• Tidak ada hasil yang ditemukan

gangguan mood / afek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "gangguan mood / afek"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Gangguan mood atau afek adalah ekspresi umum dari penyakit mental dan sistemik. Kita membedakan emosi normatif seperti dukacita, kesedihan, kegembiraan, marah, dan takut dari perluasannya menjadi depresi, mania, dan sindrom campuran menjadi gangguan unipolar dan bipolar.

Kita kemudian juga membedakan gangguan kecemasan dari depresi dengan menggunakan parameter klinis maupun biologi. Diferensial diagnosis gangguan mood terhadap demensia dan skizofrenia ditentukan dari riwayat dan biologi. Secara terperinci deskripsi terhadap gejala dan tanda gangguan mood tersembunyi di bawah emosi, kognisi, psikomotor, dan anak judul vegetatif. Kita akhirnya memberikan cakupan atau batasan menjadi gangguan mood kronik dan akut, termasuk di dalamnya distimia dan siklotiamia. Pengetahuan mengenai psikopatologi gangguan mood dan variasinya memberikan arti yang besar dalam kesehatan publik untuk menerangkan konsekuensinya di bidang pendidikan, hubungan perkawinan, pekerjaan, dan area kesehatan fisik, dan lebih serius mengenai potensiasinya untuk menimbulkan tindakan bunuh diri.

Kata kunci: Afek, Gangguan Bipolar, Depresi, Mania, Gangguan Campuran, Gangguan Mood, Bunuh Diri.

(2)

1. AFEK, MOOD DAN GANGGUANNYA

Gangguan di sisi afek dan mood, terutama manifestasi dari depresi, merupakan tanda dan gejala paling umum yang mendorong seseorang untuk melakukan konsultasi kesehatan, baik dalam praktik kedokteran jiwa ataupun kedokteran umum. Ini bukanlah fakta yang mengejutkan bahwa dari perspektif perkembangan, munculnya suatu afek merupakan fungsi komunikasi yang penting. Afek adalah sesuatu yang menuntun kita untuk menilai, secara singkat, apakah orang lain itu sedang sedih , kecewa, atau marah. Afek megacu pada aspek emosi yang diekspresikan melalui mimik wajah, suara, kata-kata, gerak tubuh, postur, dan sebagainya, sedangkan mood diartikan sebagai ekspresi emosi yang lebih dirasakan atau dipikul. Senang, sedih, takut, dan marah adalah afek dasar, dan ekspresinya menunjukkan kepada kita bagaimana seseorang merasakan sesuatu di saat tertentu; mood di lain pihak berhubungan dengan apa yang dirasakan seseorang pada periode waktu tertentu.

Masing-masing orang memiliki bentuk karakter dari gelombang afek dasar yang menentukan temperamen mereka. Contohnya beberapa orang yang secara singkat bersentuhan dengan kemalangan atau penghargaan, cenderung untuk bersikap tenang. Sebaliknya, beberapa di antara yang lain mudah goyah atau menangis oleh suatu kesedihan atau kesenangan, dan masih banyak lagi yang mudah merasa takut, cemas, atau marah. Secara normal, ‘irama’ dari gelombang afek relatif kecil, tergantung resonansi kejadian hari per hari, dan tidak berhubungan dengan fungsi.

Kita berbicara mengenai gangguan afek ketika amplitude dan durasi afek itu berubah melebihi tuntutan adaptif dan memicu kerusakan fungsi. Kerusakan tersebut menyebabkan gangguan yang mendorong perubahan mood seseorang dan mempengaruhi perubahan patologi pada aktivitas fisik maupun pikiran. Gangguan mood yang menuntun ke diagnosa klinis dibagi mejadi 2 bentuk. Bentuk pertama terjadi pada episode yang menyokong gabungan tanda dan gejala afek , selama beberapa minggu sampai bulan pada satu waktu, dan membaik dalam interval waktu tertentu (biasanya tahunan). Episode dapat berupa episode

(3)

depresi (di mana depresi serta tanda dan gejala yang berhubungan medominasi gambaran klinis), manik (di mana euphoria serta tanda dan gejala yang berhubungan mendominasi gambaran klinis), atau campuran (di mana manifestasi depresi dan manik dapat di muncul bersamaan). Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition (DSM-IV), pasien dengan episode depresi tunggal atau berulang dikatakan memiliki gangguan depresi mayor, kadang tampak seperti gangguan unipolar, yang dapat muncul pada segala umur. Hampir semua pasien dengan episode manik dan campuran, juga memiliki episode depresi, dan karena alasan inilah, penyakit tersebut dikenal sebagai gangguan bipolar. Onset gangguan bipolar ini adalah pada kelompok usia yang lebih muda (remaja sampai usia 40-an tahun). Gangguan bipolar juga dikenal sebagai penyakit manik-depresif. Meskipun depresi mayor dan bentuk bipolar dari gangguan mood ini dapat dipercepat oleh stressor sosial dan biologi.

Bentuk kedua dari gangguan afek terdiri dari periode mood yang berfluktuasi yang tidak dikelompokkan ke dalam episode yang berbeda, namun terjadi pada bentuk low-grade intermitten, umumnya mulai terjadi pada masa akhir kanak-kanak atau lebih tua dan berlanjut selama masa dewasa. Distimia dikarakteristikkan sebagai manifestasi dari depresi ringan, hipertimia terjadi pada periode yang lebih ringan dikenal sebagai hipomania, dan siklotimia dengan berbagai mood yang bergantian antara periode ‘naik’ dan ‘turun’. Ketiga kondisi ini juga dikenal sebagai ‘gangguan subafektif’ dengan pengertian ketiganya menunjukkan ekspresi klinis yang lemah dari gangguan afek. Kondisi tersebut dapat muncul selama hidup sebagai temperamental yang ekstrim tanpa keadaan patologi yang signifikan, akan tetapi ketika ditekan, dapat memicu beberapa kerusakan fungsi dan kecenderungannya menjadi kronik. Dalam praktek klinis, distimia dan siklotimia sering menjadi prekursor terjadinya depresi berat atau gangguan bipolar atau menambah manifestasi inter-episode pada pasien yang telah kembali dari masa penyembuhan depresi, manik, atau campuran,

(4)

Perbedaan gangguan unipolar-bipolar di deskripsikan melalui kerangka umum dari gangguan mood. Antara depresi unipolar yang sempurna dan gangguan bipolar tipe I (depresi bergantian dengan mania atau campuran), ada suatu kondisi yang disebut unipolar II (pada pasien ditemukan hipomania atau kegembiraan yang ringan dalam pengobatan antidepresan, dan dengan alasan ini lebih tepat dikarakteristikkan sebagai gangguan bipolar tipe III), dan bipolar II (pada pasien dengan hipomania spontan, umumya pada akhir episode). Pada beberapa pasien gangguan bipolar tipe II, lamanya periode adalah sering dan baiknya pasien dideskripsikan memiliki gangguan ‘depresi siklotimik’. Akhirnya, untuk mengkomplikasikan masalah, beberapa pasien gangguan bipolar seharusnya ditentukan sebagai pasien ‘pseudounipolar’ karena mereka jatuh ke keadaan depresi berat dari kedudukan yang lebih tinggi daripada tingkatan normal temperamen hipertimia. Bentuk lain selain gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan bipolar tipe IV. Penelitian yang lebih banyak masih diperlukan menghantarkan kondisi afek intermediet ini untuk mendapatkan penetapan nosologi yang lebih baik. Tabel 23.1 merangkum konsep di atas mengenai subtype gangguan bipolar. Hanya gangguan bipolar I dan II yang secara resmi dimasukkan dalam American Psychiatric Association’s official nosology (DSM IV-TR, 2000). Dalam DSM IV-TR, gangguan unipolar tidak dimasukkan, karena dengan meningkatnya episode, banyak pasien depresi berat berganti menjadi gangguan bipolar I atau bipolar II.

Tabel 23.1. Spektrum Gangguan Bipolar

Bipolar I Depresi bergantian dengan mania atau sebaliknya Bipolar II Depresi diselingi episode hipomania

Bipolar III Pergantian hipomania dalam pengobatan antidepresan atau somatoterapi yang lain

Bipolar IV Depresi yang muncul dari temperamen hipertimik

Pada ekspresi patologi, afek marah tidak dirinci ke dalam gangguan psikopatologi yang jelas dan umum pada jenis gangguan psikiatri. Takut, di lain

(5)

pihak, dalam ekspresi patologis nya dikenal sebagai kecemasan, yang tidak hanya terlihat secara tak langsung pada banyak kondisi pasikiatri, namun juga dirincikan ke dalam spektrum gangguan kecemasan.

Tujuan utama dari bagian ini, adalah untuk mendeskripsikan tanda dan gejala dari kekacauan afek dan mood secara detail untuk menjelaskan perbedaannya dari afek normal dan manifestasi dari gangguan psikiatri yang lain.

Apapun spesialisasi utamanya , setiap dokter harus berkompeten untuk membuat diagnosis dan memberikan pengobatan untuk kondisi depresi, tidak hanya karena prevalensinya yang tinggi tapi juga sebagai data penting berkaitan dengan disabling nature dari depresi yang berkelanjutan dan tidak dapat ditentukan. Suatu laporan yang dipublikasikan di JAMA menunjukkan bahwa ketidakmampuan fungsi yang dipengaruhi oleh depresi melebihi kebanyakan kondisi medis lainnya dan sebanding dengan penyakit jantung. Data terbaru semakin menunjukkan penemuan dari gangguan bipolar, termasuk depresi bipolar. 2. SINDROM DEPRESI

Seperti pada kondisi medis lainnya, tanda dan gejala depresi cenderung dikelompokkan bersama dalam suatu sindroma, atau sering disebut dengan ‘depresi klinis’. Depresi sebagai sindroma medis telahh diketahu sejak zaman Hipocrates, kurang lebih 2500 tahun yang lalu. Penelitian kontemporer canggih dilakukan oleh Lewis dan Jackson. Faktor etiologi multipel (beberapa genetik, lainnya lingkungan) dapat meningkatkan jalur sampainya ke suatu keadaan depresi. Satu kelompok faktor penyebab yang selalu ada berkenaan dengan etiologi depresi, terutama pada pasien usia lebih dari 40 tahun, adalah penyakit sistemik atau obat-obatan yang digunakan untuk pengobatannya. Hal ini tidak selalu jelas, namun, penyakit-penyakit tersebut mampu menyebabkan depresi. Biasanya, tidak lebih dari 15% dari salah satu kondisi dalam daftar tabel akan menderita depresi. Lebih jauh, mengurangi kondisi fisik yang mengganggu, jika semuanya dimungkinkan, tidak sera merta menyembuhkan keadaan depresi.

Memang, mereka yang meninggal karena depresi yang disebabkan karena kondisi somatik, biasanya memiliki riwayat depresi pada pribadi atau

(6)

keluarganya. Jadi beberapa faktor predisposisi, terutama factor genetik, tampaknya berperan terutama untuk gangguan mood yang berulang. Akan tetapi prognosis dari depresi ini bervariasi, tergantung apakah depresi tersebut terjadi bersamaan dengan gangguan psikiatri medis atau gangguan nonafektif lain, seperti ganguan panik, sosiopati, dan skizofrenia. Depresi sekunder ini cenderung menunjukkan penampakan klinis dan sering menetap hingga beberapa bulan (kadang beberapa tahun), melebihi durasi umumnya dari depresi.

2.1. Perubahan Mood

Gangguan mood biasanya ditentukan sine qua non dari sindroma dan bisa menimbulkan manifestasi baik munculnya rasa sakit atau hilangnya keinginan untuk berbuat senang (anhedonia).

Rasa sakit bisa terjadi karena adanya kesedihan yang sangat, ketidaknyamanan, atau kecemasan, dan lebih ekstrim lagi penderitaan mendalam yang tidak terlukiskan. Perasaan ingin marah dan kecemasan sering berbeda secara kualitatif dari penyakit ‘neurotic’ yang lain dan mengambil bentuk kekacauan dalam diri yang berat dan kegelisahan yang tak berdasar. Rasa sakit fisik dari depresi sangat menyiksa dan dideskripsikan pasien bahwa sakitnya melebihi rasa sakit fisik umumnya. Willian James merujuk depresi ini sebagai ‘psychical neuralgia’. Pasien dapat saja melakukan bunuh diri dalam usaha untuk menemukan pembebasan dari rasa sakit fisik yang menyiksa tersebut. Literatur lebih baru mengenai penderitaan depresi diungkapkan William Styron- yaitu suatu kondisi ‘kegelapan’ menjadi terlihat.

Pasien yang lain, menderita dari penyakit yang lebih ringan dan terlihat dalam pelayanan primer, menyangkal pengalaman seperti sakit mental, dan malah mengeluh mengenai masalah monosimptomatik psigikal, seperti sakit kepala, nyeri epigastrik, dan precordial distress dalam ketidakadaan bukti diagnosa patologi kelainan organik. Rasa sakit yang multipel, mungkin muncul terutama pada pasien muda. Kondisi-konsisi seperti ini disebut sebagai depression sine depression, atau ‘masked

(7)

depression’. Dalam situasi seperti ini seorang pemeriksa dapat menghubungkan munculnya perubahan mood dengan afek depresi dari ekspresi muka, suara, dan penampakan pasien secra keseluruhan, depresi tipikal masa lau, atau riwayat depresi pada keluarga dapat dijadikan sebagai validator eksternal.

Secara berlawanan, persepsi memuncak dari rasa sakit dari depresi sering diikuti oleh ketidakmampuan untuk merasakan kesedihan dan dukacita yang normal, seperti halnya juga kesenangan dan kegembiraan. Jadi, anhedonia, hilangnya kemampuan untuk merasakan kegembiraan adalah suatu contoh special dari ketidakmampuan yang lebih umum untuk merasakan emosi yang normal. Pasien dengan gangguan seperti ini sering kehilangan kemampuan untuk menangis (suatu kemampuan yang harusnya muncul ketika depresi memuncak)

Selama interview klinis, tidaklah cukup hanya menanyakan apakah pasien kehilangan rasa senang, pemeriksa juga harus menunjukkan bahwa pasien sudah menyerah akhir-akhir ini menikmati masa lampaunya. Dalam kasus yang ekstrim, pasien mungkin mengeluh bahwa dirinya kehilangan rasa untuk anak-anaknya, yang seharusnya menjadi sesuatu yang menggembirakan untuknya. Akibat dari hilangnya perasaan emosional dapat menjadi sangat meresap sehingga pasien merasa kehilangan nilai dan kepercayaan yang sebelumnya berharga dalam hidupnya. Hal ini diterangkan secara rinci oleh Tolstoy dalam autobiografiny, Confession, di sini ia bercerita bagaimana depresi yang dialami dalam hidupnya menghantarkannya ke suatu ‘krisis spiritual’. Ketidakmampuan depresi untuk merasakan emosi yang normal berbeda dengan apa yang terjadi pada skizofrenia (dimana hilangnya emosi dialami sebagai penyakit itu sendiri). Oleh karena itu, pasien depresi sangat menderita terhadap ketidakmampuannya untuk merasakan emosi.

Tabel 23.2. Kondisi medis dan farmakologis yang umumnya berhubungan dengan onser terjadinya depresi

(8)

Kondisi Medis Agen Farmakologi

Hipertiroid Reserpine, alpha-methildopa, dan antihipersensitif yg lain

Penyakit Chusing’s Kemoterapi antikanker

Diabetes mellitus Kortikosteroid, kontrasepsi oral

SLE Interferon

Infark myocard Simetidin, indometasin

Avitaminosos Antipsikotik klasik

Anemia Insektisida antikolinesterase

Kanker (terutana abdominal) Alcohol, barbiturate

Tuberkulosis Stimulant withdrawl

Influensa; pneumonia virus Infeksi mononucleosis General paresis

AIDS

Tumor serebral Trauma kepala

Kejang parsial kompleks Stroke Penyakit Parkinson Multiple sklerosis Penyakit Alzheimer Sleep apnea 2.2. Gangguan Vegetatif

Orang-orang kuno beranggapan bahwa depresi adalah penyakit somatik yang disebabkan oleh air empedu hitam, karena itulah istilah melankolik berasal dari kata bahasa Yunani “Melancholia” yang berarti air empedu hitam. Pada kondisi depresi, perubahan mood memang disertai beberapa gangguan fisiologis yang melibatkan disfungsi limbik-diensefalon. Termasuk dalam gangguan fisiologis tersebut adalah perubahan libido, menstruasi, nafsu makan, tidur, dan irama sirkadian lainnya. DSM IV menggunakan istilah melankolia untuk sekumpulan gejala khas depresi yang meliputi gangguan vegetatif, psikomotor, anhedonia, dan pencelaan diri.

(9)

Penurunan hasrat seksual bisa terjadi pada pria maupun wanita. Pada wanita juga sering dijumpai keluhan berupa berhentinya menstruasi atau frekuensinya menjadi jarang. Penurunan libido pada pria sering mengakibatkan kegagalan ereksi.

Gangguan tidur dan nafsu makan telah diketahui sejak zaman Hippocrates dimana terdapat kasus seorang perempuan dengan pikiran melankolik yang diketahui memiliki gejala susah tidur, malas makan, rasa takut, dan murung.

Penurunan aktivitas tidur dan nafsu makan bisa terjadi bersamaan, namun tidak jarang juga salah satunya justru mengalami peningkatan. Kenaikan berat badan bisa disebabkan oleh makan berlebihan, penurunan aktivitas atau keduanya. Perubahan berat badan pada depresi bisa menimbulkan dampak serius. Kurangnya asupan makanan terutama pada lansia, dapat menyebabkan malnutrisi dan gangguan elektrolit yang mengarah pada kedaruratan medis. Peningkatan berat badan pada usia dewasa muda dapat meningkatkan resiko diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit arteri koroner.

Seperti halnya nafsu makan, aktivitas tidur mungkin mengalami peningkatan atau penurunan. Insomnia adalah salah satu manifestasi utama dari gangguan depresi dan ditandai oleh keadaan terjaga atau tidak tidur terutama saat dini hari. Fase tidur nyenyak bisa berkurang atau tidak sempurna. Konsumsi alkohol pada awalnya bisa mengatasi keluhan ini, tapi pada akhirnya dapat memperparah insomnia. Penggunaan obat sedatif efektif mengatasi penurunan frekuensi susah tidur untuk jangka waktu pendek tapi tidak efektif untuk jangka waktu yang lama karena penurunan fase tidur ke-3 dan ke-4.

(10)

Pasien muda dengan depresi, terutama yang mempunyai kecenderungan bipolar bisa dijumpai keluhan hipersomnia. Pasien tipe ini kesulitan terbangun pada pagi hari. Baik mengalami insomnia atau hipersomnia, hampir 2/3 pasien mengalami pemendekan fase laten REM, yaitu periode dari mulai tertidur sampai periode REM pertama. Kelainan ini terlihat sepanjang episode depresi. Kelainan REM lainnya termasuk periode REM yang lebih lama dan meningkatnya frekuensi pergerakan mata pada separuh malam yang awal. Kelainan-kelainan pada REM ini lebih spesifik terjadi pada gangguan depresi primer dibanding pada pasien-pasien dengan skizofren, kecemasan, atau gangguan kepribadian.

2.3. Gangguan Psikomotor

Pasien depresi menunjukkan kelainan khas fungsi motorik. Tanda-tanda penurunan aktivitas psikomotor antara lain:

 kurangnya gerakan spontan

 postur lunglai dengan tatapan menunduk

 kelelahan yang luar biasa, pasien mengeluh semua yang dilakukannya melelahkan bahkan untuk aktivitas yang ringan dan sederhana sekalipun

 saat berbicara kurang mengalir dan intonasi juga menurun

 perasaan subjektif bahwa waktu berjalan lambat atau bahkan berhenti

 menurunnya konsentrasi dan sering lupa

 hilangnya kemampuan membuat keputusan

DSM IV membuat kriteria objektif yang lebih mudah untuk mengetahui adanya perlambatan psikomotor ditinjau dari aspek fisik. Contoh kasus yang menggambarkan perlambatan psikomotor pada pasien depresi adalah seperti kasus pasien berikut :

Seorang pria 47 tahun dengan depresi sedang, mengeluhkan hal-hal berikut : “Saya kelelahan sekaligus memiliki perasaan yang kelam.

(11)

Ketangkasan berkurang, bahkan sekedar aktivitas menulis sekalipun terasa sebagai tugas yang berat. Saya kesulitan mengingat sesuatu terutama kata-kata. Daya ingat melemah dan hal itu membuat frustasi. Otak rasanya kacau, proses berpikir melambat dan membingungkan. Pikiran saya serasa terputus terutama saat tengah berbicara atau berpikir. Saya merasa tidak berdaya. Di pagi hari, saya merasa loyo, tak berdaya, dan bimbang. Saya bahkan tidak bisa memutuskan dasi mana yang sebaiknya saya pakai. Saya merasa seperti kehilangan arah dan tujuan. Saya tidak bisa mengaktualisasikan diri saya, saya tidak mampu berusaha mewujudkan keinginan saya, saya sama sekali tidak memiliki kemauan”.

Penurunan psikomotor menyebabkan pasien tidak bisa lagi bekerja, urusan rumah berantakan, dan bila dia seorang pelajar maka dia bisa berhenti sekolah. Pada orang yang lebih tua penurunan fungsi mental bisa menyerupai seolah-olah pasien mengalami demensia karena gangguan memori, disorientasi, dan kebingungan. Gambaran klinik ini dikenal sebagai pseudodemensia depresif. Pada pasien muda dengan depresi, terutama pasien bipolar, manifestasi berat dari penurunan psikomotornya bisa berupa stupor dimana pasien bahkan tidak bisa menjalankan tugas biologis seperti makan. Terapi elektrokonvulsi sering bermanfaat dalam beberapa kasus, tetapi kemungkinan diagnosa kasus stupor karena sebab metabolik atau neurologik harus disingkirkan terlebih dahulu dengan evaluasi klinik dan laboratorik yang tepat.

2.4. Gangguan Kognitif

Istilah kognitif mengarah pada memori, proses berpikir, dan isi pikiran. Pada pasien dengan depresi, gangguan kognitif bersifat sekunder karena gangguan psikomotor. Selain terjadi kesulitan konsentrasi dan gangguan memori, pasien depresi menunjukkan abnormalitas pikiran berupa

(12)

pandangan negatif tentang dirinya, dunia, dan masa depan. Secara klinis, manifestasinya antara lain :

 Adanya ide berupa ketidakberuntungan dan perasaan kalah

 Rendah diri

 Mencela diri sendiri dan adanya rasa bersalah

 Pesimis, perasaan tidak ada harapan

 Pikiran berulang tentang kematian dan bunuh diri

Karakteristik utama pasien depresi adalah dia berpikir tentang segala sesuatu dengan pandangan negatif dan suram. Penilaian tentang diri sendiri biasanya salah. Beberapa gejala tersebut bahkan mendekati ke arah waham. Pada pasien dengan depresi berat bisa memiliki gejala berupa waham, perasaan tidak berarti, rasa berdosa, dan perasaan tersiksa. Pasien depresi merasa bahwa mereka sudah tak punya arti lagi, bahkan sebagian pasien dengan depresi merasa menderita penyakit berat semacam AIDS atau kanker atau merasa salah satu bagian dari anggota tubuhnya hilang (waham nihilistik). Sejumlah kecil pasien depresi bisa memiliki halusinasi auditorik semisal suara-suara yang menuduh atau halusinasi visual misalnya mereka melihat diri mereka di peti mati atau di kuburan. Semua tanda psikotik tersebut menjadi bukti bahwa pasien dengan depresi mempunyai mood yang patologis.

Ketika aktivitas psikomotor mulai membaik baik secara spontan atau dengan antidepresan, mood dan pikiran mereka bisa jadi belum membaik sehingga kemungkinan masih ada ide untuk melakukan bunuh diri. Karena itu, selama periode penyembuhan depresi memerlukan kehati-hatian kemungkinan adanya usaha bunuh diri.

(13)

Depresi jelas berbeda dengan perasaan sedih yang biasa. Sifat berkelanjutan dari gangguan mood dengan tanda dan gejala pada aspek vegetatif, psikomotor, dan kognitif, adanya kecenderungan untuk berulang, dan adanya riwayat gangguan mood pada keluarga cukup untuk membedakan depresi dari perasaan sedih biasa yang memang umum dialami oleh setiap orang.

Dokter akan menemui kesulitan dalam memutuskan apakah pasien mengalami perasaan sedih biasa atau sudah mengarah ke tanda klinis depresi. Karena sekitar 5% orang-orang yang mengalami duka cita karena musibah kematian juga mempunyai banyak gejala depresi dalam kurun waktu satu tahun pertama setelah musibah, bagaimana dokter bisa menentukan apakah rasa sedih tersebut telah berkembang ke arah melankolia? Clayton dkk, telah membuat kriteria berikut sebagai pedoman :

 Kecenderungan untuk bunuh diri tidak terjadi pada orang dengan rasa sedih yang biasa

 Tidak ada tanda penurunan psikomotor pada orang dengan rasa sedih yang biasa

 Orang dengan rasa sedih yang biasa tidak memiliki perasaan bersalah yang berlebihan

 Mumifikasi atau pembuatan mumi dari mayat orang yang dicintai termasuk abnormal dan merupakan indikasi psikopatologi

Meskipun temuan DST dan jeda REM tidak secara sistematis dikaji dalam konteks ini, keduanya mungkin dapat membantu, terutama ketika didapatkan nilai-nilai laboratorium yang sangat menyimpang dalam proses diagnostik diferensial. Berikut adalah gambaran tentang penggunaan bersama indikator klinis dan biologis dalam melakukan diagnosis diferensial sindrom afektif yang menggambarkan ciri kesedihan patologis (36).

(14)

Seorang janda usia 75 tahun dibawa oleh putrinya karena insomnia berat dan hilangnya minat dalam melakukan rutinitas sehari-hari setelah suaminya meninggal dunia 1 tahun sebelumnya. Pada dua bulan pertama wanita tersebut mengalami kegelisahan dan berlanjut jatuh ke dalam kondisi tidak melakukan aktivitas secara total, tidak ingin turun dari tempat tidurnya, tidak ingin melakukan apa pun dan tidak ingin pergi keluar. Menurut penjelasan putrinya, dia telah menikah selama 21 tahun, memiliki empat orang anak dan bekerja sebagai ibu rumah tangga sampai kematian suaminya yang disebabkan karena serangan jantung. Riwayat psikiatri dahulu negatif; penyesuaian premorbid ditandai dengan sifat kompulsif. Selama wawancara, wanita tersebut berpakaian hitam, nampak agak lambat dan sesekali terisak dan berkata “Saya mencari dia dimana-mana, saya tidak menemukan dia”. Ketika ditanya tentang kehidupan, wanita tersebut berkata, “Semua yang saya lihat gelap." Meskipun ia mengutarakan tidak ada minat dalam makan, tampaknya berat badannya tidak hilang secara berarti. DST wanita tersebut 18 dl. Pasien menolak perawatan psikiatri, dinyatakan dengan ia “lebih suka bergabung dengan suaminya daripada sembuh”. Dia terlalu religius untuk bunuh diri, tapi dengan menolak pengobatan, ia merasa bahwa ia akan “merana, menemukan keringanan dalam kematian dan bersatu kembali!”.

Pengalaman klinis terkini menunjukkan bahwa pengobatan antidepresan sering diindikasikan ketika kesedihan telah mencapai ambang batas secara klinik (37).

4. PERBEDAAN ANTARA ANSIETAS DAN KEADAAN DEPRESI

Ansietas (kecemasan) merupakan gejala yang umum dari depresi, dan depresi merupakan komplikasi yang umum pada gangguan kecemasan. Memisahkan kedua alternatif tersebut dengan dasar klinis yang kuat tidaklah selalu mudah. Studi sistematis di UK menunjukkan bahwa terbangun di pagi buta, retardasi psikomotor, mencela diri sendiri, putus asa dan adanya ide bunuh diri

(15)

merupakan tanda klinis terkuat dari depresi yang dapat digunakan pada diferensial diagnosis. Pada follow up pasien depresi, manifestasi ini cenderung berkurang, sedangkan pada pasien ansietas berlanjut memperlihatkan gambaran tanda dan gejala yang terdiri dari ketegangan yang jelas, fobia, serangan panik, ketidakstabilan vasomotor, perasaan yang tidak nyata, penyimpangan persepsi, serta ide paranoid dan hipokondria. Ciri khas ansietas yang dominan diperlihatakan pada pertarungan melawan penyakit yang mengisyaratkan diagnosis gangguan kecemasan. Hal tersebut harus disimpan dalam ingatan, namun, bahwasannya gangguan kecemasan yang pertama kali jarang muncul setelah usia 40 tahun. Oleh karena itu, sebaiknya menjadi perhatian pada pasien yang menunjukkan tanda gangguan kecemasan yang muncul pertama kali setelah usia 40 tahun bahwa pasien tersebut menderita depresi yang berat dan mereka perlu perawatan yang sesuai dengan kondisinya. Kasus berikut terjadi di pusat gangguan tidur, ilustrasinya sebagai berikut,

Seorang guru sudah menikah berusia 52 tahun dengan riwayat psikiatri yang biasa saja sebelumnya dirujuk oleh dokter penyakit dalamnya untuk menyingkirkan gangguan sleep apneu. Tiga minggu sebelumnya, dia mulai terbangun beberapa kali di malam hari, terengah-engah dan berkeringat, dengan berdebar-debar dan ketakutan yang hebat. Tidak ada mimpi yang luar biasa yang diingatnya. Sejarah mengungkapkan bahwa seorang temannya, yang memiliki hubungan tidak terlalu dekat dengan pasien, baru saja menderita serangan jantung yang berat dan menjalani operasi bypass. Keluhan tambahan yang dialami pasien meliputi terbangun di pagi buta, perasaan lelah di pagi hari, ketegangan, mudah marah dan ketakutan sepanjang hari, kesulitan mengajar di kelas. Nafsu makan dan libido tidak berubah. Pasien menyangkal depresi secara subjektif. Selama wawancara psikiatri, wajahnya mengekspresikan kekhawatiran dan kesuraman dan dia tampak cukup gelisah, dia tersiksa oleh ketakutan bahwasannya dia mungkin akan meninggal tiba-tiba, meskipun dia tidak dapat mengatakan

(16)

penyebabnya. Anehnya, dia tidak menyadari kejelasan hubungan antara keseriusan penyakit temannya dengan awal mula gejala kesedihan yang dialaminya. Riwayat keluarga biasa saja. Pasien tidak merespon pemberian dosis awal diazepam 20 mg/hari selama 3 minggu. Setelah kegagalan obat tersebut, evaluasi polysomnografik dikesampingkan sleep apneu sementara menunjukkan jeda REM 38 menit, middle dan terminal insomnia dengan efisiensi tidur 64%. Dalam jangka waktu 15 hari pasien menunjukkan respon yang dramatis terhadap efek sedatif antidepresan.

Pasien dengan kecemasan dan ketegangan seperti tersebut menunjukkan varian dari depresi unipolar dan pada klasifikasi sebelumnya, gangguan tersebut disebut “Involution melancholia”. Untuk mendukung diagnosis terakhir, seorang doker harus mencatat gangguan berupa gejala irritable-hipomanic ke dalam episode depresi. Pada kasus yang lebih berat, keadaan bipolar campuran perlu dipertimbangkan dalam diferensial diagnosis.

Sampai saat ini, diferensial diagnosis dari ansietas dan keadaan depresi masih belum terselesaikan. Meskipun penyakit depresi yang berulang merupakan perbedaan yang paling utama dari gangguan ansietas, setidaknya ada beberapa bentuk depresi yang bertumpangtindih dengan ganggguan panik.

Pada penelitian sleep EEG menunjukkan bahwa jeda REM yang pendek bukan karakteristik dari gangguan ansietas, bahkan ketika dikomplikasikan dengan depresi (41). Lebih lanjut, arecoline memperpendek jeda REM pada depresi namun tidak pada ansietas (42). Temuan DST pada umumnya negatif pada ansietas (43). Tetapi, aktivitas corticotrophin-releasing factor (CRF) menunjukkan peningkatan baik pada depresi maupun ansietas. Aliran darah lengan bawah basal meningkat pada ansietas namun tidak pada depresi. Sebaliknya, daya hantar dasar kulit, ukuran psikofiologik lainnya, menurun pada keadaan depresi (47). Pertimbangan biologis ini tidak menjanjikan sebagai pengganti penilaian klinis.

(17)

Tabel 23.4 meringkas pertimbangan klinis berdasarkan bobot literatur yang menunjukkan perbedaan yang paling besar antara keadaan ansietas dan depresi (47).

Perbedaan klinis lebih lanjut pada riwayat keluarga (48). Dengan demikian, pasien yang menunjukkan gejala ansietas selama depresi memiliki anggota keluarga dengan depresi dan bukan gangguan ansietas; Sebaliknya hal ini benar untuk pasien yang diagnosis primernya adalah gangguan ansietas. Pasien dengan keadaan campuran, seperti yang diperkirakan, sering kali memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar (39).

Hasil akhir pembahasan hubungan antara ansietas dan depresi adalah berupa istilah yang disebut dengan “depresi atipikal” (49). Secara klasik, hal ini ringan, pasien depresi rawat jalan (yang terkadang mengalami sindrom mendalam yang penuh) terutama ditemukan pada wanita muda yang merupakan rujukan dari bagian kardiologi, karena manifestasi peningkatan aktivitas sistem saraf otonom. Berlawanan dengan latar belakang ansietas dengan gejala somatik, yang biasanya menyebabkan fobia, pasien tersebut menderita insomnia awal (tidak bisa tidur dalam dan terlalu lama bila telah bisa tidur), kelelahan dan kelesuan di siang hari, reaksi yang berlebihan dan merasa keadaannya lebih buruk di malam hari. Diferensial diagnosis ini penting, karena Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) lebih mungkin efektif pada pasien tersebut (50). Pasien tersebut juga memiliki kedekatan terhadap gangguan bipolar II (51). Singkatnya, komponen penanda ansietas pada keadaan depresi tidak bisa secara otomatis dianggap “unipolar”. Tabel 23.4. Perbedaan secara cross-sectional ciri klinis keadaan ansietas dan

depresi

Ansietas Depresi

Kewaspadaan yang

berlebihan

(18)

Tekanan dan panik yang berat

Kesedihan yang mendalam Persepsi bahaya Persepsi kehilangan

Fobia Kehilangan minat (anhedonia)

Keraguan dan ketidakpastian Keputusasaan dan ingin bunuh diri

Perasaan tidak aman Penarikan diri Tampilan kecemasan Hilangnya libido

Terbangun dini hari Hilangnya berat badan 5. HETEROGENITAS GANGGUAN DYSTHYMIK

Sebagaimana didefinisikan dalam DSM-IV, dysthymia mengacu pada kronis, ringan, depresi yang berulang, dimana lamanya minimal 2 tahun. Kecuali dihubungkan dengan kekronisan, hal ini mirip dengan apa yang telah diklasifikasi diawal, yaitu yang disebut "depresi neurotik." Hal ini merupakan pengelompokan heterogen dimana beberapa bagian secara nosologik tidak dapat dikategorikan (52). Beberapa pasien yang menunjukkan depresi ringan berulang tidak menderita gangguan mood primer; kemurungan mereka merupakan sekunder dari kondisi kejiwaan lainnya, seperti gangguan kecemasan, anorexia nervosa, gangguan konversi, sociopathy, dan varian lainnya. Lebih umumnya, depresi ringan merupakan tahap sisa dari depresi berat primer yang kesembuhannya tidak sempurna; Gejala sisa seperti ini paling sering terlihat pada penyakit unipolar onset lambat (<40 tahun). Ada juga disthimia primer onset awal. Hal Ini dimulai secara terselubung di usia remaja, atau bahkan di masa kanak-kanak akhir, tidak nampaknya gejala gangguan jiwa lainnya dan muncul secara intermitten. Jika depresi berat diredakan, pasien kembali pada derajad ringan, pasien pada pemulihan. Pasien tersebut cenderung introvert, mengorbankan diri, dan merendahkan diri. Mereka biasanya melamun, anhedonia, dan hypersomnolen; menderita kelemahan psikomotor, dan cenderung memburuk di pagi hari. Jeda REM berkurang menjadi kurang dari 70 menit, dan riwayat keluarga bisa positif

(19)

baik itu untuk gangguan unipolar maupun bipolar. Untuk alasan ini, pasien tersebut dapat merespon berbagai jenis antidepresan dengan episode hypomanik ringan. Secara singkat, bentuk dari disthimia tampak sebagai "gangguan subaffective" sebenarnya (yaitu, ekspresi klinis lemah dari gangguan mood primer) atau sebaliknya, cyclothymia minus hypomania spontan. Gambaran yang berikut ini adalah deskripsi diri dari seorang perawat berusia 34 tahun dengan "depresi"; Hal ini memberikan gambaran konsep dysthymia sebagai gangguan subaffective:

Penderitaan merupakan bagian terbesar dari diriku bahwa ia mendefinisikan kepribadian saya. Hal ini diwujudkan dengan rasa ketidakmampuan yang mendalam yang hampir selalu dirasakan secara fisik. Aku merasa berat seolah-olah ada batu digantungkan dengan rantai panjang menjuntai di dalam diriku dengan sumur yang gelap dan tak berdasar. Saya merasa usaha saya sia-sia bahkan dalam hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, dimana hal tersebut selama bertahun-tahun, telah menjadi prinsip utama dalam hidup saya. Penderitaan yang saya alami berupa isolasi diri. Hampir tidak pernah mungkin bagi saya untuk menjelaskan kepada siapa pun perihal kesedihan luarbiasa yang hampir melumpuhkan saya di pagi hari. Saya tidak pernah memperhatikan jangka waktu periode depresi, depresi itu nampaknya datang dan pergi secara tidak teratur. Nafsu makan saya tidak berubah, tapi saya tidur lebih lama, kadang-kadang 15 jam per hari. Periode suram ini telah menjadi bagian dalam kehidupan saya selama yang bisa saya ingat. Saya tidak pernah meminum obat untuk hal ini. Mulanya tersembunyi dan berbahaya, tetapi dapat kembali ke mood normal secara tiba-tiba, seperti menekan tombol lampu, dan saya akan membaik dalam seminggu atau lebih, dan jika saya beruntung, dalam beberapa minggu. Ibu saya mengalami gangguan mood. Saya ingat ketika ibu saya menangis tanpa alasan ketika saya sampai di rumah dari sekolah menemukannya masih meringkuk di tempat

(20)

tidur. Bibiku mengatakan dia "malas". Dan kemudian saya ingat dia menjadi hiperaktif, berlebihan dan meluap-luap. Ayahnya juga mengalami masa depresi. Sehingga tampaknya saya memiliki takdir untuk dihukum dengan kehidupan yang menderita. Pertanyaan besar saya adalah mengapa saya telah menyangkal kenyataan bahwa ibu saya sangat menikmati, bahkan pada saat-saat tertentu seperti ia memberi neraka kepada ayah saya.

Berikut merupakan salah satu pertanyaan yang belum terpecahkan dari teka-teki gangguan mood, mengapa beberapa individu bipolar berasal dari episode depresi tunggal dan dari perkembangan “kepribadian” yang depresif, seperti dalam kasus pasien ini. Seperti dijelaskan dalam bagian berikutnya dari bab ini, pada kenyataannya pasien tersebut menderita "pseudo-unipolar" dalam artian bahwa mereka beresiko secara farmakologi berpindah ke periode hypomanik.

6. SINDROM MANIK

Sama seperti sindrom depresif, mania bermanifestasi pada gangguan mood, vegetatif, psikomotor, dan fungsi kognitif. Telah diketahui selama dua milenium, dengan deskripsi yang meyakinkan yang diberikan oleh Aretaeus dari Cappadocia pada abad pertama SM (53). Monografi Kraepelin pada psikosis manik-depresif merupakan risalah klasik yang lebih modern (34). Penggunaan istilah "gangguan bipolar" saat ini telah membantu dalam destigmatisasi, lewat pengakuannya sendiri (54), yang memberikan kesempatan untuk memahami bagaimana penyakit bermanifestasi pada situasi kehidupan yang nyata.

Manifestasi klinis pada mania sering sekali muncul, meskipun tidak selalu, berlawanan dengan yang terlihat pada depresi. Derajat ringan dari mania (hypomania) dapat berguna dalam bisnis, peran kepemimpinan dan seni. Penggambaran tulisan yang kuat tentang hypomania diberikan oleh Bellow's Herzog (55). Beberapa orang yang kreatif memiliki periode peningkatan

(21)

hypomania tersebut, tanpa perlu mencapai proporsi klinis. Sedangkan yang lainnya tampak menderita oleh karena perubahan mood psikotik, misalnya, Van Gogh (56), yang melukis hampir 200 karya sebelum bunuh diri pada tahun 1890, menulis deskripsi berikut ini dalam surat-suratnya kepada saudaranya Theo: “Gagasan pekerjaan saya datang ke saya dalam jumlah besar...berlanjut menjadi demam kerja...sebuah energi panas yang luar biasa...kengerian yang jelas” Dalam kasus Van Gogh, yang menderita keadaan ekstrim dari rendah dan tinggi, mood yang tidak stabil bisa karena didasari epilepsi (57). Sehingga, sindrom manik-like terkadang berasal dari kondisi nonpsikiatrik.

Meskipun mania gejalanya dapat dilihat dari beberapa kondisi medis atau teredam oleh pengobatan catecholaminergic (58), sindrom tersebut paling sering biasanya berkembang pada mereka dengan keluarga manik-depresif diatesis (Gejala mania tercantum dalam Tabel 23.5). Salah satu dari banyak alasan mania dianggap sebagai penyakit adalah bahwa mania sering menyebabkan bencana dan tragedi pada seseorang, seperti yang terjadi dalam kasus Van Gogh. Untungnya, pengobatan saat ini dapat mengurangi perubahan bipolar yang efeknya pada kreativitas relatif cukup kecil, yang mungkin bahkan ditingkatkan, berkat kebebasan dari perubahan mood yang melumpuhkan (59). Hal ini tidak berlaku universal, bagaimanapun, dan setiap pasien yang menderita hypomanik harus dipertimbangkan secara individual. Pertimbangan seperti itu penting karena kreativitas dan prestasi tampaknya berkaitan dengan karakteristik temperamental yang kebanyakan dipengaruhi oleh garam lithium.

6.1. Perubahan Mood

Mood pada mania diklasifikasikan menjadi kegembiraan, euforia dan kegirangan, yang sering dihubungkan dengan tertawa, perkataan dan gerak tubuh. Mood tidak stabil, dan kesedihan sesaat tidak biasa. Sebagai tambahan, beberapa pasien, ketika mood-nya tinggi dapat berlebihan yang disebut

(22)

dengan dysphorik. Ketika berubah, pasien dapat menjadi sangat mudah tersinggung dan bermusuhan. Sehingga kondisi mood yang labil ini menjadi ciri khas mood pada pasien manik disamping peningkatan mood.

Table 23.5. Faktor Medis dan Farmakologis yang secara umum berkaitan dengan terjadinya mania

Medical conditions Tirotoksikosis

Systemic lupus erythematosus Chorea rheumatik

Influenza

St. Louis encephalitis

General paresis (tertiary syphilis) Chorea Huntington

Multiple sclerosis

Tumor diencephalik and ventrikel tertier

Kejang kompleks sebagian (epilepsy lobus temporalis) Stroke

Trauma kepala Pharmacologic agents

Kortikosteroid Levodopa

(23)

Bromokriptine Amphetamine Methylphenidate Kokaine

Monoamine oxidase inhibitors Antidepresan

6.2. Gangguan Vegetatif

Tanda utama di sini adalah hyposomnia, penurunan jumlah tidur, pasien hanya memerlukan beberapa jam untuk tidur dan merasa bersemangat untuk bangun. Beberapa pasien dapat beraktivitas tanpa tidur selama 48 jam pada satu waktu dan bahkan merasa lebih berenergi.

Sepertinya tidak ada gangguan primer pada nafsu makan, tetapi dapat terjadi penurunan berat badan karena peningkatan kegiatan dan tidak memperhatikan kebutuhan gizi. Nafsu seksual meningkat dan dapat menyebabkan perbuatan seksual yang kurang bijaksana. Perempuan yang sudah menikah dengan riwayat cacat seksual sebelumnya dapat berhubungan dengan laki-laki di bawah status sosial mereka. Pria mungkin terlalu memuaskan diri pada alkohol dan seks, sering mengunjungi bar dan rumah bordir di mana mereka menghamburkan uang mereka. Petualangan seksual pasien manik secara khas mengakibatkan bencana perkawinan dan perpisahan berkali-kali atau perceraian. Penilaian yang buruk dan impulsif yang dipicu oleh perilaku tersebut secara khusus menjadi masalah di era AIDS dan menuntut diagnosis dan pengobatan dini (62).

6.3. Gangguan Psikomotor

Peningkatan aktivitas psikomotor, yang merupakan ciri khas mania, ditandai dengan peningkatan energi dan tingkat aktivitas dan oleh cara

(24)

berbicara yang cepat dan ditekan. Hal ini bersamaan dengan perasaan subjektif tentang kesehatan fisik yang dikenal sebagai "eutonia" dan oleh adanya flight of ideas; pikiran dan persepsi yang luar biasa tajam atau cemerlang. Terkadang pasien berbicara dengan tekanan sedemikian rupa sehingga sulit untuk engikuti asosiasinya; disebut “asosiasi longgar” sering didasarkan pada persepsi berima atau kebetulan dan mengalir dengan kecepatan tinggi.

Pasien manik biasanya tidak dapat dilarang dan usil. Mereka mengganggu dalam keterlibatan mereka dengan orang-orang, menyebabkan banyak ketidakcocokan dengan rekan kerja, teman, dan keluarga. Mereka tidak sejalur dan berpindah secara cepat tidak hanya dari satu pikiran ke pikiran yang lain, tetapi juga dari satu orang ke orang lain, menunjukkan minat yang tinggi dalam setiap aktivitas baru yang merintangi kesenangan mereka. Mereka adalah tidak kenal lelah dan terlibat dalam berbagai kegiatan, di mana mereka biasanya tampak dengan penilaian sosial yang buruk. Contohnya berbicara atau menari di jalanan; penyalahgunaan panggilan jarak jauh; membeli mobil baru, ratusan kaset CD, perhiasan yang mahal, atau barang lainnya yang tidak perlu terlibat dalam usaha bisnis yang berisiko; perjudian; dan perjalanan tiba-tiba. Jelas, ini perilaku ini dapat menyebabkan kehancuran diri dan keuangan. Dalam mania yang berat, yang dikenal sebagai “delirous mania” aktivitas fisik yang berlebihan terus berlanjut, mengarah kepada keadaan darurat medis yang membutuhkan electroconvulsive terapi secara rutin.

6.4. Gangguan Kognitif

Pasien manik memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi. Tetapi bagaimanapun, pasien kadang-kadang memiliki pengakuan menyakitkan bahwa hal-hal yang positif pada dirinya diri tidak sesuai dengan kenyataan. Pandangan tersebut sementara. Memang, pasien manik tahan

(25)

terhadap pemeriksaan diri dan pengetahuan. Sebagai hasilnya, waham manik sering dipelihara dengan semangat yang luar biasa. Ini termasuk halusinasi tentang kebugaran mental dan fisik yang luar biasa, bakat yang luar biasa, kekayaan, keturunan bangsawan, atau identitas megah lainnya; bantuan (orang dengan baik ditempatkan atau kekuatan supranatural yang membantu dalam upaya mereka) atau referensi dan penganiayaan (merasa musuh yang mengamati mereka atau mengikuti mereka).

7. PERBEDAAN ANTARA GANGGUAN BIPOLAR DAN SKIZOFRENIA Seperti yang didokumentasikan di bagian lain secara lebih mendalam, dalam depresi dengan gejala psikotik, halusinasi pendengaran atau visual, mood yang kongruen dapat dialami pada sebagian besar pasien manik. Selanjutnya, pasien manik yang sudah parah dapat menunjukkan tingkat disorganisasi psikotik dimana suasana hati yang tidak kongruen dengan gejala klinis, dan cross sectional, mungkin terbukti sulit untuk membedakan mereka dari penderita skizofrenia. Mereka bahkan mungkin menunjukkan gejala terisolasi schneiderian, meskipun hal ini biasanya singkat dan terjadi pada psikosis afektif. Kecepatan berpikir yang cepat, yang mungkin juga dengan asosiasi longgar, tapi tidak seperti skizofrenia, ini akan tampak seperti medapat pengaruh dari luar dan gembira. Sebaliknya, pada depresive bipolar , yang mempengaruhi mungkin tampak dengan afek tumpul atau datar, hampir tidak akan pernah menunjukkan fragmentasi pemikiran. Dokter harus mempertimbangkan pengelompokan gejala daripada gejala individu - dalam diagnosis diferensial psikosis afektif dan skizofrenia. Karena kondisi dua psikotik memerlukan rejimen terapeutik yang berbeda secara jangka panjang, ini adalah differential diagnosis klinis.

(26)

Seperti yang didokumentasikan dalam proyek diagnostik Inggris-AS, dalam, pasien terakhir banyak dijumpai dengan gangguan bipolar, terutama mereka dengan tipe manik saat onset sekarang, dianggap "penderita skizofrenia akut" atau schizophrenia schizoaffective. sebagaimana dinyatakan, ini sering merupakan hasil yang bergantung pada gambaran klinisnya. Walaupun terapi modern cenderung digunakan untuk merawat pasien-pasien dengan skizophrenia yang telah keluar dari rumah sakit, perjalanan penyakitnya masih menunjukkan gejala, dengan perbedaan, periode intermorbid pada gangguan bipolar dikarakteristikkan dengan temperamental yang mudah goyah, yang dapat menjadi disthymic, hyperthymic, atau cyclothymic; pada beberapa golongan kecil, pada periode antar episodenya ditandai dengan fungsi yang normal, walaupun pada pasien yang lain beberapa gangguan fungsi sosial mungkin ada, waktu yang berlebihan, dari akumulasi perceraian atau perpisahan, kehilangan harta benda, karir yang hancur. Penelitian genetic memisahkannya menjadi dua gangguan; misalnya pembagian pada kesamaan untuk skizophrenia dan gangguan bipolar yang jarang disebabkan karena munculnya gangguan yang lain. Pemeriksaan laboratorium mungkin belum diterapkan secara sistematis pada kedua penyakit tersebut dalam penerapan klinisnya; itu merupakan klinis yang menarik, tetapi bagaimanapun, bahwa stimulasi hormon tiroid (TSH) menumpulkan penolakan respon hormon TRH, yang hamper tidak pernah positif pada pasien schizophrenia, tidak juga pada schizophrenia kronis (62).

Table 23.6. Gejala klinis yang membedakan gangguan bipolar dengan skizophrenia

Gangguan bipolar Skizophrenia Cross-sectional

Afek “contagious” “praecox feeling”

Thought (ide gagasan) Dipercepat atau lambat Kemiskinan isi pikiran dan bizarre

(27)

Halusinasi Menghilang atau berlalu Intermiten atau berlanjut

Gejala pertama Sedikit (>2) Banyak

Longitudinal

Premorbid Cyclothymic Schizotipal

Intermorbid Naik turun, “supernormal” Menyendiri atau fungsi yang menurun

Perjalanan Bipasik Naik turun

Gangguan Skizoafektif (atau cycloid) berhubungan dengan bentuk yang tidak lazim dari gangguan berulang dengan gangguan afektif dan gejala skizophrenia sepanjang episodenya (63). Demikian diagnosis seharusnya tidak didasarkan pada gangguan afektif dimana gangguan mood yang tidak serupa menjadi ciri khasnya (misalnya gejala Schneiderian dan Bleulerian) dapat diterangkan pada dasar dari salah satu berikut ini : 1) gangguan afektif diatas pada retardasi mental, peningkatan yang ekstrim dari perilaku yang hiperaktif dan manik yang aneh, 2) gangguang afektif komplikasi dengan penyakit medis atau neurologi, penyalahgunaan zat, atau withdrawal, meningkatnya jumlah gejala Schneiderian, atau 3) episode campuran dari gangguan bipolar, yang mana merupakan tanda yang buruk dan gejala dari gangguan psikotik.

Walaupun bentuk campuran ( misalnya menangis saat manik) biasanya terdapat pada pemeriksaan dari penyakit bipolar, bagian campuran dengan keseluruhannya dari gejala depresi dan manik, terdapat pada hampir 40% dari pasien bipolar (65), seseorang yang menunjukkan tanda dan gejala-gejala : menangis, euforia, berpikir cepat, kebesaran, hiperseksual, ide bunuh diri, iritabilita, marah, agitasi psikomotor, insomnia, waham penyiksaan, halusinasi auditorik, dan keraguan. Seperti sebuah episode, jika seorang pasien psikotik pertama kalinya menghilang (65, 76), dapat sangat sulit untuk mengkarakteristikkan diagnosis kecuali hal itu dengan segera diikuti dengan episode depresi atau manik atau riwayat keluarga yang positip dengan penyakit

(28)

bipolar. Petunjuk sketsa ( dicetak ulang dari Akiskal dan Puzantian, 1979 (64)) menunjukkan poin tersebut.

Seorang laki-laki usia 19 tahun yang dibawa ke bagian psikiatri karena sosial withdrawal, insomnia, sakit kepala, dan obsesi menusukkan pisau ke jantungnya sendiri karena perintah untuk mengakhiri dirinya dari bayangan perkosaan. Ketika di rumah sakit, dia mendengar suara setan yang memberitahunya bahwa dia harus menggantung dirinya sendiri sebelum kemalangan membunuh seluruh keluarganya. Moodnya sangat labil, status mentalnya bergeser menjadi mudah marah dan suka membantah, dia mengeskpresikan pikirannya memotong leher seseorang dengan pisau (yang mana akhirnya dia lakukan), dia masuk toilet wanita dan berkata bahwa dia dapat “memperkosa mereka semuanya sekaligus”, dia memulai berkomunikasi dengan Tuhan (tetapi dia tidak dapat mengatakan bagaimana) dan mengekspresikan ide bahwa ayah biologisnya adalah Yesus. Pada saat ini, dia mengalami percepatan aktivitas jasmani, berbicara dengan konstan, tidak tidur sama sekali, genit dengan perawat, bercanda dengan setiap orang, dan menari nakal di depan pasien-pasien lainnya “untuk membantu kampanye yang dapat menolong kaum miskin”. Pada remisi lithium carbonate, dia mengekspresikan kemarahan yang sangat melebihi perilaku agresifnya sepanjang bagian campuran lanjutan dari peralihan depresi ke manik, sebagai masalah yang nyata, dia menyumbangkan seluruh tabungannya untuk membantu korbannya yang melakukan operasi bedah plastik.

Telah disinggung lebih awal pada bab depresi, sebuah keadaan campuran subakut (misalnya, satu tanpa tanda psikotik) dapat membingungkan dengan keadaan kecemasan. Diagnosis yang akurat dibutuhkan, karena pada keadaan campuran cenderung sulit disembuhkan dengan antidepresan, dan lithium mungkin bekerja sangat lambat. Terapi elektro konvulsi biasanya menjadi terapi

(29)

definitif. Terapi antikonvulsa yang lebih baru dan antipsikotik atipikal sering dapat disubtitusikan dengan terapi elektro konvulsi.

8. HIPOMANIA DAN PENGERTIAN DIAGNOSISNYA

Pengaturan permulaan untuk arti klinis hipomania tidak hanya penting untuk membedakan suka cita yang normal dan mood yang terbentuk karena penyakit, tetapi juga untuk mendiagnosis penyakt bipolar II. Kriteria yang memenuhi, dikembangkan di Universitas Tenneddee Mood Clinic (66), mungkin membantu dalam penetapan permulaan klinis untuk hipomania :

 Sering berupa dorongan dysphorik

 Itu adalah labil, misalnya elasi yang tidak stabil dan dengan mudah berganti dengan mudah marah dan gusar.

 Itu mungkin menuju pada penyalahgunaan zat yang berarti mengontrol perilaku.

 Itu mungkin kerusakan peraturan sosial, bahkan jika pasien menunjukkan perilaku yang rasional.

 Itu didahului atau diikuti dengan depresi, khas dengan perubahan yang tiba-tiba.

 Itu sering didapat dari latar belakang keluarga dengan penyakit bipolar.

Hipomania adalah sebuah kondisi yang berulang, membentuk bagian dari beberapa bentukan bipolar tipe “soft” (lihat tabel 23.1), yang mana, penyakit bipolar II adalah yang paling sering. Pasien bipolar II yang meminta bantuan psikiatri biasanya adalah wanita usia 20 dan 30 tahun yang telah menderita depresi yang berulang. Karena tujuan mereka adalah hidup yang pendek dan sangat mengganggu ( because their highs are short-lived and typically not perceived as disruptive-indeed), pasien sering menemukan kesenangan mereka-individu tersebut jarang membutuhkan bantuan sepanjang periode demikian. Keadaan sakit biasanya dimulai pada pertengahan atau akhir usia remaja dan menunjukkan banyak kekacauan interpersonal. Dari segi keadaan sakit ini, dapat

(30)

sangat mempengaruhi dokter, bahwa mereka berusaha keras memulai psikoterapi jangka panjang, ketika dalam kenyataannya, biografi yang bergelombang menunjukkan komplikasi dari gangguan mood berulang. Oleh karena itu, diperlukan kekritisan untuk membuktikan kelabilan hipomania pada pasien untuk mengarahkan mereka pada keuntungan dari pengobatan mood stabilizer. Alasan lain mengapa keakuratan diagnosis lebih awal adalah penting disini dimana dihadapkan pada kenyataan bahwa kelanjutan penggunaan antidepresan pada pasien mungkin tidak hanya menimbulkan periode hipomanik dan campuran tetapi juga cenderung mengarahkan peningkatan siklus dalam waktu lama (67). Siklus berhubungan dengan periode dari onset salah satu episode ke episode berikutnya. Ini disebut dengan perputaran cepat pasien, yang sering datang dari tingkat penyakit bipolar II, frekuensi siklus meningkat terakhir empat setiap tahunnya (68). Sketsa yang menunjukkan gambaran sifat dasar yang hampir tidak tampak dari periode hipomania pada pasien bipolar II dan ketenangan dari induksi farmakoterapi dengan antidepresan.

Seorang sekertaris kesehatan, 26 tahun, yang telah berpisah dari suaminya yang ketiga, berkunjung sebagai pasien psikiatri, dengan keluhan utama “kehilangan harapan, kesenangan, arti, dan fokus hidupnya”. Dia juga berkata bahwa dia kehilangan energi dan motivasi dalam melakukan aktivitas hariannya dan tidur 12 sampai 14 jam tiap malamnya. Dia berkata bahwa dia lebih baik mati daripada harus menghadapi perceraian lagi. Dia tidak dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya, dan kecepatannya dalam mengetik memburuk. Sejak dia remaja dia telah mempunyai banyak periode yang sama yang terakhir dari 2 sampai 12 minggu. Episode tersebut sering berakhir dengan tiba-tiba, yang mana saat itu dia merasa “sangat lega dan gembira bahwa aku akan tidur dengan lelaki pertama yang happened to be around. Perilaku ini telah membawa konflik perkawinan yang berulang kali dan psikoterapi yang sebentar-sebentar dengan sedikit saja keuntungan yang

(31)

nyata. Pada pertanyaan lebih lanjut, dia menyatakan bahwa sepanjang periode kesembuhan, yang mana terakhir 2-3 hari, dia kadang-kadang merasa tidak perlu tidur, merasa seperti “kegembiraan yang luar biasa hidup kembali bahwa saya akan menangis” dan harus minum wisky agar mampu untuk menenangkan perasaan dan tubuh dengan kehidupan baru. Suami-suaminya dan sejumlah cintanya sering jengkel dengan peningkatan semangatnya, yang mana menyebabkan petualangan seksual yang baru. Riwayat keluarga mengungkapkan bahwa pamannya yang tidak pernah mendapat pertolongan psikiatri tetapi menjadi seorang alkoholik dan menggantung dirinya sendiri pada awal usianya yang ke 40 tahun. Kakak perempuannya pernah mendapat terapi untuk “depresi sedang”. Ibu mereka pernah secara periodic mendapat terapi untuk psikotik yaitu schizophrenia paranoid”, tetapi sedikit bukti yang dapat ditemukan untuk menguatkan diagnosis tersebut; dia pernah menikah sebanyak lima kali, memanjakan dirinya dalam banyak perjudian dan berhubungan dengan orang-orang dunia seni. Mengingat bahwa penyakit ibunya mengacu pada mania, dan mengingat banyaknya bukti riwayat episode hipomanik pada pasien, direkomendasikan lithium carbonate. Pasien menolak untuk mempertimbangkan terapi tersebut. Sepuluh hari kemudian dia terlihat di bagian gawat darurat dalam keadaan dipercepat dan mengeluh bahwa dia tidak dapat tidur untuk dua malam, dia juga mengungkapkan bahwa dia telah mengambil transquilizer milik saudara perempuannya, yang ternyata merupakan tablet antidepresan.

Penyakit cyclothymic sering tampak gejala klinis dalam cara yang sama, kecuali periode depresif yang lebih pendek, hanya berlangsung beberapa hari daripada selama berminggu-minggu, dan bukan syndrome yang penuh. Mood yang cepat dan bergejolak ini membuat differential diagnosis dari gangguan kepribadian sedikit bermasalah (69). Table 23.7 merangkum tanda-tanda utama dari cyclothimia yang perlu diperhitungkan dalam differensial diagnosis.

(32)

Cyclothimia mungkin juga berfungsi sebagai basis dari episode manic depresi, dan polanya dianggap bipolar II-1/2 ( misalnya, diantara bipolar II dan bipolar III).

Table.23.7. Gejala klinis dari gangguan cyclothymic Karakteristik umum

Onset sebelum 21 tahun

Singkat dalam beberapa hari, yang mana kambuh paa kebiasaan yang tidak teratur, dengan euthymia yang jarang

Mungkin tidak mencapai keseluruhan syndrome depresi dan hipomania sepanjang satu siklusnya, tetapi mencangkup seluruh dari gejala afektif yang terjadi pada berbagai waktu Perubahan mood yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksikan

Gejala subjektif

Kelesuan yang bergantian dengan eutonia

Pesimis dan bersedih yang bergantian dengan optimism dan kebebasan Kebingungan dan apatis yang bergantian dengan berfikiran tajam dan kreatif

Menghargai dirinya sendiri yang bergantian dengan antara kepercayaan diri yang rendah dan percaya diri yang sangat berlebihan

Tanda perilaku

Hipersomnia yang bergantian dengan penurunan kebutuhan untuk tidur

Terlalu asyik dengan pikirannya sendiri yang bergantian dengan mencari pemikiran orang lain

Pendiam yang berlawanan dengan perilaku suka bicara sendiri

Kesedihan mendalam yang tidak dapat diterangkan bergantian dengan suka bercanda yang berlebihan

(33)

Masih dalam varian lain dari spektrum bipolar yang diketahui sebagai bipolar III, pasien menderita dari awal onset gangguan depresi berulang, yang mana dapat berupa episode berat atau depresi ringan sedang dengan bentuk dari subafektif dysthymia yang didiskripsikan lebih awal, tetapi tanpa bukti adanya periode spontan hipomanik; kecenderungan bipolar pada pasien tersebut menjadi manifest dalam terapi farmakologis dengan antidepresan. Riwayat keluarga seringkali positip untuk gangguan bipolar (70). Pada pasien pseudobipolar, yang kadang-kadang disebut memiliki gangguan unipolar II, mewakili baik sedikit bentuk penetrasi genetik dari gangguan bipolar atau hanya awal permulaan depresi dari ganguan bipolar. Pertanyaannya kemudian menjadi : dapatkah memprediksikan yang mana pasien depresif yang nanti akhirnya menjadi gangguan bipolar? Bentuk klinis berikut telah ditemukan kegunaannya dalam hal prospektif tindak lanjut studi (6,71) :

 Onset sebelum usia 25 tahun

 Onset mendadak dan menetap

 Depresif psikotik pada usia remaja, onset mendadak

 Onset postpartum

 Hipersomnia-depresi

 Mobilisasi farmakologis dari hipomania

 Riwayat keluarga bipolar.

 Sarat ( khususnya tiga generasi berturut-turut) riwayat keluarga untuk gangguan mood.

Bagian ini mengenai akhir yang lebih ringan dari gambaran bipolar tidak akan lengkap tanpa menyebutkan individual dengan hipomanik kronis atau intermiten, yang diklasifikasikan sebagai kepribadian hipomanik atau hyperthimic temperamen (72). Kondisi tersebut dikarakteristikkan oleh cirri khas subsyndrome hipomanik intermiten dengan intervensi euthymia yang jarang. Pasien tersebut dengan waktu tidur yang pendek (4 sampai 6 jam perhari) dan

(34)

berprestasi. Meskipun sifat lekas marah sering terlihat pada individu tersebut, depresi adalah sangat jarang; dengan kata lain, hiperthyya adalah cyclothymia dengan jumlah depresi yang minimum, dikarakteristikkan dengan penggunaan penolakan yang berlebihan, dan mendapat kesuksesan dalam posisi kepimpinan mereka ataupun dalam bisnis, orang tersebut, kecuali jika menderita depresi berat tindih, jarang yang dating untuk terapi psikiatri. Mereka lebih sering tampak sebagai gangguan tidur yang memusat, dimana mereka meminta bantuaan dikarenakan kesuitan tidur yang mereka alami.

9. GANGGUAN MOOD DALAM KEADAAN KLINIS YANG BERBEDA Dalam bagian ini dipresentasikan gambar bermacam-macam klinis dari gangguan mood yang mencangkup berbagai macam dari somatic, psikomotor, emosional, dan manifestasi kognitif, serta interpersonal tertentu dan gangguan sosial mewakili komplikasi dari penyakit. Untuk alasan tersebut, differential diagnosis dari tanda-tanda afektif dan gejala antarmuka dengan “blues”, kehilangan reaksi, keadaan cemas, gangguan karakter primer, gangguan penyalahgunaan zat, schizophrenia, dan demensia. Selanjutnya, tergantung pada keadaan klinis, satu kumpulan manifestasi mungkin mendominasi presentasi klinis.

Contoh pada umumnya sebagai berikut :

 Perawatan primer : keluhan somatik dan penyalahgunaan zat

 Gangguan tidur : insomnia dan hiperinsomnia

 Urologi : impotensi

 Neurologi : gangguan ingatan

 Kegawat daruratan : psikosis dan percobaan bunuh diri

 Konseling pendidikan : kegagalan scholastic

 Psikologi dan lingkungan sosial : masalah keluarga

 Psikoanalisis : gangguan kepribadian

 Hukum : kekerasan dan pembunuhan

(35)

Karena gangguan mood primer sangat membutuhkan perawatan, dan karena komplikasi pada depresi dan manik yang tidak diterapi dengan baik dapat menjadi sangat serius, semua psikiater, dokter, haruslah berkompeten dalam membedakan apakah tanda dan gejala afektif yang ada disebabkan karena gangguan mood primer. Dokter harus selalu menanyakan tentang:

 Apakah keluhan somatik yang tidak dapat dijelaskan dan penyalahgunaan obat adalah salah satu hal yang menunjukan gejala primer gangguan mood ?

 Apakah insomnia dan hipersomnia adalah bagian dari sindrom afektif akut ataupun kronik ?

 Apakah depresi dapat mengawali terjadinya impotensi ?

 Apakah gangguan memori adalah masalah sekunder dari melankolis reversible ?

 Disamping skizofrenia yang beraneka ragam, apakah psikosis termasuk salah satu fase dari gangguan bipolar berulang ?

 Apakah kegagalan di sekolah pada remaja atau dewasa muda menyebabkan depresi lambat yang menandai onset gangguan bipolar ?

 Apakah problem perkawinan adalah masalah sekunder depresi, siklotimia, atau gangguan frank bipolar pada salah satu atau kedua pasangan ?

 Apakah tindak kekerasan dilakukan sepanjang fase psikotik tipe depresi atau manik?

Perlu diperhatikan untuk menanyakan hal tersebut karena sangat terlambat jika dilakukan di kamar mayat kota. Gangguan mood adalah masalah klinis yang serius dan memerlukan pendekatan sistematis untuk menentukan gangguan afektif dasar dari keluhan yang disampaikan pasien dengan setting yang berbeda :

 Untuk memperoleh cirri klinis dari sindrom afektif yang masih dipertimbangkan.

 Untuk mendokumentasikan perjalanan dari episode mayor yang khas pada gangguan afektif di masa lampau.

 Untuk menilai apakah kekambuhan muncul dalam model periodic atau siklik.

(36)

 Untuk memperoleh riwayat positif keluarga dalam gangguan mood dan membangun pohon keluarga.

Untuk mendokumentasikan respon yang pasti dari terapi agen thymoleptic atau terapi electroconvulsive.

Singkatnya, dokter dan pekerja kesehatan jiwa yang terlibat dalam sistem diferensial diagnosis atau gangguan afektif segera dapat menemukan dan memecahkan masalah klinis sebagai keuntungan dari diagnosis gangguan afektif primer. Karena gangguan afektif adalah gangguan psikiatri yang paling umum dan dapat diterapi, praktisi kesehatan secara statistik sering salah mendiagnosa.

Untuk menghindari kesalahan diagnose, psikiatrik harus menguasai psikopatologi klasik. Sumber psikopatologi gangguan mood yang baik antara lain Beck’s Depression (33), Maj et al.’s Bipolar Disorder (73), Taylor and Fink’s Melancholia (74), Goodwin and Jamison’s Manic-Depressive Illness (75), dan the Maneros-Akiskal monograph (76). Dampak dari temperamen afektif sebagai dasar dan sebab gangguan mood telah dipublikasikan di Journal of Affective Disorders (77). Penilaian temperamen pengenalan diri yang telah tervalidasi juga dapat ditemukan di jurnal tersebut.

GEJALA ANXIETAS

Charles Van Valkenburg, MD

Abstrak

Gejala Anxietas atau kecemasan adalah gejala yang umum terjadi dan menyulitkan, yang terbagi dalam beberapa tingkat keparahan dari ringan dan adaptif hingga berat dan menimbulkan kecacatan. Gejala anxietas disebabkan oleh dan komorbid dengan banyak penyakit medis dan kejiwaan. Diagnosa anxietas hampir

(37)

selalu menyebabkan penyakit lebih parah dan melumpuhkan, serta lebih sulit diobati dan memperburuk prognosis.

Kata Kunci: Anxietas, Komorbid, Menyeluruh, Panik, Fobia, Post Trauma

1. PENDAHULUAN

Gejala anxietas yang paling sering menjadi perhatian medis adalah serangan panik : kecemasan yang intens biasanya tiba-tiba dan tak terduga, berlangsung beberapa menit atau jam. Kecemasan dapat digambarkan pasien sebagai kecemasan terburuk dari kecemasan-kecemasan yang pernah mereka alami, sangat berat dan tidak nyata. Kebanyakan yang telah datang di unit gawat darurat selama serangan sebelumnya tanpa merasa puas dan terdorong untuk melakukannya lagi. Mereka merasa sesuatu yang sangat buruk terjadi dan mereka ditakdirkan untuk mati. Lingkungan sekeliling mereka seperti berubah dan mengancam. Mereka takut kehilangan kontrol atas diri mereka, mungkin buang air kecil atau buang air besar di depan orang lain, mungkin pingsan, membunuh bayi, atau mempermalukan diri sendiri. Mereka merasa kehilangan pikiran dan menjadi gila. Mereka merasa tubuh mereka menyimpang dari biasanya, tidak seperti tubuh mereka dulu, atau merasa melayang-layang keluar dari tubuh. Mereka merasa jantung berdebar-debar, tidak mendapat udara meskipun bernafas. Kadang merasa ada benjolan atau penyempitan di tenggorokan yang menyebabkan tersedak. Dada terasa berat, tidak nyaman dan menyakitkan. Mereka juga merasa kesemutan di tangan dan kaki, atau di sekitar mulut. Merasa sengatan listrik menyentak melalui tubuh mereka, atau merasa panas atau dingin. Mereka merasa seolah-olah akan pingsan, pusing, goyah, berkeringat, lemah, dan gemetar. Beberapa merasa perlu melarikan diri dari dimanapun mereka. Beberapa merasa tidak dapat bergerak. Tidak semua pasien memiliki semua gejala. Kadang-kadang gejala fisik muncul namun tidak ada ketakutan (1, 2).

(38)

Selama berabad-abad, sindrom ini dikenal sebagai anxietas histeria atau globus histeria (3), neurasthenia, atau gugup (4), ataque de nervios (5), perasaan yang peka, keras, atau sindrom Da Costa (6), anxietas neurosis (7, 8), sindrom hiperventilasi (9), sindrom calamity, sindrom depersonalisasi-anxietas tipe fobik (10), spasmophilie (11), anxietas endogenus 912), dan gangguan panic (13, 14). Beberapa nama terbaru telah menggambarkan lebih banyak ciri gejala sebelumnya, secara lebih luas.

Serangan panik biasa terjadi dan merupakan masalah yang serius. Di Amerika, 3 % dari populasi mengalami serangan panic selama 6 bulan terakhir, dan 0.6 dari 1% dipastikan sebagai gangguan panik (15). Di Eropa hampir sama (16-19). Pada keadaan perawatan medis, proporsi serangan panik lebih tinggi (20).

Pasien dengan serangan panik menurun produktivitasnya (21) dan kelumpuhan meningkat (22-24). Mereka mengalami penurunan kualitas hidup (25). Masalah anxietas memperparah beban ekonomi dalam masyarakat (26). Pasien dengan panik membutuhkan perhatian medis serupa dengan pasien dengan skizofrenia, gangguan afektif mayor, atau gangguan somatisasi (26, 27). “… Gejala panik mengindikasikan sebagian besar adanya paling tidak satu kondisi psikiatri” (28) dan kemungkinan akan memberat (29, 30). Paien panik cenderung memiliki banyak fobia termasuk agrofobia (31, 32). Mereka berisiko tinggi untuk mencoba bunuh diri (30, 34). Kerentanan tampaknya dapat diturunkan secara genetic (35, 36), meskipun tidak begitu kuat (37).

Kecemasan sering berkomorbid dengan penyakit medis, khususnya dengan gangguan pernafasan, disfungsi vestibuler (38), hipertiroidisme (39, 40) dan abnormalitas endokrin lainnya (41-43), gangguan lipid (40, 44-46), kelainan jantung, hipertensi, masalah gastrointestinal, gangguan genitouri (45), migraine (46), gangguan kejang, cidera kepala, sindrom Kluver-Bucy, dan rasa sakit (47). Gangguan anxietas sangat berhubungan dengan hiperdinamik aktivitas beta-adrenergik (48, 49).

Referensi

Dokumen terkait

Perlu dijelaskan pada PKL yang dilaksanakan terdapat 3 bidang kerajinan yang sesuai dengan Jurusan Teknologi Hasil Hutan yaitu Kerajinan Serat Alam Non Kayu (anyaman rotan,

a). Volume yang tercantum dalam daftar harga kuantitas dan harga disesuaiikan dengan yang tercantum dalam dokumen pengadaan b) Koreksi aritmatik hanya dilakukan untuk

quarter sa pamamagitan ng ibang istilo at stratehiya ngunit hindi rin ito umubra hangang sa tuluyan ng nagtapos ang laro sa iskor na 108-90 pabor sa pa rin sa Bora

Hubungan antara rentenir dengan nasabah juga merupakan hubungan timbal balik yang saling memberi keuntungan, bunga yang ditetapkan akan memberi keuntungan pada

Diskursus pendidikan tidak dapat dilepaskan dari metode pengajaran, karena metode pengajaran dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik,

Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga terhadap Kejadian Diare pada Balita 12-60 Bulan di Desa Kedung

Seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2011:33) bahwa keterampilan dasar mengajar diperlukan supaya guru dapat melaksanakan peranannya dalam mengelola pembelajaran

setiap perusahaan akan hanya memperoleh laba normal di mana biaya rata-rata sama dengan biaya variabel rata-rata, karena dalam jangka panjang semua biaya adalah