• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

   

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS KEDELAI LOKAL DI INDONESIA

SKRIPSI

DINAR FRIHASTIKA SARI H34070067

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

   

RINGKASAN

DINAR FRIHASTIKA SARI, Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Kedelai Lokal di Indonesia, skripsi.Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN MOHAMMAD BAGA).

Ketahanan pangan dapat dilakukan melalui diversifikasi konsumsi. Diversifikasi konsumsi tidak hanya dilakukan pada pangan yang mengandung karbohidrat saja tetapi juga dilakukan pada pangan yang mengandung protein. Kacang-kacangan mengandung protein nabati dan dapat digunakan sebagai pangan pengganti protein hewani. Jenis kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah kedelai. Tingginya permintaan kedelai di dalam negeri tidak diikuti dengan produksi kedelai lokal yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga impor terus dilakukan. Derasnya impor kedelai dengan harga murah membuat pasar kedelai di dalam negeri didominasi oleh kedelai impor. Hal ini yang membuat petani kedelai lokal semakin terhimpit sehingga gairah petani untuk menanam kedelai semakin berkurang. Melihat hal tersebut dibutuhkan beragam upaya dan dukungan dari semua pihak untuk merespon kondisi kedelai lokal saat ini sehingga dayasaing kedelai lokal dapat ditingkatkan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menelaah sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia, (2) menganalisis daya saing agribisnis kedelai lokal Indonesia, (3) merumuskan strategi pengembangan dan arsitektur strategik agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

Lingkup penelitian ini meliputi analisis agribisnis kedelai lokal secara nasional (makro). Waktu penelitian berlangsung dari bulan Januari hingga Mei 2011 mencakup ke dalam penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data dan informasi, pengolahan data hingga disimpulkannya hasil penelitian. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan wawancara khusus dengan Kasubid Pengembangan Kedelai, Kepala Seksi Pengembangan Kedelai Lokal, Kepala KOPTI kabupaten Bogor dan studi literatur dari berbagai sumber dan buku serta dengan browsing

internet. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dayasaing adalah

Porter’s Diamond Theory sedangkan untuk merumuskan strategi maka digunakan alat analisis SWOT dan arsitektur strategik.

Pada penelitian ini, diketahui kondisi agribisnis kedelai lokal di Indonesia mulai dari subsistem agribisnis hulu, on farm hingga subsistem agribisnis hilir dan pemasaran. Selain itu, berdasarkan Porter’s Diamond Analyse diperoleh keterkaitan antar komponen pada Porter’s Diamond system dimana komponen yang saling mendukung pada komponen utama lebih sedikit bila dibandingkan dengan komponen yang tidak saling mendukung. Hal ini menunjukkan bahwa dayasaing kedelai lokal di Indonesia lemah. Namun komponen pendukung pada

(3)

   

(4)

   

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS KEDELAI LOKAL DI INDONESIA

DINAR FRIHASTIKA SARI H34070067

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

   

Judul Skripsi : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia

Nama : Dinar Frihastika Sari

NIM : H34070067

Disetujui, Pembimbing

Ir. Lukman Mohammad Baga, MA. Ec NIP. 19640220 198903 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

(6)

   

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Kedelai Lokal di Indonesia” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juni 2011

Dinar Frihastika Sari

(7)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Maret 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Achmad Yaelani dan Siti Nurul Sukriati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Angkasa I Bogor pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP 6 Bogor. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Bogor.

(8)

   

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Kedelai Lokal di Indonesia”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi sistem agribisnis dan dayasaing kedelai lokal di Indonesia serta merumuskan alternatif strategi pengembangannya yang kemudian dipetakan dalam sebuah rancangan arsitektur strategik agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun diharapkan skripsi ini dapat menjadi masukkan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juni 2011

(9)

   

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Lukman Mohammad Baga, MA. Ec selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Suharno M. Adv dan Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staff pengajar Departemen Agribisnis yang selalu memberikan saran dan masukkan kepada penulis.

4. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Bapak Kasmin Nadaek selaku kasubid kedelai dan perwakilan dewan kedelai, Direktorat Perbenihan Bapak Dhani Permadi selaku kasi Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) atas waktu, kesempatan dan informasi yang diberikan kepada penulis.

5. Ayahanda Achmad Yaelani dan Ibunda Siti Nurul Sukriati atas kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, kakakku Dias Permata Sari dan adikku Dita Triambari yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini serta Ryza Satria Pamenang yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa terhadap penulis.

6. Teman-teman kesebelasan dan teman-teman Agribisnis 44 khususnya Venty Fitriani Nurunisa dan Nuning Indriyashari atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juni 2011

(10)

   

2.2. Sistem Agribisnis Kedelai ... 10

2.3. Dayasaing Kedelai Lokal di Indonesia ... 11

2.4. Strategi Pengembangan dan Arsitektur Strategik Komoditi di Indonesia... . 13

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 22

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

4.2. Data dan Instrumentasi... 22

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 22

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 23

4.4.1. Analisis Berlian Porter ... 25

4.4.2. Analisis SWOT ... 32

4.4.3. Arsitektur Strategik ... 33

V GAMBARAN UMUM KEDELAI DUNIA DAN NASIONAL 5.1. Kedelai Dunia ... 34

5.1.1. Produksi Kedelai Dunia ... 34

5.1.2. Negara Penghasil Kedelai Dunia ... 35

5.1.3. Eksportir Kedelai di Dunia ... 36

5.1.4. Importir Kedelai ... 36

5.1.5. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Negara Penghasil Kedelai ... 37

5.1.6. Tingkat Harga Kedelai Dunia ... 38

5.2. Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 40

5.2.1. Subsistem Hulu ... 40

(11)

   

5.2.3. Subsistem Hilir dan Pemasaran ... 44

5.2.4. Subsistem Penunjang ... 47

5.3. Impor Kedelai Indonesia ... 49

VI DAYASAING AGRIBISNIS KEDELAI LOKAL DI INDONESIA 6.1. Analisis Komponen Porter’s Diamond System ... 52

6.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya ... 52

6.1.2. Kondisi Permintaan... 64

6.1.3. Industri Terkait dan Industri Pendukung ... 67

6.1.4. Struktur, Persaingan dan Strategi Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia . ... 70

6.1.5. Peran Pemerintah ... 73

6.1.6. Kesempatan ... 74

6.2. Keterkaitan Antar Komponen Utama Porter’s Diamond System.. 75

6.3. Keterkaitan antar Komponen Penunjang dengan komponen Utama ... 78

VII STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN DAYASAING KEDELAI LOKAL DI INDONESIA 7.1. Analisis SWOT Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Kedelai Lokal ... 82

7.1.1. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Berdasarkan Gambaran Umum dan Komponen Dayasaing Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 82

7.1.2. Analisis Komponen SWOT ... 84

7.1.3. Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT ... 95

7.2. Rancangan Arsitektur Strategik Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 103

7.2.1. Sasaran Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 103

7.2.2. Tantangan Agribisnis Kedelai Lokal ... 103

7.2.3. Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Kedelai Lokal ... 103

7.2.4. Tahapan Arsitektur Strategik ... 105

VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 108

8.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(12)

   

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai ... 5 2 Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia (2000-2009) ... 6 3 Perkembangan Produksi dan Permintaan Kedelai Dunia (juta ton)

Tahun 2006 – 2009 ... 34 4 Jumlah Produksi Negara-Negara Penghasil Kedelai Terbesar di Dunia

Tahun 2006/2007 – 2009/2010 (000) Ton ... 35 5 Ekportir Utama Kedelai Dunia Tahun 2006/2007–2009/2010

(000) Ton ... 36 6 Importir Kedelai Dunia Tahun 2006/200 –2009/2010... 37 7 Perkembangan Volume Impor Kedelai Indonesia Berdasarkan

Negara Asal Tahun 2000-2004 (dalam ton) ... 51 8 Luas Tanam Kedelai Lokal 2007-2010 (hektar) ... 54 9 Keterkaitan Antar Komponen Utama ... 75 10 Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama.. 78

11 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Sistem

Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 83 12 Matriks SWOT Agribisnis Kedelai Lokal ... 96 13 Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis

Kedelai Lokal ... 104

(13)

   

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Lingkup Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis ... 16

2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

3 Sistem Agribisnis Kedelai Lokal ... 24

4 The Complete System of National Competitif Advantage ... 31

5 Matriks SWOT ... 32

6 Rata-rata Produktivitas Kedelai Dunia Tahun 2003-2007 ... 38

7 Harga Kedelai Dunia Bulanan (Januari Tahun 2000-Januari 2010) ... 39

8 Klasifikasi Produk Olahan Kedelai ... 45

9 Rantai Pemasaran Kedelai di Indonesia ... 46

10 Grafik Perkembangan Volume Impor Kedelai Indonesia Tahun 1999-2008 ... 50

11 Persentase Permintaan Kedelai Berdasarkan Penggunaannya ... 65

12 Produksi dan Konsumsi Kedelai dari Tahun 1970-2009 ... 66

13 Keterkaitan Antar Komponen Porter’s Diamond System ... 80

14 Arsitektur Strategik Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia ... 107

(14)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Proyeksi Konsumsi Kedelai Tahun 2010-2014 ... 116

2 Analisa Usahatani Kedelai di Jawa dan Luar Jawa ... 117

3 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi ... 118

4 Perkembangan Produk Olahan di Indonesia ... 119

5 Perbedaan Kualitas Kedelai Lokal dan Kedelai Impor ... 122

6 Varietas Unggul yang Memiliki Potensi Produksi > 2 ton/ha ... 123

7 Perbandingan Produktivitas Kedelai Tahun 2007 dan 2008 (setelah pelaksanaan SL-PTT) ... 124

(15)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia, karena itu

sangatlah penting untuk menjaga ketersediaannya.Hak untuk memperoleh pangan

merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945. Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No.7/1996 tentang pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peranan penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi serta dapat mengakibatkan berbagai gejolak sosial dan politik (Abubakar 2008).

Ketahanan pangan merupakan kemampuan rumah tangga menyediakan pangan bagi seluruh anggota rumah tangganya dalam jumlah, mutu, aman, merata dan berkesinambungan. Kacang-kacangan termasuk ke dalam kelompok pangan yang menduduki urutan ke lima dari sembilan kelompok pangan yang dikonsumsi. Rumah tangga miskin yang mengkonsumsi umbi-umbian mencapai 42,5 persen dan kacang-kacangan 80,8 persen. Jadi hampir semua rumah tangga miskin pedesaan menyertakan kelompok pangan kacang-kacang dalam pola konsumsi pangannya. Oleh karena itu komoditas kacang-kacangan perlu diperhitungkan dalam mewujudkan ketahanan pangan khususnya bagi rumah tangga miskin pedesaan (Hanafie 2004).

Pemerintah bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan hidup

penduduknya. Dengan demikian tercapainya ketahanan pangan menjadi indikator keberhasilan ekonomi dan pembangunan suatu negara. Bergesernya konsep ketahanan pangan dari orientasi komoditas menjadi orientasi nutrisi (kecukupan gizi) telah membuka peluang berkembangnya intervensi kebijakan pencapaian ketahanan pangan melalui konsumsi pangan yang lebih beragam (diversifikasi konsumsi).

Diversifikasi konsumsi pangan adalah penganekaragaman bahan pangan

yang dikonsumsi, mencakup bahan pangan sumber energi dan zat gizi lainnya

(16)

juga diwujudkan melalui diversifikasi pangan dari sumber pangan yang mengandung protein. Salah satu komoditi pangan alternatif sebagai sumber protein non hewan adalah kedelai.

Kedelai (Glicine max) adalah tanaman semusim yang termasuk famili

Leguminosae, berasal dari Cina dan kemudian dikembangkan ke berbagai negara seperti Amerika, Amerika Latin dan Asia. Kedelai dapat dibudidayakan di daerah sub tropis dan tropis dengan teknis budidaya yang sederhana. Kandungan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34 persen sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah dibandingkan dengan

protein hewani (Ditjentan 2004). Kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber

protein nabati, tetapi juga sebagai pangan fungsional untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner dan hipertensi. Zat isoflavon yang ada pada kedelai ternyata berfungsi sebagai antioksidan. Tidak hanya itu, saat ini

kedelai banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif (biofuel).

Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Sudaryanto dan Swastika 2007). Di Indonesia sendiri, kedelai digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tahu dan tempe yang telah menjadi menu sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal tersebut menjadikan kedelai sebagai salah satu komoditas penting di Indonesia.

Sifat multiguna yang terdapat pada kedelai menyebabkan tingginya permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin diminati. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka permintaan kedelai di dalam negeri pun berpotensi untuk meningkat. Konsumsi kedelai diproyeksikan mengalami pertumbuhan sebesar 1,38 persen pertahun. Proyeksi konsumsi kedelai pada tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain itu, berkembangnya industri peternakan, terutama unggas telah mendorong berkembangnya industri pakan ternak, dimana bungkil kedelai banyak digunakan sebagai sumber protein dalam

komposisi pakan unggas (Tangendjaja et al 2003). Hal ini menunjukkan adanya

(17)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Tanaman Pangan

(2010), produksi kedelai lokal di Indonesia selama tahun 1992-2007 terus

menurun dengan rata-rata produksi sebesar 6,26 persen per tahun. Pada tahun 1992 produksi kedelai mencapai 1,8 juta ton dengan luas panen sebesar 1,6 juta ha dan produktivitas sebesar 1,12 ton/ha. Hingga tahun 2007 produksi kedelai lokal terus menurun. Produksi kedelai tahun 2007 hanya sebesar 592.534 ton dengan luas panen 459.116 ha dan produktivitas 1,3 ton/ha. Namun Sejak tahun 2008-2009 produksi kedelai lokal mulai mengalami peningkatan dengan persentase produksi masing-masing tahun sebesar 30,91 persen dan 24,59 persen. Kenaikan ini antara lain didorong dengan membaiknya harga kedelai dunia dan berbagai insentif yang dilakukan pemerintah untuk tercapainya swasembada kedelai tahun 2014.

Pada tahun 2009, produksi kedelai lokal sebesar 966.469 ton (angka ramalan III, BPS) sedangkan kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2 juta ton. Dalam hal ini kedelai lokal baru memenuhi 48 persen dari total kebutuhan kedelai dalam negeri yang selebihnya dipenuhi oleh kedelai yang berasal dari impor.

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Pada tahun 1992 Indonesia mencapai puncak produksi tertinggi yaitu sebesar 1,6 juta ton dan berhasil mencapai swasembada kedelai. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, dari tahun ke tahun produksi dalam negeri terus menurun. Hal ini terutama dipicu oleh perubahan kebijakan tataniaga kedelai, yaitu dengan diberlakukannya pasar bebas yang mengakibatkan derasnya kedelai impor dengan harga murah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat petani karena insentif yang diterima rendah (Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2010).

Bergesernya posisi Indonesia menjadi negara importir kedelai merupakan permasalahan bagi agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Permintaan kedelai yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan produksi kedelai yang cenderung berkembang lambat. Hal ini terjadi karena produktivitas dan produksi kedelai lokal masih rendah. Kondisi ini diperparah dengan semakin menurunnya luas

panen kedelai. Ariani (2005) menyatakan, tanpa perluasan areal tanam, upaya

peningkatan produksi kedelai sulit dilakukan karena laju peningkatan produktivitas berjalan lambat, terlebih lagi bila harga sarana produksi tinggi dan harga produk rendah1. Hal ini terlihat pada Tabel 2, luas panen terbesar terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 1,47 juta ha dan menurun drastis dengan area luas panen terkecil pada tahun 2007 sebesar 459.116 ha. Penurunan areal tanam akan diikuti dengan produksi kedelai yang ikut menurun. Hal ini berkaitan erat dengan

derasnya kedelai impor yang masuk ke Indonesia, karena untuk memenuhi

permintaan kedelai dalam negeri, maka dilakukan impor kedelai.

       1 

Ariani (2005) dalam Supandi (2008). Menggalang Partisipasi Petani untuk Meningkatkan Produksi Kedelai Menuju Swasembada. http://www. pustaka. litbang. deptan. go. Id / publikasi / p3273085.pdf [diakses 27 Desember 2010]

(19)

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai

Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (2010) [diolah]

Belum mampunya kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri menyebabkan pasokan kedelai di dalam negeri bergantung pada

impor kedelai. Padahal ketergantungan yang makin besar pada impor dapat

merugikan industri pengolahan kedelai terutama jika harga pangan dunia sangat mahal akibat stok menurun. Hal ini terjadi karena harga yang berlaku pada kedelai impor mengikuti harga yang berlaku pada harga kedelai internasional (dunia).

Besarnya ketergantungan terhadap kedelai impor menyebabkan harga kedelai dipasaran sulit untuk dikendalikan oleh instansi terkait sehingga harga kedelai cenderung fluktuatif. Sesuai dengan penelitian Handayani (2007), yang menjelaskan bahwa peningkatan harga riil pasar kedelai impor akan

meningkatkan harga riil kedelai domestik. Terlihat pada Tabel 2.Besarnya tingkat

ketergantungan terhadap impor kedelai sangat besar. Tingkat ketergantungan impor kedelai pada tahun 2000 hingga 2009 selalu lebih dari 50 persen dari total konsumsi kedelai di Indonesia. Dengan tingkat ketergantungan impor terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 70,4 persen.

Tahun Luas panen

1995 1.476.284 1,13 1.679.092

1996 1.277.736 1,18 1.515.937

1997 1.118.140 1,21 1.356.108

1998 1.094.262 1,19 1.304.950

1999 1.151.079 1,20 1.382.848

(20)

Tabel 2. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 1999- 2008

Sumber: BPS 2009 [diolah]

Ketergantungan ini tentunya sangat merugikan Indonesia karena harga dari kedelai impor sangat fluktuatif. Jika kondisi ini berlanjut tentunya ketergantungan impor kedelai yang semakin tinggi juga akan menyebabkan pemborosan devisa, karena devisa dapat digunakan untuk tujuan strategis pada sektor pertanian lainnya seperti pengembangan industri pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja. Selain itu keberadaan kedelai impor murah yang kini mendominasi pasar kedelai di Indonesia membuat kedelai lokal semakin tersaingi. Kedelai lokal tidak hanya harus bersaing harga namun juga harus bersaing dari segi kualitas dengan kedelai impor.

Berdasarkan hal-hal di atas, terihat kondisi persaingan kedelai lokal dengan kedelai impor yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan kajian yang menghasilkan informasi mengenai gambaran umum agribisnis kedelai di Indonesia, untuk kemudian dilakukan analisis dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

(21)

kedelai serta kondisi pengembangan sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menghasilkan strategi untuk pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menelaah sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia

2) Menganalisis dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia

3) Merumuskan strategi pengembangan dan menyusun arsitektur strategik

agribisnis kedelai lokal di Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam

menganalisis permasalahan secara ilmiah

2) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai informasi bagi

penelitian selanjutnya terutama penelitian tentang komoditi kedelai.

3) Bagi masyarakat ataupun pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai rujukan serta sebagai bahan informasi bagi pembaca mengenai dayasaing serta pengembangan kedelai lokal di Indonesia

4) Bagi pengambil kebijakan, instansi serta lembaga terkait lainnya diharapkan

dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan dayasaing kedelai lokal di Indonesia

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(22)

jasa penunjang dan lingkungan ekonomi global. Sedangkan pada lingkungan mikro dibatasi oleh sistem agribisnis dan komponen utama pada berlian porter

yang meliputi subsistem hulu, budidaya (on farm) dan subsistem hilir, untuk lebih

(23)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Kedelai di Indonesia

Kedelai (Glyicne max), bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun

sejak abad ke XVI tanaman ini telah dibudidayakan di pulau Jawa yang dibawa oleh imigran Cina sebagai bahan makanan. Kelanjutan usahatani di Indonesia ditunjang dengan adanya pengolahan kedelai menjadi bahan makanan seperti tempe, tahu, kecap dan tauco yang ternyata teknik pengolahannya tidak ditemukan di negara tetangga yang pada zaman dulu berhubungan erat dengan Indonesia seperti Thailand, India, Vietnam.

Awalnya, secara tradisional kedelai memang tidak pernah ditanam secara luas sebagai tanaman inti seperti jagung atau ubikayu namun hanya sebagai tanaman sisipan. Secara berangsur-angsur terjadi perubahan dari corak usahatani tradisional ke corak usahatani komersial untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun hingga saat ini usahatani dengan corak tradisional masih jelas terlihat. Kenyataan ini yang mengakibatkan lambannya adopsi teknologi budidaya kedelai oleh petani.

Dalam kelompok tanaman pangan kedelai merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Lebih dari 90 persen kedelai Indonesia

digunakan sebagai bahan pangan, terutama panganolahan, yaitu sekitar 88 persen

untuk tahu dan tempe, 10 persen untuk pangan olahan lainnya dan sekitar 2 persen untuk benih (Sudaryanto, Swastika 2007). Manfaat kedelai yang beragam merupakan keunggulan yang dimiliki oleh kedelai. Beberapa pangan olahan yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia diantaranya berupa tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco dan sebagainya.

Meningkatnya konsumsi kedelai penduduk Indonesia seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya industri pangan olahan yang berbahan baku kedelai tidak diimbangi dengan produksi dalam negeri yang mencukupi sehingga impor kedelai terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maka produksi dalam negeri harus ditingkatkan. Peningkatan produksi kedelai tidak lepas dari

(24)

yang mendukung. Komponen pada lingkungan seperti faktor iklim, kesuburan fisik-kimia dan biologi tanah, gulma serta hama penyakit menjadi faktor penentu keberhasilan usaha produksi kedelai. Berikut komponen lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan produksi kedelai:

1) Syarat Tumbuh

2) Benih

3) Penyiapan Lahan dan Penanaman

4) Pemeliharaan

5) Pemupukan

6) Pengairan

7) Penyiangan/Pemberantasan Gulma dan Penyakit

8) Panen

2.2. Sistem Agribisnis Kedelai

Penelitian yang membahas mengenai sistem agribisnis kedelai sudah pernah dilakukan sebelumnya sebagai topik penelitian di Institut Pertanian Bogor oleh Permata (2002) dalam penelitiannya mengenai Analisis Sistem Agribisnis Kedelai yang dilakukan pada Desa Hegarmanah Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Menurut Permata (2002) belum ada keterkaitan yang harmonis antar masing-masing subsistem agribisnis yang ada. Pada pengadaan sarana produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan dan alat-alat pertanian di lokasi penelitian telah tersedia dengan baik.

Menurut Permata (2002), hasil analisis usahatani kedelai yang dilakukan pada lokasi penelitian menujukkan bahwa usahatani yang dilakukan petani penyewa memiliki ratio R/C atas biaya tunai sebesar 1,08 dan ratio R/C atas biaya total sebesar 0,86. Untuk petani pemilik penggarap hasil analisis menunjukkan bahwa hasil ratio R/C atas biaya tunai sebesar 2,32 dan ratio R/C atas biaya total sebesar 0,86.

(25)

sebesar 63,46 persen. Sedangkan pada hasil analisis keefektifan koperasi menunjukkan bahwa KUD Margamukti kurang mampu memberikan pelayanan efektif dalam mendukung sistem agribisnis kedelai.

2.3. Dayasaing Kedelai Lokal di Indonesia

Penelitian yang membahas mengenai analisis dayasaing komoditi kedelai lokal di Indonesia sudah pernah dilakukan sebelumnya sebagai topik penelitian di Institut Pertanian Bogor oleh Handayani (2007) dalam penelitiannya mengenai Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal pada Pasar Domestik. Menurut Handayani, dayasaing kedelai lokal dipengaruhi oleh fungsi luas panen, produktivitas, harga riil kedelai lokal, harga tingkat produsen, volume impor dan harga riil impor.

Menurut handayani (2007), luas panen kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga riil kedelai lokal, harga riil jagung sebagai kompetitor utama dan luas panen tahun sebelumnya. Sedangkan produktivitas kedelai itu sendiri dipengaruhi oleh curah hujan, harga riil jagung dan produktivitas tahun sebelumnya. Dilihat dari harga, harga riil kedelai lokal dipengaruhi oleh harga riil kedelai tingkat produsen, harga riil kedelai impor, volume impor kedelai, produktivitas dan harga riil kedelai lokal sebelumnya. Sedangkan harga riil di tingkat produsen dipengaruhi oleh produksi kedelai, volume impor kedelai, konsumsi kedelai,

dummy monopoli Bulog dan harga riil di tingkat produsen tahun sebelumnya. Handayani (2007) menyimpulkan bahwa volume impor kedelai dipengaruhi produksi dan konsumsi kedelai. Harga riil kedelai impor dipengaruhi oleh harga riil kedelai internasional, nilai tukar rupiah terhadap dolar, tarif impor kedelai dan harga riil kedelai impor tahun sebelumnya. Elastisitas harga terhadap permintaan kedelai bernilai negatif, yang menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai akan menurunkan jumlah kedelai yang diminta. Sebaliknya elastisitas harga terhadap penawaran kedelai bernilai positif menunjukkan bahwa harga kedelai akan merangsang petani untuk meningkatkan produksinya

(26)

menurunkan volume impor. Kebijakan kenaikan harga dasar akan efektif apabila diikuti peraturan pendukung dan terobosan teknologi, sehingga terjadi peningkatan produksi sekaligus peningkatan kualitas kedelai. Naiknya harga riil kedelai tingkat produsen dari harga riil kedelai impor, menunjukkan bahwa harga riil kedelai tingkat produsen mengalami penurunan. Hal ini yang menyebabkan petani kurang berminat untuk menanam kedelai sehingga berakibat pada penurunan luas panen dan produksi kedelai sehingga volume impor mengalami peningkatan. Selain itu, naiknya harga riil kedelai di tingkat produsen dari harga riil kedelai impor menunjukkan adanya peningkatan luas panen, produksi kedelai dan harga riil kedelai lokal dan menyebabkan volume impor mengalami penurunan. Membengkaknya harga kedelai lokal, membuat minat petani untuk menanam kedelai meningkat, sehingga luas panen dan produksi kedelai semakin meningkat yang berakibat volume impor akan semakin menurun.

Handayani (2007) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa kedelai lokal dapat memiliki dayasaing dengan kedelai impor jika dilakukan peningkatkan kualitas biji kedelai melalui pengembangan benih kedelai varietas unggul bermutu dan berbiji besar, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan dan kualitas biji dapat menyamai kedelai impor.

Penelitian mengenai dayasaing kedelai juga pernah dilakukan oleh Gonzales (1993), yang dijelaskan dalam buku kumpulan penelitian pengembangan kedelai yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Gonzales mengemukakan bahwa secara ekonomi usahatani kedelai di Indonesia masih belum mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, baik yang dilakukan secara tradisional maupun secara modern untuk ketiga rezim pemasaran yaitu rumah tangga (IRT), subtitusi impor (IS), dan promosi ekspor (EP). Kedelai tidak mempunyai keunggulan komparatif untuk ketiga rezim pemasaran. Sedangkan padi dan jagung untuk promosi ekspor tidak memiliki keunggulan komparatif namun jika diproduksi untuk perdagangan antar wilayah dan subtitusi impor jagung dan padi memiliki keunggulan komparatif.

(27)

peningkatan produksi, perbaikan kualitas dan dayaguna sebagai produk olahan yang mampu bersaing dengan produk olahan dari bahan baku non kedelai. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dayasaing kedelai lokal di Indonesia.

2.4. Strategi Pengembangan dan Arsitektur Strategik Komoditi di Indonesia Penelitian mengenai strategi pengembangan komoditas pernah dilakukan oleh Puspita (2009). Pada penelitiannya Puspita (2009) menganalisis dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dimana masing-masing subsistem yang terdapat pada agribisnis gandum lokal belum saling mendukung dan terkait satu sama lain.

Puspita (2009) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa agribisnis gandum lokal di Indonesia dayasaingnya masih lemah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung pada agribisnis gandum lokal di Indonesia. Pada penelitiannya Puspita (2009) telah merumuskan beberapa strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal. Puspita (2009) menjelaskan bahwa beberapa strategi yang telah dibuat kemudian dipetakan kedalam rancangan arsitektur strategik yang didalamnya terdapat program-program yang dilakukan baik secara rutin maupun bertahap yang digunakan untuk mencapai

sasaran.Beberapa strategi yang dirumuskan diantaranya adalah:

1) Optimalisasi lahan gandum lokal

2) Membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan

3) Penguatan kelembagaan

4) Melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani

5) Membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan

6) Menciptakan sumber permodalan bagi petani

7) Mengatur ketersediaan benih

8) Menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium

9) Melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal

10) Pembatasan volume impor

11) Menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk

pasar tertentu

(28)

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedelai lokal di Indonesia belum memiliki baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif sehingga dayasaing kedelai lokal di Indonesia masih lemah. Namun, terdapat beberapa varietas unggulan kedelai lokal yang mutunya lebih baik dari kedelai impor yang dapat digunakan untuk meningkatkan dayasaing kedelai lokal di Indonesia. Selain itu terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi dayasaing kedelai di Indonesia seperti fungsi luas panen, produktivitas, harga riil kedelai lokal, harga tingkat produsen, volume impor dan harga riil impor.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dalam penelitian ini dilakukan analisis komponen-komponen penentu dayasaing suatu komoditas serta keterkaitan antar komponen tersebut. Dengan menggunakan

(29)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Pengertian Agribisnis

Sistem agribisnis adalah cara baru melihat sektor pertanian (Saragih 2010). Sistem agribisnis (termasuk agroindustri) dalam konteks strategi industrialisasi yang mengandalkan industri atau kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan atau menciptakan nilai tambah baru bagi produk-produk pertanian primer serta industri atau kegiatan lain yang memproduksi bahan-bahan dan alat-alat untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Menurut Saragih (2010) sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem

agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang

menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain);

subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut

dengan sektor pertanian primer, subsistem agribisnis hilir (downstream

(30)

Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis

Sumber: Saragih (2010)

3.1.2. Konsep Dayasaing

Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak 1992).

Dayasaing (competitiveness) sangat penting bagi keberhasilan atau

kegagalan suatu industri. Konsep dayasaing pada tingkat nasional adalah produktivitas. Menurut Porter (1990) dayasaing adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Kemampuan untuk menghasilkan suatu standar kehidupan yang tinggi dan meningkat bagi para warga tergantung pada produktivitas dimana tenaga kerja dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu unit tenaga kerja atau modal. Produktivitas tergantung baik pada kualitas dan penampilan produk (yang menentukan harga yang dapat mereka minta) maupun

Subsistem

Subsistem Jasa dan Penunjang

Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan

(31)

pada efisiensi dimana produk dihasilkan. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka panjang dan akar penyebab pendapatan per kapita nasional. Produktivitas sumberdaya manusia menentukan upah karyawan,

produktivitas dimana modal digunakan dan return yang diperolehnya untuk para

pemegang sahamnya (Cho dan Moon 2003).

Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan dayasaing dapat dilakukan dengan mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Seperti halnya pembangunan agribisnis yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan dayasaing, dimana suatu komoditi memiliki dayasaing jika menghasilkan keuntungan yang maksimum.

Keunggulan kompetitif (competitive advantage) sendiri merupakan alat

yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Secara operasional, Simatupang (1995) menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif adalah kemampuan memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun pasar internasional, pada harga yang sama atau lebih rendah dibandingkan yang ditawarkan oleh pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak

sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya. Kondisi ini

menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan komparatif (menghasilkan barang lebih murah dibandingkan dengan pesaing), tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut (karakter) yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Menurut Porter (1990), negara-negara cenderung berhasil dalam bersaing

pada industrinya disebabkan diamond nasionalnya yang saling mendukung.

(32)

3.1.3. Formulasi Strategi 1) Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, barulah dapat ditentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada.

Kekuatan yang dimiliki perusahaan merupakan sisi positif perusahaan yang dapat membimbing ke arah peluang yang lebih luas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan kekurangan yang dimiliki perusahaan dalam hal keahlian dan sumberdaya perusahaan. Matriks SWOT membantu menyusun berbagai alternatif strategi berdasarkan kombinasi antara faktor kekuatan, peluang dan

ancaman melalui pengembangan empat tipe strategi, yaitu SO (

Srenght-Opportunities), WO (Weaknesses-Threats), ST (Strenght-Threats) dan WT (Weaknesses- Threats).

2) Arsitektur Strategik

Pada awal tahun 1990an Gary Hamel dan C.K. Prahalad memperkenalkan

pendekatan arsitektur strategik yang bersifat bentangan atau stretch. Pendekatan

(33)

disebut sebagai blue print strategi. Blue Print Strategy ini sepenuhnya disusun guna mendukung tercapainya tujuan (visi) organisasi dalam waktu yang telah ditentukan (Yoshida 2006).

Arsitektur strategik disusun dengan memperlihatkan unsur yang nantinya unsur-unsur tersebut dipadukan untuk mendapatkan sebuah peta umum strategik yang akan diimplementasikan untuk jangka waktu yang telah dirumuskan. Beberapa unsur tersebut yaitu visi dan misi organisasi, analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, mengetahui dan memahami tantangan organisasi dan sasaran yang ingin dicapai. Analisis internal dan eksternal dalam analisis strategik digunakan untuk memperoleh gambaran industri dimasa yang akan datang sekaligus sebagai solusi dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumsi kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Kedelai sebagai tanaman pangan berkontribusi sebagai bahan baku berbagai pangan olahan yang memiliki nilai gizi yang tinggi namun juga berkontribusi pada industri pakan ternak. Hal inilah yang membuat permintaan kedelai terus meningkat. Di lain pihak kebutuhan kedelai yang begitu besar sedangkan produksi kedelai lokal yang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri mengharuskan pemerintah untuk melakukan impor kedelai. Padahal besarnya impor kedelai yang dilakukan akan mengurangi devisa yang cukup besar. Sedangkan tingginya impor kedelai murah yang mendominasi pasar kedelai di dalam negeri membuat kedelai lokal semakin tersaingi. Karena itu dibutuhkan adanya kemandirian pangan atau swasembada kedelai untuk mengurangi volume impor kedelai.

(34)
(35)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Enam Komponen Berlian Porter:

1. Kondisi Faktor

Sumberdaya

2. Kondisi Permintaan

3. Industri Terkait dan

Industri Pendukung

4. Struktur, Persaingan

dan Strategi Perusahaan

5. Peran Pemerintah

6. Peran Kesempatan

• Kedelai sebagai bahan baku utama

industri pengolahan tempe dan tahu

• Tingginya permintaan kedelai dalam

negeri

● Peluang pasar kedelai di dalam

negeri

Sistem Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia

Analisis SWOT Analisis Dayasaing Agribisnis Kedelai Lokal di

Indonesia

Strategi Pengembangan Agribisnis Kedelai Lokal di

Indonesia

Arsitektur Strategik

●Tingginya volume kedelai impor

●Dominansi kedelai impor di pasar

domestik

(36)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini membahas tentang kondisi sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia, dayasaing kedelai lokal dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal agribisnis kedelai di Indonesia, serta strategi pengembangan yang dapat dihasilkan untuk meningkatkan dayasaing kedelai lokal. Lingkup penelitian ini meliputi analisis dayasaing dan strategi pengembangan kedelai lokal dengan skala nasional (makro). Waktu penelitian berlangsung dari bulan Januari hingga Mei 2011 mencakup ke dalam penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data dan

informasi, pengolahan data hingga disimpulkannya hasil penelitian.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu pemerintah pusat dan daerah, KOPTI (Koperasi pengusaha Tahu Tempe Indonesia). Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dirjen Tanaman Pangan, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Pusat Data dan Informasi Pertanian, literatur-literatur penelitian terdahulu, buku dan internet. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan berupa daftar pertanyaan/panduan wawancara yang telah disusun secara tertulis sesuai dengan

masalah, alat pencatat, review dokumen dan alat penyimpanan data elektronik.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan teknik

pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan wawancara khusus (Elite

(37)

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Selain itu analisis deskriptif kualitatif juga dilakukan dengan menggunakan Teori Berlian Porter untuk menganalisis dayasaing agribisnis kedelai lokal, sedangkan metode analisis SWOT digunakan untuk mengetahui strategi pengembangan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia, kemudian strategi tersebut dipetakan ke dalam Arsitektur Strategik.

Pada penelitian ini terdapat pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal terdapat pada lingkungan mikro, sedangkan pihak eksternal berada pada lingkungan makro. Pada penelitian ini yang menjadi pihak internal meliputi

subsistem hulu, petani kedelai lokal sebagai pelaku kegiatan usahatani (on farm),

(38)

Keterangan : Faktor Internal : Lingkungan Mikro

Faktor Eksternal : Lingkungan Makro dan Lingkungan Global

Gambar 3. Sistem Agribisnis Kedelai Lokal Kekuatan Ekonomi dan Sosial

Politik Global/Internasional

Lingkungan Makro

Subsistem Penunjang : ‐ Kebijakan pemerintah ‐ Lembaga keuangan ‐ Lembaga penelitian ‐ Lembaga pendidikan

‐ Pemerintah

‐ Asosiasi perdagangan

Lingkungan Mikro

Subsistem On farm

(petani kedelai lokal)

Subsistem Hilir Kedelai:

• Pengolahan

• Pemasaran

Subsistem HuluKedelai: Industri pupuk organik dan anorganik, benih, alat dan mesin pertanian, industri pestisida

Faktor Fisik dan Infrastuktur : ‐ Tanah, air,

udara, sinar matahari, hewan dan vegetasi, iklim ‐ Lingkungan

(39)

4.4.1. Analisis Berlian Porter

Dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia dapat diketahui dengan menggunakan Teori Berlian Porter. Analisis dilakukan dengan menggunakan tiap

komponen dari Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Komponen

tersebut meliputi:

a) Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastuktur.

b) Demand Condition (DS), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam suatu negara.

c) Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan.

d) Firm Strategy, Structure, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik.

Keempat komponen di atas merupakan komponen utama pada Teori Berlian Porter. Selain itu terdapat dua faktor pendukung Teori Berlian Porter yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat komponen dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Dari hasil analisis komponen penentu dayasaing, kita dapat menentukan komponen yang menjadi keunggulan dan kelemahan dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Hasil keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan

perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri.

Empat komponen Porter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Kondisi Faktor Sumberdaya

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi digolongkan ke dalam lima kelompok:

a) Sumberdaya Fisik atau Alam

(40)

sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-lain.

b)Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d)Sumber Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter, fiskal serta peraturan moneter dan fiskal.

e) Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari ketersediaan, jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos, giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain.

2)Kondisi Pemintaan

(41)

sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional yaitu:

a) Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi:

i) Struktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi

dayasaing nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit.

ii) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan

tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu

produk, product features dan pelayanan.

iii) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri

merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing.

b)Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri melakukannya dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas.

c) Internasionalisasi Pemintaan Domestik

(42)

3)Industri Terkait dan Industri Pendukung

Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang telah memiliki

dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 4)Struktur, Persaingan, Strategi Perusahaan

Struktur industri dan perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.

a) Struktur Pasar

Istilah struktur pasar digunakan untuk menunjukan tipe pasar. Derajat

persaingan struktur pasar (degree of competition of market share) dipakai

untuk menunjukan sejauhmana perusahaan-perusahaan individual mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar. Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual

dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensi-dimensi yang

(43)

oligopoli, pasar monopsoni dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.

b)Persaingan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah.

c) Strategi Perusahaan

Dalam menjalankan suatu usaha, baik usaha yang berskala besar maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waktu, pemilik atau manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Dalam penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut. 5) Peran Pemerintah

(44)

Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik secara langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif pajak dan lain-lainnya yang juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan dayasaing global. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing global namun memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien.

6)Peran Kesempatan

(45)

Keterangan :

Garis ( ), menunjukan keterkaitan antara komponen utama yang saling mendukung

Garis ( ), menunjukan keterkaitan antara komponen penunjang yang mendukung komponen utama.

Gambar 4. The Complete System of National Competitif Advantage Sumber: Porter (1990)

Persaingan, Struktur, dan Strategi perusahaan 1.Persaingan Domestik 2.Struktur dan Strategi

(46)

4.4.2. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal kondisi agribisnis kedelai di Indonesia. Analisis SWOT dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT dan menghasilkan empat alternatif strategi yang mampu menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan serta kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Berikut ini merupakan matriks SWOT:

IFAS

Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal

Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal

Gambar 5. Matriks SWOT

Sumber David (2004)

Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan agribisnis kedelai lokal melalui proses identifikasi terhadap peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. Identifikasi kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukan dengan keadaan suatu atribut yang mendukung. Sedangkan kelemahan ditunjukan dengan keadaan atribut yang kurang mendukung. Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam perumusan strategi dengan menggunakan model SWOT.

(47)

Menurut David (2004), terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT yaitu:

1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal organisasi atau perusahaan.

2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal organisasi atau perusahaan.

3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal kunci organisasi atau perusahaan.

4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal kunci organisasi atau

perusahaan.

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan

strategi S-O.

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk

mendapatkan strategi W-O.

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk

mendapatkan strategi S-T.

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk

mendapatkan strategi W-O.

4.4.3. Arsitektur Strategik

Arsitektur strategik adalah suatu gambar rancangan arsitektur strategi yang bermanfaat bagi perusahaan untuk merumuskan strateginya ke dalam kanvas rencana organisasi untuk meraih visi dan misinya. Guna menyusun sebuah arsitektur strategik yang lengkap perlu diperhatikan komponen inti dan komponen pendamping. Komponen inti adalah komponen penting yang menjadi syarat cukup untuk menyusun arsitektur strategik. Sedangkan komponen pendamping merupakan turunan lanjutan dari komponen inti yaitu berupa kompetensi inti

organisasi dan strategic intent (Yoshida 2006).

(48)

V GAMBARAN UMUM KEDELAI DUNIA

DAN NASIONAL

5.1. Kedelai Dunia

5.1.1. Produksi Kedelai Dunia

Volume produksi kedelai dunia selama empat tahun mulai dari tahun 2006 hingga tahun 2009 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 volume produksi kedelai dunia mampu mencukupi permintaan kedelai dunia. Namun pada tahun 2007 dan 2008, dunia mengalami defisit kedelai sebesar 9 juta ton. Kondisi ini berubah pada tahun 2009, dimana produksi kedelai dunia mengalami surplus sebesar 16 juta ton, sehingga kebutuhan kedelai dunia dapat terpenuhi.

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Permintaan Kedelai Dunia (juta ton) Periode Tahun 2006 – 2009

Tahun Produksi

(juta ton)

Konsumsi (Juta ton)

Defisit (Juta ton)

2006 237 225 12

2007 221 230 -9

2008 211 220 -9 2009 250 234 16

Sumber: USDA (2010) [diolah]

Berdasarkan data di atas konsumsi kedelai dunia selama empat tahun terakhir terus mengalami kenaikan. Tingginya permintaan kedelai ini terjadi karena berbagai manfaat yang dapat diambil dari kedelai, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan. Bagi kebutuhan pangan sendiri, protein nabati yang terkandung dalam kedelai cukup besar dan baik untuk kesehatan. Di beberapa negara seperti Indonesia kedelai dikonsumsi ke dalam berbagai jenis panganan dan banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati yang relatif lebih murah bila dibandingkan dengan protein hewani yang ada pada daging. Sedangkan pada sektor non pangan, kedelai banyak digunakan sebagai

sumber energi alternatif (biofuel). Beberapa keunggulan inilah yang membuat

(49)

5.1.2. Negara Penghasil Kedelai Dunia

Berdasarkan data statistik Amerika merupakan negara penghasil kedelai terbesar di dunia. Hal ini ditunjukan dengan rata-rata jumlah produksi kedelai Amerika selama empat tahun terakhir sebesar 83 juta ton atau sebesar 35,75 persen dari total produksi dunia. Negara lain yang juga merupakan negara utama penghasil kedelai terbesar di dunia diantaranya Brazil dengan rata-rata produksi sebesar 26,58 persen, Argentina sebesar 19,54 persen, Cina sebesar 6,35 persen dan India sebesar 3,8 persen atau dengan rata-rata jumlah produksi masing-masing negara sebesar 61,7 juta ton, 45,4 juta ton, 14,7 ton, 8,8 juta ton.

Di pasar internasional, selain sebagai produsen utama kedelai dunia,

Amerika juga menguasai 43,11 persen ekspor dunia dan dipandang sebagai negara besar yang menguasai perdagangan kedelai dunia. Untuk itu setiap perubahan penawaran kedelai Amerika dapat menentukan harga kedelai internasional. Berbagai kebijakan terkait perdagangan kedelai di Amerika akan mempengaruhi kondisi perdagangan internasional kedelai.

Tabel 4. Jumlah Produksi Negara-Negara Penghasil Kedelai Terbesar di Dunia Periode Tahun 2006/2007 – 2009/2010 (000) Ton

Negara Poduksi Rata-rata Jumlah

Poduksi 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010

Amerika 87.001 72.859 80.749 91.417 83.006,50

Brazil 59.000 61.000 57.800 69.000 61.700,00

Argentina 48.800 46.200 32.000 54.500 45.375,00

Cina 15.074 13.400 15.540 14.980 14.748,50

India 7.690 9.470 9.100 9.000 8.815,00

Paraguay 5.856 6.900 4.000 7.200 5.989,00

Kanada 3.466 2.696 3.336 3.507 3.251,25

Lain-lain 9.346 7.875 9.427 10.618 9.316,50

Total 236.233 220.400 211.952 260.222 232.201,75

(50)

5.1.3. Eksportir Kedelai di Dunia

Berdasarkan data ekspor kedelai dunia, terlihat bahwa terdapat lima negara yang mendominasi ekspor kedelai dunia. Negara dengan volume ekspor terbesar adalah Amerika diikuti oleh Brazil, Argentina, Paraguay dan Kanada. Pada tahun 2009/2010 kelima negara tersebut telah berkontribusi sebesar 97,25 persen terhadap ekspor kedelai dunia. Selama empat tahun terakhir kontribusi terbesar diberikan oleh Amerika sebesar 43,11 persen dari total ekspor kedelai dunia yang diikuti oleh Brazil sebesar 33,66 persen, Argentina sebesar 13,18 persen, Paraguay sebesar 5,03 dan Kanada sebesar 2,41 persen.

Tabel 5. Ekportir Utama Kedelai Dunia Periode Tahun 2006/2007–2009/2010 (000) ton

Negara Volume

2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010

Amerika 30.386 31.538 34.817 40.852

Brazil 23.485 25.364 29.987 28.578

Argentina 9.560 13.839 5.590 13.088

Paraguay 3.907 4.585 2.234 5.350

Kanada 1.683 1.753 2.017 2.247

Lain-lain 1.840 1.696 2.197 2.548

Total 70.861 78.775 76.842 92.663

Sumber: USDA (2010)

5.1.4. Importir Kedelai

(51)

Indonesia, baik karena kebijakan maupun perubahan permintaan dalam negeri

tidak akan merubah harga kedelai dunia (Oktafiani 2010)2.

Tabel 6. Importir Kedelai Dunia Periode 2006/2007 – 2009/2010

Negara Volume

2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010

China 28.726 37.816 41.098 50.338

Uni Eropa 15.291 15.123 13.213 12.301

Mexico 3.844 3.614 3.327 3.523

Jepang 4.094 4.014 3.396 3.401

Taiwan 2.436 2.148 2.216 2.469

Thailand 1.532 1.753 1.510 1.660

Mesir 1.328 1.061 1.575 1.638

Indonesia 1.309 1.147 1.393 1.620

Korea Selatan 1.231 1.232 1.167 1.197

Rusia 34 442 837 1.037

Lain-lain 9.238 9.761 7.644 7.531

Total 69.063 78.111 77.376 86.715

Sumber: USDA (2010)

5.1.5. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Negara Penghasil Kedelai

Perkembangan luas panen kedelai di dunia sejak tahun 1970 hingga 2007 cenderung meningkat dengan pola kecenderungan yang hampir serupa. Rata-rata pertumbuhan luas panen pada periode ini adalah sekitar 3,32 persen setiap tahunnya, sementara produksi tumbuh sekitar 4,89 persen setiap tahun. Menurut data FAO tahun 2000 tercatat luas panen kedelai di dunia adalah sebesar 94,9 juta hektar sementara produksinya adalah sekitar 216 juta ton (Pusat Data Informasi Pertanian 2008).

       2

(52)

Berdasarkan luas panen, terdapat lima negara yang memiliki luas panen kedelai terbesar di dunia. Jika dikomulatifkan kelima negara tersebut menyumbang sebesar 89,9 persen terhadap luas panen dunia. Peringkat pertama negara yang memiliki luas panen kedelai terbesar di dunia adalah Amerika dengan kontribusi luas panen sebesar 32,53 persen, diikuti oleh Brazil dengan kontribusi sebesar 23,10 persen, Argentina 15,7 persen, Cina 10,1 persen dan India sebesar 8,46 persen. Jika ditinjau dari produksi kedelai dunia, kumulatif produksi kelima negara tersebut sebesar 92,36 persen dan hampir 80 persen produksi kedelai di dunia berasal dari tiga negara produsen kedelai yaitu Amerika dengan kontribusi sebesar 37,51 persen, Brazil 25,10 persen dan Argentina 18,17 persen.

Bila dilihat dari keragaan produktivitas kedelai dunia terjadi fenomena menarik, dimana negara-negara yang memiliki produktivitas tinggi justru tidak dimiliki oleh negara-negara produsen utama kedelai dunia. Kelima negara yang memiliki produktivitas tertinggi diantaranya Georgia, Turki, Mesir, Italia dan Switzerland. Produktivitas kedelai dunia dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 6. Rata-rata Produktivitas Kedelai Dunia (Ton) Tahun 2003-2007

Sumber: Pusat Data Informasi Pertanian 2008

5.1.6. Tingkat Harga Kedelai Dunia

(53)

kedelai. Sedangkan pada saat produksi oleh sejumlah negara penghasil kedelai mengalami peningkatan maka harga akan turun. Perkembangan harga kedelai dunia dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Harga Kedelai Dunia Bulanan (Januari Tahun 2000–Januari 2010)

Sumber: World Bank dalam USDA (2010)

Menurut World Bank (November 2009), harga kedelai tahun 2009 rata-rata setiap tonnya sebesar $ 437, turun 16 persen dari tahun 2008. Puncak harga kedelai dunia terjadi pada tahun 2008. Kenaikan harga ini terjadi karena respon terhadap permintaan yang kuat pada persaingan tanaman yang digunakan sebagai

bahan baku biofuel.Saat ini harga kedelai mengalami kenaikan. Kenaikan harga

kedelai dunia juga berimbas pada kenaikan harga kedelai di dalam negeri karena sebagian besar kebutuhan kedelai dalam negeri berasal dari kedelai impor yang harganya tergantung pada harga kedelai internasional. Berdasarkan data

Bloomberg dalam USDA (2010), harga kedelai di Chicago Board of Trade

(CBOT) untuk pengiriman Mei 2011 akhir pekan lalu ada di level US$ 13,71 per

(54)

kedelai ini disebabkan karena petani lebih banyak menanam jagung dan gandum

sehingga luas panen untuk kedua komoditas ini lebih besar3.

5.2. Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia 5.2.1. Subsistem hulu

Subsistem hulu merupakan bagian dari sistem agribisnis kedelai lokal yang meliputi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan pendistribusian sarana produksi seperti benih, pupuk dan alat-alat pertanian yang dapat mendukung terlaksananya usahatani kedelai. Kuantitas dan kualitas hasil panen kedelai sangat ditentukan oleh tersedianya input usahatani khususnya penggunaaan benih unggul dan pupuk.

Benih yang digunakan oleh petani kedelai lokal berasal dari perbanyakan yang dilakukan oleh balai benih. Benih yang diperbanyak oleh balai benih merupakan benih unggul bermutu yang kemudian melewati tahap sertifikasi hingga sampai ke tangan produsen. Petani kedelai lokal umumnya jarang yang menggunakan benih unggul bermutu dalam pertanaman kedelai. Sebagian besar petani kedelai lokal menggunakan benih hasil panen musiman sebelumnya atau dari hasil panen sendiri atau membeli benih ke pedagang hasil bumi yang mendapat kedelai dari hasil panen di wilayah lain dari musim panen sebelumnya (sistem jabalsim). Pedagang benih tersebut biasanya melakukan pembersihan dan sortasi benih agar kenampakan biji menjadi lebih baik. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh tambahan keuntungan karena harga benih dapat lebih tinggi daripada harga biji maupun calon benih tanpa dilakukan pembersihan dan sortasi. Penggunaan benih kedelai dengan cara-cara tersebut diperkirakan mencapai 90 persen, yang berarti penggunaan benih kedelai bermutu dan bersertifikat tidak lebih dari 10 persen. Padahal penggunaan benih bermutu sangat besar pengaruhnya terhadap produksi kedelai yang dihasilkan.

       3

Anonim. 2011. Stok Kedelai Dunia Menipis Harga Kedelai Melambung. http: //industri. kontan. co.id /v2/read/ Industri/ 64458/ Stok-kedelai-dunia-menipis-harga-kedelai-melambung [diakses 2 maret 2011]

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tabel 2. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 1999- 2008
Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis          Sumber: Saragih (2010)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tarif impor bertujuan untuk melindungi petani dari banyaknya kedelai yang masuk ke pasar dalam negeri sehingga kedelai domestik dapat bersaing dengan kedelai impor..

Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan faktor penentu yang sangat penting bagi upaya peningkatan dayasaing industri kopi nasional. Penguasaan

Kondisi iklim dan topografi alam Indonesia merupakan modal awal bagi pengembangan agribisnis teh di negara ini. Sumberdaya alam yang kita miliki merupakan suatu bentuk

Ketika HKI naik 20 persen, kemudian HKN menyainginya dengan meningkat sebesar lebih dari 30 persen, maka dari sisi produsen, kuantitas impor kedelai, luas area tanam kedelai

Pengaruh Jumlah Produksi Kedelai Dalam Negeri , Harga Kedelai Dalam Negeri Dan Kurs Dollar Amerika Terhadap Volume. Impor

Output Korelasi Harga Kedelai Lokal Dengan Volume Impor

Seperti yang disebut di atas, penelitian ini akan mengamati pengaruh Harga Kedelai, Konsumsi, Produksi, dan Kurs terhadap Impor Kedelai Indonesia menggunakan alat

Interpretasi Hasil Selama periode penelitian tahun 1990-2021 dapat djelaskan bahwa nilai impor kedelai Indonesia dipengaruhi oleh produksi kedelai, konsumsi kedelai, luas panen, dan