BAB IV
ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN
LINGKUNGAN
4.1 Analisis Sosial
4.1.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Aspek sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya terutama
dalam rangka penanganan isu strategis seperti permasalahan kemiskinan, dan isu
pengharusutamaan gender (PUG).
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah dilakukan kegiatan
responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector
Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to
PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat
bidang Cipta Karya.
4.1.2Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Aspek Sosial pada pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya terutama
dalam rangka konsultasi masyarakat, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi,
dan permukiman kembali penduduk (resettlement).
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat
pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk
menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan
pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada
saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan
lahan.
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah
dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas
selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua
langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki,
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini.
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali
harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat
peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang
wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali
kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
4.1.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan
secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya
yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2 Analisis Ekonomi
4.2.1 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan permasalahan yang menjadi tugas seluruh pihak baik
swasta, msyarakat dan pemerintah. Meskipun demikian, peran pemerintah menjadi
sangat penting dalam pengentasan kemiskinan dimana penanganan kemiskinan
menjadi tugas wajib bagi pemerintah. Budi Rajab (2004), memaknai kemiskinan
sebagai ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi
dan memuaskan keperluan-keperluan dasar materialnya. Konsep tersebut memberikan
pengertian bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang serta papan untuk
kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial stukturalnya. Sumberdaya
digunakan untuk mempertahankan kehidupan fisiknya dan tidak memungkinkan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa ada tiga pendekatan yang mencoba
menjelaskan mengenai sebab-sebab kemiskinan, yaitu system approach, decision- making model dan structural approach. Sehingga dalam upaya penanganan kemiskinan di Kabupaten Gianyar perlu dilakukan kajian yang lebih komprehensif
untuk mengetahui akar permasalahan kemiskinan yang ada di Kabupaten Gianyar dan
langkah dalam pengentasannya.
Penduduk Kabupaten Gianyar tahun 2014 berjumlah 490.500 jiwa mencakup
247.500 jiwa laki-laki dan 243.000 jiwa perempuan dengan jumlah rumah tangga pada
tahun 2014 adalah 105.968 rumah tangga. Pada tahun 2014 terdapat 20.800 jiwa
penduduk yang masih tergolong miskin, atau sekitar 4,27% dari total penduduk
Kabupaten Gianyar. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2012, terjadi penurunan
jumlah dan persentase penduduk miskin sebesar 0,42 % di Kabupaten Gianyar. Hal ini
membuktikan bahwa program pemerintah daerah untuk mengentaskan kemiskinan
sudah terlihat ada hasilnya. Namun perlu disadari bahwa kemiskinan adalah
permasalahan yang kompleks dan memerlukan penanganan secara terpadu.
Pemerintah Kabupaten Gianyar juga telah melakukan upaya-upaya penurunan jumlah
Rumah Tangga Miskin (RTM) melalui program-program yang menyentuh masyarakat.
Hasilnya dapat dilihat dari penurunan jumlah RTM sesuai hasil Pendataan Sosial
Ekonomi Penduduk (PSE) Tahun 2005 sebanyak 629 RTM, Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2008 dan 2011 masing-masing sebanyak 7.509
RTM dan 6.694 RTM.
4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Pembangunan infrastruktur memiliki peran penting terhadap perekonomian
suatu daerah. Pembangunan infrastruktur yang dibangun mampu memberikan
dorongan masuknya investasi sehingga perputaran ekonomi menjadi meningkat.
Selain itu, pembangunan infrastruktur dapat mendorong peningkatan akses
masyarakat terhadap pusat-pusat perekonomian sehingga akses masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi menjadi lebih cepat.
Beberapa literature teori pertumbuhan baru (new growth theory) mencoba
menjelaskan pentingnya infrastruktur dalam mendorong perekonomian. Teori ini
merupakan sumber yang mungkin dalam meningkatkan batas-batas kemajuan
teknologi yang didapat dari munculnya eksternalitas pada pembangunan infrastruktur
(Hulten dan Schwab, 1991 :91). Keberadaan infrastruktur secara umum dapat
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan hubungan tersebut dalam
berbagai model ekonomi, baik hubungan secara langsung, tidak langsung maupun
hubungan timbal balik (kausalitas).
Pembangunan Bidang Cipta Karya sebagian besar merupakan pembangunan
yang bertujuan untuk pencapaian universal akses dan target nasional 100-0-100, 100
% layanan air minum, 100% layanan sanitasi dan 0 % kawasan kumuh. Pencapaian
pembangunan universal akses dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat tentu memiliki pengaruh terhadap tingkat perekonomian lokal masyarakat.
Selain itu, penataan kawasan kumuh dan bantuan perumahan memberikan bantuan
dan stimulant bagi masyarakat di kawasan kumuh dan kurang mampu sehingga
mampu meringankan beban masyarakat secara perekonomian dan mempermudah
akses lapangan kerja bagi masyarakat.
4.3 Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan
RPIJM Bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi
prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan
dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
2.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang.
3.
Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
4.
Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5.
Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU
No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
A. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Gianyar.
KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal
ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana
dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan
yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
Bidang Cipta Karya, seperti pada Tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2
Penapisan KLHS usulan program/kegiatan Bidang Cipta Karya Kabupaten Gianyar 2016 – 2020
No Kriteria Penapisan Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
1 Perubahan Iklim Usulan kegiatan RPIJM merupakan
suatu upaya untuk mengantisipasi
dampak perubahan iklim, seperti
Tidak
No Kriteria Penapisan Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
kegiatan penyediaan air minum sebagai
upaya memberikan pelayanan air minum
pada daerah sulit air bersi;, kemudian
kegiatan penyediaan drainase sebagi
upaya mengurangi dampak meluasnya
genangan akibat curah hujan yang tinggi
2 Kerusakan,
kemerosotan,
dan/atau kepunahan
keanekaragaman
hayati
Usulan kegiatan RPIJM tidak
bersinggungan dengan kawasan
lindungyang berkaaitan dengan
lingkungan hayati
Tidak
Signifikan
3 Peningkatan
intensitas dan
cakupan wilayah
bencana banjir,
longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran
hutan dan lahan
Usulan kegiatan RPIJM khususnya
sektor pengembangan permukiman
salah satu kegiatannya bertujuan
sebagai mitigasi bencana seperti
pembuatan dinding penahan tanah pada
kawasan longsor dan pembuatan jalur
evakuasi bencana.
Usulan kegiatan RPIJM justru berupaya
menjaga kualitas dan kelimpahan
sumber daya air baku, melalui kegiatan
penyediaan drainase berbasis
konservasi air tanah serta penyediaan
IPAL komunal untuk menjaga kualitas
air tanah dari pencemaran air limbah
domestik.
Tidak
Signifikan
5 Peningkatan alih
fungsi kawasan hutan
dan/atau lahan
Usulan kegiatan RPIJM tidak
menyebabkan alih fungsi kawasan hutan
atau lahan produktif
Tidak
Signifikan
6 Peningkatan jumlah
penduduk miskin atau
terancamnya
Usulan kegiatan RPIJM justru sebagai
upaya penanggulangan kemiskinan
melalui program-program peningkatan
Tidak
No Kriteria Penapisan Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
keberlanjutan
penghidupan
kelompok
masyarakat.
swadaya masyarakat seperti kegiatan
PNPM dan kegiatan-kegiatan
penyediaan infrastruktur dasar pada
kawasan kumuh dan masyarakat miskin.
7 Peningkatan resiko
terhadap kesehatan
dan keselamatan
manusia
Usulan kegiatan RPIJM justru berupaya
meningkatkan kualitas lingkungan
permukiman menjadi lebih layak huni
bagi masyarakat
Tidak
Signifikan
Semua parameter dari kriteria penapisan tidak signifikan. Tim Satgas RPIJM
Kabupaten Gianyar dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu
dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan
BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Gianyar telah disusun pada
tahun 2012 terkait dengan penetapan dan pengesahan RTRW Kabupaten Gianyar.
Rekomendasi berdasarkan kajian KLHS terhadap Kebijakan, Rencana dan Program
(KRP) untuk RTRWK Kabupaten Gianyar Tahun 2013-2033. Rekomendasi Dokumen
KLHS Kabupaten Gianyar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPIJM Bidang
Cipta Karya, meliputi :
1)
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Dinas KLH Kabupaten Gianyar, baik teknis, Manjemen dan Penegakan Hukum.2)
Meningkatkan pendekatan sosialisasi kepada masyarakat, para pelaku Usaha dan/atau Kegiatan dan para Pelajar tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup3)
Meningkatkan Koordinasi dalam sistem kerja lembaga Lingkungan Hidup dengan instansi tehnis untuk pengelolaan lingkungan hidup.4)
Mengupayakan Para Pelaku Usaha dan/atau Kegiatan secara keseluruhan telah memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, Instalasi Pengolahan AirLimbah (IPAL) dan Izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5)
Menyiapkan data dan Peta Sumber Air Kabupaten Gianyar.7)
Terlaksananya penyuluhan hukum dan pengembangan jaringan kemitraan penaatan hukum lingkungan dengan perusahaan.B. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
Wajib AMDAL sebagimana tercantum dalam Tabel 4.3: Penapisan Rencana Kegiatan
Wajib AMDAL
Tabel 4.3 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
˗ Luas kawasan TPA, atau ≥ 10 ha
c. Pembangunan transfer station: Kapasitas ≥ 500 ton/hari
d. Pemb. Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: Kapasitas
≥ 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator: Kapasitas Semua kapasitas
f. Composting Plant: Kapasitas ≥ 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api: Kapasitas ≥ 500 ton/hari
B Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha
b. Kota besar, luas ≥ 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi ≥ 2.000 ha
C Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
˗ Luas, atau ≥ 2 ha
˗ Kapasitasnya ≥ 11 m3/hari
b. Pemb. IPAL limbah domestik, termasuk fas penunjangnya:
˗ Luas, atau ≥ 3 ha
˗ Kapasitasnya ≥ 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
˗ Luas layanan, atau ≥ 500 ha
˗ Debit air Limbah ≥ 16.000 m3/hari
D Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: ≥ 5 km
b. Kota sedang, panjang: ≥ 10 km
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi; Panjang ≥ 10 km
Sumber: Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas
menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang
wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 : Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
(i). Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instalasi penunjang:
• Luas kawasan < 10 Ha; atau
• Kapasitas total < 10.000 ton (ii). TPA daerah pasang surut
• Luas landfill < 5 Ha; atau
• Kapasitas total < 5.000 ton iii). Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv). Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
• Kapasitas < 500 ton (v). Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
vi). Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
• Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik / Permukiman
(i). Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang
• Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3/hari
(ii). Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari iii). Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman
(i). Pembangunan saluran primer dan sekunder
• Panjang < 5 km
(ii). Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha d. Air Minum
(i). Pembangunan jaringan distribusi:
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
• Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
• Pedesaan, Panjang : -
iii). Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
• Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
• Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv). Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
• Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
(v). Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
• Pelayanan masy. oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
• Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan Gedung
(i). Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
(ii). Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
iii). Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2;
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan kawasan
permukiman baru
(i). Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
(ii). Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii). Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
(i). Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhandasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
• Luas kawasan: < 10 ha
(ii). Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
• Luas kawasan: < 10 ha
iii). Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan,
kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
• Luas kawasan: < 10 ha
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
Perkotaan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai
dengan pemindahan penduduk, dan dapat
dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun
• Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen
UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
Bedasarkan usulan kegiatan masing-masing sektor sebagaimana disajikan pada Bab
VI maka dapat ditentukan kegiatan wajib Amdal, kegiatan wajib UKL UPL, dan
kegiatan dengan SPPLH sesuai ketentuan dalam penapisan rencana kegiatan
sebagaimana tercantum dalam Tabel tersebut di atas. Namun pada laporan ini hanya
disajikan kegiatan dari sumber dana APBN berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Satker sektor terutama mengenai batasan kapasitas (volume, panjang,luas, dsb) yang
dijadikan paramater untuk menentukan suatu kegiatan apakah wajib Amdal, wajib UKL
UPL,atau SPPLH. Semua usulan kegiatan pada Bab VI baik dari sumber dana APBN,
APBD Provinsi ataupun Kabupaten/Kota belum mencantumkan batasan kapasitas
NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT
(1) (2) (3)
4.1 Sosial
1. Pencemaran menyebabkan berkembangnya
wabah penyakit
Pengelolaan limbah yang belum terpadu dan berkelanjutan menyebabkan limbah
dari masyarakat tidak terkelola dengan baik. Limbah yang belum terkelola ini
memiliki potensi besar menyebabkan wabah penyakit yang dapat mengancam
masyarakat.
4.2 Ekonomi
1. Kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan
lingkungan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana masyarakat belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan,papan). Kondisi seperti ini pula
yang mengakibatkan masyarakat belum memiliki pola kehidupan yang sehat dan
dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Selain itu masyarakat miskin belum
sampai untuk memikirkan mengenai lingkungan mereka dimana mereka masih
memikirkan kebutuhan mereka yang harus dipenuhi karena keterbatasan yang
dimilikinya.
2. Perkembangan ekonomi lokal dari pembangunan
infrastruktur permukiman
Pembangunan infrastruktur sangat terkait erat dengan pertumubuhan ekonomi
local. Hal ini terkait dengan kemudahan akses dan iklim ekonomi yang diciptakan
melalui pembangunan infrastruktur.
4.3 Lingkungan
1. Kecukupan air baku untuk air
minum
Air baku yang dipergunakan sebagai air minum masih memanfaatkan air tanah dan mata air
sehingga ekploitasi terhadap air tersebut dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan jika
dilakukan secara berlebihan. Mengingat hal itu pengelolaan terhadap air perlu dilakukan secara
bak dan menggunakan asas berkelanjutan.
2. Pencemaran lingkungan oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi
maksimal
Infrastrukur memiliki peran penting untuk menjaga kualitas lingkungan. Ketika infrastruktur yang
sudah terbangun tidak berfungsi maksimal (disfungsi) dapat menggangu sistem yang sudah terbangun. Oleh karena itu, infrastruktur yang sudah dibangun perlu dilakukan pemeliharaan dan
pengembangan agar dapat berfungsi dengan baik.
3. Dampak kumuh terhadap kualitas
lingkungan
Munculnya permukiman yang belum tertata khususnya permukiman kawasan kumuh
menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat yang diakibatkan kurangnya penataan
kehidupan masyarakat dan kurangnya dukungan infrastruktur permukiman yang memadai.
Permukiman yang kurang sehat ini dapat menjadi sarang munculnya beberapa penyakit dan
menjadi ancaman bagi masyarakat di wilayah tersebut dan wilayah sekitarnya.
terhadap kawasan permukiman
dan upaya mitigasi dan adaptasi
yang telah dilakukan
hujan yang besar secara mendadak pada musim kemarau. Hal ini tentu dapat menjadi ancaman
pada kawasan permukiman yang belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengantisipasi