• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 2c19a6347a BAB IIBAB 2 Arahan Peren. Pembangunan Bidang CK Kab. HSU Bantek RPI2JM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 2c19a6347a BAB IIBAB 2 Arahan Peren. Pembangunan Bidang CK Kab. HSU Bantek RPI2JM"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

2.1

Konsep Perencanaan Dan Pelaksanaan Program Dirjen

Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

(2)

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

2.2

Amanat Pembangunan Nasional

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025

adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN

mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan ntuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi Eksisting

Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Rencana dan Program Bidang CK

B.Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK

Permukiman yang

- UU No. 20/2001 tentang Rumah Susun - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan

Persampahan

- UU No. 7/2004 tentang SDA

- PP No. 18/2005 tentang Pengembangan SPAM - PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah sejenis

- PP 36/2005 tentang Peraturan

- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan

(3)

Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui

percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat

terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

(4)

penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

1. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

2. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air

limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan

air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas

sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total

penduduk.

3. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.

4. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan. Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

1. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, 2. memastikan ketersediaan air baku air minum,

3. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

4. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

5. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi, 6. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

7. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

8. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, 9. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

(5)

2.2.3

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

A. Prinsip Dasar Keberhasilan Pembangunan

Prinsip-prinsip dasar percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju membutuhkan perubahan dalam cara pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa, sebagai berikut:

1. Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa;

2. Perubahan pola pikir (mindset) dimulai dari Pemerintah dengan birokrasinya;

3. Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk membangun kerjasama dalam kompetisi yang sehat;

4. Produktivitas, inovasi, dan kreatifitas didorong oleh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menjadi salah satu pilar perubahan;

5. Peningkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong perubahan; 6. Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi;

7. Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan;

8. Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan dilakukan secara luas oleh seluruh komponen bangsa.

B. Prasyarat Keberhasilan Pembangunan

1. Peran Pemerintah dan Dunia Usaha

(6)

yang kondusif untuk percepatan dan perluasan investasi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan harus didukung oleh komitmen dunia usaha maupun Pemerintah

2. Reformasi Kebijakan Keuangan Negara

Kebijakan anggaran harus dimulai dengan menciptakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang credible dan berkelanjutan, serta diprioritaskan untuk akselerasi pertumbuhan demi menciptakan pembangunan yang merata dan berkelanjutan.

Pajak dan Bea Masuk adalah instrumen kebijakan ekonomi untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, untuk itu diperlukan reformasi.

Hal lain terkait reformasi kebijakan keuangan negara adalah diperlukannya reformasi sistem pelaporan kekayaan negara yang meliputi penyusunan arus dana negara dan neraca, harta dan kewajiban, baik yang bersifat keuangan, sumber daya alam, tanah dan bangunan, maupun yang lain. Laporan kekayaan negara tersebut memungkinkan pemerintah melakukan pemberdayaan aset secara efektif dan efisien.

3. Reformasi Birokrasi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia memerlukan dukungan birokrasi Pemerintah berupa reformasi yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Menciptakan birokrasi yang efektif, dapat mengatur kehidupan masyarakat dan

mendukung kebutuhan sektor usaha;

b. Birokrasi didukung oleh kelembagaan yang kuat dan efektif, menciptakan birokrasi dan administrasi yang rapi, lembaga legislatif yang bertanggung jawab, lembaga yudisial yang independen;

c. Menciptakan komitmen kepada penerapan good governance;

d. Birokrasi dan struktur kelembagaan yang kuat dan efektif harus mampu menjadi saluran umpan balik bagi perencanaan ke depan.

4. Penciptaan Konektivitas Antar Wilayah di Indonesia

Pemerintah menjadi motor penciptaan konektivitas antar wilayah yang diwujudkan dalam bentuk:

a. Merealisasikan sistem yang terintegrasi antara logistik nasional, sistem transportasi nasional, pengembangan wilayah, dan sistem komunikasi dan informasi;

b. Identifikasi simpul-simpul transportasi (transportation hubs) dan distribution centers untuk memfasilitasi kebutuhan logistik bagi komoditi utama dan penunjang;

(7)

d. Peningkatan jaringan komunikasi dan teknologi informasi untuk memfasilitasi seluruh aktifitas ekonomi, aktivitas pemerintahan, dan sektor pendidikan nasional.

5. Kebijakan Ketahanan Pangan, Air, dan Energi

Ketahanan pangan merupakan prasyarat penting mendukung keberhasilan pembangunan Indonesia. Berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi dan produksi;

b. Pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif;

c. Upaya diversifikasi konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya;

d. Diversifikasi produksi pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan potensi produksi pangan daerah;

e. Pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas di Luar Jawa; f. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan dan

pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen.

Kebijakan terkait penyediaan air bersih tidak terfokus pada pembangunan infrastruktur, namun juga harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Pemerintah memastikan ketersediaan dan akses terhadap air bagi seluruh penduduk; b. Penyediaan air bersih memperhatikan kelestarian lingkungan sumber air untuk

menjaga keberlanjutannya;

c. Pengembangan hutan tanaman harus dilanjutkan guna memastikan peningkatan luas hutan untuk keberlanjutan ketersediaan air;

d. Kabupaten/Kota memiliki luasan hutan sebagai persentase tertentu dari luas wilayahnya.

Ketahanan energi didasarkan kepada manajemen resiko dari kebutuhan dan ketersediaan energi di Indonesia, yang meliputi:

a. Manajemen resiko tersebut melalui pengaturan komposisi energi (energy mix) yang mendukung pembangunan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan;

b. Revisi peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung iklim usaha, serta perbaikan konsistensi antar peraturan;

c. Pembatasan ekspor komoditas energi untuk pengolahan lebih lanjut di dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah ekspor;

(8)

Negara bertanggung jawab melaksanakan sistem perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat terhadap resiko pembangunan ekonomi, sehingga perlu menyediakan jaminan sosial, bantuan sosial dan asuransi sosial.

Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berlandaskan penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya. Penanggulangan kemiskinan adalah upaya terkoordinasi antara pemerintah dan masyarakat yang mana masing-masing memiliki peran tersendiri

C. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Dalam rangka Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi dibutuhkan penciptaan kawasan-kawasan ekonomi baru, diluar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang telah ada. Pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus untuk mendukung pembangunan pusat-pusat tersebut, khususnya yang berlokasi di luar Jawa, terutama kepada dunia usaha yang bersedia membiayai pembangunan sarana pendukung dan infrastruktur. Tujuan pemberian perlakuan khusus tersebut adalah agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

(9)

dalam skala besar yang diharapkan dapat dikembangkan disetiap koridor ekonomi disesuaikan dengan potensi wilayah yang bersangkutan.

Pembangunan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia memberikan penekanan baru bagi pembangunan ekonomi wilayah.

Gambar 2.2 Ilustrasi Koridor Ekonomi Indonesia

D. Penguatan Konektivitas Nasional

(10)

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

Gambar 2.3 Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan

Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems.

2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

(11)

Tabel 2.1 Komponen Konektivitas

Sumber: MP3EI

Gambar 2.4 Visi Konektivitas Indonesia

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut

kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu ‘TERINTEGRASI SECARA LOKAL,

TERHUBUNG SECARA GLOBAL (LOCALLY INTEGRATED, GLOBALLY CONNECTED)’.

Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung

(12)

pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi, kawasan pergudangan, bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik.

Sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination).

Globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien

yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut.

Gambar 2.5 Kerangka Kerja Konektivitas Nasional

(13)

E. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Nasional

(14)

2.2.4

Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan

Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu: 1. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan

mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

2. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

3. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM-Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

(15)

2. Kerangka Desain Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Komponen Saat ini MP3KI

2013-1014 2015-2025

A. Mekanisme Ekonomi

- Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan inklusif (MP3EI)

- Stabilitas Ekonomi Makro

Pengendalian Inflasi dan Kesinambungan fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat

B. Afirmasi (Keberpihakan)

- Program 4 Klaster Belum terpadu lokasi

dan waktu, terutama

untuk kantong

kemiskinan

 Terpadu pada lokasi & waktu, terutama kantong kemiskinan

 Sinergi dengan program daerah dan CSR

 Konsolidasi program bantuan sosial >>>

unified data base

- Sistem Jaminan Sosial Sistem dan cakupan

terbatas

 Sistem diperbaiki (BPJS Kesehatan) dan cakupan diperluas

 Sistem semakin lengkap (BPJS lainnya) & universal coverage

- Sustainable Livelihood Terbatas >> daya tahan penduduk miskin rentan

Peningkatan income generating activities (wirausaha,

financial inclusion, dan supply chain MP3EI)

- Dukungan Data belum terpadu Data sasaran terintegrasi (PPLS), bertahap menuju

(16)

3. Transformasi : Perlindungan Sosial, Pelayanan Dasar dan Penghidupan Berkelanjutan

(17)

5. Instrumen MP3KI Jangka Pendek-Menengah

6. Sinergi MP3KI dan MP3EI a. Tujuan

1) Mempercepat upaya pengurangan kemiskinan

2) Menghindarkan dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar penduduk b. Strategi

1) Meningkatkan efek spill over dari pusat-pusat pertumbuhan MP3EI ke wilayah 2) Meningkatkan kapasitas penduduk untuk memanfaatkan peluang

c. Implementasi (antara lain)

1) Kebijakan umum: industri padat karya dan upah minimum

2) Meningkatkan akses (transportasi) dari pusat pertumbuhan ke non pusat pertumbuhan

3) Membangun Sekolah Kejuruan dan melaksanakan berbagai diklat kewirausahaan dan ketrampilan

4) Mendorong program kemitraan antara perusahaan dan UKM lokal

5) Mempermudah penyediaan permodalan dan pembentukan wira usaha (business star up) serta outlet pemasaran (pasar-pasar local)

-157 Kecamatan

-Uji coba pendekatan penghidupan berkelanjutan melalui

perlindungan dan

pengembangan aset, khususnya perluasan akses ekonomi

-Pendanaan: anggaran K/L di lokasi pilot

Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan

(Livelihood)

Ketiga instrumen dilaksanakan dengan menggunakan platform PNPM

1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia masyarakat miskin perdesaan dan perkotaan

2. Pengembangan dan diversifikasi sumber usaha masyarakat miskin berbasis sumber daya alam

3. Penyediaan dan pengembangan

infrastruktur dasar terpadu, yaitu: listrik, sanitasi, air bersih, dan transportasi alternative bagi masyarakat perdesaan 4. Pemberian jaminan pelayanan dasar dan

perlindungan sosial di wilayah perdesaan, terpencil dan perbatasan

(18)

2.2.5

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

KEK terdiri atas satu atau beberapa zona sebagai berikut:

1. Pengolahan ekspor; diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor.

2. Logistik; diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri.

(19)

lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri.

4. Pengembangan teknologi; diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi.

5. Pariwisata; diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait. 6. Energi; diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta

produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer.

7. Ekonomi lain; diperuntukkan untuk kegiatan lain selain huruf a sampai f yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi kriteria:

1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

2. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

4. Mempunyai batas yang jelas.

Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh:

1. Badan Usaha, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota

2. Pemerintah kabupaten/kota, usulan diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi

3. Pemerintah provinsi, usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

Penyelenggaraan KEK meliputi: 1. Pengusulan KEK;

2. Penetapan KEK; 3. Pembangunan KEK; 4. Pengelolaan KEK; dan 5. Evaluasi pengelolaan KEK.

Lokasi yang diusulkan untuk pembentukan KEK oleh Badan Usaha berada pada: 1. Dalam satu wilayah kabupaten/kota; atau

2. Lintas wilayah kabupaten/kota.

(20)

1. Deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK;

2. Peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan;

3. Rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; 4. Studi kejayakan ekonomi dan finansial;

5. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; 7. Penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah;

8. Rekomendasi dari otoritas pengejola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya;

9. Pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK; dan

10.Komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan.

Penetapan KEK dilakukan oleh Dewan Nasional setelah Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap. Kajian dilakukan terhadap: 1. Pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan

2. Kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan. Pembangunan KEK meliputi kegiatan:

1. Pembebasan tanah untuk lokasi KEK; dan 2. Pelaksanaan pembangunan fisik KEK.

Pembangunan KEK dibiayai dari:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

2. Badan Usaha;

3. Kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha; dan/atau

4. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan KEK dilakukan oleh:

1. Administrator; dibentuk oleh Dewan Kawasan, yang bertugas : a. memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan

b. Bagi pelaku usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di kek:

(21)

d. Menyampaikan laporan operasionalisasi kek secara berkala dan insidental kepada dewan kawasan.

2. Badan Usaha pengelola; bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK, berbentuk : a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;

b. Badan Usaha koperasi; c. Badan Usaha swasta; atau

d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK dan paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.

2.2.6

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Program-program pembangunan yang berkeadilan, meliputi:

1. Program pro rakyat :

a) Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

b) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

c) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil; 2. Program keadilan untuk semua :

a) Program keadilan bagi anak; b) Program keadilan bagi perempuan;

c) Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; d) Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e) Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan; f) Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan; 3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) :

a) Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; b) Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c) Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; d) Program penurunan angka kematian anak;

e) Program kesehatan ibu;

f) Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; g) Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

(22)

Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3

Peraturan Perundangan

2.3.1

UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman

Pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: 1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman;

2. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi mbr; 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan

perumahan dengan tetap;

4. Memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

5. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

6. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

7. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Tugas Pemerintah kabupaten/kota dalam rangka melaksanaan pembinaan melakukan penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kabupaten/Kota (pasal 15). Sementara itu wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan perumahan dan kawasan permukiman adalah:

1. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

(23)

3. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

4. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

5. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi mbr;

6. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi mbr pada tingkat kabupaten/kota;

7. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

8. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan

9. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Penyelenggaraan perumahan meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi:

1. Rumah komersial, diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Rumah umum, diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

3. Rumah swadaya diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok.

4. Rumah khusus, diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.

5. Rumah umum, mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

6. Rumah swadaya, dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

7. Rumah khusus dan rumah Negara, disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis meliputi:

(24)

Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.

Ketentuan mengenai pembangunan rumah dan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :  Pasal 34 ayat 1 dan 2

 Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan

perumahan dengan hunian berimbang.

 Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib

mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.  Pasal 35 ayat 1

 Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah

sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.  Pasal 36 ayat 1 dan 2

 Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu

hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota.

 Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau

tempat kerja.  Pasal 38 ayat 1,2,4

 Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau

rumah susun.

 Pembangunan rumah dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika

ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.

 Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata

ruang wilayah.  Pasal 47 ayat 3

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan:

 kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

 keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian;

 ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,dan utilitas umum.

(25)

 Pasal 48

Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian, meliputi:

 pemanfaatan rumah;

 pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan

 pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.  Pasal 49 ayat 1 dan 2

 Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa

membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.

 Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan

terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.

Sementara itu ketentuan mengenai pengendalian pembangunan perumahan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut :

 Pasal 53 ayat 1 dan 2

 Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:

a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan.

 Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: a. perizinan;

b. penertiban; dan/atau  Pasal 64 ayat 1,2,6

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ini juga diatur mengenai penanganan kawasan kumuh sebagai berikut :

 Pasal 94

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

(26)

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.  Pasal 95 ayat 1 dan 2

 Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan

permukiman kumuh baru mencakup:

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

 Pencegahan dilaksanakan melalui :

a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaan masyarakat.

 Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar

teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang

perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.

 Pencegahan wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,dan/atau setiap

orang.  Pasal 97

 Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului

dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan:

c. pemugaran; d. peremajaan; atau e. pemukiman kembali.

 Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

(27)

 Pasal 98 ayat 1 dan 2

 Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; e. kualitas bangunan; dan

f.kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

 Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses

pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

 Pasal 99

Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.  Pasal 100

 Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman,

dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak.

 Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan

secara lebih baik dari kondisi sebelumnya.

 Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.  Pasal 101

Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.

 Pasal 102

(28)

pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas :

1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

2. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

3. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

4. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

5. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

6. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

7. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

8. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

9. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

10.Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

11.Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

2.3.2

UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

(29)

A. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

B. Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan

bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.

1. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas

bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan. Persyaratan tata bangunan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.

a. Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan

peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlukannya.

1) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang

tata ruang. Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan,

2) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan meliputi koefisien dasar

bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.

3) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung meliputi :

a) garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;

b) jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.

(30)

b. Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.

1) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memperhatikan bentuk dan

karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

2) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang,

arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.

3) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan

gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

2. Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi persyaratan keselamatan,

kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Persyaratan keandalan bangunan gedung ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.

a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan

bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban

muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan

kukuh dalam mendukung beban muatan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri

2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan

menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan

(31)

3) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya

petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan

terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir, untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis.

b. Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem

penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.

1) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara

yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami.

2) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus

disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.

3) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam

dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya,

4) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna

bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

c. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak

dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.

1) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari

dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.

2) Kenyamanan hubungan antar ruang merupakan tingkat kenyamanan yang

(32)

3) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperature dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

4) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam

melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain di sekitarnya.

5) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat

kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.

d. Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam

bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.

1) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia.

a) Kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung. b) Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana

transportasi vertikal sebagaimana berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung. Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna.

Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.

Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.

(33)

evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal. Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal, termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya.

Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum. Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut: 1. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya

harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

2. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

3. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk (pasal 3):

1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,kenyamanan, dan kemudahan; 3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

(34)

1. Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.

2. Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.

3. Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, danpenyimpanan. 4. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,

kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.

5. Bangunan gedung fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.

Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.

2.3.3

UU No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Dalam UU No. 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air diartikan sebagai air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, dimana UU ii akan mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

Kesimpulan arahan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terrkait dengan perencanaan dan pengembangan infrastruktur adalah sebagai berikut:

1. Hak Guna Air

(35)

1) cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air; 2) ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar; 3) digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada

Izin Hak Guna Air diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

2. Pola Pengelolaan Air

Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air yang disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah, serta didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai dan pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.

3. Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan Wilayah Sungai

a. Pemerintah

1) menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

2) pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional :

 menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;  menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air;  menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;  melaksanakan pengelolaan sumber daya air;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air;

 menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air

 membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air

wilayah sungai

3) mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

4) memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya air;

(36)

6) memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

b. Pemerintah Provinsi

1) menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

2) pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota :  menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

 menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

 menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

 melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan provinsi sekitarnya;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air;

3) mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;

4) membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

5) memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air;

6) membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air;

7) menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah kabupaten/kota.

c. Pemerintah Kabupaten/Kota

1) menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

2) pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota :  menetapkan pola pengelolaan sumber daya air;

 menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

(37)

 menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air;

 melaksanakan pengelolaan sumber daya air dengan memperhatikan

kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

 mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air;  membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

kabupaten/kota;

 menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

pengelolaan sumber daya air

3) memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya;

d. Pemerintah Desa

1) mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;

2) menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

3) memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai dengan ketersediaan air yang ada;

4) memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya.

4. Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui :

a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; b. pengendalian pemanfaatan sumber air;

c. pengisian air pada sumber air;

(38)

e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. pengaturan daerah sempadan sumber air; h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.

5. Pendayagunaan Sumber Daya Air

Dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan,

pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola

pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan

mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil, dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah maupun

antarkelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.

Didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan

mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

Dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan

memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat.

a. Penatagunaan sumber daya air, ditujukan untuk :

1) Menetapkan Zona Pemanfaatan Sumber Air.

merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan RTRW dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:

a) mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

b) menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis; c) memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber

air;

d) memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

e) melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan f) memperhatikan fungsi kawasan.

2) Penetapan peruntukan air pada sumber air, dilakukan dengan memperhatikan: a) daya dukung sumber air;

(39)

c) perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan d) pemanfaatan air yang sudah ada.

b. Penyediaan sumber daya air

Ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air. Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

c. Penggunaan sumber daya air

Ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi, yang dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

d. Pengembangan sumber daya air

Ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya, yang dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.

Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam meliputi: 1) air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya; 2) air tanah pada cekungan air tanah;

3) air hujan;

4) air laut yang berada di darat.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi

6. Pengendalian Daya Rusak Air

Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak air diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air.

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 2.2 Ilustrasi Koridor Ekonomi Indonesia
Gambar 2.3 Konsep Gerbang Pelabuhan dan Bandar Udara Internasional di Masa Depan
Tabel 2.1 Komponen Konektivitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikannya Skripsi yang berjudul “EVALUASI PELAKSANAAN MANAJEMEN

Memudahkan pertugas untuk mengolah data dengan baik dengan menginputkan data di form yang tersedia, pencarian data pasien yang cepat karena data tersimpan dalam database

Mila Pujiati. Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Cinta dalam Ikhlas Karya Kang Abay: Tinjauan Psikologi Sastra. Program Studi Pendidikan Bahasa dan

oleh kedua orang tua untuk datang ke lokasi pusat bisnis keluarga. Bagaimana cara menjelaskan kepada calon penerus mengenai nama. peralatan-peralatan dan fungsi yang

Lokal Kitab Fathul Qorib dalam Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Fiqih (Studi Kasus di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus) ”.

berkat, bimbingan, dan perlindungan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Pendidikan Seksualitas dalam

nurturance yang tinggi maka seorang pengasuh anak akan terdorong untuk. mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada anak, sehingga anak

Menyadari hal tersebut menerapkan CRM di lingkungan bisnis untuk mempertahankan nasabah harus dilakukan dengan baik dan benar agar dapat menjadi salah satu