5 KEADAAN UMUM WILAYAH
5.1 Karakteristik Fisik dan Perairan.
Secara geografis, wilayah penelitian yang merupakan wilayah kewenangan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) dan Kabupaten
Maluku Barat Daya (MBD) terletak antara : 60 – 80.30’ L.S. dan 1250.45’ –
1330 B.T. Bagian sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Laut Banda,
bagian sebelah selatan kawasan ini berbatasan dengan Laut Timor dan Lautan Hindia, bagian sebelah barat kawasan ini berbatasan dengan Laut Flores, sedangkan bagian sebelah timur kawasan ini berbatasan dengan Laut Arafura. Tata letak dari wilayah ini diperlihatkan melalui Gambar 13.
Sumber : Peta Tata Ruang Propinsi Maluku (2004), Peta Batas Wilayah Administrasi Kabupaten (2004), Peta Gugus Pulau Propinsi Maluku (2004),
5.1.1 Jumlah Pulau
Mengacu pada batasan wilayah diatas, maka berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kantor BPS MTB, Tahun 2006, Luas wilayah Kabupaten
MTB secara keseluruhan mencapai 125.422.4 Km2. Dari luas tersebut
110.838.3 Km2 atau 88.37% diantaranya merupakan wilayah laut. Sedangkan
14.584 Km2 atau 11.63% sisanya merupakan wilayah daratan yang
terfragmentasi dalam bentuk pulau-pulau kecil dengan luasannya dibawah
10.000 Km2. Lebih lanjut dijelaskan dalam data yang dikeluarkan oleh Kantor
BPS MTB Tahun 2006, jumlah pulau di kawasan penelitian mencapai 133 pulau dan dari jumlah tersebut hanya 88 pulau yang dihuni, sedangkan 54 pulau sisanya tidak didiami. Selain itu disebutkan juga bahwa secara hirarki wilayah administratif di Kabupaten MTB dan MBD terbagi atas 17 Kecamatan, 187 Desa, dan 46 Anak Desa. Secara lebih rinci banyaknya pulau dan distribusi luas daratan menurut Kecamatan dijelaskan melalui Tabel 32 berikut ini
Tabel 32.. Luas Daratan dan Jumlah Pulau berdasarkan Kecamatan
Darat Laut Wilayah Didiami Tdk
didiami Total 1 Pp. Terselatan 4,686 35,614 40,300 14 3 17 2 Wetar - -3 Damer - -4 Leti 1,506 11,446 12,952 3 - 3 5 Moa Lakor - -6 Pp. Babar 2,456 18,666 21,122 14 14 28 7 Mdona Heira - -8 Babar Timur - -9 Tanimbar Selatan 3,629 27,580 31,209 31 12 43 10 Wertamrian - -11 Wermaktian - -12 Selaru - -13 Tanimbar utara 2,307 17,533 19,840 26 16 42 14 Yaru - -15 Wuarlabobar - -16 Nirunnas - -17 Kormomolin -
-Mal Tenggara Barat 14,584 110,838 125,422 88 45 133
Luas (km2) Banyaknya Pulau
Kecamatan No
Sumber : BPS Kab.MTB (2006), diolah (2011)
Akan tetapi didalam kenyataannya, hasil analisis terhadap data keruangan yang ada, mengindikasikan akan adanya perbedaan nilai baik
dalam jumlah maupun luas dari masing-masing pulau di kawasan penelitian. Dengan mengacu pada batasan luasan pulau kecil sebagaimana dimaksud
diatas yaitu dibawah 10.000 Km2, maka secara morfologis hanya ada 2 buah
pulau di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Maluku Barat
Daya ini yang luasannya mencapai 2.486 Km2 yaitu Pulau Wetar dan 3.076
Km2 yaitu Pulau Yamdena. Sedangkan pulau-pulau lainnya memiliki luasan
lebih kecil bahkan sangat kecil.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa hasil analisis ruang terhadap data
keruangan seperti peta Regional Physical Planning Project for Transmigration
(RePPProT) Tahun 1988 yang berskala 1 : 250.000, peta Google Tahun 2010, serta beberapa peta Topografi lainnya dari berbagai skala, menunjukkan bahwa setelah dihitung kembali jumlah total keseluruhan pulau yang teridentifikasi di wilayah penelitian mencapai 148 buah pulau sebagaimana dijelaskan melalui Tabel 33.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa, berdasarkan luas dari masing-masing pulau yang teridentifikasi tersebut, diketahui 1% diantaranya memiliki
luas antara 1.000 – 10.000 km2 , 6% diantaranya memiliki luas antara 100 –
1.000 km2, 33% diantaranya memiliki luas antara 1 - 100 km2, dan 59%
sisanya, memiliki luas pulau dibawah 1 km2.
Dengan demikian, jika dibandingkan data BPS Tahun 2006 yang menyebutkan jumlah pulau yang mencapai 133 buah, maka selisih jumlah pulau yang tidak teridentifikasi oleh hasil analisis peta RePPProT, Tahun
1988 tersebut, dapat dipastikan memiliki luas dibawah 1 km2. Sedangkan
berdasarkan data banyaknya pulau yang didiami sebanyak 88 buah pulau, maka dengan mengurutkan ranking luasan pulau, tanpa memasukkan unsur pembatas lainnya seperti jarak, adat istiadat, atau aturan pemanfaatan lahan lainnya, dapat di indikasikan bahwa ukuran terkecil dari pulau-pulau yang di
diami manusia mencapai ukuran 2 km2. Ini berarti secara geografis wilayah
Kabupaten MTB dan MBD didominasi oleh pulau-pulau kecil, bahkan sangat kecil, sehingga salah satu permasalahan utama yang muncul di wilayah ini cenderung dipicu oleh keberadaan sumberdaya lahan daratannya yang sangat terbatas.
Tabel 33. Luas Pulau dan Jumlah Pulau Hasil Analisis
NO_URT AREA PERIMETER NM_PUL
m2 m 1 3,076,700,004.84 546,190.01 Yamdena 2 2,486,707,950.80 326,372.03 Wetar 3 579,500,260.28 98,324.77 Babar 4 338,689,362.50 97,331.26 Moa 5 329,305,796.69 155,823.32 Selaru 6 209,260,145.75 85,565.95 Larat 7 187,599,718.47 65,186.66 Damar 8 165,398,989.86 69,816.67 Romang 9 144,813,613.03 70,611.39 Wuliaru 10 108,263,723.00 57,110.75 Sermata 11 107,712,020.05 45,297.80 Lakor 12 93,667,578.00 63,747.19 Siera 13 91,635,241.19 43,342.33 Leti 14 82,801,134.55 37,843.96 Kisar 15 77,310,060.19 64,678.00 Selu 16 73,948,910.41 57,982.96 Molu 17 43,745,159.19 39,178.19 Masela 18 40,152,656.84 30,355.73 Wetan 19 33,880,741.72 30,402.02 Fordata 20 32,364,575.63 39,860.19 Wotap 21 30,888,590.38 21,101.54 Nila 22 26,620,426.59 24,816.78 Liran 23 23,153,083.59 20,265.67 Maru 24 17,296,510.16 15,736.96 Teon 25 14,528,862.38 20,756.04 Dai 26 14,434,766.38 16,343.63 Mitak 27 13,919,004.25 16,516.16 Dawera 28 12,808,492.78 18,327.77 Daweloor 29 11,796,049.77 20,651.82 Maopora 30 10,308,530.41 13,845.00 Namwaan 31 8,297,957.66 12,061.24 Serua 32 8,151,180.69 18,528.84 Leibobar 33 7,842,235.09 17,861.68 Kelapa 34 7,743,876.16 12,319.71 Anggarmasa 35 7,657,687.69 16,103.23 Tandula 36 6,458,978.31 9,880.51 Keswu 37 6,137,535.81 11,859.49 Luang 38 4,638,020.22 10,301.76 Sabal 39 4,586,044.63 9,446.98 Matkus 40 4,319,220.41 8,625.79 Itain 41 3,995,244.72 8,536.69 Wayangan 42 3,837,825.21 7,617.02 Reong 43 3,550,660.69 7,949.48 Nn Siera 03 44 3,418,949.42 9,317.90 Terbang Selatan 45 3,407,152.06 8,117.05 Nn Yamdena 10 46 3,398,686.52 8,440.54 Terbang Utara 47 3,316,126.38 8,863.69 Asutumbu 48 3,135,343.72 10,107.28 Ngolin 49 2,729,884.91 6,643.06 Nyata 50 2,592,203.84 5,980.16 Ngafahi 51 2,051,973.11 5,865.92 Nn Selaru 01 52 1,764,558.94 6,486.82 Nitu 53 1,692,912.03 5,654.49 Nn Serua 01 54 1,609,246.89 5,464.38 Telang 55 1,448,009.01 6,923.55 Nn Luang 09 56 1,431,846.53 4,688.74 Natrool 57 1,312,610.89 4,212.53 Mitan 58 1,230,872.94 5,912.73 Ungar 59 1,177,287.35 5,772.20 Kambing 60 1,033,513.13 4,186.54 Mes 61 899,689.34 3,739.42 Nujanat 62 792,916.00 3,706.58 Wermatan 63 770,004.91 3,702.94 Vulmali 64 737,386.41 3,170.06 Nn Telang 01 65 729,391.92 4,568.05 Nn Kelapa 01 66 723,956.34 3,268.10 Wolas 67 689,432.72 3,373.13 Weru 68 686,119.25 3,677.49 Nn Siera 02 69 604,119.91 4,203.07 Natraal 70 538,806.72 3,541.18 Nn Luang 06 71 510,856.19 2,890.78 Nn Yamdena 02 72 507,163.38 2,916.36 Kote 73 503,333.59 2,899.94 Kabawa 74 492,683.69 2,544.96 Nn Molu 01 75 435,172.79 3,819.31 Farnusan
Sumber : Hasil Analisis SIG (2011).
76 434,138.75 2,808.54 Nn Wermatan 01 77 433,088.84 3,020.72 Nn Larat 01 78 408,998.53 2,564.92 Nn Siera 04 79 407,605.66 2,632.09 Nn Yamdena 14 80 383,692.66 2,314.22 Nn Siera 01 81 381,163.97 2,510.37 Karata 82 352,279.95 2,174.12 Nn Luang 08 83 332,163.20 2,393.17 Nn Damar 01 84 326,893.69 2,572.91 Nn Wuliaru 04 85 319,201.53 2,147.70 Nuhaka 86 316,708.97 2,219.63 Nn Yamdena 11 87 312,209.25 2,056.54 Nn Damar 02 88 312,179.34 2,681.28 Nn Yamdena 17 89 295,215.72 2,326.22 Nn Luang 07 90 287,563.69 2,172.18 Nn Yamdena 18 91 284,603.13 2,090.16 Nn Wermatan 02 92 272,232.86 2,051.54 Nn Damar 03 93 266,513.19 1,906.74 Nn Luang 03 94 243,927.00 1,850.33 Nn Ngafahi 01 95 239,425.36 1,895.61 Nn Luang 05 96 238,345.83 2,006.97 Nn Luang 01 97 225,082.27 1,853.63 Nn Telang 02 98 224,531.97 2,183.29 Nn Luang 04 99 224,004.86 1,816.36 Nn Kelapa 02 100 222,528.19 2,888.79 Nn Wetar 01 101 209,930.28 2,068.81 Nn Yamdena 15 102 208,940.53 1,974.31 Nn Matkus 01 103 187,208.80 1,676.25 Nn Mitak 04 104 167,574.22 1,595.64 Nn Yamdena 12 105 163,433.51 1,571.45 Nn Yamdena 08 106 163,367.00 1,686.72 Nn Yamdena 13 107 160,406.06 1,655.50 Nn Wermatan 03 108 156,504.51 1,926.16 Nn Wuliaru 01 109 154,143.00 1,749.88 Nn Luang 02 110 144,606.16 1,404.46 Nn Maopora 01 111 133,440.81 1,433.47 Nn Yamdena 19 112 130,106.50 1,599.71 Nn Yamdena 16 113 130,057.78 1,488.50 Nn Namwaan 02 114 128,919.06 1,449.84 Nn Yamdena 20 115 126,356.06 1,301.75 Nn Yamdena 01 116 123,475.39 1,697.15 Nn Anggarmasa 01 117 121,747.59 1,489.66 Frinun 118 120,620.84 1,429.34 Nn Wotap 01 119 115,956.67 1,245.07 Nn Telang 03 120 115,807.39 1,354.16 Nn Wotap 02 121 110,817.83 1,865.90 Nn Mitak 01 122 107,931.88 1,286.57 Nn Wuliaru 02 123 107,377.18 2,492.89 Nn Asutumbu 03 124 101,373.91 1,179.21 Nn Maopora 02 125 98,317.56 1,275.21 Nn Wuliaru 03 126 95,261.84 1,271.80 Nn Yamdena 07 127 91,816.84 1,138.75 Nn Maopora 03 128 76,980.14 1,013.62 Nn Liran 01 129 61,276.61 1,116.67 Nn Mitak 03 130 59,418.69 954.16 Nn Maopora 04 131 56,801.75 1,017.11 Nn Leibobar 01 132 53,985.17 853.06 Nn Liran 03 133 51,395.67 1,120.79 Nn Mitak 02 134 50,773.48 834.99 Nn Liran 02 135 45,114.39 809.19 Nn Namwaan 01 136 44,193.00 817.80 Nn Wermatan 04 137 29,455.10 630.84 Nn Mitak 05 138 27,151.41 642.67 Nn Yamdena 09 139 20,496.99 1,229.07 Nn Asutumbu 01 140 12,673.04 446.69 Nn Yamdena 03 141 10,492.21 452.67 Nn Asutumbu 02 142 8,725.65 554.87 Nn Yamdena 06 143 2,098.57 170.63 Nn Yamdena 04 144 1,841.96 179.98 Nn Yamdena 05 145 1,813.16 157.63 Nn Asutumbu 04 146 1,595.92 156.32 Nn Asutumbu 05 147 1,235.28 149.55 Nn Asutumbu 06 148 998.16 126.03 Nn Asutumbu 07 8,614,838,951.68 2,642,014.50
Selain jumlah dan luas pulau di kawasan penelitian, maka hasil analisis ruang sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 33, juga menunjukan panjang garis pantai dari masing-masing pulau yang teridentifikasi. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis ini, luas total daratan yang teridentifikasi di
kawasan penelitian diketahui mencapai 8.614.84 km2, sedangkan panjang
total garis pantai yang teridentifikasi di kawasan penelitian ini mencapai 2.642.01 km.
5.1.2 Topografi
Berdasarkan karakteristik topografi, wilayah penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Pulau Yamdena yang merupakan pulau terbesar di kawasan ini. Pulau ini termasuk dalam Gugusan Kepulauan Tanimbar yang juga merupakan bagian dari Busur Banda luar tak bergunung api yang ada dipermukaan laut, dan bentuknya berupa deretan pulau yang terbentang dari arah timur laut sampai barat daya.
Bagian sebelah utara dari Pulau Yamdena umumnya berupa dataran dengan ketinggian kurang dari 50 meter dpl, sedang dibagian selatan pulau ini umumnya berupa daerah perbukitan dengan ketinggian mencapai 200 meter dpl. Dibagian tenggara dari selatan pulau ini terdapat perbukitan yang bergelombang dengan ketinggian 260 meter dpl dengan pola alirannya hampir sama dengan pantainya.
Pulau Babar berbentuk bulat, bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan puncak tertinggi 825 m dpl, selain itu terdapat lereng-lereng yang curam pada bagian timur laut. Pulau Wetar berbukit-bukit dan
bergunung-gunung dengan ketinggian berkisar antara 200 – 1000 m dpl, diujung timur
dan barat terdapat puncak-puncak dengan ketinggian diatas 1000 m dpl, sedangkan dataran rendah terdapat pada pesisir barat dan selatan.
Pulau Romang bergunung-gunung dengan ketinggian berkisar antara
400 – 700 m dpl. Pulau Damar berbentuk kerucut dan bergunung-gunung
dengan puncak tertinggi 870 m dpl, selain itu daerah pantainya relatif terjal. Pulau Leti berbentuk deretan bukit yang bagian sebelah timurnya lebih tinggi
dari bagian baratnya, sedangkan dataran rendah terdapat pada bagian pesisir atau pantai.
Pulau Moa berbukit-bukit karang rendah, pada deretan bagian barat terdapat puncak Kagoeta dan Limar sedangkan pada bagian timur terdapat puncak Kuli dan Watumermora. Hasil analisis ruang terhadap sistem lahan yang ada di kawasan penelitian menunjukkan bahwa 63% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini memiliki ketinggian berkisar antara 0-100 m.dpl, sedangkan 23% dan 13% sisanya memiliki ketinggian yang berkisar antara 100-500 m.dpl dan diatas 500 m.dpl. Berdasarkan karakter bentuk wilayahnya sebagaimana dijelaskan diatas, maka secara keseluruhan, hasil analisis ruang memperlihatkan bahwa 14.27% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini merupakan dataran, 69.38% merupakan perbukitan dan 16.34% merupakan pegunungan.
Selanjutnya dengan mengklasifikasikan tingkat kemiringan lahan dalam 4 kategori kelas kemiringan lahan (Gambar 14), yaitu (0–15%) untuk lahan datar sampe bergelombang, (15-30%) untuk lahan agak curam, (30-45%) untuk lahan curam, dan ( > (30-45%) untuk lahan sangat curam, maka secara keseluruhan hasil analisis ruang menunjukkan bahwa 53% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini merupakan lahan datar sampai bergelombang, 18% merupakan lahan agak curam, 19% merupakan lahan curam, dan 11% merupakan lahan sangat curam.
5.1.3 Tanah
Berdasarkan hasil analisis ruang terhadap karakteristik topografi maupun fisiografi sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka tidaklah mengherankan kalau secara hidrologis, kawasan ini memiliki kemampuan drainase lahan yang rata rata sangat baik sebagaimana ditunjukkan melalu hasil analisis ruang berikut ini, dimana 86.81% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini memiliki kemampuan drainase yang sangat baik, sedangkan sisanya sebesar 10.53% dan 4.32% memiliki kemampuan drainase sedang dan buruk. Hal ini diperlihatkan melalui karakter sungai-sungai di kawasan
penelitian seperti Sungai Maktian, Selwasan, Wetar, Latdalam, Tamrian, Batmafuti, Lakakway, Wesor, Sinmai, Kamliliwemusin, Sahlan, Waslieta, Tepa, Tutuwawang, Yaltubung, Sabir, Linwau, dan Arnau, yang sebagian besar merupakan sungai tadah hujan dan umumnya dengan pola aliran memancar dan hanya berair di musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau kondisinya kering atau tidak berair. Selain topografi dan fisiografi yang membantu percepatan bergeraknya air dipermukaan lahan, maka kualitas drainase di kawasan penelitian sebagaimana dijelaskan diatas, juga dipengaruhi oleh kualitas fisik tanah yang ikut berperan dalam melimpaskan air permukaan ketimbang menyerap air permukaan kedalam tanah.
Berdasarkan hasil analisis ruang terhadap peta Geologi Indonesia (1965). Diketahui bahwa 55.59% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini memiliki tekstur tanah dengan kualitas halus, sedangkan sisanya sebesar 43.93% dan 0.48% memiliki tekstur tanah dengan kualitas sedang dan kasar. Hasil analisis ruang terhadap peta Geologi Indonesia (1965), juga memperlihatkan bahwa 27.45% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini memiliki kualitas kedalaman solum tanah yang bervariasi antara dalam sampai sangat dalam, sedangkan sisanya sebesar 66.51% dan 6.05% kualitas kedalaman solum tanahnya berkisar antara sedang sampai dalam dan dangkal sampai sedang.
Selanjutnya dengan menginteraksikan ketiga karakter tanah tersebut diatas, akan dihasilkan suatu karakter jenis tanah gabungan, yang tingkatan kualitasnya kemudian disusun sesuai dengan karakter penciri dari masing masing jenis tanah. Karakter penciri dari jenis tanah dimaksud adalah
Regosol, Alluvial, Litosol, Rezina, Kambisol, Brunizem, dan Podzolik.
Sebaran jenis tanah di wilayah penelitian sangat diperlukan terutama didalam mengindikasikan sebaran vegetasi apa saja dalam ruang yang sesuai dengan keperluan pertanian. Secara lebih detail Interaksi ketiga karakter dimaksud didalam membentuk klasifikasi jenis tanah di kawasan penelitian dijelaskan melalui Tabel 34, sedangkan persentase sebaran jenis tanah dimaksud diperlihatkan melalui Gambar 15.
Tabel 34. Karakter Jenis Tanah Gabungan Indikasi Ket Jenis Tanah baik se da ng bu ru k ha lu s se da ng ka sa r da la m se da ng da ng ka l Vegetasi
1. Regosol √ √ √ Tanaman Daerah
Pantai
2. Alluvial √ √ √ Tanaman Pertanian
3. Litosol √ √ √ Hutan Sek, Primer,
Tanaman Campuran
4. Rezina √ √ √ Hutan Sek, Primer,
Tanaman Campuran
5. Kambisol √ √ √
Hutan Sek, Primer, Tanaman Campuran, Kebun, Ladang
6. Brunizem √ √ √ Hutan Sek, Primer,
Tanaman Pertanian
7. Podzolik √ √ √
Hutan Sek, Primer, Tanaman Pertanian, Campuran, Ladang Drainase Tanah Tekstur Tanah Solum Tanah
Sumber : Peta Puslitanak (2004). diolah (2011)
5.1.4 Batuan Induk
Informasi lain yang bisa didapatkan melalui peta geologi Indonesia tahun 1965, berkaitan dengan jenis batuan induk yang membentuk kawasan penelitian. Kecuali Pulau Wetar, Kepulauan Tanimbar dan Kepulauan
Terselatan terbentuk dari jenis batuan kapur, globerino teras kelabu dan
putih. Pulau Wetar sendiri terbentuk dari batuan vulkanik kapur alkalis dan sedimen marine. Sedangkan Kepulauan Babar terbentuk dari batuan
globerino. Bahan galian yang cukup banyak terdapat di daerah ini adalah batu gamping yang tersebar hampir diseluruh kepulauan Tanimbar. Batu gamping juga terdapat di sejumlah pulau kecil seperti Selaru, Larat, dan Fordata.
Selain merupakan sumberdaya bahan galian, keberadaan jenis batuan induk berkaitan dengan tingkat kekerasannya didalam mendukung kestabilan kawasan, terutama jika kawasan tersebut akan dimanfaatkan bagi kepentingan hidup manusia. Mengacu pada data yang diperoleh, maka di
kawasan penelitian klasifikasi batuan induk berdasarakan tingkat kekerasannya dibedakan atas 3 kelas yaitu batuan sedimen, batuan metamorpik, dan batuan beku. Sebaran jenis batuan induk di lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 16.
Dengan demikian melalui analisis ruang diketahui bahwa 64.21% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini jenis batuan induknya adalah batuan sedimen. Sedangkan sisanya sebesar 7.00% dan 28.79%, jenis batuannya adalah batuan metamorphik dan batuan beku. Sebaran dari jenis batuan induk yang membentuk kawasan penelitian sekaligus juga menggambarkan akan rentannya tingkat kestabilan lahan disatu sisi, serta peluang ekonomi dari hasil galian yang cukup besar disisi lainnya.
5.1.5 Iklim
Menurut Zona Agroklimat dan Klasifikasi Oldeman (LTA-72,1986), kawasan penelitian memiliki karakteristik iklim yang sangat bervariasi sesuai dengan lokasi. Untuk Pulau Wetar, Kisar dan Kepulauan Leti, Moa, Lakor, yang curah hujannya kurang dari 1.000 mm pertahun, termasuk pada tipe
iklim zona E3, yang bulan basahnya lebih sedikit dari 3 bulan dan bulan
keringnya 4 - 6 bulan. Untuk Pulau Babar, Sermata dan Romang yang curah
hujannya berkisar antara 1.000 – 2.000 mm per tahun, termasuk pada tipe
iklim zona D3, yang bulan basahnya 3 – 4 bulan dan bulan keringnya 4 – 6
bulan. Untuk Pulau Yamdena yang curah hujannya 2.000 mm per tahun,
termasuk pada iklim zona C3, yang bulan basahnya 5 – 6 bulan dan bulan
keringnya 4 – 5 bulan.
Hasil analisis ruang terhadap besarnya presentase kawasan dari setiap klasifikasi iklim Oldeman di wilayah penelitian menunjukkan bahwa, 38.14% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini didominasi oleh tipe iklim (II.3/D3, CH:1500-1800, 5-6BB, 4-6BK), sisanya secara berurutan sebesar 25.92%, 16.15%, 11.65%, 6.30%, dan 1.84%, tipe iklimnya adalah (II.4/D3, CH:1500-1800, 5-6BB, 4-6BK), (II2/E4, CH:900-1200, <3BB, >6BK), (IV1/A2, CH:3000-4000, >9BB, <2BK), (II2/E3, CH:1200-1500, <3BB, 4-6BK), dan (III1/C2, CH:2000-2500, 5-6BB, 2-3BK).
Sedangkan berdasarkan data dari stasiun meteorologi Saumlaki
(2005), suhu rata-rata di kawasan penelitian adalah 27.60C dengan suhu
minimum absolut 21.80C dan suhu maksimum absolute 33.00C, serta
kelembaban udara relatif 80.2% dan penyinaran matahari rata-rata 71%. Sebaran kualitas iklim sebagaimana dimaksud diatas, diperlihatkan melalui Gambar 17.
5.1.6 Vegetasi
Mengacu pada data tata ruang kabupaten MTB tahun 2004, maka dengan melakukan analisis ruang dapat diketahui karakteristik klasifikasi tutupan sumberdaya lahan daratan (vegetasi darat) beserta presentase tutupannya di kawasan penelitian. Hasil analisis menunjukan bahwa 38% dari total luas wilayah daratan di kawasan ini didominasi oleh vegetasi gabungan berupa Hutan Sekunder, Hutan Primer dan Tanaman Pertanian, sedangkan sisanya secara berurutan sebesar 21%, 16%, 10%, 6%, 6%, dan 4%, vegetasinya berupa gabungan hutan sekunder dan hutan primer, hutan primer, tanaman campuran, hutan bakau, gabungan sagu, bakau dan tanaman pertanian, serta tanaman pertanian yang didominasi oleh kelapa. Selain luas tutupan sumberdaya lahan di darat, maka dalam penelitian ini juga dijelaskan karakteristik luas tutupan lahan di perairan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kantor BPS MTB, Tahun 2006, telah disebutkan bahwa luas perairan di kawasan penelitian mencapai
110.838.3 Km2. Namun demikian, mengacu pada batas efektifitas
kewenangan pemanfaatan sumberdaya perairan sesuai dengan aksesibilitas terjauh dari masing masing pulau sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, tentang batas wilayah kewenangan Provinsi dan Kabupaten di laut, serta dengan memperhatikan batasan sumberdaya perairan yang berupa ruang perairan disepanjang garis pantai wilayah yang diteliti, maka luasan kawasan sumberdaya perairan di wilayah penelitian ini adalah ruang sejauh 12 mil laut atau sekitar 18 km dari setiap garis pantai pulau-pulau yang ada. Hasil analisis ruang
dari total panjang garis pantai pulau-pulau sejauh 2.642.01 km, adalah
46.513.76 Km2. Sebaran karakteristik luasan tutupan lahan darat dan perairan
dijelaskan melalui Gambar 18.
5.1.7 Jarak Antar Pulau
Selain klasifikasi kualitas dan luas dari tutupan lahan darat maupun perairan sebagaimana telah dijelaskan dalam paragraf sebelum ini , maka hal lain yang juga sangat penting untuk diketahui berkaitan dengan interaksi pulau kecil didalam kawasan penelitian adalah jarak diantara pulau-pulau kecil tersebut. Hasil analisis ruang terhadap jarak terdekat antar pulau-pulau yang diukur dari batas garis pantai suatu pulau menuju pulau lainnya yang terdekat menujukkan bahwa, jarak rata-rata terdekat antar pulau di wilayah Kabupaten MTB dan MBD berkisar antara 15 – 30 km, dengan waktu tempuh laut rata-rata berkisar diatas 2 jam.
Jika dibandingkan dengan batas wilayah kewenangan provinsi sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yaitu sejauh 12 mil atau sekitar 18 km dari garis pantai, maka perjalanan antar pulau di wilayah Kabupaten MTB dan MBD dapat dikatakan sebagai perjalanan yang sama atau bahkan lebih jauh dari batas kewenangan Provinsi Maluku.
5.2 Karakteristik Sosial
Karakteristik sosial yang dibahas didalam penelitian ini berkaitan dengan kualitas dan kuantitas Kependudukan, Ketenagakerjaan, Pendidikan, Kesehatan, dan Pola Konsumsi dari masyarakat di kawasan penelitian. Secara lebih detail kualitas dan kuantitas dimaksud diatas pada dasarnya lebih di fokuskan kepada rasio keberadaan penduduk terhadap fasilitas sosial di dalam wilayah penelitian yang mendukung atau justru menghambat upaya pengembangan wilayah yang sedang diteliti.
5.2.1 Kependudukan
Mengacu pada data kependudukan sebagaimana dikeluarkan oleh Kantor BPS Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta Kantor BPS Provinsi
Maluku, dari tahun 2000 – 2008, diketahui bahwa jumlah penduduk di
kawasan penelitian terus bertambah dari tahun ke tahun. Tahun 1980, jumlah penduduk di kawasan ini berjumlah 115.046 jiwa, sepuluh tahun setelah itu yaitu pada tahun 1990 jumlah penduduknya mencapai 12.991 jiwa.
Pada sepuluh tahun berikutnya yaitu tahun 2000 jumlahnya menjadi 149.850 jiwa. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan tercatat tahun 2001 jumlah penduduk dikawasan ini adalah 152.442 jiwa. Tahun 2002 jumlahnya 153.534 jiwa, tahun 2003 jumlahnya 156.442 jiwa, tahun 2004 jumlahnya 158.221 jiwa, tahun 2005 jumlahnya 160.061 jiwa, tahun 2006 jumlahnya 161.342 jiwa, dan tahun 2007 jumlahnya menjadi 162.635 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk di kawasan ini dari tahun 1980 sampai dengan 1990 adalah sebesar 1,21% per tahun, selanjutnya dari tahun 1990 sampai dengan 2000 laju pertumbuhan penduduknya meningkat menjadi 1,38% per tahun. Namun demikian justru dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 laju pertumbuhan penduduknya menurun menjadi 1,18% per tahun.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai sebaran penduduk di wilayah penelitian, maka trend jumlah penduduk diatas, selanjutnya diproyeksikan berdasarkan satuan unit ruang yang lebih kecil dibawah Kabupaten. Satuan unit ruang yang dimaksud adalah ruang kecamatan, dimana jumlah kecamatan di wilayah penelitan mencapai 17 kecamatan. Proyeksi data kependudukkan dimaksud diperlihatkan melalui tabel sebaran penduduk berdasarkan ruang kecamatan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 35.
Pada Tabel 36, mengenai laju pertumbuhan penduduk per kecamatan, terlihat bahwa dengan menghitung laju pertumbuhan penduduk di kawasan penelitian dalam satuan unit ruang kecamatan, terlihat bahwa dari tahun 1980 sampai dengan 1990, Kecamatan Pp Terselatan, Damer dan Wetar, memiliki
Tabel 35. Sebaran Penduduk berdasarkan Ruang Kecamatan 1980 1990 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pp. Terselatan 10,901 12,949 15,301 14,145 14,650 15,129 15,501 15,877 16,003 16,132 2 Damer 4,517 5,365 6,340 5,064 5,105 5,177 5,213 5,250 5,291 5,334 3 Wetar 3,373 4,007 4,735 7,205 6,575 6,749 6,875 7,003 7,059 7,115 4 Leti 6,442 6,966 7,489 7,535 7,526 7,533 7,487 7,443 7,503 7,564 5 Moa Lakor 7,741 8,372 9,000 9,759 9,910 9,728 9,475 9,227 9,301 9,375 6 Pp.Babar 6,097 6,706 7,621 8,242 8,454 8,479 8,443 8,411 8,479 8,546 7 Babar Timur 7,455 8,199 9,318 8,938 8,967 9,301 9,569 9,840 9,919 9,997 8 Mdona Hiera 4,026 4,428 5,032 4,689 4,862 5,006 5,113 5,223 5,264 5,307 9 Tanimbar Selatan 14,070 16,165 19,375 15,545 19,764 20,339 20,768 21,204 21,375 21,546 10 Wertamrian 6,334 7,278 8,723 11,368 9,124 9,208 9,226 9,248 9,322 11,966 11 Wermaktian 6,632 7,620 9,133 10,854 9,213 9,494 9,708 9,924 11,871 9,397 12 Selaru 7,756 8,911 10,680 10,867 10,995 11,308 11,541 11,777 10,003 10,083 13 Tanimbar Utara 9,584 10,656 11,972 12,960 12,999 13,235 13,375 13,521 13,629 13,739 14 Yaru 3,817 4,244 4,768 4,806 4,705 4,768 4,797 4,828 4,866 4,905 15 Wualabobar 5,945 6,610 7,426 7,148 7,550 7,721 7,836 7,954 8,018 8,082 16 Nirunmas 5,755 6,399 7,189 7,433 7,450 7,543 7,583 7,625 7,687 5,798 17 Kormomolin 4,601 5,116 5,748 5,884 5,685 5,719 5,711 5,706 5,752 7,749 Total Kawasan 115,046 129,991 149,850 152,442 153,534 156,439 158,220 160,061 161,342 162,635 Tahun (Jiwa) Kecamatan No
Sumber : BPS Kab. MTB (2007), diolah (2011)
Tabel 36. Laju Pertumbuhan Penduduk per Kecamatan
1980 1990 2000 2007 Δ 10thn Laju Tumbuh Δ 10thn Laju Tumbuh Δ 7thn Laju Tumbuh 1 Pp. Terselatan 10,901 12,949 15,301 16,132 2,048 1.736% 2,352 1.683% 831 0.758% 2 Damer 4,517 5,365 6,340 5,334 849 1.736% 975 1.683% (1,006) -2.438% 3 Wetar 3,373 4,007 4,735 7,115 634 1.736% 728 1.683% 2,380 5.990% 4 Leti 6,442 6,966 7,489 7,564 525 0.786% 523 0.726% 75 0.142% 5 Moa Lakor 7,741 8,372 9,000 9,375 630 0.786% 628 0.726% 375 0.585% 6 Pp.Babar 6,097 6,706 7,621 8,546 608 0.956% 915 1.288% 925 1.650% 7 Babar Timur 7,455 8,199 9,318 9,997 744 0.956% 1,119 1.288% 679 1.010% 8 Mdona Hiera 4,026 4,428 5,032 5,307 402 0.956% 604 1.288% 275 0.763% 9 Tanimbar Selatan 14,070 16,165 19,375 21,546 2,096 1.398% 3,210 1.828% 2,171 1.529% 10 Wertamrian 6,334 7,278 8,723 11,966 943 1.398% 1,445 1.828% 3,243 4.619% 11 Wermaktian 6,632 7,620 9,133 9,397 988 1.398% 1,513 1.828% 264 0.408% 12 Selaru 7,756 8,911 10,680 10,083 1,155 1.398% 1,769 1.828% (597) -0.818% 13 Tanimbar Utara 9,584 10,656 11,972 13,739 1,073 1.066% 1,316 1.171% 1,767 1.986% 14 Yaru 3,817 4,244 4,768 4,905 427 1.066% 524 1.171% 137 0.406% 15 Wualabobar 5,945 6,610 7,426 8,082 665 1.066% 816 1.171% 656 1.217% 16 Nirunmas 5,755 6,399 7,189 5,798 644 1.066% 790 1.171% (1,391) -3.025% 17 Kormomolin 4,601 5,116 5,748 7,749 515 1.066% 632 1.171% 2,001 4.360% Total Kawasan 115,046 129,991 149,850 162,635 14,945 1.210% 19,859 1.384% 12,785 1.126% 1990-1980 2000-1990 2007-2000 Tahun (Jiwa) No Kecamatan
nilai laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,736% per tahun. Ini berarti diantara kecamatan yang ada dalam kawasan penelitian, ketiga kecamatan ini memiliki nilai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk dari kecamatan yang lain.
Periode tahun 1990 sampai dengan 2000, kecamatan Tanimbar Selatan, Wertamrian, Wermaktian, dan Selaru memiliki nilai laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,828% per tahun. Ini berarti keempat kecamatan dimaksud memiliki laju pertumbuhan penduduk yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan 13 kecamatan lainnya. Meskipun Kecamatan Pp Terselatan, Damer dan Wetar, pada periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 laju pertumbuhannya menurun menjadi 1,683%, akan tetapi jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya di kawasan penelitian, kualitas laju pertumbuhan di ketiga kecamatan ini masih dikategorikan cukup tinggi dan hanya berbeda sedikit dibawah kecamatan-kecamatan seperti Tanimbar Selatan, Wertamrian, Wermaktian, dan Selaru.
Pertumbuhan penduduk diatas rata-rata pertumbuhan penduduk kecamatan selama dua periode yaitu 1.21% dan 1.18%, selain mengindikasikan akan adanya perpindahan penduduk dari kecamatan lain disekitarnya juga mengindikasikan akan adanya peluang kerja dan pertumbuhan yang cukup tinggi di wilayah-wilayah kecamatan yang menjadi tujuan. Indikasi tentang peluang kerja dan pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dari kecamatan-kecamatan tersebut diatas, sangatlah beralasan terutama jika dikaitkan dengan adanya laju kenaikan jumlah penduduk diatas rata-rata kawasan.
Periode tahun 1980 sampai tahun 1990 arah pertumbuhan mengarah kepada kecamatan Pp. Terselatan dengan pusat pertumbuhannya adalah Kota Wonreli di Pulau Kisar. Hal ini disebabkan karena aksesibilitas menuju dan dari Provinsi Timor Timur lebih dekat dari pada aksesibilitas ibukota Kabupaten Maluku Tenggara yang pada saat itu berada di Tual, yang juga merupakan pulau kecil dan tidak memiliki kapasitas yang cukup memberikan pelayanan sampai di pulau-pulau terselatan seperti Pulau Wetar dan Kisar yang berjarak lebih dari 700 sampai 750 km dari Tual di kepulauan Kei.
Demikian juga aksesibiltas dari ibu kota Provinsi Maluku di Ambon yang berjarak 500 km. Sehingga aksebilitas sosial maupun ekonomi diwilayah ini cenderung berasosiasi dengan wilayah terdekatnya yang lebih maju pertumbuhannya seperti Provinsi Timor Timur, yang hanya berjarak 35 sampai 70 km saja. Ini ditunjukkan melalu jalur perdagangan dan transportasi laut maupun udara yang langsung menuju ke Pulau Kisar tanpa melalui ibu kota provinsi maupun ibu kota kabupaten. Kondisi ini mulai berakhir setelah Provinsi Timor Timur memisahkan diri dan membentuk negara sendiri pada tahun 1999 dan wilayahnya sudah bukan wilayah Indonesia lagi, sehingga aksesibilitas kemudian menjadi sulit meskipun jaraknya dekat.
Demikian halnya juga dengan periode tahun 1990 sampai tahun 2000, terlihat jelas lonjakan jumlah penduduk kecamatan yang berada di bagian selatan pulau Yamdena terutama sekali kecamatan Tanimbar Selatan. Lonjakan jumlah penduduk sangatlah beralasan karena periode ini adalah periode menuju dibukanya kawasan ini sebagai kabupaten baru yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang ibukotanya berlokasi di kota Saumlaki, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1999. Dengan demikian, tidaklah mengherankan kalau arah pertumbuhan penduduk yang tadinya menuju ke Pulau Kisar, kemudian berangsur-angsur berpindah menuju ke arah Pulau Yamdena.
5.2.2 Ketenagakerjaan
Dari sudut pandang ketenagakerjaan, maka berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kantor BPS Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta Kantor BPS Provinsi Maluku, dari tahun 2000 – 2008, diketahui bahwa jumlah angkatan kerja di kawasan penelitian dari tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di kawasan ini. Klasifikasi data ketenagakerjaan di kawasan ini ditunjukkan melalui pengelompokan kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk yang berusia 10 tahun keatas di kawasan ini antara tahun 2002 sampai dengan tahun 2007, seperti bekerja, mencari kerja, sekolah, mengurus rumah tangga, serta
aktivitas lainnya. Secara lebih detail data ketenagakerjaan dimaksud dijelaskan melalui Tabel 37 berikut ini.
Tabel 37. Data Angkatan Kerja di Kabupaten MTB tahun 2002-2007
Bekerja Mencari
Kerja Jumlah Sekolah
Mengurus
R. Tangga Lainnya Jumlah
2002 66.681 2.103 68.784 22.116 12.333 10.032 44.481 113.265 2003 81.350 2.504 83.854 24.801 16.404 13.782 54.987 138.841 2004 85.811 2.644 88.455 25.040 18.047 15.953 59.040 147.495 2005 85.823 1.577 87.400 25.121 18.113 16.859 60.093 147.493 2006 86.323 1.872 88.195 30.121 20.125 17.859 68.105 156.300 2007 86.846 2.235 89.081 30.171 20.125 18.103 68.399 157.480 Total (orang) Bukan Angkatan Kerja (orang)
Tahun
Angkatan Kerja (orang)
Sumber : BPS Kab. MTB ( 2002 – 2007), diolah (2011)
Angkatan kerja sangat berperan dalam meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kawasan. Peran dari angkatan kerja ini ditunjukkan melalui data banyaknya angkatan kerja yang berpartisipasi langsung dalam setiap lapangan usaha pembentuk PDRB yang ada di kawasan penelitian. Keterlibatan angkatan kerja sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 diperlihatkan melalui Tabel 38.
Tabel 38. Data Angkatan Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan
2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan 48,963 59,733 63,007 63,015 63,020 65,106
2 Pertambangan dan Pengalian 354 435 462 464 462 612
3 Industri Pengolahan 465 570 604 606 605 611
4 Listrik, Gas dan Air Minum 111 136 144 145 146 162
5 Bangunan 576 710 754 755 754 762
6 Perdagangan Besar, Eceran dan Rumah Makan 5,754 6,992 7,353 7,355 7,360 8,265 7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 1,107 1,362 1,447 1,449 1,445 1,462 8 Keuangan dan sejenisnya 399 489 517 513 508 504
9 Jasa Kemasyarakatan 8,952 10,923 11,523 11,521 11,520 11,523 10 Lainnya - - - 75
Tahun (orang) Lapangan Pekarjaan Utama
No
Meskipun sebagian besar dari jumlah angkatan kerja sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 38, sudah terserap dalam setiap lapangan usaha di kawasan ini, akan tetapi, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang mencapai rata-rata 1,4% per tahun, berdampak terhadap semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja yang pada akhirnya berakibat pada bertambah tingginya angka pengangguran, terutama bagi mereka yang pendidikannya tidak cukup untuk bersaing didalam mendapatkan lapangan pekerjaan.
Dengan demikian kualitas dari angkatan kerja juga menjadi hal yang sangat penting karena berkaitan dengan kemampuan mereka didalam mengubah keberadaan sumberdaya pulau-pulau kecil yang dimilikinya menjadi suatu nilai ekonomi yang berguna bagi pengembangan pulau-pulau kecil serta bagi kesejahteraan mereka sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendidikan juga menjadi hal yang sangat perlu karena pendidikan merupakan investasi yang paling penting didalam menyiapkan penduduk untuk mampu bersaing dan bekerja dengan baik didalam mengelola sumberdaya yang dimilikinya khususnya sumberdaya pulau-pulau kecil secara efisien dan efektif.
5.2.3 Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab karakteristik fisik dan perairan, di wilayah penelitian ada kecamatan yang terdiri atas beberapa pulau dan sebaliknya juga ada pulau yang terdiri atas beberapa kecamatan. Hal ini sangat berpengaruh pada sistem pendidikan yang ada terutama berkaitan dengan aksesibilitas penduduk terhadap fasilitas pendidikan yang tersedia. Dengan demikian meskipun pemerintah setempat sudah menetapkan kebijakannya untuk paling tidak setiap kecamatan memiliki prasarana dan sarana pendidikan berupa SD sampai SMP (9 tahun belajar), akan tetapi sebarannya masih tidak merata. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kantor BPS MTB, Tahun 2006, tentang jumlah murid, guru dan kelas, untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), dapat diketahui bahwa rasio
murid dengan kelas, rasio murid dengan guru untuk setiap kecamatan di wilayah penelitian sangatlah bervariasi. Rasio sistem pendidikan yang tidak merata tersebut diperlihatkan melalui Tabel 39; Tabel 40; dan Tabel 41 berikut ini.
Tabel 39. Sarana Pendidikan SD di Kab. MTB Tahun 2006
SD R_Kls Murid Guru Kls/SD mrd/kls mrd/gru
1 Pp. Terselatan 23 138 2,596 166 6.00 18.81 15.64 2 Wetar 22 132 1,366 78 6.00 10.35 17.51 3 Damer 9 54 1,044 41 6.00 19.33 25.46 4 Leti 12 72 931 103 6.00 12.93 9.04 5 Moa Lakor 22 132 1,683 110 6.00 12.75 15.30 6 Pp. Babar 22 132 1,479 138 6.00 11.20 10.72 7 Babar Timur 28 168 1,744 162 6.00 10.38 10.77 8 Mdona Heira 12 72 1,117 53 6.00 15.51 21.08 9 Tanimbar Selatan 23 144 4,086 327 6.26 28.38 12.50 10 Wertamrian 12 72 1,409 118 6.00 19.57 11.94 11 Wermaktian 12 72 1,944 96 6.00 27.00 20.25 12 Selaru 15 90 2,146 131 6.00 23.84 16.38 13 Tanimbar Utara 17 102 2,044 150 6.00 20.04 13.63 14 Yaru 10 60 900 71 6.00 15.00 12.68 15 Wuarlabobar 17 102 1,831 76 6.00 17.95 24.09 16 Nirunmas 11 66 1,392 72 6.00 21.09 19.33 17 Kormomolin 10 60 1,028 60 6.00 17.13 17.13 Jumlah 277 1,668 28,740 1,952 6.02 17.23 14.72
No. Kecamatan Jumlah
Sumber : BPS Kab. MTB (2006), diolah (2011) Keterangan :
a) SD : Sekolah Dasar d) Mrd/Kls : Murid/Kelas b) R_KLS : Ruang Kelas e) Mrd/Gru : Murid/Guru c) KLS/SD : Kelas/Sekolah Dasar
Dari tabel-tabel tersebut, nampak bahwa, untuk tingkat SD rasio murid per kelas tertinggi berada di kecamatan Tanimbar Selatan, dengan nilai mencapai 28 murid per kelas, sedang yang terendah berada di kecamatan Wetar dengan nilai mencapai 10.35 murid per kelas. Demikian halnya juga dengan rasio murid per guru tertinggi berada di kecamatan Damer dengan nilai mencapai 25.46 murid per guru, sedang yang terendah berada di
kecamatan Leti dengan nilai mencapai 9.04 murid per guru. Untuk tingkat SMP rasio murid per kelas tertinggi berada di kecamatan Nirunmas dengan nilai mencapai 39.87 murid per kelas, sedang yang terendah berada di kecamatan Wetar dengan nilai mencapai 19.53 murid per kelas. Demikian halnya juga dengan rasio murid per guru tertinggi berada di kecamatan Wermaktian dengan nilai mencapai 29.33 murid per guru, sedang yang terendah berada di kecamatan Wertamrian dengan nilai mencapai 7.84 murid per guru.
Tabel 40. Sarana Pendidikan SMP di Kab. MTB Tahun 2006
SMP R_Kls Murid Guru Kls/SMP Mrd/Kls Mrd/Gru 1 Pp. Terselatan 8 30 993 83 3.75 33.10 11.96 2 Wetar 4 15 293 24 3.75 19.53 12.21 3 Damer 5 18 356 25 3.60 19.78 14.24 4 Leti 4 15 454 29 3.75 30.27 15.66 5 Moa Lakor 4 12 443 30 3.00 36.92 14.77 6 Pp. Babar 5 21 578 56 4.20 27.52 10.32 7 Babar Timur 7 24 596 57 3.43 24.83 10.46 8 Mdona Heira 3 9 270 19 3.00 30.00 14.21 9 Tanimbar Selatan 12 65 1,916 242 5.42 29.48 7.92 10 Wertamrian 5 18 596 76 3.60 33.11 7.84 11 Wermaktian 4 15 528 18 3.75 35.20 29.33 12 Selaru 6 24 765 64 4.00 31.88 11.95 13 Tanimbar Utara 8 31 1,002 97 3.88 32.32 10.33 14 Yaru 3 9 301 25 3.00 33.44 12.04 15 Wuarlabobar 5 18 482 32 3.60 26.78 15.06 16 Nirunmas 5 15 598 48 3.00 39.87 12.46 17 Kormomolin 4 12 409 41 3.00 34.08 9.98 Jumlah 92 351 10,580 966 3.82 30.14 10.95 Jumlah No. Kecamatan
Sumber : BPS Kab. MTB (2006), diolah (2011) Keterangan :
a)SMP : Sekolah Menengah Pertama d) Mrd/Kls : Murid/Kelas b)R_KLS : Ruang Kelas e) Mrd/Gru : Murid/Guru c)KLS/SMP : Kelas/Sekolah Menengah Pertama
Untuk tingkat SMA rasio murid per kelas tertinggi berada di kecamatan Pulau pulau Terselatan dengan nilai mencapai 234.33 murid per kelas,
sedang yang terendah berada di kecamatan Yaru dengan nilai mencapai 17.33 murid per kelas. Demikian halnya juga dengan rasio murid per guru tertinggi berada di kecamatan Wermaktian dengan nilai mencapai 91.00 murid per guru, sedang yang terendah berada di kecamatan Wertamrian dengan nilai mencapai 9.40 murid per guru.
Tabel 41. Sarana Pendidikan SMA di Kab. MTB Tahun 2006
No. Kecamatan SMA R_Kls Murid Guru Kls/SMA Mrd/Kls Mrd/Gru
1 Pp. Terselatan 3 3 703 34 1.00 234.33 20.68 2 Wetar 1 3 64 5 3.00 21.33 12.80 3 Damer 2 6 118 7 3.00 19.67 16.86 4 Leti 1 3 326 17 3.00 108.67 19.18 5 Moa Lakor - - - -6 Pp. Babar 1 11 384 17 11.00 34.91 22.59 7 Babar Timur 2 8 234 14 4.00 29.25 16.71 8 Mdona Heira - - - -9 Tanimbar Selatan 4 36 1,296 84 9.00 36.00 15.43 10 Wertamrian 1 3 94 10 3.00 31.33 9.40 11 Wermaktian 1 3 91 1 3.00 30.33 91.00 12 Selaru 1 9 119 10 9.00 13.22 11.90 13 Tanimbar Utara 3 17 536 47 5.67 31.53 11.40 14 Yaru 1 3 52 4 3.00 17.33 13.00 15 Wuarlabobar 1 3 133 5 3.00 44.33 26.60 16 Nirunmas 2 6 185 14 3.00 30.83 13.21 17 Kormomolin 1 3 55 1 3.00 18.33 55.00 Jumlah 25 117 4,390 270 4.68 37.52 16.26
Sumber : BPS Kab. MTB (2006), diolah (2011) Keterangan :
a)SMA : Sekolah Menengah Atas d) Mrd/Kls : Murid/Kelas b)R_KLS : Ruang Kelas e) Mrd/Gru : Murid/Guru c)KLS/SMP : Kelas/Sekolah Menengah Atas
Mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006, tampak bahwa rata-rata nasional rasio murid per kelas untuk tingkat pendidikan SD, SMP, SMA, adalah 26, 37, 37. Sedangkan rata-rata rasio murid per guru untuk setiap tingkat pendidikan yang sama adalah
19, 14, 13. Jika dibandingkan dengan rata rasio murid per kelas dan rata-rata rasio murid per guru untuk setiap tingkat pendidikan yang sama di wilayah penelitian, yaitu 18, 30, 38 dan 15, 11, 16, maka secara keseluruhan kualitas pendidikan di wilayah penelitian masih termasuk dalam kategori ideal. Akan tetapi secara individual nampak jelas akan adanya kecamatan yang rasio pendidikannya sangat rendah dan juga ada yang sangat tinggi bahkan melampaui kapasitas nilai rata-rata nasional.
Tinggi rendahnya rasio pendidikan dibandingkan standar nasional yang ada antara lain disebabkan oleh jumlah pulau yang relatif banyak dalam satu kecamatan seperti halnya terjadi di kecamatan Pulau-pulau Terselatan, dimana fasilitas pendidikan untuk kecamatan ini hanya tersedia di salah satu pulau saja sehingga aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan dari pulau-pulau lainnya menjadi tidak mudah. Hal serupa terjadi pada kecamatan Moa Lakor dan Mdona Heira yang bahkan tidak memiliki fasilitas pendidikan setingkat SMA, sehingga akses untuk mendapatkan fasilitas pendidikan harus dilakukan oleh siswa dengan berpindah ke pulau lain seperti di Pulau Lakor atau Pulau Babar. Kondisi ini menjadi terbalik justru untuk wilayah di Pulau Yamdena, dimana dalam satu pulau terdapat banyak kecamatan didalamnya, sehingga aksesibilitas terhadap fasilitas pendidikan bisa lebih dirasakan keberadaannya.
5.2.4 Kesehatan
Selain pendidikan, maka indikator sosial lainnya yang penting adalah kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat di wilayah penelitian, dapat dilihat dari jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, yaitu rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik desa, balai kesehatan ibu dan anak (BKIA), posyandu, termasuk jumlah tenaga medis maupun paramedik yang ada serta usaha-usaha kesehatan masyarakat lainnya seperti usaha perbaikan gizi keluarga, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta imunisasi. Sebaran fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, serta berbagai usaha kesehatan masyarakat di wilayah penelitian diperlihatkan melalui Tabel 42.
Tabel 42. Sarana dan Usaha Kesehatan MTB R Sa ki t U mu m Pu ske sm a s Pu ske sm a s Pe m b a n tu D o kt e r U mu m D o kt e r G ig i Pe ra w a t U mu m Bi d a n L a in n ya Po li kl in ik D e sa Po sya n d u 1 Pp. Terselatan - 1 7 1 - 45 5 4 2 27 2 Wetar - 2 8 - - 16 3 - - 23 3 Damer - 1 1 - - 3 1 - - 8 4 Leti - 1 5 - - 16 4 4 2 19 5 Moa Lakor - 2 5 - - 6 4 1 1 19 6 Pp. Babar - 1 5 - - 17 28 7 2 20 7 Babar Timur - 2 8 - - 32 3 7 4 32 8 Mdona Heira - 2 2 - - 12 5 1 - 15 9 Tanimbar Selatan 1 1 7 8 1 45 32 15 1 24 10 Wertamrian - 1 4 - - 19 4 2 1 9 11 Wermaktian - 1 3 - - 10 1 - 1 9 12 Selaru - 2 4 - - 19 6 3 2 12 13 Tanimbar Utara - 1 3 1 - 12 7 5 2 16 14 Yaru - 1 2 - - 10 3 10 3 8 15 Wuarlabobar - 1 6 - - 9 2 - 1 18 16 Nirunmas - 2 3 - - 10 3 3 - 7 17 Kormomolin - 1 3 - - 10 2 1 - 10 1 23 76 10 1 291 113 63 22 276 T o t a l
Sarana Kesehatan (Unit) Tenaga Kesehatan (Orang)
No. Kecamatan
Swadaya (Unit)
Sumber : BPS Kab. MTB (2006), diolah (2011)
Pada tabel tersebut, terlihat bahwa jumlah Rumah Sakit Umum hanya ada satu, yaitu di kota Saumlaki, kecamatan Tanimbar Selatan, yang merupakan ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Untuk sarana
kesehatan lainnya seperti puskesmas dan puskesmas pembantu,
keberadaannya sudah cukup merata sesuai dengan jumlah kecamatan yang ada di wilayah penelitian demikian halnya juga dengan usaha kesehatan masyarakat yang bersifat swadaya seperti poliklinik desa dan posyandu, namun demikian untuk tenaga kesehatan seperti dokter umum dan dokter gigi, keberadaanya masih terpusat ditiga kecamatan yaitu Tanimbar Selatan, Pp. Terselatan, dan Tanimbar Utara.
5.3 Karakteristik Ekonomi.
Pertanian merupakan sektor strategis di kawasan penelitian yang memiliki potensi pengembangan ke depan. Pertanian yang diklasifikasikan ke dalam 9 jenis tanaman yang diusahakan, terdiri dari : bawang merah, jeruk, padi lading, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi-ubian. Sembilan jenis tanaman tersebut, menghasilkan produksi rata-rata sebesar 12.480 kg. Dari data Luas panen dan produksi sektor pertanian di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dapat diuraikan sebagai berikut : Komoditi Padi Ladang Luas panen 1.422 ha, Produksi 3.022 ton. Komoditi Jagung Luas panen 4.170 ha, Produksi 9.621 ton. Komoditi Kacang-kacangan Luas panen 84 ha, Produksi 76 ton. Komoditi Ubi-ubian Luas panen 651 ha, Produksi 5.091 ton. Nilai produksi pertanian dengan lapangan usaha tanaman bahan makanan di Maluku Tenggara Barat pada tahun 2006 adalah Rp. 104.498.020.000. Rincian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2006 ditunjukkan dalam Tabel 43.
Perkebunan termasuk pada sektor pertanian dan diklasifikasikan atas 7 jenis komoditi, yaitu: kelapa, cengkeh, pala, kopi, kapuk, kakao, dan jambu mete. Produksi kelapa tahun 2006 sebanyak 25.126 ton, Produksi cengkeh pada tahun yang sama sebanyak 1 ton, Produksi pala sebanyak 14 ton, Produksi kopi sebanyak 37.1 ton, Produksi kapuk sebanyak 58.5 ton, Produksi kakao sebanyak 8 ton, Produksi jambu mete sebanyak 148 ton. Dari hasil analisis terhadap perkembangan ke tujuh komoditi perkebunan yang ada di Maluku Tenggara Barat, maka terdapat 2 (dua) jenis komoditi yang mempunyai potensi produksi sangat tinggi, yaitu komoditi kopra dan jambu mete. Total nilai tanaman perkebunan di Maluku Tenggara Barat pada tahun 2006 adalah Rp. 54.525.530.000,
Berdasarkan data perkembangan hasil penangkapan ikan dan nilai ikan pada tahun 2006, produksi perikanan dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat mencapai 17.189.6 ton, dengan nilai sebesar Rp.142.776.450.000. Demikian halnya untuk peternakan, berdasarkan data populasi jenis ternak diketahui bahwa jumlah populasi ternak sapi sebanyak 7.040 ekor, kerbau
Tabel 43. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) MTB Tahun 2006
I. Pertanian 317,143.38
Tanaman Bahan Makanan 104,498.02
Tanaman Perkebunan 54,525.53
Peternakan & Hasil-hasilnya 12,145.42
Kehutanan 3,197.96
Perikanan 142,776.45
II. Pertambangan & Penggalian 5,309.13
Pertambangan 0,00
Penggalian 5,309.13
III. Industri Pengolahan 3,264.47
Industri Tanpa Migas 3,264.47
IV. Listrik, Gas & Air Bersih 3,562.45
Listrik 3,471.22
Air Bersih 91.23
V. Bangunan 12,567.83
Bangunan 12,567.83
VI. Perdagangan, Hotel & Restoran 161,289.54
Perdagangan 160,534.42
Hotel 84.68
Restoran 670.44
VII. Pengangkutan & Komunikasi 9,195.87
Angkutan 8,352.16
1. Angkutan Jalan Raya 2,419.43
2. Angkutan Laut 4,793.61
3. Angkutan & Penyeberangan 181.92
4. Angkutan Udara 722.25
5. Jasa Penunjang Angkutan 234.95
Komunikasi 843.71
VIII. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 23,729.87
Bank 2,964.99
Lembaga Keuangan Tanpa Bank 572.10
Sewa Bangunan 20,081.25
Jasa Perusahaan 111.53
IX. Jasa - Jasa/ Services 61,245.76
Pemerintahan Umum & Pertahanan 46,510.48
Swasta 14,735.28
1. Sosial Kemasyarakatan 13,042.56
2. Hiburan & Rekreasi 27.01
3. Perorangan & Rumah Tangga 1,665.71
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 597,308.30
2006 Lapangan Usaha
Sumber : BPS Kab. MTB (2006), diolah (2011)
sebanyak 22.920 ekor, kambing sebanyak 83.948 ekor, domba sebanyak 15.261 ekor, babi sebanyak 82.138 ekor, dan kuda sebanyak 9.184 ekor. Berdasarkan populasi ternak tersebut, maka produksi daging MTB yang bisa
dihasilkan pada tahun 2006 adalah sebesar 182.499 kg daging sapi, 35.756 kg daging kerbau, 241.139 kg daging kambing, dan 476.606 kg daging babi. Sedangkan untuk ayam dan telur produksinya sebesar 122.332 kg dan 66.827 kg. Nilai produksi peternakan pada Tahun 2006 adalah sebesar Rp. 12.145.420.000
Bumi MTB mengandung berbagai macam kekayaan alam yang potensial. Potensi bahan tambang/bahan galian seperti logam mulia (emas), tembaga, plumbum, mangan, belerang, batu gamping, dll. Sebagian besar masih pada tahap eksplorasi, hanya emas (logam mulia) dan tembaga yang sudah pada tahap eksploitasi. Informasi serta data mencakup sumber-sumber bahan galian tambang, meliputi : Emas di pulau Wetar dan pulau Romang, Tembaga di pulau Wetar, Gamping, pasir di pulau Yamdena, Mangan di pulau Moa, Belerang di pulau Babar, Batu gamping di pulau Damar, Minyak (Marsela) antara P. Selaru dan P. Marsela. Pada Tahun 2006, nilai produksi bahan tambang dan galian tersebut adalah sebesar Rp. 5.309.130.000
Kawasan hutan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dijabarkan sesuai dengan luas fungsi kawasan hutan yaitu : Hutan Konservasi
42.440.000 m2, Hutan Lindung 119.175.000 m2, Hutan Produksi Terbatas
1.188.480,000 m2, Hutan Produksi Tetap 1.936.895.000 m2, Hutan Produksi
Konversi 4.130.605.000 m2, dengan areal penggunaan lain 1.067.495.000 m2.
Sedangkan Hutan Mangrove di Maluku Tenggara Barat terdapat di 3 (tiga) gugus pulau yaitu; Pulau Yamdena, Pulau Wetar dan Pulau Larat, adapun uraian masing-masing pulau adalah sebagai berikut : Di Pulau Yamdena keberadaan mangrove tersebar di beberapa pulau dan didominasi oleh Rhizophora dan Bruguiera.
Mangrove terdapat di Pulau Wetar dan Pulau Lirang dan didominasi
oleh tumbuhan Soneratia alba, Baringtonia asiatica, Hibiscus tilianceous,
Nypha fructicans dan Acanthus licifolius. Mangrove di Pulau Larat didominasi
oleh Rhizopora stylosa, Bruguiera gymnnorrhhiza, Rhizophra apiculata,
Bruguiera Gymnnorrhhizal dll. Terumbu karang di Maluku Tenggara Barat tersebar di Pulau Tanimbar Selatan yang meliputi Pulau Wotap, Pulau Wuliaru, Pulau Kiswui dan Pulau Selu dengan keragaman jenis yang cukup
tinggi. Selain itu terdapat juga di Pulau Wetar dan Pulau Lirang yang terdiri dari 128 spesies.
Kawasan Wisata Bahari terdapat di Segitiga MAN (Pulau Matakus, Pulau Angwarmase dan Pulau Nastabun) yang terletak di Teluk Saumlaki. Masing-masing pulau dengan ciri khas dan potensi yang berbeda serta memberikan suatu keanekaragaman obyek dan daya tarik yang saling melengkapi. Desa Tumbur terletak kurang lebih 18 km dari Kota Saumlaki. Hasil kerajinan tangan dan ketrampilan yang terkenal dari desa ini adalah berbagai ukiran dari kayu, bambu, anyaman, dan tenunan dalam berbagai jenis, bentuk dan motif. Di samping itu, Desa Tumbur juga merupakan salah satu desa sejarah Perang Dunia II yang dipakai Jepang sebagai basis pertahanan berupa goa-goa bawah tanah.
Potensi utama yang terdapat di Pulau Kisar adalah jeruk kisar yang mempunyai ciri khas dan sudah terkenal terutama di kepulauan Maluku yang sudah dipasarkan ke luar negeri. Pulau Moa adalah salah satu pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang didalamnya ditemukan berbagai jenis hewan diantaranya kerbau dengan jumlah yang sangat banyak dan berukuran besar. Hutan Yamdena memiliki suatu nilai tersendiri karena
didalamnya ditemukan salah satu jenis pohon langka “Torim” yang hanya
terdapat di 2 tempat di dunia yaitu Brasil dan Indonesia (Tanimbar).Selain itu banyak juga diantara spesies tumbuhan dan hewan langka seperti anggrek, kupu-kupu serta jenis lainnya yang belum sempat teridentifikasi.
Berdasarkan sumberdaya alam yang menjadi keunggulan pada setiap kawasan di wilayah penelitian, maka dikembangkan 10 Kawasan Sentra Produsksi (KSP) yaitu Kawasan sentra produksi kacang tanah yang berlokasi di Tanimbar Selatan, Leti, Moa dan Lakor, Kawasan sentra produksi bawang merah yang berlokasi Tanimbar Utara, Leti, Moa dan Lakor, Kawasan sentra produksi jambu mete yang berlokasi Tanimbar Selatan, Kawasan sentra produksi pelagis kecil yang berlokasi Tanimbar Selatan, Kawasan sentra produksi jagung yang berlokasi di Babar, Kawasan sentra produksi babi yang berlokasi di Babar, Kawasan sentra produksi jeruk yang berlokasi di Kisar, Kawasan sentra produksi kambing yang berlokasi di Wetar dan Lemola,
Kawasan sentra produksi kerbau yang berlokasi di Lemola, Kawasan sentra produksi tanaman pangan yang berlokasi di Yamdena.
5.4 Karakteristik Budaya.
Asal usul penduduk di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya yang dulunya disebut Selatan Daya atau Tenggara Jauh merupakan percampuran dari berbagai suku bangsa dari luar kepulauan Nusantara seperti Arab, Cina, Ambon peranakan eropa dan dari dalam kepulauan Nusantara seperti Jawa, Bali, Timor, Bugis, Makassar dan Ambon. Dari penjelasan sejarah migrasi penduduk di atas, jelas bahwa penduduk di wilayah penelitian pada dasarnya berasal dari berbagai jenis suku bangsa yang merantau ke wilayah ini untuk kemudian menetap dan hidup bersama dengan penduduk asli. Digambarkan bahwa pada mulanya penduduk asli di wilayah ini mendiami gunung-gunung yang aman dan terlindung dari serangan musuh. Setelah jumlah mereka bertambah banyak, terbentuklah perkampungan yang terdiri dari beberapa rumah. Beberapa rumah ini bergabung dengan lainnya membentuk soa, dan beberapa soa ini kemudian bergabung menjadi sebuah kampung.
Struktur penduduk dalam kampung tersebut terdiri dari raja, saniri, kepala soa, dan marinyo. Raja atau orang kaya adalah gelar pemimpin kampung. Saniri yang anggotanya merupakan wakil dari para soa bertugas membantu dan memberikan masukan kepada raja dalam melaksanakan tugas memimpin kampung, misalnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi antara kampung dengan kampung. Kepala Soa yang adalah kepala dari beberapa mata rumah bertugas membantu raja untuk melaksanakan tugas pemerintahan sekaligus menangani administrasi kampung. Sedangkan marinyo bertugas menyampaikan berita dari raja kepada masyarakat.
Selain struktur penduduk sebagaimana dimaksud diatas, di wilayah penelitian terdapat juga sistem stratifikasi sosial yang membagi masyarakat setempat kedalam 3 golongan yaitu : (1) Marna, yaitu golongan atas atau bangsawan yang memerintah (2) Bur, golongan menengah yang mengawal,
dan (3) Stam, bawahan yang melayani. Menurut masyarakat setempat stratifikasi sosial ini merupakan pengaruh Hindu dari kerajaan Majapahit di masa Patih Gajah Mada, yang masuk ke wilayah ini melalui jalur perdagangan dari barat ke timur; Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Irian. Sistem stratifikasi ini masih berlaku dalam kehidupan masyarakat terutama pada saat pemilihan kepala desa, pelaksanaan acara adat perkawinan, pelanggaran adat dan upacara penguburan; sedangkan dalam interaksi sosial masyarakat kurang nampak, akibat pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan agama.
Salah satu hal menarik dari masyarakat di wilayah ini adalah budaya “Tempat Siri Pinang dan minuman khas Sopi atau Arak” yang melambangkan persekutuan dan persaudaraan pada masyarakat ini. Dalam menyelesaikan masalah adat atau suatu kasus tertentu orangtua atau tua-tua adat datang membawa “tempat siri dan sopi” tersebut dan membicarakan masalah secara kekeluargaan, sehingga tidak menimbulkan rasa dendam di antara kedua belah pihak, berbeda dengan penyelesaian masalah lewat hukum formal (polisi dan pengadilan) masalah tersebut menimbulkan dendam dan menuntut pembalasan dari pihak yang merasa dirugikan. Dengan demikian, latar belakang sejarah dan budaya juga penting dalam menyelesaikan masalah-masalah lokal, dibandingkan dengan hukum formal.
Di wilayah ini pelayaran antar pulau dilakukan dengan perahu layar, yang pada umumnya diselenggarakan oleh suku Bugis, Buton dan Madura. Wilayah operasi pelayarannya meliputi pulau-pulau di kawasan Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya, dan pada musim barat membawa barang-barang tekstil, pecah belah, alat pertanian dan beras yang ditukar dengan hasil-hasil laut seperti lola, batulaga, kulit penyu, teripang, ikan, dll, disamping itu ada juga pedagang-pedagang Cina yang sudah lama berdagang di wilayah ini. Selain itu penduduk setempat juga melakukan pelayaran antar pulau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian laut berfungsi sebagai pusat aktifitas masyarakat. Meskipun demikian penjelasan diatas belum cukup kuat untuk mengkategorikan masyarakat di wilayah penelitian sebagai masyarakat bahari. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor : (1) Adanya tradisi mata pencaharian cengkeh dan pala sejak berabad-abad yang lalu, yang masih kuat pada sebagian masyarakat di wilayah penelitian, (2) Pengalaman sejarah yang lebih mendorong perkembangan kehidupan di darat dari pada di laut yang cenderung tertutup dan tidak mudah menyesuaikan diri terhadap kebaruan, (3) Kemanjaan alam yang menyebabkan lambatnya perubahan ekonomi substansi kepada ekonomi produksi dan masih lemahnya sikap penguasaan laut untuk produksi, (4) Keadaan topografi di banyak pantai kurang memberi peluang bagi budidaya hasil laut oleh masyarakat.