• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.

KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM DIRJEN

CIPTA KARYA

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,

konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan

berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan.

Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan

Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan,

pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, membagi amanat

pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan

ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan

Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

BAB

ARAHAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

- UU No. 20/2001 tentang Rumah Susun - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan

Persampahan

- UU No. 7/2004 tentang SDA

- PP No. 18/2005 tentang Pengembangan SPAM - PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah sejenis - PP 36/2005 tentang Peraturan

- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan Penataan Ruang

A.Rencana dan Program Bidang CK B.Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK

Permukiman yang

(2)

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan

pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi

birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy.

Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah,

sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat

diperlukan.

2.2.

AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional

karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka

kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya

berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen

perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam

dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang

Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal

sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu :

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air

minum dan sanitasi diarahkan ntuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,

pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan

kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive

approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)

peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum

dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi

masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan

profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air

minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

(3)

pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana

dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan

makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,

yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan

pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah

dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat

terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang

dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya

kota tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi

masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang

layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H,pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi

masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan

sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.Dokumen

RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode

2010-2014, yaitu:

a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan

perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan

terlindungi 38 %.

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,

yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat

(off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat

skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal

sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air

limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah

(4)

d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,

melalui:

a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. memastikan ketersediaan air baku air minum,

c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan

pengelolaan persampahan,

e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.2.3.

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan

ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres

No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan

sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi

(KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur

permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.

Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan

ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor

konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi,

pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan

faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

A. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan

berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah

ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan

sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya.

(5)

memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta

memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan

klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan

tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan

antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur

pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas

tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah

melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi Indonesia

Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dibutuhkan penciptaan

kawasan-kawasan ekonomi baru, diluar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang telah ada.

Pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus untuk mendukung pembangunan pusat-pusat

(6)

membiayai pembangunan sarana pendukung dan infrastruktur. Tujuan pemberian perlakuan

khusus tersebut adalah agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam

pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Perlakuan khusus tersebut antara lain meliputi : kebijakan perpajakan dan kepabeanan

peraturan ketenagakerjaan, dan perijinan sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Untuk

menghindari terjadinya enclave dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut, Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong dan mengupayakan terjadinya keterkaitan (linkage) semaksimal mungkin dengan pembangunan ekonomi di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi baru tersebut dapat berupa KEK dalam skala besar yang diharapkan

dapat dikembangkan disetiap koridor ekonomi disesuaikan dengan potensi wilayah yang

bersangkutan.

Pembangunan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai pengembangan wilayah

untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif serta

berkelanjutan. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui

pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia memberikan penekanan baru bagi pembangunan

ekonomi wilayah.

B. Penguatan Konektivitas Nasional

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter

wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan

pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi

utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional

yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas),

Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT).

Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan

terpadu. Konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh

karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan

keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia

(global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna

memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan

pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal

(7)

2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan

berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal,

terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.

Gambar 2.3. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan

Tabel 2.1. Komponen Konektivitas

(8)

Gambar 2.4. Visi Konektivitas Indonesia

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian

dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu ‘TERINTEGRASI SECARA LOKAL, TERHUBUNG

SECARA GLOBAL (LOCALLY INTEGRATED, GLOBALLY CONNECTED)’.

Gambar 2.5. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional

Fokus Penguatan Konektivitas Nasional untuk mendukung percepatan dan perluasan

(9)

2.2.4.

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan

Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi

dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI

dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju

penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di

semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan

kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu

melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

(10)

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin

dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan

memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam

pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat

(PNPM-Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

• Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (Ekonomi Makro)

(11)

Komponen Saat ini MP3KI

2013-1014 2015-2025

A. Mekanisme Ekonomi

- Pertumbuhan

Ekonomi Pertumbuhan inklusif (MP3EI)

- Stabilitas Ekonomi Makro

Pengendalian Inflasi dan Kesinambungan fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat

B. Afirmasi

(Keberpihakan)

- Program 4 Klaster Belum terpadu lokasi dan waktu, terutama untuk kantong kemiskinan

• Terpadu pada lokasi & waktu, terutama

Peningkatan income generating activities (wirausaha, financial inclusion, dan supply chain

MP3EI)

-Dukungan Data belum terpadu Data sasaran terintegrasi (PPLS), bertahap

menuju social security number (e-KTP)

(12)

• Agenda Transformasi Penanggulangan Kemiskinan MP3KI 2013-2025 dan RPJMN 2015-2025

• Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

- 157 Kecamatan Kemiskinan (Quick Wins)

- 273 Kecamatan - Pendanaan: anggaran K/L di

lokasi pilot

Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (

Livelihood

)

Ketiga instrumen dilaksanakan dengan menggunakan platform PNPM

1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia masyarakat miskin perdesaan dan perkotaan

2. Pengembangan dan diversifikasi sumber usaha masyarakat miskin berbasis sumber daya alam 3. Penyediaan dan pengembangan infrastruktur dasar

terpadu, yaitu: listrik, sanitasi, air bersih, dan transportasi alternative bagi masyarakat perdesaan 4. Pemberian jaminan pelayanan dasar dan

perlindungan sosial di wilayah perdesaan, terpencil dan perbatasan

(13)

• Sinergi MP3KI dan MP3EI A) Tujuan

1. Mempercepat upaya pengurangan kemiskinan

2. Menghindarkan dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar penduduk

B) Strategi

1. Meningkatkan efek spill over dari pusat-pusat pertumbuhan MP3EI ke wilayah

2. Meningkatkan kapasitas penduduk untuk memanfaatkan peluang

C) Implementasi (antara lain)

1. Kebijakan umum: industri padat karya dan upah minimum

2. Meningkatkan akses (transportasi) dari pusat pertumbuhan ke non pusat pertumbuhan

3. Membangun Sekolah Kejuruan dan melaksanakan berbagai diklat

kewirausahaan dan ketrampilan

4. Mendorong program kemitraan antara perusahaan dan UKM lokal

5. Mempermudah penyediaan permodalan dan pembentukan wira usaha (business

star up) serta outlet pemasaran (pasar-pasar lokal)

2.2.5.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Menurut UU No. 39 Tahun 2009 KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam

wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan

fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan

kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk

menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai

ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi

(14)

diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga

menunjang kegiatan ekonomi di KEK. Beberapa ketentuan tentang KEK :

KEK terdiri atas satu atau beberapa zona:

1. pengolahan ekspor; diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya

ditujukan untuk ekspor.

2. logistik; diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan,

pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari

luar negeri.

3. industri; diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan

baku, barang. setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang

lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan

industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri.

4. pengembangan teknologi; diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang

bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di

bidang teknologi informasi.

5. pariwisata; diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung

penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait.

6. energi; diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta

produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer.

7. ekonomi lain; diperuntukkan untuk kegiatan lain selain huruf a sampai f yang ditetapkan

oleh Dewan Nasional.

Lokasi KEK:

1. sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

2. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

3. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan dan pelayaran internasional

internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan;

4. mempunyai batas yang jelas.

Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:

1. Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh

persetujuan pemerintah kabupaten/kota

2. pemerintah kabupaten/kota, usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota usulan

disampaikan melalui pemerintah provinsi

3. pemerintah provinsi, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah

kabupaten/kota.

Penyelenggaraan KEK:

1. pengusulan KEK;

(15)

3. pembangunan KEK;

4. pengelolaan KEK; dan

5. evaluasi pengelolaan KEK.

Lokasi KEK:

1. dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau

2. lintas wilayah kabupaten/kota.

Kelengkapan dokumen Usulan pembentukan KEK:

1. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana

dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK;

2. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan;

3. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi;

4. studi keJayakan ekonomi dan finansial;

5. Amdal yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK;

7. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah;

8. rekomendasi dari otoritas pengeJola infrastruktur pendukung dalam hal untuk

pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya;

9. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK; dan

10.komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian insentif berupa

pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan.

Penetapan KEK dilakukan oleh Dewan Nasional setelah Dewan Nasional melakukan kajian

terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari

kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap. Kajian dilakukan terhadap :

1. pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan

2. kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.

Kegiatan Pembangunan KEK:

1. pembebasan tanah untuk lokasi KEK; dan

2. pelaksanaan pembangunan fisik KEK.

Pembiayaan Pembangunan KEK:

1. APBN dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

2. Badan Usaha;

3. kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota

dengan Badan Usaha; dan/atau

4. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengelolaan KEK:

1. Administrator; dibentuk oleh Dewan Kawasan, yang bertugas :

(16)

b. bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di

KEK:

c. melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh

Badan Usaha pengelola KEK; dan

d. menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada

Dewan Kawasan.

2. Badan Usaha pengelola; bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK, berbentuk :

a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;

b. Badan Usaha koperasi;

c. Badan Usaha swasta; atau

d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah,

pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK dan

paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.

2.2.6.

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,

Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang

meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs.

Program-program pembangunan yang berkeadilan, meliputi :

1. Program pro rakyat :

a) Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

c) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;

2. Program keadilan untuk semua :

a) Program keadilan bagi anak;

b) Program keadilan bagi perempuan;

c) Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;

d) Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e) Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;

f) Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) :

a) Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

b) Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c) Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

d) Program penurunan angka kematian anak;

(17)

f) Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;

g) Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

h) Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat

terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat

perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan

akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3.

PERATURAN PERUNDANGAN

2.3.1.

UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan

Permukiman

Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk :

a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman;

b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang

proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai

dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan

dengan tetap

d. memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan

perdesaan;

e. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan

kawasan permukiman;

f. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

g. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat,

aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Tugas Pemerintah kabupaten/kota dalam rangka melaksanaan pembinaan melakukan

penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman

(RP3KP) Kabupaten/Kota (pasal 15). Sementara itu wewenang pemerintah kabupaten/kota

dalam melaksanakan pembinaan perumahan dan kawasan permukiman adalah :

a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota;

b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD;

c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

(18)

d. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan

dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota;

e. mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman

bagi MBR;

f. menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat

kabupaten/kota;

g. memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota

dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

h. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan

i. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

pada tingkat kabupaten/kota.

Tugas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman :

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang

perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi

nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan

kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian,

dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan

permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan

dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

(19)

Penyelenggaraan perumahan meliputi perencanaan perumahan, pembangunan

perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Perencanaan prasarana,

sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan

ekologis meliputi :

1. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman

2. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.

Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang

bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang

mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi

kesehatan. Ketentuan mengenai pembangunan rumah dan perumahan dalam Undang-undang

No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

• Pasal 34 ayat 1 dan 2

➢ Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan

perumahan dengan hunian berimbang.

➢ Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib

mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

• Pasal 35 ayat 1

➢ Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah

sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

• Pasal 36 ayat 1 dan 2

➢ Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu

hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah

kabupaten/kota.

➢ Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau

tempat kerja.

• Pasal 38 ayat 1,2,4

➢ Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau

rumah susun.

➢ Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika

ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.

➢ Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang

wilayah.

• Pasal 47 ayat 3

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi

persyaratan :

➢ kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

(20)

➢ ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,dan utilitas umum.

Ketentuan mengenai pengendalian pembangunan perumahan dalam Undang-undang No.

1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

• Pasal 53 ayat 1 dan 2

➢ Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:

a. perencanaan;

b. pembangunan; dan

c. pemanfaatan.

➢ Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk:

a. perizinan;

b. penertiban; dan/atau

• Pasal 64 ayat 1,2,6

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang

wilayah. Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen

rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam

pembangunan kawasan permukiman.

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

ini juga diatur mengenai penanganan kawasan kumuh sebagai berikut :

• Pasal 94

➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni

dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan

permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi

perumahan dan permukiman.

➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak

setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

➢ Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.

• Pasal 95 ayat 1 dan 2

➢ Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman

kumuh baru mencakup:

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;

(21)

c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana

dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah.

➢ Pencegahan dilaksanakan melalui :

a. pengawasan dan pengendalian; dan

b. pemberdayaan masyarakat.

➢ Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar

teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

➢ Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang

perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.

➢ Pencegahan wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,dan/atau setiap orang.

• Pasal 97

➢ Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului

dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola

penanganan:

a. pemugaran;

b. peremajaan; atau

c. pemukiman kembali.

➢ Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilanjutkan

melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan

permukiman.

• Pasal 98 ayat 1 dan 2

➢ Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah

provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi

persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

e. kualitas bangunan; dan

f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

➢ Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses

pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran

(22)

• Pasal 99

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan

permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.

• Pasal 100

➢ Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan

lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan

penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu

menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak.

➢ Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan

secara lebih baik dari kondisi sebelumnya.

➢ Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.

• Pasal 101

Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan

permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan

masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak

dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata

ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.

• Pasal 102

Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau

pemerintah kabupaten/kota. Lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat untuk pemukiman

kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

2.3.2.

UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan

gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan

pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap

bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai

dengan fungsi bangunan gedung.

A. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan

bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

B. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan

bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan

intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian

dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL). Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan

(23)

1. Persyaratan tata bangunan meliputi :

a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang

tata ruang. Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah,

air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu

keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan,

2) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi KDB, KLB, dan

ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi

yang bersangkutan.

3) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi :

• garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai,

jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;

• jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as

jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.

Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang

dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas

lokasi, keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan

pembangunannya.

b. Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memperhatikan bentuk dan

karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

2) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang,

arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.

3) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung

dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar

bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras

dengan lingkungannya.

2. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi :

a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi :

1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban

muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan

kukuh dalam mendukung beban muatan kukuh sampai dengan kondisi

pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban

muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung

beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan

(24)

maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan pengguna

bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri

2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan

menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan

gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui

sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif, meliputi kemampuan stabilitas

struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan

pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan

membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Bangunan gedung,

selain rumah tinggal, harus dilengkapi dengan system proteksi pasif dan aktif.

3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir

merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan

terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir, untuk melindungi semua

bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya

sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir

yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat

geografis,

b. Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi :

1) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara

yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau

ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. Bangunan gedung tempat tinggal,

pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya

harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.

2) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus

disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau

pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. Bangunan gedung tempat

tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum

lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

3) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam

dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih,

pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta

penyaluran air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan

lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan

pemeliharaannya,

4) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna

(25)

c. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi :

1) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh

dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan

bergerak dalam ruangan.

2) Kenyamanan hubungan antar ruang merupakan tingkat kenyamanan yang

diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam bangunan

gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

3) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan

yang diperoleh dari temperature dan kelembaban di dalam ruang untuk

terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

4) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam

melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari

bangunan gedung lain di sekitarnya.

5) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat

kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan

pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau

kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun

lingkungannya.

d. Persyaratan kemudahan meliputi :

1) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi

tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk

bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

• Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung

merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu

dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan

konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang

bangunan gedung.

• Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana

transportasi vertikal sebagaimana berupa penyediaan tangga, ram, dan

sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.

Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang

menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan

mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan

pengguna.

Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan

(26)

mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar

teknis yang berlaku.

Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi

dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan

kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.

Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam bangunan

gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat,

dan dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana

lainnya, kecuali rumah tinggal. Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai

dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia

merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal,

termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam

bangunan gedung dan lingkungannya.

Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung

untuk kepentingan umum. Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk

kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti,

ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

1. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus

mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang

seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan,

pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan

prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

2. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan,

pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya

hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya

yang dikandungnya.

3. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan

keharusan bagi semua bangunan gedung.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk (pasal 3) :

1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung

yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis

bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,kenyamanan, dan kemudahan;

(27)

Fungsi bangunan gedung meliputi:

• Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah

tinggal deret,rumah susun, dan rumah tinggal sementara.

• Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.

• Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran,

perdagangan,perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, danpenyimpanan.

• Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,

kebudayaan,pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.

• Bangunan gedung fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi

pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.

Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi bangunan gedung

harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan

harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.

2.3.3.

UU No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Dalam UU No. 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air diartikan sebagai air, sumber air, dan daya

air yang terkandung di dalamnya, dimana UU ini akan mengatur pengelolaan sumber daya air,

termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap

orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi

kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air

minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana

Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air

minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa

harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi

Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara

terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

Kesimpulan arahan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terrkait dengan

perencanaan dan pengembangan infrastruktur adalah sebagai berikut :

A. Hak Guna Air

1. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari

bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi

2. Hak guna pakai air yang memerlukan izin apabila :

a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air;

b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar;

(28)

Izin Hak Guna Air diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangan-nya.

B. Pola Pengelolaan Air

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan

disusun pola pengelolaan sumber daya air yang disusun berdasarkan wilayah sungai

dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah, serta didasarkan pada

prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai dan pengelolaan air tanah

didasarkan pada cekungan air tanah.

C. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan Wilayah Sungai

1. Pemerintah

a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

b. pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah

sungai strategis nasional :

• menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

• menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air;

• menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

• melaksanakan pengelolaan sumber daya air;

• mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air;

• menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air

• membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah

sungai

c. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,

peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas

provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

d. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya

air;

e. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air;

f. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

2. Pemerintah Provinsi

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan

kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi

(29)

b. pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota :

• menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

• menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

• menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

• melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

• mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air;

c. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,

pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan

air tanah lintas kabupaten/kota;

d. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi

dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

e. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam pengelolaan

sumber daya air;

f. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok

masyarakat atas air;

g. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan memberikan

bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah

kabupaten/kota.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan

kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air

provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

b. pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota :

• menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

• menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

• menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

• melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

• mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,

(30)

• membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

kabupaten/kota;

• menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air

c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di

wilayahnya;

4. Pemerintah Desa

a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh

masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan asas

kemanfaatan umum;

b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai dengan

ketersediaan air yang ada;

d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan sumber

daya air di wilayahnya.

D. Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya

dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber daya air dilakukan

melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan

sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan

sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang

disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan

manusia.

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui :

1. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

2. pengendalian pemanfaatan sumber air;

3. pengisian air pada sumber air;

4. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

5. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan

pemanfaatan lahan pada sumber air;

6. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

7. pengaturan daerah sempadan sumber air;

8. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

(31)

E. Pendayagunaan Sumber Daya Air

Dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan,

pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola

pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan

mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil,

dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah maupun

antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.

Didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan

mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

Dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan

memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya

air dan dengan melibatkan peran masyarakat.

1. Penatagunaan sumber daya air, ditujukan untuk :

a. Menetapkan Zona Pemanfaatan Sumber Air.

merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan RTRW dan rencana

pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:

1) mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

2) menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;

3) memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber

air;

4) memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

5) melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan

6) memperhatikan fungsi kawasan.

b. Penetapan peruntukan air pada sumber air, dilakukan dengan memperhatikan:

1) daya dukung sumber air;

2) jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;

3) perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan

4) pemanfaatan air yang sudah ada.

2. Penyediaan sumber daya air

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai

keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Penyediaan sumber daya air dalam

setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air.

Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber

(32)

3. Penggunaan sumber daya air

ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media

dan/atau materi, yang dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan

sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air

wilayah sungai bersangkutan.

4. Pengembangan sumber daya air

ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi

kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan,

pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya, yang

dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.

Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam meliputi:

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;

b. air tanah pada cekungan air tanah;

c. air hujan;

d. air laut yang berada di darat.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan

pengembangan sistem penyediaan air minum. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk

pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi

F. Pengendalian Daya Rusak Air

Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya

pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak air diutamakan pada

upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara

terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air.

Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat dan menjadi

tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah

sungai dan masyarakat.

Penanggulangan daya rusak air dilakukan dengan mitigasi bencana. Pengendalian daya rusak

air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah,

sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

G. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Air

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana yang

berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air,

pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan asas pengelolaan

sumber daya air, disusun sesuai dengan pola pengelolaan sumber daya air.

Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam penyusunan,

(33)

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan persyaratan

melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang berlaku secara nasional

yang mencakup inventarisasi sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana

pengelolaan sumber daya air.

Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke dalam program

yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh instansi pemerintah,

swasta, dan masyarakat

2.3.4.

UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai

sumber daya.

A. Tugas Pemerintah

a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan

sampah;

b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;

c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan,

dan pemanfaatan sampah;

d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana

pengelolaan sampah;

e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;

f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat

setempat untuk mengurangi dan menangani sampah;

g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar

terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

B. Kewenangan Pemerintah

Kewenangan Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah :

a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;

b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;

c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring

dalam pengelolaan sampah;

d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah

dalam pengelolaan sampah; dan

e. menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antar daerah dalam pengelolaan

(34)

Keweangan pemerintahan provinsi :

a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan

Pemerintah;

b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam

pengelolaan sampah;

c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/ kota

dalam pengelolaan sampah;

d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/ antar

kota dalam 1 (satu) provinsi.

Kewenangan pemerintahan kabupaten/kota :

a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional

dan provinsi;

b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,

standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;

c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan

oleh pihak lain;

b. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah

terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;

c. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20

(dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem

pembuangan terbuka yang telah ditutup;

d. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai

dengan kewenangannya.

Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah

merupakan bagian dari RTRW kabupaten/kota.

C. Kewajiban

• Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah

rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan

lingkungan.

• Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,

fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas

pemilahan sampah

• Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan

pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya

• Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak

dapat atau sulit terurai oleh proses alam

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 2.2.
Gambar 2.3. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan
Gambar 2.4.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk memberikan arah dan sasaran yang jelas serta sebagai pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Tinggi Agama Samarinda diselaraskan dengan arah kebijakan

Irisan melintang usus kecil dengan terlihat bagian vili yang terdapat mikrovili di permukaan (Scanlon dan Sanders, 2007). Di dalam usus halus terjadi dua proses penting,

Berdasarkan Tabel 4.21 melalui rata-rata hitung dari 21 pernyataan yang diajukan mengenai pemberian kredit (Y) maka diperoleh rata-rata sebesar 4,34 dengan

dalam mencapai tujuan pembelajaran. 2) Dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Bagi guru. 1) Penggunaan metode pembelajaran discovery learning lebih

Untuk jam buka semawis sendiri mulai dari jam 18.00 hingga 23.00, namun persiapan (pasang tenda) bisa dilakukan mulai pukul 16.00. semawis buka pada hari jumat,sabtu dan minggu.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Keterlibatan Pemakai, Kemampuan Pemakai, Ukuran Organisasi, dan Dukungan Manajemen Puncak Terhadap Kinerja

DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L) TERHADAP Enterococcus faecalis SEBAGAI.. ALTERNATIF BAHAN MEDIKAMEN SALURAN AKAR

Hubungan antara fraksi lumpur dengan bahan organik diduga memiliki hubungan positif ditunjukkan dengan semakin meningkatnya lumpur semakin banyak bahan organik