• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI KECAMATAN WARUNGGUNUNG KABUPATEN LEBAK - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI KECAMATAN WARUNGGUNUNG KABUPATEN LEBAK - FISIP Untirta Repository"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

AKBAR AGUNG MAESYA NIM 6661102108

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I DR. Suwaib Amirudin, M.Si., Pembimbing II Riny Handayani, S.Si., M.Si.

Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat Dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Identifikasi masalah : Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha; Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksana; Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank. Metode penelitian adalah Kualitatif. Subjek penelitian: Warga Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak baik yang menerima KUR ataupun tidak. Teori Merilee S. Grindle (2003), isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Hasil Penelitian: implementasi kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak belum optimal. Saran: 1) Mengoptimalkan sosialisasi mengenai program KUR baik oleh bank pelaksana maupun oleh pemerintah daerah; 2) Penguatan kerjasama antara Bank pelaksana dengan pemerintah daerah agar terciptanya sinergitas; 3) Memperketat pengawasan dari pemerintah terkait penyaluran KUR; 4) Mengoptimalkan tenaga pendampingan dari pemerintah daerah melalui instansi terkait terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah didaerahnya; 5)Mengkaji kembali persyaratan pengajuan KUR sehingga lebih meringankan pelaku usaha kecil dalam memperoleh bantuan usaha dari pemerintah.

(6)

Enterprises In District Warunggunung Lebak. Study Program of Public Administration, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan Ageng Tirtayasa. Supervisor I DR. Suwaib Amirudin, M.Sc., Advisor II Riny Hand, S.Si., M.Sc.

Policy Implementation People's Business Credit Program Under Development, Micro, Small and Medium Enterprises In District Warunggunung Lebak. Identification of the problem: the lack of proper KUR program is targeted because it is also enjoyed by people who do not have a business; The lack of socialization of the government and Bank Executive; The low participation of communities due to fear of dealing with the Bank. The research method is qualitative. Subject of research: Citizens Subdistrict Lebak Warunggunung both receiving KUR or not. Theory Merilee S. Grindle (2003), the contents policies include: (i) interests are affected by the policy; (ii) types of benefits to be generated; (iii) The degree of desired change; (iv) The position of policy makers; (v) (Who) implementing the program; and (vi) Resources are deployed. While the context of the implementation include: (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (power, interests and strategies of the actors involved); (ii) Institution and Regime Characteristic (characteristics of the institution and the ruling regime); and (iii) Compliance and Responsiveness (level of compliance and the response from the executor). Results: The implementation of the policy program People's Business Credit (KUR) in the development of micro small and medium enterprises in the district of Lebak Warunggunung not optimal. Suggestions: 1) Optimizing the socialization of the KUR program either by a bank executive and by local governments; 2) The strengthening of cooperation between the Bank executive with local governments in order to create synergy; 3) Tightening the supervision of the relevant government KUR; 4) Optimizing the power assistance of the local government through relevant agencies to the efforts of small and medium micro its region; 5) Assess return filing requirements KUR so much ease small businesses in obtaining assistance from the government's efforts.

(7)

i

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”.

Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Maka peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2. DR. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(8)

ii

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. DR. Suwaib Amirudin, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya.

9. Riny Handayani, S.Si., M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya.

10.Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.

11.Agung Kristianto Selaku Kepala BRI Cabang Rangkasbitung, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

12.Tisep Sumedi Selaku Kepala Unit Sampay BRI Cabang Rangkasbitung, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

13.Seluruh Pegawai BRI Cabang Rangkasbitung yang telah membantu peneliti dalam penelitian ini.

(9)

iii

Ipar. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkahi keluargaku dan terjaga keharmonisannya.

16.Teman-teman seperjuanganku Jurusan Ilmu Administrasi Negara NR angkatan 2010, terima kasih semuanya atas bantuan, motivasi dan dukungannya untuk teman-temanku yang tak bisa kusebutkan satu persatu. 17.Kekasih tercinta yaitu Juwita sari Haerul yang selalu mendoakan dan

memotivasi agar saya tetap semangat mengerjakan penelitian ini.

Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada pembaca umumnya.

Serang, Agustus 2015

(10)

iv

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

ABSTRACT

PERNYATAAN ORIGINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERSEMBAHAN DAN MOTTO

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

(11)

v

1.7. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 36

2.3. Kerangka Berfikir ... 39

2.4. Asumsi Dasar Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 43

3.2. Instrumen Penelitian ... 44

3.3. Informan Penelitian ... 45

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.5. Teknik Analisis Data ... 51

3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 54

3.7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 58

4.2. Deskripsi Data ... 69

(12)

vi

5.1. Kesimpulan ... 107

5.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

vii

Halaman

Gambar 2.1. Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik ... 28

Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir ... 41

(14)

viii

Halaman

Tabel 1.1. Jumlah UMKM di Kecamatan Warunggunung ... 7

Tabel 3.1. Tabel Infroman Penelitian... 46

Tabel 3.2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 48

Tabel 3.3. Jadwal Penelitian ... 57

Tabel 4.1. Kecamatan dan Luas Wilayah ... 60

Tabel 4.2. Daftar Informan ... 70

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan dan pengangguran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari masalah yang ada di Indonesia. Sumber daya manusia yang masih minim sehingga sulit mendapatkan sumber penghasilan serta kebutuhan ekonomi yang mendesak menjadikan perekonomian masyarakat menjadi sangat lemah. Ini merupakan hal yang selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dari masa ke masa.

Setiap tahun anggaran selalu digelontorkan oleh pemerintah untuk membangun perekonomian masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan potensi manusianya yang harus ditingkatkan dari segi pengetahuan serta keterampilannya sehingga mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan pelaksanaan program pembangunan dapat terealisasi.

Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu negara dilaksanakan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan

(16)

ketertiban dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya.

Berbagai rencana dan program-program pembangunan sebagai wujud pelaksanaan pemerintahan telah dibuat dan diimplementasikan di daerah -daerah, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat pemerintah daerah itu sendiri. Salah satu program pemerintah yaitu pembangunan perekonomian masyarakat yang didorong adanya program pro masyarakat.

Dalam mewujudkan tujuan program pembangunan perekonomian masyarakat maka perlu adanya managerial dari pemerintah, agar program yang diluncurkan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga perlu adanya sarana pengontrol yang berbasis kemajuan perekonomian masyarakat.

(17)

masyarakat kecil yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Program peningkatan perekonomian masyarakat ini melibatkan beberapa instansi pemerintahan.

Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKMK mencakup (Komite Kredit Usaha Rakyat):

1. Peningkatan akses pada sumber pembiayaan 2. Pengembangan kewirausaha

3. Peningkatan pasar produk UMKMK 4. Reformasi regulasi UMKMK

Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan dengan memberikan penjaminan kredit bagi UMKMK melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun Bank Pelaksana yang menyalurkan KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin ( Komite Kredit Usaha Rakyat ).

Ada beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha Rakyat, yaitu:

(18)

2. Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,

3. MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007, 4. Addendum I MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan

Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008,

5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK,

6. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan,

7. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR,

8. Addendum II MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010,

9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat,

10. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Kredit usaha rakyat adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada UMKM yang feasible tapi belum bankable. Maksud dari feasible dan bankable adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan meski belum masuk dalam kategori memenuhi persyaratan bank.

(19)

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Berikut peneliti lampirkan kriteriannya:

Tabel 1.1

Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM

No. Uraian Kriteria

Asset Omzet

1 Usaha Mikro Maks 50 Juta Maks 300 Juta 2 Usaha Kecil >50 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Miliar 3 Usaha Menengah >500 Juta – 10 Miliar >2,5 Miliar – 50 Miliar

(20)

mengakses KUR melalui lembaga keuangan mikro dan KSP/USP koperasi, atau melaui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank pelaksana.

Sejak dimulainya program KUR pada November 2007 sampai pada Juli 2014, diketahui bahwa total realisasi kredit dari program KUR secara nasional yang dikelola oleh Komite KUR telah mencapai sekitar kurang lebih Rp. 147 Triliun dengan total debitur mencapai 11.309.283 jiwa. Dari angka tersebut, diketahui bahwa Bank BRI memiliki plafon kredit terbesar yaitu mencapai Rp. 105 Triliun (Sumber: Komite KUR, 2014).

Pada tahun 2005, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia telah menetapkan Kabupaten Lebak sebagai salah satu daerah tertinggal dari 199 Kabupaten tertinggal yang ada di Indonesia. (Sumber: http://www.lebakkab.go.id/) Ketertinggalan Kabupaten Lebak diliat dari minimnya infrastruktur, rendahnya tingkat perekonomian serta kesenjangan sosial yang terjadi di wilayah tersebut.

(21)

makanan-makanan khas Lebak dan Banten. Sentra-sentra usaha kecil ini tumbuh dan berkembang dan menopang kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.

Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak, program KUR sangat diminati warga masyarakat. Ditambah lagi karena di daerah ini mayoritas merupakan tempat sentra usaha-usaha kecil mikro dan menengah di Kabupaten Lebak. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, sampai pada periode Januari 2014 di Kecamatan Warunggunung terdapat 219 usaha yang terdata yang masuk kedalam kategori usaha mikro kecil dan menengah sedangkan jumlah koperasi yang terdata adalah 112 koperasi.

Tabel 1.2

Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak

Periode 2011-2014

Periode UMKM Koperasi

2011 1492 102

2012 1541 106

2013 1573 109

2014 1613 112

Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, 2014

(22)

Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak ini belum termasuk usaha warungan dan sembako.

Diketahui bahwa total realisasi kredit sejak November 2007 dari program KUR khusus wilayah Kecamatan Warunggunung yang dikelola oleh Komite KUR mencapai sekitar kurang lebih Rp. 780 miliar dengan total debitur mencapai 1124 jiwa. (Sumber: Komite KUR, 2014). Jumlah ini merupakan jumlah terbesar untuk wilayah Kabupaten Lebak dan berdasarkan data yang diperoleh angka penyaluran KUR ini di dominasi oleh Bank BRI. Inilah alas an peneliti melakukan penelitian ini.

Program KUR, membantu masyarakat dari segi akses permodalan serta dari segi pembiayaan. Dari observasi awal yang peneliti lakukan, dilihat bahwa program KUR diapresiasi tinggi oleh masyarakat di Kecamatan Warunggunung. Dari wawancara dengan Ibu Ida (Pemilik Warung sembako di wilayah Warunggunung), sejak adanya KUR, dirinya terbantu dalam hal permodalan. Ditambah lagi karena suku bunga dari program KUR masih bisa terjangkau oleh dirinya. Selain itu, persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan kredit baginya juga tidak memberatkan (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 13.20 Wib).

(23)

Sedangkan menurut Pak Ujang (Pemilik usaha Emping dan oleh-oleh khas Lebak), meski banyak kekurangan tetapi program KUR memang membantu dirinya selaku pengusaha kecil dalam memperoleh modal dengan suku bunga yang rendah dan persyaratan yang mudah. (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 15.47 Wib).

(24)

peneliti melihat bahwa minimnya sosialisasi dari pihak yang berwenang dalam pengelolaan KUR.

Faktor lain yang sekiranya dapat menghambat pelaksanaan program KUR di Kecamatan Warunggunung, yaitu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat yang memanfaatkan program tersebut. Adanya kekhawatiran terhadap suku bunga yang ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan selain usaha yang dijalankan (wawancara dengan Bapak H. Jamal pelaku usaha mikro emping melinjo yang bukan nasabah KUR pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 13.25 WIB).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah yaitu:

1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha.

(25)

3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank.

1.3 Pembatasan Masalah

Peneliti hanya membatasi penelitian ini pada bagaimana Implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung dengan Bank BRI sebagai objek penelitiannya dikarenakan di wilayah tersebut, hanya Bank BRI yang ada satu-satunya.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang peneliti paparkan dan dengan memperhatikan pada fokus penelitian yang telah disebutkan dalam batasan masalah, maka hal yang menjadi kajian peneliti, adalah: Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan UMKM di Kecamatan Warunggunung?

1.5 Tujuan Penelitian

(26)

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam dunia akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara, terutama yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi administrasi negara.

2. Secara Praktis

Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini. Selain itu, karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

(27)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Teori, Deskripsi Implementasi Kebijakan, Kerangka Berfikir Penelitian dan Asumsi Dasar Penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai; Metode Penelitian, Instrumen Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Obyek Penelitian, Gambaran Kecamatan Warunggunung, Deskripsi Data, Informan Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian.

BAB V PENUTUP

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang implementasi kebijakan publik, alangkah baiknya apabila kita mengetahui dulu pengertian dari kebijakan.

Kebijakan dapat diartikan sebagai berikut:

”Sebagai rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau suatu konsep dasar yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu kepemimpinan dan cara bertindak.” (Fazri 2003:55)

Menurut Dunn (2003:51) secara etimologis, istilah policy atau kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara- Kota) dan pur (Kota). Sedangkan menurut Edi Suharto (2005:7), kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Lain dengan Eulau & Prewitt (dalam Suharto 2005:7) yang mengatakan bahwa kebijakan sebagai sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh prilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan). Titmus (dalam Suharto 2005:7) mendefinisikan kebijakan sebagai:

”Prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu yang senantiasa berorientasi kepada masalah dan tindakan.”

(29)

Winarno (2002:31) mengartikan istilah kebijakan sebagai arah tindakan yang mempunyai tujuan yang diambil oleh seorang aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Sedangkan Ricard (dalam Winarno 2002:15) mendefinisikan kebijakan sebagai, serangkaian tindakan yang sedikit banyak berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan sebagai suatu keputusan tersendiri. Sedangkan menurut Carl J. Frederick (dalam Winarno 2002:16), istilah kebijakan dapat diartikan sebagai:

”Suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”.

Harold D. Laswell & Abraham Kaplam (dalam Islamy 1991:15) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Sedangkan Amara Raksasataya (dalam Islamy 1991:16) merumuskan bahwa:

”Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijakan harus memuat tiga elemen yaitu: identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk tujuan yang diinginkan, dan penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik dan strategi.”

Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:53) menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya:

a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity)

(30)

ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban.

b. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as expression of general purpose or desired state of affairs)

Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi. c. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal)

Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.

d. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government) Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden.

e. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization)

Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya. f. Sebagai sebuah program (as a programe)

Contohnya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.

g. Sebagai output (as output)

Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.

h. Sebagai hasil (as outcome)

Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agararia.

i. Sebagai teori atau model (as a theory or model)

Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industry manufaktur, maka output industry akan berkembang.

j. Sebagai sebuah proses (as a process)

Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.

(31)

(2006:53) sebagai berikut:

"The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life... policy is free for many undesirable connotation clustered about the word political, which is often beleived to imply partisanship or corruption"

(kata "kebijakan" pada umumnya dipakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau privat... "kebijakan" bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis yang diyakini mengandung makna "keberpihakan" dan "korupsi").

Dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah suatu rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah dengan dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut.

2.1.2 Pengertian Publik

Setelah mengetahui tentang pengertian kebijakan menurut beberapa tokoh, maka pada bagian ini peneliti akan membahas mengenai pengertian publik. Tujuannya agar mengetahui apa itu publik sebelum membahas tentang kebijakan publik.

(32)

Inggris kedalam Bahasa Indonesia yaitu publik yang diartikan sebagai masyarakat umum, rakyat umum, orang banyak. Adapun dalam Bahasa Inggris kata public sendiri diartikan sebagai umum, masyarakat atau negara.

Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula dengan istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama. (Wicaksono, 2006:30)

W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Massey dalam bukunya Managing Public Sector : A Comparative Analysis of the United Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10

ciri yang membedakan dengan sektor swasta (Wicaksono, 2006:30), diantaranya adalah:

a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu,

b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya,

c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam,

d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peuang dan kapasitas.

e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas keegagalan pasar,

f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik,

g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen danlegalitas,

h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merspon isu- isu keadilan dan kejujuran,

i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan

(33)

di atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.

Setelah kita pahami apa dan siapa yang dimaksud dengan publik, selanjutnya kita akan memahami publik dalam berbagai perspektif. Menurut Carl J. Frederick (dalam Winarno 2002:16) terdapat lima model formal yang berkaitan dengan kedudukan konsep publik yang umum digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam rangka revitalisasi. Kelima perspektif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perspektif pluralis, di mana dalam perspektif ini publik dipandang sebagai konfigurasi dari berbagai kelompok-kelompok kepentingan. Setiap orang yang mempunyai kepentingan yang sama akan bergabung satu sama lain dan membentuk satu kelompok yang nantinya kelompok kepentingan tersebut berinteraksi dan berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan individu yang mereka wakili, khususnya dalam konteks pemerintahan.

2. Perspektif pilihan publik, di mana perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran utilitarian yang sangat menekankan pada soal kebahagiaan dan kepentingan individu, yang memandang bahwa publik seolah-olah sebagai konsumen dan pasar.

3. Perspektif legislatif, di mana sifat pemerintah yang demokratis tidak selalu menggunakan sistem perwakilan secara langsung karena pada kenyataannya banyak pemerintahan yang demokratis, namun menggunakan sistem perwakilan secara tidak langsung. Asumsi perspektif ini adalah setiap pejabat yang diangkat untuk mewakili kepentingan publik, sehingga memiliki legitimasi mewujudkan perspektif publik dalam administrasi publik.

4. Perspektif penyedia layanan, di mana perspektif ini memandang bahwa publik sebagai pelanggan yang harus dilayani. Dan pemerintah mempunyai tugas untuk melayani publik yang terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok.

(34)

Mayor Polak (dalam Sunarjo 1984:19) memberikan definisi atau pengertian publik adalah:

“sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu. Mempunyai minat yang sama tidak berarti mempunyai pendapat yang sama. Dengan demikian, publik adalah sejumlah orang yang berminat dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang konkret.”

Sedangkan definisi atau pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo 1984:19) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui media komunikasi baik media komunikasi secara umum misalnya pembicaraan secara pribadi, desas-desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya. Bogadus (dalam Sumarno 1990:24) mengatakan bahwa publik itu adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah. Herbert Blumer (dalam Sastropoetro, 1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut: 1) Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; 2) Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut; 3) Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu.

Sedangkan dalam perspektif peneliti sendiri, publik adalah masyarakat umum yang memiliki keinginan sama tapi dengan cara pandang berbeda dengan tujuan yang sama.

(35)

manusia, Robert M. Maclver dalam Budiardjo (2008:46) mengatakan: “Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata (Society

means a system of ordered relation).” Semua ilmu sosial mempelajari manusia sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok itu ialah karena dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain, di satu pihak dia ingin kerjasama, di pihak lain dia cenderung untuk bersaing dengan sesama manusia di dalam kehidupan berkelompok dan dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Sedangkan menurut Harold Laswell dalam Budiardjo (2008:47), dalam mengamati masyarakat disekelilingnya yaitu masyarakat barat, merinci delapan nilai adalah kekuasaan (power), kekayaan (wealth), penghormatan (respect), kesehatan (well-being), kejujuran (rectitude), keterampilan (skill),

pendidikan/penerangan (enlightenment), kasih-sayang (affection).

Korten dalam Muluk (2005:43) menjelaskan istilah masyarakat yang secara populer merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun demikian, Ia justru lebih memilih pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai ”an interacting

population of organisms (individuals) living in a common location”.

2.1.3 Kebijakan Publik

(36)

dan tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi, sehingga definisi kebijakan publik diatas yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan atau yang dilakukan menjadi kurang memadai atau kurang tepat.

Untuk itu pengertian kebijakan publik akan ditinjau lebih lanjut oleh beberapa ahli. Menurut George C. Edward III & Ira Sharkansky (dalam Islamy 1991:22) kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah. Sedangkan Edi Suharto (2005:44) merumuskan beberapa definisi dari kebijakan publik yaitu:

1. Sebagai tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.

2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata, dimana kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang berkembang di masyarakat.

3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan, dimana kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.

4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dimana kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.

(37)

Carl J. Frederick (dalam Nugroho 2003:4) menjelaskan bahwa kebijakan publik sebagai:

”Serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

Menurut Nugroho (2003:4) kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan. Dimana kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan, visi dan misi bersama yang telah disepakati. Dengan kata lain, kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.

David Easton (dalam Nugroho 2003:50) menggambarkan kebijakan publik sebagai pengaruh (impact) dari aktivitas pemerintah. Easton juga menambahkan bahwa ciri khusus yang melekat dari kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para ketua adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para monarki dan lain sebagainya. Penjelasan ini membawa implikasi tertentu terhadap kebijakan publik yaitu:

1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tidakan yang serba acak dan kebetulan;

(38)

dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri;

3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu;

4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif (mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu), dan mungkin berbentuk negatif (mencakup keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah diperlukan. (Nugroho 2003:50)

Hakikat kebijakan publik sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan tersebut diatas dapat kita pahami lebih baik lagi apabila kebijakan itu kita perinci lebih lanjut kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Policy Demands (tuntutan kebijakan), yaitu tuntutan atau desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta ataupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. 2. Policy Decision (keputusan kebijakan), yaitu keputusan-keputusan

yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

3. Policy Statement (pernyataan kebijakan), yaitu pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan publik tertentu. 4. Policy Output (keluaran kebijakan), yaitu merupakan wujud

kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.

(39)

lingkungannya). Demikian pula definisi menurut Wilson (2006:154) (dalam Wahab 2012:13) yang merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:

“The actions, objectives and pronouncements of governments on particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement them,and the explanations they give for what happens (or does not happen)” (tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi (atau tidak terjadi).

Definisi lain, yang tak kalah luasnya, dikemukakan oleh Dye (dalam Wahab 2012:14) yang menyatakan bahwa kebijakan publik ialah “whatever governments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apa pun yang

dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah).

Sedangkan, pakar Inggris, W.I. Jenkins (1978:15) (dalam Wahab 2012:15) merumuskan kebijakan publik adalah sebagai berikut:

“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).

Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981) (dalam Wahab 2012:15), telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an santioned course of action addressed to a particular problem or group of related problems that

(40)

tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat).

Pakar Perancis, Lemieux (dalam Wahab 2012:15) merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:

“The product of activities aimed at the resolution of public problems in the environment by political actors whose relationship are structured. The entire process evolves over time” (produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu).

Definisi lain mengenai kebijakan publik menurut Friedrich (1969:79) dalam Agustino (2008:7) adalah sebagai berikut:

“Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.

Sedangkan, Anderson (1984:3) dalam Agustino (2008:7) memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik, dalam bukunya Public Policy Making, adalah serangkaian tindakan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu

yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

(41)

Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari suatu kebijakan publik adalah sebagai berikut:

1) Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak.

2) Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah.

3) Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat.

4) Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan.

5) Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.

Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) (dalam Subarsono 2011:13) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:

a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Penyusunan agenda yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.

b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Formulasi kebijakan yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

c. Pembuatan Kebijakan (Decision Making)

Pembuatan kebijakan yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Implementasi kebijakan yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.

e. Penilaian/Evaluasi Kebijakan (Policy Evalution)

(42)

Dengan demikian, dari beberapa pengertian kebijakan publik diatas dan dengan mengikuti paham bahwa kebijakan publik itu harus berorientasi kepada kepentingan masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik itu adalah rangkaian tindakkan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.

2.1.4 Implementasi Kebijakan

Dalam hal membuat kebijakan publik memang tidak semudah membalik telapak tangan, perlu dilakukan sebuah analisis yang komprehensif. Adapun siklus skematik dalam pembuatan kebijakan publik menurut Riant Nugroho adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1

Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik (Nugroho 2003:73)

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi sebagai berikut: 1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya

(43)

harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.

2. Isu ini yang kemudian akan menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh warga negara termasuk pimpinan negara.

3. Setelah kebijakan publik tersebut dirumuskan, kemudian kebijakan publik tersebut dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat, ataupun pemerintah bersama-sama masyarakat.

4. Namun di dalam proses perumusan, pelaksanaan dan setelah pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar, dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula.

5. Implementasi kebijakan harus bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun berupa manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.

Dengan melihat skema tersebut diatas maka peneliti menilai bahwa terdapat tiga kegiatan pokok dalam kebijakan publik, yaitu: (i) perumusan kebijakan; (ii) implementasi kebijakan; dan (iii) evaluasi kebijakan.

Menurut Sidney (dalam Fischer, Miller and Sidney, 2007:79) perumusan kebijakan adalah tahapan untuk menjawab terhadap sejumlah pertanyaan “apa”, yakni: apa rencana untuk menyelesaikan masalah? Apa yang menjadi

tujuan dan prioritas? Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut? Apa terkait dengan setiap alternatif?

(44)

Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka terdapat dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program, dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, yakni menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.

Winarno (2002:101) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai ”alat administrasi hukum dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur dan

(45)

pelaksana atau implementator; (iii) kondisi ekonomi, sosial dan politik; serta (iv) kecenderungan dari pelaksana atau implementator. 2. Model ”Kerangka Analisis Implementasi” yang dipaparkan oleh

Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier pada tahun 1983, yang mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel yaitu :

i. Variabel independen, yakni mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

ii. Variabel dependen, yakni tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan. Tahapan tersebut adalah pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

iii. Variabel intervening, yakni variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakanya teori kausal, ketepatan alokasi sumberdana, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan terhadap pihak luar, dan variabel yang ada diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkaitan dengan kondisi sosio ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen serta kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

(46)

benar; (ix) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna; serta (x) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

4. Model Merilee S. Grindle tahun 1980. Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya, dimana ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan sehingga keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan.

Sementara itu, konteks implementasinya adalah kekuasaan (kepentingan dan strategi aktor yang terlibat), karakteristik lembaga dan penguasa, kepatuhan dan daya tanggap.

5. Model yang disusun oleh Richard Elmore (1979), Michael Lipsky (1971), dan Benny Hjern & David O’Porter (1981). Dimana model ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat didalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih melibatkan pejabat pemerintah, namun hanya ditataran bawah.

6. Model yang dikembangkan oleh George C. Edward III yang disebut dengan model ”Direct and Indirect Impact on Implementation”. Dalam pendekatan ini, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu : (i) Variabel komunikasi; (ii) Variabel sumber daya; (iii) Variabel disposisi; dan (iv) Variabel struktur birokrasi.

2.1.5 Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle

Pendekatan implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Grindle dikenal dengan Implementation as A Political and Administrative Process. Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

(47)

dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2) Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

a. Efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok. b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok

sasaran dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Poliy dan Context of Policy.

1)Content of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:176) adalah: a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi).

Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Ind ikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Type of Benefit (tipe manfaat).

Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai).

Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan).

Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu keb ijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak di implementasikan.

e. Program Implementer (pelaksana program).

(48)

dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan). Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

2) Context of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:177) adalah: a. Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan,

kepentingan-kepentingn dan strategi dari aktor yang terlibat). Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalanya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh, seperti panggang jauh dari api.

b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa).

Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana).

Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

(49)

2.1.6 Kredit Usaha Rakyat

KUR adalah skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan Perbankan (belum bankable). KUR merupakan program pemberian kredit/pembiayaan dengan nilai dibawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit Lembaga penjaminnya adalah PT Jamkrindo dan PT Askrindo.

Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program KUR adalah sebagai berikut:

a. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, danKoperasi (UMKMK).

b. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM & Koperasi kepada Lembaga Keuangan.

c. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinandan perluasan kesempatan kerja.

(50)

a. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan:

1. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/ pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah;

2. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya;

3. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan

b. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan ketentuan:

1. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah), tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 24% (dua puluh empat persen) efektif per tahun 2. Untuk kredit diatas Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan

Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 16% (enam belas persen) efektif per tahun.

c. Bank pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan di cantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah peneliti baca diantaranya :

(51)

dirumuskan pemerintah di tinjau dari empat aspek implemantasi kebijakan yakni faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi di Cileungsi Kabupaten Bogor. Hasil penelitian dan temuan adalah sebagai berikut : Implementasi kebijakan sekolah gratis dilihat dari : 1) Faktor-faktor komunikasi, adalah: a) Banyaknya pihak yang terlibat memadai dilihat dari kemampuan bekerja; b) Media efektif dilihat dari sampainya pesan-pesan sekolah gratis pada masyarakat; dan c) Waktu sosialisasi efektif; 2) Faktor sumber daya, manusia kurang efektif dilihat dari keterbatasan wewenang pengelola dalam memanfaatkan dana sekolah gratis melalui BOS;3) Faktor sikap (disposisi), respon masyarakat positif begitu juga komitmen para pengelola sekolah gratis; dan 4) Faktor Struktur Birokrasi,:a) Mekanisme penyaluran dana mengalami hambatan dalam waktu penerimaan; b) Mekanisme pelaporan sesuai dengan pedoman sekolah gratis.

(52)

observasi. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah yang diterapkan di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang belum maksimal dan banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya ,misalnya dari segi sumberdaya manusia yang masih belum memadai dibanding dengan luasnya wilayah kerja dari Puskesmas Sumbang itu sendiri dan jumlah pasien yang setiap tahunnya meningkat, juga dari segi komunikasi antar pelaksana yang masih kurang, sehingga masyarakat belum mengetahui sepenuhnya tentang program dari Jamkesda. 3. Skripsi dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya oleh Norman Andika Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tahun 2010. Hasil dari penelitian ini,

(53)

pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif sehingga tercipta masyarakat miskin yang sehat dan produktif untuk menunjang program pengentasan kemiskinan.

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggambarkan alur pemikiran peneliti mengenai fokus penelitian. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan, peneliti menemukan beberapa masalah yang dapat menghambat pelaksanaan program KUR. Seperti : 1) Kebijakan program KUR tidak tepat sasaran, program KUR yang merupakan program pemerintah yang dikhususkan bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang ternyata mampu melakukan pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah; 2) Minimnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh Bank pelaksana; 3) Rendahnya partisipasi dalam program KUR, karena adanya ketakutan akan suku bunga yang ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan selain usaha yang dijalankan.

(54)

dasarnya dari teori ini adalah bahwa setelah kebijakan dilaksanakan, maka kebijakan bisa dilihat keberhasilannya yang ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Berdasarkan teori Merilee S. Grindle ini, kita dapat mengetahui apakah implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung sudah berjalan optimal atau belum.

Maka untuk mempermudah memahami alur berfikir peneliti menggambarkan kerangka berfikirnya sebagai berikut:

Gambar 2.2.

(55)

Sumber : Hasil analisis Konsep Peneliti 2014

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Berdasarkan observasi pendahuluan yang peneliti lakukan serta merujuk kepada konsep kerangka berfikir di atas, maka peneliti berasumsi bahwa

Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Griendle (1980):

Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni :

Content of policy mencakup: Context of policy mencakup:

1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.

2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group.

3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. 4. Apakah letak sebuah program sudah

tepat.

5. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan

6. Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. 2. Karakteristik institusi dan rejim yang

sedang berkuasa.

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Identifikasi Masalah :

1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha.

2. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksanan. 3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak

Bank.

(56)
(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengenali dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.

Penelitian ini merupakan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna atau data yang sebenarnya. Penelitian kualitatif ini juga tidak semata-mata mencari kebenaran, tetapi pada pemahaman peneliti terhadap apa yang di teliti.

Menurut Burgess dalam Nasution (1988:17), metode penelitian kualitatif bukan satu metode khusus melainkan meliputi berbagai metode yang digunakan

Gambar

Tabel 1.1 Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang
Tabel 1.2 Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung
Gambar 2.1 Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik (Nugroho 2003:73)
Tabel Informan Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sistem starter kapal untuk mesin penggerak kapal dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara manual.. Semua pogram PLC tersebut kami tulis atau buat menggunakan software

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : 006/7947321/KS.02/UINAM/2016 tanggal 17 Nopember 2016 E-Seleksi Sederhana Pekerjaan Pengadaan Alat Laboratorium

apa upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Denpasar terhadap hak masyarakat atas tanahnya yang di peruntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau2. Bagaimana peran

Seperti yang terlihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan dengan metode Permainan edukatif SUKATA terhadap 94 responden, diperoleh data

Variabel Manajemen Berbasis Sekolah dan metode pembelajaran memberikan kontribusi sebesar 40,3% terhadap motivasi mengajar guru SMP Negeri 1 Tigabinanga,

Widyatama Bandung yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Sahabat-sahabat lalala Elfan, Roni, Tona, Kevin, Satria,

Parameter pertumbuhan tanaman di atas menunjukan bahwa pertumbuhan bibit jeruk meningkat nyata akibat pemberian CaCO 3 7,31 g/kg dan CaCO 3 14,62 g/kg1 jika disertai

Berdasarkan dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa dengan aplikasi pada perangkat bergerak ini, pengguna dapat menjalankan kegiatan