• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN INSTITUSIONAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Industri Makanan dan Minuman di BEI Periode 2015-2017) - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN INSTITUSIONAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Industri Makanan dan Minuman di BEI Periode 2015-2017) - UMBY repository"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Keagenan (agency theory)

Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Namun disisi lain, manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan seperti ini, seringkali menimbulkan konflik yang dinamakan konflik keagenan (Dessy, 2008)

Jensen dan Meckling (1976) memberikan gambaran hubungan agency sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih (principal) yang memiliki keterlibatan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan keterlibatan delegasi wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Berle dan Means (1932) menyatakan dalam teori agensi yang memiliki saham sepenuhnya adalah pemilik (pemegang saham), dan manajer diminta untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Baik principal maupun agent diasumsikan sebagai orang yang memahami ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

(2)

mengatasi atau mereduksi potensi konflik tersebut. Baik konsentrasi kepemilikan maupun kepemilikan oleh manajer merupakan faktor-faktor kunci dalam menghasilkan kinerja perusahaan yang optimal.

2.1.2. Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting di dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh presentase kepemilikan oleh manajer dan institusional.

Struktur kepemilikan dapat dilihat dari besarnya kepemilikan saham seseorang atau lembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan (Martikarini, 2014). Struktur kepemilikan saham dalam suatu perusahaan terdiri atas kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi dan kepemilikan saham oleh manajerial (Aji dan Mita, 2010).

(3)

maka semakin baik kinerja perusahaan. Presentase proporsi kepemilikan manajerial yang sejajar dengan kedudukan para manajer dapat memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan.

Kepemilikan institusional juga dianggap mampu dalam mendeteksi praktik manajemen laba yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Institusi sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angka-angka dalam laporan keuangan. Adanya agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Pujianingsih (2011) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance yang dapat mengendalikan masalah keagenan. Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Prasetya, 2013).

(4)

perusahaan. Selain itu, apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh perbankan, jika perusahaan tersebut menghadapi masalah keuangan maka perusahaan akan mudah mendapatkan suntikan dana dari bank tersebut.

Berbeda dengan penelitian Indriani (2010) yang menyebutkan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini berarti semakin tinggi kepemilikan manajerial akan semakin rendah manajemen labanya.

2.1.3. Struktur Kepemilikan Manajerial

Pemahaman terhadap kepemilikan manajerial sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria:

a) perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner-manager) dan

b) perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan non pemilik (non owners-manager).

(5)

pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba.

Kepemilikan manajerial dapat mengurangi dorongan untuk melakukan tindakan manipulasi oleh manajer, sehingga laba yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan bersangkutan (Jensen,1993). Kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba.

Menurut Shleifer dan Vishny (1986) kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku opurtunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajer terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).

2.1.4. Struktur Kepemilikan Institusional

(6)

kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif, sehingga dapat mengurangi manajemen laba (Gideon, 2005). Bushee (1998) mengatakan kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan (Pratana dan Machfoedz, 2003). Menurut Crutchley (1999) semakin tinggi kepemilikan intitusional, maka semakin besar tingkat pengendalian dari sisi eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost. Tingkat pengendalian yang ketat akan menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat yang rendah untuk mengatisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan resiko kebangkrutan.

(7)

2.1.5. Kinerja Perusahaan

Kinerja Keuangan dapat diartikan sebagai prospek pertumbuhan dan potensi perkembangan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain yang bergerak dibidang yang sama (Mulyadi, 2001:416). Kinerja keuangan juga merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer. Analisis terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu (Munawir, 2002:3)

a) Metode analisis horizontal (dinamis) adalah analisis dengan mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya.

b) Metode analisis vertikal (statis) adalah apabila laporan keuangan yang dianalisa hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja.

(8)

2.1.6. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba, semakin besar tingkat keuntungan/laba, semakin baik pula manajemen dalam mengelola perusahaan Prasetya (2013). Menurut (Husnan, 2001:155), profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan.

Brigham dan Houston (2010:91-93) menyatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi. Terdapat berbagai cara untuk mengukur profitabilitas, yaitu:

a. Gross Profit Margin (GPM). Rasio gross profit margin keuntungan kotor berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya,mengidikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Rumus untuk mencari gross profit margin sebagai berikut: GPM = Penjualan kotor-Harga Pokok Penjualan

(9)

b. Net Profit Margin (NPM), menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjulan yang dilakukan. Dengan kata lain rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Rumus untuk mencari profit margin sebagai berikut:

NPM = Net Profit After tax Net Sales after Tax

c. Return On Investment (ROI) atau return on aset menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisiensi dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Rumus untuk mencari Return on Investment dapat digunakan sebagai berikut:

ROI = Laba bersih x 100% Total Aset

d. Return On Equity (ROE) atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Rumus untuk mencari Return on Equity dapat digunakan sebagai berikut:

(10)

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas yaitu:

1. Profit Margin, yaitu perbandingan antara “net operating income” dengan “net sales”.

2. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu. Rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA). Menurut Tandelilin (2003) ROA menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan untuk dapat menghasilkan laba. Menurut Kasmir (2012) ROA adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, ROA memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.

2.1.7. Rasio Likuiditas

(11)

Rasio likiuditas merupakan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan. Rasio ini terbagi menjadi current ratio,quick ratio, dan cash ratio.

1) Current Ratio

Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar dan merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current Ratio menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Current Ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan perusahaan (Sawir, 2009:28). Rumus untuk menghitung rasio ini adalah :

Current ratio = Aktiva Lancar Hutang Lancar

2) Quick Ratio

(12)

dengan persediaan. Hal ini dikarenakan persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang likuiditasnya rendah dan sering mengalami fluktuasi harga serta menimbulkan kerugian jika terjadi likuiditasi. Jadi rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Sawir (2009:10) mengatakan bahwa quick ratio umumnya dianggap baik adalah semakin besar rasio ini maka semakin baik kondisi perusahaan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah :

Quick ratio = Aktiva lancar – Persediaan

Hutang lancar

3) Cash Ratio

Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan posisi kas yang dapat menutupi hutang lancar dengan kata lain cash ratio merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan kas yang dimiliki dalam manajemen kewajiban lancar tahun yang bersangkutan. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah :

Cash ratio = Kas

Hutang lancar

2.1.8. Rasio Solvabilitas

(13)

ditanggung perusahaan ketika memenuhi kebutuhan aset. Menurut Supranoto (1990:198) disebutkan bahwa solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo. Solvabilitas difokuskan terutama pada reaksi dalam neraca yang menunjukan kemampuan untuk melunasi utang lancar dan utang tidak lancar. Kasmir (2012:151) menyebutkan bahwa rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiaya dengan hutang.

Rasio hutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiaya dengan hutang, rasio ini menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Perbandingan berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dengan aktivanya. Perusahaan yang tidak memiliki rasio hutangnya bernilai nol, maka perusahaan beroperasi sepenuhnya dengan menggunakan modal sendiri tanpa menggunakan hutang. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah :

Debt ratio= Total hutang Total aktiva

2.2. Penelitian Terdahulu

(14)

Eksternal tidak berpengaruh terhadap variabel Kinerja Perusahaan. Sedangkan, untuk variabel pemoderasi yaitu struktur modal memperkuat pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel pemoderasi struktur modal memperlemah pengaruh antara struktur kepemilikan eksternal terhadap kinerja perusahaan.

Didik Indra Nurcahyo (2014) yang berjudul Pengaruh Struktur

Kepemilikan Saham dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi

Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2013).

Hasil penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial,

kepemilikan saham institusional, dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan. Sedangkan, kepemilikan saham publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Reza Aditya Rachman (2014) yang berjudul Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang diprosikan oleh ROA sedangkan kepemilikan institusional menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan ROA.

(15)

signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan arah negatif. Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan arah positif. Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.

Fitri Ismiyanti, Anggita Rebbica Hamidya (2017) yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Dengan Value Added Intelectual Capital Coefficient (VAICTM) Sebagai Variabel Intervening. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Variabel Kepemilikan Manajerial, Institusional Domestik, dan Institusional Asing tidak berpengaruh terhadap Value Added Intellectual Capital (VAICTM), dan Variabel Kepemilikan Pemerintah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Value Added Intellectual Capital (VAICTM), serta VAICTM berpengaruh positif signifikan terhadap ROE dan Modifikasi Q Ratio. Beberapa penelitian terdahulu di atas jika dirangkum ke dalam tabel, maka hasilnya sebagai berikut.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil

Penelitian 1. Puspito (2011) Pengaruh Struktur

Kepemilikan Pada Kinerja Perusahaan Dengan Struktur Modal Sebagai Pemoderasi (studi pada perusahaan

makanan dan

minuman yang

terdaftar di BEI)

(16)

Kinerja Perusahaan. Sedangkan, untuk variabel pemoderasi yaitu struktur modal memperkuat pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel pemoderasi struktur modal memperlemah pengaruh antara struktur kepemilikan eksternal terhadap kinerja perusahaan.

2. Didik Indra

Nurcahyo (2014)

Pengaruh Struktur

Kepemilikan Saham

dan Ukuran

Perusahaan Terhadap

Kinerja Perusahaan

(Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang

terdaftar di BEI tahun 2010-2013).

Variabel Independen: Struktur Kepemilikan

Saham dan

(17)

terhadap kinerja perusahaan. 3. Reza Aditya

Rachman (2014)

Pengaruh Kepemilikan

Manajerial dan Kepemilikan

Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Perusahaan Kepemilikan manajerial tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang diprosikan oleh ROA sedangkan kepemilikan institusional menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang diproksikan dengan ROA. 4. Nopi Puji

Lestari, Agung Juliarto (2017)

Pengaruh Dimensi Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur. Variabel Independen: Dimensi Struktur Kepemilikan Variabel Dependen: Kinerja Perusahaan Konsentrasi kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan arah negatif.

(18)

terhadap kinerja perusahaan dengan arah positif. Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. 5. Fitri Ismiyanti,

Anggita Rebbica Hamidya (2017)

Pengaruh Struktur Kepemilikan

Terhadap Kinerja Dengan Value Added Intelectual Capital Coefficient (VAICTM) Sebagai Variabel Intervening Variabel Independen: Struktur Kepemilikan Variabel Dependen: Kinerja Perusahaan Variabel Intervening: Value Added Intelectual Capital Coefficient (VAICTM)

(19)

terhadap ROE dan

Modifikasi Q Ratio.

2.3. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Konseptual

2.3.1. Struktur Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Perusahaan Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil, maka mereka juga ikut menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Jensen, 1986).

Hasil penelitian Nopi Puji Lestari, Agung Juliarto (2017) memberikan bukti bahwa variabel struktur kepemilikan oleh manajer, berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan dengan arah positif terhadap kinerja. Selain itu, penelitian Nurcahyo (2014) juga menyipulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif yang signifikan. Apabila, kepemilikan manajerial melebihi batas tertentu, manajer akan berkuasa dan melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan pribadinya sehingga berpengaruh pada kinerja perusahaan (Khamis, 2015). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan, yaitu

(20)

2.3.2. Struktur Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Perusahaan Adanya kepemilikan saham oleh pihak institusi diharapkan dapat bertidak sebagai pihak pengawas aktivitas perusahaan. Hasil penelitian Syafruddin (2006) memberikan bukti bahwa variabel struktur kepemilikan oleh manajer tidak berpengaruh terhadap kinerja, tetapi untuk variabel struktur kepemilikan dari pihak luar memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja. Namun, hasil penelitian Maman (2006) memberikan bukti bahwa variabel struktur kepemilikan yang dilihat dari proporsi kepemilikan publik justru mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Perbedaan hasil penelitian ini memberikan persepsi bahwa struktur kepemilikan isntitusional masih belum akurat di dalam memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Adanya kepemilikan institusional, membuat pengawasan terhadap manajer akan lebih ketat. Sehingga, hak-hak pemegang saham terlindungi (Al-najjar, 2015). Hal tersebut didukung oleh (Jensen dan Meckling, 1976) dalam teori agensi yang menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan yang lebih ketat kepentingan antara pemegang saham dan manajer setara sehingga mengurangi masalah agensi. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat proporsi kepemilikan institusional akan meningkatkan kinerja perusahaan. Kemudian dari penelitian Alfaraih, Alanezi, & Almujamed (2012) dan Khamis (2015) menunjukkan hasil yang serupa yaitu hubungan positif antara kepemilikan institusional dengan kinerja perusahaan. Sehingga, berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan, yaitu

(21)

2.3.3. Struktur Kepemilikan Manajerial dan Struktur Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Perusahaan

Menurut Jensen (1993) yang dikutip Faisal (2005), hipotesis pemusatan kemungkinan (convergence of interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin meningkatnya proporsi kepemilikan saham manajerial, maka kinerja perusahaan juga semakin baik. Sedangkan, semakin besar kepemilikan oleh institusi, maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen. Dasar ini akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan, sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat.

Jensen & Mackling (1976) menyatakan bahwa publik mempunyai peran penting dalam menciptakan well-functioning government system karena mereka memiliki financial interest dan bertindak independen dalam menilai manajemen. Semakin besar persentase saham yang ditawarkan kepada publik, maka semakin besar pula internal yang harus diungkapkan kepada publik sehingga kemungkinan dapat mengurangi intensitas terjadinya manajemen laba. Hal ini sesuai dengan penelitian Didik Indra Nurcahyo (2014) yaitu kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan, yaitu

(22)

H1

H2

H3

Berdasarkan hipotesis yang telaah dikembangkan di atas, maka penulis merangkumnya ke dalam gambaran kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1.

Kerangka Konseptual Penelitian Struktur Kepemilikan

Manajerial (X1)

Kinerja Perusahaan (Y)

Gambar

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja 11/Dis.Dikbud/PL Unit Layanan Pengadaan untuk Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Riau melakukan kontes untuk Pengadaan Barang Seni dan Barang

Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa masa sanggah banding hasil lelang Pekerjaan Rehabilitasi Gedung. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lamongan yang dimulai pada

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Penyusun Kebijakan Sistem dan

Untuk itu dibutuhkan sistem yang dapat mendokumentasikan objek arkeologi pemodelan 3D (tiga dimensi), sebagai bentuk pelestarian warisan budaya serta menjadi

Pada bagian ini akan memberikan hasil-hasil pengujian yang meliputi, hasil pengujian menggunakan sensor ultrasonic, hasil pengujian menggunakan rotary encoder,

Dari hasil analisa menggunakan metode cummalative damage dan fracture mechanic yang telah dilakukan, maka nilai keduanya dapat digunakan untuk mengetahui nilai

Ctrl+F2 untuk mengak ti fk an modus tampilan Print Preview ... Jika kamu merasa yakin dengan tata letak lembar kerjamu dan akan langsung mencetak, klik tombol Offi ce , lalu

Indonesia / STEI) has conducted various education, research, and seminar activities related with.. Economic, Business, and Social sciences in the local and national