• Tidak ada hasil yang ditemukan

DD. Rehabilitasi Daerah Irigasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DD. Rehabilitasi Daerah Irigasi"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

1

KERANGKA ACUAN KERJA

Paket Pekerjaan

DD. REHABILITASI D.I. KALAENA KANAN (12.500 HA)

(2)

2

KERANGKA ACUAN KERJA

DD. REHABILITASI D.I. KALAENA KANAN (12.500 HA) 1. LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN

Pembangunan di Indonesia sejak pelita I dititik beratkan pada sektor pertanian untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri, sehubungan dengan program pemerintah tahun 2007 untuk produksi beras 2 juta ton di tahun 2009 sehingga menjadi swasembada pangan, untuk menunjang pembangunan sektor pertanian perlu pembangunan fasilitas jaringan irigasi guna penyediaan kebutuhan air yang diperlukan untuk meningkatkan produksi tanaman utamanya beras.

Daerah irigasi Kalaena Kanan sejak selesai di bangun dan beroperasi pada tahun 1986 telah mengalami banyak perubahan pada fungsi lahan serta penurunan kinerja jaringannya. Untuk mengembalikan kinerja jaringan maka diperlukan suatu perencanaan rehabilitasi jaringan yang disesuaikan dengan kondisi pemanfaatan lahan saat ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Satker BBWSPJ Pompengan-Jeneberang melalui PPK Perencanaan dan Program pada tahun 2013 melakukan pekerjaan DD Rehabilitasi D.I. Kalaena Kanan (12.500 Ha).

B. NAMA PEKERJAAN

Detail Desain Rehabilitasi DI. Kalaena Kanan (12.500 Ha) Kabupaten Luwu Timur

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud pekerjaan ini adalah melaksanakan Inventarisasi Rencana Rehabilitasi Daerah Irigasi Kalaena Kanan (12.500 Ha), yang dilengkapi dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan kajian kelayakan ekonomis rehabilitasi Daerah Irigasi Kalaena Kanan (12.500 Ha).

Tujuannya adalah untuk menyiapkan suatu gambar konstruksi yang dapat dijadikan pedoman pada saat pelaksanaan fisik yang dilengkapi dengan spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta memberikan informasi dari kelayakan rehabilitasi Daerah Irigasi Kalaena Kanan (12.500 Ha) dari segi ekonomis.

3. SASARAN

Sasaran pekerjaan ini adalah :

 Tersedianya gambar konstruksi untuk pelaksanaan fisik

 Pedoman untuk pelaksanaan kontstruksi berupa Spesifikasi Teknis dan RAB

 Hasil kelayakan rehabilitasi daerah irigasi Kalaena Kanan (12.500 Ha) dari segi ekonomis

4. LOKASI KEGIATAN

Lokasi Pekerjaan adalah dalam Daerah Irigasi Kalaena Kanan yang terletak di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan.

5. SUMBER PENDANAAN

Untuk Pelaksanaan Kegiatan ini diperlukan biaya kurang lebih Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) termasuk PPN yang dibiayai APBN Rupiah Murni Tahun Anggaran 2013.

(3)

3

6. ORGANISASI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

Organisasi Pejabat Pembuat Komitmen adalah PPK Perencanaan dan Program, Satker BBWS Pompengan-Jeneberang.

7. DATA DATA FASILITAS PENUNJANG

Data dan fasilitas yang disediakan dapat digunakan serta dipelihara oleh Penyedia jasa adalah Laporan dan data sebagai hasil study terdahulu, serta Peta Topografi dan gambar purna laksana (bila ada) untuk digunakan sebagai Pedoman dalam Pelaksanaan Pekerjaan ini.

8. STANDAR TEKNIS

Standar teknis yang digunakan sesuai dengan Kriteria Perencanaan Irigasi.

9. STUDI TERDAHULU

Laporan dari studi dan desain terdahulu dapat diperoleh pada Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang dan atau instansi terkait lainnya.

10. REFERENSI HUKUM

a. Undang undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air b. Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi

c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT /2007 tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 31/PRT /2007 tentang pedoman Mengenai Komisi Irigasi

e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 32/PRT /2007 tentang Pedoman Operasi Pemeliharaan Irigasi

f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 33/PRT /2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A

g. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 390 /Kpts/M /2007 Tentang Penetapan Status Daerah Irigasi Yang Pengelolaannya Menjadi Wewenang Dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

11.

12. LINGKUP KEGIATAN. A. LINGKUP KEGIATAN

Pekerjaan Survai, Investigasi dan Desain rehabilitasi jaringan irigasi dibagi dalam empat kegiatan pokok sebagai berikut :

Kegiatan (A) :

Pengumpulan data, pembuatan dan penyempurnaan peta dasar daerah irigasi dan peta ikhtisar.

Kegiatan (B):

Survai / inventarisasi kerusakan jaringan irigasi dan usulan perbaikannya, pembuatan skema jaringan irigasi termasuk skema bangunan (existing), pengukuran dan penggambaran saluran pembawa, saluran pembuang dan bangunan yang ada maupun site survai untuk yang direncanakan, serta pengumpulan data pendukung O&P, hidrometri dan hidrologi.

(4)

4

Kegiatan ( C ) :

Pembuatan Laporan System Planning termasuk daftar usulan pekerjaan Konstruksi untuk Rehabiltasi yang melibatkan P3A.

Kegiatan ( D ) :

Pembuatan Disain rinci didahului draft disain, Rencana Anggaran Biaya (RAB), dilengkapi data untuk analisa ekonomi, data harga satuan upah, bahan dan sewa alat bantu dilokasi proyek serta menyiapkan dokumen lelang untuk konstruksi Rehabilitasi, serta pembuatan Petunjuk O&P dan Buku Data DI.

Kegiatan ( E ) :

Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM)

B. METODOLOGI B.1 Umum

Pekerjaan perencanaan Rehabilitasi diperlukan untuk mendapatkan dokumen dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi suatu jaringan yang memenuhi kebutuhan pemakai air dari hasil kesepakatan dengan P3A / Gabungan P3A.

Perencanaan rehabilitasi menyiapkan dokumen perencanaan untuk sistim jaringan yang sudah ada (jaringan lama tetapi ada kerusakan) menjadi sistim jaringan irigasi yang lebih baik. Hal ini berbeda dengan perencanaan pembangunan jaringan irigasi baru , yaitu menyiapkan dokumen perencanaan untuk sistim jaringan yang tidak ada (belum ada jaringan) menjadi ada (jaringan baru).

Rehabilitasi adalah suatu proses perbaikan sistem jaringan yang meliputi perbaikan fisik atau non fisik (sistem O&P, management , institusi, dll) untuk mengembalikan tingkat pelayanan sesuai dengan disain semula atau ke tingkat maksimum yang dapat dicapai sesuai kondisi lapangan saat ini.

Jika data perencanaan lama tersedia dan masih cocok kondisi lapangan saat ini , maka perencanaan rehabilitasi tidak perlu melakukan proses perencanaan ulang secara total tetapi cukup melakukan perencanaan perbaikan. Perbaikan meliputi : melengkapi data, perbaikan analisa dan penyempurnaan desain saluran bangunan.

B.2 Proses Perencanaan Rehabilitasi

Perencanaan rehabilitasi digambarkan sebagai berikut:

B.2.1. Pengenalan Kerusakan.

Hal yang sangat penting dalam rehabilitasi adalah bagaimana mengenali kerusakan dengan pandangan mata, pengkajian atau dengan investigasi. Gejala perubahan struktur bisa disebabkan proses perubahan secara wajar atau suatu proses kerusakan yang akan terus berlanjut yang dapat meruntuhkan konstruksi.

Penurunan tanggul mungkin suatu pergerakan wajar karena proses settlement yang telah diperhitungkan sejak semula atau gejala keruntuhan karena daya dukung tanah yang kurang memadai.

Kerusakan beton bisa disebabkan karena retak rambut yang wajar pada perencanaan beton dengan prinsip Perencanaan Tegangan Batas (Ultimate Strength Design) atau mungkin keretakan karena perencanaan yang salah, misalnya karena kekurangan tulangan (Under Reinforced), sehingga bisa berakhir luluhnya struktur.

(5)

5

Memang tidak mudah untuk membedakan apakah ini gejala perubahan wajar atau proses perubahan yang dapat berakhir pada kerusakan suatu struktur , sehingga untuk dapat mengenali kerusakan dalam suatu jaringan irigasi diperlukan kejelian seorang ahli yang sudah berpengalaman dalam perbaikan irigasi.

B.2.2. Mencari Penyebab Kerusakan.

Tahap awal suatu perencanaan rehabilitasi adalah mencari penyebab kerusakan saluran dan bangunan. Penyebab kerusakan harus dicari akar permasalahan yang sebenarnya sebagai sebab penyakit.

Pecahnya sayap hilir bendung mungkin disebabkan kualitas pasangan , fondasi jelek atau gerusan lokal. Kalau kualitas pasangan baik dan fondasi cukup kuat maka tentu gerusan local penyebabnya. Gerusan lokal terjadi karena kolam pemecah energi kurang berfungsi ; yang terakhir ini mungkin disebabkan banjir rencana salah hitung atau dimensi kolam olak kurang memadai . Kalau masalahnya banjir rencana tentu masalah hidrologi sebagai akar masalah pecahnya sayap.

B.2.3. Tinjauan Ulang Perencanaan Terdahulu.

Tahap selanjutnya adalah melakukan peninjauan ulang (review) terhadap perencanaan terdahulu yang meliputi : pengecekan data penunjang (topografi, geologi/mekanika tanah , hidrologi, sedimen dll), pengecekan analisa data dan analisa perhitungan,

dan yang terakhir pengecekan gambar perencanaan.

Proses pengecekan data penunjang dimaksudkan untuk mencari :

 Kesalahan Data.

 Kekurangan data

 Proses pengambilan data keliru.

Proses pengecekan analisa dan perhitungan akan memastikan apakah :

 Analisa data sudah tepat dan betul; konsep pendekatan benar, rumus yang dipakai tepat, proses analisa dari data dasar menjadi data siap pakai sudah memadai.

 Perhitungan teknis sudah tepat dan betul; asumsi yang diambil wajar, pendekatnnya tepat, rumus yang dipakai sesuai, dan perhitungan aritmatika-nya benar.

Proses pengecekan gambar perencanaan akan meyakinkan kita apakah :

 Terdapat kecocokan angka antara perhitungan dan gambar.

 Penempatan posisi dan elevasi sudah benar.

 Proses interpolasi memadai.

 Besaran standar wajar.

B.2.4. Elaborasi Teknik.

Proses ini adalah upaya mencari penyebab dan jalan keluar menurunnya fungsi suatu jaringan irigasi, yang berupa upaya perbaikan data dan penyempurnaan analisa dan perhitungan.

Perbaikan data dan analisa data bisa berupa :

 Topografi : pengukuran ulang, pengukuran tambahan dll.

 Hidrologi : tambahan seri data hidrologi, perhitungan ulang dengan rumus yang benar, dan perbaikan pendekatan.

(6)

6

 Geologi/Mekanika Tanah : tambahan data geologi/Mekanika tanah, perubahan pendekatan perhitungan ulang dengan rumus yang benar, interpretasi yang wajar, dll.

 Sedimen : tambahan data, perbaikan teknik sampling, perubahan asumsi yang benar dll.

Penyempurnaan perhitungan teknik bisa berupa :

 Konsep pendekatan yang lebih sesuai.

 Anggapan-anggapan (asumsi) yang benar

 Rumus pengganti yang lebih tepat

 Perhitungan aritmatika yang betul

 Besaran standar yang wajar

 Angka keamanan yang memadai.

B.2.5. Teknik Penggambaran.

Setelah elaborasi teknik perbaikan dilakukan, dilanjutkan dengan penuangan rekayasa teknik, ini dalam bentuk gambar teknik. Gambar teknik harus disiapkan sesuai standar penggambaran KP-07 : Jelas, rapi, bersih dan mudah dibaca.

B.3. Tata Laksana Perencanaan Rehabilitasi.

Seperti dijelaskan diatas bahwa perencanaan rehabilitasi adalah penyempurnaan terhadap perencanaan sebelumnya, maka untuk keperluan efisiensi ( ditinjau dari segi waktu, biaya dan teknis ) tidak perlu melakukan pengulangan secara utuh proses perencanaan lama.

Perencanaan rehabilitasi cukup dilakukan dengan menyempurnakan gambar lama, yang memang dengan maksud untuk penyempurnaan fungsi jaringan perlu tambahan perencanaan. Tentunya tetap bisa memenuhi kebutuhan untuk manajemen pengelola jaringan, yaitu :

 Sebagai dasar untuk perhitungan volume pekerjaan dengan pihak pelaksana konstruksi.

 Sebagai dasar untuk keperluan O&P.

Tata Laksana berikut akan menjelaskan tentang pengukuran dan penggambaran dalam perencanaan rehabilitasi.

Dalam hal ini tata laksana perencanaan rehabilitasi akan dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu perencanaan rehabilitasi yang:

 Gambar lama tersedia lengkap.

 Gambar lama tidak tersedia (hilang)

 Gambar lama tersedia tetapi tidak lengkap (sebagian hilang).

B.3.1. Gambar Lama Tersedia.

Sebagai tahap awal perlu di cek kelengkapan gambar seluruh sistim; diurutkan gambar potongan memanjang dan melintang baik saluran induk maupun saluran sekunder yang ada, demikian juga gambar-gambar bangunan mulai bangunan utama sampai dengan bangunan terakhir.

Kemudian dilakukan pencetakan ulang dalam kalkir ( re-kalkir *) dan kalkir lama disimpan kembali.

(7)

7

Catatan : *) Jika hasil re-kalkir gambar lama kualitasnya kurang baik (tidak jelas terbaca) maka perlu di gambar ulang. Atau jika gambar lama yang tersedia berupa cetakan (blue- print) maka perlu digambar ulang.

Diatas kalkir yang baru inilah perencanaan rehabilitasi dilakukan sehingga perencanaan rehabilitasi bisa dijelaskan sebagai berikut :

1). Pengukuran situasi 1 : 5000 / 1 : 2000; sejauh gambar pengukuran situasi lama tersedia tidak ada perubahan situasi di lapangan dan setelah dilakukan inspeksi lapangan ternyata gambar situasi lama masih cocok; maka sebaiknya tidak dilakukan pekerjaan pengukuran situasi. Sehingga pekerjaan pengukuran situasi hanya dilakukan dalam hal :

 Tambahan areal pelayanan.

 Ada perubahan situasi (misalnya sawah berubah menjadi desa).

 Terdapat kesalahan pengukuran.

Jadi pengukuran dilakukan hanya pada bagian yang diperlukan saja dan gambar pengukuran yang baru sebagai tambahan (komplemen) gambar lama pada lembar yang sama atau lembar baru.

2) Pengukuran trase saluran pada garis besarnya dengan menggunakan gambar pengukuran trase yang lama, dilakukan pengukuran kembali pada daerah yang akan direhabilitasi (misal : galian endapan, timbunan tanggul, proteksi longsoran atau pasangan lining) dengan penyederhanaan sebagai berikut:

 Situasi saluran dilakukan dengan pengukuran polygon.

 Potongan memanjang dilakukan pada alignment yang sama dengan pengukuran yang lama, dengan titik tembak pada setiap 2 potongan melintang yang terdahulu;

 Potongan melintang dilakukan pada setiap 2 potongan melintang yang terdahulu dengan jarak kiri dan kanan terbatas hanya pada daerah yang akan diperbaiki.

 Pemasangan BM baru harus dilakukan pengukuran polygon dan sipat datar. Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, titik ikat menggunakan BM lama yang terdekat.

3) Pengukuran situasi site bendung ; pengukuran ini tidak perlu dilakukan, kecuali kalau dilakukan perubahan total bendung; pemindahan lokasi bendung baru pada lokasi diluar pengukuran lama atau pada lokasi di dalam pengukuran lama tetapi ada perubahan regime sungai.

Pengukuran kecil tambahan mungkin perlu dilakukan kalau ada perbaikan parsial pada bendung, misalnya sayap hilir, endsill dan lain sebagainya.

4) Pengukuran situasi bangunan; pengukuran ini hanya dilakukan untuk bangunan yang akan diperbaiki.

Bangunan yang masih baik dan tidak diperbaiki perlu diukur elevasinya.

5) Penggambaran : hasil pengukuran digambar pada kertas re-kalkir gambar pengukuran lama. Demikian juga gambar perencanaan dilakukan pada kertas yang sama, sehingga perlu dilakukan penggambaran ulang.

B.3.2. Gambar lama tidak tersedia (hilang)

Mengingat gambar lama tidak ditemukan, maka kita kehilangan bahan dasar untuk perbaikan perencanaan rehabilitasi. Tidak ada jalan lain kecuali melakukan pengukuran

(8)

8

dan penggambaran ulang secara komplit dan menyeluruh, dengan berpedoman pada sistim jaringan yang telah ada.

Pelaksanaan pekerjaan seperti diuraikan pada bagian B.4.

B.3.3. Gambar lama sebagian hilang

Dalam keadaan ini tentunya dilakukan kombinasi seperti tersebut butir B.3.1 dengan butir B.3.2. sebagian diukur dan digambar ulang secara penuh, sebagian diukur dan digambar dengan penyempurnaan.

B.4. Rincian Pelaksanaan Kegiatan. B.4.1. Uraian Kegiatan A

Tugas dalam Kegiatan A ialah:

B.4.1.1. Penelusuran Jaringan Irigasi.

a. Melaksanakan penelusuran jaringan irigasi.

b. Menjaring kebutuhan petani baik fisik maupun non fisik.

B.4.1.2. Membuat, menyempurnakan dan menyusun peta-peta berikut :

a. Peta Dasar (skala 1:2000 atau 1:5000). Apabila tidak terdapat peta dasar, maka harus membuat peta dasar baru (skala 1:5000) yang menunjukan situasi lapangan yang ada.

b. Peta Ikhtisar jaringan irigasi (skala 1:10000 atau 1:20000) yang dapat dibuat dari peta dasar butir (a) di atas.

B.4.1.2.a. Pembuatan atau penyempurnaan Peta Dasar (jika peta lama tidak ada atau ada tetapi tidak lengkap).

Peta dasar (skala 1:2000 atau 1:5000) akan memperlihatkan tata letak jaringan irigasi, jaringan drainase, jaringan jalan dan tata guna tanah (sawah, tegalan, pemukiman dan lain-lain), batas-batas petak tersier yang tepat dan batas-batas lain.

Pengukuran luas petak tersier akan didasarkan atas peta ini.

Peta Dasar itu harus memuat secara khusus :

1. Jaringan utama yang terdiri dari bendung/bangunan utama dan bangunan lain, saluran-saluran induk dan sekunder dan saluran suplesi dan sungai-sungai. Saluran tersier harus digambar sampai dengan titik dimana saluran memasuki petak tersier, dan berakhir dengan ujung panah. Nama tiap saluran induk dan sekunder dan titik-titik kilometer sepanjang saluran.

2. Pembuang induk, sekunder dan tersier dengan nama, jikalau ada nama. Sungai-sungai alam yang belum terinventarisasi harus dicantumkan dengan garis ganda atau garis utuh (tidak terputus-putus). Pembuangan yang sudah terinventarisasi harus dicantumkan sebagai garis tebal putus-putus dengan titik-titik kilometer yang ditandai sepanjang saluran pembuang.

3. Bangunan-bangunan penting, yakni : bendungan, bendung/bangunan utama, bangunan pengatur, bagi sadap, sadap, sifon, talang dan jembatan pada saluran induk dan sekunder dan saluran suplesi, harus dicantumkan dengan simbol sesuai Standar Perencanaan (KP).

4. Batas-batas petak tersier dan batas DI harus dibuat secara tegas, dengan simbol sesuai Standar Perencanaan (KP.07).

(9)

9

5. Informasi untuk tiap petak tersier yang ditulis dalam kotak petak tersier yang berisi: i. Nama Petak Tersier

ii. Areal potensial dalam hektar (dibulatkan sampai satu desimal)

iii. Debit rencana untuk saluran tersier (dikosongkan, karena akan diisi oleh perencana dalam tahap System Planning).

Areal potensial yang dicantumkan harus diukur dengan alat planimeter dari peta dasar, skala 1:2,000 atau 1:5,000.

6. Batas-batas Propinsi, Kabupaten dan Ranting Dinas (UPTD) serta desa dengan namanya

7. Tata guna tanah, termasuk daerah yang dapat diairi, tegal, dataran tinggi, kebun, hutan dan sebagainya ditandai dengan jelas.

8. Jalan (Propinsi, Kabupaten, Desa), dan jalan inspeksi. 9. Titik-titik triangulasi dan lokasi BM dan garis rangka (grid).

10. Lokasi stasion curah hujan, pencatat permukaan air otomatis (AWLR) dan stasion hidrometeorologi lainnya.

11. Waduk, sungai dan sumber air lain disertai nama, makam, monumen/bangunan lain ditengah areal persawahan dicantumkan dalam bentuk simbol.

12. Skala garis numeris dan petunjuk arah utara.

13. Keterangan notasi gambar sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi (KP-07). 14. Pada setiap lembar peta dasar skala 1 : 2000 atau 1 : 5000 dilengkapi dengan

gambar referensi tiap lembar untuk memudahkan membaca peta tersebut.

B.4.1.2.b. Pembuatan Peta Ikhtisar

Peta Ikhtisar dibuat dalam satu lembar ukuran A1, skala 1 : 10000 atau 1 : 20000 yang disusun dengan pengecilan tofografis dari peta dasar.

B.4.1.3. Urutan Pelaksanaan Pekerjaan

Urutan pekerjaan ialah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan peta-peta, foto udara dan data lain yang dapat diperoleh dari kantor-kantor / instansi terkait.

2. Mengkaji laporan-laporan dari Survey sebelumnya.

3. Menyusun peta dasar pendahuluan (1 : 2000 atau 1 : 5000) dari peta dan data yang ada.

4. Mengadakan peninjauan lapangan dengan peta pendahuluan. 5. Memasang Benchmark (BM).

6. Melakukan Survai dan pengukuran sipat-datar tambahan yang dibutuhkan untuk updating peta dasar.

7. Mencantumkan data hasil Survai dan hasil peninjauan lapangan kepada peta dasar pendahuluan.

8. Melakukan Survai dan pengukuran sipat-datar lengkap untuk membuat Peta Dasar baru bila peta dasar lama tidak tersedia.

9. Membuat Peta Ikhtisar (skala 1 : 10000 atau 1 : 20000).

B.4.1.4. Rincian Pekerjaan Kegiatan A

Pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam Kegiatan A dirinci di bawah ini :

1. Mengenali data hasil Profil Sosio Teknik dan Kelembagaan P3A/Gabungan P3A serta mengakomodasi kebutuhan petani pemakai air meliputi kebutuhan perbaikan fisik.

2. Pengukuran untuk Updating Peta Dasar a. Pengumpulan Data.

(10)

10

 Peta situasi / peta dasar 1 : 2000 atau 1 : 5000

 Peta DI 1 : 5.000 atau 1 : 2000

 Peta situasi trace 1 : 2000 dan gambar potongan memanjang dan melintang saluran irigasi dan pembuang.

 Peta situasi bendung 1 : 200

 Peta Topografi 1 :25.000 atau 1 : 50.000

 Patok tersier

 Foto udara (bila ada) produk terbaru skala 1 : 10.000 atau skala terbesar yang ada.

 Peta-peta lain (jika ada) yang dianggap perlu b. Mengkaji laporan-laporan terdahulu, antara lain :

 Titik Referensi dan sistim proyeksi yang digunakan.

 Ketelitian yang dicapai

 Peralatan yang dipakai

 Daftar titik kontrol BM (x,y,z) dan deskripsi BM

 Batas- batas pengukuran

 Informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu.

3. Peninjauan lapangan dengan berpedoman pada data-data seperti point 1 bersama-sama Tim Direksi, untuk :

 Mengecek keberadaan BM.

 Mencocokkan tata letak jaringan irigasi dan bangunan serta jaringan pembuang.

 Mencocokan tata letak jaringan jalan (Jalan Propinsi, Kabupaten, Desa, dll.)

 Mencocokkan tata guna lahan (sawah, tegalan, kebun, pemukiman dll) jika ada perubahan agar dicatat dan dibuat sketsa.

 Mencocokkan batas-batas petak tersier.

 Mencocokkan areal yang sekarang diairi.

 Menentukan rencana pengukuran untuk updating peta dasar seperti:

i. Pemasangan BM baru untuk mengganti BM yang rusak / hilang untuk menambah kerapatannya. Dalam hal ini perlu pengukuran polygon dan waterpass untuk menentukan koordinatnya (x,y,z).

ii. Perubahan-perubahan yang telah terjadi misalnya batas petak tersier, jalan, saluran tersier, perluasan kampung atau desa.

4. Pelaksanaan Pengukuran.

 Pemasangan BM.

Sesuai butir B.4.1.4 2.(b) BM dipasang ditempat yang stabil , aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM harus difoto, dibuat diskripsinya diberi nomor dan kode BM yang sudah ada atau sesuai petunjuk Direksi.

 Pengukuran Polygon dan Sipat Datar.

 Untuk menentukan koordinat (x,y,z) dari BM yang baru harus dilakukan pengukuran polygon dan sipat datar. Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, titik ikatnya menggunakan BM lama yang terdekat.

(11)

11

 Pengukuran situasi detail diperlukan untuk tambahan data tentang perubahan-perubahan detail topografis (batas alam, petak tersier, jalan, kampung, saluran tersier, saluran pembuang dan lain-lain). Pengukuran situasi detail harus diikatkan pada BM/CP yang ada.

 Pengukuran ketinggian sawah dengan uji petik minimal 3 (tiga) titik per petak tersier. Metode pengukuran menggunakan Tachymetri

 Data-data hasil pengukuran harus ditambahkan pada peta dasar pendahuluan.

5. Pengukuran dan Pemetaan Situasi (1 : 5.000) baru. Pengukuran lengkap harus dilakukan, jika tidak tersedia / tidak memenuhi syarat peta dasar skala 1:5.000 atau 1:2.000. Rincian pekerjaan yang harus dilakukan Konsultan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan.

 Persiapan administrasi / laporan, peralatan dan personil.

 Pengumpulan data pendukung dari instansi terkait, antara lain : o Peta topografi 1 : 25.000 atau 1 : 50.000

o Foto produk baru (jika ada) skala 1 : 10.000 atau skala lebih besar. o Titik referensi yang akan digunakan.

o Sistem Proyeksi (UTM). o Batas areal pengukuran. o Data-data yang diperlukan.

 Survai lapangan pendahuluan dilakukan bersamasama antara Tim Konsultan dan Tim Direksi, untukmemperoleh informasi antara lain :

o Batas areal irigasi untuk pemetaan termasuk kemungkinan tambahan perluasan areal.

o Nama, panjang dan lokasi jaringan irigasi bangunan serta jaringan pembuang yang harus diukur.

o Data-data yang diperlukan. 2. Pemasangan Patok dan BM.

Pelaksanaan pemasangan patok dan BM sbb:

 Patok terbuat dari kayu ukuran 5/7 atau bamboo bulat, panjang ± 50 cm, ditanam 40 cm dan bagian atasnya ± 10 cm diberi cat merah dan paku payung.

 Patok dipasang sepanjang / melingkupi batas areal irigasi yang berfungsi sebagai kerangka pengukuran. Apabila kerangka ini terlalu besar agar dibuat menjadi beberapa loop sesuai petunjuk Direksi.

 Patok dipasang setiap jarak ± 100 m untuk pengukuran sungai dan ± 50 m untuk pengukuran saluran.

 BM harus dipasang sebelum dilaksanakan pengukuran. BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM harus difoto, dibuat diskripsinya, diberi nomor dan kode sesuai petunjuk Direksi.

 Pada BM dimana dilakukan pengamatan matahari harus dipasang azimuth mark sebagai acuan azimuth.

 Pemasangan BM harus direncanakan kerapatannya dan mendapat persetujuan Direksi, sehingga memenuhi persyaratan :

o Pengukuran situasi setiap 500 ha

o Pada kerangka setiap 2,5 km dan pada tiap titik simpul.

o Bentuk dan konstruksi BM sesuai ketentuan yang berlaku (KP). 3. Pengukuran Kerangka Horisontal.

Pelaksanaan pengukuran kerangka horisontal adalah sebagai berikut:

(12)

12

 Alat ukur adalah Theodolite T-2 atau alat lain yang sejenis.

 Alat ukur jarak yang digunakan adalah EDM atau roll meter baja.

 Jalur pengukuran polygon mengikuti jalur kerangka pengukuran.

 Sudut horisontal diukur 1 (satu ) seri lengkap (B,LB).

 Perbedaan sudut horisontal hasil bacaan biasa dan luar biasa ≤ 5”.

 Untuk orientasi arah kontrol ukuran sudut harus dilakukan pengamatan matahari sesuai petunjuk Direksi.

 Jarak antara patok diukur 2 (dua) kali atau bolak balik, perbedaannya harus ≤ L/7500 ( L = jarak rata-rata).

 Panjang seksi pengukuran polygon maksimum 2,5 km, dan setiap ujungnya ditandai dengan BM.

4. Pengukuran Kerangka Vertikal.

Pelaksanaan pengukuran kerangka vertikal adalah sbb.:

 Menggunakan metode pengukuran sipat datar / waterpass.

 Alat yang digunakan harus alat waterpass otomatis dan rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo.

 Ketinggian / elevasi setiap titik polygon dan BM ditentukan dengan pengukuran waterpass.

 Sebelum dan sesudah pengukuran (setiap hari) harus dilakukan checking garis bidik.

 Metode pengukuran waterpass adalah double stand atau pergi-pulang. 5. Pengukuran Situasi Detail.

 Menggunakan metode pengukuran Tachymetri.

 Alat ukur yang digunakan adalah Theodolite T-0.

 Posisi titik detail ditentukan oleh arah dan jarak atau sudut dan jarak.

 Kerapatan elevasi pada sawah maksimum tiap ± 100 m.

 Batas-batas petak tersier di lapangan harus diukur.

 Semua kenampakan yang ada baik alami maupun buatan manusia harus diukur ( jaringan saluran irigasi, pembuang, jalan kampung dan lain-lain).

 Pengukuran harus diikatkan pada titik polygon. 6. Ketelitian Pengukuran.

 Pengukuran Polygon.

i. Salah penutup polygon 10” √ N, N = jumlah titik poligon. ii. Salah linier poligon 1 : 7.500.

 Pengukuran waterpass / sipat datar.

i. Perbedaan beda tinggi antara stand I dan stand II ≤ 2 mm. ii. Salah penutup beda tinggi 10√D mm, D = total jarak dalam Km. 7. Uji Petik

 Uji petik pengukuran polygon dan waterpass harus dilakukan dan jalurnya dipilih memotong jalur pengukuran Konsultan.

 Uji petik ketinggian sawah minimal 3 (tiga) titik per petak tersier dengan metode tachymetri.

B.4.1.5. Penggambaran

1. Peta dasar pendahuluan skala 1 : 2.000 atau 1 : 5.000 harus memperlihatkan keadaan pada saat dilakukan pengukuran.

2. Peta harus digambar di atas kertas kalkir 80/85 mg ukuran A1 (594 x 841 mm) dengan tata laksana penggambaran sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi.

(13)

13

3. Untuk arsiran agar menggunakan kertas litratone (siloete).

4. Untuk tulisan huruf dan angka harus menggunakan sablon. Ukuran tulisan, angka dan ketebalan garis harus sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi (KP-07). 5. Dari peta dasar skala 1 : 5.000 atau 1:2.000 tersebut diperkecil menjadi Peta Ikhtisar

skala 1 : 10.000 atau 1 : 20.000 dengan ukuran kertas A1 (594 x 841 mm). Apabila tidak tercakup dalam satu lembar kertas A1, arah panjang boleh ditambah sesuai dengan kebutuhan tetapi arah lebar tetap.

B.4.1.6. Persetujuan Peta dan Dokumen.

1. Peta dasar harus mencerminkan kondisi lapangan yang ada dan sebelum diserahkan harus dibahas terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan Direksi/ Pemberi Pekerjaan/Pemilik pekerjaan.

2. Buku Pengukuran dan Buku Diskripsi BM harus diperiksa oleh Staf Pengawas (Supervisor Pengukuran).

B.4.1.7. Produk Kegiatan A.

1. Peta dasar skala 1 : 5.000 atau 1 : 2.000 2. Peta Ikhtisar skala 1 : 10.000 atau 1 : 20.000.

B.4.2. Uraian Kegiatan B.

Tugas dalam Kegiatan B adalah :

1. Melaksanakan survai inventarisasi jaringan irigasi.

2. Pengumpulan data pendukung O&P data hidrologi dan hidrometri serta data untuk analisa ekonomi.

3. Pengumpulan data harga satuan upah, bahan dan sewa alat bantu di lokasi proyek 4. Pembuatan Skema Jaringan Irigasi (existing).

5. Pembuatan Pra-layout.

6. Pengukuran dan penggambaran saluran dan bangunan.

Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan data-data untuk tahap System Planning dan gambar-gambar saluran dan bangunan yang ada untuk tahap Disain Pekerjaan Rehabilitasi.

Pekerjaan yang harus dilaksanakan dirinci sebagai berikut ini :

B.4.2.1. Survai / Inventarisasi Jaringan Irigasi.

Pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tim Desain Konsultan, Tim Direksi dan P3A /Gabungan P3A bersama-sama melakukan penelusuran setiap ruas saluran , suplesi dan saluran pembuang dan setiap bangunan disepanjang saluran dan menginventarisasi kondisi saluran dan bangunannya. Sketsa detail semua bangunan yang dilengkapi dengan dimensi, ukuran pintu, elevasi mercu dsb., rincian perbaikan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan OP, harus dituliskan dalam sketsa tersebut. Data ini harus dimasukkan kedalam balnko yang disediakan. Foto diambil pada semua bangunan penting untuk menggambarkan pekerjaan yang dibutuhkan.

2. Gambar-gambar yang tersedia tentang bangunan harus dibawa ke lapangan selama inspeksi, dan dimensi penting diukur kembali dan dicatat di atas gambar . Kalau gambar bangunan tidak tersedia, harus dibuat sketsa yang bersih di lapangan dengan dimensi terinci untuk selanjutnya dibuat gambar-gambar berdimensi. Sketsa-sketsa ini harus dijilid rapi dan diserahkan pada akhir pekerjaan.

(14)

14

3. Menyusun inventarisasi saluran irigasi dan drainase, bangunan pada saluran, bangunan pengukur debit, jalan inspeksi dan rumah instansi dalam blanko yang disediakan.

4. Peta skema yang tersedia harus dipelajari sebelum melakukan survai lapangan. Petak tersier yang ada dengan luas melebihi 150 ha atau yang mempunyai masalah ketidakterjangkauan air harus dicatat untuk mencari alternatif lain agar luas dibatasi sampai tidak menimbulkan masalah air. Alternatif yang mungkin adalah meningkatkan saluran tersier menjadi saluran sekunder atau saluran muka, atau pemindah sebagian areal ke bangunan sadap lain.

Sebaliknya jika saluran kecil yang melayani kurang dari 100 ha harus dicatat untuk direklasifikasikan sebagai saluran tersier/ saluran muka kalau sekarang dianggap sebagai saluran sekunder. Setelah dibahas dengan P3A/Gabungan P3A, perubahan-perubahan tersebut harus dimasukkan ke dalam skema irigasi baru. 5. Melakukan survai dan membuat daftar yang memuat lokasi , ukuran dan type serta

prakiraan luas layanan dari bangunan sadap liar, dan memplotnya pada konsep peta dasar skala 1 : 5.000 atau 1 : 2.000 sesuai dengan pembahasan bersama P3A dan gabungan P3A.

6. Terhadap bangunan sadap liar perlu dilakukan tindakan sebagai berikut :

 Diadakan survai lebih detail mengenai bangunan liar ini, identifikasi sebab-sebabnya sadap liar dibuat oleh petani.

 Kemudian didiskusikan dengan P3A dan gabungan P3A, untuk menetapkan usulan apakah bangunan sadap liar tersebut ditutup sama sekali ataukah dilegalisir dengan dibuatkan bangunan sadap tersier baru. Usulan tersebut kemudian akan ditegaskan dan diputuskan dalam rapat System Planning.

 Dalam hal bangunan sadap liar dilegalisir, Konsultan diharuskan melakukan pengukuran untuk rencana bangunan sadap baru.

 Tempat sadap yang telah disahkan harus diberi nama dan dimasukkan bersama-sama dengan sadap lainnya dalam gambar dengan catatan “bangunan baru”. Kalau belum diambil keputusan, sadap liar harus digambar dengan garis putus-putus diatas gambar peta dasar, skema dan potongan memanjang saluran.

B.4.2.2. Pengumpulan Data Pendukung O&P, serta Data Hidrologi dan Hidrometri.

Meninjau dan mengamati sistem operasi yang selama ini dijalankan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menyusun Laporan system Planning serta Pedoman Operasi dan Pemeliharaan sebagai berikut ini:

B.4.2.2.1 Data Hidrologi dan Hidrometri.

Data klimatologi dari stasiun klimatologi terdekat atau yang mewakili untuk 20 tahun terakhir.

1. Data debit sungai setengah bulanan, selama minimum 10 tahun atau debit sepuluh harian selama sepuluh tahun terakhir dari data catatan debit pada bendung / bangunan utama atau stasiun pengukur debit lain yang tersedia.

2. Data catatan banjir pada bendung/bangunan utama atau stasiun pengukur debit jika tersedia untuk 10 tahun terakhir.

3. Data Curah hujan setengah bulanan selama minimum 10 tahun atau sepuluh harian selama sepuluh tahun terakhir pada stasiun curah hujan yang ada di wilayah Daerah Pengaliran Sungai (DPS) serta daerah persawahan. Hujan bulanan dan hujan harian maksimum 10 tahun. Hujan 3 harian berurutan 10 tahun.

(15)

15

B.4.2.2.2. Data Pendukung O&P.

1. Data status P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan gabungan P3A serta aktifitasnya dalam pengelolaan jaringan irigasi.

2. Detail prosedur Operasi dan Pemeliharaan jaringan yang berjalan sekarang dan kekurangan-kekurangannya.

3. Data kebutuhan air yang selama ini dipakai untuk perencanaan Operasi dan Pembangian air di Daerah Irigasi yang bersangkutan.

4. Catatan tanaman (areal yang ditanamai) menurut musim, jenis tanaman (palawija, tebu, dll) intensitas tanam dan hasil untuk lima tahun terakhir, (sumber data harus dicatat).

5. Data personil dan segala fasilitasnya yang tersedia pada saat pelaksanaan pekerjaan.

6. Data lain tentang status sekarang, kendala-kendala dan masalah-masalah dalam Operasi dan Pemeliharaan, sebagaimana dibutuhkan untuk System Planning

B.4.2.3. Pengumpulan Data Untuk Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi yang akan dilakukan menyangkut indicator-indikator antara lain : Benefit/Cost Ratio, Net Benefit (Present Value) dan Economic Internal Rate of Return (EIRR), berdasarkan beberapa alternatif umur ekonomis jaringan irigasi dan Interest Rate (bunga) yang berlaku.

Untuk keperluan tersebut, Konsultan harus mengumpulkan data mengenai jenis tanaman, hasil panen dan harga jual, kebutuhan tenaga dan peralatan yang berlaku di lokasi pekerjaan sekurang-kurangnya 10 tahun.

B.4.2.3. Pembuatan Skema Jaringan Irigasi (existing).

Dibutuhkan 2 (dua) skema :

1. Skema Irigasi (saluran pembawa dan pembuang) 2. Skema bangunan.

B.4.2.4.(a) Skema Irigasi

Gambar skema dibuat tanpa skala dan digambar pada satu lembar kertas kalkir ukuran A1. Saluran Induk / Sekunder digambar dengan garis lurus dengan berbagai ketebalan sesuai Standar Perencanaan Teknis.

Skema Irigasi harus mencakup :

a. Nama saluran induk / sekunder yang ada.

b. Bendung / bangunan utama dan semua bangunan bagi, bagi /sadap, dan sadap yang ada, masing-masing diberi label yang benar sesuai nomenklatur sesuai Standar Perencanaan Irigasi.

c. Pada kotak petak tersier ditulis :

 Nama petak tersier

 Debit rencana (l/dt) (dikosongkan untuk diisi tiap tahap System Planning),

 Luas rencana (areal potensial) (ha),

 Luas sawah irigasi sekarang /fungsional (ha).

d. Cantumkan untuk tiap ruas saluran antara bangunan bagi/sadap :

 Jumlah areal potensial (A) di hilir.

 Debit rencana (Q) untuk ruas tersebut.

 (dikosongkan untuk diisi pada tiap tahap System Planning)

 Panjang (L) tiap ruas saluran.

(16)

16

 (dikosongkan untuk diisi pada tiap tahap System Planning)

e. Batas-batas daerah pengelolaan jaringan irigasi harus diberi batas pemisah dalam skema irigasi.

f. Suatu tabel ikhtisar Inventarisasi Jaringan Irigasi harus disediakan dalam gambar Skema Irigasi dengan memberikan nama dan panjang:

 Saluran Induk dan sekunder

 Saluran suplesi.

 Saluran pembuang.

 Daftar type dan jumlah bangunan di sepanjang saluran.

 Areal potensial dan sawah irigasi yang sudah diairi sekarang untuk tiap saluran. g. Untuk system golongan ( > 1 golongan ) harus dibuat skema golongan.

B.4.2.4. (b) Skema Bangunan.

a. Skema Bangunan harus menunjukkan semua bangunan yang ada dengan Nomenklatur (nama bangunan) dan posisi lokasi bangunan yang benar.

b. Pada setiap bangunan yang ada di saluran induk dan sekunder dan di ujung saluran agar dicantumkan km-nya (station) dari titik nol. Titik nol pada saluran dihitung dari pintu pengambilan intake bendung dan pintu sadap masing-masing untuk saluran sekunder.

B.4.2.5. Pembuatan Peta Pra-Layout.

Dari hasil inspeksi lapangan dan kesepakatan dengan P3A dan Gabungan P3A serta pembuatan Skema Jaringan irigasi, batas-batas petak tersier yang diusulkan diplot pada peta dasar untuk menghasilkan peta pra-layout, sebagai dasar untuk System Planning.

B.4.2.6. Pengukuran Lokasi dan Site Bangunan Utama (jika data lama tidak tersedia).

1. Konsultan harus melakukan pengukuran lengkap pada Bangunan Utama yang ada, sungai disekitarnya dan penampang melintang sekitar saluran dengan menggunakan alat Theodolit dan Waterpass.

2. Pekerjaan pengukuran sungai untuk bangunan utama (bendung, pengambilan bebas) yang kondisinya masih baik, cukup dilakukan dengan “site survey “ sepanjang 100 meter ke hulu dan 100 meter ke hilir, demikian pula untuk mata air / sumber.

3. Pengukuran sungai untuk Bangunan Utama yang mempunyai masalah berupa overtopping, piping, gerusan dan degradasi pada hilirnya, perlu dilakukan pengukuran sungai sepanjang 600 meter dengan pengaturan sesuai kebutuhan. 4. Pengukuran sungai untuk Bangunan Utama baru, dilakukan pengukuran sebagai

berikut:

a. Situasi Sungai

 Lebar sungai B < 20 m; skala 1 : 500 sepanjang 1 km dengan 500 m ke hulu dan 500 m ke hilir dari as Bangunan Utama.

 Lebar sungai 20 < B < 40 m; skala 1:1.000 sepanjang 1,50 Km dengan 750 m ke hulu dan 750 km ke hilir dari as bangunan Utama.

 Lebar sungai >40 m ; skala 1 : 2.000 sepanjang 2,00 km dengan 1,00 km ke hulu dan 1,00 km ke hilir dari as bangunan utama.

b. Site bangunan utama

 Lebar sungai 20 < B < 40; skala 1:200

(17)

17

 Patok dipasang tiap jarak profil 25 m, dan tiap jarak profil 5 m untuk sekitar bendung sepanjang 25 m ke hulu dan 25 m ke hilir.

5. Elevasi mercu bendung, ketinggian ambang pintu penguras dan pengambilan, elevasi dekzerk dan elevasi penting lainnya harus disipat datar dengan tepat.

6. Hasil pengukuran, cara penghitungan dan penggambaran harus sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi.

B.4.2.7. Pengukuran Saluran dan Bangunan (jika data lama tidak tersedia atau tersedia tetapi tidak lengkap)

Pekerjaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pemasangan BM dan CP.

a. Pemasangan Bench Mark (BM)

Menambah BM baru jika jarak BM yang ada lebih besar dari 2.000 m pada satu jalur saluran.

b. Pemasangan CP.

Pada bangunan lama yang penting pada setiap dekzerk agar dipasang baut kuningan dan diukur posisi (x,y,z), dipasang marmer dan diberi notasi / no.CP. Pada Rencana bangunan baru agar supaya dipasang patok CP ( Control Point) sesuai gambar standar dari Direksi Pekerjaan.

2. Koordinat dan elevasi BM baru/lama diukur kembali.

3. Pemasangan patok BM baru harus sesuai dengan spesifikasi Standar Perencanaan Irigasi, tanda-tanda nomenklatur harus dipasang dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.

Konsultan bertanggungjawab atas pemasangan BM baru.

4. Membuat Diskripsi BM baru yang menunjukkan posisi letak (X,Y) dan ketinggian (Z) serta sketsa peta lokasinya.

Deskripsi BM harus dilengkapi dengan lokasi, elevasi, referensi sipat datar BM bersangkutan. Posisi BM diplot pada peta skala 1 : 5.000 dan dilampirkan pada halaman muka Deskripsi BM.

Dibuat daftar koordinat + elevasi BM baru/lama dan CP baru/lama.

Setiap perbedaan elevasi antara BM baru dan BM lama harus dijelaskan dalam bab tentang survai dalam laporan akhir, BM yang tidak berlaku dikeluarkan dari deskripsi BM., letak patok harus diplot dalam skema pengukuran untuk mengetahui jarak secara planimetris.

5. Elevasi ambang bangunan bagi dan sadap, ketinggian mercu bangunan pengukur debit dan elevasi bangunan saluran sebelah udik dan sebelah hilir (bangunan, pengatur, terjun, siphon dll.) harus disipat datar dengan tepat. Untuk tujuan pengukuran sipat datar ini lokasi harus bersih dari endapan lumpur. Semua elevasi ini akan dimasukkan di tampang memanjang saluran.

6. Semua elevasi sawah tertinggi pada setiap petak tersier harus diukur untuk penentuan elevasi muka air (jika diperlukan) di saluran tersier, sekunder dan induk. 7. Semua tanda muka air pada saluran (warna coklat) yang membekas agar dicatat,

juga bekas muka air pada bangunan, harus diidentifikasi guna memberikan informasi dalam menentukan muka air yang tepat untuk pekerjaan Desain Hidrolik. 8. Mengukur dan menyipat datar tampang memanjang dan melintang dari :

 Saluran Induk dan Sekunder

 Saluran Suplesi.

(18)

18

 Tiap Pembuang lainnya, saluran pembuang alami atau sungai yang dianggap perlu diperbaiki dalam Program Rehabilitasi / Upgrading.

 Saluran tersier yang akan ditingkatkan menjadi saluran sekunder (berdasarkan hasil kesepakatan baik sebelum atau sesudah diskusi system planning)

9. Tampang Memanjang.

a. Tampang memanjang saluran pembawa diukur dengan jarak patok @ 50 m, diukur mulai pintu pangkal saluran primer / sekunder.

b. Setiap 500 m sepanjang saluran pembawa dipasang patok dari kayu, ukuran 5x7x120 cm atau kayu bundar dengan Ø 7 cm, yang nantinya diganti dengan patok beton selama pelaksanaan konstruksi pekerjaan rehabilitasi / upgrading. Catatan : Pemasangan patok beton ini bukan tugas Tim Desain Konsultan, kecuali Patok BM dan CP dipasang Konsultan.

c. Penyipatan datar harus diakhiri pada bangunan terakhir di saluran dan untuk drainase di titik tempat masuknya drainase itu ke dalam drainase induk atau sungai.

d. Pengukuran tampang memanjang harus diikat dengan BM yang ada di sepanjang saluran.

e. Patok dipasang tiap 50 m pada bagian yang lurus dan 25 m pada belokan, atau menurut kebutuhan.

f. Bangunan-bangunan sepanjang saluran diukur terhadap patok-patok yang mengapitnya.

g. Pengukuran harus dilakukan pergi-pulang dan double stand. 10. Tampang Melintang.

a. Diukur setiap jarak profil 100 m untuk saluran pembawa dan 200 m untuk ruas saluran pembuang yang lurus. Jika terdapat patahan atau ke rusakan lain pada saluran yang perlu ditambah profil khusus untuk ketepatan kerusakan dan perhitungan volume pekerjaan.

b. Drainase gendong sepanjang saluran harus diperlakukan sebagai bagian dari tampang melintang saluran dan disipat datar serta diplot bersama-sama dengan tampang saluran, dalam gambar yang sama.

c. Lebar profil melintang yang diukur adalah 10 m ke kiri dan 10 m ke kanan dari tepi saluran dan dari kaki tanggul luar (jika ada tanggul) baik pada saluran pembawa maupun pembuang. Untuk butir (b) di atas lebar profil melintang disesuaikan seperlunya.

d. Setiap perubahan trace, tampang saluran harus diukur. 11. Persyaratan-persyaratan lain :

 Alat yang digunakan penyipat datar otomatik Ni-2, NAK-1, NAK-2 atau yang setara. Jika kondisi tidak memungkinkan dapat digunakan T-0.

 Jarak diukur dengan optis dan pita ukur baja.

B.4.2.8. Pengukuran Site Bangunan.

Pengukuran setempat (site survey) untuk pemetaan pada bagian bangunan yang diperlukan dengan syarat sebagai berikut:

a. Alat yang digunakan Plan-Table atau Theodolite T-0 atau yang setara dan penyipat datar seperti tersebut pada butir B.4.2.7. (11.a).

b. Setiap bentuk / perubahan bangunan harus diukur sampai titik detail terkecil, karena akan digambarkan pada skala 1 : 100.

1. Pengukuran ketinggian (elevasi) pada bangunan adalah sebagai berikut: a. Dasar saluran di hulu dan di hilir bangunan.

(19)

19

c. Elevasi ambang d. Puncak tanggul

e. Puncak dan gelagar bawah jembatan f. Dasar mulut gorong-gorong

g. Dasar pintu

h. Posisi meja Romijn terendah dan tertinggi (jika ada).

2. Pengukuran tambahan harus dilakukan pada bangunan-bangunan yang perlu diperbaiki , dengan detail secukupnya untuk memperlihatkan pekerjaan perbaikan tersebut pada gambar.

3. Ketinggian sawah tertinggi yang harus diairi juga harus diukur termasuk sawah yang diairi melalui sadap liar, dalam hal ini harus disajikan “ daftar peil sawah

tertinggi ”.

4. Pengukuran lapangan (site survey) secara lengkap harus dilakukan pada lokasi baru yang diusulkan.

5. Pengukuran penampang melintang saluran pembuang harus dengan lebar yang cukup guna memperkirakan debit yang lewat bangunan pembuang silang.

6. Ketentuan-ketentuan untuk pengukuran sebagai berikut : a. Potongan melintang harus tegak lurus as / trase saluran.

b. Pengukuran jarak saluran pada belokan yang tajam harus dilakukan lewat as saluran, bukan jarak optis/bidik.

c. Tiap lokasi bangunan harus dipasang CP, walaupun letak/lokasi bangunan ditetapkan dikemudian hari setelah pengukuran saluran selesai.

B.4.2.9. Pembuatan Gambar.

1. Tampang Memanjang dan Melintang Saluran.

a. Gambar di atas kertas kalkir ukuran A1 (594 x 841 mm).

b. Tampang memanjang dan situasi digambar dalam satu lembar kertas kalkir dengan ketentuan :

i. Situasi skala 1 : 2.000

ii. Tampang memanjang skala horisontal 1 : 2.000 dan skala vertikal 1 : 100 untuk daerah datar, atau 1 : 200 untuk daerah yang mempunyai terrain curam atau bervariasi.

c. Tampang melintang digambar pada kertas kalkir dengan ketentuan : i. Skala Panjang 1 : 100 atau 1 : 50

ii. Skala Tinggi 1 : 100 atau 1 : 50

d. Tata laksana penggambaran mengikuti Standar Perencanaan Irigasi. 2. Gambar Bangunan

Semua bangunan air pada jaringan irigasi yang ada (kecuali tangga cuci, kubangan kerbau, jembatan hewan, jembatan dan bangunan pengamanan) harus digambar dalam skala 1 : 100 dan 1 : 50 dengan demensi sesuai kenyataan di lapangan. Jika gambar lama tidak ada, maka bagian bangunan yang tidak tampak (berada di bawah tanah / air) tidak perlu digambar. Jika gambar lama masih ada, maka bagian-bagian bangunan yang tidak tampak tersebut dapat dikutip dari gambar lama. 3. Persyaratan Gambar.

Semua gambar harus :

a. Sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi, Ditjen Air, Desember 1986 (KP-07). b. Untuk angka dan huruf harus dipakai sablon / lettering set.

c. Semua gambar harus di atas kertas kalkir, ukuran A-1 ( 594x841 mm).

d. Besarnya dan ketebalan garis harus sesuai dengan standar dalam butir (a) di atas.

(20)

20

B.4.2.10. Pembuatan Buku Data Pendukung

1. Buku Data Pendukung O&P

Suatu Buku Pendukung Data O&P harus disusun, yang berisi data yang dikumpulkan dari kegiatan B (B.4.2.2.) yang dibutuhkan untuk membuat / menyusun Laporan System Planning dan Petunjuk O&P.

2. Buku Data Hidrologi dan Hidrometri

Untuk membuat/menyusun Laporan System Planning dan Buku Data DI. Diperlukan Pendukung Buku Data Hidrologi dan Hidrometri. Buku ini harus disusun, berisi data yang dikumpulkan dalam kegiatan B (Bab. B.4.2.2. di atas) antara lain :

a. Data Hidrologi (Data curah hujan dan klimatologi, dll.) b. Data Hidrometri (data debit sungai dan catatan banjir)

B.4.2.11. Produk Kegiatan B

a. Buku Survai Inventarisasi Jaringan Irigasi, dengan foto-foto (asli semua), termasuk Daftar Kerusakan Jaringan Irigasi dan Daftar Usulan Perbaikan.

b. Skema Irigasi dan Skema Bangunan (existing). c. Peta Pra Layout ( 1 : 2.000 atau 1 : 5.000). d. Album Gambar hasil pengukuran :

 Site dan bangunan utama

 Tampang memanjang saluran dan denah situasi

 Tampang melintang saluran

 Bangunan yang ada serta site survey untuk rencana bangunan. e. Buku Data Ukur.

f. Buku Diskripsi Benchmark (BM). g. Laporan Akhir Pengukuran

h. Buku Data Pendukung O&P, Data Hidrologi dan Hidrometri, serta data untuk analisa ekonomi dan data harga satuan upah, bahan serta sewa alat bantu.

B.4.3. Uraian Kegaiatan C

Membuat System Planning dan penyusunan Daftar Kebutuhan Pekerjaan Rehabilitasi dari data lapangan yang diperoleh dari kegiatan B.

B.4.3.1. System Planning.

Tujuan System Planning yang diterapkan dalam rehabilitasi adalah menilai status DI sekarang, menentukan kendala-kendala dan masalah yang merintangi pemantapan Operasi dan Pemeliharaan, dan untuk mengembangkan pemecahan yang tepat.

1. Bidang-bidang yang tercakup dalam System Planning adalah :

a. Profil Sosio Teknis dan Kelembagaan P3A dan Gabungan P3A, serta aktifitasnya dalam pengelolaan jaringan irigasi.

b. Prakiraan debit andalan sungai/sumber air dengan menganalisa catatan data yang lampau.

c. Penegasan areal potensial dan fungsional, penegasan petak tersier dalam daerah irigasi dan jaminan perlindungan lahan sawah untuk tidak alih fungsi selama periode 10 tahun.

d. Penjajagan status pengembangan tersier, pengecekan bersama P3A dan gabungan P3A adanya sadap baru / petak tersier baru.

e. Peninjauan dan dokumentasi cara operasi sekarang, dengan perhatian atas hal-hal sebagai berikut :

(21)

21

 Saling ketergantungan jaringan yang berhubungan dengan DI-DI lain yang menerima atau memberikan debit tambahan atau membagi sumber sungai yang sama. Ini diperlukan untuk mengembangkan atau menyepakati aturan operasional.

 Identifikasi lokasi untuk mencari penyebab dan mengembangkan pemecahan atas sadap liar (kesepakatan tentang mengijinkan atau menutupnya) dan peningkatan status saluran tersier menjadi saluran sekunder.

 Menentukan kebutuhan air irigasi dan kebutuhan lainnya.

 Identifikasi masalah operasional dan kendalanya untuk pertimbangan dalam menentukan desain yang cocok.

 Meninjau masalah yang lampau dalam menggunakan bangunan ukur atau cara pengukurtan debit di DI untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan tipe bangunan ukur yang tepat dan layak untuk DI bersangkutan.

 Peran serta petani P3A dan gabungan P3A dalam membantu pengelolaan O&P irigasi.

f. Identifikasi masalah pemeliharaan dan sebab kerusakan bangunan dan sebagainya, yang berulang-ulang untuk mengembangkan pemecahan perbaikan dengan mempertimbangkan perhitungan hidrolis yang tepat.

g. Identifikasi kekurangan jumlah personil dan fasilitas O&P (perumahan karyawan, komunikasi, transportasi) dan menentukan kebutuhan-kebutuhan tambahan. h. Persiapan Rencana Operasi Jaringan.

i. Persiapan rencana Pemeliharaan termasuk pemakaian peralatan berat untuk pemeliharaan.

j. Peninjauan Daftar Usulan Perbaikan Jaringan Irigasi oleh P3A dan gabungan P3A.

2. Kegiatan Pelaksanaan System Planning.

a. Penilaian atas keadaan sekarang dalam jaringan sehubungan dengan kondisi jaringan fisik (saluran, bangunan,jalan inspeksi,bangunan gedung dan lain-lain); kinerja sistem irigasi sekarang dengan mengacu kepada keberhasilan pertanian ; problem besar lainnya yang dialami dalam O&P.

b. Rencana perubahan areal dan batas petak tersier.

Perubahan areal berdasarkan areal yang sudah diukur dengan planimeter, catatan lama dan pencocokan di lapangan. Penyusunan daftar petak tersiernya yang memperlihatkan areal lama dan baru, lengkap dengan rincian luas areal tiap desa.

c. Rencana pembuatan bangunan sadap tersier baru sebagai pengganti sadap liar. Dalam hal ini harus memperhatikan batasan sebagai berikut:

i. Luas petak sawah 0 – 5 ha :

 Pakai sadap pipa ( Ø 5 – 10 cm)

 Ketinggian diatur sesuai kebutuhan . ii. Luas petak sawah 5 – 10 ha :

 Pakai pintu sorong ( lebar pintu maksimum 30 cm)

 Jika daerah layanan saluran primer / sekunder di hilir > 500 ha.

 Tanpa pintu sorong jika daerah layanan primer/sekunder di hilir < 500 ha.

 Pakai pipa sadap ( Ø 10-15 cm)

d. Perhitungan atau penentuan nilai debit andalan (dependable flow, Q-80%). e. Penentuan kebutuhan air irigasi dan kebutuhan lainnya dihitung dengan

(22)

22

f. Perhitungan debit kemampuan (kapasitas) saluran sekarang dan penyesuaian pada desain saluran.

g. Peninjauan rencana tanam yang ada dan revisi kalau perlu, termasuk rencana golongan, rencana pengeringan saluran dan lain-lain.

h. Peninjauan prosedur operasi yang sekarang dan penyusunan prosedur yang tepat untuk kondisi jaringan dengan memakai pertunjuk-petunjuk tentang prosedur operasi jaringan irigasi.

i. Peninjauan desain jaringan irigasi untuk pengaturan dan pengukuran debit untuk memenuhi kebutuhan operasi, dengan mempertimbangkan tersedianya staf dan fasilitas O&P. Pada tiap batas kerja pengelolaan jaringan irigasi harus diberi fasilitas pengukur debit.

Untuk rencana sadap tersier yang mengairi <10 ha bila tidak memungkinkan tidak perlu memakai alat ukur.

Untuk menentukan rencana lokasi bangunan ukur dan cara mengukur air, perlu dibuat suatu skema pengukuran dan pengaturan air yang memperlihatkan dengan jelas lokasi bangunan-bangunan ukur ( lama dan rencana baru ) serta bangunan pengatur air. Skema tersebut harus dibuat berdasarkan Skema Irigasi yang lengkap dengan luas petak-petak tersier serta luas layanan tiap saluran induk / sekunder.

j. Penambahan bangunan baru dan penyempurnaan jaringan irigasi termasuk peningkatan status saluran tersier menjadi saluran sekunder serta fasilitas lainnya seperti bangunan terjun, lining saluran, pengatur/pengukur debit, kantor/rumah dinas dan sebagainya harus dalam batas-batas biaya rehabilitasi dan harus dibuktikan bahwa hal tersebut memang benar-benar dibutuhkan. k. Revisi nomenklatur bangunan agar sesuai dengan pedoman yang berlaku. l. Penilaian kebutuhan pegawai O&P untuk jaringan irigasi yang bersangkutan. m. Penyusunan daftar kebutuhan fasilitas O&P termasuk kantor / rumah dinas,

transportasi dan alat komunikasi.

n. Penyusunan daftar kebutuhan fasilitas O&P P3A dan gabungan P3A termasuk kantor dan ruang pertemuan.

B.4.3.2. Daftar Usulan Pekerjaan Rehabilitasi.

Dalam kegiatan B telah dilakukan Inventarisasi kerusakan jaringan irigasi berikut usulan-usulan perbaikannya. Kemudian setelah dilakukannya penyusunan system planning dengan mempertimbangkan banyak hal, antara lain ketersediaan air, perubahan luas & petak-petak tersier, kebutuhan O&P, usulan petani / P3A untuk desain dan lain sebagainya, maka disusunlah Daftar Usulan Pekerjaan Rehabilitasi yang meliputi : 1. Perbaikan bangunan utama / bendung berikut bangunan-bangunan pelengkapnya

antara lain : pintu penguras, kantong lumpur, intake, jembatan pelayanan dll.

2. Perbaikan, peningkatan dan atau penambahan bangunan-bangunan air di saluran primer & sekunder, seperti bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan bagi sadap, bangunan / alat ukur dan gorong-gorong, dll.

3. Perbaikan dan atau peningkatan saluran pembawa primer dan sekunder termasuk kemungkinan adanya perubahan saluran tersier menjadi saluran sub sekunder atau sekunder.

4. Perbaikan dan atau penyempurnaan saluran pembuang berikut bangunan-bangunan pelengkapnya.

(23)

23

5. Perbaikan dan/atau penambahan bangunan-bangunan pelengkap lainnya seperti jembatan kendaraan / orang, tempat mandi hewan, jalan inspeksi, kantor & rumah dinas, gudang untuk keperluan O&P dll.

6. Perbaikan dan atau penambahan pintu-pintu air.

Dalam hal terjadinya perubahan kebutuhan pekerjaan rehabilitasi pada saat / setelah dilakukannya detail desain, maka Konsultan diwajibkan merevisi daftar kebutuhan pekerjaan rehabilitasi sesuai dengan gambar desain yang telah disetujui, sebagai salah satu pekerjaan dalam kegiatan D.

B.4.3.3. Penyusunan Dokumen dan Diskusi. 1. Konsep Laporan System Planning.

Konsep Laporan System Planning (Draft System Planning Note) harus berdasarkan masukan petugas O&P di lapangan dan P3A. Laporan harus merincikan status jaringan sekarang dan usulan pekerjaan rehabilitasi.

2. Rapat Diskusi System Planning.

Konsep Laporan System Planning akan didiskusikan pada suatu rapat system planning dengan wakil petani / P3A dan gabungan P3A , Tim konsultan, Tim Direksi dan instansi terkait.

Setelah mendiskusikan Laporan System Planning, Usulan Daftar Pekerjaan Rehabilitasi akan dibahas secara detail dalam rapat ini. Kemudian akan disepakati dan disetujui usulan perbaikan dan penyempurnaan yang akan diambil untuk desain dan konstruksi. Peta Layout jaringan irigasi dan peta skema (yang disusun dalam kegiatan B) akan didiskusikan dan difinalisasikan pada rapat ini.

“Apabila dalam diskusi disepakati adanya pekerjaan tambah yang masih dalam batas cakupan pekerjaan, Tim Disain Konsultan harus melakukan pekerjaan tambahan tersebut tanpa tuntutan tambahan biaya, misalnya pengukuran saluran tersier yang berubah status menjadi saluran sekunder termasuk bangunan, penyelidikan geotek, dll”.

3. Laporan Akhir System Planning.

Selanjutnya Laporan Draft System Planning, Daftar Usulan Pekerjaan Rehabilitasi, peta DI dan Skema Jaringan irigasi, difinalkan sesuai keputusan dalam rapat system planning.

B.4.3.4. Produk kegiatan C

a. Laporan Draft System Planning.

b. Laporan Akhir System Planning termasuk daftar usulan pekerjaan rehabilitasi, dan catatan rapat System Planning serta Berita Acara pertemuan Pemaduan Desain.

B.4.4. Uraian Kegiatan D.

Tugas-tugas dibawah ini adalah pembuatan desain rinci, perhitungan volume pekerjaan (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), persiapan dokumen tender untuk rehabilitasi dan penyusunan Pedoman O&P dan Buku Data DI.

B.4.4.1. Desain

Desain hidrolis dan bangunan hendaknya dikerjakan untuk item-item yang telah disepakati pada rapat System Planning.

Desain akan didasarkan atas gambar-gambar tampang memanjang dan melintang saluran pembawa dan pembuang yang disusun di bawah kegiatan B, data lain serta

(24)

24

keputusan-keputusan pada rapat System Planning. Item-item yang akan didesain meliputi:

1. Perbaikan pada bendung, saluran dan bangunan.

2. Penambahan-penambahan atau penyempurnaan kecil pada bangunan-bangunan (bangunan pengatur dan pengukur debit, pintu-pintu, kantong lumpur dan sebagainya).

3. Harus juga dilakukan pengecekan terhadap kapasitas debit saluran, pintu pengambilan, pintu sadap, dan bangunan pengatur debit lainnya agar memeniuhi persyaratan-persyaratan desain.

4. Terhadap desain pintu sadap harus mengikuti Standar Perencanaan Irigasi.

5. Untuk bangunan-bangunan besar seperti bendung, bangunan bagi besar atau urugan tanggul-tanggul besar perlu dilakukan perhitungan stabilitas dengan menggunakan hasil penyelidikan geoteknik.

B.4.4.2. Pembuatan Gambar.

1. Semua bangunan air pada jaringan irigasi yang ada, kecuali tangga cuci, kubangan kerbau, jembatan hewan, jembatan orang, dan bangunan pengaman harus digambar (skala 1:100 atau 1;50) dengan ukuran-ukuran sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2. Dari hasil perhitungan hidrolis, ketinggian muka air yang direncanakan harus digambar pada tampang memanjang dan melintang, termasuk profil hidroliknya juga harus digambar.

3. Pada gambar yang disebutkan dalam B.4.4.2 (1) pekerjaan perbaikan atau penyempurnaan harus dicantumkan dengan jelas. Jika dianggap perlu, bagian pekerjaan itu harus digambarkan dengan detail serta catatan yang jelas. Semua gambar bagian bangunan yang akan menjalani pekerjaan rehabilitasi harus lengkap dengan dimensinya, sehingga memudahkan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Untuk membedakan bagian bangunan lama dan bagian bangunan yang akan direhabilitasi maka perlu dibedakan ketebalan garisnya, untuk bagian bangunan lama menggunakan ketebalan garis 0,3 mm dan untuk bagian bangunan yang akan direhabilitasi ketebalan garisnya 0,5 mm.

4. Desain untuk bangunan baru yang direncanakan harus digambar lengkap termasuk detail fondasi dan sebagainya.

5. Sebuah peta Skema Konstruksi baru harus disusun berdasarkan skema yang disusun pada Kegiatan B yang mencantumkan semua bangunan sepanjang saluran dengan menunjukkan dengan jelas lokasi dalam km. dan apakah bangunan tersebut baru, sudah ada untuk diperbaiki, sudah ada untuk dibongkar dan/atau untuk dibangun kembali. Lambang atau garis-garis yang berbeda dapat dipakai untuk menunjukkan hal-hal ini dengan diberi penjelasan dalam kolom legenda gambar. 6. Gambar bangunan standar harus diberi tabel dimensi yang jelas untuk tiap jenis

bangunan.

7. Persyaratan Gambar Semua gambar harus :

a. Sesuai dengan Standar perencanaan Irigasi, Ditjen. Air Desember 1986. b. Untuk angka dan huruf harus pakai sablon/lettering set.

c. Semua gambar harus diatas kertas kalkir A1 (594mmx841 mm)

d. Besar dan ketebalan garis harus sesuai dengan standar dalam butir (a) di atas. 8. Bangunan yang akan digambar harus dibagi ke dalam dua kategori :

a. Bangunan baru dan yang ada dimana ada pekerjaan konstruksi dibawah Rehabilitasi.

(25)

25

Bangunan yang tidak memerlukan pekerjaan konstruksi / rehabilitasi harus dijilid dalam satu album terpisah dan diserahkan.

9. Selain gambar-gambar bangunan air tersebut harus dibuat juga gambar-gambar rencana bangunan gedung baru atau perbaikan. Lokasi semua bangunan agar digambarkan pada Peta DI.

10. Gambar bangunan utama, bangunan besar lainnya & system irigasi termasuk perhitungan design yang mempunyai masalah khusus harus didiskusikan terlebih dahulu bersama Direksi Pekerjaan / Pejabat Dinas PSDA Propinsi / Proyek sebelum dilakukan finalisasi gambar.

B.4.4.3. Laporan Perhitungan Desain (Design Note).

1. Laporan Perhitungan Desain harus disusun secara sistimatis dan diserahkan. Perincian perhitungan desain harus diuraikan dengan jelas pada semua pekerjaan rehabilitasi untuk acuan selama pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi dan sesudahnya.

2. Hal-hal berikut harus dimasukkan dalam catatan desain :

 Parameter desain yang dipakai untuk saluran dan bangunan (koefisien kekasaran, beban, tegangan).

 Contoh perhitungan hidrolik untuk saluran dan sadap, dengan tabel untuk semua saluran dan sadap.

 Perhitungan desain bangunan (catatan desain oleh ahli teknik /insinyur)

 Hal-hal lain jika diminta dan disetujui oleh Direksi/Pemilik pekerjaan.

Teori tentang desain tidak perlu diberikan, tetapi cukup dengan menyebutkan referensi buku atau tabel tersebut diambil.

B.4.4.4. Perhitungan Volume Pekerjaan (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

1. Lembar perhitungan volume pekerjaan (BOQ) agar dirinci untuk seluruh usulan paket pekerjaan rehabilitasi dan sesuai dengan hasil diskusi System Planning . Kemudian dibuat daftar rekapitulasi pada masing-masing rincian tersebut antara lain volume galian dan timbunan (m3), volume pasangan batu (m3), luas plesteran (m2) dsb. Jika dalam 1 paket terdiri lebih dari 1 DI, maka rincian volume tiap DI juga harus dibuat.

Prosedur sistematis harus diikuti untuk mempermudah perhitungan dan pengontrolan volume. Untuk pekerjaan bangunan air harus disediakan skets yang jelas untuk mutual check berikutnya.

2. a) Pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk pekerjaan konstruksi harus didasarkan atas harga bahan dan upah tenaga kerja yang berlaku di lokasi pekerjaan. Hal ini dapat diperoleh dari daftar PITB (Pusat Informasi Teknik Bangunan-Dinas PU Cipta Karya) informasi dari Dinas/Cabang Dinas PU Pengairan, Pemerintah Kabupaten dan survey harga /upah nyata di lapangan. Upah tenaga kerja harus mengacu pada “Upah Minimum Regional” yang dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja dan Gubernur Propinsi

Pembuatan “Analisa Harga Satuan Pekerjaan” menggunakan format dari Keputusan Menteri PU Nomor 43/PRT/2007 – 27 Desember 2007, dengan referensi SNI dan/atau B.O.W dan P5 (penggunaan alat berat) serta disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.

b) Disamping pembuatan RAB konstruksi untuk rehabilitasi secara keseluruhan (global), Tim Konsultan juga harus membuat RAB secara tahapan pelaksanan

(26)

26

pekerjaan (stages) dan berdasarkan skala prioritas (prioritizing) tergantung dari cakupan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Apabila karena kebutuhannya harus dilakukan tahapan > 1 tahun anggaran, maka RAB tahap I harus disusun untuk tiap item pekerjaan dengan prioritas yang mengakibatkan jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi optimal dengan pemilihan skala prioritas pada pekerjaan bangunan/saluran yang mendukung optimalisasi fungsi tersebut. Sedang tahap II dan selanjutnya RAB disusun untuk item pekerjaan pendukung penyempurnaan fungsi jaringan irigasi yang akan dilaksanakan dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah dan atau petani/P3A/Gabungan P3A sendiri.

3. Harga/Biaya Konstruksi untuk Rehabilitasi hasil perhitungan RAB selanjutnya akan dibuat suatu analisa ekonomi oleh Tim Disain Konsultan.

Analisa ekonomi akan dilakukan menyangkut indicator-indikator antara lain : Benefit Cost Ratio, Net Benefit (Present Value) dan Economic Internal Rate of Return (EIRR), berdasarkan beberapa alternatif umur ekonomis jaringan irigasi dan interest rate (bunga) yang berlaku.

Untuk keperluan tersebut Konsultan harus mengumpulkan data mengenai jenis tanaman, hasil panen dan harga jual kebutuhan tenaga dan peralata yang berlaku di lokasi pekerjaan sekurang-kurangnya 10 tahun.

B.4.4.5. Persetujuan Desain.

1 Draft Gambar Desain sebelum disetujui direksi harus dilakukan pengecekan di lapangan.

2 Seluruh detail desain dan gambar harus didiskusikan dan diasistensikan dengan Tim Direksi. Setelah selesai, desain dan gambar-gambar diperiksa dan disetujui oleh Direksi/Pemberi Pekerjaan, Seksi Irigasi dan Bidang PJPA.

3 Hasil pekerjaan desain dapat diterima setelah seluruhnya disetujui oleh Direksi, Seksi Irigasi dan Bidang PJPA.

B.4.4.6. Buku Petunjuk O&P dan Buku Data DI. B.4.4.6. (a) Buku Petunjuk O&P.

Petunjuk O&P dipergunakan oleh Petugas O&P bersama gabungan P3A untuk mengatur pelaksanaan O&P sistem Irigasi dimana nantinya apabila memungkinkan akan diserahkan secara bertahap kepada P3A/Gabungan P3A.

Pembuatan Petunjuk O&P suatu Jaringan Irigasi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Cara Operasi mencakup :

 Rencana tanam (luas, jenis, intensitas tanam, kebutuhan air tanaman, ketersediaan debit andalan.

 Rencana tata tanam dan persetujuannya (melibatkan P3A, gabungan P3A dan Dinas PSDA/Pengairan).

 Rencana pembagian air.

 Operasi musim hujan (cara, tindakan selama hujan lebat dll.)

 Operasi musim kemarau.

 Cara operasi bangunan utama (operasi pintu pengambilan, pintu penguras, kantong lumpur dll.)

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Marka&#34; atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan panjang amplikon atau ukuran

: Kegiatan ini berupa penyuluhan mengenai pendidikan seks dasar meliput pengarahan akan persepsi tentang seks, perbedaan antara laki-laki dan perempuan, pengenalan

Maka berbicara mengenai kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam mengadili tindak pidana penistaan agama memang tidak terlepas dari aturan perUndang-Undangan yang diatur

Kayu sisa penebangan jati yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kayu- kayu sisa akibat kegiatan penebangan dan pembagian batang yang tidak dimanfaatkan lagi oleh pemegang izin

Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Sepaku Desa Tengin baru di simpulkan bahwa kerja sama, tanggung jawab dan kedisplinan para pegawai di nilai baik

Buah belimbing dan mentimun merupakan buah yang kaya akan antioksidan dan kalium sebagai upaya menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi, sehingga

21 Tri Setyo Budiyanto, S Kom Management Information System (MIS) Specialist MM 22.00 22 Edwan Maryudianto, S Kom Sub Proff Specialist for Data Consolidation MM 19.00 23 Arief

Pembagian jam mengajar terkadng mengalami kontraversi, kadang menjurus kekonfilik, ada sebagian guru yang puas, ada juga yang tidak puas. Seperti yang dikatakan seorang guru