• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH (Pila ampullacea) DENGAN POROGEN LILIN SARANG LEBAH SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH (Pila ampullacea) DENGAN POROGEN LILIN SARANG LEBAH SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH (Pila ampullacea) DENGAN POROGEN

LILIN SARANG LEBAH SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD

SKRIPSI

NIVA DIAN KARTIKASARI

PROGRAM STUDI S-1 FISIKA DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH (Pila ampullacea) DENGAN POROGEN

LILIN SARANG LEBAH SEBAGAI APLIKASI SCAFFOLD

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Fisika

pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

Oleh :

NIVA DIAN KARTIKASARI

NIM. 081013039

Tanggal Lulus :

20 Agustus 2014

Disetujui Oleh :

Pembimbing I,

Drs. Djoni Izak R., M.Si. NIP. 19680201 199303 1 004

Pembimbing II,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul : Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari

Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea) dengan

Porogen Lilin Sarang Lebah sebagai Aplikasi

Scaffold

Penyusun : Niva Dian Kartikasari

NIM : 081013039

Pembimbing I : Drs. Djoni Izak R., M.Si. Pembimbing II : Drs. Siswanto, M.Si. Tanggal seminar : 20 Agustus 2014

Disetujui oleh :

Mengetahui:

Ketua Program Studi S-1 Fisika, Fakultas Saintek, Universitas Airlangga

Drs. Siswanto, M.Si. NIP. 19640305 198903 1 003 Pembimbing I,

Drs. Djoni Izak R., M.Si. NIP. 19680201 199303 1 004

Pembimbing II,

(4)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk digunakan sebagai referensi kepustakaan, akan tetapi pengutipan harus menyebutkan sumbernya sesuai kaidah ilmiah.

(5)

Niva Dian Kartikasari, 2014, Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea) dengan Porogen Lilin Sarang Lebah Sebagai Aplikasi Scaffold. Skripsi di bawah bimbingan Drs. Djoni Izak R., M.Si dan Drs. Siswanto, M.Si., Program Studi S1 Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Karakteristik utama dari scaffold adalah ukuran pori, karena pori berfungsi sebagai sirkulasi, pertukaran cairan tubuh, difusi ion, dan pasokan gizi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mensintesis hidroksiapatit berpori dari cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dan lilin sarang lebah sebagai aplikasi scaffold, dan melakukan karakterisasi tekstur morfologi, sifat fisis, serta sifat mekanik. Pembuatan hidroksiapatit ini dilakukan dengan metode presipitasi yang menggunakan perkusor Ca(OH)2 yang berasal dari cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dan H3PO4 dengan molaritas 1:0,6. Selanjutnya dilakukan penambahan lilin sarang lebah dengan variasi komposisi 0%, 10 %, 20%, 30 %, dan 40 % dengan disonikasi menggunakan amplitudo sebesar 40%. Tahapan berikutnya di oven dengan suhu 110°C kemudian disintering pada suhu 1000°C selama 2 jam. Setelah itu dilakukan karakterisasi menggunakan SEM, uji porositas, uji densitas, dan uji compressive strength. Analisa SEM menunjukkan bahwa ukuran pori yang dihasilkan adalah 162,1 nm-1.234 nm. Hasil uji porositas menunjukkan prosentase yang didapat 35,25 %-54,49 %. Nilai hasil uji densitas adalah 1,2115gr/cm3-1,2507gr/cm3. Nilai hasil uji compressive strength adalah 0,54MPa-1,06 MPa. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa ukuran pori dan porositas sampel akan semakin besar dengan penambahan variasi lilin sarang lebah 10%-40%, namun nilai densitas dan compressive strength semakin menurun. Variasi komposisi lilin sarang lebah yang menunjukkan hasil terbaik adalah 40 %. Hasil ini didukung dengan ukuran pori sebesar 208,6 nm-1.234 nm, porositas 54,49%, nilai densitas 1,2115 g/cm3, dan nilai compressive strength 0,54MPa. Nilai compressive strength sampel sudah memenuhi syarat sebagai scaffold, namun ukuran pori, porositas serta nilai densitasnya belum memenuhi syarat sebagai scaffold.

(6)

Niva Dian Kartikasari, 2014, Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite from the Snail (Pila ampullacea) Shell with Beeswax as Porous Agent for Scaffold Application. Thesis, under guidance of Drs. Djoni Izak R., M.Si. and Drs. Siswanto, M.Si. Physic Study Program, Physics Department, Faculty of Science and Technology, Airlangga University.

ABSTRACT

The main characteristic of scaffold is the pore size because of its functions as circulation, liquid body exchange, ion diffusion, and nutrients supply. Therefore, the aim of this research are synthesize of the porous hydroxyapatite from snail (Pila ampullacea) shell and beeswax for scaffold application and characterize for morphology texture, physical and mechanical characteristic. The hydroxyapatite is synthesized by using precipitation method. In this research the precursors used are Ca(OH)2 which are obtained from snail (Pila ampullacea) shell and H3PO4 with their molarity ratio is 1:0,6. Then, the beeswax is added and the composition is varied of 0%, 10%, 20%, 30%, and 40% by sonication with amplitude of 40%. After that, its heated to the oven by temperature 110°C and sintered by temperature 1000°C for 2 hours. The characterization is performed by using SEM, porosity, density, and compressive strength test. The SEM analysis shows that the pore size about 162,1 nm-1.234 nm, percentage of porosity about 35,25% -54,49%, the density value about 1,2115 gr/cm3-1,2507 gr/cm3, and the compressive strength value about 0,54 MPa-1,06 MPa.From this research, it can be concluded that the pore size and the porosity would increase in accordance to beeswax addition of 10% - 40%, however the density and compressive strength was decreasing. The variation of beeswax composition shows the best result at 40%. This is proved by the pore size obtained of 208,6 nm-1.2234 nm, percentage porosity of 54,49%, density of 1,2115 gr/cm3, and compressive strength of 0,54MPa. The compressive strength of sample is suitable with the requirement of scaffold application, however the pore size, porosity, and density didn’t suitable with the requirement of scaffold application.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Sintesis Dan Karakterisasi Hidroksiapatit Dari Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea)

Dengan Porogen Lilin Sarang Lebah Sebagai Aplikasi Scaffold ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik guna mencapai gelar Sarjana Sains (S.Si) di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penyajiannya. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan naskah skripsi ini.

Surabaya, 22 Agustus2014 Peneliti

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan naskah skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta yang tiada hentinya memberikan nasehat dan motivasi serta doa yang tulus. Semoga Allah SWT selalu menempatkan beliau di dalam kebaikan dunia dan akhirat.

2. Bapak Drs. Djoni Izak R., M.Si sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan pengetahuan, motivasi, saran, ide dan selalu sabar membimbing penulis dari penyusunan naskah proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Drs. Siswanto, M.Si sebagai pembimbing II atas masukan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan dalam pengerjaan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes selaku penguji I yang telah

memberikan pengetahuan dan bimbingan pada proses penyelesaian naskah skripsi ini. Semoga beliau selalu dilindungi oleh Allah SWT.

5. Bapak Andi Hamim Zaidan, Ph.D selaku penguji II yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan pada proses penyelesaian naskah skripsi ini. Sehingga skripsi ini terselesaikan.

6. Bu Ir. Puspa Erawati selaku dosen wali yang telah membimbing, memotivasi, dan memberikan arahan kepada anak walinya selama 4 tahun ini.

7. Pak Lesmono dan mbak Yulfa selaku Staf di Instalasi Pusat Biomaterial dan Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas bantuan peminjaman alat, arahan, penjelasan dan waktu yang telah diberikan selama penelitian.

(9)

9. Mbak Iis selaku staf Laboratorium Metalurgi Teknik Industri ITS Surabaya yang telah membantu untuk karakterisasi sampel skripsi, sehingga skripsi ini terselesaikan.

10.Dosen – dosen yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan atas bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. 11.Teman – temanku, Ema, Silfi, Reta, yekti, Ninik, Vian, Gita, Dewi yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu khususnya HIMAFI 2010 yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan juga menjadi teman disaat susah, memberikan keceriaan dan berbagi wawasan yang tak akan terlupakan semoga kita tetap menjadi teman selamanya.

(10)
(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.4.1.Persiapan Cangkang Keong Sawah dan Lilin Sarang Lebah……… 3.4.2.Pembuatan Senyawa Hidroksiapatit………. 3.5. Karakterisasi Hidroksiapatit Berpori………

3.5.1.Uji XRD ………..

3.5.2.Pengujian SEM untuk Mengukur Diameter Pori ……… 3.5.3.Uji Compressive Strength………..

3.5.4.Pengujian Porositas dan Densitas………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Preparasi Cangkang Keong Sawah………. 4.2 Hasil Preparasi Lilin Sarang Lebah………. 4.3 Hasil Uji XRD (X-Ray Diffraction)………... 4.4 Hasil Uji SEM (Scanning Electron Microscope)………. 4.5. Hasil Uji Porositas dan Densitas……….. 4.6. Hasil Uji Tekan (Compressive Strength)……….

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

Observasi SEM morfologi hidroksiapatit berpori dengan gradient porositas ………... Diagram Sederhana Prinsip SEM……… Skema difraksi sinar –X berdasarkan hukum Bragg…... Diametral Compressive Stress……… Diagram Alir Prosedur Penelitian………... XRD tipe PAN alytical X'Pert PRO……… SEM tipe INSPECT S50 ………

Autograph tipe AG-10 Te Shimadzu………...

(14)

4.5

4.6 4.7

Grafik hasil uji porositas terhadap variasi komposisi lilin sarang lebah………. Grafik hasil uji densitas terhadap variasi komposisi lilin sarang lebah………. Grafik hasil uji compressive strength terhadap variasi komposisi lilin sarang lebah………

43

44

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. 2. 3. 4. 5.

Judul Lampiran

Alat dan bahan pembuatan sampel Hasil uji XRD

Hasil uji SEM

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Kasus kecelakaan di Indonesia tergolong cukup tinggi dapat dilihat dari data Departemen Kesehatan RI. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). (Depkes RI, 2007).

Dari kenyataan diatas terlihat bahwa kebutuhan implan di bidang orthopaedi semakin meningkat. Dapat dilihat juga pada tahun 2012, di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta terdapat 16 pasien yang telah memasang implan atau 192 pasien per tahun (Candra, 2012). Implan yang digunakan adalah bahan logam. Bahan logam yang digunakan adalah stainless steel, sehingga perlu menyuplai dari luar negeri dan harganya cukup mahal.

(17)

menyebabkan kegagalan implantasi dini (Kayin B., 2009). Sehingga jika stainless steel diimplankan pada tubuh, maka implan tersebut harus diambil dalam jangka waktu tertentu.

Solusi pembuatan implan yang dapat diserap oleh tubuh sangat diperlukan. Implan dapat dibuat dengan menggunakan material sintetik alternatif dari bahan logam, keramik, polimer, dan komposit. Salah satu contoh material sintetik adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca

10(PO4)6(OH)2 adalah salah satu contoh apatit serbuk dan merupakan komponen anorganik utama pada tulang dan gigi (Kehoe, 2008). Hidroksiapatit merupakan salah satu kristal kalsium fosfat yang akan memberikan sifat keras dalam jaringan tulang. Hidroksiapatit berfungsi sebagai pelapis tulang buatan yang dimasukkan ke dalam tubuh (Dahlan et al. 2009).

(18)

Penelitian ini diharapkan bisa mengatasi masalah di atas, yaitu dengan mensintesis hidroksiapatit menggunakan bahan dasar alami berupa cangkang keong sawah (Pila ampullacea). Keong sawah yang biasanya menjadi hama pada tanaman padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber Ca(OH)2, karena dalam cangkang keong sawah setelah dikalsinasi mengandung kadar kalsium sebesar 52,12% (Winata, 2012). Selain cangkang keong sawah bahan dasar lainnya yaitu H3PO4 sebagai sumber fosfat dan lilin sarang lebah (beeswax) sebagai pembentuk porositas. Karena dalam penelitian sebelumnya setelah ditambah lilin sarang lebah hidroksiapatit yang dihasilkan memiliki ukuran pori antara 1,3 μm sampai 2,5 μm

(Juwita R., 2012).

Sarang lebah mengandung lilin sebanyak 30%. Lilin dari sarang lebah ini memiliki struktur kimia yang kompleks dengan titik lebur 61 - 69°C. Penggunaan porogen dari lilin sarang lebah diharapkan dapat meningkatkan biokompatibilitas, mampu mempercepat penyerapan nutrisi, mineralisasi pada jaringan yang rusak. Sehingga mempermudah sel untuk berinfiltrasi dalam pori dan dapat mempercepat proses remodeling tulang (Rismunandar, 1990).

(19)

pengolahan sangat rendah, dan biaya pengolahan rendah. Sintesis dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi (Kehoe, 2008).

Pada penelitian ini sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan menggunakan cangkang keong sawah sebagai kalsiumnya dan direaksikan dengan H3PO4 sebagai phospat. Setelah itu ditambah dengan lilin sarang lebah sebagai penambah ukuran pori. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM untuk mengetahui ukuran pori, struktur morfologi pori, dan compressive strength untuk mengetahui kekuatan dari hidroksiapatit, densitas, dan porositas.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah yang dapat dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah campuran antara cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dan porogen lilin sarang lebah bisa digunakan sebagai hidroksiapatit berpori ? 2. Apakah pengaruh variasi massa porogen lilin sarang lebah terhadap struktur

mikro, sifat fisis, dan sifat mekanik sampel hidroksiapatit berpori yang dihasilkan dari cangkang keong sawah (Pila ampullacea)?

(20)

1.3.Batasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian sehingga permasalahan tidak meluas dan menyimpang dari tujuan, maka penulis perlu membatasi masalah sebagai berikut. 1. Bahan yang akan digunakan adalah cangkang keong sawah (Pila ampullacea)

dengan porogen lilin sarang lebah madu yang berasal dari peternak madu di Jombang dengan variasi yang tersedia pada tabel di metode penelitian agar menghasilkan hidroksiapatit berpori.

2. Karakterisasi parameter mikropori dilakukan dengan menggunakan XRD untuk mengetahui persentase hidroksiapatit di dalam sampel, karakterisasi SEM dan karakterisasi fisis dilakukan dengan uji porositas, dan densitas. 3. Karakterisasi sifat mekanik dilakukan dengan mengukur compressive

strength.

4. Prosentase variasi berat lilin lebah yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 %, 20 %, 30 %, 40 %.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mensintesis hidroksiapatit berpori berbasis kalsium dari cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dengan campuran porogen lilin sarang lebah.

(21)

3. Membutuhkan prosentase berat lilin sarang lebah yang dapat menghasilkan hidroksiapatit berpori dengan karakter terbaik

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah bahwa cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dengan campuran porogen lilin sarang lebah dapat disintesis menjadi hidroksiapatit berpori.

2. Menghasilkan hidroksiapatit berpori yang ekonomis, sehingga terjangkau bagi masyarakat.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hidroksiapatit

Secara umum penyusun utama komponen anorganik tulang adalah kalsium fosfat yang mempunyai dua fase yaitu amorf dan kristal. Senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah hidroksiapatit (Saraswathy et al. 2001). Hidroksiapatit terdiri atas kalsium dan fosfat dengan rasio perbandingan Ca: P adalah 1,67 dan densitasnya 3,19 g/ml (Ferraz et al., 2004).

Gambar 2.1 Struktur Hidrokiapatit (Warastuti dkk., 2011)

(23)

sebesar 52,12 % metode yang digunakan adalah metode presipitasi (Winata, 2012).

Hidroksiapatit banyak digunakan dalam dunia orthopedik karena sifat fisis, kimia, mekanis, dan biologisnya sangat mirip dengan komponen utama tulang manusia (Pattanayak et al. 2005; Pane, 2008). Oleh karena itu hidroksiapatit dapat diaplikasikan di bidang ortopedi dan periodontal. Hidroksiapatit dapat digunakan untuk bone filler, implan gigi, rekonstruksi tulang (Sahin, 2006).

Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu teknik presipitasi, teknik hidrotermal, teknik multiple emulsion, biomimetic deposition technique, electrodeposition technique. Teknik presipitasi adalah teknik sintesis dengan reaksi kimia. Hal ini dilakukan dengan mencampurkan Calcium hydroxide (Ca(OH)2) dan orthophosphoric acid (H3PO4) (Kumar, 2010).

(24)

menyebabkan memiliki laju biodegradasi yang lebih tinggi dan memiliki komposisi kimia yang berbeda dengan mineral tulang (Arifianto dkk., 2006)

2.2.Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea)

Keong sawah termasuk dalam kelas gastropoda. Gastropoda berasal dari bahasa Yunani (Gaster = perut, Podos = kaki). Artinya hewan Gastropoda berarti hewan-hewan yang memiliki kaki perut (Sutikno, 1995). Gambar dari cangkang keong sawah dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Adapun klasifikasi ilmiah dari cangkang keong sawah (Muktiani, 2009) Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Ampullarini Famili : Ampullariidae Genus : Pila

Spesies : Pila ampullacea

(25)

Menurut Oemarjati (1990), hewan kelas gastropoda umumnya bercangkang tunggal, cangkangnya berbentuk spiral, beberapa jenis diantaranya tidak mempunyai cangkang, kepala jelas, umumnya dengan dua pasang tentakel kaki lebar dan pipih, memiliki rongga mantel dan organ-organ internal, bagi yang bercangkang, antara kepala dan kaki terputus, insang berjumlah kurang lebih satu atau dua buah, bernafas dengan paru-paru, organ reproduksi jumlah satu atau dua fertilasi secara internal dan eksternal.

Keong sawah adalah sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis. Hewan bercangkang ini dikenal juga sebagai siput sawah, siput air atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Hewan ini dikonsumsi secara luas di berbagai wilayah Asia Tenggara dan memiliki nilai gizi yang baik karena mengandung protein yang cukup tinggi (Sutikno, 1995).

Cangkang keong sawah atau cangkang tutut adalah pelindung karena cangkang bersifat keras dan tutut memiliki tubuh yang lunak. Cangkang tersebut mengandung banyak kalsium, karena di dalamnya terkandung kalsium karbonat (CaCO3) atau zat kapur (Sutikno, 1995). Selain itu cangkang keong sawah juga mengandung beberapa mineral yang disajikan pada tabel di bawah ini.

(26)

pembersihan, dan pengeringan, dikalsinasi pada suhu 800 oC selama 3 jam untuk dijadikan serbuk. Setelah dilihat menggunakan X-Ray (Diffraction and Atomic Absorbption Spectroscopy) hasil analisis menunjukkan bahwa fase kalsium cangkang keong sawah setelah dikalsinasi adalah Ca(OH)2 dengan kadar kalsium sebesar 52,12% sehingga bisa digunakan sebagai hidroksiapatit (Winata, 2012).

2.3. Lilin Sarang Lebah (Beeswax)

Malam adalah lilin yang paling baik dan dihasilkan oleh lebah pekerja dari empat pasang kelenjar yang terdapat di bagian samping bawah perut. Puncak sekresi malam adalah saat lebah pekerja berumur dua minggu. Kegunaan terbanyak malam adalah untuk kosmetik, pembuatan lilin dan industri perlebahan. Namun, juga sebagai formula untuk krim, salep, lotion, pomade, lipstik, pelapis pil, dan juga untuk kesehatan karena pada lilin lebah mengandung senyawa antibiotik (Sihombing, 1997).

Lilin lebah memiliki rumus kimia C13H27CO2C26H53. Lilin lebah merupkan lilin yang dibentuk oleh lebah madu di sisiran sarangnya sebagai bahan utama dan diperkuat dengan bahan perekat yang disebut propolis. Propolis juga merupakan resin lengket yang berasal dari batang pohon atau kulit kayu, dikumpulkan, dan diproses dengan sekresi cairan ludah lebah. Setiap jenis lebah memiliki sumber resin tertentu yang ada di daerah masing-masing sehingga komposisi propolis sangat bervariasi (Riyanti dkk, 2009).

(27)

merupakan kandungan utama propolis. Propolis memiliki kandungan bahan yang bersifat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Komponen propolis yang bersifat antibakteri yaitu polyisoprenylated benzophenone, galangin pinobanksin, dan pinocembrin. Bakteri yang dapat dibunuh yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Julita dkk., 2012)

Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni malam (beeswax) adalah salah satu lilin yang struktur kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia (Sihombing, 1992). Sarang lebah merupakan koloni bangunan unik dari bahan "malam" atau lilin dengan penghuni ± 30.000 ekor lebah. Koloni lebah ini dibentuk dari lilin sebagai bahan utama dan diperkuat dengan bahan perekat yang disebut propolis. Lilin lebah dibentuk melalui proses kimia dengan madu sebagai bahan baku (Sihombing, 1992).

Gambar 2.3 Lilin Sarang Lebah (Beeswax)

(28)

Tabel 2.1. Kandungan di dalam Lilin Sarang Lebah (Rismunandar, 1990) refraksinya 1,44. Tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 20oC adalah 0,96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin (Rismunandar, 1990). Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang mudah menguap melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya (Sihombing, 1992).

Pada penelitian sebelumnya, bahwa hidroksiapatit yang telah ditambah dengan porogen lilin sarang lebah hasil pori yang dihasilkan bertambah. Hal tersebut terlihat pada karakterisasi SEM yang menunjukkan terbentuknya kalsium fosfat yang ditandai dengan bentuk morfologi sampel yang terdiri dari butiran-butiran yang membentuk pori dengan ukuran pori makro diantara 1,3 μm sampai

(29)

2.9.Hidroksiapatit sebagai Scaffold

Hidroksiapatit memiliki beberapa macam bentuk, antara lain hidroksiapatit berbentuk serbuk dan juga dalam bentuk scaffold atau foam. Hidroksiapatit scaffold adalah hidroksiapatit yang memiliki matriks berpori. Ukuran pori-pori dalam hidroksiapatit scaffold dapat bervariasi, bergantung pada volume scaffold yang diproduksi (Sergey, 2009).

Hidroksiapatit yang berpori dapat berikatan dengan kuat pada jaringan tulang. Struktur hidroksiapatit dengan porositas teratur mirip dengan struktur alami jaringan tulang. Hal ini membuat hidroksiapatit scaffold lebih mudah diimplan ke dalam jaringan tulang. Hidroksiapatit scaffold yang diinduksi ke dalam jaringan tulang tidak menghambat pertumbuhan jaringan tulang alami, dan dapat mencegah pergeseran dan kehilangan implan yang sudah diinduksikan ke dalam tubuh (Sergey, 2009).

(30)

Gambar 2.4 Struktur Matriks Tulang (Sergey, 2009)

Sebagian besar penelitian pada implantasi hidroksiapatit berpori menunjukkan bahwa tingkat infiltrasi jaringan di pori dan pembentukan tulang baru sangat tergantung pada karakteristik pori seperti porositas, ukuran pori, distribusi ukuran pori dan bentuk pori (Priyambodo, C., 1997). Hulbert menyatakan bahwa pori minimum dengan ukuran 100 mikrometer sampai 135 mikrometer diperlukan untuk bahan implan berpori untuk dapat berfungsi dengan baik. Pada bahan in vivo selalu diberi tekanan mekanis seperti kompresi, tegangan, dan torsi.

Tabel 2.2 Sifat Mekanik dan Fisis pada Scaffold (Ficai et al., 2011) Sifat biomekanik Tulang Spongious

Kekuatan tekan (MPa) 2-12

Densitas (gr/cm3) 0,1 – 1,0

(31)

trabekula yang mengelilingi sumsum tulang. Tulang spongious sebagian besar terdapat pada epifisis tulang panjang dan di bagian dalam tulang vertebra, sedangkan tulang kortikal menyusun sebagian besar diafisis tulang panjang (Park et al., 2007). Bagian-bagian tulang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.5 Bagian Tulang (Park et al., 2007).

Tulang kompak dan spongious memiliki komposisi yang sama namun porositasnya berbeda (Sloane, 2003). Pada tulang femur, porositas tulang kortikal berkisar antara 5% – 30%, sedangkan tulang spongious porositasnya sebesar ±70% (Keaveny, 2004). Tulang kortikal memiliki nilai compressive strength sebesar 138 – 170 MPa (Ylinen, 2006). Sedangkan untuk nilai compressive strength pada tulang spongious adalah berkisar antara 0,5 - 50 MPa (Grimm, M.J., 2004). Jumlah tulang kompak dan spongious relatif bervariasi bergantung pada jenis tulang dan bagian yang berbeda dari tulang yang sama. Untuk ukuran pori scaffold yang paling cocok atau efektif untuk pertumbuhan sel tulang pada tulang spongious adalah pada kisaran ukuran 100 – 400 µm (Swain, 2009).

(32)

dan memberi kontak osteogenesis yang sesuai (Frieβ W., 2002). Hal ini untuk mencegah gangguan formasi jaringan ikat yang akan menghambat stabilitas jangka panjang dari implan. Karakteristik fisik hidroksiapatit berpori meliputi tingkat porositas, distribusi ukuran pori, morfologi dan orientasi pori, dan pengaruh interkonektivitas penetrasi pori tulang dalam implan (Nasim et al. 2010). Pori interkonektivitas memungkinkan sirkulasi dan pertukaran cairan tubuh, difusi ion, pasokan gizi, penetrasi sel osteoblas, dan vaskularisasi. Selain hidroksiapatit berpori konvensional, telah dikembangkan pula keramik berpori dengan distribusi ukuran pori bimodal (Toibah dan Iis 2008) atau bahkan keramik berpori dengan gradien porositas untuk merangsang struktur bimodal dari tulang alami. Struktur pori bimodal yaitu material yang memiliki mikropori dan mesopori (ukuran pori 2-50 nm) (Young et al. 2010).

Gambar 2.6 Observasi SEM Morfologi Hidroksiapatit Berpori dengan Gradien Porositas (Toibah dan Iis 2007).

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembentukan hidroksiapatit berpori , antara lain sebagai berikut (Toibah dan Iis 2007) :

(33)

2. Pembentukan struktur berpori melalui pencampuran dengan porogens yang larut dalam air dengan bubuk hidroksiapatit tanpa proses sintering.

3. Konversi kerangka karang laut dan tulang alami. 4. Teknik keramik berbusa.

5. Metode polimer sponge

Reaksi pembentukan hidroksiapatit yang melibatkan reaksi antara asam (H

3PO4) dan basa (Ca(OH)2) antara lain sebagai berikut : 10Ca(OH)

2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O

Berbagai jenis pereaksi dapat digunakan untuk membuat pori misalnya parafin, naftalena, karbon, pati, tepung, atau polimer sintetik yang dicampur dengan serbuk hidroksiapatit atau suspensinya. Pori dapat terbentuk ketika dilakukan sintering, partikel porogen yang terjebak akan meninggalkan hidroksiapatit sehingga membentuk pori. Cara ini memungkinkan pengendalian langsung terhadap karakteristik pori dari fraksi, ukuran, morfologi, dan distribusi sesuai dengan zat porogen yang digunakan. Keramik berpori yang diperoleh dengan metode ini biasanya berukuran pori diameter 0,1-5000 μm (Toibah dan Iis 2008).

2.5. Scanning Electron Microscope (SEM)

(34)

“menyapu” permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan berbentuk baris

demi baris. Intensitas gambar pada SEM bergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Melalui cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia. Warna lebih terang menunjukkan unsur kimia yang nomor atomnya lebih tinggi (Ananto, 2008).

Kandungan berbagai unsur kimia dapat diperoleh secara kuantitatif ataupun semi-kuantitatif dengan penggabungan teknik SEM dan teknik EDAX (Energy Dispersive Analysis X-Ray). Maka dengan penggabungan teknik SEM dan teknik EDAX akan dapat mengidentifikasi unsur yang dimiliki oleh fasa yang terlihat dalam gambar struktur mikro (Ananto, 2008).

Gambar 2.7 Diagram Sederhana Prinsip SEM (Ananto, 2008)

(35)

dimungkinkan dengan menggunakan spektrum refleksi dan absorbsi elektron (Syafrudin, 2011).

Metode SEM menggunakan rangkaian alat yang memiliki filamen dengan tegangan pemercepat 2-30 kV sebagai sumber penghasil berkas elektron. Berkas tersebut dilewatkan melalui sederet lensa elektromagnetik untuk menghasilkan citra dari sumber elektron pada sampel (10 nm atau kurang) (Syafrudin, 2011).

Filamen yang biasa digunakan berupa benang halus tungsten sebagai sumber elektron dengan tekanan vakum sekitar 10-5 torr. Citra yang lebih terang dan jelas dapat dicapai dengan penembak LaB6 pada 10-6 torr, sedangkan untuk citra yang lebih halus digunakan sumber emisi yang beroperasi 10-9 torr (Syafrudin, 2011).

Sebelum melewati lensa elektromagnetik terakhir berkas elektron dibelokkan sehingga dapat memindai permukaan sampel. Sinkronisasi pemindaian dengan tabung sinar katoda dan gambar dibuat pada daerah yang dipindai dari sampel tersebut. Kontras pada gambar sinar katoda disebabkan adanya variasi refleksitas sepanjang permukaan sampel (Syafrudin, 2011).

(36)

Elektron hamburan balik (BSE) dan elektron sekunder (SE) dipancarkan dan terpantul dari sampel dikumpulkan oleh scintilator yang menghasilkan suatu pulsa cahaya pada saat kedatangan satu elektron. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah dalam bentuk sinyal listrik dan dikuatkan oleh photomultiplier. Setelah mengalami berbagai perlakuan sinyal tersebut dilewatkan pada grid tabung sinar katoda. Scintilator biasanya dipasang pada potensial antara 5-10 kV untuk mempercepat elektron terpancar berenergi rendah agar elektron tersebut dapat memancarkan cahaya pada saat menembak scintilator. Scintilator diberi perisai untuk mencegah pembelokkan berkas elektron primer karena adanya tegangan yang sangat tinggi pada scintilator (Syafrudin, 2011).

Adanya kontras pada tabung sinar katoda sebagai hasil akhir proses SEM disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut (Syafrudin, 2011) :

1. Topografi dan arah permukaan sampel. 2. Sifat kimia dari permukaan sampel.

3. Perbedaan tegangan listrik pada permukaan sampel

2.6. X-Ray Diffraction (XRD)

(37)

Perangkat difraktometer terdiri atas X-ray tube, collimating slits, sample holder, dan detektor. X-ray tubeberada dalam kondisi vakum yang berperan untuk menghasilkan sinar-X. Ketika filamen-filamen yang berada di dalam X-ray tube dihubungkan dengan power supply bertegangan tinggi, maka akan mengeluarkan elektron-elektron di sekitar permukaannya. Elektron yang dipancarkan dengan tegangan tinggi akan menumbuk target (Cu, Mo, W, dan Mn) (Prasetyanti, 2008) Energi kinetik elektron yang menumbuk target berubah menjadi sinar-X. Sinar-X yang dihasilkan akan melewati collimating slits yang mengarah ke sample holder yang di dalamnya telah dimasukkan sampel yang akan dianalisa. Ketika detektor diputar, maka intensitas dari sinar-X pantul akan direkam. Detektor akan merekam dan memproses hasil difraksi dan mengubahnya menjadi pola difraksi yang dapat dilihat pada layar computer (Connolly JR, 2007). Data yang diperoleh dari karakterisasi XRD menggambarkan grafik antara sudut hamburan (2θ) dengan intensitas. Peristiwa difraksi akan terjadi apabila

memenuhi hukum Bragg sehingga akan membentuk interferensi konstruktif dan suatu puncak. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.

(38)

2.7. Kekuatan Tekan (Compressive Strength)

Compressive strength adalah ukuran ketahanan sampel terhadap tekanan yang diberikan pada sampel sebelum sampel tersebut rusak. Besarnya compressive strength tergantung pada tegangan yang diberikan pada sampel. Sedangkan tegangan sendiri merupakan perubahan gaya terhadap luas penampang daerah yang dikenai gaya tersebut. Nilai tegangan dapat diperoleh dari persamaan 2.1. (Syafrudin, 2011).

(2.1)

Cara lain yang digunakan untuk pengujian compressive strength bahan adalah dengan menggunakan diametral compressive stress. Untuk itu disiapkan sampel berbentuk silinder disk lalu diberi tekanan secara diametral. Compressive stress timbul dalam arah tegak lurus terhadap sampel. Besarnya compressive stress pada arah tegak lurus sama besar dengan nilai tegangan yang diberikan (Syafrudin, 2011).

(39)

Pada diametral compressive stress, stress terbentuk dalam arah tegak lurus terhadap beban yang diberikan. Besarnya compressive strength dihitung dengan Persamaan 2.2. (Syafrudin, 2011).

(2.2)

dimana P adalah beban untuk mematahkan atau memecah sampel tersebut, t dan d masing-masing adalah tebal dan diameter sampel. Sampel harus dipasang tegak sampai pecah supaya rumus tersebut memberi hasil yang sah (Syafrudin, 2011).

2.8.Uji Porositas dan Densitas

Porositas didefinisikan sebagai persentase volume ruang kosong. Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas yang terdapat dalam benda uji. Semakin tinggi porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya. Porositas dari benda uji dapat diperoleh dengan Persamaan 2.3 sebagai berikut : (Kurniawan, 2012).

(2.3) Densitas didefinisikan sebagai perbandingan jumlah massa dengan jumlah volume. Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui kerapatan atom di dalam sampel. Semakin rapat atom yang ada di dalam sampel maka nilai densitasnya semakin besar. Densitas dari benda uji dapat diperoleh dengan persamaan 2.4 sebagai berikut: (Harmanto, 2012)

(40)

Dimana,

mb = massa basah dari benda uji (gram) mk = massa kering dari benda uji (gram) Vb = volume benda uji (cm3)

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.3.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan februari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014. Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Dasar Bersama (LDB) Fakultas Farmasi Universitas Airlangga untuk uji compressive strength, Instalasi Pusat Biomaterial dan Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo, Surabaya untuk sintering sampel, Laboratorium Sentral FMIPA UM untuk Uji SEM, dan Laboratorium Metalurgi Teknik Industri ITS Surabaya untuk uji XRD.

3.4.Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Penelitian

(42)

3.4.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel adalah cangkang keong sawah (Pila ampullacea), lilin sarang lebah, etanol 96%, H3PO4, aquades, kertas saring, dan alumunium foil.

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian tentang “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Keong (Pila ampullacea) dengan Porogen Lilin Sarang Lebah sebagai Aplikasi Scaffold” ini dilakukan dalam dua tahap pelaksanaan yaitu tahap pembuatan sampel dan tahap pengujian sampel. Tahap pembuatan sampel meliputi proses persiapan cangkang keong dan lilin sarang lebah, dan pembuatan senyawa hidroksiapatit. Sedangkan tahap pengujian sampel meliputi pengujian SEM, XRD, pengujian compressive strength, porositas, dan densitas. Secara garis besar diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.4. Rancangan Penelitian

Berikut tahapan yang dilakukan pada penelitian ini :

3.4.1.Persiapan Cangkang Keong dan Lilin Sarang Lebah

(43)

merebus sarang lebah pada suhu 70 °C selama 10 menit, lilin yang dihasilkan lalu disaring dan didinginkan pada suhu kamar 25°C.

3.4.2. Pembuatan Senyawa Hidroksiapatit

Pada penelitian ini dibuat dengan metode presipitasi dengan menggunakan perkusor Ca(OH)2 yang berasal dari cangkang keong sawah dan H3PO4 dengan molaritas 1:0,6. Perkusor H3PO4 dan Ca(OH)2 masing-masing dilarutkan dengan etanol (C2H5O) 96% sebanyak 100 ml. Presipitasi dilakukan dengan meneteskan H3PO4 ke larutan CaO pada suhu 37°C dengan pengadukan 300 rpm agar campuran tersebut homogen. Larutan H3PO4 diteteskan 1,0 ml/menit, dalam beaker glass yang berisi larutan Ca(OH)2 diatas hot plate yang berputar.

Lilin sarang lebah dimasukkan ke dalam larutan H3PO4 + CaO yang telah tercampur dan dilakukan sonikasi dengan amplitudo sebesar 40% selama 15 menit. Larutan kemudian diendapkan selama 24 jam. Larutan diaduk pada suhu 60°C dengan kecepatan 300 rpm sampai larutan berubah menjadi gel. Gel yang diperoleh dipindahkan kedalam crucible dan dipanaskan pada suhu 110 °C selama 5 jam, selanjutnya dilakukan sintering pada suhu 900°C selama 2 jam. Sampel yang akan dibuat disesuaikan dengan Tabel 3.1. Perhitungan prosentase serbuk cangkang keong sawah dapat dilihat pada Lampiran 1

(44)

Gambar 3.1Diagram Alir Prosedur Penelitian Persiapan bahan Cangkang

(45)

3.5. Karakterisasi Hidroksiapatit Berpori

Karakterisasi sampel meliputi pengamatan morfologi yaitu porositas, diameter pori dengan scanning electron microscope (SEM), XRD, dan pengujian sifat mekanik compressive strength, densitas.

3.5.5. Uji XRD

Uji XRD dilakukan dengan menggunakan Xpert- Pro PANalytical dengan sudut 2= 5°- 60°. Sampel diletakkan pada tempat berbentuk balok, setelah itu sampel diletakkan pada alat uji. Hasil uji XRD tersaji dalam bentuk grafik spektrum dan tabel. Pola difraksi berupa spektrum hasil uji XRD memberikan informasi mengenai sudut terjadinya difraksi pada atom bahan ( 2) pada sumbu horizontal dan besar intensitas yang dihasilkan pada sumbu vertikal. Identifikasi fase dilakukan dengan membandingkan pola difraksi hidroksiapatit dengan data International Center for Diffraction Data (ICDD).

(46)

3.5.6.Uji SEM

Hidroksiapatit berpori yang telah disintesis diuji dengan SEM untuk melihat permukaan sampel (morfologi), diameter pori. Adapun cara untuk menguji sampel pada SEM yaitu sampel direkatkan dengan karbon pada tempat (stub) yang terbuat dari logam dan dilapisi palladium. Lalu sampel dimasukkan dalam ruang spesimen dan dilakukan pemotretan pada sampel sesuai dengan bagian yang dipilih dari objek dengan pembesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

Gambar 3.3 SEM Tipe INSPECT S50

3.5.7. Uji Compressive Strength

Sebelum dilakukan kekuatan tekan (Compressive Strength), seluruh sampel ditimbang dengan massa yang sama, yaitu 1 gram, kemudian dicetak menjadi pellet dengan cara dikompaksi dengan beban 2 ton. Cetakan yang digunakan berdiameter 20 mm.

(47)

dengan alat penekan sehingga penekan dapat menekan permukaan sampel sampai hancur. Besarnya beban (F) yang digunakan untuk menekan sampel hingga hancur dapat dilihat pada alat. Dari data yang telah diperoleh kemudian dimasukkan dalam Persamaan 2.2 sehingga dapat diperoleh besarnya kuat tekan sampel.

Gambar 3.4 Autograph Tipe AG-10 Te Shimadzu

3.5.3 Uji Porositas dan Densitas

Uji porositas dilakukan untuk mengetahui jumlah ruang kosong yang ada pada sampel. Adapun cara melekukan uji porositas yaitu dengan menimbang berat kering pada sampel, kemudian sampel dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi air dan direndam selama 2 menit seperti yang terlihat pada Gambar 3.5. Selanjutnya sampel ditimbang lagi untuk mengetahui massa basah. Data yang didapat kemudian dihitung dengan rumus pada Persamaan 2.3.

(48)
(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis hidroksiapatit dari campuran bahan Ca(OH)2 dan H3PO4 dengan metode presipitasi. Sumber kalsium Ca(OH)2 didapat dari cangkang keong sawah yang telah dikalsinasi.

Dalam pembuatan hidroksiapatit, perbandingan Ca(OH)2 dan H3PO4 adalah 1 M : 0,6 M agar sesuai dengan Ca/P pada tulang yaitu 1,67. Dalam penelitian ini proses pembuatan hidroksiapatit divariasikan dengan penambahan lilin sarang lebah. Hidroksiapatit yang diperoleh kemudian dikarakterisasi dengan uji XRD, uji SEM, uji compressive strength, uji porositas, dan uji densitas.

4.1 Hasil Preparasi Cangkang Keong Sawah

(50)

Gambar 4.1 Cangkang Keong Sawah yang Sudah Dikalsinasi Setelah dikalsinasi kemudian dilakukan uji XRF untuk mengetahui unsur yang terkandung di dalam serbuk cangkang keong sawah (Pila ampullacea). Hasil dari uji XRF dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kandungan Mineral Cangkang Keong Sawah Setelah Dikalsinasi

Mineral Jumlah

Ca 97,88%

Ti 0,12%

Mn 0,1%

Fe 0,16 %

Co 0,088%

Ni 0,56%

Cu 0,049 %

Sr 0,64%

Mo 0,2 %

Er 0,1%

(51)

4.2 Hasil Preparasi Lilin Sarang Lebah

Untuk penambahan pori pada sampel hidroksiapatit yang dihasilkan maka harus ditambahkan dengan lilin sarang lebah. Ekstrak lilin sarang lebah sebagai berikut. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan merebus sarang lebah dengan aquades selama 10 menit kemudian memisahkan sarang lebah dengan lilinnya. Sarang lebah dengan berat 63,66 gram menghasilkan 10 gram lilin sarang lebah. Hasil dari ekstrak lilin sarang lebah dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(52)

4.3 Hasil Uji XRD (X-Ray Diffraction)

Hasil uji XRD dari sintesis hidroksiapait cangkang keong sawah dapat terlihat pada grafik spektrum XRD yang tersaji pada Gambar 4.3. Dari grafik dapat dilihat bahwa prosentase hidroksiapatit terbaik adalah dengan prosentase 53 % hydroxyapatite, dan calcium hydroxide adalah 47 %.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

(53)

Tabel 4.2 Prosentase Kemurnian Hidroksiapatit dengan Variasi Komposisi dari

(54)

4.4 Hasil Uji SEM (Scanning Electron Microscope)

Karakterisasi SEM pada sampel hidroksiapatit dengan variasi komposisi lilin sarang lebah masing – masing menggunakan perbesaran 30.000x. Hasil karakterisasi SEM dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

(55)

Pada gambar di atas pori diwakili oleh warna hitam. Ukuran diameter pori sampel hidroksiapatit diukur menggunakan garis skala yang terdapat pada gambar hasil SEM. Adapun diameter pori tersaji dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Ukuran diameter pori hidroksiapatit dengan variasi komposisi dari cangkang keong sawah dan lilin sarang lebah pada pembuatan hidroksiapatit.

Ratio Sampel Rentang ukuran

diameter pori (nm)

Hasil analisis pada Gambar 4.4a yang dilakukan pada perbesaran 30.000x menunjukkan bahwa partikel membentuk agregat dengan ukuran tidak merata dan menunjukkan ukuran pori yang sangat kecil yaitu memiliki pori antara 162,1 nm – 530,0 nm. Hal ini terjadi karena pada pembuatan sampel hidroksiapatit sampel A tanpa pemberian lilin sarang lebah.

(56)

pada Gambar 4.4d ukuran pori yang dihasilkan semakin besar dari sampel sebelumnya tetapi masih memiliki ukuran yang kecil yaitu memiliki pori antara 234,9 nm – 553,8 nm. Pada Gambar 4.4e ukuran pori yang dihasilkan paling besar dibandingkan dengan sampel hidroksiapatit yang lain hal ini karena komposisi lilin lebah yang diberikan paling banyak pada sampel E.

Ukuran Pori dari sampel hidroksiapatit yang diperoleh menunjukkan kenaikan seiring dengan penambahan komposisi lilin sarang lebah . Hal ini terjadi karena semakin banyak komposisi lilin yang diberikan maka pori yang terbentuk semakin besar dan merata (Juwita R., 2012). Karena pada saat proses sintering berlangsung, lilin yang terdapat pada sampel hidroksiapatit menguap, dan lilin menjadi bingkai atau pori pada hidroksiapatit.

Ukuran pori yang dihasilkan pada penelitian ini sangat kecil yaitu antara 0,1621 µm sampai 1,234 µm, sehingga hidroksiapatit pada penelitian ini tidak dapat diaplikasikan sebagai scaffold. Karena ukuran pori yang diperlukan untuk pertumbuhan sel tulang pada tulang spongious adalah pada kisaran ukuran 100 – 400 µm (Swain, 2009). Berdasarkan analisis SEM yang telah dipaparkan terlihat bahwa perbedaan komposisi lilin lebah hanya terlihat dari ukuran pori saja, sedangkan untuk struktur morfologi secara keseluruhan belum begitu signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan agar didapatkan bentuk partikel, ukuran butir, ukuran pori, dan distribusinya yang homogen.

(57)

tepung, atau polimer sintetik yang dicampur dengan serbuk hidroksiapatit atau suspensinya. Agar pada saat dilakukan sintering, partikel porogen akan terjebak dan meninggalkan hidroksiapatit sehingga membentuk pori (Toibah dan Iis, 2008). Serta pengendalian langsung terhadap bentuk partikel, ukuran butir, dan distribusinya yang homogen adalah dengan mengatur persentase porogen, pengadukan yang merata pada saat proses pembuatan sampel, dan menggunakan metode yang sederhana dalam pembuatan sampel (Toibah dan Iis, 2008).

4.5. Hasil Uji Porositas dan Densitas

Ukuran pori selalu berhubungan dengan porositas. Jika ukuran porinya besar dan merata, maka porositasnya besar dan densitasnya kecil. Karena porositas berbanding terbalik dengan densitas. Pengukuran porositas pada penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung persen volume ruang kosong pada sampel berdasarkan Persamaan 2.3. Hasil pengujian porositas sampel hidroksiapatit untuk beberapa variasi komposisi dari cangkang keong sawah dan porogen lilin lebah disajikan pada Tabel 4.4.

(58)

Setelah dilakukan pengukuran porositas, maka berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh porositas yang berbeda-beda untuk kelima sampel. Semakin banyak komposisi lilin sarang lebah yang diberikan, maka pori yang dihasilkan semakin banyak juga. Pengaruh penambahan lilin sarang lebah terhadap porositas sampel hidroksipatit ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 4.5

Gambar 4.5. Grafik hasil uji porositas terhadap variasi komposisi lilin sarang lebah

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5. di atas menunjukkan bahwa sampel hidroksiapatit berpori mengalami kenaikan nilai porositas seiring dengan penambahan lilin sarang lebah. Komposisi lilin sarang lebah sangat mempengaruhi porositas, karena jika lilin yang ditambahkan sedikit maka ukuran pori yang dihasilkan kecil, sehingga ruang kosong pada sampel sedikit. Hal tersebut menyebabkan nilai porositas yang dihasilkan rendah (Kurniawan, 2012).

(59)

keterkaitan antar pori dalam sampel. Porositas yang lebih besar dapat menghasilkan proliferasi sel. Hal ini disebabkan karena adanya ruang yang lebih luas untuk menfasilitasi transport oksigen dan nutrisi sel.

Menurut Keaveny (2004), hidroksiapatit makropori yang akan diaplikasikan sebagai scaffold pada tulang spongious femur membutuhkan porositas sebesar ±70%. Pada penelitian ini, kelima sampel hidroksiapatit makropori yang dihasilkan memiliki porositas kurang dari 70% sehingga belum dapat diaplikasikan sebagai scaffold.

Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh nilai densitas yang berbeda-beda untuk kelima sampel. Semakin banyak komposisi lilin sarang lebah yang diberikan, maka densitas atau kerapatan sampel semakin kecil. Pengaruh penambahan lilin sarang lebah terhadap densitas sampel hidroksipatit ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 4.6.

(60)

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa sampel hidroksiapatit berpori mempunyai densitas yang semakin kecil seiring dengan penambahan lilin sarang lebah. Hal tersebut dikarenakan ruang kosong yang terdapat pada sampel semakin banyak, sehingga menyebabkan kerapatan atom pada sampel semakin kuat. Dari Gambar 4.6. didapatkan hasil sampel yang paling kecil adalah sampel E yang memiliki nilai densitas 1,2115 gr/cm3. Akan tetapi nilai densitas yang didapat kurang memenuhi standart pada tulang spongious. Karena nilai densitas pada tulang spongious berkisar antara 0,1 gr/cm3 - 1 gr/cm3

(Ficai et al., 2011). Sedangkan nilai densitas yang didapat pada penelitian ini adalah 1,2115 gr/cm3 - 1,2507 gr/cm3.

4.6. Hasil Uji Tekan (Compressive Strength)

(61)

Tabel 4.5. Tabel hasil uji compressive strength untuk beberapa variasi komposisi dari cangkang keong sawah dan porogen lilin sarang lebah pada pembuatan hidroksiapatit.

Parameter Sampel

A B C D E

Ratio

Hidroksiapatit 100 % 90 % 80 % 70 % 60 %

Lilin 0 % 10 % 20 % 30 % 40 %

Compressive strength

(MPa) 1,06 1,02 0,98 0,8 0,54

Berdasarkan Tabel 4.3. nampak bahwa jumlah komposisi lilin sarang lebah semakin banyak maka nilai compressive strength semakin kecil. Pengaruh penambahan lilin sarang lebah terhadap nilai compressive strength sampel hidroksipatit ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 4.11

Gambar 4.7 Grafik hasil uji compressive strength terhadap variasi komposisi lilin sarang lebah

(62)

atom – atom yang ada pada sampel dan porositas pada sampel. Adanya porositas membuat sampel menjadi lebih rapuh, semakin tinggi tingkat porositas sampel maka makin rendah nilai compressive strenghtnya. Dari Gambar 4.7. didapatkan bahwa hasil sampel A sampai E memiliki nilai compressive strength yaitu 0,54 - 1,06 MPa..

Nilai compressive strength dari hidroksiapatit yang akan diaplikasikan sebagai scaffold untuk tulang spongious adalah sebesar 0,5 - 50 MPa (Grimm, M.J., 2004). Nilai compressive strength dari kelima sampel hidroksiapatit pada penelitian ini sudah memenuhi standar untuk aplikasi scaffold.

(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Hidroksiapatit berhasil dibuat dengan campuran cangkang keong sawah (Pila ampullacea) dan lilin sarang lebah. Berdasarkan uji XRD dapat dilihat bahwa hidroksiapatit yang dihasilkan 53 %, dan calcium hydroxide 47 %.

2. Variasi penambahan lilin sarang lebah berpengaruh terhadap ukuran pori, porositas, densitas, dan compressive strength sampel hidroksiapatit. Ukuran pori dan porositas sampel akan semakin besar pada komposisi penambahan lilin sarang lebah dengan prosentase antara 10 % sampai 40%, dan nilai densitas serta compressive strength semakin menurun. 3. Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan, hasil terbaik ditunjukkan

(64)

5.2. SARAN

1. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih optimal perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan penambahan prosentase lilin sarang lebah lebih dari 40 %, agar pori yang dihasilkan sesuai dengan syarat untuk aplikasi sebagai scaffold.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, S., 2008, Analisis Mikrostruktur, Sifat Mekanik dan Sifat Kimia Logam SS-904L, Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Arifianto, dkk, 2006, Pengaruh Atmosfer dan Suhu Sintering Terhadap Komposisi Pelet Hidroksiapatit yang Dibuat dengan Sintesa Kimia dengan Pelarut Air dan SBF, Skripsi Jurusan Fisika, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Candra, asep, 2012, UGM Kembangkan Alat Implan Tulang, Kompas, 13 April 2012.

Connolly JR, Introduction to X-ray powder diffraction. Spring 2007; 1-9.

Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur Menggunakan Dry Metode. J. Biofisika 5(2):71-78.

David, H., Roberts, R. (1989).Fisika edisi 3 jilid 2. Penerjemah:Silaban, P., Sucipto, E. Jakarta:Erlangga.hal:80-95.

DEPKES RI, 2007, //http:www.kemenkes.ac.id diakses tanggal 5-1-2014.

Ferraz, M., Montero, F.J., Manuel, C.M.(2004).Hydroxyapatite Nanoparticles : A Review of Preparation Methodologies. J. App. Biomat.Biomech. 2, 74-80. Ficai A. Andronescu E. Voicu G. Ficai D. Advances in Collagen/Hydroxyapatite

Composite Materials. Adv in Composite Mater for Medicine and Nanotechnol 2011;3-32.

Frieβ W, Warner J. Biomedical Applications, in: F. Schuth, K.S.W.Sing, J. Weitkamp (Eds.), Handbook of Porous Solids, Weinheim:Wiley-VCH, 2002; 2923-2970.

Franz. Sehat dengan terapi lebah (Apitherapy). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2008:57-58.

Grimm, M.J.2004.Orthopedic Biomaterials.McGraw-Hill Michigan.

(66)

Hulberts, S. J., Morrison , J.,Klawitters, J. (1970). Biomaterials.Mater. Res. Symp. 2:269.

Julita, N, Suyatno, 2012, Aktivitas Antibakteri Senyawa Flavonoid dari Tumbuhan Paku Perak (Pityrogramma calomelanos), Skripsi Jurusan Kimia FMIPA UNESA.

Juwita, R., 2012, Sintesis Hidroksiapatit Berpori Berbasis Kalsium dari Cangkang Telur dan Porogen Lilin Sarang Lebah, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

KayinBurcu,OnePlates.http://www.biomed.metu.edu.tr/courses/term_papers/Bone Plates_Kayin.htm,(2009).

Keaveny, T. M., 2004, Standard Handbook of Biomedical Engineering and Design, McGraw Hill. 156-158.

Kehoe, S., 2008, Optimisation of Hydroxyapatite (HAp) for Orthopaedic Application via the Chemical Precipitation Technique [Thesis] School of Mechanical and Manufacturing Engineering Dublin City University.

Kumar, amit, 2010, Hydroxyapatite Synthesis Methodologies: An Overview, Journal of the Seemanta Institute of Pharmaceutical Sciences, Jharpokharia Orissa, India.

Kurniawan, S. B., 2012, Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mekanik Mortar Berbasis Material Komposit Silika Amorf dengan Variasi Penambahan Sekam Tebu, Skripsi Jurusan Fisika, Universitas Airlangga, Surabaya. Muktiani.2009.Menggeluti Bisnis Belut.Yogyakarta:pustaka baru press.hal:10 –

25.

Nasim Annabi, M.S., Jason W. Nichol, Ph.D., Xia Zhong, M.S., Chengdong Ji, M.B.E., Rafal Adam Mickiewicz, Polymer-Calcium Phosphate Composites for Use As An Injectable Bone Substitute, American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2006 2(2): 41-48.

(67)

Oemaryati, B. S. dan W. Wardhana, 1990,.Taksonomi Avertebrata Jakarta : UI Press.hal 50-100.

Pane MS. 2008. Penggunaan Hidroksiapatit Sebagai Bahan Dental Implant,[terhubung berkala], USU Library, USU Official Website [01 Juli 2010].

Park, J., et al., 2007, Biomaterials an Introduction, 3rd Edition, Springer, New York.

Pattanayak DK et al., 2005, Synthesis and evaluation of hydroxyapatite ceramics. Trend Biomater Artif Organs 18(2):87-92.

Prasetyanti F. 2008. Pemanfaatan Cangkang Telur Ayam untuk Sintesis Hidroksiapatit dengan Reaksi Kering [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Priyambodo, C, (1997), Penanganan Poket Infraboni dengan menggunakan Bahan Grafit Hidroksiapatit, Majalah Kedokteran gigi Unair 30:147-149.

Rajabi, A. H. et all. (2000). Synthesis and Characterization of Nanocrystalien Hidroxyapatite Powder via Sol-Gel Method.IFMBE proccedings.hlm 149-151.

Rismunandar,1990, Berwiraswasta dengan Berternak Lebah, Sinar baru:Bandung. Riyanti E, Hadidjah D, Iswari AP. Pemakaian propolis sebagai antibakteri pada

pasta gigi. Pustaka.unpad.ac.id. 2009: 1-10.

Sahin, E., 2006, Shynthesis and Characterization of Hydroxyapatite – Alumina – Zirconia Biocomposit (Thesis), Izmir Institute of Technology, Izmir.

Saraswathy G, Pal S, Rose C, Sastry TP. 2001. A Novel Bio-Inorganic Bone Implant Containing Deglued Bone, Chitosan and Gelatin. Bull Mater Sci 24(4):415 420.

Sergey, V., Dorozhkin, 2009, Calcium Orthophosphate-Based Biocomposites and Hybrid Biomaterials.Springer ScienceBusiness Media, LLC .J Mater Sci.44:2343–2387.

(68)

Sihombing, D.T.H.,1997, Ilmu Ternak Lebah Madu, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sloane, E., 2003, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, EGC, Jakarta.

Sopyan, dkk., 2002, Pengembangan Serbuk Hidroksiapatit untuk Aplikasi Medis : Karakterisasi Awal dengan FTIR dan XRD, jurnal Prosiding Pertemuan llmiah lbnu Pengetahuan don Teknologi Bahan Serpong.

Sulistiono, dkk., 2007, Pelapisan SS 316L dengan Hidroksiapatit menggunakan Teknik Electrophoretic Deposition, BATAN, Serpong,Tanggerang.

Sutikno, 1995, Budidaya Cangkang Keong Sawah, Jakarta: Erlangga.

Swain, S. K., 2009, Processing of Porous Hydroxyapatite Scaffold, Thesis Department of Ceramic Engineering, National Institute of Technology, Rourkela.

Syafrudin, H., 2011, Analisis Mikrostrukutr, Sifat Fisis dan Sifat Mekanik Keramik Jenis Refraktori, Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Toibah Abdurrahim and Iis Sopyan, Recent Progress on the Development of Porous Bioactive Calcium Phosphate for Biomedical Applications, Bentham Science Publishers Ltd. Recent Patents on Biomedical Engineering 2008, 1, 213-229

Warastuti, dkk, 2011, Sintesis dan Karakterisasi Pasta Injectable Bone Substitute Iradiasi Berbasis Hidroksiapatit, jurnal BATAN, Jakarta Selatan Indonesia Winata, Bayu C., 2012, Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang

Keong Sawah (Pila ampullacea), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yarlagadda, Prasad K. and Chandra sekharan, Margam and Shyan, John Yong

Ming, 2005, Recent Advances and Current Developments in Tissue Scaffolding, Bio-Medical Materials and Engineering 15(3):pp. 159-177. Young-Mi Soona, Kwan-Ha Shin a, Young-Hag Koh, Jong-Hoon Lee,

Won-Young Choi, Hyoun-Ee Kimb, Fabrication and Compressive Strength of Porous Hydroxyapatite Scaffolds With A Functionally Ggraded Core/Shell Structure, Journal of the European Ceramic Society 31 (2011) 13–18. Ylinen, P., 2006, Applications of Coralline Hydroxyapatite with Bioabsorbable

(69)

LAMPIRAN LAMPIRAN 1

1. Bahan pembuatan sampel

Cangkang keong sawah Lilin sarang lebah

2. Proses pembuatan sampel

Proses pencampuran bahan Proses sonikator

Proses oven Proses sintering

(70)

4. Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan sampel

Sampel A : Kalsium fosfat tanpa penambahan lilin lebah

Sampel B : Kalsium fosfat + lilin lebah 10% sebanyak 0,82 gram Sampel C : Kalsium fosfat + lilin lebah 20% sebanyak 1,85 gram Sampel D : Kalsium fosfat + lilin lebah 30% sebanyak 3,17 gram Sampel E : Kalsium fosfat + lilin lebah 40% sebanyak 4,93 gram Perhitungan:

 Massa Hidroksiapatit tanpa porogen adalah 7,4 gram  Massa lilin lebah:

a. Persentase Hidroksiapatit sintesis 90% dan lilin 10% Massa lilin 10% =

x = 0,82 gr

b. Persentase Hidroksiapatit sintesis 80% dan lilin 20% Massa lilin 10% =

x = 1,85 gr

c. Persentase Hidroksiapatit sintesis 70% dan lilin 30% Massa lilin 10% =

x = 3, 17 gr

d. Persentase Hidroksiapatit sintesis 60% dan lilin 40% Massa lilin 10% =

(71)

LAMPIRAN 2

A. Hasil Uji XRD dari Hidroksiapatit cangkang keong sawah (Pila ampullacea) untuk sampel A (Hidroksiapatit 100% dan porogen lilin sarang lebah 0%)

Anchor Scan Parameters

Dataset Name: Hidroksiapatit Cangkang Keong sawah

File name: E:\DATA PENGUJIAN\Analisa\Niva Hidroksiapatit 100%

hidroksiapatit\Hidroksiapatit Cangkang Keong sawah\Hidroksiapatit Cangkang Keong sawah.xrdml

Comment: Configuration=Reflection-Transmission Spinner, Owner=User-1, Creation date=12/2/2011 8:19:55 AM

Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Minimum step size 2Theta:0.001; Minimum step size Omega:0.001

Sample stage=Reflection-Transmission Spinner PW3064/60;

Measurement Date / Time: 4/24/2014 12:20:30 PM Operator: Institut Teknologi

Raw Data Origin: XRD measurement (*.XRDML)

Scan Axis: Gonio

Start Position [°2Th.]: 5.0084 End Position [°2Th.]: 59.9864 Step Size [°2Th.]: 0.0170 Divergence Slit Type: Fixed Divergence Slit Size [°]: 0.2177 Specimen Length [mm]: 10.00 Measurement Temperature [°C]: 25.00 Anode Material: Cu K-Alpha1 [Å]: 1.54060 K-Alpha2 [Å]: 1.54443

K-Beta [Å]: 1.39225

K-A2 / K-A1 Ratio: 0.50000 Generator Settings: 30 mA, 40 kV Diffractometer Type: 0000000011119014 Diffractometer Number: 0

Goniometer Radius [mm]: 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm]: 100.00 Incident Beam Monochromator: No

Spinning: No

Graphics

(72)

Peak List

(73)

50.9670 142.32 0.5353 1.79183 18.22

52.1961 15.49 0.2676 1.75249 1.98

53.9357 370.02 0.0836 1.70001 47.38

Pattern List

Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th] Scale Fac. Chem. Formula

* 01-074-0565 40 Calcium Hydroxide .. 0.081 0.308 Ca10 ( P O4 )6 ( O..

* 01-078-0649 63 Calcium Oxide 0.102 0.836 Ca O

(74)

B. Hasil Uji XRD dari Hidroksiapatit cangkang keong sawah (Pila ampullacea) untuk sampel B (Hidroksiapatit 90% dan porogen lilin sarang lebah 10%)

Anchor Scan Parameters

Dataset Name: 1

File name: E:\DATA PENGUJIAN\Analisa\Niva (Hidroksiapatit)\1\1.xrdml Comment: Configuration=Reflection-Transmission Spinner, Owner=User-1,

Creation date=12/2/2011 8:19:55 AM

Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Minimum step size 2Theta:0.001; Minimum step size Omega:0.001

Sample stage=Reflection-Transmission Spinner PW3064/60;

Measurement Date / Time: 5/28/2014 2:59:22 PM Operator: Institut Teknologi

Raw Data Origin: XRD measurement (*.XRDML)

Scan Axis: Gonio

Start Position [°2Th.]: 5.0084 End Position [°2Th.]: 59.9864 Step Size [°2Th.]: 0.0170 Divergence Slit Type: Fixed Divergence Slit Size [°]: 0.2177 Specimen Length [mm]: 10.00 Measurement Temperature [°C]: 25.00 Anode Material: Cu K-Alpha1 [Å]: 1.54060 K-Alpha2 [Å]: 1.54443

K-Beta [Å]: 1.39225

K-A2 / K-A1 Ratio: 0.50000 Generator Settings: 30 mA, 40 kV Diffractometer Type: 0000000011119014 Diffractometer Number: 0

Goniometer Radius [mm]: 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm]: 100.00 Incident Beam Monochromator: No

Spinning: No

Graphics

(75)

Peak List

(76)

49.4265 33.32 0.1004 1.84401 9.17

50.8593 111.26 0.4015 1.79537 30.63

54.4369 45.53 0.4684 1.68553 12.53

Pattern List

Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th] Scale Fac. Chem. Formula

* 01-084-1265 71 Calcium Hydroxide 0.079 0.953 Ca ( O H )2

(77)

C. Hasil Uji XRD dari Hidroksiapatit cangkang keong sawah (Pila ampullacea) untuk sampel C (Hidroksiapatit 80% dan porogen lilin sarang lebah 20%)

Anchor Scan Parameters

Dataset Name: 2

File name: E:\DATA PENGUJIAN\Analisa\Niva (Hidroksiapatit)\2\2.xrdml Comment: Configuration=Reflection-Transmission Spinner, Owner=User-1,

Creation date=12/2/2011 8:19:55 AM

Goniometer=PW3050/60 (Theta/Theta); Minimum step size 2Theta:0.001; Minimum step size Omega:0.001

Sample stage=Reflection-Transmission Spinner PW3064/60;

Measurement Date / Time: 5/28/2014 2:40:15 PM Operator: Institut Teknologi

Raw Data Origin: XRD measurement (*.XRDML)

Scan Axis: Gonio

Start Position [°2Th.]: 5.0084 End Position [°2Th.]: 59.9864 Step Size [°2Th.]: 0.0170 Divergence Slit Type: Fixed Divergence Slit Size [°]: 0.2177 Specimen Length [mm]: 10.00 Measurement Temperature [°C]: 25.00 Anode Material: Cu K-Alpha1 [Å]: 1.54060 K-Alpha2 [Å]: 1.54443

K-Beta [Å]: 1.39225

K-A2 / K-A1 Ratio: 0.50000 Generator Settings: 30 mA, 40 kV Diffractometer Type: 0000000011119014 Diffractometer Number: 0

Goniometer Radius [mm]: 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm]: 100.00 Incident Beam Monochromator: No

Spinning: No

Graphics

(78)

Peak List

(79)

59.4782 9.89 0.4015 1.55415 2.67

Pattern List

Visible Ref.Code Score Compound Name Displ.[°2Th] Scale Fac. Chem. Formula

* 01-070-5492 67 Calcium Hydroxide -0.043 0.971 Ca ( O H )2

Gambar

Grafik spektrum XRD dengan HAp dan lilin sarang lebah
Grafik hasil uji compressive strength terhadap variasi
Gambar 2.1 Struktur Hidrokiapatit (Warastuti dkk., 2011)
Gambar 2.2 Cangkang Keong Sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berat badan siswa pada suatu kelas disajikan dengan histogram seperti pada gambar.. Rataan berat badan tersebut adalah

[r]

Penelitian tentang narapidana perempuan sebagai pelaku kejahatan telah pernah diteliti oleh Susan Atika Sari dalam skripsinya, ”Faktor-faktor Yang Menyebabkan Wanita Melakukan

Berdasarkan diskusi bersama guru mitra, bertolak pada akar penyebab masalah untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut, ditetapkan alternatif tindakan dengan

dalam KKN PPM yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah program.. pendampingan keluarga

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan laporan Seminar Tugas Akhir ini dengan judul “

menyampaikan bahwa ada indikasi pemerintah mengambil kebijakan sepihak terkait dengan pembebasan lahan tersebut, karena masuk lahan warga tanpa ada koordinasi dengan

Seperti pada Gambar 2, Bapak Mulyono, guru SDN Rangkah VI, menambahkan bahwa ada beberapa komponen penyebab ketakutan dan kesulitan dalam belajar matematika