• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja No.4 Th. XXXVI Oktober 2003 (Terakreditasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja No.4 Th. XXXVI Oktober 2003 (Terakreditasi)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI SEKOLAH MENENGAH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN INSTRUMEN EVALUASINYA

Oleh I Made Candiasa

Jurusan Pendidikan Matematika, FPMIPA ABSTRAK

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah memasuki hampir semua cabang kehidupan. Implikasinya, sumber daya manusia dituntut untuk menguasai TIK. Kalangan pendidikan sudah mengantisipasi hal tersebut. Upaya antisipasi yang harus dilakukan adalah memberikan mata pelajaran TIK dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai dengan pendidikan tinggi. Sasarannya adalah untuk memberikan bekal kemampuan TIK untuk mendukung proses pembelajaran dan untuk terjun ke masyarakat. Pada jenjang pendidikan dasar TIK baru diperkenalkan, sedangkan di sekolah menengah TIK sudah diajarkan secara intensif, seperti diatur dalam kurikulum 2004. Masalah yang perlu mendapat pengkajian dalam pembelajaran TIK di sekolah menengah adalah strategi pembelajaran dan instrumen evaluasi yang tepat.

Strategi pembelajaran heuristik dinilai tepat diterapkan untuk pembelajaran TIK di sekolah menengah karena mampu memberikan kemampuan TIK dalam waktu yang relatif lebih singkat. Selain itu, strategi heuristik mampu mengakomodasi perbedaan kemampuan siswa dan lebih mampu merangsang kreatifitas. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bekerja mundur untuk penyajian materi dan pendekatan analogi untuk latihan. Sebagai instrumen evaluasi, tes kinerja dipandang cukup tepat untuk mengevaluasi hasil belajar TIK di sekolah menengah. Tes kinerja mampu mengukur kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tes tulis, seperti kemampuan motorik dan kemampuan berkarya yang banyak dituntut dalam TIK.

Kata kunci: teknologi informasi dan komunikasi, strategi heuristik, tes kinerja ABSTRACT

Every field of endeavor use information and communication technology (ICT). Hence, human resources must have capability in ICT. Educational field has been anticipating this condition by offering ICT courses from elementary school students until university students. At elementary school, ICT is just introduced, however at intermediate school ICT has been taught intensively. The objective is to give ICT capability as learning facility or doing occupation in the next time. At the intermediate school, the main problem of ICT courses is in learning strategy and evaluation instruments.

Heuristics strategy is seen as an appropriate learning strategy for ICT at intermediate school. The reason is because this learning strategy can produce ICT capability in a relatively short time. In addition, this learning strategy can accomodate individual differences among students and also can arrousing creativity. As evaluation instruments, performance test is supposed relatively appropriate for ICT courses. This kind of evaluation can evaluate the capability that can not be evaluated by written test, like motoric skills and producing skills which is taken in ICT courses.

(2)

1. Pendahuluan

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah memasuki semua cabang kehidupan yang memerlukan pengolahan kata (word processing), pengolahan angka (spreadsheet), pengolahan citra (image processing), dan pengolahan data (database). Ketergantungan orang akan TIK semakin lama semakin tinggi. Sebagai contoh, fenomena milenium yang menghawatirkan orang akan terjadinya bencana bagi umat manusia akibat teknologi komputer sebagai pendukung TIK telah membuat instansi pemerintah atau swasta mengeluarkan banyak dana untuk mengatasinya. Pada abad keduapuluhsatu yang merupakan era ekonomi global dan era ilmu pengetahuan atau informasi, peran komputer semakin tinggi. Selaras dengan perkembangan kepentingannya, komputer sudah menjadi peralatan multi-media yang merupakan perpaduan teknologi komputer, audio, video, dan komunikasi. Selain sebagai alat bantu kerja di berbagai bidang, komputer juga digunakan untuk melakukan transaksi informasi, baik secara bebas maupun melalui proses jual-beli.

Implikasi dari perkembangan penggunaan TIK yang begitu pesat adalah penyediaan sumber daya manusia yang menguasai TIK. Langkah antisipasi ke arah itu sudah dilakukan oleh kalangan pendidikan. Pendidikan tinggi sudah melakukan antisipasi dengan membuka jurusan-jurusan yang memiliki misi untuk mengembangkan sumberdaya manusia di bidang TIK, seperti jurusan Ilmu Komputer, jurusan Informatika, atau jurusan lain dengan konsentrasi ke bidang TIK. Lulusan dari jurusan-jurusan tersebut diharapkan mampu berperan sebagai pengembang teknologi komputer yang dibutuhkan. Jurusan-jurusan lain yang misi utamanya tidak menghasilkan sumberdaya manusia di bidang TIK juga sudah mengusahakan penguasaan teknologi komputer terhadap mahasiswanya. Usaha yang ditempuh antara lain melalui penggunaan komputer pada berbagai variasi pembelajaran dan mengusahakan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar.

Di tingkat pendidikan dasar sudah mulai diperkenalkan TIK, bahkan di sekolah menengah TIK sudah mulai diajarkan secara intensif, seperti tertuang dalam kurikulum tahun 2004 (Depdiknas, 2003). Sasarannya adalah untuk memberikan bekal kemampuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran dan untuk terjun ke masyarakat. Penerapan kurikulum dengan mata kuliah TIK di SMA tentunya sudah melalui pengkajian yang cermat. Silabus, strategi pembelajaran, teknik evaluasi sudah dirumuskan secara umum. Hanya saja, mengingat penerapan kurikulum

(3)

dengan mata pelajaran TIK baru pertama kali dilakukan, diperlukan sosialisasi serta persiapan-persiapan pelaksanaannya di lapangan.

Bagian pendahuluan kurikulum SMA tahun 2004 disebutkan bahwa, sesuai dengan jiwa otonomi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya berdasarkan standar nasional. Bagian yang menjadi kewenangan daerah adalah pengembangan strategi pembelajaran dan instrumen penialaian. Ditambahkan di sana bahwa, tidak tertutup kemungkinan bagi daerah untuk mengembangkan standar apabila dirasa kurang memadai, misalnya penambahan kompetensi dasar atau indikator pencapaian. Pada kesempatan ini dicoba dikaji strategi pembelajaran dan pemilihan teknik evaluasi yang tepat untuk pembelajaran TIK di sekolah menengah.

2. Pembahasan

a. Pembelajaran TIK Di Sekolah Menengah

Pembelajaran TIK di sekolah menengah mulai muncul pada kurikulum tahun 2004, yang sering disebut kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Bagian pendahuluan kurikulum SMA tahun 2004 (Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan, yang mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraan. Ditambahkan di sana bahwa, implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill.

Karakteristik mata pelajaran TIK yang tercantum dalam kurikulum SMA tahun 2004 adalah: 1) TIK merupakan kajian secara terpadu tentang data, informasi, pengolahan, dan metode penyampaiannya; 2) materi TIK berupa tema-tema esensial, aktual dan global yang berkembang dalam kemajuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran TIK merupakan pelajaran yang dapat mewarnai perkembangan perilaku dalam kehidupan; dan 3) tema-tema esensial dalam TIK merupakan perpaduan dari cabang-cabang ilmu komputer, matematika, teknik elektro, teknik elektronika, telekomunikasi, sibernetika dan informatika, yang berkaitan dengan kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad ke 21, seperti pegolah kata, spreadsheet, presentasi, basisdata, Internet dan e-mail. Materi

(4)

TIK dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner karena melibatkan berbagai disiplin ilmu dan multidimensional karena berdampak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Kurikulum SMA tahun 2004 (Depdiknas, 2003) menetapkan tiga kompetensi dasar mata pelajaran TIK. Kompetensi pertama adalah konsep, pengetahuan dan operasi dasar. Standar kompetensi ini menuntut siswa mampu mengidentifikasi etika, moral dan kesehatan dan keseamatan kerja (K3) dalam penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Disamping itu, siswa juga dituntut mampu mengidentifikasi perangkat keras, meliputi internet dan jaringan lokal. Selain itu, siswa juga harus mampu memanipulasi perangkat lunak, seperti sistem operasi, program pengolah kata, program lembar kerja, program presentasi, program basisdata, program grafik, program perancangan web, serta pengenalan bahasa pemrograman. Kompetensi kedua adalah pengolahan informasi untuk produktifitas. Di sini, siswa dituntut mampu menjalankan sistem operasi dan manajemen file, membuat dokumen dengan tabel, diagram, mail merge, presentasi, basisdata, membuat homepage interaktif dan menggunakan internet untuk berkomunikasi, serta menggunakan bahasa pemrograman untuk pengayaan. Kompetensi ketiga merupakan pemecahan masalah, eksplorasi dan komunikasi. Siswa harus mampu membuat karya dengan program pengolah kata, lembar kerja, basisdata, presentasi, serta mengkombinasikannya. Siswa juga dituntut mampu membuat homepage interaktif, mencari informasi dan berkomunikasi melalui internet. Sebagai pengayaan, siswa diharapkan mampu membuat program sederhana dengan bahasa pemrograman.

b. Strategi Pembelajaran TIK Di Sekolah Menengah

Pemilihan strategi pembelajaran menjadi amat penting mengingat: 1) karakteristik siswa yang harus diakomodasi dalam proses pembelajaran sangat beragam, 2) alokasi waktu pembelajaran amat terbatas karena masih banyak mata pelajaran lain yang harus diajarkan, dan 3) perkembangan komputer sebagai pendukung utama TIK berlangsung amat cepat, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Idealnya, strategi pembelajaran yang dipilih mampu mengakomodasi karakteristik siswa yang beragam, mampu menghasilkan kompetensi yang diinginkan dalam waktu yang relatif singkat, dan mampu memberi kemampuan untuk membelajarkan diri kepada siswa agar senantiasa dapat mengikuti perkembangan TIK.

(5)

Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran TIK selama ini adalah strategi pembelajaran algoritmik. Setiap materi dibahas secara rinci dan sistematis, baik secara teoritis maupun praktisnya. Contoh kegiatan pada setiap langkah diberikan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Demikian juga latihan dengan pendekatan terbimbing pada setiap langkah diberikan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pengalaman menunjukkan bahwa pembahasan secara rinci dan sistematis pada setiap langkah pemrograman banyak menghabiskan waktu. Contoh dan latihan yang dibahas pada setiap langkah, waaupun dibahas secara rinci dan sistematis namun masih bersifat parsial. Contoh dan latihan terpadu pada bagian akhir belum menjangkau masalah-masalah nyata yang lebih kompleks di lapangan.

Bertolak dari kesenjangan ini, dipandang perlu untuk mengkaji strategi pembelajaran lain yang dapat memberikan kemampuan TIK lebih baik dalam waktu yang relatif lebih pendek. Salah satu strategi pembelajaran yang ingin dikaji adalah strategi pembelajaran heuristik. Ada beberapa pendekatan dalam strategi pembelajaran heuristik yang mungkin dicoba, antara lain pendekatan analogi, pendekatan bekerja mundur, pendekatan memperkecil perbedaan, dan pendekatan memecah tujuan. Pada kesempatan ini dikaji dua pendekatan, yaitu pendekatan bekerja mundur untuk penyajian materi dan pendekatan analogi untuk pelaksanaan latihan.

Strategi heuristik adalah strategi yang terdiri dari serangkaian operasi yang tidak elementer atau serangkaian operasi elementer yang tidak terjadi secara reguler (Romizowski, 1990). Pemilihan alat untuk memecahkan masalah di mana tidak tersedia alat khusus untuk itu merupakan contoh proses heuristik. Dalam situasi seperti ini pelaku bisa melakukan serangkaian operasi yang belum pernah dilakukan, dan mungkin berbeda untuk setiap orang walaupun pada kondisi yang sama.

Kompleksitas proses heuristik sebagai sebuah sistem sangat dinamis dan operasi-operasi di dalamnya sangat terbuka terhadap perubahan. Banathy (1996). menyatakan bahwa sistem heuristik mampu menyusun tujuannya di bawah petunjuk kebijakan yang lebih luas, sangat pluralistik, terbuka untuk perubahan dan bahkan sering memulai perubahan, serta memiliki kompleksitas yang sangat dinamis.

Strategi heuristik oleh Wilson dan Cole (1996) diartikan sebagai akal dalam bekerja atau petunjuk praktis yang dapat membantu memperpendek jalur penyelesaian masalah. Vaughan dan Hogg (1995) menyatakan bahwa heuristik merupakan cara pintas secara kognitif yang bisa menyiapkan secara matang cara pengambilan keputusan yang

(6)

akurat kepada semua individu setiap saat. Akal atau cara pintas secara kognitif digunakan untuk melakukan tebakan dari mana harus memulai dan kemana harus melompat agar langkah pemecahan masalah lebih pendek.

Heuristik juga menunjuk kepada koleksi strategi, petunjuk praktis, bimbingan, atau saran yang saling lepas untuk penyelesaian masalah (Amstrong, 1994). Kondisi saling lepas menekan-kan bahwa koleksi strategi, petunjuk praktis, bimbingan, atau saran yang digunakan dalam memecahkan masalah tidak tetap, baik banyaknya maupun urutannya. Pelaku memiliki kebebasan untuk menetapkan dari mana harus memulai proses dan menentukan proses apa yang mesti dilakukan berikutnya.

Ada empat pendekatan yang sering digunakan dalam strategi pembelajaran heuristik, yaitu pendekatan bekerja mundur, pendekatan analogi, pendekatan memecah tujuan, dan pendekatan memperkecil perbedaan. Pada penelitian ini strategi pembelajaran heuristik menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan bekerja mundur untuk menyajikan materi dan pendekatan analogi untuk pelaksanaan latihan.

Pembelajaran dengan strategi heuristik bekerja mundur memulai pembelajaran dari langkah akhir proses pembelajaran, kemudian secara perlahan-lahan membahas langkah-langkah lainnya mulai dari belakang ke depan (Romiszowsky, 1984). Bila tujuan akhir langsung tercapai, maka proses pembelajaran dinyatakan selesai. Sebaliknya, bila tujuan akhir pembelajaran belum tercapai, maka harus dirumuskan beberapa subtujuan. Subtujuan mana yang harus dirumuskan tergantung kepada informasi apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir. Pembahasan berlangsung sampai tidak ada informasi terkait dengan tujuan akhir pembelajaran yang belum dikuasai.

Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan bekerja mundur dalam pembelajaran TIK dimulai dari contoh. Contoh yang diberikan langsung dikerjakan siswa dengan bimbingan guru. Sambil bekerja, siswa mengkaji konsep atau prinsip yang belum diketahui. Urutan pembahasan dapat berubah setiap waktu, bahkan langkah tertentu bisa tidak dibahas, tergantung permasalahan. Jadi, siswa benar-benar belajar konsep atau prinsip yang diperlukan, sehingga pemanfaatan waktu lebih efisien. Selain itu, pemahaman materi siswa relatif lebih baik karena mereka belajar sambil mengalami.

Analogi adalah perbandingan secara eksplisit antara dua obyek atau peristiwa di mana persamaan dan perbedaan di antara keduanya jelas (Hamilton dan Ghatala, 1994). Reigeluth dan Stein (1983) menyatakan bahwa analogi menjelaskan kesamaan antara ide yang baru dengan ide yang sudah difahami. Sementara itu Galloway (1992) menyatakan

(7)

bahwa kemiripan secara harfiah serta hubungan antara dua domain merupakan inti dari pemahaman analogi. Jadi strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan analogi diartikan sebagai pendekatan pembelajaran dengan membandingkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang memiliki kesamaan dan sudah dikuasai.

Analogi membantu siswa menghubungkan materi baru dengan materi yang sudah dikuasai (Good dan Brophy, 1990). Materi baru yang cukup sulit atau dirasakan kurang berguna bisa diusahakan dihubungkan dengan materi lain yang sudah difahami dan dirasakan bermanfaat agar lebih cepat dikuasai.

Latihan melalui strategi heuristik dengan pendekatan analogi dimulai dari pemberian contoh pekerjaan untuk dicoba. Siswa diminta untuk menirukan pekerjaan tersebut sesuai aslinya. Apabila berhasil, siswa diminta memodifikasi pekerjaan tersebut untuk tujuan yang sudah ditentukan. Bila siswa mampu memodifikasi contoh pekerjaan tersebut, maka siswa diminta mengembangkan pekerjaan baru yang sejenis.

c. Tes Kinerja Sebagai Instrumen Evaluasi TIK Di Sekolah Menengah

Tes hasil belajar ada beberapa bentuk, antara lain tes obyektif dengan berbagai variasinya, tes essey juga dengan berbagai variasinya, portofolio dan tes kinerja. Tes obyektif adalah bentuk tes yang memberikan alternatif jawaban kepada responden. Responden diberi peluang untuk memilih alternatif jawaban yang disediakan. Ada beberapa bentuk tes obyektif, antara lain: tes benar salah, tes pilihan ganda, tes hubungan antar hal, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda asosiasi. Tes essay adalah salah satu bentuk tes yang digunakan juga dalam instrumen penelitian. Tes ini digunakan biasanya pada subjek penelitian yang sifatnya kecil. Tes ini juga dimaksudkan untuk melihat berbagai kemampuan yang dimiliki subjek dalam bentuk tertulis. Butir tes essay menuntut siswa untuk mengorganisasikan atau menyajikan jawaban dalam bentuk uraian (essay). Tes essay masih diklasifikasikan lagi menjadi beberapa bentuk, yaitu uraian bebas, uraian terstruktur, jawaban singkat, dan isian (melengkapi). Klasifikasi tersebut didasarkan atas kebebasan siswa untuk memberikan jawaban terhadap soal.

Tes kinerja (performance test) adalah tes yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pekerjaan yang terselesaikan, ketrampilan dan ketepatan dalam operasi, kecepatan dan kemampuan dalam merencanakan pekerjaan, atau identifikasi komponen (Denova, 1979). Bahkan, dengan kalimat yang lebih sederhana Callahan dan Clark (1977)

(8)

menyebutkan bahwa tes kinerja meliputi observasi terhadap perilaku tertentu yang bisa dikerjakan atau evaluasi terhadap produk suatu perilaku. Beberapa keunggulan tes kinerja antara lain: 1) dapat mengevaluasi secara efektif ketrampilan yang tidak bisa diukur dengan tes tertulis, seperti kemampuan memprogram komputer, kemampuan menyususn naskah, kemampuan desain grafik, atau kemampuan membuat produk kayu; 2) lebih natural, lebih langsung, dan ketrampilan yang bisa dievaluasi lebih lengkap; dan 3) lebih disarankan untuk mengevaluasi pembelajaran yang memiliki aplikasi pada kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa teknik yang bisa diterapkan dalam pemberian skor terhadap hasil tes kinerja. Throndike (1993) menyebut ada dua teknik, yaitu teknik daftar penilaian (checklist) dan teknik skala penilaian (rating scale). Gronlund (1991) bahkan menambahkan tiga teknik lagi selain daftar penilaian dan skala penilaian, yaitu observasi sistematik, skala hasil (product scale), dan portofolio. Skala penilaian terdiri dari beberapa perilaku dan karakteristik yang akan dinilai, dan keputusan penilaian diambil dengan memilih bilangan pada skala yang menyatakan kualitas perilaku atau karakteristik. Untuk itu langkah-langkah penskoran hasil tes kinerja dilakukan melalui dua langkah-langkah, yaitu membuat daftar karakteristik produk yang akan dievaluasi dan menempatkan atau memilih bilangan untuk ditempatkan pada skala, yang menunjukkan kualitas karakteristik dan mendefinisikannya secara deskriptif.

Karakteristik produk sebagai hasil belajar harus dideskripsikan dengan jelas. Karakteristik dimaksud dapat berupa penampilan, rasa, warna, kegunaan, kemudahan mengoperasikan, efektifitas, efisiensi, atau ukuran kualitas lainnya. Deskripsi karakteristik produk yang akan dievaluasi harus mengacu pada sumber-sumber yang sudah mendapat pengakuan, sehingga tidak diragukan keberadaannya. Sebagai contoh, karakteristik kualitas program pengolahan kata yang dihasilkan siswa untuk mengukur kemampuan membuat program pengolahan kata kebenaran, ketepatan pengaturan (setting), ketepatan efek khusus dan ketepatan teknik pengerjaan. Kebenaran menunjukkan ksesuaian program dengan aslinya. Ketepatan pengaturan meliputi ketepatan margin dan ukuran kertas. Ketepatan efek khusus meliputi ketepatan jenis dan ukuran huruf dan efek pencetakan lainnya, seperti cetak miring atau garis bawah atau pewarnaan. Ketepatan teknik pengerjaan mencakup penggunaan berbagai teknik, seperti catatan kaki, pengulangan judul tabel, mail merge, atau pembuatan grafik dan diagram.

(9)

Catatan yang mesti dipegang dalam penetapan karakteristik adalah karakteristik tidak terlalu sedikit dan juga tidak terlalu banyak. Apabila karakteristik yang dibuat terlalu sedikit, maka hasil yang diperoleh akan sangat kasar. Akibatnya hasil penilaian juga kurang akurat. Demikian pula sebaliknya, apabila karakteristik yang dibuat terlalu banyak, maka akan menyulitkan dalam proses penilaian. Kesulitan bisa terjadi dalam mengidentifikasi karakteristik atau kejenuhan dalam penilaian karena proses penilaian menjadi terlalu lama. Akibat yang sama akan muncul, yakni hasil penilaian tidak akurat. Apabila karakteristik produk hasil belajar sudah dideskripsikan dengan jelas, maka langkah berikutnya adalah menempatkan bilangan pada masing-masing karakteristik, sebagai bobot penghargaan terhadap produk yang dihasilkan. Umumnya bobot dari masing-masing karakteristik berupa rentangan bilangan, misalnya 0-10 atau rentangan yang lain. Selanjutnya, masing-masing bilangan harus diberikan deskripsi atau penjelasan. Misalnya, 0 berarti karakteristik tidak terpenuhi sama sekali (0%), sebaliknya 10 berarti krakteristik dipenuhi dengan sempurna atau 100%.

Sebagai contoh, pada penilaian program pengolahan kata, kebenaran program diberi bobot 0-50, ketepatan pengaturan diberi bobot 0-20, ketepatan efek khusus diberi bobot 0-15, dan ketepatan teknik pengerjaan diberi bobot 0-15. Ini berarti, apabila seorang siswa membuat program pengolahan kata dengan sempurna, maka akan memperoleh skor 100. Tentunya ini hanya salah satu contoh yang masih terbuka untuk dimodifikasi sesuai dengan kepentingan dan bahkan untuk produk yang lain harus disesuaikan dengan karakteristik produk bersangkutan.

Rentangan bilangan pada tiap-tiap karakteristik disarankan untuk tidak terlalu sedikit dan juga tidak terlalu banyak. Terkait dengan hal tersebut, deskripsi untuk masing-masing bilangan tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu panjang. Apabila rentangan bilangan terlalu sedikit, maka hasil penilaian akan sangat kasar karena tidak mampu memberi perbedaan lebih rinci. Sebaliknya, apabila rentangan bilangan terlalu banyak, maka akan membingungkan dalam memilih dan juga dapat menimbulkan kebosanan karena lama memilih. Akibatnya sama, yakni hasil penilaian kurang akurat. Seberapa rentangan bilangan yang tepat untuk masing-masing karakteristik, sangat tergantung kepada teori dan pengalaman pembuat pedoman penilaian.

(10)

3. Penutup

Pembelajaran TIK di sekolah mengah sudah merupakan tuntutan agar sumber daya manusia yang dihasilkan mampu memanfaatkan TIK, baik untuk mendukung proses belajar maupun dalam menjalankan profesi di masyarakat. Untuk itu, mata pelajaran TIK di sekolah menengah memiliki karakteristik: 1) TIK merupakan kajian secara terpadu tentang data, informasi, pengolahan, dan metode penyampaiannya; 2) materi TIK berupa tema-tema esensial, aktual dan global yang berkembang dalam kemajuan teknologi pada masa kini, sehingga mata pelajaran TIK merupakan pelajaran yang dapat mewarnai perkembangan perilaku dalam kehidupan; dan 3) tema-tema esensial dalam TIK merupakan perpaduan dari cabang-cabang ilmu komputer, matematika, teknik elektro, teknik elektronika, telekomunikasi, sibernetika dan informatika, yang berkaitan dengan kebutuhan pokok akan informasi sebagai ciri abad ke 21, seperti pegolah kata, pengolahan angka, presentasi, basisdata, internet dan e-mail. Kompetensi dasar yang harus dicapai dalam pembelajaran TIK di sekolah menengah ada tiga, yaitu: 1) konsep, pengetahuan dan operasi dasar; 2) pengolahan informasi untuk produktifitas dan 3) pemecahan masalah, eksplorasi dan komunikasi.

Sehubungan dengan jiwa otonomi, yang memberi peluang pemerintah daerah untuk mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya berdasarkan standar nasional, pada kesempatan ini telah dikaji strategi pembelajaran dan teknik penilaian yang tepat untuk pembelajaran TIK di sekolah menengah. Pengkajian menghasilkan bahwa strategi pembelajaran heuristik dapat dijadikan strategi pembelajaran alternatif dalam pembelajaran TIK di sekolah menengah. Alasannya, stretgi pembelajaran heuristik lebih memberi peluang untuk menghasilkan kemampuan TIK dalam alokasi waktu yang singkat. Ada beberapa pendekatan dalam strategi pembelajaran heuristik yang mungkin dicoba, antara lain pendekatan analogi, pendekatan bekerja mundur, pendekatan memperkecil perbedaan, dan pendekatan memecah tujuan. Akan tetapi, untuk pembelajaran TIK hanya perlu dua pendekatan, yaitu pendekatan bekerja mundur untuk penyajian materi dan pendekatan analogi untuk pelaksanaan latihan.

Sebagai instrumen evaluasi ditemukan bahwa, tes kinerja merupakan bentuk tes yang cukup tepat untuk evaluasi hasil belajar TIK di sekolah menengah. Penetapan tersebut didasarkan atas beberapa keunggulan yang dimiliki tes kinerja, seperti: 1) dapat mengevaluasi secara efektif ketrampilan yang tidak bisa diukur dengan tes tertulis, seperti kemampuan memprogram komputer, kemampuan membuat desain web, kemampuan

(11)

desain grafik, atau kemampuan membuat produk kayu; 2) lebih natural, lebih langsung, dan ketrampilan yang bisa dievaluasi lebih lengkap; dan 3) lebih disarankan untuk mengevaluasi pembelajaran yang memiliki aplikasi pada kehidupan sehari-hari.

Implikasi dari hasil kajian di atas adalah adanya upaya untuk mencoba menerapkan strategi pembelajaran heuristik untuk pembelajaran TIK di sekolah menengah. Selanjutnya, tes kinerja diharapkan untuk dicoba diterapkan sebagai instrumen evaluasi hasil belajar TIK di sekolah menengah. Pengalaman penerapan akan membawa upaya perbaikan, sehingga nantinya ditemukan strategi pembelajaran dan teknik evaluasi yang paling tepat untuk pembelajaran TIK di sekolah menengah.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Thomas, Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development, 1994

Banathy, Bela H. , “Syatem Inquiry and Its Aplication in Education,” Handbook of Research for Educational Communications and Technolog, ed. David H. Jonassen, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996

Callahan, Joseph F. and Leonard H. Clark, Teaching in the Middle and Secondary Schools, New York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1977.

Denova, Charles C., Test Construction for Training Evaluation, New York: Van Nostrand Reinhold Company, 1979.

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta, 2003

Dick, Walter and Lou Carey, The Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins College Publishers, 1996

Galloway, Jerry P. “Teaching Edu-cational Computing with Analogies: A Strategy to Enhance Concept Development,” Journal of Research on Computing in Education, Volume 24, Number 4, Summer 1992

Good, Thomas L. and Jere E. Brophy, Educational Psycholog. New York: Longman, 1990

(12)

Gronlund, Norman E. and Robert L. Linn, Measurement and Evaluation in Teaching, New York: Macmillan Publishing Company, 1991.

Hamilton, Richard and Elizabeth Ghatala, Learning and Instruction. New York: McGraw-Hill. Inc., 1994

Reigeluth, Charles M. and Faith S. Stein, “The Elaboration Theory of Instruction,” Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status, ed. Charles M. Reigeluth, Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1983

Romiszowski, A.J., Producing Instructional Systems, London: Kogan Page, 1984 ---, Designing Instructional Systems, London: Kogan Page, 1990

Thorndike, Robert M., Measurement and Evaluation in Psychology and Education, Upper Saddle River, NJ.: Merril, 1993.

Vaughan, Graham and Michael Hogg, Introduction to Social Psychology. Sydney: Prentice Hall, 1995

Wilson, Brent G. and Peggy Cole, “Cognitive Teaching Models,” Handbook of Research for Educational Communications and Technology, ed. David H. Jonassen, New York: Simon & Schuster Macmillan, 1996

Referensi

Dokumen terkait

untuk mengetahui sumberdaya batu granit diwilayah pertambangan PT Mandiri Karya Makmur maka perlu dilakukan perhitungan sumberdaya ulang dengan suatu metode

Pengaruh Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah terhadap ROI Pendapatan bagi hasil mudharabah adalah pendapatan yang di dapat dari hasil kerja sama antara dua

• Pada usus yang normal, kebanyakan dari cairan mukus ini Pada usus yang normal, kebanyakan dari cairan mukus ini. mengandung sulfat, sehingga hal ini secara

Respon siswa dalam pengembangan media pembelajaran berbasis kartun yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu uji kelompok kecil dan uji kelompok besar masuk pada

Melalui kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem based learning melalui pendekatan saintifik yang menuntut peserta didik untuk mengamati (membaca)

Puji Syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh

Secara singkat dapat yang dapat dijelaskan dasar pembenar menghilangkan sifat melawan hukum, yang mana jika dalam putusan pelaku dapat dinyatakan bebas dari segala dakwaan,

Selanjutnya dari analisis regresi linier berganda, dari 5 variabel bebas yang di- perkirakan mempengaruhi tarikan perjala- nan, didapatkan bahwa hanya 1 (satu) va- riabel