• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) DI PROVINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) DI PROVINSI RIAU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

THE ANALYSIS OF GREENHOUSE GASES EMISSION ON AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) SECTOR IN RIAU PROVINCE

Suwondo

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau, Pekanbaru (wondo_su@yahoo.co.id; 08127512108)

ABSTRACT

Greenhouse Gases Emission (GHG) were the main cause of global climate change that have consequences to increase the earth temperatur. The main greenhouse gases in Riau Province were CH4, CO2, N2O, NOx dan CO, that were resulted by human activity. The main sourches of greenhouse gases emission were Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU) Sector. The analysis of greenhouse gas emission on AFOLU sector was conducted on march-september 2013. The study was conducted using survey method and the data collection was done using technical documentation. The level of emission was determined using Intergovermental Panel Cilmate Change (IPCC, 2006) formulations. The total emission was calculated based on data activity and factor emission and then the data has been analyzed descriptively. The result showed the level of CO2-eq emission on Agriculture sector from livestock activity in Enteric Fermentation 194.040 GgCO2/year, and Manure Management 184.662 GgCO2/year. CO2 emission from biomass burning, urea and liming application 1012,540 GgCO2/year and CO2-eq 1994,997 GgCO2/year (0,002 GtCO2/ year). CO2 emission on Forestry and Other Land Use sector 271441,166 GgCO2/year (0,2714 GtCO2/year). Total CO2-eq emission overall on AFOLU sector 0,2738 GtCO2/year in Riau Province.

Keywords: GHG, Agriculture, Forestry, Land

ABSTRAK

Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim global yang berakibat pada kenaikan suhu bumi. GRK utama antara lain CO2, CH4, N2O, NOx dan CO yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia. Sumber emisi utama di Provinsi Riau berasal dari sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU). Sehingga perlu dilakukan analisis tingkat emisi GRK sektor AFOLU yang dilaksanakan pada bulan Maret-September 2013. Penelitian dilaksanakan dengan metode survey dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Perhitungan tingkat emisi menggunakan formulasi yang mengacu pada Intergovermental Panel Cilmate Change (IPCC, 2006), dimana jumlah emisi merupakan hasil perkalian data aktivitas dengan faktor emisi. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat emisi sektor Agriculture CO2-eq dari aktivitas peternakan pada fermentasi enterik sebesar 194.040 GgCO2/tahun dan pengelelolaan kotoran ternak sebesar 184.662 GgCO2/tahun. Tingkat emisi CO2 dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan dan penggunaan kapur pada sektor pertanian sebesar 1012,540 GgCO2/tahun dan CO2-eq sebesar 1994,997 GgCO2/tahun (0,002 GtCO2/tahun). Pada sektor kehutanan dan perubahan penggunaan lahan sebesar 271441,166 GgCO2/tahun (0,2714 GtCO2/tahun). Sehingga total emisi CO2-eq sektor AFOLU di Provinsi Riau sebesar 0,2738 GtCO2/tahun.

(2)

Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 | SEMIRATA

PENDAHULUAN

Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh meningkatnya gas- gas seperti Carbon dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous oxide (N2O), Chlorofluorocarbons (CFCs) dan Volatile Organic Compounds (VOCs) yang dihasilkan dari aktifitas penggunaan energi dan perubahan fungsi lahan (deforestasi). Meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi tersebut menyebabkan penyerapan energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi. Kondisi ini akan meningkatkan suhu udara di bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim. Peningkatan rata-rata suhu global dunia berkisar antara 0.6 ± 0,2 ºC sejak akhir abad 19 (IPCC, 2007).

Aktifitas alih fungsi lahan khususnya areal hutan menjadi areal pertanian, perkebunan, pemukiman merupakan penyebab terjadinya peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK). Perubahan yang terjadi bersifat kompleks dan mempunyai umpan balik pada perubahan sejumlah variabel yang mempengaruhi GRK. Perubahan hutan alam menjadi lahan pertanian akan mengubah daerah albedo cahaya matahari yang sampai ke bumi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu, terutama pada daerah trofis yang semakin panas (Chapin et al., 2005; Feddema et al., 2005 dalam Suwondo et al., 2008). Selain itu, hilangnya vegetasi mempengaruhi siklus karbon, dimana kemampuan penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis mengalami penurunan yang mengakibatkan berkurangnya biomasa dan karbon tanah (Gitz dan Ciais, 2003; Canadell et al., 2004; Levy et al., 2004 dalam Suwondo et al., 2008).

Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 % (0,767 GtCO2-e) dengan upaya sendiri, serta 41% (1,210 GtCO2-e) dengan dukungan internasional. Total proyeksi penurunan emisi skala Business as Usual (BAU) sebesar 2.95 GtCO2-e pada Tahun 2020 (Bappenas ,2011). Sedangkan tingkat emisi proyeksi berdasarkan BAU seluruh sektor di Provinsi Riau pada Tahun 2020 sekitar 0,41 GtCO2-e (Bappeda, 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka Provinsi Riau memberikan kontribusi emisi sebesar 13,93% dari total emisi nasional. Kontribusi yang sangat besar terhadap emisi GRK berasal dari lahan gambut yang mencapai luas sebesar 3,2 juta hektar (SRAP Riau, 2012). Tingkat emisi GRK pada lahan gambut pada Tahun 2003-2009 mencapai 0,292 GtCO2 atau sekitar 15% dari emisi lahan gambut nasional Tahun 2006. Kebakaran tidak terkontrol dan terkontrol berkontribusi sekitar 41%, oksidasi gambut 36% dan kehilangan biomassa 23% dari total emisi (Bapenas, 2011).

Laju deforestasi hutan alam berlangsung sangat cepat di Provinsi Riau. Selama kurun waktu 10 tahun (1990-2000) kehilangan tutupan hutan alam dari luas 5.446.007 ha pada tahun 1990 menjadi seluas 3.984.022 ha pada tahun 2000 sehingga terjadi deforestasi seluas 1.461.985 ha. Sedangkan luas akumulasi tutupan hutan alam yang hilang dari tahun 1990 sampai dengan 2011 mencapai 2.638.113 ha baik di kawasan gambut maupun bukan gambut (SRAP Riau, 2012).

Penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan sektor kehutanan merupakan salah satu sektor penting yang dipertimbangkan dalam penyusunan inventarisasi gas rumah kaca. Sektor ini memainkan peran penting dalam siklus karbon, karena sebagian besar dari pertukaran karbon antara atmosfer dan biosfer terjadi pada ekosistem hutan. Status dan pengelolaan hutan akan menentukan apakah biosfer darat merupakan rosot (sink) karbon.

Berdasarkan kondisi tersebut, kegiatan analisis emisi GRK pada sektor Pertanian, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (AFOLU) penting untuk dilakukan di

(3)

Provinsi Riau. Emisi GRK dari sektor pertanian di duga berasal dari emisi: (1) Metan (CH4) dari budidaya padi sawah; (2) Karbondioksida (CO2) karena penambahan bahan kapur dan pupuk urea; (3) Dinitrogen oksida (N2O) dari tanah, termasuk emisi N2O tidak langsung dari penambahan N ke tanah karena penguapan/pengendapan dan pencucian dan (4) non-CO2 dari biomas yang dibakar pada aktivitas pertanian. Sedangkan emisi aktivitas peternakan berasal dari emisi metan melalui fermentasi enterik ternak dan dinitro oksida yang dihasilkan dari pengelolaan kotoran ternak.

Analisis tingkat emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau Agriculture, Forestry And Other Land Use (AFOLU) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau. Sehingga dapat memberikan kontribusi untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam penurunan emisi gas rumah kaca pada program Rencana Aksi Daerah (RAD-GKR) dan Rencana Aksi Nasional (RAN-GRK).

METODE PENELITIAN

Metode perhitungan GRK berpedoman pada IPCC (2006) dengan menggunakan metode sederhana Tier 1 yang didasarkan pada default faktor emisi serapan global atau regional dan Tier 2 metode berdasarkan faktor emisi serapan lokal. Sedangkan Tier 3 metode yang melibatkan pemodelan lebih rinci atau pendekatan berbasis inventarisasi masih terbatas digunakan beberapa karakteristik lahan.

Pengumpulan data untuk perhitungan emisi Gas Rumah Kaca dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (AFOLU) dilakukan dengan menggunakan metode survei dan dokumentasi dari berbagai sumber yang dilaksanakan pada bulan Maret - Agustus 2013. Data aktivitas yang diperlukan antara lain luas tanam, luas panen, jenis tanah, jumlah hewan ternak, penggunaan pupuk dan batu kapur/dolomit, luas alih fungsi lahan dan sebagainya. Selain itu, diperlukan data hasil penelitian seperti dosis pupuk dan kapur pertanian. Data aktivitas tersebut diperoleh dari berbagai sumber antara lain: statistik pertanian, Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan. Sedangkan untuk data yang tidak tersedia diperoleh melalui berbagai teknik yang umum digunakan untuk melengkapi seri data dengan menggunakan metode antara lain: (1) overlap; (2) data surrogate; (3) interpolasi dan (4) ekstrapolasi tren.

Perhitungan emisi/serapan GRK dilakukan melalui perkalian antara informasi aktivitas manusia dalam jangka waktu tertentu (data aktivitas, DA) dengan emisi/serapan per unit aktivitas (faktor emisi/serapan, FE) (KLH, 2012). Emisi dan serapan GRK dari sektor AFOLU pada suatu ekosistem lahan berasal dari perubahan stok karbon dari pada pool karbon dan dari emisi non-CO2 berbagai sumber termasuk pembakaran biomassa, tanah, fermentasi enterik ternak, dan pengelolaan kotoran ternak (manure).

Perhitungan Emisi GRK dari sektor Pertanian di Provinsi Riau dilakukan berdasarkan data aktivitas sektor pertanian yang diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian serta hasil interpretasi Citra Landsat Tahun 2011. Emisi GRK dari sektor peternakan dihitung dari emisi metan (CH4) yang berasal dari fermentasi enterik ternak serta emisi metan dan dinitro oksida yang dihasilkan dari pengelolaan kotoran ternak. Emisi CO2 dari peternakan tidak diperkirakan (emisi CO2 diasumsikan nol) karena CO2 yang diserap oleh tanaman melalui fotosintesis dikembalikan ke atmosfer sebagai CO2 melalui respirasi.

Tingkat emisi aktivitas kehutanan memerlukan data aktivitas dan faktor emisi untuk kategori-kategori penggunaan lahan, tampungan karbon dan gas non-CO2. Data

(4)

Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 | SEMIRATA aktivitas luas lahan hutan diperoleh dari peta Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 (Kemenhut, 2012) dan interpretasi citra Landsat TM/ETM_+ tahun 2009 dan 2010. Peta Tutupan Lahan tahun 2006 dan 2009 ini berasal dari kegiatan pengolahan citra satelit (LANDSAT 7 ETM +) Badan Planologi Kementrian Kehutanan. Klasifikasi tutupan hutan terdiri dari 7 kelas antara lain : Hutan Lahan Kering Primer, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Rawa Primer, Hutan Rawa Sekunder, Hutan Mangrov Primer, Hutan Mangrove Skunder dan Hutan Tanaman. Faktor emisi dan serapan yang akan menentukan keandalan emisi dan serapan GRK adalah kenaikan biomassa tahunan (riap) dan biomassa atas permukaan hutan.

Data tingkat emisi dari hasil perhitungan masing-masing sektor ditampilkan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan emisi GRK yang dihasilkan sektor peternakan di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Emisi CO2-eq Sektor Peternakan di Provinsi Riau

(Gg)

Categories Net CO2

emissions / removals CH4 Emissions N2O CO2-eq

A.1 - Enteric Fermentation - 9.240 0.000 194.040

A.1.a - Cattle - 6.086 0.000 127.797

A.1.a.i - Dairy Cows 0.012 0.257

A.1.a.ii - Other Cattle 6.073 127.540

A.1.b - Buffalo 2.107 44.237 A.1.c - Sheep 0.020 0.418 A.1.d - Goats 0.981 20.592 A.1.e - Camels A.1.f - Horses - --

-A.1.g - Mules and Asses -

-A.1.h - Swine 0.047 0.996

A.1.j - Other (please specify)

-

-A.2 - Manure Management - 1.519 0.493 184.662

A.2.a - Cattle - 0.135 0.322 102.721

A.2.a.i - Dairy cows 0.006 0.001 0.328

A.2.a.ii - Other cattle 0.129 0.322 102.394

A.2.b - Buffalo 0.192 0.107 37.145

A.2.c - Sheep 0.001 - 0.105

A.2.d - Goats 0.033 0.020 7.006

A.2.e - Camels

-A.2.f - Horses

-A.2.g - Mules and Asses A.2.h - Swine

-

0.332 0.008 9.455

A.2.i - Poultry 0.826 0.035 28.229

A.2.j - Other (please specify)

- -

-Dari Tabel 1 diketahui tingkat emisi CO2-eq dari aktivitas peternakan relatif kecil, dari fermentasi enteric (Enteric Fermentation) sebesar 194.040 GgCO2/tahun dan

(5)

1012,540 3,783

2,913

0,065

4,225

1994,997 0,276

0,008

0,065

4,225

8,321 0,222

0,007

0,052

3,393

6,681 0,026

0,001

0,006

0,398

0,783 0,028

0,001

0,007

0,435

0,856 -

-

-

-

-469,615

-

-

469,615 542,925

-

-

542,925 2,327

-

-

721,356 0,366

-

-

113,533 0,212

-

-

65,600 3,507

-

-

73,647

-

-

0,000

pengelelolaan kotoran ternak (Manure Management) sebesar 184.662 GgCO2/tahun. Hasil tersebut berasal dari emisi metan (CH4) sebesar 10,759 GgCH4 yang diperleh dari aktivitas fermentasi enterik (Enteric Fermentation) dan pengelolaan kotoran ternak (Manure Management). Sedangkan jumlah emisi N2O dari pengelolaan kotoran ternak (Manure Management) adalah 0,493 GgN2O. ada aktivitas pertanian tingkat emisi CO2- eq di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Emisi CO2-eq Dari Aktivitas Pertanian di Provinsi Riau

Categories Net CO2

(Gg)

Emissions emissions

/ removals CH4 N2O NOx CO CO2-eq

C Aggregate sources and non-CO2 emissions sources on land (2)

C.1 - Emissions from biomass burning

C.1.a - Biomass burning in forest lands

C.1.b - Biomass burning in croplands

C.1.c - Biomass burning in grasslands

C.1.d - Biomass burning in all other land

C.2 - Liming

C.3 - Urea application

C.4 - Direct N2O Emissions from managed soils (3)

C.5 - Indirect N2O Emissions from managed soils

C.6 - Indirect N2O Emissions from manure management

C.7 - Rice cultivations C.8 - Other (please specify)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa tingkat emisi GRK sektor pertanian relatif tinggi, hal ini berasal dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan, penggunaan kapur dan aktivitas pertanian lainnya sebesar 1012,540 Gg CO2/tahun dan CO2-eq 1994,997 Gg CO2/tahun. Kondisi ini akan terus mengalami peningkatan bila penggunaan kapur pertanian dan pupuk urea semakin tinggi. Emisi CO2 yang berasal dari aplikasi pemupukan urea dari berbagai subkategori antara lain perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao dan padi sebesar 542,924 GgCO2/tahun.

Untuk aktivitas perubahan lahan, hasil perhitungan tingkat emisi CO2-eq dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Emisi CO2 dari Aktivitas Perubahan Lahan di Provinsi Riau

Categories Net CO2

emissions / (Gg) Emissions removals B - Land 271,441.17

271,441.17 B.1 - Forest land 45,681.48

45,681.48

(6)

Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 | SEMIRATA

land

Categories Net CO2

emissions / removals

(Gg)

Emissions

B.1.b - Land Converted to Forest land 252.20 252.20 B.2 - Cropland 178,431.79 178,431.79 B.2.a - Cropland Remaining Cropland 177,525.00 177,525.00 B.2.b - Land Converted to Cropland 906.80 906.80 B.3 - Grassland 12,491.93 12,491.93

B.3.a - Grassland Remaining

Grassland 8,560.14 8,560.14 B.3.b - Land Converted to Grassland 3,931.79 3,931.79 B.4 - Wetlands 11,505.55 2.18 12,181.01 B.4.a - Wetlands Remaining Wetlands 10,961.91 2.17 11,635.46 B.4.b - Land Converted to Wetlands 543.65 0.01 545.55 B.5 - Settlements 1,077.62 0.00 1,077.62

B.5.a - Settlements Remaining

Settlements 1,077.62 1,077.62 B.5.b - Land Converted to

Settlements

B.6 - Other Land 22,252.79 22,252.79 B.6.a - Other land Remaining Other

land 0.00 B.6.b - Land Converted to Other land 22,252.79 22,252.79 Dari Tabel 3 terlihat bahwa tingkat emisi CO2 yang dihasilkan dari perubahan lahan hutan sebesar 45,681.48 GgCO2/tahun. Sumber emisi berasal dari perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian (Crop Land) yang terjadi pada tanah mineral dan organik. Emisi CO2 terjadi pada konversi penggunaan lahan lain (Other Land) menjadi lahan pertanian (Crop Land). Tingkat emisi CO2 dari Perubahan lahan basah (Wet Land) sebesar 10.961,91 Gg CO2/tahun dan CO2-eq sebesar 11.635,46 GgCO2/tahun. Sumber ini berasal dari konversi lahan gambut yang dikelola. Sementara konversi lahan (Land Converted) menjadi lahan basah (Wet Land) menghasilkan emisi CO2 sebesar 543,65 GgCO2/tahun dan CO2-eq sebesar 545,55 GgCO2/tahun.

Tingkat emisi dari penggunaan lahan lain disebabkan oleh perubahan tahunan simpanan karbon dalam biomassa dan perubahan tahunan simpanan karbon di tanah mineral dan gambut. Emisi CO2 yang berasal dari penggunaan lahan lainnya sebesar 22.252,79 GgCO2/tahun, kontribusi terbesar terjadi pada perubahan lahan hutan (Forest Land) menjadi berbagai peruntukan lahan lainnya (Other Land). Dengan demikian tingkat emisi dari aktivitas perubahan lahan masih memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi GRK di Provinsi Riau.

Secara keseluruhan tingkat emisi GRK sektor AFOLU di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat emisi sektor Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU) Berdasarkan Jenis Gas Rumah Kaca

Categories

Emissions (Gg)

Emission s CO2 -eq

Net CO2 CH4 N2O CO2-eq

(7)

Agriculture, Forestry, and Other Land Use 0,2738

A - Livestock - 10,759 0,493 0,0004

B - Land 271441,166 - - 0,2714

C - Aggregate sources and non-CO2 on land

emissions sources

1012,540 3,783 2,913 0,002

Dari Tabel 4 terlihat bahwa tingkat emisi CO2-eq dari aktifitas AFOLU berasal dari aktifitas peternakan dan pertanian (livestock) sebesar 0,0004 GtCO2/tahun. Aktivitas perubahan lahan (land) menghasilkan emisi CO2-eq sebesar 0,2714 GtCO2/tahun. Sedangkan agregat emisi CO2-eq dari berbagai penggunaan lahan lainnya sebesar 0,002 GtCO2/tahun. Dengan demikian tingkat emisi CO2-eq secara keseluruhan pada sektor AFOLU sebesar 0,2738 GtCO2/tahun. Sehingga tingkat emisi dan serapan agregat GRK (GtCO2-eq) masih tinggi di Provinsi Riau.

KESIMPULAN DAN PROSPEK

Tingkat emisi sektor pertanian CO2-eq dari aktivitas peternakan pada fermentasi enterik sebesar 194.040 GgCO2/tahun dan pengelelolaan kotoran ternak sebesar 184.662 GgCO2/tahun. Tingkat emisi CO2 dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan dan penggunaan kapur pada sektor pertanian sebesar 1012,540 GgCO2/tahun dan CO2-eq sebesar 1994,997 GgCO2/tahun (0,002 GtCO2/tahun). Pada sektor kehutanan dan perubahan penggunaan lahan sebesar 271441,166 GgCO2/tahun (0,2714 GtCO2/tahun). Sehingga total emisi CO2-eq sektor AFOLU di Provinsi Riau sebesar 0,2738 GtCO2/tahun.

Sektor AFOLU memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi GRK di Provinsi Riau. Sehingga hasil analisis tingkat emisi GRK dapat dijadikan data dasar (baseline) dalam merumuskan kebijakan untuk menentukan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Provinsi Riau.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau dan Center for Climate Risk and Opportunity Management (CCROM) Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Inventory GRK Provinsi Riau pada Tahun 2013 yang difasilitasi oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC]. 2007. Climate Change : The Physical Science Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovermental Panel on Climate Change. Paris, February 2007. http://www.ipcc.ch/.

[2] Suwondo. Suwarno, J, Adriman, Putuhena, J. Zainal, J, Riyadi, A. 2008. Kerjasama Sektor Kehutanan Dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca. Makalah : Perubahan Iklim Global. PSL-IPB. Bogor

[3] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BAPPENAS]. 2011. Strategy in Reducing CO2 Emission from Riau’s Peat and Forest. Bappenas and British Council. Jakarta

(8)

Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 | SEMIRATA [4] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA]. 2012. Rencana Aksi

Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau (RAD-GRK). Pemerintah Provinsi Riau. Pekanbaru

[5] Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC]. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Prepared by The National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES Japan. Tokyo

[6] Kementerian Lingkungan Hidup [KLH]. 2012. Panduan Inventori GHG sektor AFOLU. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.

Gambar

Tabel  1. Tingkat  Emisi  CO 2 -eq  Sektor  Peternakan  di Provinsi  Riau  (Gg)
Tabel  2. Tingkat Emisi  CO 2 -eq  Dari Aktivitas  Pertanian  di Provinsi  Riau
Tabel 4.     Tingkat  emisi  sektor  Pertanian,  Kehutanan  dan  Penggunaan  Lahan  Lainnya  (AFOLU)  Berdasarkan   Jenis Gas Rumah  Kaca

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data Tabel 7 total emisi gas rumah kaca di Sulawesi Tengah pada tahun 2016 menunjukkan hasil terbesar disumbang oleh gas CH 4 dari hasil buangan kegiatan

Berdasarkan hasil kalkulasi,tingkat emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Indramayu cenderung tinggi dilihat dari jumlah emisi yang dihasilkan dari sektor industri

Berdasarkan hasil kalkulasi,tingkat emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Indramayu cenderung tinggi dilihat dari jumlah emisi yang dihasilkan dari sektor industri

REKAPITULASI PERHITUNGAN EMISI SUMBER GAS RUMAH KACA YANG BERASAL DARI PABRIK PENGOLAHAN

Pengaruh lebih lanjut dari produksi kompos dalam mereduksi emisi gas rumah kaca dalam bentuk karbon dioksida dapat dicapai dari penurunan penggunaan energi (reduksi

Tahap survey dilakukan untuk mendapatkan data data dasar untuk perhitungan source neraca emisi gas rumah kaca di keempat sektor industri terpilih. Data dasar yang didapatkan

Mengacu pada permasalahan diatas perlu dilakukan perhitungan beban emisi gas rumah kaca pada Kecamatan Driyorejo dengan pendekatan pemodelan spasial untuk

Mengacu pada permasalahan diatas perlu dilakukan perhitungan beban emisi gas rumah kaca pada Kecamatan Driyorejo dengan pendekatan pemodelan spasial untuk