• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK DEPOSITO PADA BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PONOROGO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK DEPOSITO PADA BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PONOROGO SKRIPSI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK DEPOSITOPADA BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG

PONOROGO

SKRIPSI

Oleh :

ARDLIANA MUKARROMAH NIM: 210214320

Pembimbing DEWI IRIANI, M.H. NIP. 198110302009012008

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)

ix ABSTRAK

Mukarromah, Ardliana. 2018. “Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha Pada Produk Deposito Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo”. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dewi Iriani, M.H.

Kata Kunci: Fatwa DSN MUI, fiqh muamalah, Prinsip Distribusi Hasil Usaha. Untuk mengantisipasi kebutuhan pasar keuangan yang berprinsip syariah, maka keberadaan perbankan syariah menjadi jitu bagi transaksi yang oleh sebagian besar masyarakat dianggap aman dari riba. Hal yang mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional dan syariah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuntungan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan syariah. Dan dalam pembagian hasil usaha sebuah lembaga keuangan syariah boleh menerapakan prinsip revenue sharing atau profit sharing. Salah satu produk pada Bank Syariah kantor Cabang Ponorog adalah deposito. Deposito membutuhkan kerangka distribusi bagi hasil untuk membagi keuntungan. Akan tetapi dalam praktinya tidak ada kejelasan mengenai prinsip apa yang akan diterapkan pada produk deposito. Dan dalam pemilihan prinsip distribusi hasil usaha tersebut harus ada kesepakatan pada awal akad antara pihak bank dan pihak nasabah tetapi dalam praktinya tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Prinsip apakah yang diterapkan dalam pendistribusian hasil usaha pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dan Bagaimana tinjauan fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di Bank Syariah Kantor Cabang Ponorogo.

Adapun jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian lapangan yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis yang digunakan menggunakan metode deduktif yaitu cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu kaidah atau pendapat yang umum menuju suatu pendapat yang bersifat khusus.

(3)
(4)
(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga. Bank syariah juga dapat diartiakan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berdasarkan al-Qur’an dan hadis nabi SAW. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan dalam pasal 1 bahwa “Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.1

Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 hingga 1999, perkembangan Bank Muamalat Indonesia, masih tergolong stagnan. Secara yuridis di tatanan undang-undang dimulai pada tahun 1992 dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memuat ketentuan-ketentuan yang secara ekplisit memperbolehkan bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal tersebut dipertegas melalui peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Kemudian dipertegas lagi melalui Undang-undang

1

(6)

Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Undang-undang ini secara tegas membedakan bank berdasarkan pada pengelolaannya terdiri dari bank konvensional dan bank syariah, baik itu bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah yang telah beroperasi.2

Pada 1999, berdirilah Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti. Bank Susila Bakti merupakan bank konvensional yang dibeli oleh Bank Dagang Negara, kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, bank kedua di Indonesia. Pendirian Bank Syariah Mandiri menjadi pertaruhan bagi banker syariah. Bila Bank Syariah Mandiri berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat berkembang. Sebaliknya bila Bank Syariah Mandiri gagal, maka besar kemungkinan bank syariah di Indonesia akan gagal. Hal ini disebabkan karena Bank Syariah Mandiri merupakan bank syariah yang didirikan oleh Bank BUMN milik pemerintah. Ternyata Bank Syariah Mandiri dengan cepat mengalami perkembangan. Pendirian Bank Syariah Mandiri diikuti oleh pendirian beberapa bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.3

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah, serta kemudian disusul dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah

2

Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan

Dinamika Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016), 27.

3

(7)

diubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Di tahun 2008, pemerintah Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.4

Dalam proses penghimpunan dana, prinsip-prinsip syariah yang perlu mendapat perhatian lembaga perbankan ialah bagaimana menjamin perolehan dana yang halal, serta bagaimana menjalankan transaksi dengan pihak nasabah secara syar’i. berdasarkan ketentuan (pasal 36 huruf a)

Peraturan Bank Indonesia No: 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah, ditegaskan bahwa penghimpunan dana dari masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain giro berdasarkan prinsip

wadiah, tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan atau mud}a>rabah,

serta deposito berdasarkan prinsip mud}a>rabah.5

Dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mud}a>rabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan atau unit usaha syariah.6 Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk kepentingan invetasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam

4

Umam Dan Budi Utomo, Perbankan Syariah, 30.

5

Burhanudin, Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Press, 2008), 287.

6

(8)

perbankan syariah akan memakai prinsip mud}a>rabah. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk

mud}a>rabah, yakni:

1. Deposito mud}a>rabah mutlaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syariah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

2. Deposito mud}a>rabah muqayyadah, pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.7

Dalam deposito mud}a>rabah, simpanan berupa investasi tidak terikat oleh pihak ketiga yang berhubungan dengan bank syariah. Penarikan deposito hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu

7

(9)

berdasarkan perjanjian antara nasabah pemilik dana (sahibul mal) dengan bank (mud}a>rib) sebagai pengelola dana.8

Berbeda dengan bank konvesional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad. Dasar perhitungan bagi hasil menggunakan dua metode yaitu bagi hasil dengan menggunakan net revenue sharing dan bagi hasil dengan menggunakan profit sharing. Revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya.

Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dalam mengalihkan nisbah yang telah disetujui dengan pendapatan bruto. Sedangkan profit sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari laba usaha.9Profit sharing merupakan sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Jadi, secara sederhana bisa difahami bahwa revenue sharing merupakan pembagian keuntungan yang belum dikurangi biaya operasional sedangkan profit sharing merupakan pembagian yang sudah dibagi dengan biaya operasional.

Dalam fatwa DSN no. 15/DSN-MUI/IX/2000 juga diterangkan tentang ketentuan umum prinsip distribusi hasil usaha yaitu :

8

Burhanuddin, Hukum Perbankan, 289.

9

(10)

1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net

revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam

pembagian hasil usaha dengan mitranya (nasabah)-nya.

2. Dilihat dari kemaslahatan (aslah), saat ini pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing).

3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.10

Bank syariah wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional, yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.11

Dalam praktiknya kegiatan ekonomi belum serta merta menerapkan prinsip syariah. Masih banyak dijumpai keadaan yang dianggap bertentangan dengan prinsip syariah. Untuk mengetahui tingkat pelaksanaan prinsip syariah, diperlukan sebuah penelitian terhadap lembaga keuangan syariah khususnya pada penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito. Penelitian ini difokuskan pada lembaga keuangan syariah yakni Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.

Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo salah satu produk penghimpunan dana dari masyarakat adalah deposito. Jenis

10

Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah, 2.

11

(11)

deposito yang ada di Bank Syariah Mandiri kantor Cabang Ponorogo hanya deposito mud}a>rabah mutlaqah dengan jangka waktu 1 bulan, 3bulan , 6 bulan, 12 bulasn.

Nisbah dalam produk deposito pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo:

Jangka waktu Nasabah Bank

1 bulan 46% 54%

3 bulan 47% 53%

6 bulan 48% 52%

12 bulan 49% 51%

(12)

antara kedua belah pihak.12 Dalam hal ini bagaimana pembagian bagi hasil yang berikan nasabah, apakah pembagian berdasarkan pendapatan kotor atau pendapatan bersih. Hal ini belum jelas.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan maka dianggap penting untuk melaksanakan penelitian, sehingga dapat diketahui penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada perbankan syariah. Sehingga penelitian ini mengambil judul “Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha

Pada Produk Deposito Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo ”

B. Rumusan Masalah

1. Prinsip apakah yang diterapkan dalam pendistribusian hasil usaha pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo?

2. Bagaimana tinjauan fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di Bank Syariah Kantor Cabang Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prinsip distribusi hasil usaha yang diterapkan pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo. 2. Untuk mengetahui tinjauan fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah

Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil

12

(13)

usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di Bank Syariah Mandiri Ponorogo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum bisnis Islam yang berkaitan dengan penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito. Sehingga bisa menjadi acuan dan rujukan bagi pada dosen dan mahasiswa di IAIN ponorogo. 2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi bank dalam menerapkan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito.

E. Telaah Pustaka

Penelitian yang dilakukan oleh Pandu Panuntun mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014 dengan judul Penerapan Bagi Hasil Pada Tabungan Haji BRI Syariah Jakarta. Penelitian ini membahas tentang 1) bagaimana penerapan bagi hasil pada tabungan haji mud}a>rabah di BRI Syariah. 2) bagaimana perkembangan produk tabungan haji mud}a>rabah pada BRI Syariah dari tahun ke tahun.

(14)

kepada sahibul mal melalui bagi hasil yang disepakati bersama terus dipotong biaya-biaya operasional. 2) Perkembangan tabungan haji di BRI Syariah berkembang sangat pesat dikarenakan bisa dilihat dan semakin banyaknya masyarakat Indonesia khususnya yang ingin menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun semakin meningkat pesat dan itu juga tidak lepas dari peranan bank BRI Syariah dalam mengembangkan produk tabungan hajinya agar semua kalangan ataupun golongan dapat menunaikan ibadah haji.13

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Azizah mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2009 dengan judul Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah Pada Praktik Pembiayaan mud}a>rabah atau Renevue

Sharing (studi kasus di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta). Penelitian

ini membahas tentang 1) Bagaimana praktik pembiayaan mud}a>rabah atau revenue sharing di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta. 2) Apakah praktik pembiayaan mud}a>rabah atau revenue sharing di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta telah diterapkan sesuai Prinsip Syariah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rukun, syarat dan ketentuan pembiayaan mud}a>rabah, penentuan besar nisbah bagi hasil, alur penyelenggaraan pembiayaan mud}a>rabah yang diterapkan di BMT Nuur Ummah Surakarta dilaksanakan sesuai dengan Prinsip Syariah. Pembiayaan mud}a>rabah bermasalah yang terjadi di BMT Nuur Ummah Surakarta sebagian besar dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh

13 Pandu Panuntun, “Penerapan Bagi Hasil Pada Tabungan Haji BRI Syariah Jakarta”,

(15)

pihak mud}a>rib. Perlakuan BMT Nuur Ummah Surakarta dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada praktik pembiayaan

mud}a>rabah belum sesuai dengan prinsip syariah.14

Penelitian yang dilakukan oleh Wika Ramdhani Hafid Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar tahun 2018 dengan judul Analisis Prinsip

Profit Sharing Dan Renevue Sharing Program Tabungan mud}a>rabah

Dan Deposito mud}a>rabah (Studi Pada PT Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Utama Makassar). Penelitian ini membahas tentang 1) Bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapkan PT Bank Muamalat KC Makassar pada program tabungan mud}a>rabah. 2) bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapkan PT Bank Muamalat KC Makassar pada program deposito mud}a>rabah.3) bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapakan PT Bank Muamalat KC Makassar perspektif islam ditinjau dari Shariah Enterprice Theory.

Hasil penelitin ini 1) menunjukkan bahwa Produk dan jasa penghimpun dana seperti Tabungan dan Deposito pada PT Bank Muamalat Indonesia adalah suatu simpanan dan investasi yang berdasarkan akad mud}a>rabah muthlaqah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau bilyet giro. 2) Dalam sistem tabungan dan deposito

14 Nur Azizah, “Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah Pada Praktik Pembiayaan Mudharabah

(16)

mud}a>rabah tingkat keuntungan yang diperoleh nasabah akan mengalami peningkatan dan penurunan tergantung kepada nisbah bagi hasil yang diperoleh. Bagi hasil di Bank Muamalat Indonesia dihitung pada akhir bulan. 3) Pendistribusian bagi hasil dengan prinsip profit

sharing pada Bank Muamalat Indonesia lebih sesuai dengan teori maslahat

karena masing-masing pihak menanggung keuntungan dan kerugian sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan dan akan mencapai kesejahteraan dan kedua bela pihak akan merasakan mudharatnya.15

Adapun posisi penelitian ini memiliki beberapa persamaan tentang dan perbedaan. Persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang prinsip distribusi bagi hasil. Sedangkan perbedaannya yaitu objek yang digunakan dalam penelitian dan indikator penelitiannya. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan merupakan suatu penelitian yang dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya. Peneliti lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk

15 Wika Ramadhani Hafid, “Analisis Prinsip

Profit Sharing Dan Renevue Sharing Program

(17)

menemukan secara khusus dan realistik apa yang terjadi pada suatu saat di tengah masyarakat.16

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti memaparkan informasi yang diperoleh dari Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo secara langsung yang berhubungan dengan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito. Kemudian mengevaluasi dengan berbagai teori yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian ini.

2. Kehadiran Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pengamat penuh, peneliti hanya berperan dalam menggali data penelitian. Peneliti langsung terjun kelapangan dan langsung melakukan wawancara dengan pegawai dan nasabah Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek Penelitian ini berada di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo Jl. Soekarno Hatta No. 216, Kel. Banyudono, Kec. Ponorogo, Kab. Ponorogo, Jawa Timur. Penulis memilih lokasi ini dikarenakan masih perlu dilakukan kajian terhadap penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.

16

(18)

4. Sumber Data

a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli. Adapun yang menjadi data primer di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo adalah costumer service dan SFE

(Syariah Funding Executive).

b. Sumber data sekunder adalah data yang telah tersedia atau telah diteliti kemudian peneliti selanjutnya mengekstrak data untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Untuk membantu menelaah data-data yang dihimpun dari sumber data primer antara lain buku-buku dan jurnal yang membahas mengenai prinsip distribusi hasil usaha dan fatwa Dewan Syariah Nasional.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah:

1) Wawancara yang dilakukan dengan bapak Yunias Agil selaku

costumer service dan dengan ibu Eka Winingsih selaku SFE

(Syariah Funding Executive).

(19)

3) Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran.

6. Analisis Data

a. Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang terkumpul, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, keselarasan satu dengan yang lainnya, relevansi, dan beragam masing-masing dalam kelompok data.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan dan relevan dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan masalah.

c. Analiting, yaitu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Data yang dianalisa tersebut kemudian diolah menggunakan teori dan dalil-dalil yang sesuai, sehingga bisa ditarik kesimpulan.17

Dalam penyusunan skripsi ini, cara yang digunakan penulis untuk menganalisa data adalah menggunakan metode deduktif. Metode deduktif yaitu cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu kaidah atau pendapat yang umum menuju suatu pendapat yang bersifat khusus.18 Dalam hal ini penulis berusaha untuk

17

Damanuri, Metodologi, 153.

18

(20)

mengumpulkan data sebagaimana tersebut di atas lalu menganalisanya dari fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah, kemudian dijadikan pedoman dalam menganalisis penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik triagulasi.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber. Dimana peneliti melakukan pengecekan data tentang keabsahannya, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan hasil wawancara dengan wawancara lainnya yang kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.19

G. Sistematika Pembahasan

19

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D

(21)

Dalam rangka mempermudah pemahaman maka dalam pembahasan ini akan disusun secara sistematis sesuai dengan tata urutan dan permasalahan yang ada antara lain:

BAB I Pendahuluan

Bab ini merupakan pendahuluan untuk mengantarkan dalam menyusun penelitian secara keseluruhan. Pada bab ini terdiri dari sub bab yaitu latar belakang masalah untuk mengetahui kenapa penelitian ini menarik untuk diteliti. Kemudian rumusan masalah menjelaskan fokus penelitian yang dilakukan dalam penelitian. Selanjutnya tujuan penelitian dan kegunaan penelitian untuk mengetahui tujuan yang diharapkan oleh peneliti, dan manfaat yang akan diperoleh jika penelitian itu dilakukan. Untuk selanjutnya kajian pustaka, tujuannya untuk mengetahui isi dari penelitian yang telah ada terdahulu. landasan teori, metode penelitian kemudian sistematika pembahasan.

BAB II Kajian Teori

(22)

15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha

BAB III Paparan data

Pada bab ini dipaparkan mengenai data yang diperoleh dalam penelitian, yaitu data mengenai gambaran umum dari Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dan penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.

BAB IV Pembahasan/analisis

Bab ini berisi tentang pemaparan analisa antara kajian teori dan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, yaitu tentang penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito dan hasil analisa fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo

BAB V Penutup

(23)

19 BAB II LANDASAN TEORI A. Prinsip Distribusi Hasil Usaha

Distribusi bagi hasil adalah perhitungan pembagian usaha antara penyandang dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mud}a>rib) sesuai dengan nisbah yang disepakati pada awal akad. Distribusi bagi hasil dapat juga berupa analisis besarnya hasil usaha yang digunakan sebagi dasar perhitungan bagi hasil.1 Bank syariah dapat menerapkan prinsip distribusi hasil usaha berdasarkan pada pendapatan (revenue) atau berdasarkan pada keuntungan (profit) sebagai berikut:

1. Profit Sharing

Profit sharing (bagi untung bersih), yaitu perhitungan bagi hasil

didasarkan kepada hasil bersih dari keseluruhan pendapatan setelah dikeluarkan segala biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.2

Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam akad akan mendapat bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperoleh bahkan tidak mendapatkan keuntungan apabila pengelola dana mengalami kerugian, disini unsur keadilan dalam berusaha betul-betul diterapkan,

1

Gita Danu Pranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah (Jakarta:Salemba 4,2013), 127.

2

(24)

bila keuntungan besar maka pemilik dana juga mendapatkan bagian besar dan sebaliknya.3

Pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian, atau bentuk produk bisnis koorporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebutkan tadi, harus melakukan transparasi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalakan proyek.4

Keuntungan merupakan selisih antara penjualan/pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha. Ketidakpastian pada penggunaan skema profit

sharing dapat dibedakan menjadi tiga hal berikut:

a. Penjualan/pendapatan usaha

Dalam hal ini terdapat ketidakpastian berupa naik turunnya penjualan/pendapatan usaha, baik dalam hal volume maupun harganya. Hal ini dapat diprediksi dari data penjualan/pendapatan usaha periode sebelumnya dan analisi atas kondisi peekonomian dan industri saat ini.

b. Harga pokok penjualan/biaya produksi

3

Muhammad Sholahuddin, Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam (Yogyakarta: Ombak, 2014), 105.

4

(25)

Ketidakpastian berupa naik turunnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead, baik yang terjadi karena naik turunya harga maupun tingkat efesiensi dan produktivitasnya dapat diprediksi melalui analisis atas pergerakan harga dari beberapa komponen utama biaya produksi dan pengukuran tingkat efesiensi dan produkivitas wirausaha.

c. Biaya penjualan, biaya umum dan administrasi

Ketidakpastian berupa naik turunnya biaya pejualan, biaya umum dan administrasi juga dapat disebabkan oleh faktor harga atau tingkat efesiensinya.5

Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proposional antara shahibul mal dengan mud}a>rib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mud}a>rabah, bukan untuk kepentingan pribadi mud}a>rib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul mal

dan mud}a>rib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan

secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian ditutup dan ekuiti shahibul mal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka.6

Apabila bank menggunakan sistem bagi hasil profit sharing, dimana bagi hasil diperhitungkan dari pendapatan bersih setelah

5

M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2012), 74.

6

(26)

dikeluarkan biaya bank, kemungkinan yang akan terjadi ialah bagi hasil yang diterima shahibul mal (penabung) akan semakin kecil. Hal ini tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan, apabila ternyata secara umum kadar bunga di pasaran lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan uangnya kepada bank syariah dan berpengaruh menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan. Akibatnya, untuk menghindari risiko tersebut, pihak bank harus mengalokasikan sebagian peruntukan bagi hasil yang diterima bank (mengurangi nisbahnya) untuk dibagikan kepada nasabah sehingga tetap bisa bersaing dengan sistem bunga di pasaran.7

2. Revenue Sharing

Revenue sharing (bagi pendapatan), yaitu perhitungan bagi hail

yang didasarkan kepada keseluruhan pendapatan yang diterima sebelum dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.8

Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa menerima berbagi hasil dan berbagi risiko, maka sebagian bank syariah di Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian Revenue sharing, di samping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara terperinci memaparkan biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana. Proses distribusi pendapatan seperti itu, dilakukan

7

Iska, Sistem Perbankan Syariah, 114.

8

(27)

sebelum memperhitungkan biaya operasional yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dan tidak termasuk pendapatan fee atau komisi atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut pertama-tama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional.9

Revenue sharing mengandung kelemahan, karena apabila tingkat

pendapatan bank sedemian rendah maka bagian bank, setelah pendapatan didistribusiakan oleh bank, tidak mampu membiayai kebutuhan operasionalnya (yang lebih besar daripada pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani pada pemegang saham sebagai penanggung kerugian. Sementara para penyandang dana atau investor lain tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya operasional tersebut. Dengan kata lain, secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal invetasi nasabah, karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif. Selain belum sepenuhnya belum sesuai dengan prinsip syariah, pola Revenue sharing tidak berbeda statusnya dengan wadiah. Oleh karena itu tidak dapat dikategorikan sebagai kuasi ekuitas.10

Mekanisme revenue sharing masih diterapkan pada bank syariah di Indonesia disebabkan oleh upaya untuk mengikat nasabah penabung atau penyimpan. Sebab nasabah ini akan keluar jika mereka tidak

9

Muhammad, manajemen, 279. 10

(28)

memperoleh apa-apa dalam menyimpan atau menabung dananya. Pendekatan ini diterapkan semata-mata ditujukan untuk meraih pasar.11

Pada transaksi berbasis revenue sharing, pendapatan pemegang modal hanya akan bergantung pada tingkat ketidakpastian usaha sementara tingkat pendapatan bagi mud}a>rib akan tergantung pada tingkat ketidakpastian dari kondisi usaha serta biaya-biaya yang timbul dalam proses realitasi kegiatan usaha tersebut. Dengan kata lain perjanjian dengan berbasis renevue sharing memiliki ketidakpastian/risiko yang lebih rendah dibandingkan kontrak profit

sharing jika dilihat dari kacamata pemilik dana.

Pemilik dana yang bersifat risk-averse akan memilih bentuk kontrak revenue sharing dibandingkan profit sharing mengingat

revenue sharing dapat mereduksi risiko financial walaupun masih

memiliki tingkat return yang sama, karena X selalu ≥ 0, sedangkan nilai (X-C) bisa ≥ 0 atau ≤ 0. Artinya, dengan revenue sharing pemilik dana tidak pernah rugi (minimal bagi hasil=0 tetapi modalnya utuh), sedangkan dengan profit sharing pemilik dana dapat mengalami kerugian sampai sebatas modalnya.12

Bank syariah menerapkan kontrak revenue sharing dalam memberikan surplus keuangan kepada nasabahnya. Secara praktis, selama suatu bank syariah masih berpotensi, para nasabah masih memiliki imbalan yang positif. Satu-satunya potensi kerugian bagi

11

Muhammad, Manajemen, 280.

12

(29)

nasabah adalah pada saat terjadinya proses likuiditas (pada saat suatu bank syariah memiliki kinerja keuangan yang buruk dan dapat menimbulkan dampak sistemik) ketika nasabah berada dalam posisi

first come first served. Pada saat diberlakukannya suatu jaminan

pengembalian dana pihak ketiga oleh pemerintah, nasabah perbankan syariah secara efektif akan berada pada posisi tidak pernah rugi. Oleh karena itu, secara umum sisa pasiva struktur keuangan perbankan syariah mendekati struktur yang dimiliki oleh perbankan konvensional. Konsep alokasi surplus seperti ini secara jelas menunjukkan bahwa bank syariah di Indonesia pada saat ini tengah mengadopsi konsep

hybrid untuk menarik minat/melindungi risk-averse deposito. Jadi,

secara keuangan nasabah yang menyimpan dananya di bank syariah belum siap untuk menerapkan konsep bagi hasil secara murni. Para nasabah pada dasarnya masih membutuhkan suatu tingkat keamanan tertentu terhadap pokok dana yang dimiliki.13

3. Landasan Syariah Prinsip Distribusi Hasil Usaha

a. Dalam al-Qur’an Q.S al-Baqarah ayat 282, Allah SWT memerintahkan jika kita melakukan transaksi utang piutang untuk jangka waktu yang ditentukan maka kita diminta untuk menuliskannya.

ُهوُبُتْكاَف ىِّمَسُم ٍلَجَأ َٰلَِإ ٍنْيَدِب ْمُتْنَ ياَدَت اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

ۚ

ِلْدَعْلاِب ٌبِتاَك ْمُكَنْ يَ ب ْبُتْكَيْلَو

ۚ

َأ ٌبِتاَك َبْأَي َلََو

اَمَك َبُتْكَي ْن

13

(30)

ُوَّللا ُوَمَّلَع

ۚ

ُوَّبَر َوَّللا ِقَّتَيْلَو ُّقَْلْا ِوْيَلَع يِذَّلا ِلِلْمُيْلَو ْبُتْكَيْلَ ف

اًئْيَش ُوْنِم ْسَخْبَ ي َلََو

ۚ

ْوَأ اًهيِفَس ُّقَْلْا ِوْيَلَع يِذَّلا َناَك ْنِإَف

ُيْلَ ف َوُى َّلُِيُ ْنَأ ُعيِطَتْسَي َلَ ْوَأ اًفيِعَض

ِلْدَعْلاِب ُوُّيِلَو ْلِلْم

ۚ

ْمُكِلاَجِر ْنِم ِنْيَديِهَش اوُدِهْشَتْساَو

ۚ

ٌلُجَرَ ف ِْيَْلُجَر اَنوُكَي َْلَ ْنِإَف

َرِّكَذُتَ ف اَُهُاَدْحِإ َّلِضَت ْنَأ ِءاَدَهُّشلا َنِم َنْوَضْرَ ت ْنَِّمِ ِناَتَأَرْماَو

ٰىَرْخُْلْا اَُهُاَدْحِإ

ۚ

َهُّشلا َبْأَي َلََو

اوُعُد اَم اَذِإ ُءاَد

ۚ

اوُمَأْسَت َلََو

ِوِلَجَأ َٰلَِإ اًيرِبَك ْوَأ اًيرِغَص ُهوُبُتْكَت ْنَأ

ۚ

ِوَّللا َدْنِع ُطَسْقَأ ْمُكِلَٰذ

اوُباَتْرَ ت َّلََأ َٰنَْدَأَو ِةَداَهَّشلِل ُمَوْ قَأَو

ۚ

ًةَرِضاَح ًةَراَِتِ َنوُكَت ْنَأ َّلَِإ

ْمُكَنْ يَ ب اَهَ نوُريِدُت

اَىوُبُتْكَت َّلََأ ٌحاَنُج ْمُكْيَلَع َسْيَلَ ف

ۚ

اوُدِهْشَأَو

ْمُتْعَ ياَبَ ت اَذِإ

ۚ

ٌديِهَش َلََو ٌبِتاَك َّراَضُي َلََو

ۚ

ُوَّنِإَف اوُلَعْفَ ت ْنِإَو

ْمُكِب ٌقوُسُف

ۚ

َوَّللا اوُقَّ تاَو

ۚ

ُوَّللا ُمُكُمِّلَعُ يَو

ۚ

ٍء ْيَش ِّلُكِب ُوَّللاَو

ٌميِلَع

(31)

lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.14

b. Dalam al-Qur’an Q.S al-Maidah ayat 1, Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman untuk memenuhi akad-akadnya.

ِدوُقُعْلاِب اوُفْوَأ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

ۚ

ِماَعْ نَْلْا ُةَميَِبَ ْمُكَل ْتَّل ِحُأ

ٌمُرُح ْمُتْ نَأَو ِدْيَّصلا يِّلُِمُ َرْ يَغ ْمُكْيَلَع ٰىَلْ تُ ي اَم َّلَِإ

ۚ

َوَّللا َّنِإ

ُديِرُي اَم ُمُكَْيَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.15

c. Kaidah fiqh:

ِْيِرْحَّتلاىَلَعُلْ يِلَّدلَّْلَُدَيىَّتَحةَحاَبِلإْاِءاَيْشَلْْاىِفُلْصَلْ

Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya

ِللاُمْكُحَّمَثَ فُةَحَلْصَمْلاِتَدِجُواَم

Dimana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah.16 4. Perbedaan Profit Sharing dan Revenue Sharing

Perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing sebagai berikut:

Profit Sharing Revenue Sharing

Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan

Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan

14

Depag RI. al- Quran dan Terjemahan (Bandung : Sygma, 2012), 48.

15

Depag RI. al- Quran dan Terjemahan (Bandung : Sygma, 2012), 106

16

(32)

bersih setelah pengurangan total

cost terhadap total revenue.

kotor dari penyaluran dana, tanpa harus dikalkulasikan terlebih dahulu dengan biaya-biaya pengeluaran operasional usaha. Biaya-biaya operasional akan

dibebankan ke dalam modal usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh shahibul mal.

Biaya-biaya akan ditanggung bank syariah sebagai mud}a>rib, yaitu pengelola modal.

Pendistribusian pendapan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari hasil investasi dana atau pendapatan dari fee atas jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi seluruh biaya-biaya operasional.

Pendistribusian pendapan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari penyaluran dana shahibul mal, sedangkan pendapatan fee atas jasa-jasa bank syariah merupakan pendapatan murni bank sendiri. Dari pendapatan fee inilah bank syariah dapat menutupi biaya-biaya operasional yang ditanggung bank syariah.17

B. Dewan Syariah Nasional

17

(33)

1. Kedudukan dan Kewenangan Fatwa DAN MUI dalam Perbankan Syariah

Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi pelaksanaan hukum perbankkan syariah berada di bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Karena perkembangan lembaga keuangan syariah yang cukup pesat, maka diperlukan adanya suatu lembaga khusus yang menangani masalah-masalah terkait dengan sistem ekonomi syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah. MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat membentuk satu dewan syariah berskala nasional yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. Kep-754/MUI/II/1999.18

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk hukum perbankkan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi dan perbankkan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang keberadaannya berfungsi sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat islam.

Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas

18

(34)

pertimbangan Badan Pelaksana Harian (PPH) yang membidangi ilmu syariah dan ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari para ahli tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi syariah. karena itu agar fatwa memiliki kekuatan mengikat, sebelumnya perlu diadopsi dan disahkan secara formal ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun agar peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) disetiap lembaga keuangan syariah. Tujuannya adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek syariah yang ada dalam perbankan.19

Terdapat hal yang menarik mengenai fatwa-fatwa yang diterbitkan MUI dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Fatwa-fatwa MUI ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu ekonomi syariah, kehalalan produk, dan kemasyarakatan. Dari tiga kategori ini, fatwa kategori ekonomi syariah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya. Kedudukan lebih kuat maksudnya adalah fatwa-fatwa kategori ekonomi syariah diakui dan dikuatkan keberadaannya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila pihak-pihak yang terkait dengan peraturan ini tidak melaksanakan fatwa tersebut akan

19

(35)

mendapatkan sanksi administrasi dari pemerintah. Fatwa-fatwa DSN tidak hanya mengenai kegiatan, produk dan jasa yang akan dioperasionalkan oleh suatu bank syariah, tetapi juga mengenai ketentuan ekonomi syariah (keuangan syariah) yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). 20

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum islam (Syari’ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga

keuangan syari’ah. Melalui Dewan Pengawas Syari’ah yang

melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari’ah dalam

sistem dan manajemen lembaga keuangan syaria’ah (LKS). DSN-MUI

merupakan lembaga indevenden dalam mengeluarkan fatwa sebagai rujukan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, keuangan dan perbankan.21

Sejak dibentuknya DSN, sampai dengan tahun 2009 telah terbit 73 fatwa DSN yang terdiri dari 22 fatwa khusus mengatur perbankan

20

Atho Mudzhar dan Choirul Fuad Yusuf, dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), 260.

21Imam Abdul Hadi, “Kedudukan dan Wewenang Lembaga Fatwa (DSN

(36)

syari’ah, 5 fatwa khusus mengatur asuransi syari’ah, 11 fatwa khusus

mengatur pasar modal syari’ah, dan 35 fatwa mengatur kegiatan

ekonomi syariah secara umum.

Untuk memperkuat kewenangan sebagai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan syariah dalam negara republik Indonesia, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan DSN-MUI yang memiliki otoritas di bidang hukum syariah. Bentuk kerja sama antara Bank Indonesia dengan DSN-MUI diwujudkan melalui nota kesepahaman (Memorandum of understanding/MOU) untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perbakkan syariah. Dengan adanya kerja sama tersebut berarti keberadaan DSN-MUI menjadi sangat penting dalam pengembangan sistem ekonomi dan perbankan syariah.22

Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif, sama seperti fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang lainnya. Agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagaimana hukum positif yang berlaku di Indonesia, maka pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syari’ah disebutkan bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI

dapat ditinjak lanjuti sebagai Peraturan Bank Indonesia. Dapat dipahami dari kutipan UU No. 21 Tahun 2008 sebagai berikut disebutkan pada pasal 26:

22

(37)

1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada prinsip syariah.

2. Prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.

3. Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pebentukan, keanggotaan, dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian ada kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan hukum Positif berupa PBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Hubungan ini menunjukkan betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat signifikan dan strategis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan Syariah dengan tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang harus dipatuhi oleh LKS.23

Kedudukan fatwa DSN MUI merupakan perangkat aturan kehidupan masyarakat yang bersifat mengikat bagi bank Indonesia

23

(38)

sebagai regulator, yaitu adanya kewajiban agar materi muatan yang terkandung dalam fatwa MUI dapat diserap dan ditransformasikan dalam merumuskan prinsip-prinsip syariah dalam bidang perbankkan syariah menjadi materi muatan Peraturan Perundang-Undangan yang memiliki kekuatan hukum dan mengikat. Dan hanya fatwa DSN MUI yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan Bank Indonesia. Fatwa DSN MUI juga merupakan syarat yang paling mendasar dalam pembuatan dan pengembangan produk baru yang dikeluarkan oleh lembaga perbankkan syariah serta operasional kegiatan perbankkan syariah. Apabila peraturan tersebut tidak dipatuhi pelaku ekonomi syariah akan dikenakan sanksi administrasi.24

Berkaitan dengan ketentuan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan Bank Indonesia No. 11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip syariah. Menurut PBI tersebut prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.25

DSN sebagai anggota dari Majelis Ulama Indonesia yang terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar yang terkait dalam bidang muamalah syariah. Adapun tugas DSN adalah sebagai berikut:

24Ahyar Ari Gayo dan Ade Irawan Taufik,”Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankkan Syariah

(Perspektif Hukum Perbankkan Syariah),”Jurnal RechtsVinding, Vol 1 No 2 (Agustus 2012), 268.

25

(39)

1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Untuk memudahkan peran DSN dalam menjalankan tugasnya, DSN-MUI memiliki wewenang yang berlaku bagi seluruh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yaitu:

a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti (Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia. c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi

nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah. d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang

(40)

e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.26

2. Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian (peristiwa). Sedangkan fatwa menurut syara’ adalah menerangkan

hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu

pertanyaan, baik se penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun kolektif.27 Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia mengartikan fatwa sebagai jawaban (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufi tentang suatu masalah. Fatwa juga bermakna nasihat orang alim, pelajar baik, petuah.28

Dalam fatwa DSN-MUI tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah ada beberapa ketentuan yang harus dijadikan pedoman dalam praktiknya. Substansi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:

26

Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga, 2014), 5.

27

Yusuf qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-TasayyubFatwa Antara Ketelitian Dan

Kecerobohan”, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 5.

28Ma’ruf Amin dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum dan

(41)

1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net

revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam

pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

2. Dilihat dari segi kemaslahatan (as-ashlah), saat ini pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing). 3. Penerapan prinsip pembagian usaha yang dipilih harus disepakati di

dalam akad.29

29

(42)

38 BAB III

PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK DEPOSITO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG PONOROGO

A. Deskripsi Data Penelitian 1. Sejarah

Bank Syariah Mandiri telah hadir secara resmi di Kota Ponorogo dari tahun 2010, tepatnya pada tanggal 20 Desember 2010. Manajemen Bank Syariah Mandiri mengajukan kepada Bank Indonesia (BI) untuk membuat kantor cabang pembantu yang akan ditempatkan di Kota Ponorogo untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah menjadi nasabah tetap Bank Syariah Mandiri ataupun masyarakat non nasabah pada umumnya yang berdomisili di daerah sekitar Ponorogo, dan sekaligus memperluas jaringan yang menjadi kebutuhan manajemen Bank Syariah Mandiri pusat guna memberikan pelayanan

secara syar’i dalam dunia lembaga keuangan perbankan kepada

masyarakat luas.1

Sejak awal berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) telah menanamkan nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas kepada segenap insan Bank Syariah Mandiri Dalam perjalanannya saat ini, Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhannya mencapai

1

(43)

tiga kali lipat setiap tahunnya dibandingkan tahun sebelumnya hingga saat ini pada tahun 2017 aset Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo telah berkisar antara 50 sampaii dengan 80 milyar rupiah. Kehadiran Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo tentu tidak Lepas dari Bank Syariah Mandiri pusat yang telah berdiri sejak tahun 1999.

Sesungguhnya dengan berdirinya Bank Syariah Mandiri sampai saat ini merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk dipanggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan mengkapitalisasi sebagai bank-bank di Indonesia. 2

Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasinya pada prinsip syariaih. Secara struktural, Bank Syariah Mandiri berasal dari Bank Susila Bakti (BSB), yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh. Dalam rangka menjalankan proses konversi menjadi Bank

2

(44)

Syariah Mandiri menjalin kerjasama Tazkia Institute, terutama dalam bidang pelatihan dan pendampingan konversi.3

Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang memiliki asset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, Bank Syariah Mandiri memiliki beberapa keunggulan komparatif dibanding pendahulunya. Demikian juga perkembangan politik terakhir di Aceh menjadi blessing in disguise bagi Bank Syariah Mandiri. Hal ini karena Bank Syariah Mandiri akan menyerahkan seluruh Kantor Cabang Bank Mandiri di Aceh kepada Bank Syariah Mandiri untuk dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan menggelembungkan asset Bank Syariah Mandiri dari posisi pada akhir tahun 1999 sejumlah Rp. 400.000.000.000,00 (empat ratus milyar rupiah) menjadi diatas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri, yaitu dari 8 menjadi lebih dari 20 Kantor Cabang. 4

2. Visi dan Misi

Layaknya sebuah lembaga, Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo tentunya memiliki visi dan misi sebagai acuan dalam pelaksanaannya, adapun visi dan misi adalah sebagai berikut:

a. Visi

3Syafi’I Antonio, Bank Syariah

, 26

4

(45)

Bank Syariah Terdepan: Menjadi bank syariah yang selalu unggul di antara pelaku industri perbankan syariah pada segmen consumer, micro, SME, commercial, dan corporate

Bank Syariah Modern: Menjadi bank syariah dengan sistem layanan dan teknologi mutakhir yang melampaui harapan nasabah. b. Misi

1) Memujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan.

2) Meningkatkan kualitas produk dan layanan berbasis teknologi yang melampaui harapan nasabah.

3) Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada segmen ritel.

4) Mengembangkan bisnis atas dasar nilai-nilai syariah universal. 5) Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang

sehat.

6) Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.5 3. Susunan Organisasi Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang

Ponorogo

Untuk mengatur dan menjalankan segala kegiatan yang memiliki kapasitas sedang apalagi besar, struktur organisasi sudah menjadi hal yang wajib, karena sangat menentukan organisasi itu sendiri. Begitu pula dengan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo yang

5

(46)

telah memiliki struktur organisasi yang telah memiliki sistem manajemennya yaitu :6

Branch Manager : M. Ghani Wicaksono

1. CBRM (Consumer Banking : Arditya Rizki

RelationshipManager)

a. SF (Sales Fourse) : Putri Vita (Koordinator)

Deny

Diyan Wahyudi Miko

Tutik b. CFE (KPR) : Sandra Dewi 2. MBM (Micro Banking Manager) : Arif Mufida

a. Micro Analyst : Ahmad Susanto

b. APM (Administrasi Pelaksanaan : Kurniawati Jayantini Mikro)

c. PMM (Pelaksanaan Marketing : M David Mughni Labib Mikro)

d. Mitra Mikro : Galan Herlambang 3. BOSM (Branch Operasional & : Fauzal Sodiq

Service Manager)

a. CS : Yunias Agil

6

(47)

b. Teller : Yuli Jumiarti : Tyas Wahyu c. SFE (Syariah Funding Executive) : Widodo : Eka Winingsih d. BO (Back Officer) : M. Wahyudi

e. Security : Anwar Bagus

: Wachidin Ghoni :Badawi

f. OB : Ginanjar

g. Driver : Ahmad Kumaini

4. Produk Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo a. Produk Pembiayaan

1) Pembiayaan Pensiunan

Pembiayaan konsumer (termasuk pembiayaan multi guna) kepada para pensiunan. Angsurannya dipotong dari gaji pensiunannya.

2) Pembiayaan Mikro

Pembiayaan antara 11 juta-20 juta. 3) Pembiayaan Cicil Emas.

(48)

Tabungan dalam mata uang rupiah yang penarikannya dan setorannya dapat dilakukan setiap saat selama jam kas dibuka di konter BSM atau melalui ATM.

2) Tabungan Mabrur

Tabungan mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

3) Tabungan Investa Cendekia

Tabungan berjangka untuk keperluan uang pendidikan dengan jumlah setoran bulanan tetap dan dilengkapi dengan Mandiri Kantor Cabang Ponorogo perlindungan asuransi.

4) Tabungan Berencana

Tabungan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah ditetapkan.

5) Tabungan Simpatik

Tabungan berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat yang disepakati. 6) TabunganKu

Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(49)

Investasi berjangka wktu tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip mud}a>rabah Mutlaqah.

8) Giro

Sarana penyimpanan data dalam mata uang rupiah untuk kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip

wadiah yad dhamanah.

9) Card

Kartu yang dapat dipergunakan untuk transaksi perbankan melalui ATM dan mesin debit (EDC/Electronic Data Capture).

10) Mobile Banking GPRS

Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui mobile phone

(handphone) berbasis GPRS.

11) Net Banking

Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui internet.7 B. Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha Pada Produk Deposito Di

Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo

Pada dasarnya bank adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain bank sebagai intermediasi. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.

7

(50)

Salah satu jenis produk penghimpunan dana dari masyarakat yang ada di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo sesuai dengan keterangan yang dipaparkan Mbak Eka Winingsih, penjelasanya sebagai berikut:

“Di Bank Syariah Mandiri Ponorogo salah satu produk penghimpunan dari masyarakat adalah deposito. Jenis deposito yang ada di Bank Syariah Mandiri Ponorogo hanya mud}a>rabah

Mutlaqah artinya pihak bank memiliki kebebasan untuk mengelola

dana dari masyarakat, nasabah tidak memberikan persyaratan dalam mengelola dana tersebut.”8

Selain menjelaskan tentang jenis deposito yang ada di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo Mbak Eka Winingsih juga menjelaskan manfaat yang didapatkan nasabah dalam melakukan deposito penjelasannya seperti berikut:

“Manfaat yang akan di dapat nasabah yang mengambil deposito di bank Mandiri Syariah yaitu karena bank Mandiri Syariah adalah bank syariah maka dana dikelola secara syariah, lebih menguntungkan nasabah karena menerapkan sistem bagi hasil, tidak menggunakan sistem bunga dan terdapat fasilitas Automatic Roll

Over artinya apabila pada saat jatuh tempo dana tidak diambil maka

akan diperpanjang secara otomatis”.9

Penulis mengali data di bank bahwa Deposito mud}a>rabah Mutlaqah ini bisa dibuka untuk perorangan ataupun perusahaan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah yang akan membuka deposito antara lain adalah:

a. Perorangan : KTP/SIM/Paspor nasabah.

8

Eka Winingsih, Hasil Wawancara, Rabu 3 Oktober 2018.

9

(51)

b. Perusahaan :KTP Pengurus, Akta pendidikan, SIUP dan NPWP.10 Adapun prosedur pelaksanaan yang ditetapkan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dalam melayani nasabah untuk pembukaan deposito perorangan, di antaranya adalah:

1. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembukaan rekening deposito dengan akad mud}a>rabah muthlaqah.

2. Nasabah mengisi formulir permohonan pembukaan rekening, menyerahkan fotocopy identitas diri (KTP/SIM/paspor nasabah) dan menandatangi sebagai bukti kerjasama antara nasabah dan bank. 3. Kemudian nasabah memberikan setoran awal minimal Rp 2.000.000

dan USD 1.000 untuk dolar.

4. Nasabah mendapatkan fasilitas buku rekening deposito dari bank. Sedangkan untuk pembukaan deposito perusahaan adalah:

1. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembukaan rekening deposito dengan akad mud}a>rabah muthlaqah.

2. Nasabah mengisi formulir permohonan pembukaan rekening, menyerahkan fotocopy KTP Pengurus, Akte Pendirian, SIUP dan NPWP dan menandatangi sebagai bukti kerjasama antara nasabah dan bank.

3. Kemudian nasabah memberikan setoran awal minimal Rp 2.000.000 dan USD 1.000 untuk dolar.

4. Nasabah mendapatkan fasilitas buku rekening deposito dari bank.

10

(52)

Deskripsi tentang deposito mud}a>rabah Mutlaqah di Bank Syariah Mandiri Ponorogo sebagai berikut: 11

Deskripsi Deposito mud}a>rabah Mutlaqah

Kategori nasabah 1. Perorangan 2. Perusahaan Setoran awal minimum Rp 2.000.000

USD 1.000

Jangka waktu 1 bulan

3 bulan 6 bulan 12 bulan

Dari tabel di atas terdapat pilihan jangka waktu deposito

mud}a>rabah Mutlaqah dimana ketika nasabah mengambil deposito

dengan jangka waktu 1 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar 46% sedangkan bank sebagai pengelola dana akan mendapatkan nisbah sebesar 54%. Untuk jangka waktu 3 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah 47% sedangkan bank mendapatkan nisbah sebesar 53%. Untuk jangka waktu 6 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar 48% sedangkan bank akan mendapatkan nisbah sebesar 52%. Dan untuk jangka

11

(53)

waktu 12 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar 49% dan bank akan mendapatkan nisbah sebesar 51%.12

Dasar penentuan nisbah di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo yang diungkapkan oleh mbak Eka Winingsih adalah sebagai berikut:

“Dasar penentuan nisbah di Bank Syariah Mandiri Ponorogo

tergantung dari jangka waktu, semakin lama jangka waktu deposito maka semakin besar nisbah bagi hasil yang diterima oleh nasabah karena kita menggunakan akad bagi hasil. Bagi nasabah yang dananya besar minimal 500jt bisa mengubah besar nisbah yang ditentukan oleh pihak bank. ”13

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan dasar penentuan nisbah Di Bank Syariah Mandiri Syariah Kantor Cabang Ponorogo adalah jangka waktu deposito mud}a>rabah Mutlaqah, dan terdapat special nisbah untuk deposan yang dananya besar (min Rp 500.000.000)artinya pihak nasabah bisa mengajukan perubahan nisbah.

Hal yang mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional dan syariah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuntungan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Oleh karena itu, munculah istilah bunga dan bagi hasil. Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan syariah.

Keuntungan adalah jumlah yang di dapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan yang harus terpenuhi adalah kadar keuntungan

12

Observasi Peneliti, Selasa 18 oktober 2018.

13

(54)

harus diketahui, berapa jumlah yang dihasilkan keuntungan harus dibagi secara proposional kepada kedua pihak, dan proporsi keduanya sudah dijelaskan pada awal kontrak. Pembagian bagi hasil di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo ditentukan oleh keuntungan bank. Sebagimana yang dijelaskan oleh mbak Eka Winingsih seperti berikut:

”Kalau di bank konvensional kan menggunakan sistem bunga artinya jumlah yang diberikan bank kepada nasabah setiap bulannya sama besar, tidak dipengaruhi oleh keuntungan bank. Berbeda dengan disini yang merupakan bank syariah menggunakan sistem bagi hasil. Pembagian bagi hasil setiap bulannya tidak sama, tergantung pada keuntungan bank. Jika keuntungan bank pada bulan ini naik maka otomatis bagi hasil yang diberikan kepada nasabah juga akan naik, sebaliknya jika pada bulan selanjutnya mengalami penurunan keuntungan maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah juga akan menurun. Dan untuk faktor yang mempengaruhi bagi hasil itu adalah yang pertama jumlah dana yang didepositokan, jika dana yang didepositokan besar maka perolehan bagi hasilnya juga besar. Yang kedua keuntungan bank. Bagi hasil yang diberikan kepada nasabah dipengaruhi naik turunnya keuntungan bank. Dan untuk menyalurkan bagi hasilnya ada dua pilihan langsung dimasukkan ke rekening deposito atau rekening lain untuk bagi hasil tergantung kemauan nasabahnya.”14

Dari penjelasan di atas keuntungan yang diterima oleh nasabah dalam produk ini sangat menguntungkan karena nasabah mendapat bagi hasil yang optimal, ketenangan hati karena dana yang di investasikan dikelolah secara syariah dan dapat memberikan ketenangan batin u

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0.154 artinya adalah bahwa sumbangan pengaruh komisaris independen dan komite audit terhadap

Permainan adalah suatu proses yang lebih menarik dan menghibur terutama dalam proses pembelajaran. Model ini ditampilkan tetap mengacu pada proses pembelajaran,

Meningkatan peran dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraa n pengelolaan air limbah Berkurangnya praktek BABS menjadi 25% di wilayah non perkotaan / RIK pada tahun 2017 25%

Humboldt belépésének els sorban a a jelen- t sége a reformfolyamat s ámára, hogy már évti edek ta a kép és (Bildung) általános elméletén és lo ai-antropol

1) Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, mungkin ada beberapa alternatif

Untuk mencapai ketuntasan belajar dalam diri peserta didik, banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal. Di antara sekian

merupakan data ground motion desain dari hasil spectral matching untuk tiap mekanisme gempa (subduksi dan shallow crustal) pada T=0.2 detik dan T=1.0 detik. Dari

Yaitu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya dan untuk meyakinkan konsumen sasaran untuk membeli produknya, hal ini