam-garam tertentu atau sulfat untuk tanah yang berada dekat pantai. Kesuburan tanah aluvial juga dipengaruhi oleh asam-asam humus dan bahan-bahan racun yang ikut terbawa air. Keadaan yang sangat masam dari tanah ini menyebabkan terbebasnya besi dan alumunium yang merupakan racun bagi tanaman.

Daerah penyebaran tanah aluvial beraneka ragam sehingga menyebabkan kesuburannya beranekaragam pula. Soepardi (1983) mengatakan, bahwa bila tanah aluvial didrainasekan dengan sempurna akan sangat produktif.

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman

Pertumbuhan tanaman buah-buahan selain dipengaruhi oleh keadaan tanah juga dipengaruhi oleh keadaan iklim, yang meliputi :

1. Curah Hujan. Pada umumnya penyebaran tanaman buah-buahan di Indonesia mengikuti pola persebaran iklim, khususnya curah hujan. Banyaknya hari hujan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia tidaklah sama. Di daerah dataran rendah yang mempunyai curah hujan lebat dan merata sepanjang tahun terdapat beraneka tanaman buah-buahan tumbuh subur dan rapat seperti belukar. Sebaliknya pada daerah yang curah hujannya sedikit dan tidak merata

(8)

sepanjang tahun tanaman buah-buahan tumbuh jarang dan merana. Tinggi rendahnya curah hujan disuatu tempat tentu saja akan mempengaruhi kelembaban udara di daerah tersebut. Di Indonesia tanaman nenas akan tumbuh dengan baik dengan curah hujan rata-rata antara 1000 – 3000 mm per tahun (Sunarjono 1987).

2. Suhu Udara, Suhu udara di wilayah Indonesia erat hubungannya dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (elevasi) dan hembusan angin. Makin tinggi tempat di atas permukaan laut, makin rendah suhunya. Di dataran rendah yang cukup mendapatkan air irigasi atau air hujan, hampir semua jenis buah-buahan tropik dapat tumbuh dan berbuah dengan baik, sedangkan di dataran tinggi tidak banyak jenis tanaman buah-buahan yang mampu tumbuh dengan baik. Menurut Verheij dan Coronel (1997) temperatur optimim nenas mendekati temperatur daerah tropika basah, berkisar 23 – 32oC. Pada suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi daun-daun tanaman menjadi lunak, buah menjadi besar dengan kandungan asam rendah dan pertumbuhan menjadi sangat rendah.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya nenas. Laju pertumbuhan dan perkembangan berhubungan positip dengan kenaikan suhu sampai 29oC. Pada suhu yang tinggi ukuran tanaman dan daun lebih besar dan lebih lentur, teksturnya halus dan warnanya gelap, ukuran buah lebih besar dan kandungan asamnya lebih rendah. Suhu optimum untuk pertumbuhan akar yaitu 29oC, pertumbuhan daun 32oC dan untuk pemasakan buah yaitu 25oC (Nakasone dan Paull 1999).

3. Penyinaran Matahari. Sinar matahari mempunyai peranan penting dalam memberikan energi untuk proses fotosintesis bagi tanaman. Namun telah diketahui bahwa tidak semua sinar matahari dapat mencapai permukaan bumi, dan dapat diterima oleh tanaman. Pada musim-musim penghujan, intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman tidak maksimum. Kebutuhan sinar matahari bagi tanaman buah-buahan tropis adalah antara 40 sampai 80 % tergantung jenisnya. Selain intensitas, lamanya penyinaran juga merupakan hal yang penting. Lama penyinaran atau yang lebih populer dengan panjang hari berbeda di setiap tempat dan musim. Pada daerah khatulistiwa, lama

(9)

penyinaran berkisar 12 jam per hari. Semakin jauh dari khatulistiwa lama penyinaran dapat lebih panjang atau lebih pendek sesuai dengan pergerakan sinar matahari (Azhari 1995).

Nenas adalah tanaman xerofit. Jalur fotosintesisnya adalah tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism = Metabolisme Asam Crassslaceae). Karbon dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Tentu saja tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi sistem perakarannya dangkal saja, sehingga pada keadaan kering pertumbuhannya segera tertahan (Fitter dan Hay 1981)

4. Air Tanah. Pada umumnya tanaman buah-buahan memerlukan air cukup pada musim kemarau, dan tidak berlebihan air pada musim penghujan. Pada musim hujan air sebagian meresap masuk kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju ketempat yang lebih rendah. Menurut Azhari (1995), dalam menghisap air tanaman mempunyai kapasitas yang berbeda-beda, tergantung jenis tanaman masing-masing. Dalam kaitannya dengan kapasitas menyerap air ini, tanaman dibedakan dalam tiga jenis yaitu: xerofit (menyerap air dalam jumlah sedikit), mesofit (memerlukan air cukup) dan hidrofit (membutuhkan air dalam jumlah banyak). Pertumbuhan tanaman nenas tergantung pada pasokan air yang cukup pada perakarannya yang dangkal itu. Pertumbuhan akar akan terganggu jika air tidak tersedia, sebaliknya jika terlalu banyak air akan terjadi pembusukan akar. Berbagai teknik penanaman dilakukan untuk menjaga agar tingkat kelembaban tanah sedang, yang berarti drainasenya sempurna, jika perlu penanaman dilakukan diatas bedengan yang ditinggikan.

Gambar

Tabel 1. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut                Wiradinata dan Hardjosoesastra (1979)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini didapatkan adanya perbedaan kadar NO antara kelompok kontrol dan perlakuan.Hal ini dapat dijelaskan dengan efek antioksidan dari jus Noni

Proses pengolahan data terdiri dari koreksi rediometrik, segmentasi citra (cropping), perhitungan rata-rata nilai replektan secara spasial dan analisis data secara

Produksi cuka meli'atkan $roses 4ermentasi yang sangat sederhana, le'ih sederhana dari 4ermentasi alkolhol, karena di'utuhkannya oksigen dalam $roses 4ermentasi

Berdasarkan hasil analisa dalam kondisi dan antar kondisi maka dapat di maknai bahwa kemampuan motorik kasar subjek yaitu dalam melempar dan menangkap bola memperlihatkan

Oleh karena itu, melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM) Ipteks bagi Masyarakat diharapkan untuk dapat mengimplementasikan proses rancang-bangun mesin

%ika pada u$ung/ * D B tidak terdapat tahanan, panel plat dapat dianggap sebagai balok dengan tumpuan sederhana dalam arah bentang l  n.

Ketika proses pembersihan area alangkah baik ikuti time schedule yang telah dibuat yaitu melakukan fabrikasi rangka baja untuk k olom dan rafter baja, karena proses pekerjaan ini

permasalahan dalam soal penerjemahan karena banyaknya penerjemah yang tidak profesional dalam bekerja dan sempitnya waktu kita sebagai editor untuk mendeteksi keseluruhan