• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.

Konsep Perencanaan Dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat

perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan

permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami

arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan

pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya,

membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat)

bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan

direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat

internasional.

BAB

ARAHAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN BIDANG

(2)

Amanat Penataan Ruang/Spasial

- UU No. 20/2001 tentang Rumah Susun - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Persampahan - UU No. 7/2004 tentang SDA

- PP No. 18/2005 tentang Pengembangan SPAM

- PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah sejenis

- PP 36/2005 tentang Peraturan

- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan Penataan Ruang - RPI-2JM

A.Rencana dan Program Bidang CK B.Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK

Permukiman yang Layak Huni dan Berkelanjutan

Isu-Isu Strategis

- Bencana Alam

- Perubahan Iklim

- Reformasi Birokasi

- Kepadatan Penduduk Perkotaan

- Pengarusutamaan Gender

- Green Economy

(3)

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim,

kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan

gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan

dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders

pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

2.2.

Amanat Pembangunan Nasional

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan

nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,

mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh

sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat

kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,

merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan

prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap

dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi

Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan

Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai

berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu :

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan

penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan ntuk mewujudkan terpenuhinya

kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya,

seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan

melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan

pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

(4)

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi

diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management)

dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air

minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air

minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan

sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi

masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan

berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk

mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih

difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,

sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin

ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap

tahapan RPJMN, yaitu:

 RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui

percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan

kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan

perumahan dan permukiman.

 RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh

masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.

Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

 RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa

(5)

2.2.2.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun

2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas

pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang

berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan

hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD

1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat

berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan

sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan

drainase.Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur

permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014,

dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum

non-perpipaan terlindungi 38 %.

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir

tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem

pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui

sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem

pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan

akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site)

yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di

daerah perkotaan.

d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis

perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan

untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan

sanitasi yang memadai, melalui:

a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. memastikan ketersediaan air baku air minum,

(6)

d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air

limbah, dan pengelolaan persampahan,

e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.2.3.

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan

pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang

ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut

pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan

masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen

Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman

pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.

Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih

kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu

atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk

mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau

sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang

sama.

A. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya

merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah

(7)

Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah

untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan

daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan

mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan

konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat

pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur

pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan

konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan

potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga

strategi utama (pilar utama).

Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dibutuhkan

penciptaan kawasan-kawasan ekonomi baru, diluar pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi yang telah ada. Pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus untuk

mendukung pembangunan pusat-pusat tersebut, khususnya yang berlokasi di luar

Jawa, terutama kepada dunia usaha yang bersedia membiayai pembangunan sarana

pendukung dan infrastruktur. Tujuan pemberian perlakuan khusus tersebut adalah

agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Perlakuan khusus tersebut antara lain meliputi : kebijakan perpajakan dan

kepabeanan peraturan ketenagakerjaan, dan perijinan sesuai kesepakatan dengan

dunia usaha. Untuk menghindari terjadinya enclave dari pusat-pusat pertumbuhan

tersebut, Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong dan mengupayakan terjadinya

keterkaitan (linkage) semaksimal mungkin dengan pembangunan ekonomi di sekitar

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru

tersebut dapat berupa KEK dalam skala besar yang diharapkan dapat

dikembangkan disetiap koridor ekonomi disesuaikan dengan potensi wilayah yang

bersangkutan.

Pembangunan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai

pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi

(8)

Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia

memberikan penekanan baru bagi pembangunan ekonomi wilayah.

B. Penguatan Konektivitas Nasional

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi

nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional

Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan

penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar

utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen

kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem

Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN),

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar

dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.

Konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh

karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan

keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan

dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat

penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional

dan global/internasional.

Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk

memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan

keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems.

2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif

dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke

daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan

(9)

Gambar 2.2. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional

di Masa Depan

Tabel 2.1. Komponen Konektivitas

(10)

Gambar 2.3. Visi Konektivitas Indonesia

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional

tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu ‘TERINTEGRASI

SECARA LOKAL, TERHUBUNG SECARA GLOBAL (LOCALLY INTEGRATED,

GLOBALLY CONNECTED)’.

(11)

Fokus Penguatan Konektivitas Nasional untuk mendukung percepatan dan

perluasan pembangunan ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut:

(12)

2.2.4.

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan

Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu

diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu,

telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan

diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas

jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok

masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025,

MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,

terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia di masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)

masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di

tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan

penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program

pemberdayaan masyarakat (PNPM-Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas

(13)

 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (Ekonomi Makro)

Gambar 2.5. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (Ekonomi Makro)

 Kerangka MP3KI

(14)

Tabel 2.2. Kerangka MPEKI

Ekonomi Pertumbuhan inklusif (MP3EI)

-Stabilitas

Ekonomi Makro

Pengendalian Inflasi dan Kesinambungan fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat

 Terpadu pada lokasi & waktu, terutama

Terbatas >> daya tahan penduduk miskin rentan

Peningkatan income generating activities (wirausaha, financial inclusion, dan supply chain MP3EI)

-Dukungan Data belum terpadu

(15)

 Transformasi : Perlindungan Sosial, Pelayanan Dasar dan Penghidupan Berkelanjutan

Gambar 2.7. Transformasi

 Agenda Transformasi Penanggulangan Kemiskinan MP3KI 2013-2025 dan RPJMN 2015-2025

(16)

 Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

Gambar 2.9. Agenda Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

 Sinergi MP3KI dan MP3EI A) Tujuan

1. Mempercepat upaya pengurangan kemiskinan

2. Menghindarkan dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar penduduk

B) Strategi

1. Meningkatkan efek spill over dari pusat-pusat pertumbuhan MP3EI ke wilayah

2. Meningkatkan kapasitas penduduk untuk memanfaatkan peluang

C) Implementasi (antara lain)

- 157 Kecamatan

- Pola “keroyokan” di

lokasi kemiskinan Kemiskinan (Quick Wins)

- 273 Kecamatan

- Uji coba pendekatan penghidupan berkelanjutan melalui perlindungan dan pengembangan aset, khususnya perluasan akses ekonomi - Pendanaan: anggaran K/L di

lokasi pilot

Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (

Livelihood

)

Ketiga instrumen dilaksanakan dengan menggunakan platform PNPM

1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia masyarakat miskin perdesaan dan perkotaan

2. Pengembangan dan diversifikasi sumber usaha masyarakat miskin berbasis sumber daya alam 3. Penyediaan dan pengembangan infrastruktur dasar

terpadu, yaitu: listrik, sanitasi, air bersih, dan transportasi alternative bagi masyarakat perdesaan 4. Pemberian jaminan pelayanan dasar dan

perlindungan sosial di wilayah perdesaan, terpencil dan perbatasan

(17)

1. Kebijakan umum: industri padat karya dan upah minimum

2. Meningkatkan akses (transportasi) dari pusat pertumbuhan ke non pusat pertumbuhan

3. Membangun Sekolah Kejuruan dan melaksanakan berbagai diklat kewirausahaan dan ketrampilan

4. Mendorong program kemitraan antara perusahaan dan UKM lokal 5. Mempermudah penyediaan permodalan dan pembentukan wira usaha

(business star up) serta outlet pemasaran (pasar-pasar lokal)

Gambar 2.10. KedudukanMP3KI dan MP3EI

2.2.5.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Menurut UU No. 39 Tahun 2009 KEK adalah kawasan dengan batas tertentu

dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk

menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi

dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor,

dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing

internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas

(18)

diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut

sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK. Beberapa ketentuan tentang KEK :

 KEK terdiri atas satu atau beberapa zona:

1. pengolahan ekspor; diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang

produksinya ditujukan untuk ekspor.

2. logistik; diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran,

pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari

dalam negeri dan dari luar negeri.

3. industri; diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah,

bahan baku, barang. setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan

rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor

dan/atau untuk dalam negeri.

4. pengembangan teknologi; diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi,

rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat

lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi.

5. pariwisata; diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung

penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan

yang terkait.

6. energi; diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang

energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi

primer.

7. ekonomi lain; diperuntukkan untuk kegiatan lain selain huruf a sampai f yang

ditetapkan oleh Dewan Nasional.

 Lokasi KEK:

1. sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

2. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

3. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan dan pelayaran

internasional internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi

sumber daya unggulan;

4. mempunyai batas yang jelas.

(19)

1. Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah

memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota

2. pemerintah kabupaten/kota, usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota

usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi

3. pemerintah provinsi, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan

pemerintah kabupaten/kota.

 Penyelenggaraan KEK:

1. pengusulan KEK;

2. penetapan KEK;

3. pembangunan KEK;

4. pengelolaan KEK; dan

5. evaluasi pengelolaan KEK.

 Lokasi KEK:

1. dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau

2. lintas wilayah kabupaten/kota.

 Kelengkapan dokumen Usulan pembentukan KEK:

1. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit

memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK;

2. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan;

3. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan

peraturan zonasi;

4. studi keJayakan ekonomi dan finansial;

5. Amdal yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis

pengembangan KEK;

7. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah;

8. rekomendasi dari otoritas pengeJola infrastruktur pendukung dalam hal

untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya;

9. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK;

(20)

10.komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian

insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi

daerah serta kemudahan.

 Penetapan KEK dilakukan oleh Dewan Nasional setelah Dewan Nasional

melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama

45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara

lengkap. Kajian dilakukan terhadap :

1. pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan

2. kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.

 Kegiatan Pembangunan KEK:

1. pembebasan tanah untuk lokasi KEK; dan

2. pelaksanaan pembangunan fisik KEK.

 Pembiayaan Pembangunan KEK:

1. APBN dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

2. Badan Usaha;

3. kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah

kabupaten/kota dengan Badan Usaha; dan/atau

4. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

 Pengelolaan KEK:

1. Administrator; dibentuk oleh Dewan Kawasan, yang bertugas :

a. memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan

b. bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan

usaha di KEK:

c. melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang

dilakukan oleh Badan Usaha pengelola KEK; dan

d. menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan

insidental kepada Dewan Kawasan.

2. Badan Usaha pengelola; bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK,

berbentuk :

a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;

(21)

c. Badan Usaha swasta; atau

d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan

Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan

KEK dan paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan

Nasional.

2.2.6.

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh

Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program

pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk

semua, dan Program Pencapaian MDGs. Program-program pembangunan yang

berkeadilan, meliputi :

1. Program pro rakyat :

a) Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

c) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro

dan kecil;

2. Program keadilan untuk semua :

a) Program keadilan bagi anak;

b) Program keadilan bagi perempuan;

c) Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;

d) Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e) Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;

f) Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) :

a) Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

b) Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c) Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

d) Program penurunan angka kematian anak;

e) Program kesehatan ibu;

(22)

g) Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

h) Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program

Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan

kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta

Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang

layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3.

Peraturan Perundangan

2.3.1.

UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman

Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk :

a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman;

b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk

yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan

permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan

kepentingan, terutama bagi MBR;

c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan

perumahan dengan tetap

d. memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan

maupun kawasan perdesaan;

e. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan

dan kawasan permukiman;

f. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

g. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Tugas Pemerintah kabupaten/kota dalam rangka melaksanaan pembinaan

melakukan penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan

Kawasan Permukiman (RP3KP) Kabupaten/Kota (pasal 15). Sementara itu

wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan perumahan

(23)

a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota;

b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama

DPRD;

c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

d. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota;

e. mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan

permukiman bagi MBR;

f. menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada

tingkat kabupaten/kota;

g. memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah

kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman;

h. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan

i. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Tugas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman :

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat

kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan

berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan

kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman,

(24)

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan

dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan

dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada

tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan

kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Penyelenggaraan perumahan meliputi perencanaan perumahan,

pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.

Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi

persyaratan administratif, teknis, dan ekologis meliputi :

1. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari

permukiman

2. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.

Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan

rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan

bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan

kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Ketentuan mengenai pembangunan

rumah dan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

 Pasal 34 ayat 1 dan 2

 Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan

(25)

 Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum

wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

 Pasal 35 ayat 1

 Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi

rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

 Pasal 36 ayat 1 dan 2

 Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam

satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu

daerah kabupaten/kota.

 Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan

atau tempat kerja.

 Pasal 38 ayat 1,2,4

 Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret,

dan/atau rumah susun.

 Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya,

dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor

keselamatan dan keamanan.

 Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana

tata ruang wilayah.

 Pasal 47 ayat 3

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi

persyaratan :

 kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

 keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan

hunian;

 ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,dan utilitas umum.

Ketentuan mengenai pengendalian pembangunan perumahan dalam

Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah

(26)

 Pasal 53 ayat 1 dan 2

 Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:

a. perencanaan;

b. pembangunan; dan

c. pemanfaatan.

 Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk:

a. perizinan;

b. penertiban; dan/atau

 Pasal 64 ayat 1,2,6

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata

ruang wilayah. Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk

menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi

seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman ini juga diatur mengenai penanganan kawasan kumuh sebagai berikut :

 Pasal 94

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan

masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan

berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk

menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman.

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian

bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,

menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,

(27)

 Pasal 95 ayat 1 dan 2

 Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan

permukiman kumuh baru mencakup:

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;

b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta

prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah.

 Pencegahan dilaksanakan melalui :

a. pengawasan dan pengendalian; dan

b. pemberdayaan masyarakat.

 Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap

perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara

berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan

bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan

pelayanan informasi.

 Pencegahan wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,dan/atau

setiap orang.

 Pasal 97

 Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman

kumuh dengan pola-pola penanganan:

a. pemugaran;

b. peremajaan; atau

c. pemukiman kembali.

 Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas

(28)

 Pasal 98 ayat 1 dan 2

 Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi

persyaratan:

a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata

ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang

memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

e. kualitas bangunan; dan

f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

 Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului

proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan

melibatkan peran masyarakat.

 Pasal 99

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali,

perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak

huni.

 Pasal 100

 Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan,

permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi

keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan

harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi

masyarakat terdampak.

 Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus

diwujudkan secara lebih baik dari kondisi sebelumnya.

 Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.

 Pasal 101

Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan,

dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan

(29)

masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena

tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat

menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.

 Pasal 102

Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,

dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Lokasi yang akan ditentukan sebagai

tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan

melibatkan peran masyarakat.

2.3.2.

UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan

bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan

teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan

pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

A. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

B. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan

keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan

peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan

persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Penggunaan ruang di atas

dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki

izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.

1. Persyaratan tata bangunan meliputi :

a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan

tentang tata ruang. Bangunan gedung yang dibangun di atas,

dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum

tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung

(30)

2) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi KDB, KLB,

dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

untuk lokasi yang bersangkutan.

3) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi :

 garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai,

tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;

 jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan

jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada

lokasi yang bersangkutan.

Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan

gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus

mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak

mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan

pembangunannya.

b. Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memperhatikan

bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di

sekitarnya.

2) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi

ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan

gedung.

3) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan

gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya

ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang,

serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

2. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi :

a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan kemampuanbangunan gedung untuk mendukung beban

muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang

stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan kukuh sampai

dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban

(31)

tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul

akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan

fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan

variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan

gedung masih dapat menyelamatkan diri

2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan

menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan

gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran

melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif, meliputi

kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,

kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang

ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan

asap kebakaran. Bangunan gedung, selain rumah tinggal, harus

dilengkapi dengan system proteksi pasif dan aktif.

3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya

petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan

pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir,

untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia

di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal

petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada

setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis,

b. Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :

1) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran

udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan

dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. Bangunan gedung

tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan

pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi

alami.

2) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus

disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami

dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.

(32)

dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan

untuk pencahayaan alami.

3) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan

di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan

air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan

sampah, serta penyaluran air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan

gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam

pengoperasian dan pemeliharaannya,

4) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan

pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan.

c. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi :

1) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang

diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan

kenyamanan bergerak dalam ruangan.

2) Kenyamanan hubungan antar ruang merupakan tingkat kenyamanan

yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam

bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

3) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat

kenyamanan yang diperoleh dari temperature dan kelembaban di

dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

4) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi

orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya

tidak terganggu dari bangunan gedung lain di sekitarnya.

5) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat

kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak

mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu

oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam

(33)

d. Persyaratan kemudahan meliputi :

1) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung

meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman,

dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

 Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan

gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk

menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan

mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan

koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.

 Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung,

termasuk sarana transportasi vertikal sebagaimana berupa

penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau

tangga berjalan dalam bangunan gedung. Bangunan gedung yang

bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan

lantai yang satu dengan yang lainnya dengan

mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan

kesehatan pengguna.

Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan

kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya

dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna

sesuai standar teknis yang berlaku.

Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus

dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang

dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.

Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam

bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna,

pintu keluar darurat, dan dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana

kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal.

Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan

dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan

(34)

kecuali rumah tinggal, termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas

dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya.

Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi semua

bangunan gedung untuk kepentingan umum. Kelengkapan prasarana dan sarana

pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang

cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat

sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai

berikut:

1. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan

lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan

gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan

lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan

pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip

penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

2. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan

dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta

pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan

sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang

dikandungnya.

3. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia

merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk (pasal 3) :

1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata

bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin

keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan,

kesehatan,kenyamanan, dan kemudahan;

(35)

Fungsi bangunan gedung meliputi:

 Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal

tunggal, rumah tinggal deret,rumah susun, dan rumah tinggal sementara.

 Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan

kelenteng.

 Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran,

perdagangan,perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal,

danpenyimpanan.

 Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk

pendidikan, kebudayaan,pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan

umum.

 Bangunan gedung fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk reaktor

nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang

diputuskan oleh menteri.

Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi

bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam

Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan harus mendapatkan

persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.

2.3.3.

UU No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Dalam UU No. 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air diartikan sebagai air, sumber

air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, dimana UU ini akan mengatur

pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum.

Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi

kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat,

bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah

tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana

Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi

penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan

standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan

(36)

pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu

dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

Kesimpulan arahan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terrkait

dengan perencanaan dan pengembangan infrastruktur adalah sebagai berikut :

A. Hak Guna Air

1. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok

sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di

dalam sistem irigasi

2. Hak guna pakai air yang memerlukan izin apabila :

a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami

sumber air;

b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah

besar;

c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada

Izin Hak Guna Air diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangan-nya.

B. Pola Pengelolaan Air

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat

dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air yang

disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air

permukaan dan air tanah, serta didasarkan pada prinsip keseimbangan antara

upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Pengelolaan air

permukaan didasarkan pada wilayah sungai dan pengelolaan air tanah

didasarkan pada cekungan air tanah.

C. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan Wilayah Sungai

1. Pemerintah

a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

b. pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan

wilayah sungai strategis nasional :

(37)

 menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;  melaksanakan pengelolaan sumber daya air;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan

peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air;

 menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air

 membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya

air wilayah sungai

c. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas

penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada

cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

d. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan

sumber daya air;

e. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber

daya air;

f. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

2. Pemerintah Provinsi

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya

berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

b. pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota :

 menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

 menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan

memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

 menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

 melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan,

(38)

c. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas

penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air

tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;

d. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

e. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam

pengelolaan sumber daya air;

f. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat atas air;

g. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

dan memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air

kepada pemerintah kabupaten/kota.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya

berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan

pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan

kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

b. pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota :

 menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

 menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan

memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

 menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

 melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber

daya air;

 membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

kabupaten/kota;

 menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

(39)

c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi

masyarakat di wilayahnya;

4. Pemerintah Desa

a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan

oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan

mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;

b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air

sesuai dengan ketersediaan air yang ada;

d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan

sumber daya air di wilayahnya.

D. Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan

daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber

daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,

pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada

setiap wilayah sungai.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan

melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan

atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang

disebabkan oleh tindakan manusia.

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui :

1. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

2. pengendalian pemanfaatan sumber air;

3. pengisian air pada sumber air;

4. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

5. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan

dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

6. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

(40)

8. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

9. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian

alam.

E. Pendayagunaan Sumber Daya Air

 Dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan,

pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada

pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah

sungai.

 Ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan

mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara

adil, dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

 Diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah

maupun antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.

 Didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah

dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

 Dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan

dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa

pengelolaan sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat.

1. Penatagunaan sumber daya air, ditujukan untuk :

a. Menetapkan Zona Pemanfaatan Sumber Air.

merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan RTRW

dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang

bersangkutan.

Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:

1) mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

2) menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis

hidrologis;

3) memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan

sumber air;

4) memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

5) melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang

(41)

6) memperhatikan fungsi kawasan.

b. Penetapan peruntukan air pada sumber air, dilakukan dengan

memperhatikan:

1) daya dukung sumber air;

2) jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;

3) perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan

4) pemanfaatan air yang sudah ada.

2. Penyediaan sumber daya air

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi

berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Penyediaan

sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan

penatagunaan sumber daya air. Penyediaan sumber daya air dilaksanakan

berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada

setiap wilayah sungai .

3. Penggunaan sumber daya air

ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai

media dan/atau materi, yang dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana

penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana

pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

4. Pengembangan sumber daya air

ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna

memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri,

pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk

berbagai keperluan lainnya, yang dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan

lingkungan hidup.

Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam meliputi:

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan

lainnya;

b. air tanah pada cekungan air tanah;

c. air hujan;

(42)

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan

dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Pemenuhan kebutuhan

air baku untuk pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi

F. Pengendalian Daya Rusak Air

Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup

upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak

air diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya

rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan

sumber daya air.

Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat

dan menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola

sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.

Penanggulangan daya rusak air dilakukan dengan mitigasi bencana.

Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau

bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang

berada di darat.

G. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Air

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana

yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi

sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak

air.

Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan asas

pengelolaan sumber daya air, disusun sesuai dengan pola pengelolaan sumber

daya air.

Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam

penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempurnaan RTRW.

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan

persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang

berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air,

(43)

Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke

dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh instansi

pemerintah,

swasta, dan masyarakat.

2.3.4.

UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan

untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta

menjadikan sampah sebagai sumber daya.

A. Tugas Pemerintah

a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah;

b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan

penanganan sampah;

c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan, dan pemanfaatan sampah;

d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana

dan sarana pengelolaan sampah;

e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan

sampah;

f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah;

g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

B. Kewenangan Pemerintah

Kewenangan Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah :

a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;

b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;

c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan

jejaring dalam pengelolaan sampah;

d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 2.2. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional
Gambar 2.3. Visi Konektivitas Indonesia
Tabel 2.1. Penguatan Konektivitas Nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari

Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Kejadian Ekspulsi KB IUD dengan Kecemasan Akseptor

Deformasi terbesar struktur terjadi pada lantai sepuluh, ini disebabkan oleh distribusi gaya geser beban dinamik yang akan bertambah besar seiring dengan banyaknya

Abstrak : Sebagian besar gaya dan metode mengajar guru kurang memperhatikan mental siswa terutama pada siswa tingkat pertama (kelas X), sehingga mempengaruhi motivasi

Kolom kiri dari Tabel 16 memuat negara-negara yang usia minimum kawin adalah rendah, sehingga mengambil usia pendidikan anak perempuan. Juga tergambar perbedaan

Anggaran Realisasi Uraian Satuan Real. Uraian Satuan Real. Program Perencanaan Tata Ruang a. Pengelolaan administrasi Prasarana Daerah 80.750,000 80,749,550

Sebuah tag RFID selangkah lebih maju dengan mengemisikan sebuah nomor seri unik di antara jutaan obyek yang identik, sehingga ia dapat mengindikasikan “Ini

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk trichokompos jerami padi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kangkung terutama