• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PELAKSANAAN PNPM MANDIRI (Aspek Pendanaan dan Koordinasi di Daerah) TAHUN ANGGARAN 2010 LAPORAN AKHIR DISIAPKAN OLEH TIM PEMANTAUAN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PELAKSANAAN PNPM MANDIRI (Aspek Pendanaan dan Koordinasi di Daerah) TAHUN ANGGARAN 2010 LAPORAN AKHIR DISIAPKAN OLEH TIM PEMANTAUAN :"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN PNPM MANDIRI

(Aspek Pendanaan dan Koordinasi di Daerah)

TAHUN ANGGARAN 2010

LAPORAN AKHIR

DISIAPKAN OLEH

TIM PEMANTAUAN :

PRASETIJONO WIDJOJO (Penanggung Jawab)

ENDAH MURNININGTYAS (Ketua)

VIVI YULASWATI (Anggota)

HEDI M. IDRIS (Anggota)

WORO S. SULISTYANINGRUM (Anggota)

SAMY LEROY UGUY (Anggota)

KARIM (Anggota)

FISCA MISWARI AULIA (Anggota)

DIREKTORAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN

KEDEPUTIAN BIDANG KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN,

DAN USAHA KECIL MENENGAH

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Evaluasi Pelaksanaan PNPM Mandiri (Aspek Pendanaan dan Koordinasi di Daerah) dapat diselesaikan. Laporan ini diselesaikan dengan dukungan berbagai pihak dan untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Daerah, dan Tim Konsultan Manajemen Pusat PNPM Mandiri serta semua pihak yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan masukan-masukan yang konstruktif.

Kegiatan evaluasi ini dilakukan dalam rangka menilai perkembangan pendanaan PNPM Mandiri dan mengidentifikasi permasalahan terkait pendanaan PNPM Mandiri yang selama ini dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah, dan mendapatkan masukan dari para pelaku terkait dalam hal perbaikan mekanisme pendanaan PNPM Mandiri selanjutnya. Evaluasi ini juga bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai perkembangan dan permasalahan mekanisme koordinasi di daerah serta mencari upaya perbaikan mekanisme koordinasi di daerah yang paling tepat.

Laporan ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan dan pengembangannya khususnya Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Laporan ini disusun sebagai “dokumen hidup” yang perlu senantiasa disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi perbaikan dan penyempurnaannya. Akhir kata, semoga Laporan Evaluasi ini akan dapat dimanfaatkan dan banyak memberikan manfaat bagi semua fihak dalam rangka mengembangkan Kebijakan PNPM Mandiri ke depan.

Jakarta, Desember 2010

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 5 1.3. Ruang Lingkup ... 5 1.4. Keluaran ... 6 1.5. Metodologi ... 6

II. PENDANAAN PROGRAM-PROGRAM PNPM MANDIRI ... 9

2.1. Perkembangan lokasi dan alokasi PNPM Mandiri ... 9

2.2. Kombinasi Sumber Pendanaan ... 13

III. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN ... 21

3.1. Perkembangan Peraturan terkait Pendanaan PNPM Mandiri 21 3.2. Mekanisme Pendanaan Masing-masing Program ... 29

3.3. Permasalahan Pendanaan PNPM Mandiri ... 33

IV. PEMIKIRAN PENDANAAN PNPM MANDIRI KE DEPAN ... 41

4.1. Optimalisasi Pendanaan Dalam Negeri... 42

4.2. PNPM Mandiri melalui Dana Perimbangan ... 45

4.3. Sumber Pendanaan Lainnya... 48

V. PENUTUP ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran ... 54

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Anggaran dan Lokasi Kecamatan

PNPM Mandiri 2007-2010 ... 10

Tabel 2. Komposisi Pendanaan APBN untuk PNPM Mandiri (%) ... 14

Tabel 3. Rekapitulasi Ancar-Ancar Lokasi dan Alokasi serta Respon Daerah PNPM Mandiri Perdesaan T.A 2010 ... 17

Tabel 4. Rekapitulasi DDUB PNPM Perkotaan 2010 ... 18

Tabel 5. Kontribusi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program ... 20

Tabel 6. Mekanisme Pendanaan Masing-masing Program ... 32

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan andalan yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Perubahan paradigma sejalan dengan desentralisasi menjadi basis dari pelaksanaan program ini bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang sebelumnya cenderung bersifat sektoral dan

project oriented bergeser pada pendekatan komprehensif yang dilakukan secara

lintas sektor, melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, LSM, akademisi, pengusaha, tokoh masyarakat, bahkan masyarakat. Semakin luasnya cakupan program dan wilayah PNPM Mandiri membutuhkan pendanaan yang cukup besar pula. Sejalan dengan upaya meningkatkan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan, perlu dikaji berbagai tantangan dan peluang terkait pendanaan PNPM Mandiri dan koordinasinya di daerah.

PNPM Mandiri adalah program yang difokuskan pada upaya membangun kapasitas dan keberdayaan masyarakat dalam skala komunitas untuk bersama-sama memahami penyebab kemiskinan, mencari alternatif solusi dengan skala prioritas, dan melaksanakan kegiatan yang secara nyata berpengaruh besar terhadap peningkatan kesempatan kepada kelompok miskin untuk dapat meningkat kesejahteraannya, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Oleh karena itu, dengan pendekatan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, semua pihak diharapkan dapat belajar, saling menyadari, saling mendukung dan bersama-sama dapat memutus mata rantai kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya masalah yang menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi memerlukan kepedulian semua pihak untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

(6)

Dalam perjalanannya, pencanangan PNPM Mandiri pada tahun 2007 hingga tahun 2009 saat PNPM Mandiri mencakup seluruh kecamatan merupakan masa sinkronisasi dan harmonisasi berbagai program yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Selama tiga tahun tersebut, mekanisme penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi adalah inti dari proses pembelajaran melalui PNPM Mandiri. Melalui proses pembangunan partisipatif tersebut, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, ditumbuhkembangkan hingga masyarakat tidak hanya sebagai obyek dari program-program pemerintah, melainkan sebagai subyek, atau terlibat langsung dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraannya. Dengan tercakupnya seluruh kecamatan di Indonesia sebanyak 6.408 kecamatan pada tahun 2009 maka peran PNPM Mandiri dalam pengurangan kemiskinan menjadi sangat penting.

PNPM Mandiri juga merintis harmonisasi dan sinergi program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di berbagai Kementrian/Lembaga. Hingga saat ini, dalam payung PNPM Mandiri telah bergabung program-program sebagai berikut: PNPM Perdesaan (PPK), PNPM Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (PNPM DTK), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PNPM IP), dan Program Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM PISEW) yang merupakan PMPM mandiri Inti. Selain kelima program inti tersebut, terdapat PNPM penguatan, seperti PNPM Generasi (terkait pendidikan dan kesehatan) dan Green PNPM (PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan) yang dilaksanakan di lokasi PNPM Perdesaan; Sanimas, Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET), dan Neigborhood

Development/ND yang dilaksanakan di lokasi PNPM Perkotaan, serta PNPM-KP

(Kelautan dan Perikanan), PNPM-PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan), dan PNPM Pariwisata yang dilaksanakan oleh Kementrian/Lembaga teknis terkait lainnya.

Dengan semakin luasnya cakupan lokasi dari PNPM Mandiri, alokasi anggaran yang dibutuhkan semakin besar dan membutuhkan koordinasi yang

(7)

semakin kuat dengan daerah. Komponen anggaran PNPM Mandiri pada umumnya terdiri dari komponen terbesar yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), bantuan teknis (technical assistance/TA), dan anggaran operasional satuan kerja (satker) pelaksana PNPM Mandiri baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Sedangkan sumber pendanaan PNPM Mandiri adalah berasal dari rupiah murni, pinjaman dan hibah, serta kontribusi daerah yang semuanya tercatat dalam APBN dan APBD.

Dalam perkembangan pelaksanaannya, dan sejalan dengan perkembangan kebijakan lainnya, PNPM Mandiri yang merupakan proyek pusat menghadapi banyak tantangan khususnya dalam pendanaan dan koordinasi di daerah. Sebagai contoh, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 156/2009 tentang tidak diperbolehkannya APBD membiayai atau memberkan kontribusi untuk program-progam Dekonsenstrasi dan Tugas Pembantuan, mengingat beban yang ditanggung pemerintah daerah untuk keperluan tersebut semakin besar, telah berdampak terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakannya anggarannya untuk mendukung PNPM Mandiri. Dengan terbitnya PMK Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan dan PMK 61/2010 tentang Kemampuan Fiskal dan Indeks Kemiskinan Daerah telah membantu menyelesaikan sebagian permasalahan ini. Namun dalam prakteknya, masih cukup banyak kabupaten/kota yang kesulitan dalam memenuhi kewajibannya karena ketentuan penyediaan Dana Daerah untuk Urusan Bersama dipandang masih cukup besar dibanding kemampuan fiskal daerah.

Sejalan dengan maraknya pemekaran wilayah, termasuk kecamatan dan desa, yang terus berlangsung hingga kini juga menyebabkan kebutuhan anggaran PNPM Mandiri setiap tahunnya meningkat. Sejalan dengan tuntutan untuk memperbesar BLM terutama ke kecamatan miskin, maka pemekaran wilayah, yang sering menambah jumlah kecamatan miskin, menyebabkan anggaran yang diperlukan semakin besar. Mengingat sumber pendanaan PNPM

(8)

Mandiri selama ini dari pinjaman cukup besar, maka tuntutan akan kapasitas manajemen dan akuntabilitas juga semakin besar.

Selain berbagai sumber pendanaan di atas, Pemerintah juga telah mengupayakan optimalisasi hibah dari berbagai negara donor dan lembaga internasional. Untuk mendukung PNPM Mandiri, Pemerintah bersama Bank Dunia yang bertindak sebagai administrator, sejak tahun 2008 telah membentuk Badan Fasilitas Pendukung PNPM Mandiri atau sering disebut sebagai PNPM Support Facility (PSF). Beberapa donor yang bergabung dalam PSF antara lain adalah Bank Dunia, Pemerintah Belanda, AUSAID, USAID, DFID, DANIDA, dan EU. PSF saat ini diketuai oleh Deputi Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Bappenas bersama Country Director Bank Dunia. Dengan hibah ini, berbagai kegiatan pendukung PNPM Mandiri, seperti antara lain supervisi, monitoring dan evaluasi, berbagai kegiatan pilot, strategi, komunikasi, dan sebagainya.

Di samping itu, dengan menganut prinsip dasar yang salah satunya adalah kolaborasi, PNPM Mandiri juga memberikan ruang bagi pihak Swasta untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan PNPM Mandiri. Yayasan Sampurna misalnya, telah mendukung beberapa Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) PNPM Perkotaan di Bogor untuk penyediaan fasilitas dan kurikulum pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan di desa/kelurahan, masyarakat juga berpartisipasi melalui swadaya, baik dalam bentuk dana tunai, hibah tanah maupun aset berharga lain yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan bersama di masyarakat.

Terlepas dari telah banyaknya sumber pendanaan dan semakin lengkapnya berbagai peraturan terkait PNPM Mandiri, namun masih banyak permasalahan sehingga berbagai peraturan tersebut belum dapat sepenuhnya diimplementasikan. Selain itu, telah berkembang wacana untuk mengalihkan BLM PNPM Mandiri ke daerah melalui DAK atau Transfer Dana Penyesuaian. Keterlibatan pemerintah daerah melalui berbagai program kemiskinan sejenis juga perlu dipertimbangkan pola sinerginya agar semuanya meunju pada

(9)

efektivitas terhadap pengurangan kemiskinan. Sehubungan dengan berbagai perkembangan kebijakan di atas beserta permasalahannya saat ini, kajian ini bermaksud mengevaluasi aspek pendanaan PNPM Mandiri serta koordinasinya di daerah.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari kegiatan Evaluasi Pelaksanaan PNPM Mandiri ini adalah untuk menilai perkembangan pendanaan PNPM Mandiri sejauh ini, mengidentifikasi permasalahan terkait pendanaan PNPM Mandiri yang selama ini dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah, dan mendapatkan masukan dari para pelaku terkait dalam hal perbaikan mekanisme pendanaan PNPM Mandiri selanjutnya. Evaluasi ini juga bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai perkembangan dan permasalahan mekanisme koordinasi di daerah serta mencari upaya perbaikan mekanisme koordinasi di daerah yang paling tepat.

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Pelaksanaan PNPM Mandiri ini adalah:

a. Menilai perkembangan pendanaan PNPN Mandiri dan mekanisme koordinasinya hingga sekarang;

b. Identifikasi peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pendanaan PNPM Mandiri dan koordinasinya di daerah;

c. Identifikasi masukan dari para pelaku terkait untuk perbaikan pendanaan PNPM Mandiri dan mekanisme koordinasinya di daerah.

(10)

1.4. KELUARAN (OUTPUT)

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Pelaksanaan PNPM Mandiri ini adalah sebagai berikut:

a. Teridentifikasinya perkembangan pendanaan PNPM Mandiri, baik sumber maupun pemanfaatannya secara umum;

b. Teridentifikasinya peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hokum pendanaan PNM Mandiri dan mekanisme koordinasi di daerah

c. Teridentifikasinya alternatif-alternatif mekanisme pendanaan PNPM Mandiri dan mekanisme koordinasinya di daerah yang lebih efektif dan efisien;

d. Rekomendasi terhadap perbaikan dasar hokum mekanisme pendanaan PNPM Mandiri dan koordinasinya di daerah.

1.5. METODOLOGI

Sebagai dasar analisis, evaluasi ini menggunakan deskriptif analisis untuk membahas berbagai aspek pendanaan PNPM Mandiri. Beberapa instrumen metodologi yang digunakan adalah penelaahan berbagai data sekunder, kunjungan lapangan, dan diskusi kelompok terarah (focus group

discussion). Hasil temuan evaluasi dikonfirmasikan dengan beberapa responden

terkait dalam kegiatan konsinyering. Rincian kegiatan selama evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penelaahan Data Sekunder

Kajian data sekunder dilakukan dengan mereview berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan mekanisme pendanaan dan mekanisme koordinasi PNPM Mandiri di daerah, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, nota kesepahaman dengan lembaga

(11)

donor maupun peraturan-peraturan lain di sektor yang terkait dengan mekanisme di atas. Review juga dilakukan pada pedoman umum, dan pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, dan berbagai peraturan daerah/keputusan kepala daerah terkait susunan tim koordinasi PNPM mandiri di daerah.

b. Kunjungan Lapangan dan Observasi

Kunjungan lapangan dilakukan dalam rangka mendapatkan data dan informasi langsung terkait permasalahan mekanisme pendanaan dan koordianasi di daerah, upaya-upaya yang telah dilakukan, dan hal-hal lain yang memerlukan intervensi dari pemerintah pusat. Kunjungan lapangan dilaksanakan di 9 (Sembilan) Kabupaten di (Lima) Provinsi, antara lain: Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan, Kab. Klaten Provinsi Jawa Tengah, Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan, Kab. Lampung Selatan Provinsi Lampung dan lima Kab/Kota. Di Provinsi Jawa Barat diantaranya, Kab. Bogor, Kota Bogor, Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kab. Cianjur.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak pelaksana baik di tingkat pusat dan daerah. Terkait dengan mekanisme koordinasi di daerah, wawancara dilakukan kepada ketua dan tim koordinasi PNPM Mandiri di daerah, baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota terkait. Wawancara ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan mendalam dari pihak-pihak pelaksana di daerah.

d. Focused Group Discussion (FGD)

Penggalian data dan informasi dengan Focused Group Discussion (FGD) mengikuti kunjungan lapangan dan observasi juga dilakukan di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota di 5 (lima) Provinsi sampel, melibatkan para pelaku kunci pelaksana program untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak yang secara langsung diantaranya: DPRD, TKPK Kab/Kota, Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kababupaten, Dinas Pekerjaan Umum,

(12)

Fasilitator Kabupaten PNPM Mandiri Perdesaan dan Koordinator Kota PNPM Mandiri Perkotaan.

e. Konsinyering

Konsinyering dilakukan di Kota Bogor, Jawa Barat untuk mendiskusikan progres pelaksanaan evaluasi, pembahasan hasil kunjungan lapangan yang telah dilakukan, dan penyusunan draft serta outline laporan kegiatan.

(13)

BAB II

PENDANAAN PNPM MANDIRI

Untuk menggambarkan perkembangan pendanaan PNPM Mandiri, dalam bagian ini dibahas mengenai: (i) perkembangan lokasi dan alokasi pendanaan; dan (ii) sumber dan mekanisme masing-masing pendanaan program-program PNPM Mandiri.

2.1. PERKEMBANGAN LOKASI DAN ALOKASI PENDANAAN PNPM

MANDIRI

PNPM Mandiri secara bertahap telah mencakup/menjangkau seluruh kecamatan pada tahun 2009. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia bahwa pada tahun 2009 PNPM Mandiri sudah harus menjangkau seluruh kecamatan di Indonesia. Sehubungan dengan itu, jangkauan layanan PNPM Mandiri secara bertahap sejak tahun 2007 terus meningkat, yaitu dari sejumlah 2.831 kecamatan pada tahun 2007, menjadi sebanyak 6.408 kecamatan pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kecamatan yang dijangkau ini sebagai konsekuensi dari arahan tersebut, namun demikian faktor pemekaran daerah juga menjadi unsur penting peningkatan jangkauan kecamatan tersebut. Jumlah kecamatan secara nasional pada tahun 2007 sebanyak sekitar 5.700 kecamatan, namun dalam perkembangannya pada tahun 2009 telah mencapai 6.408 kecamatan, termasuk kecamatan yang dimekarkan (Tabel 1).

(14)

Tabel 1

Perkembangan Anggaran dan Lokasi Kecamatan PNPM Mandiri Tahun 2007-2010 Program 2007 2008 2009 2010 Total (miliar) Kec Alokasi/ Kec Total (miliar) Kec Alokasi/ Kec Total (miliar) Kec Alokasi/ Kec Total (miliar) Kec Alokasi/ Kec PNPM Perdesaan 1.841 1.993 1,2 4.284,1 2.834 1,8 6.987,1 4.371 1,6 9.629 4.805 2,2 PNPM Perkotaan 1.994 838 2,5 1.414,8 955 1,5 1.737,0 1.145 1,5 1.509,5 885 1,7 PPIP - - 550.0 792 1,1 950 479 1,9 400 215 2,8 RIS - - - - 2,3 PISEW - - 52.5 persiapan 485.3 237 2,0 419.5 237 2,1 P2DTK - - 387.0 186 2,4 195,9 186 1,0 57.0 186 0,3 TOTAL 3.835 2.831 1,85 6.688,4 4.767 1,7 10.355,3 6.408 12.015 6.328 1,9

(15)

Dalam Tabel 1 nampak bahwa, sejalan dengan arahan untuk mencakup seluruh kecamatan pada tahun 2009, maka jumlah kecamatan pada tahun 2010 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 menjadi sebanyak 6.321 kecamatan. Penurunan jumlah kecamatan penerima BLM PNPM Mandiri sebanyak 87 kecamatan tersebut berasal dari akumulasi (total) dari kenaikan jumlah kecamatan dan penurunan jumlah kecamatan dari seluruh program, dengan penjelasan rinci:

a. Kenaikan jumlah kecamatan cakupan PNPM Mandiri Perdesaan T.A. 2010 adalah sebagai akibat dari pemekaran kecamatan dan juga perluasan cakupan wilayah program yang pada. T.A. 2009 masih menjadi wilayah PPIP. Jumlah lokasi PPIP yang selanjutnya dikelola oleh PNPM Mandiri Perdesaan T.A. 2010 berjumlah 263 kecamatan;

b. Penurunan jumlah kecamatan PNPM Mandiri Perkotaan merupakan salah satu strategi dalam menjamin keberlanjutan program. Sebanyak 260 kecamatan pada T.A. 2010 tidak lagi menerima BLM reguler dari PNPM Mandiri Perkotaan karena telah menerima 3 (tiga) kali BLM PNPM Mandiri Perkotaan. Sebagai gantinya, kelurahan-kelurahan ini diarahkan untuk mendapatkan ND, Sanimas, atau PAKET, atau program-program sektoral lainnya;

c. Sedangkan jumlah lokasi dari ketiga program PNPM Mandiri di tahun 2010 yang lain tetap sama dengan tahun sebelumnya: RIS-PNPM dengan cakupan 215 kecamatan, PISEW dengan cakupan 237 kecamatan, dan PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus dengan cakupan 186 kecamatan.

Nilai BLM/kecamatan. Dari sisi pendanaan, peningkatan jumlah kecamatan juga dikkuti oleh meningkatnya jumlah pendanaan PNPM dari sebesar Rp. 3,8 triliun pada tahun 2007, menjadi sebesar Rp. 12 triliun pada tahun 2010. Peningkatan jumlah dana PNPM Mandiri ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah dana BLM hingga sebesar Rp. 3 miliar untuk setiap kecamatan miskin. Apabila seluruh kecamatan menggunakan besaran ini, maka

(16)

perkiraan kebutuhan dana PNPM Mandiri akan mendekati Rp. 20 triliun, suatu jumlah yang cukup besar.

Meskipun demikian, alokasi BLM ini tidak ditentukan secara merata mengingat:

(i) Setiap kecamatan memiliki kepadatan jumlah penduduk dan penduduk miskin yang berbeda. Untuk itu, kriteria alokasi BLM PNPM menggunakan kriteria jumlah penduduk dan penduduk miskin untuk setiap kecamatan. Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dan kepadatan penduduk miskin yang tinggi akan mendapatkan nilai BLM lebih besar;

(ii) pemberian dana BLM secara merata berarti mengabaikan kemampuan pengelolaan masyarakat yang masih sangat beragam. Dengan kapasitas pengelolaan yang tidak sepadan, maka penyediaan BLM terlalu besar akan menimbulkan moral hazard atau hal-hal lain yang tidak diinginkan (iii) dana BLM PNPM Mandiri bukan merupakan satu-satunya dana

pembangunan yang sampai ke tingkat kecamatan, dan desa/kelurahan, meskipun dana ini merupakan satu-satunya dana yang dapat dikontrol masyarakat;

(iv) PNPM Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang berarti merupakan pembangunan modal sosial dan bukan hanya penyaluran BLM. BLM lebih berfungsi sebagai stimulant kegiatan pemberdayaan di masyarakat. Unsur penyaluran BLM yang terlalu menonjol dapat meninggalkan esensi pemberdayaan yang tertutupi oleh “pembagian” BLM, sehingga tujuan pokok program pemberdayaan nasional menjadi terabaikan.

Dengan pertimbangan hal tersebut di atas dan adanya pemekaran kecamatan dan desa/kelurahan yang seringkali sulit diketahui informasinya pada waktu perencanaan anggaran, maka secara rata-rata alokasi BLM/kecamatan setiap tahunnya masih berkisar sekitar +/- Rp. 1,7 miliar/kecamatan (Tabel 1).

(17)

2.2. KOMBINASI SUMBER PENDANAAN

Dengan pendanaan dan cakupan geografis yang cukup besar, maka pihak-pihak yang terlibat dalam PNPM Mandiri juga banyak. Dari sisi sumber pendanaan, PNPM Mandiri dibiayai melalui APBN, baik yang bersumber dari rupiah murni hasil penerimaan dalam negeri maupun dari pinjaman luar negeri. Selain itu, sebagian pendanaan PNPM Mandiri juga berasal dari APBD, yang disebut dengan Dana Daerah untuk Program Bersama (DDUB) dan kontribusi masyarakat yang umumnya bersifat inkind.

2.2.1. Sumber Pendanaan Luar Negeri

Cikal bakal PNPM Mandiri adalah Kecamatan Development Project (KDP) dan Urban Poverty Project (UPP) – keduanya merupakan program yang didukung oleh Bank Dunia – sebagai respon terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Dalam perkembangannya, dengan beberapa penyesuaian dan perbaikan, KDP dan UPP menjadi acuan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang namanya kemudian berubah menjadi PNPM Mandiri. Pihak Bank Dunia sendiri secara konsisten terus mendukung pelaksanaan program ini hingga sekarang, baik dalam bentuk dana (berupa pinjaman dan hibah) serta tenaga ahli.

Setelah dicanangkan menjadi program nasional, PNPM Mandiri diperluas pelaksanaannya, baik dari sisi cakupan lokasi maupun jumlah dana BLM. Untuk itu, maka kebutuhan pendanaan PNPM Mandiri mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Dengan kemampuan pendanaan dalam negeri yang terbatas, maka pendanaan PNPM Mandiri sejauh ini masih dibantu bantuan pendanaan luar negeri, terutama yang berasal dari Bank Dunia, dalam porsi yang cukup besar. Selain karena kebutuhan yang sangat besar, bantuan pendanaan luar negeri untuk PNPM Mandiri juga disebabkan dua program utama dalam PNPM Mandiri yakni PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan pada awalnya didanai melalui pinjaman dari Bank Dunia.

(18)

Setelah Bank Dunia, dalam perkembangannya terdapat donor-donor lain yang turut berkontribusi dalam pendanaan PNPM Mandiri. Diantaranya adalah

Asian Development Bank (ADB) melalui proyek RIS PNPM, Islamic Development Bank (IDB) yang mendukung pendanaan PNPM Mandiri Perkotaan, International Fund for Agriculture Development (IFAD) yang mendukung

pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan dan Japan Bank for International

Cooperation (JBIC) yang mendukung pendanaan PNPM Mandiri PISEW. Tabel 2

berikut menggambarkan perkembangan komposisi pendanaan PNPM Mandiri,bai kyang bersumber dari rupiah murni maupun pinjaman luar negeri.

Tabel 2

Komposisi Pendanaan APBN untuk PNPM Mandiri (%)

Program 2007 2008 2009 2010 PHLN Rp. Murni PHLN Rp. Murni PHLN Rp. Murni PHLN Rp. Murni PNPM Perkotaan 1.994,0 - 1.384,5 30,0 1.150,0 587,0 1. 069,24 551,40 PNPM Perdesaan 1.841,0 - 2.150,1 2.134,0 3.000,0 3.987,1 1.558,20 8.065,80 PNPM P2DTK - - 348,0 39,0 - - 52,00 66,70 PNPM RIS - - - 550,0 500,0 - - - PNPM PISEW - - 52,5 50,0 465,3 20,0 - -

Untuk memperlancar pelaksanaan PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan yang sering terhambat oleh proses persiapan pinjaman setiap tahunnya, sejak tahun 2010 digunakan mekanisme refinancing modality.

Refinancing modality adalah sebuah mekanisme pendanaan program melalui

rupiah murni sebagai dana talangan sebelum dana pinjaman dari Bank Dunia efektif. Dana talangan tersebut kemudian akan dimintakan penggantiannyake Bank Dunia segera setelah pinjaman efektif. Melalui mekanisme ini, pelaksanaan PNPM Mandiri dapat dilaksanakan lebih cepat tanpa harus menunggu pinjaman Bank Dunia efektif. Mekanisme ini sangat membantu kelancaran pelaksanaan program, terutama untuk kegiatan di tingkat masyarakat. Untuk pendanaan PNPM Mandiri ke depan, apabila masih mengandalkan dana berbagai donor,

(19)

maka mekanisme refinancing modality seyogyanya dapat diterapkan kepada donor lainnya agar tidak ada perbedaan mekanisme dan prosedur di lapangan. Selain mengandalkan bantuan donor, sumber pendanaan yang bersumber dari rupiah murni juga diharapkan dapat diperbesar.

2.2.2. Sumber Pendanaan/Kontribusi Pemerintah Daerah

Kontribusi Pemerintah Daerah dalam mendukung pelaksanaan program dilakukan melalui penyediaan DDUB. Jumlah dana pendamping pemda pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 2,630 triliun. Jumlah ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 yang besarnya Rp. 3,364 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh ketentuan share APBD dalam penyediaan DDUB berubah. Apabila pada tahun 2009 dana pendamping daerah untuk DDUB dibedakan oleh minimal 20 persen untuk kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas fiskal rendah, dan 50 persen untuk kabupaten/kota berkapasitas fiskal menengah keatas; maka pada tahun 2010 porsi dana daerah diturunkan. Untuk daerah dengan kategori kapasitas fiskal rendah diminta untuk menyediakan DDUB sebesar 20 persen, dan bagi kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas fiskal menengah ke atas diminta menyediakan DDUB sebesar 40 persen. Penurunan pangsa kontribusi Pemerintah Daerah ini disebabkan oleh:

(i) Dalam perkembangan pelaksanaannya, cukup banyak daerah yang meminta keringanan DDUB karena sudah tidak memiliki anggaran “sisa” yang dapat disisihkan sebagai DDUB;

(ii) Karena keterlambatan pemberitahuan alokasi, banyak daerah yang belum sempat menyediakannya di dalam DIPA daerah. Rencana revisi DIPA yang dijanjikan dalam perkembangannya juga sering tidak direalisasikan.

Dari tahun-ke tahun, penyediaan DDUB belum pernah optimal disediakan oleh seluruh pemda pelaksana program PNPM. Dari hasil laporan

(20)

tahunan PNPM Perkotaan pada tahun 2009, dijelaskan bahwa capaian kinerja pelaksanaan program untuk target dukungan pemda melalui DDUB belum tercapai. Dari indikator hasil yang ditargetkan dengan minimum 80 persen, dalam realisasinya hanya 79,4 persen Pemda yang mengeluarkan DDUB, dan itupun tidak mengalokasikan secara penuh. Dari jumlah tersebut, terdapat 122 Kota/Kab (45,7 persen) yang alokasinya masih kurang, dan 55 kota/kab tidak teralokasi. Namun apabila dianalisis lebih dalam, maka nilai DDUB yang sudah cair baru mencapai sebesar 57,8 persen atau sekitar Rp. 377,06 miliar dari nilai alokasi seharusnya sebesar 653,05 Miliar 1.

Pada dasarnya realisasi penyediaan DDUB yang tidak optimal akan mempengaruhi pencapaian kinerja pelaksanaan program. Hal ini berpengaruh kepada proses pengerjaan kegiatan fisik di masyarakat, karena tahapan pencairan BLM sesuai petunjuk teknis operasional PNPM Perkotaan, tahap II (kedua) dialokasikan dari komponen DDUB (APBD). Apabila pencairan tahap II dari DDUB belum terlaksana maka pelaksanaan program terhadap dokumen-dokumen perencanaan yang sudah disepakati masyarakat sebagai hasil musyawarah bersama akan terbengkalai dan akibatnya akan menimbulkan kontraproduktif terhadap efektivitas pelaksanaan program. Sedikit berbeda dengan PNPM Mandiri Perdesaan, progres pencairan dana BLM dari komponen DDUB (APBD) relatif jauh lebih baik, yakni sebesar 98,89 persen atau sudah cair Rp.1,27 triliun dari yang teralokasikan Rp. 1,28 triliun2 pada tahun 2009.

Sebagai gambaran penyediaan DDUB oleh Pemda untuk PNPM Perdesaan dan Perkotaan tahun anggaran 2010 dapat ditunjukkan di dalam Tabel 3 dan 4 berikut ini.

1

Laporan Tahunan PNPM Perkotaan Tahun 2009

2

(21)

TOTAL APBN APBD TOTAL APBN APBD ∑ Kab. ∑ Kab. 1 ACEH 576.250 414.150 162.100 517.706 414.150 103.556 18 - 8 10 2 SUM UT 639.250 493.300 145.950 635.000 508.000 127.000 26 5 16 5 3 SUM BAR 255.750 197.650 58.100 255.750 197.650 58.100 12 8 4 4 RIAU 115.750 73.050 42.700 113.750 71.450 42.300 10 4 5 1 5 JAM BI 114.000 88.950 25.050 114.000 88.950 25.050 9 7 2 6 SUM SEL 254.750 198.400 56.350 239.250 186.000 53.250 11 5 5 1 7 BENGKULU 116.250 82.200 34.050 118.500 88.900 29.600 9 6 1 2 8 LAM PUNG 305.750 244.600 61.150 302.600 241.720 60.880 12 3 5 4 9 BABEL 16.500 9.900 6.600 16.500 9.900 6.600 3 1 2 10 KEPRI 47.250 31.850 15.400 48.040 32.380 15.660 5 - 4 1 11 JABAR 828.750 663.000 165.750 784.250 628.300 155.950 17 7 6 4 12 JATENG 942.750 754.200 188.550 947.925 758.340 189.585 29 10 16 3 13 DIY 70.500 56.400 14.100 70.500 56.400 14.100 4 4 14 JATIM 990.500 792.400 198.100 1.036.750 829.400 207.350 29 17 8 4 15 BANTEN 250.000 200.000 50.000 250.000 200.000 50.000 5 5 16 BALI 73.000 57.800 15.200 79.675 60.950 18.725 8 1 5 2 17 NTB 178.250 141.100 37.150 178.250 141.100 37.150 8 6 2 18 NTT 601.000 472.250 128.750 605.750 482.950 122.800 20 7 10 3 19 KALBAR 234.750 175.850 58.900 234.437,5 181.800 52.637,5 12 6 3 3 20 KALTENG 133.500 88.550 44.950 133.500 88.550 44.950 13 8 3 2 21 KALSEL 155.500 119.000 36.500 137.250 104.950 32.300 10 8 2 22 KALTIM 202.000 121.200 80.800 187.600 112.825 74.775 10 6 1 3 23 SULUT 178.000 131.850 46.150 173.000 138.400 34.600 11 6 1 4 24 SULTENG 195.750 149.550 46.200 203.500 158.600 44.900 10 4 4 2 25 SULSEL 492.500 386.250 106.250 537.750 424.950 112.800 20 10 5 5 26 SULTRA 377.500 282.800 94.700 377.500 286.850 90.650 10 8 2 27 GORONTALO 120.750 81.050 39.700 115.990 81.050 34.940 5 2 2 1 28 SULBAR 115.500 87.350 28.150 115.500 91.400 24.100 5 3 1 1 29 M ALUKU 113.000 72.250 40.750 125.750 89.500 36.250 8 2 3 3 30 M ALUT 109.250 75.650 33.600 109.250 78.650 30.600 7 6 1 31 PAPUA 643.750 442.050 201.700 643.750 442.050 201.700 28 27 1 32 PABAR 237.750 142.650 95.100 237.750 142.650 95.100 10 10 9.685.750 7.327.250 2.358.500 9.646.723,5 7.418.765 2.227.958,5 394 202 125 67 ∑ Kab. Belum Sudah Resp on JUM LAH

TABEL 3. REKAPITULAS I ANCAR-ANCAR LOKAS I DAN ALOKAS I S ERTA RES PON DAERAH PNPM MANDIRI PERDES AAN

TAHUN ANGGARAN 2010 NO PROVINSI

ALOKASI BLM 2010

(Dalam Jutaan Rup iah) RESPON DAERAH (Dalam Jutaan Rupiah) ∑ Kab.

(22)

ADA DAN CUKUP ADA TAPI KURANG ADA SURAT (NAWAR) BELUM

ADA DDUB BOP

1 NANGGROE ACEH DARUSSALAM 12 11 1 0 0 13,660,000 14,318,000 797,000 15,115,000 23,798,400 23,140,400 2 SUM ATERA UTARA 14 9 1 0 0 20,020,000 17,100,000 1,282,840 18,382,840 31,070,000 33,990,000 3 SUM ATERA BARAT 11 10 0 1 0 12,310,000 13,196,900 62,500 13,259,400 14,524,925 13,638,025 4 RIAU 5 4 0 0 0 4,790,000 4,210,000 - 4,210,000 2,750,000 3,330,000 5 JAM BI 2 0 0 0 0 4,000,000 - - - 3,972,500 7,972,500 6 KEPULAUAN RIAU 4 3 0 0 0 4,230,000 6,545,000 - 6,545,000 10,835,000 8,520,000 7 SUM ATERA SELATAN 7 7 0 0 0 11,520,000 11,520,000 - 11,520,000 38,524,000 38,524,000 8 BANGKA BELITUNG 5 3 0 0 0 4,220,000 2,360,000 - 2,360,000 11,765,000 13,625,000 9 BENGKULU 3 1 0 0 0 3,470,000 1,110,000 55,500 1,110,000 5,633,000 7,993,000 10 LAM PUNG 4 4 0 0 0 5,510,000 10,872,500 150,000 11,022,500 12,347,500 6,985,000 11 DKI JAKARTA 6 0 0 0 0 6,420,000 - - - 53,200,000 59,620,000 12 BANTEN 7 3 0 3 0 9,140,000 9,976,000 - 9,976,000 17,635,000 16,799,000 13 JAWA BARAT 26 20 0 0 0 42,080,000 60,323,800 1,310,000 61,633,800 125,790,000 107,546,200 14 JAWA TENGAH 30 29 0 1 0 38,520,000 50,930,300 417,500 51,347,800 61,815,300 49,405,000 15 D.I. YOGYAKARTA 4 2 0 1 0 5,030,000 3,402,000 280,683 3,682,683 18,815,000 20,443,000 16 JAWA TIM UR 25 20 2 1 0 27,560,000 34,613,000 607,550 35,220,550 73,905,800 66,852,800 17 BALI 5 5 0 0 0 2,810,000 2,810,000 2,871,610 - -18 NUSA TENGGARA BARAT 6 4 0 2 0 4,930,000 3,900,000 180,000 4,080,000 12,515,000 13,545,000 19 NUSA TENGGARA TIM UR 9 8 0 0 0 3,820,000 3,598,000 120,000 3,718,000 20,000 242,000 20 KALIM ANTAN BARAT 4 2 2 0 0 1,950,000 1,858,000 112,205 1,970,205 5,500,000 5,592,000 21 KALIM ANTAN TENGAH 2 2 0 0 0 1,740,000 1,740,000 100,000 1,840,000 1,050,000 1,050,000 22 KALIM ANTAN SELATAN 9 8 1 0 0 3,450,000 7,115,700 1,215,475 8,331,175 15,965,000 12,299,300 23 KALIM ATAN TIM UR 10 8 0 0 0 7,220,000 5,144,000 - 5,144,000 6,277,327 8,353,327 24 SULAWESI UTARA 7 5 0 0 0 5,120,000 3,440,000 167,800 3,607,800 26,915,000 28,595,000 25 GORONTALO 2 2 0 0 0 1,010,000 7,110,000 305,000 7,415,000 7,475,000 1,375,000 26 SULAWESI TENGAH 3 2 1 0 0 1,010,000 2,285,000 - 2,285,000 5,613,000 4,338,000 27 SULAWESI TENGGARA 4 3 1 0 0 2,890,000 4,441,000 - 4,441,000 5,350,000 3,799,000 28 SULAWESI SELATAN 11 8 2 1 0 8,390,000 6,658,500 300,475 6,958,975 27,268,429 28,999,929 29 SULAWESI BARAT 2 1 1 0 0 660,000 430,000 188,650 618,650 - 230,000 30 M ALUKU 3 1 1 0 0 2,500,000 2,634,000 475,000 3,109,000 7,530,000 7,396,000 31 M ALUKU UTARA 2 0 2 0 0 2,540,000 1,750,000 75,000 1,825,000 14,035,000 14,825,000 32 PAPUA BARAT 2 1 0 0 1 1,810,000 700,000 50,000 750,000 2,320,000 3,430,000 33 PAPUA 1 0 0 1 0 3,040,000 3,000,000 200,000 3,200,000 2,975,000 3,015,000 33 247 186 15 11 35 267,370,000 307,550,988 647,190,181 615,468,481

Tabel 4. Rekapitulasi DDUB PNPM Perkotaan 2010

KEKURANG AN 2008 + 2009 (X Rp. 1,000) KEKURANG AN 2010 (X Rp . 1,000) KOM ITM EN & TERSEDIA DANA KESEDIAAN

PROPINSI NO KOTA/ KAB PAGU DDUPB (X Rp. 1.000) KESEDIAAN (BLM + BOP) (X Rp. 1.000)

(23)

2.2.3. Kontribusi Masyarakat

Berdasarkan data Simpadu PNPM Mandiri, secara akumulatif kontribusi masyarakat terhadap pelaksanaan program sangat signifikan seperti ditunjukkan pada tabel 5. Meskipun secara besaran jumlah kontribusi masyarakat kecil, namun indikasi tersebut menunjukkan bahwa komitmen masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program begitu nyata. Hal lain misalkan yang terjadi pada PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2009 yang mampu menggerakkan 19 juta orang untuk berpartisipasi dan terlibat dalam keseluruhan proses yang dijalankan. Dari jumlah tersebut, sekitar 10 juta orang lebih adalah merupakan kategori masyarakat miskin atau sekitar 53%, dan hampir sekitar 9,3 juta orang atau sekitar 49%, merupakan kelompok perempuan.

Disamping itu, sebanyak 100.400 orang di perdesaan berhasil dipersiapkan dan difungsikan sebagai fasilitator desa/KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) untuk mendukung tugas-tugas Fasilitator Kecamatan di wilayah masing-masing. Potensi-potensi tersebut diatas adalah merupakan bagian Modal Sosial yang dimiliki dan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh masyarakat di tingkat perdesaan maupun kecamatan dalam rangka mengorganisasikan kegiatan-kegiatan di wilayah masing-masing untuk peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

(24)

Tabel 5

Kontribusi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program

Provinsi Realisasi Dana Pemerintah Realisasi Dana Masyarakat (Rp) (Rp) NAD 950,173,935,200 26,833,682,029 SUMATERA UTARA 953,697,691,159 48,313,222,061 SUMATERA BARAT 232,896,176,160 32,403,663,047 RIAU 214,848,904,230 5,570,904,700 JAMBI 272,564,219,390 6,811,301,277 SUMATERA SELATAN 514,108,896,435 14,294,034,927 BENGKULU 214,585,524,812 9,940,807,353 LAMPUNG 441,590,576,488.98 12,551,170,524 BANGKA-BELITUNG 79,507,666,750 2,144,499,950 KEPULAUAN RIAU 100,789,860,123 2,443,573,580 DKI JAKARTA 9,692,015,100 2,853,520,990 JAWA BARAT 1,298,019,436,629 284,667,455,871 JAWA TENGAH 1,003,467,666,600 310,014,720,815 YOGYAKARTA 236,516,013,850 47,121,021,077 JAWA TIMUR 2,309,934,076,775 161,443,976,242.50 BANTEN 586,110,876,615 25,401,769,238 BALI 209,823,469,560 27,556,893,677 NTB 322,710,988,410 27,190,324,604 NTT 409,867,139,239 34,124,794,022 KALIMANTAN BARAT 417,556,637,170 20,631,150,254 KALIMANTAN TENGAH 253,593,983,648.22 10,209,722,142 KALIMANTAN SELATAN 337,495,900,099 20,666,798,845 KALIMANTAN TIMUR 191,189,757,044 18,130,149,444 SULAWESI UTARA 121,900,840,071 16,518,340,285 SULAWESI TENGAH 382,034,434,683 15,230,043,971 SULAWESI SELATAN 868,507,633,186 52,406,427,853.25 SULAWESI TENGGARA 447,865,642,807 27,179,268,060 GORONTALO 133,305,542,075 9,004,510,038 SULAWESI BARAT 215,463,899,050 10,470,255,635 MALUKU 183,622,398,550 17,088,606,468 MALUKU UTARA 119,627,585,147 10,044,135,552.50 PAPUA BARAT 3,517,500,000 1,531,440,030 PAPUA 80,535,432,258 2,024,417,570 TOTAL 14,117,122,319,314. 20 1,312,816,602,132.25 Sumber : http: //simpadu- pnpm. bappenas.go.id

(25)

BAB III

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN

3.1. PERKEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PENDANAAN PNPM MANDIRI

Sebagai tindak lanjut dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, terdapat beberapa peraturan perundangan penting yang mendasari pelaksanaan program PNPM Mandiri khususnya terkait mekanisme koordinasi dan pendanaannya.

a. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Penjelasan dari Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, terkait mekanisme koordinasi adalah mengenai perlunya komitmen masing-masing pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha serta masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Mekanisme koordinasi terhadap program penanggulangan kemiskinan untuk kelompok pemberdayaan masyarakat yang berjalan selama ini diharapkan melalui mekanisme koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. Hal ini seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) :

“Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan”.

Sebagai wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, di dalam tim atau forum tersebut keanggotaannya tidak hanya berasal dari unsur pemerintah saja, melainkan juga berasal dari dunia usaha serta masyarakat luas guna mendukung kegiatan tersebut (pasal 1 ayat 2):

(26)

“Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi”

Susunan keanggotaan multistakeholder didalam Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan diharapkan juga tercermin sampai di tingkat Provinsi dan Kab/Kota dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Seperti yang tertera di dalam pasal 15, 18 ayat (1) dan 19 ayat (1):Pasal 15 “Dalam upaya meningkatkan koordinasi penanggulangan

kemiskinan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut TKPK”.

Pasal 18 ayat (1)

“KeanggotaanTKPK Provinsi terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan”.

Pasal 19 ayat (1)

“Keanggotaan TKPK Kabupaten Kota terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan”.

Arahan Perpres 15 tahun 2010 perihal pendanaan bagi kelompok

program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, dan berlaku juga untuk kelompok program penanggulangan kemiskinan lainnya baik berupa bantuan sosial berbasis keluarga maupun program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber pendanaan lain yang tidak

(27)

rnengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Seperti yang tercantum pada pasal 22 :

“Pendanaan bagi pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber pendanaan lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi, dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kab/Kota dibebankan masing-masing kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kab/Kota .

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan

Sebagai amanat dari undang-undang no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, bahwa pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan, menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, terlibat dalam pelaksanaan PNPM Mandiri dalam kapasitasnya sebagai pelaksana kegiatan Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan.

Pasal 1 ayat (10)

“Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu.”

(28)

Ayat (11)

“Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan”.

Ayat (14)

“Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah”.

Ayat (15)

“Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan”.

Sebagai pelaksana tugas Dekonsentrasi, pemerintah Provinsi melalui Satuan Kerja PNPM Mandiri, berperan melaksanakan rekruitmen bersama-sama konsultan provinsi dan kabupaten/kota dan menandatangani kontrak kerja terhadap Fasilitator Kabupaten/Kota dan Fasilitator Kecamatan berdasarkan

Standard Operating and Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh Satker

PNPM Mandiri Pusat. Selain itu pemerintah Provinsi juga wajib menganggarkan dana pembinaan minimal 1% dari pagu dana PNPM Mandiri dari Provinsi yang bersangkutan.

Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Satuan Kerja masing-masing PNPM Mandiri bertindak sebagai pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan yang

(29)

bertanggungjawab untuk menyalurkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Dana Operasional Kegiatan (DOK); berdasarkan aturan-aturan dan pedoman kerja serta petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah atau yang ditetapkan oleh Satker masing-masing PNPM. Selain berpartisipasi menyediakan dana BLM, sesuai dengan kemampuan Kapasitas Fiskal masing-masing daerah yang disebut Dana Daerah untuk Urusan Bersama, Pemerintah Kabupaten juga wajib menyediakan Dana Pembinaan; minimal 5% dari jumlah BLM yang dialokasikan di masing-masing Kabupaten/Kota.

Pasal 20:

(1) Urusan pemerintahan yang dapat dilimpahkan kepada gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) didanai dari APBN bagian anggaran kementerian/lembaga melalui dana dekonsentrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan setelah adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah melalui kementerian/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah.

(3) Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat non-fisik.

Pasal 48

(1) Urusan pemerintahan yang dapat ditugaskan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa didanai dari APBN bagian anggaran kementerian/lembaga melalui dana tugas pembantuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 49

(2) Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

(30)

c. PMK 168 Tahun 2009 Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat Dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan Menteri Keuangan 168 Tahun 2009, sebenarnya dibangun atas dasar semangat untuk menyelesaikan berbagai polemik yang muncul selama ini, terkait pendanaan urusan bersama pusat dan daerah dalam hal program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Kebijakan sebelumnya yang mengatur pendanaan PNPM Mandiri melarang program dan kegiatan yang menjadi urusan pemerintah yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan di dampingi oleh APBD seperti yang tertera pada pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) PMK Nomor 156/PMK.07/2008

(1) Program dan kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan harus tertuang dalam RKA-KL, dengan pendanaan sepenuhnya bersumber dari APBN melalui DIPA kementerian/lembaga.

(2) Dalam rangka pendanaan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/ lembaga tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping atau sebutan lainnya yang membebani APBD.

(3) Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan.

Sehingga dengan berjalannya waktu pelaksanaan program PNPM Mandiri sejak diluncurkan oleh Presiden pada tahun 2007, mengalami beberapa hambatan dan kendala terkait sharing pendanaan oleh pemerintah daerah. Secara konseptual baik di pedoman umum PNPM Mandiri maupun di petunjuk teknis operasional masing-masing program dibawah PNPM, sumber pendanaan pelaksanaan PNPM Mandiri berasal dari :

(31)

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik yang bersumber dari Rupiah Murni maupun dari pinjaman/hibah;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, terutama untuk mendukung penyediaan dana pendamping bagi kabupaten dengan kapasitas fiscal rendah;

c. APBD Kabupaten/Kota sebagai dana pendamping, dengan ketentuan menyesuaikan kapasitas fiskal masing-masing daerah.

d. Kontribusi swasta sebagai perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility);

e. Swadaya masyarakat (asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan individu/kelompok peduli lainnya).

Dana yang bersumber dari APBD, kontribusi swasta, dan swadaya masyarakat tersebut merupakan kontribusi yang harus bersinergi dengan dana dari APBN, dengan mengikuti ketentuan pengelolaan keuangan negara dan mekanisme program. Sumber-sumber dana bagi pelaksanaan PNPM Mandiri tersebut di atas digunakan untuk keperluan komponen-komponen program yaitu: a) Pengembangan Masyarakat; b) Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); c) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal; dan d) Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program.

Dengan demikian, keberadaan PMK 168/2009 selain untuk menjawab kebutuhan pendanaan untuk urusan bersama antara pusat dan daerah, PMK juga mengakomodir pelaksanaan kegiatan PNPM dimasa yang akan datang dimana Pemda dan masyarakat bertanggungjawab secara penuh terhadap pengelolaan dan keberhasilan PNPM Mandiri.

Pasal 1 ayat (5) dan (6):

“Urusan Bersama Pusat dan Daerah adalah urusan pemerintahan

di luar urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya

(32)

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota”.

“Pendanaan Urusan Bersama adalah pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pusat dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan”.

Hal ini juga sesuai dengan strategi operasional PNPM Mandiri, dimana tahapan pelaksanaan program setelah melewati tahapan pembelajaran dan kemandirian, diharapkan pemda dan masyarakat yang akan melaksanakan dan mengawal tahap keberlanjutan program.

d. PMK 61 TAHUN 2009

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 tahun 2009, merupakan penjabaran teknis tentang indikator/parameter yang digunakan dalam melihat kemampuan fiskal suatu daerah. Sebagai perangkat untuk melaksanakan ketentuan dari peraturan sebelumnya yaitu PMK 168/2009, peraturan tersebut mengatur hal-hal yang bersifat teknis tentang, penghitungan kapasitas fiscal dan indeks fiscal dan kemiskinan daerah yang digunakan untuk menghitung penentuan DDUB dari BLM yang dialokasikan kepada pemerintah daerah. Karena berdasarkan arahan PMK 168/2009 tentang Rencana penyelenggara Urusan Bersama Pusat Dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan dan alokasi anggaran DUB disusun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis.

Pasal 2:

“Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah digunakan untuk perencanaan lokasi dan alokasi DUB serta penentuan besaran (persentase) penyediaan DDUB oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Bantuan Langsung Masyarakat Program Pemberdayaan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan Tahun Anggaran 2011.”

(33)

3.2. MEKANISME PENDANAAN MASING-MASING PROGRAM

Berikut adalah mekanisme pendanaan masing-masing program PNPM Mandiri:

a. PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan sejak awal dijalankan hingga saat ini mendapat bantuan dari Bank Dunia dalam pelaksanaannya. Sejak tahun 2009, selain dari Bank Dunia, pelaksanaan PNPM Perkotaan juga didukung oleh Islamic

Development Bank. Diversifikasi donor dimaksudkan, selain sebagai respon

terhadap naiknya kebutuhan pendanaan PNPM, juga dimaksudkan untuk menghindari ketergantungan pendanaan dari hanya satu donor. Bantuan yang diberikan berupa pinjaman dana dan penyediaan technical assistance melalui pinjaman pemerintah pusat.

Selain itu, pendanaan PNPM Mandiri Perkotaan juga berasal dari pemerintah daerah melalui skema DDUB. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pelaksanaan PNPM Mandiri pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan juga sangat terbantu oleh kontribusi masyarakat, yang diberikan melalui uang, tenaga kerja dan barang (tanah, konsumsi untuk tenaga kerja, dan sebagainya).

b. PNPM Mandiri Perdesaan

Seperti halnya PNPM Perkotaan, sejak awal, PNPM Perdesaan atau yang dulu bernama Kecamatan Development Program didanai melalui pinjaman Bank Dunia. Dalam proporsi yang tidak terlalu besar, pada tahun 2009 PNPM Perdesaan juga mendapat pinjaman dan hibah dana dari IFAD. Pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan juga dibantu oleh pemerintah daerah melalui skema DDUB dan swadaya masyarakat.

(34)

c. PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan

Di wilayah perdesaan, sejalan dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, juga terdapat PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan atau dikenal juga sebagai Green PNPM yang mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah Kanada melalui CIDA dan DANIDA. Kemudian dalam perkembangannya, karena dianggap berhasil dan sejalan dengan isu mengenai lingkungan dan climate change, PNPM LMP memperoleh dukungan pendanaan dari beberapa donor melalui PNPM Support Facility (PSF). Selain itu, terdapat PNPM Generasi yang pendanaannya bersumber dari hibah AusAID yang disalurkan melalui PNPM Support Facility.

d. PNPM P2DTK

Sedangkan untuk PNPM P2DTK, pendanaannya berasal dari pinjaman Bank Dunia melalui pemerintah pusat. Tidak seperti PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan, PNPM P2DTK tidak mensyaratkan DDUB dalam pelaksanaannya. Hal ini didasari pertimbangan bahwa lokasi PNPM P2DTK adalah daerah tertinggal yang kapasitas fiskal pemerintah daerahnya masih sangat lemah.

e. PNPM PISEW

Untuk PNPM PISEW, pendanaannya dibantu melalui pinjaman luar negeri dari JBIC. Sedangkan untuk kontribusi pemerintah daerah, berbeda dengan PNPM Perdesaan dan Perkotaan yang menggunakan mekanisme DDUB, PNPM PISEW mensyaratkan adanya activity sharing, yakni pemerintah daerah harus memiliki kegiatan yang mendukung pelaksanaan PNPM PISEW. Kegiatan pendukung tersebut dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah yang dikoordinasikan dengan kegiatan PNPM PISEW.

(35)

f. PNPM PPIP/RIS PNPM

PNPM PPIP dan RIS memiki prosedur implementasi yang sama. Perbedaan keduanya adalah sumber pendanaan, yakni PNPM PPIP berasal dari rupiah murni sedangkan RIS PNPM berasal dari pinjaman luar negeri, dalam hal ini dari Asian Development Bank (ADB). Sedangkan untuk pemerintah daerah, PPIP dan RIS PNPM hanya mensyarakatkan pendanaan untuk administrasi proyek.

g. PNPM PUAP

Pendanaan PNPM PUAP berasal dari dana rupiah murni yang dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pertanian setiap tahunnya.

h. PNPM Kelautan dan Perikanan

Seperti halnya PNPM PUAP, pendanaan PNPM Kelautan dan Perikanan juga bersumber dari rupiah murni yang dialokasikan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan.

i. PNPM Pariwisata

Sedangkan PNPM Pariwisata memperoleh pendanaan sama seperti PNPM PUAP dan PNPM Kelautan dan Perikanan, yakni dari rupiah murni melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

j. PNPM Generasi

PNPM Generasi mendapatkan bantuan hibah dari Bank Dunia dan AusAID dalam pelaksanaannya. Dalam perkembangannya, karena dinilai penting dan membawa dampak signifikan dalam peningkatan kualitas kehidupan masyarat dalam bidang pendidikan dan kesehatan, porsi rupiah murni dalam pembiayaannya semakin besar.

(36)

k. PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan

Untuk PNPM LMP, pada awalnya mendapatkan bantuan dari CIDA, Kanada. Sejalan dengan isu perubahan iklim yang makin mendapat sorotan, pelaksanaannya kemudian diperluas, baik dari sisi cakupan wilayah maupun dana. Beberapa donor kemudian memberikan bantuan pendanaan program ini seperti misalkan DANIDA, pemerintah Belanda, dan lain-lain melalui PNPM Support Facility (PSF).

Tabel 6

Mekanisme Pendanaan masing-masing Program

Program Sumber Pendanaan Mekanisme BLM milik

PNPM Perkotaan RM, PLN (Bank Dunia, IDB) Pemda (DDUB) dan kontribusi masyarakat Pinjaman Pusat dan setiap tahun

Masyarakat PNPM Perdesaan RM, PLN (Bank Dunia, IFAD) Pemda (DDUB) dan kontribusi masyarakat Pinjaman Pusat dan setiap tahun

Masyarakat PNPM P2DTK RM, PLN (Bank Dunia) - Pinjaman Pusat, jangka waktu pinjaman 200…- ….. Masyarakat PNPM RIS/PPIP

RM, PLN (ADB) - Pinjaman Pusat,. Setiap tahun PNPM PISEW RM, PLN (JBIC) Pemda – sharing

kegiatan Pinjaman Pusat dari tahun …. - PUAP RM - Dekon –TP Kelautan dan Perikanan RM - Dekon

Generasi RM dan Hibah - Dekon-TP

Pariwisata RM - K/L Pusat

(37)

3.3. PERMASALAHAN PENDANAAN PNPM MANDIRI

Berdasarkan latar belakang, peraturan perundangan yang berlaku, dan ketentuan yang diterapkan selama ini dalam pendanaan PNPM Mandiri sebagaimana dijelaskan dalam bagian terdahulu, terdapat sejumlah permasalahan yang dikemukakan oleh para responden, baik di pusat maupun di daerah. Permasalahan utama terkait pendanaan dan koordinasinya di daerah antara lain adalah sebagai berikut:

a. Terkait Pendanaan Luar negeri 1) Ketergantungan pada Pinjaman

Dengan skala program yang sangat besar, PNPM Mandiri membutuhkan dana yang sangat besar untuk pelaksanaannya. Hingga saat ini, PNPM Mandiri masih sangat mengandalkan pendanaan yang bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN). Dengan masih dibutuhkannya PNPM Mandiri oleh masyarakat luas – meski perlu lebih diperjelas lagi bentuk dan mekanismenya di masa depan – maka pemerintah perlu segera memikirkan tentang pendanaan PNPM Mandiri di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya ketergantungan terhadap bantuan luar negeri dalam pendanaan PNPM Mandiri. Dalam perkembanganya, semakin banyak concern yang disampaikan oleh berbagai pihak seperti akademisi dan LSM tentang penggunaan pinjaman untuk program-program penanggulangan kemiskinan.

2) Time lag antara Pemrosesan Pinjaman dan Kebutuhan Implementasi

Pelaksanaan PNPM Mandiri di masyarakat sering terhambat oleh karena berbagai masalah administrasi terkait pinjaman. Mengingat jumlahnya yang cukup besar, maka proses pinjaman PNPM Mandiri, khususnya untuk PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan diproses sejalan dengan perencanaan tahun anggaran berjalan. Permasalahan terjadi apabila terdapat hambatan

(38)

pemrosesan pinjaman akibat kinerja program yang dianggap unsatisfactory sehingga penyelesaiannnya memakan waktu cukup lama. Proses perencanaan juga sering membutuhkan waktu cukup untuk memenuhi kriteria kesiapan (readiness criteria) dari pihak kementerian/lembaga pelaksana.

Setelah suatu pinjaman selesai dinegosiasi, masih terdapat rangkaian persyaratan administrative, seperti antara lain pembukaan rekening khusus, penyusunan peraturan dirjen perbendaharaan untuk pencairan, pencantuman efektivitas pinjaman oleh Kementerian Hukum dan Ham, revisi DIPA bila diperlukan, dan sebagainya, yang biasanya memerlukan waktu setidaknya dua bulan. Akibatnya, dana BLM baru bisa dicairkan jauh setelah proses perencanaan di masyarakat selesai. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kelancaran rekrutmen, pelatihan, dan mobilisasi pendamping serta sejumlah kegiatan perencanaan lainnya seperti pengadaan konsultan. Di tingkat masyarakat juga menimbulkan kegalauan karena dalam sosialisasi di awal perencanaan masyarakat telah diberi tahu akan hak dan kewajibannya dalam pemanfaatan BLM. Mengingat berbagai keterlambatan ini, dan juga kapasitas penyerapan di masyarakat yagn berbeda, maka sejak tahun 2008 anggaran PNPM Mandiri setiap tahunnyadapat diluncurkan hingga akhir bulan April tahun anggaran berikutnya. Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang APBN setiap tahunnya.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, sejak tahun 2010, khusus untuk dana BLM yang berasal dari pinjaman Bank Dunia, pemerintah mengembangkan mekanisme refinancing modality, yaitu mekanisme dimana pemerintah menyediakan dana talangan untuk BLM yang dapat digunakan oleh masyarakat sejak awal tahun anggaran. Dengan mekanisme ini, dana BLM dapat dicairkan dan digunakan oleh masyarakat tanpa perlu menunggu pinjaman Bank Dunia efektif. Mekanisme ini sangat membantu percepatan pelaksanaan kegiatan di lapangan, sebagaimana ditunjukkan pada penyerapan anggaran di tahun 2010. Penggunaan mekanisme ini menuntut ketertiban dan kehati-hatian pihak

(39)

dapat diklaim (eligible) kepada pihak Bank Dunia). Hal ini untuk mencegah beban keuangan negara mengingat skala pendanaan PNPM yang sangat besar.

b. Permasalahan Implementasi DDUB

Kontribusi Pemda sangat penting untuk mendukung implementasi program dan keberlanjutan PNPM Mandiri ke depan. Selain itu, kontribusi Pemda baik melalui DDUB maupun sharing kegiatan menunjukkan bahwa Pemda memberikan perhatian terhadap peningkatan peran masyarakat dan partisipasi mereka dalam pembangunan daerah. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang mengakibatkan kontribusi Pemda bervariasi antar daerah, yaitu: (i) Persepsi daerah sesuai PMK 168/2009 bahwa kegiatan Dekon dan TP tidak boleh meminta dana sharing APBD; (ii) Ketidaksepakatan dengan nilai indeks kapasitas fiskal daerah;

1) Persepsi sesuai PMK 158/2008

Dasar mekanisme penyaluran dana PNPM Mandiri baik Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maupun Dana Operasional Kegiatan (DOK) menggunakan PMK No. 158/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Seiring berjalannya waktu sesuai dengan strategi PNPM yang mengharapkan kepemilikan Pemda kedepan lebih banyak dalam pelaksanaan PNPM daripada Pemerintah, mengalami hambatan (bertentangan) dengan mekanisme pendanaan yang seharusnya dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemda. Pemerintah dalam menyalurkan dana baik BLM maupun DOK mensyaratkan adanya dukungan pendanaan dari daerah. Sharing dana dari APBD dari pemerintah daerah selaku pelaksana program yang di persyaratkan oleh PNPM bertentangan dengan salah satu pasal di PMK No. 158/2008, khususnya pasal 6 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam rangka pendanaan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping atau sebutan lainnya yang membebani APBD.

(40)

Dampak dari permasalahan pertentangan mekanisme pendanaan tersebut mengakibatkan implementasi program di tingkat masyarakat menjadi terhambat, karena banyak pemda yang tidak menyediakan sharing dana untuk BLM dan DOK yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat untuk melaksanakan kegiatan yang sudah dipilih oleh masyarakat dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Selain itu alasan pemda tidak menyediakan dana sharing untuk kegiatan BLM dan DOK adalah melanggar Untuk menjawab permasalahan tersebut diterbitkannya PMK 168 tahun 2009 yang merupakan langkah penyelesaian dari permasalahan polemik penyediaan pendamping oleh pemerintah daerah. Semangat yang mendasari PMK 168 tahun 2009 adalah adanya urusan bersama di dalam upaya penanggulangan kemiskinan khususnya PNPM Mandiri yang menjadi tugas bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, oleh sebab itu kedepan apapun bentuknya (cost sharing, activity sharing, program sharing) komitmen daerah perlu terus diupayakan untuk melembagakan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah.

2) Indeks Kapasitas Fiskal Daerah

Kapasitas fiskal daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai. Sedangkan peta kapasitas fiskal daerah adalah pengelompokan daerah berdasarkan indeks kapasitas fiskal menjadi empat kelompok yaitu daerah berkapasitas fiskal sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Peta kapasitas fiskal digunakan untuk penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk hibah dan atau diatur secara khusus dalam peraturan perundangan. Peta kapasitas terdiri dari peta kapasitas fiskal provinsi, kabupaten/kota dan peta kapasitas daerah pemekaran. Meskipun secara teknis formula tentang penghitungan sudah baku dilakukan oleh Kementerian Keuangan, namun

Gambar

TABEL 3.  REKAPITULAS I ANCAR-ANCAR LOKAS I DAN ALOKAS I S ERTA RES PON DAERAH PNPM MANDIRI PERDES AAN
Tabel 4. Rekapitulasi DDUB PNPM Perkotaan 2010
Tabel L1.1 Kriteria Alokasi PNPM Perdesaan
Diagram Mekanisme Penyaluran Dana Bantuan Langsung Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM TEKNOLOGI INFORMASI DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BRAWIJAYA. LATIHAN

3HQJXMLDQLQLGLODNXNDQXQWXNPHOLKDWKDPEDWDQ\DQJWHUMDGLDNLEDWGDUL SURVHV NRQWURO NRQHNVL ,QWHUQHW 3HQJXMLDQ LQL EHUNDLWDQ GHQJDQ SHQJJXQDDQ LQWHUYDO SDGD PHWRGH \DQJ NDPL DMXNDQ

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung paling lambat hari Senin tanggal 20 Mei 2013 Pukul 15.30 WIB. PANITIA PENGADAAN

Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara sistem pengendalian intern dengan kualitas laporan keuangan pemerintah kabupaten Gorontalo Utara pada Dinas Pendapatan

Penerapan komputerisasi di Universitas Gunadarma ini memiliki manfaat yang besar, karena dapat meningkatkan efesiensi waktu , perhitungan yang teliti, cermat dan tepat, serta

Peneliti mengambil posisi sebagai perempuan dengan menggunakan perspektif psikologi perempuan untuk melihat diri ibu dan anak perempuan dalam keluarga Tionghoa secara holistik

Investasi dalam saham dengan pemilikan 20% sampai dengan 50%, baik langsung maupun tidak langsung, atau Perusahaan memiliki pengaruh signifikan untuk berpartisipasi dalam

Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim ( schedule f) 0 4 Jumlah dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin