• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR II-1 2.1. Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Bab 2

Arahan Perencanaan

(2)

LAPORAN AKHIR II-2 Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

2.2. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan

(3)

LAPORAN AKHIR II-3 terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomianditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

(4)

LAPORAN AKHIR II-4 2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggaldan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.

d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, b. memastikan ketersediaan air baku air minum,

(5)

LAPORAN AKHIR II-5 d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi, f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan identifikasi,

(6)

LAPORAN AKHIR II-6 pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

A. Prinsip Dasar Keberhasilan Pembangunan

Prinsip-prinsip dasar percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju membutuhkan perubahan dalam cara pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa, sebagai berikut :

• Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa;

• Perubahan pola pikir (mindset) dimulai dari Pemerintah dengan birokrasinya; • Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk

membangun kerjasama dalam kompetisi yang sehat;

• Produktivitas, inovasi, dan kreatifitas didorong oleh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menjadi salah satu pilar perubahan;

• Peningkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong perubahan; • Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi;

• Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan;

• Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan dilakukan secara luas oleh seluruh komponen bangsa.

B. Prasyarat Keberhasilan Pembangunan 1. Peran Pemerintah dan Dunia Usaha

Dunia Usaha (Swasta, BUMN, dan BUMD) mempunyai peran utama dan penting dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sementara Pemerintah bertanggung jawab menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif untuk percepatan dan perluasan investasi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan harus didukung oleh komitmen dunia usaha maupun Pemerintah

2. Reformasi Kebijakan Keuangan Negara

Kebijakan anggaran harus dimulai dengan menciptakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang credible dan berkelanjutan, serta diprioritaskan untuk akselerasi pertumbuhan demi menciptakan pembangunan yang merata dan berkelanjutan.

(7)

LAPORAN AKHIR II-7 Pajak dan Bea Masuk adalah instrumen kebijakan ekonomi untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, untuk itu diperlukan reformasi.

Hal lain terkait reformasi kebijakan keuangan negara adalah diperlukannya reformasi sistem pelaporan kekayaan negara yang meliputi penyusunan arus dana negara dan neraca, harta dan kewajiban, baik yang bersifat keuangan, sumber daya alam, tanah dan bangunan, maupun yang lain. Laporan kekayaan negara tersebut memungkinkan pemerintah melakukan pemberdayaan aset secara efektif dan efisien

3. Reformasi Birokrasi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia memerlukan dukungan birokrasi Pemerintah berupa reformasi yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

• Menciptakan birokrasi yang efektif, dapat mengatur kehidupan masyarakat dan mendukung kebutuhan sektor usaha;

• Birokrasi didukung oleh kelembagaan yang kuat dan efektif, menciptakan birokrasi dan administrasi yang rapi, lembaga legislatif yang bertanggung jawab, lembaga yudisial yang independen;

• Menciptakan komitmen kepada penerapan good governance;

• Birokrasi dan struktur kelembagaan yang kuat dan efektif harus mampu menjadi saluran umpan balik bagi perencanaan ke depan.

4. Penciptaan Konektivitas Antar Wilayah di Indonesia

Pemerintah menjadi motor penciptaan konektivitas antar wilayah yang diwujudkan dalam bentuk :

 Merealisasikan sistem yang terintegrasi antara logistik nasional, sistem transportasi nasional, pengembangan wilayah, dan sistem komunikasi dan informasi;

 Identifikasi simpul-simpul transportasi (transportation hubs) dan distribution centers untuk memfasilitasi kebutuhan logistik bagi komoditi utama dan penunjang;

 Penguatan konektivitas intra dan antar koridor dan konektivitas internasional (global connectivity);

(8)

LAPORAN AKHIR II-8  Peningkatan jaringan komunikasi dan teknologi informasi untuk memfasilitasi seluruh aktifitas ekonomi, aktivitas pemerintahan, dan sektor pendidikan nasional.

5. Kebijakan Ketahanan Pangan, Air, dan Energi

Ketahanan pangan merupakan prasyarat penting mendukung keberhasilan pembangunan Indonesia. berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

• Ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi dan produksi;

• Pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif;

• Upaya diversifikasi konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya; • Diversifikasi produksi pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan

potensi produksi pangan daerah;

• Pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas di Luar Jawa;

• Peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan dan pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen.

Kebijakan terkait penyediaan air bersih tidak terfokus pada pembangunan infrastruktur, namun juga harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

• Pemerintah memastikan ketersediaan dan akses terhadap air bagi seluruh penduduk;

• Penyediaan air bersih memperhatikan kelestarian lingkungan sumber air untuk menjaga keberlanjutannya;

• Pengembangan hutan tanaman harus dilanjutkan guna memastikan peningkatan luas hutan untuk keberlanjutan ketersediaan air;

• Kabupaten/Kota memiliki luasan hutan sebagai persentase tertentu dari luas wilayahnya.

Ketahanan energi didasarkan kepada manajemen resiko dari kebutuhan dan ketersediaan energi di Indonesia, yang meliputi :

 Manajemen resiko tersebut melalui pengaturan komposisi energi (energy mix)

(9)

LAPORAN AKHIR II-9  Revisi peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung iklim usaha,

serta perbaikan konsistensi antar peraturan;

 Pembatasan ekspor komoditas energi untuk pengolahan lebih lanjut di dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah ekspor;

 Tata kelola penambangan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan. 6. Jaminan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan

Negara bertanggung jawab melaksanakan sistem perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat terhadap resiko pembangunan ekonomi, sehingga perlu menyediakan jaminan sosial, bantuan sosial dan asuransi sosial.

Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berlandaskan penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya. Penanggulangan kemiskinan adalah upaya terkoordinasi antara pemerintah dan masyarakat yang mana masing-masing memiliki peran tersendiri

C. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dibutuhkan penciptaan kawasan-kawasan ekonomi baru, diluar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang telah ada. Pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus untuk

(10)

LAPORAN AKHIR II-10 mendukung pembangunan pusat-pusat tersebut, khususnya yang berlokasi di luar Jawa, terutama kepada dunia usaha yang bersedia membiayai pembangunan sarana pendukung dan infrastruktur. Tujuan pemberian perlakuan khusus tersebut adalah agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Perlakuan khusus tersebut antara lain meliputi : kebijakan perpajakan dan kepabeanan peraturan ketenagakerjaan, dan perijinan sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Untuk menghindari terjadinya enclave dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut, Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong dan mengupayakan terjadinya keterkaitan (linkage) semaksimal mungkin dengan pembangunan ekonomi di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru tersebut dapat berupa KEK dalam skala besar yang diharapkan dapat dikembangkan disetiap koridor ekonomi disesuaikan dengan potensi wilayah yang bersangkutan.

Pembangunan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia memberikan penekanan baru bagi pembangunan ekonomi wilayah.

(11)

LAPORAN AKHIR II-11 Gambar 2.2.

Ilustrasi Koridor Ekonomi Indonesia

D. Penguatan Konektivitas Nasional

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN),

(12)

LAPORAN AKHIR II-12 Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

Gambar 2.3. Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan

Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: 1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk

memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems.

2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.

(13)

LAPORAN AKHIR II-13 Tabel 2.1. Komponen Konektivitas

Sumber : MP3EI

Gambar 2.4. Visi Konektivitas Indonesia

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu „TERINTEGRASI SECARA LOKAL, TERHUBUNG SECARA GLOBAL (LOCALLY INTEGRATED, GLOBALLY CONNECTED)‟.

Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan

(14)

LAPORAN AKHIR II-14 jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi, kawasan pergudangan, bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik.

Sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination).

globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut.

(15)

LAPORAN AKHIR II-15 Gambar 2.5.

Kerangka Kerja Konektivitas Nasional

Fokus Penguatan Konektivitas Nasional untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia adalah sebagai berikut:

(16)

LAPORAN AKHIR II-16 E. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Nasional

Peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional menjadi salah satu dari 3 (tiga) strategi utama pelaksanaan MP3EI. Hal ini dikarenakan pada era ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi. Dalam konteks ini, peran sumber daya manusia yang berpendidikan menjadi kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Oleh karena itu, tujuan utama di

(17)

LAPORAN AKHIR II-17 dalam sistem pendidikan dan pelatihan untuk mendukung hal tersebut diatas haruslah bisa menciptakan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan sains dan teknologi

2.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

(18)

LAPORAN AKHIR II-18 1. Kerangka Desain MP3KI

2. MP3KI : Gerakan Nasional Pengurangan Kemiskinan Public-Private-People Partnership

Komponen Saat ini MP3KI

2013-1014 2015-2025

A. Mekanisme Ekonomi

- Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan inklusif (MP3EI) - Stabilitas Ekonomi

Makro

Pengendalian Inflasi dan Kesinambungan fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat

B. Afirmasi (Keberpihakan

- Program 4 Klaster Belum terpadu lokasi dan waktu, terutama untuk kantong kemiskinan

 Terpadu pada lokasi dan waktu, terutama kantong kemiskinan  Sinergi dengan program daerah dan CSR  Konsolidasi program bantuan sosial >>> unified data base

- Sistem Jaminan Sosial Sistem dan cakupan terbatas  Sistem diperbaiki (BPJS Kesehatan) dan cakupan diperluas  Sistem semakin lengkap (BPJS lainnya) dan universal coverage

(19)

LAPORAN AKHIR II-19 - Sustainable Livelihood Terbatas >>> daya

tahan penduduk miskin rentan

Peningkatan income generating activities (wirausaha, financial inclusion, dan supply chain MP3EI)

- Dukungan Data belum terpadu Data sasaran terintegrasi (PPLS), bertahap menuju social security number (e-KTP)

3. Agenda Transformasi Penanggulangan Kemiskinan MP3KI 2013-2025 dan RPJMN 2015-2025

(20)

LAPORAN AKHIR II-20 Berkelanjutan

5. Sinergi MP3KI dan MP3EI A) Tujuan

1. Mempercepat upaya pengurangan kemiskinan

2. Menghindarkan dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar penduduk

B) Strategi

1. Meningkatkan efek spill over dari pusat-pusat pertumbuhan MP3EI ke wilayah

2. Meningkatkan kapasitas penduduk untuk memanfaatkan peluang

C) Implementasi (antara lain)

1. Kebijakan umum: industri padat karya dan upah minimum

2. Meningkatkan akses (transportasi) dari pusat pertumbuhan ke non pusat pertumbuhan

3. Membangun Sekolah Kejuruan dan melaksanakan berbagai diklat kewirausahaan dan ketrampilan

4. Mendorong program kemitraan antara perusahaan dan UKM lokal

5. Mempermudah penyediaan permodalan dan pembentukan wira usaha (business star up) serta outlet pemasaran (pasar-pasar lokal)

(21)

LAPORAN AKHIR II-21 7. Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

8. Strategi P3KI di Koridor Ekonomi

Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (Livelihood)

Penguatan Kecamatan Kantong Kemiskinan

Percepatan Pengurangan Kemiskinan (Quick Wins)

- 157 Kecamatan - Pola “keroyokan” di lokasi kemiskinan terpilih - Pendanaan: anggaran regular, block grant dari Kementerian, dan APBD - 273 Kecamatan - Penambahan (on top) BLM PNPM Mandiri - Pendanaan: block grant dari Kementerian - 6 Kecamatan - Uji coba pendekatan penghidupan berkelanjutan melalui perlindungan dan pengembangan aset, khususnya perluasan akses ekonomi - Pendanaan: anggaran K/L di lokasi pilot

Ketiga instrumen dilaksanakan dengan menggunakan platform PNPM

Strategi Utama

1. Peningkatan penyerapan tenaga kerja miskin dan rentan produktif ke dalam sektor industri pengolahan unggulan 2. Pengembangan aktivitas rantai

pengolahan yang bersifat penambahan nilai (value added) unttuk mendukung pengembangan ekonomi lokal dan komoditas unggulan berbasiskan agro industri 3. Perbaikan rantai distribusi komoditas

unggulan yang berpihak pada petani kecil

4. Pengembangan ekonomi lokal di pulau-pulau terluar bernasis potensi alam daerah setempat

(22)

LAPORAN AKHIR II-22 Strategi Utama

Koridor Jawa Koridor Jawa

Strategi Utama 1. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja miskin usia produktif ke sektor formal di wilayah perkotaan

2. Penguatan dan pembinaan ekonomi informal perkotaan

3. Penjaminan pelayanan dasar dan perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan, khususnya di daerah terpencil

4. Pengembangan ekonomi perdesaan sektor pertanian dan non pertanian yang bersifat

padat karya Strategi Utama

1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia masyarakat miskin perdesaan dan perkotaan 2. Pengembangan dan diversifikasi

sumber usaha masyarakat miskin berbasis sumber daya alam 3. Penyediaan dan pengembangan

infrastruktur dasar terpadu, yaitu: listrik, sanitasi, air bersih, dan transportasi alternative bagi masyarakat perdesaan

4. Pemberian jaminan pelayanan dasar dan perlindungan sosial di wilayah perdesaan, terpencil dan perbatasan Koridor Kalimantan

(23)

LAPORAN AKHIR II-23 Strategi Utama

1. Pemenuhan kebutuhan dasar 2. Perlindungan sosial bagi kelompok

miskin dan rentan

3. Pengembangan ekonomi perdesaan bidang pertanian dan perkebunan 4. Pengembangan kawasan minapolitan

berbasis sumber daya perikanan dan kelautan yang bersifat padat karya

Koridor Sulawesi

Strategi Utama

1. Pemenuhan kebutuhan dasar, difokuskan pada upaya untuk mengatasi kendala ketersebaran penduduk

2. Perlindungan sosial yang lebih difokuskan pada peningkatan jangkauan penerima beasiswa miskin di wilayah terpencil

3. Pengembangan penghidupan di daerah-daerah pertumbuhan dan non pertumbuhan

(24)

LAPORAN AKHIR II-24 9. Kriteria Penetapan Kecamatan sebagai Lokasi Quick Wins TA. 2013

Kriteria Umum

a) Kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbesar b) Kabupaten/kota sebagai prioritas MP3KI

 Prioritas I: jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan tinggi

 Prioritas II: jumlah penduduk miskin tinggi  Prioritas III: tingkat kemiskinan tinggi

c) Kabupaten/kota penerima program-program penanggulangan kemiskinan (4 klaster)

d) Kabupaten yang masuk kategori daerah tertinggal e) Kecamatan penerima program gerbang kampung

Kriteria Khusus

a) Lokasi investasi MP3EI

b) Kecamatan pesisir, kumuh perkotaan, kawasan adat terpencil, atau perbatasan

c) Keterbatasan infrastruktur / pelayanan dasar Koridor Papua – Kep. Maluku

Strategi Utama 1. Pengenala budaya pertanian dan

perikanan menetap dan insentif serta berkelanjutan

2. Pengembangan pemusatan permukiman penduduk secara terpadu

3. Penyediaan dan perluasan akses layanan pendidikan, kesehatan, dan keuangan bagi penduduk miskin, khususnya di wilayah terisolir

4. Pengembangan pariwisata bahari yang mengutamakan penggunaan SDM lokal

(25)

LAPORAN AKHIR II-25 d) Tingkat kedalaman kemiskinan (P1) tinggi

e) Tingkat keparahan kemiskinan (P2) tinggi

2.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona:

a) pengolahan ekspor; diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor.

b) logistik; diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri.

c) industri; diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang. setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang

d) produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri.

e) pengembangan teknologi; diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi.

f) pariwisata; diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait.

(26)

LAPORAN AKHIR II-26 g) energi; diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer.

h) ekonomi lain; diperuntukkan untuk kegiatan lain selain huruf a sampai f yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria:

a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

b. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

d. mempunyai batas yang jelas.

Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh: a. Badan Usaha;

b. pemerintah kabupaten/kota; atau c. pemerintah provinsi.

Dalam hal usulan diajukan oleh Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi. Dalam hal usulan diajukan oleh pemerintah provinsi, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

Penyelenggaraan KEK meliputi: a. pengusulan KEK;

b. penetapan KEK; c. pembangunan KEK; d. pengelolaan KEK; dan e. evaluasi pengelolaan KEK.

Lokasi yang diusulkan untuk pembentukan KEK oleh Badan Usaha berada: a. dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau

(27)

LAPORAN AKHIR II-27 Usulan pembentukan KEK dilengkapi dengan dokumen berupa:

a. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK;

b. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; c. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan

peraturan zonasi;

d. studi keJayakan ekonomi dan finansial;

e. analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK;

g. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah;

h. rekomendasi dari otoritas pengeJola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; i. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan

pengelolaan KEK; dan

j. komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan.

Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap.

Kajian dilakukan terhadap:

a. pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan

b. kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan. Pembangunan KEK meliputi kegiatan:

a. pembebasan tanah untuk lokasi KEK; dan b. pelaksanaan pembangunan fisik KEK.

Pembangunan KEK dibiayai dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

(28)

LAPORAN AKHIR II-28 c. kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota

dengan Badan Usaha; dan/atau

d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan KEK dilakukan oleh:

a. Administrator; dibentuk oleh Dewan Kawasan dan Administrator bertugas:

a) memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan

b) bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK:

c) melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh Badan Usaha pengelola KEK; dan

d) menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan.

b. Badan Usaha pengelola; bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK, berbentuk:

a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; b. Badan Usaha koperasi;

c. Badan Usaha swasta; atau

d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK dan paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.

Berdasarkan laporan dari Administrator, Dewan Kawasan melakukan evaluasi pengelolaan KEK. Hasil evaluasi disampaikan kepada:

a. Administrator; dan b. Dewan Nasional.

2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program

(29)

LAPORAN AKHIR II-29 Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat

terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

Program-program Pembangunan Yang Berkeadilan, meliputi: 1. Pro rakyat

2. Keadilan untuk semua (justice for all)

3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals - MDG‟s)

1. Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada:

a) Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat; c) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro

dan kecil;

2. Untuk program keadilan untuk semua, memfokuskan pada: a) Program keadilan bagi anak;

b) Program keadilan bagi perempuan;

c) Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; d) Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e) Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan; f) Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

3. Untuk program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium, memfokuskan pada: a) Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

b) Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c) Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d) Program penurunan angka kematian anak;

e) Program kesehatan ibu;

f) Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; g) Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

(30)

LAPORAN AKHIR II-30 2.3. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.3.1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap

pelaksanaan ke penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota. f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman. h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

(31)

LAPORAN AKHIR II-31 i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum

perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

(32)

LAPORAN AKHIR II-32 permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

Penyelenggaraan perumahan meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi :

1. Rumah komersial, diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Rumah umum, diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

3. Rumah swadaya diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok.

4. Rumah khusus, diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

5. Rumah umum, mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

6. Rumah swadaya, dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

7. Rumah khusus dan rumah Negara, disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis meliputi :

1. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman

2. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.

Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan

(33)

LAPORAN AKHIR II-33 bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.

Ketentuan mengenai pembangunan rumah dan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

 Pasal 34 ayat 1 dan 2

 Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang.

 Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.

 Pasal 35 ayat 1

 Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

 Pasal 36 ayat 1 dan 2

 Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota.

 Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.

 Pasal 38 ayat 1,2,4

 Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun.

 Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.

 Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

 Pasal 47 ayat 3

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan :

 kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

 keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian;

(34)

LAPORAN AKHIR II-34  ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,dan utilitas

umum.

Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah dan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

 Pasal 48

Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian, meliputi:  pemanfaatan rumah;

 pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan

 pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Pasal 49 ayat 1 dan 2

 Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.  Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus

memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.

Sementara itu ketentuan mengenai pengendalian pembangunan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

 Pasal 53 ayat 1 dan 2

 Pengendalian perumahan dimulai dari tahap: a. perencanaan;

b. pembangunan; dan c. pemanfaatan.

 Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: a. perizinan;

b. penertiban; dan/atau  Pasal 64 ayat 1,2,6

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.

(35)

LAPORAN AKHIR II-35 Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ini juga diatur mengenai penanganan kawasan kumuh sebagai berikut :

 Pasal 94

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman.  Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.

 Pasal 95 ayat 1 dan 2

 Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru mencakup:

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

 Pencegahan dilaksanakan melalui :

a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaan masyarakat.

 Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(36)

LAPORAN AKHIR II-36  Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.

 Pencegahan wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,dan/atau setiap orang.

 Pasal 97

 Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan:

a. pemugaran; b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali.

 Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan permukiman.

 Pasal 98 ayat 1 dan 2

 Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; e. kualitas bangunan; dan

f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

 Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

(37)

LAPORAN AKHIR II-37  Pasal 99

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.

 Pasal 100

 Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak.

 Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan secara lebih baik dari kondisi sebelumnya.

 Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.

 Pasal 101

Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.

 Pasal 102

Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas :

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

(38)

LAPORAN AKHIR II-38 b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan

peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan

dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

A. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

B. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi

(39)

LAPORAN AKHIR II-39 persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.

1. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan. Persyaratan tata bangunan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.

a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlukannya.

1) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang. Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan,

2) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.

3) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi :

 garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;

 jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.

(40)

LAPORAN AKHIR II-40 Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.

b. Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.

1) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

2) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.

3) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

2. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Persyaratan keandalan bangunan gedung ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.

a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan

(41)

LAPORAN AKHIR II-41 dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri

2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif, meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Bangunan gedung, selain rumah tinggal, harus dilengkapi dengan system proteksi pasif dan aktif.

3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir, untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis,

b. Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.

1) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.

2) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan

(42)

LAPORAN AKHIR II-42 pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

3) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya,

4) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

c. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.

1) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.

2) Kenyamanan hubungan antar ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

3) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperature dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

4) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain di sekitarnya.

5) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.

(43)

LAPORAN AKHIR II-43 d. Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.

1) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

 Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung.

 Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi vertikal sebagaimana berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung. Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna.

Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.

Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.

Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal. Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.

(44)

LAPORAN AKHIR II-44 Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal, termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya.

Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum. Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

1. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

2. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

3. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk (pasal 3) :

1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,kenyamanan, dan kemudahan;

Gambar

Gambar 2.1.   Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta  Karya
Gambar 2.3.  Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di  Masa Depan
Tabel 2.1. Komponen Konektivitas
Tabel 2.2.  matrik rencana tindak kebijakan dan strategi nasional pengembangan  sistem penyediaan air minum (ksnp-spam)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai peserta didik, siswa mempunyai hak-hak untuk (1) mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (2) mendapat bantuan fasilitas belajar, (3)

Dari analisis leverage dimensi sosial budaya, atribut yang paling sensitive terhadap keberlanjutan baik sebelum maupun sesudah penerapan sinkolema adalah tingkat

Perguruan LEMKARI Cabang Kota Bekasi - Jawa Barat sebagai Perguruan Karate yang menaungi sepak terjang olahraga Karate juga tidak terlepas dari keniscayaan tersebut,

Kenaikan temperatur reboiler  reboiler  akan meningkatkan jumlah komponen fraksi berat akan meningkatkan jumlah komponen fraksi berat yang diumpankan kembali dalam kolom

worksheet merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran yang berisi materi dan tugas yang ada petunjuk pembelajaran dan langkah- langkah untuk menyelesaikan

Percepatan pembuahan juga dapat dilakukan melalui teknik cangkok atau grafting (Francis, 2002). Tanaman hasil pencangkokan cabang dari tanaman kayu bawang umur 4 tahun di KHDTK

Cahaya Ceria Laksanamega yang mengelola usaha toko eceran dengan konsep Modern house Warehouse Store dengan nama Mega Super Grosir yang merupakan toko perkulakan pertama di

Kuat tekan beton ringan selain berhubungan dengan perencanaan campuran adukan beton ringan, juga mempunyai hubungan yang unik dengan karakteristik beton ringan yang lainnya