BAB XI
ASPEK PEMBIAYAAN
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, maka Pemerintah Kabupaten mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan dan melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Urusan pemerintahan daerah dimaksud meliputi: Urusan Wajib dan Urusan Pilihan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Birokrasi dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah tersebut secara umum berperan menjalankan 3 (tiga) fungsi utama, yaitu: fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. Fungsi pelayanan berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang pada hakikatnya merupakan bagian atau berhubungan dengan masyarakat. Fungsi utamanya adalah pelayanan publik (public service) langsung kepada masyarakat. Fungsi pembangunan berhubungan dengan organisasi pemerintah yang menjalankan salah satu urusan pemerintahan daerah guna mencapai tujuan pembangunan. Fungsi pokoknya adalah Development function atau adaptive function. Fungsi ketiga adalah pemerintah umum yang berhubungan dengan rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan. Fungsinya lebih kepada fungsi pengaturan (regulative function).
Guna melaksanakan ketiga fungsi utama tersebut secara optimal diperlukan
dukungan anggaran yang memadai yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk melaksanakan semua urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang menggambarkan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam kurun waktu satu tahun. APBD selain itu juga merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengalokasian anggaran belanja yang secara rutin merupakan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah menjadi tolok ukur bagi tercapainya kesinambungan serta konsistensi pembangunan daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.
memperhatikan keterbatasan sumber daya yang ada, maka dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar target kinerja pembangunan daerah yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka penyusunan APBD Kabupaten Lahat didasarkan pada Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Kebijakan Umum APBD (KUA) dimaksudkan sebagai pijakan dan dasar bagi Pemerintah Daerah dan DPRD dalam membahas dan menyepakati PPA yang selanjutnya menjadi bahan utama penyusunan RAPBD, oleh karena itu KUA tersebut juga memberikan landasan dan pedoman bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun datang dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi
kewenangannya. Rencana program dan kegiatan beserta anggarannya dimaksud dituangkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) serta rencana pelaksanaannya sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakikatnya merupakan perwujudan amanat rakyat kepada eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam batas otonomi daerah yang dimiliki. Bertitik tolak pada hal tersebut, maka setiap penyusunan APBD Kabupaten Lahat disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip:
Partisipasi Masyarakat 1.
Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD. Transparansi
2.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun harus dapat
Disiplin Anggaran 3.
Anggaran daerah disusun berdasarkan kebutuhan riil dan prioritas masyarakat di daerah sesuai dengan target dan sasaran pembangunan daerah. Dengan demikian, dapat dihindari adanya kebiasaan alokasi anggaran pembangunan ke seluruh sektor yang kurang efisien dan efektif.
Anggaran yang tersedia pada setiap pos/ rekening merupakan batas tertinggi belanja/ pengeluaran. Oleh karena itu, tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan melampaui batas kredit anggaran yang ditetapkan.
Keadilan Anggaran 4.
Pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar, masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus
mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.
Pemerintah Daerah di dalam menetapkan besaran pajak dan retribusi harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional dan transparan terkait dengan penentuan hak-hak dan tingkat pelayanan yang diterima oleh masyarakat di daerah. Mengingat, adanya beban pembiayaan yang dipikul langsung maupun tidak langsung oleh kelompok masyarakat melalui mekanisme pajak/ retribusi, serta adanya keharusan untuk
merasionalkan anggaran yang lebih menguntungkan bagi kepentingan masyarakat dan mampu merangsang pertumbuhan ekonomi daerah sesuai mekanisme pasar.
Efisiensi dan Efektivitas Anggaran 5.
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan:
Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator a.
kinerja yang ingin dicapai;
Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja serta penetapan harga b.
satuan yang rasional. Taat Azas
6.
ditetapkan dengan Peraturan Daerah di dalam penyusunannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.
9.1. Kondisi Umum Keuangan Kabupaten Lahat
Keberhasilan Dan kelancaran roda pemerintahan suatu daerah, selain ditunjang oleh sumber daya manusia yang handal, juga dipengaruhi oleh sumber dana yang memadai, yaitu bersumber dari penerimaan daerah dan selanjutnya direali sasikan untuk berbagai kegiatan, baik yang menyangkut kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan.
Pada tahun anggaran 2011 penerimaan Kabupaten Lahat mencapai
1.058.600.290.000 rupiah.Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 33 % dari tahun
sebelumnya. Sumber penerimaan terbesar adalah dari bagian transfer pemerintah pusat – dana perimbangan tercatat sebesar 806.165.939.000 rupiah atau sekitar 76,2 % dari seluruh penerimaan
9.2. Profil APBD Kabupaten Lahat
Pengeluaran daerah yang terdiri dari dua kelompok yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, menunjukan bahwa dalam tahun 20 11 pengeluaran rutin mencapai 747,010 milyar rupiah lebih, sementara pengeluaran pembangunan sebesar 204.184 milyar rupiah lebih.
Komponen Penerimaan Pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Lahat yang terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat d ilihat pada tabel 6.1 dibawah ini, b ahwa Dalam tahun anggaran 20 11 pengeluaran rutin juga mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya tercatat mencapai 265.96milyar rupiah lebih atau naik sebesar 55,3 persen dan pengeluaran pembangunan mengalami penurunan sebesar 135.68 milyar rupiah lebih dari tahun sebelumnya atau sebesar %
Tabel 9.1
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2011 Dalam (000 Rupiah)
Rutin Pembangunan
Belanja Tak
Terduga Jumlah
2010 795.037.637,26 481.044.789,15 339.867.943,26 3.000.000 821.212.732,41
2011 1 058 600 290 747.010.571 204.184.886 1.033.346 952 228 803
Sumber : Bagian Keuangan Pemda Lahat, 2011
Tabel 9.2
Belanja Kabupaten Lahat tahun 2011
No Uraian Realisasi
1 2
B. BELANJA
1. BELANJA OPERASI
Belanja Pegawai Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Keuangan kepada Provonsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
Jumlah
II. Belanja Modal
Belanja Tanah
Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya/ Jumlah
III.Belanja Tak Terduga
517 695 599 8 186 876 16 183 512 31 803 501
747 010 571
850 011-43 070 718 126 603 931 8 969 058 204 184 886
Jumlah Belanja 952 228 803
Sumber : Bappeda Kab. Lahat 2011
9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN
dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infrastruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai
stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU No 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi
anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Tabel 9.3
Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Lahat dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor Alokasi
Tahun 1
Alokasi
Tahun 2
Alokasi
Tahun 3
Alokasi
Tahun 4
Alokasi
Tahun 5
Pengembangan Air Minum Pengembangan PLP Pengembangan Permukiman
Penataan Bangunan & lingkungan
Total
penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi.DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementrian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis.Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 9.4
Perkembangan DAK infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Lahat
dalam 5 Tahun Terakhir
Jenis DAK Tahun -1 Tahun - 2 Tahun -3 Tahun - 4 Tahun - 5
DAK Air Minum DAK Sanitasi
9.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBD
dalam 5 Tahun Terakhir
Tabel 9.5
Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor Tahun - 1 Tahun-2 Tahun -3 Tahun -4 Tahun -5
Alok
Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya
Total Belanja APBD
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukkan besaran komitmen pemerintah daerah dalam
melakukan pembangunan bidang Cipta Karya.Oleh sebab itu, perkembangan besaran DDUB dalam 3-5 tahun terakhir perlu diketahui untuk melihat komitmen pemerintah daerah.
Perkembangan DDUB dapat dijabarkan dalam table 9.6. Tabel 9.6
Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor Tahun - 1 Tahun-2 Tahun -3 Tahun -4 Tahun -5
Alokasi
Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya
Total
9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5
Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented )sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia.Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.
Di samping itu, pada bagian ini dicantumkan juga nilai dan volume kegiatan
pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana secara umum yang dilaksanakan oleh perusahaan daerah yang ada di kabupatenkota dalam 3-5 tahun terakhir.
9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta
dalam 5 Tahun Terakhir
dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Di beberapa daerah, skema pembiayaan alternatif ini sudah banyak dilakukan untuk
menunjang pembangunan Cipta Karya di daerah.Informasi kegiatan-kegiatan eksisting perlu dipahami untuk melihat potensi pembiayaan dari dunia usaha di daerah tersebut.
Tabel 9.7
Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Kegiatan Tahun Komponen
KPS Satuan Volume Nilai (RP)
Skema
Pembiayaan * Ket.
Pengembangan Air Minum
-…
-…
Pengembangan PPLP
-…
-…
Pengembangan Permukiman
-…
-…
Penataan Bangunan dan Lingkungan
-…
-…
*)dapat dipilih bentuk KPS berupa BOT/Konsesi/lainnya
9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalm lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui bidang Cipta Karya dalam lima tahun kedepan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata- rata proporsi tahun-tahun
sebelumnya.
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NSP menjadi dana dasar yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NSP dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut :
Net Public Saving = Total Penerimaan daerah-Belanja Wajib
NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) – (Belanja mengikat +Kewajiban daerah)
Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh
-Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.
Kewajiban Daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan
-lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.
Analisis Kemampuan Pinjaman daerah (Debt Service Coverage Ratio)
Pinjaman daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas.Pinjaman
Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 tahun 2011 Tentang pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2 ,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan Pemerintah. Oleh karena itu, DSCR dalam 3-5 tahun ke depan perlu dianalisis dalam RIPJM dengan rumus sebagai berikut:
DSCR = (PAD + DAU + DBH +DBHDR) – Belanja Wajib Pokok Pinjaman + Bunga +Biaya lain
PAD = Pendapatan asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana Reboisasi
9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Beberapa kabupate/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk bussines plan. Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi
perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPI2-JM.
9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama
9.5. Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan strategi Peningkatan Investasi
Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari anlisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
9.5.1 Analisis Kemampuan keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut :
a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10 % dari tahun sebelumnya.
b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhitungan c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis
d. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta berdasarkan
9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percepatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, satgas RPI2-JM daerah agar merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain :
1. strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;
2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi penggunaan anggaran; 3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;
4. strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;
yang sudah ada;