• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI A. Stabilitas Emosi 1. Pengertian Stabilitas Emosi - BAB II TIKA IRAWATI PSIKOLOGI'18

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI A. Stabilitas Emosi 1. Pengertian Stabilitas Emosi - BAB II TIKA IRAWATI PSIKOLOGI'18"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Stabilitas Emosi

1. Pengertian Stabilitas Emosi

Menurut Gerungan (dalam Dewi, 2010) bahwa stabilitas emosi atau kematangan emosi adalah kematangan atau kemantapan untuk mengintegrasikan keinginan, cita-cita, kebutuhan atau perasaan ke dalam kepribadian yang pada dasarnya bulat dan harmonis. Dijelaskan pula oleh Hurlock (dalam Dewi, 2010) bahwa kematangan emosi adalah individu mampu memiliki situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, pada emosi yang matang memberikan reaksi emosional yang stabil.

Stabilitas emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang bila mendapat rangsangan-rangsang emosional dari luar tidak menunjukkan gangguan emosional, seperti depresi dan kecemasan. Dengan kata lain, individu tersebut tetap dapat mengendalikan dirinya dengan baik.

(2)

Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010) istilah stabilitas emosi yaitu mencirikan keadaan seseorang yang dewasa/matang secara emosi, yang reaksi-reaksi emosinya tepat bagi situasi dan konsisten dari suatu kondisi dengan kondisi yang lain.

Kesimpulan yang dapat diambil bahwa stabilias emosi adalah keadaan seseorang yang memiliki emosi yang matang dan ketika mendapatkan rangsangan dari luar tidak memunculkan gangguan emosional, yaitu memiliki keseimbangan yang baik dan mampu untuk menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama.

2. Karakteristik Individu yang Memiliki Emosi Stabil dan Tidak Stabil Menurut Aleem (dalam Ekawati, 2001) karakteristik kestabilan emosi meliputi mampu merespon perubahan situasi dengan baik, mampu menunda respon, terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak beralasan dan mau mengakui kesalahan tanpa merasa malu.

(3)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kestabilan Emosi

Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001), mengemukakan beberapa faktor kestabilan emosi seseorang yaitu : a) kondisi fisik, b) pembawaan, dan c) steaming atau suasana hati. Selain itu, menurut Young (dalam Ekawati, 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi yaitu faktor lingkungan, pengalaman, dan faktor individu.

4. Aspek –aspek stabilitas emosi

Schneider (dalam Dewi, 2010) mengemukakan bahwa stabilitas emosi didukung oleh kesehatan emosi serta penyesuaian emosi yang terdiri tiga aspek yaitu:

a. Adekuasi emosi

Aspek ini berhubungan dengan respon emosi, mempunyai sifat baik dan sehat, oleh karena itu untuk memperoleh kesehatan emosi tidak dengan cara menahan atau menghilangkan reaksi emosi yang timbul. Sikap tenang dan dingin merupakan penyesuaian emosi yang baik. Tuntunan kehidupan membutuhkan reaksi emosi yang memadai atau adekuasi yang isinya tidak menyulutkan dan tidak merusak penyesuaian personal, sosial dan emosi.

b. Kematangan emosi

(4)

bisa dilihat. Gilmer mengemukakan indikator kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah. Definisi tentang kematangan emosi merupakan suatu keadaan tercapainya tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosi.

c. Kontrol emosi

(5)

Aspek diatas menjelaskan bahwa stabilitas emosi kesehatan emosi serta penyesuaian emosi yang terdiri tiga aspek yaitu: Adekuasi emosi, kematangan emosi dan kontrol emosi. Apabila ketiga aspek itu berfungsi dengan baik maka dapat menjadikan penyesuaian, pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri, kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah dan pada akhirnya mencapai suatu keadaan dengan tercapainya tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosi.

B. Kontrol Diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Pengertian kontrol diri menurut Ghufron & Risnawita (2016) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu juga, kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

(6)

yang membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Menurut Chaplin (dalam Hassassana, 2015) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku yang impulsif. Secara fungsional didefinisikan sebagai konsep dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara dan teknik yang digunakan melainkan berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lalukan. Sedangkan menurut Rachdianti (2011), berpendapat bahwa self control atau kontrol diri merupakan kemampuan untuk mengarahkan kesenangan naluriah langsung dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya di nilai secara sosial.

Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010), self control adalah mengendalikan diri sendiri, yaitu kemampuan mengendalikan implusivitas dengan menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul spontan, konotasi dominannya adalah merepresi atau menghambat.

(7)

2. Macam-macam Kontrol Diri

Menurut Skinner (dalam Hassassana, 2015), berdasarkan konstruknya, kontrol diri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Objective Control

Objective control atau sering disebut actual control adalah kontrol

diri yang dimunculkan oleh individu secara nyata dalam suatu situasi tertentu.

b. Subjective control

Subjective control atau sering disebut perceived control yaitu

keyakinan yang dimiliki oleh individu bahwa individu tersebut memiliki kontrol diri.

c. Experiences control

Experiences control yaitu perasaan yang dimiliki oleh individu pada

saat individu berinteraksi dengan lingkungannya, dan pada saat yang sama individu akan berusaha mencapai suatu hasil tertentu atau menghindari hasil yang tidak diinginkan.

3. Ciri-Ciri Kontrol Diri

Menurut Ghufron & Risnawati (dalam Wulandari, 2015) mengatakan ciri-ciri kontrol diri diantaranya yaitu;

(8)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri yaitu : a. Orientasi religius

Bergin (dalam Dewi, 2014), orientasi religius dapat memiliki beberapa konsekuensi positif, termasuk variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian lain. Orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol diri, disamping itu ada hubungan antara religius dan kepribadian positif.

b. Pola asuh orang tua

Disiplin yang diterapkan orangtua merupakan hal yang penting dalam kehidupan, karena dapat mengembangkan self control dan self direction, sehingga seseorang bisa mempertanggungjawabkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya. Hurlock (dalam Hassassana, 2015). c. Faktor kognitif

Menurut Mischee, dkk (dalam Dewi, 2014), kemampuan individu untuk mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam bertindak. Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan dirinya dengan cara berusaha untuk tidak melihat stimulus melainkan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian stimulus.

(9)

5. Aspek-aspek kontrol diri

Menurut Averiil (dalam Hassassana, 2015) terdapat empat aspek kontrol diri, yaitu :

a. Kontrol perilaku

Yaitu kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi/memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

b. Kontrol kognisi

Yaitu cara remaja dalam menafsirkan atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Kemampuan tersebut terdiri atas dua tahapan yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian. c. Kontrol keputusan

Yaitu kemampuan remaja untuk memilih hasil atau tujuan yang diinginkan dengan memilih satu aksi yang sesuai dengan pencapaian tujuan tersebut, dari berbagai macam pilihan aksi yang dapat dilakukan oleh remaja.

d. Kontrol emosi

(10)

6. Teknik Kontrol Diri

Ada tiga teknik kontrol diri yang dikemukakan oleh Cormier (dalam Kristanti, 2003) antara lain :

a. Self-Monitoring, suatu proses dimana individu mengamati dan peka terhadap segala sesuatu tentang dirinya dan interaksinya dengan lingkungan. Self-monitoring bersifat reaktif, yaitu tindakan yang selalu mencatat perilaku dapat menyebabkan perubahan, meskipun tidak ada keinginan untuk berusaha sendiri untuk mengadakan perubahan. Dalam self-monitoring, individu tidak memberi dirinya sendiri penguatan internal

yang otomatis.

b. Self-Reward, cara mengubah tingkah laku yang dapat dilakukan dengan memberi hadiah atau hal-hal yang menyenagkan apabila perilaku yang diinginkan berhasil.

c. Stimulus-control, suatu teknik yang digunakan untuk mengurangi ataupun meningkatkan perilaku tertentu. Teknik ini menekankan pada pengaturan kembali dan modifikasi lingkungan sebagai stimulus kontrol sebagai susunan suatu kondisi lingkungan yang ditetapkan untuk menjadikan suatu hal yang tidak mungkin atau yang menggantungkan tingkah laku yang biasa terjadi.

(11)

hal-hal yang menyenagkan apabila perilaku yang diinginkan berhasil. Stimulus-control, suatu teknik yang digunakan untuk mengurangi ataupun meningkatkan perilaku tertentu.

C. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi menurut Martuti (2009) merupakan gangguan kesehatan yang mematikan. Ia dijuluki sebagai silent killer, karena penderita sering tidak merasakan adanya gejala dan baru mengetahui ketika memeriksa tekanan darah atau sesudah kondisinya parah seperti timbulnya kerusakan organ. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja, tidak memandang umur dan sosial-ekonomi. Menurut Deby (2015) penyakit hipertensi merupakan salah satu masalah kardiovaskuler terbanyak yang disebabkan oleh berbagai faktor resiko.

2. Macam-Macam Gejala Hipertensi

(12)

belakang dan di dada, otot melemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucatatau kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat dan tidak teratur, impotensi, pendarahan di urine, dan mimisan (meski ini jarang terjadi).

3. Faktor Resiko Penyakit Hipertensi

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, antara lain gangguan psikologis dan stres, merokok, obesitas, hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, penyakit kelenjar adrenal, kurang berolahraga, konsumsi garam dan alkohol berlebih. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain usia, jenis kelamin dan genetik (Smeltzer, 2004). Dari berbagai penyebab tersebut, masalah utama yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah terjadinya gangguan pada sistim saraf otonom dan sirkuasi hormon. Menurut Martuti (2009), hipertensi dapat memperbesar resiko terserang penyakit gagal jantung, terkena serangan jantung, resiko tinggi penyakit arteri koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung, diabetes, penyakit ginjal kronis dan serangan stroke.

(13)

medula otak. Rangsangan area ini akan mengaktivasi sistem saraf simpatis dan pelepasan berbagai hormon yang selanjutnya akan mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah.

4. Macam-Macam Penyakit Hipertensi

Menurut Martuti (2009) berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.

a. Hipertensi primer apabila penyebab terjadinya tekanan darah tinggi tidak atau belum diketahui, sangat kompleks, merupakan interaksi dari berbagai jenis variabel.

b. Hipertensi sekunder terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain yang bisa diketahui dengan pasti, yaitu di antaranya gangguan pada ginjal, terganggunya keseimbangan hormone yang merupakan faktor pengatur tekanan darah, pengaruh obat-obatan seperti pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan alkohol, kayu manis (dalam jumlah yang sangat besar).

5. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Hipertensi

Beberapa faktor yang pernah dikemukakan oleh (Gray, dkk, 2003) secara relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi adalah sebagai berikut :

a. Genetik

(14)

dan lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sehingga diperkirakan ada kaitanhipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik.

b. Geografi dan lingkungan

Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian, Ameriks Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding masyarakat Barat. c. Janin

Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah.

d. Jenis kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormone.

e. Natrium

(15)

f. Sistem renin-angiotensin

Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosterone (yang memacu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer mempunyai kadar renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal atau rendah, disebabkan efek homeostatic dan mekanisme umpan balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan TD dimana keduannya diharapkan akan menekan produksi renin.

g. Hiperaktivitas simpatis

Dapat terlihat pada hipertensi umur muda. Katekolamin akan memacu produksi renin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan meningkatkan curah jantung.

h. Resistensi insulin/hiperinsulinemia

Kaitan hipertensi primer dengan resistensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan reabsorpsi natrium.

i. Disfungsi sel endorel

(16)

6. Riwayat Penyakit

Menurut Martuti (2009) penderita hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala, kenaikan tekanan darah baru diketahui sewaktu pemeriksaan skrining kesehatan, dengan tujuan masuk kerja ataupun asuransi kesehatan. Menurut Gray, dkk (2005) gejala hipertensi adalah (sakit kepala, pusing, tinnitus, pingsan) hampir sama dengan kebanyakan orang normotensi. Adanya sakit kepala ternyata tidak banyak berkorelasi dengan tekanan darah. Kerusakan organ, terutama jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi.

Kesimpulannya bahwa hipertensi merupakan penyakit yang biasanya tidak menimbulkan gejala dan baru diketahui ketika memeriksa tekanan darah atau sesudah kondisinya parah seperti timbulnya kerusakan organ seperti jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi. 7. Hubungan Antara Kontrol Diri (Self Control) Dengan Stabilitas Emosi

Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas I Purwokerto Timur.

(17)

Dalam Rofakcy dan Aini (2015) hipertensi dapat berakibat fatal jika tidak dikontrol dengan baik atau biasa disebut dengan komplikasi. Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja karena saat memompa melawan tingginya tekanan darah.

(18)

Hal itu menjadikan emosi menjadi tidak stabil, seperti yang dikemukakan oleh Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakan individu yang menunjukkan sifat-sifat antara lain: tidak produktif, mudah cemas, tegang, frustasi serta kurang hati-hati, tergantung, kurang semangat dan tidak efisien termasuk individu yang memiliki stabilitas emosi yang tidak stabil. Hurlock (dalam Dewi, 2010) menyatakan memberikan reaksi emosional yang stabil bisa dilakukan dengan cara mengontrol emosi, dengan menghadapi situasi dengan sikap rasional, mampu memberikan respon dan mengartikan situasi secara tepat dan tidak berlebihan, sehingga terbentuk perilaku yang kuat. Kontrol emosi yang dilakukan meliputi kontrol emosi positif (marah, sedih, takut, cemas, malu, benci, rasa bersalah, muak).

(19)

D. Dinamika Psikologis

Gambar I. Kerangka Dinamika Psikologis Keterangan :

Hipertensi menurut Martuti (2009) merupakan gangguan kesehatan yang mematikan. Ia dijuluki sebagai silent killer. Menurut Martuti (2009), hipertensi dapat memperbesar resiko terserang penyakit gagal jantung, terkena serangan jantung, resiko tinggi penyakit arteri koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung, diabetes, penyakit ginjal kronis dan serangan stroke. yang menyebabkan faktor psikologis seperti stress, gangguan emosional, mudah khawatir, takut dan cemas yang termasuk individu yang memiliki stabilitas emosi yang tidak stabil.

Pasien Hipertensi

Dampak Psikis :

Stress, gangguan emosional, mudah khawatir, takut dan cemas

Dampak Fisik :

resiko terserang penyakit gagal jantung, terkena serangan jantung, resiko tinggi penyakit arteri koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung, diabetes, penyakit ginjal kronis dan serangan stroke.

Stabilitas Emosi Kontrol Diri

(20)

E. Hipotesis

Gambar

Gambar I. Kerangka Dinamika Psikologis

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui perbedaan antara kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe Group to Group Exchange, strategi

Untuk meningkatkan kualitas layanan agar lebih mempertahankan tingkat layanan yang memuaskan, pihak Puskesmas Sekolaq Darat sebaiknya tetap mempertahankan kondisi

Adapun tujuan pada penelitian ini yaitu mengetahui dalam pengaruh lama waktu selama transportasi dengan pemberian ekstrak daun jambu biji berdaging merah dengan

Bidang Pembendaharaan dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas serta mempunyai tugas melaksanakan

Dalam karakter Ibu, penulis menggunakan referensi dari film Rio yaitu pada tokoh Linda yang menggambarkan wanita dewasa pada jaman modern dengan bentuk wajah yang

Pengambilan sampel kualitas air dilakukan dengan menggunakan metode composite sampling pada 24 lokasi sampel di Danau Tondano yaitu 6 sampel di bagian timur danau,

Atmosfer kota budaya dan kota pelajar kondusif bagi perkembangan & dinamika remaja Yogyakarta, program- program terkait kesehatan seksual dan reproduksi remaja

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka yang dapat diambil bahwa taraf signifikan 5% nilai t tertera bilangan 2,000 oleh bilangan yang diperoleh 6,577 lebih besar dari