DETERMINAN
UNMET NEED
KB WANITA USIA SUBUR
BERSTATUS KAWIN DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN
2017
Retno Sekar Rachmaningrum
1, Siti Haiyinah Wijaya
21Politeknik Statistika STIS 2Politeknik Statistika STIS
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat kelahiran. Namun masih terdapat kebutuhan KB penduduk yang belum terpenuhi atau biasa disebut unmet need KB. Unmet need KB dapat berpotensi untuk terjadi kehamilan tidak diinginkan. Terjadinya kehamilan tidak diinginkan dapat berujung pada aborsi tidak aman dan kematian akibat infeksi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi unmet need KB penjarangan dan pembatasan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Data yang digunakan merupakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 Provinsi DKI Jakarta dengan unit analisis wanita usia subur 15-49 tahun berstatus kawin. Metode analisis meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensia yang menggunakan analisis regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi unmet need KB penjarangan sebesar 25,6% dan unmet need KB pembatasan sebesar 19,3%. Unmet need KB penjarangan lebih besar terjadi pada wanita yang bekerja dan yang tidak mendapat dukungan suami. Sedangkan unmet need KB pembatasan lebih besar terjadi pada wanita yang tidak mendapat dukungan suami. Oleh karena itu, pentingnya pengetahuan tentang KB tidak hanya bagi wanita/istri, namun juga bagi pria/suami karena pria/suami merupakan salah satu pendukung wanita/istri dalam penggunaan KB.
Kata kunci: unmet need KB, pembatasan, penjarangan, DKI Jakarta
ABSTRACT
Family planning (FP) programs in Indonesia have succeeded in reducing population growth rates and birth rates. But, there are stil family planning needs that have not been met or commonly called unmet need FP. Unmet need FP can potentially lead to an unwanted pregnancy. The purpose of this study is to study the variables that influence the unmet needs FP of spacing and limiting in the Province of DKI Jakarta in 2017. The data used is Indonesian Demographic and Health Survey (SDKI) 2017 of DKI Jakarta Province with an analysis unit is woman of childbearing age 15-49 years that have married . The analytical method uses descriptive analysis and inferential analysis using binary logistic regression analysis. The results showed that there were unmet needs FP for spacing by 25.6% and the unmet need FP for limiting by 19.3% Unmet
need FP for spacing greater happened in the working women and women who get husband’s support, while
unmet need FP for limiting greater happened in women who get the husband's support. Therefore,the importance of knowledge about family planning not only for women/wife, but also for men/husband because men/husband are one of the supporters of women/wife in the use of family planning.
Keywords: unmet need KB, spacing, limiting, DKI Jakarta
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49%. Pada tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk dunia yang menurut World Bank sebesar 1,2%. Tingginya laju pertumbuhan penduduk dianggap sebagai hambatan dalam proses pembangunan nasional (Faqih, 2010). Oleh karena itu, diperlukan tindakan pencegahan untuk mengatasi tingginya laju pertumbuhan penduduk.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN). BKKBN memiliki tugas untuk melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. Salah satu upaya pengendalian penduduk dalam Program KB yaitu dengan pengaturan kelahiran yang dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Program KB dikatakan berhasil karena sudah menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat kelahiran. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2,31% pada tahun 1971 dan menurun menjadi 1,49% pada tahun 2010. Sedangkan, besar Total Fertility Rate tahun 1971 adalah 5,61 anak per wanita usia subur menjadi 2,41 anak per wanita usia subur pada tahun 2010. Namun, kenyataannya masih terdapat kebutuhan KB penduduk yang belum terpenuhi atau biasa disebut unmet need KB.
Untuk menilai tercapainya Program KB, BKKBN membuat Rencana Strategis (Renstra) tahun 2015-2019 yang diatur dalam Peraturan Kepala BKKBN Nomor 212/PER/B1/2015 tentang Rencana Strategis BKKBN tahun 2015-2019. Penyusunan Renstra BKKBN 2015-2019 telah mengacu pada Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) khususnya agenda nomor 5 yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Salah satu indikator yang digunakan dalam Renstra BKKBN adalah indikator persentase unmet need KB. Sasaran strategis tahun 2017 yang ditetapkan untuk indikator unmet need KB sebesar 10,26%. Namun, indikator unmet need KB belum memenuhi target Renstra BKKBN pada tahun 2017. Berdasarkan data SDKI 2017, unmet need KB Indonesia 2017 adalah 10,6%.
Unmet need KB Indonesia tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012, dimana unmet need KB Indonesia berdasarkan SDKI 2012 sebesar 11,4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa program KB memperlihatkan kemajuan. Namun, masih adanya unmet need KB menunjukkan bahwa kepesertaan KB belum merata di Indonesia. Menurut Nortman (1982), unmet need KB dibagi menjadi 2 macam, yaitu unmet need KB untuk penjarangan kelahiran dan unmet need KB untuk pembatasan kelahiran (Bradley, 2012). Hasil SDKI 2017 menunjukkan bahwa unmet need KB di Indonesia yaitu sebesar 4,1% untuk unmet need KB penjarangan dan sebesar 6,5% untuk unmet need KB pembatasan. Hasil tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan dengan hasil SDKI 2012, dimana pada tahun 2012 unmet need KB penjarangan sebesar 4,5% dan unmet need KB pembatasan sebesar 6,9%.
Unmet need KB dapat berpotensi untuk terjadi kehamilan tidak diinginkan (Rismawati, 2014). Terjadinya kehamilan tidak diinginkan dapat berujung pada aborsi tidak aman dan kematian akibat infeksi. Hasil penelitian oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perempuan dan Perkumpulan Obstetrik dan Ginekologi Indonesia (POGI) di 8 kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa sebesar 39% wanita pelaku aborsi merupakan wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan akibat unmet need KB (Syafitri, 2012). Selain itu, terjadinya aborsi di Indonesia pada tahun 2012 menyumbang 1,6% kematian ibu (Kemenkes, 2014).
Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta karena berdasarkan hasil SDKI 2017, unmet need KB di Provinsi DKI Jakarta menempati peringkat 7 dan tidak berbeda jauh dengan provinsi-provinsi lain di kawasan timur Indonesia. Sebagai provinsi-provinsi yang sekaligus menjadi ibukota negara, provinsi DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang wilayahnya hanya perkotaan. Dengan karakteristik tersebut, seharusnya Provinsi DKI Jakarta memiliki unmet need KB yang relatif rendah karena tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, mengingat besarnya nilai IPM Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 menempati posisi pertama yaitu sebesar 80,06. Selain itu, di Provinsi DKI Jakarta terdapat fasilitas kesehatan cukup memadai, seperti terdapat 7,73 unit puskesmas per kecamatan, terdapat 143,3 unit klinik per kabupaten/kota, dan terdapat 48,3 unit rumah sakit per kabupaten/kota.
Berdasarkan hasil SDKI, Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan unmet need KB dari 13,2% pada tahun 2012 menjadi 15,6% pada tahun 2017. Kenaikan ini berada pada posisi ke-3 setelah Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat. Selain itu, unmet need KB penjarangan dan pembatasan di Provinsi DKI Jakarta juga mengalami kenaikan, yaitu dari 5,1% pada tahun 2012 menjadi 6,4% pada tahun 2017 untuk unmet need KB penjarangan dan dari 8,1% pada tahun 2012 menjadi 9,2% pada tahun 2017 untuk unmet need KB pembatasan.
Dengan adanya perbedaan nilai tersebut, peneliti ingin melihat variabel penyebab terjadinya kedua macam unmet need KB, yaitu unmet need KB penjarangan dan unmet need KB pembatasan. Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang unmet need KB. Seperti yang penelitian Mahiroh (2019) yang menyatakan bahwa unmet need KB dipengaruhi oleh faktor
Predisposisi, faktor Pendukung, dan faktor Penguat. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam setiap faktor antara lain usia, pendidikan, dan jumlah Anak Masih Hidup (AMH) yang termasuk dalam faktor Predisposisi, akses pelayanan KB termasuk dalam faktor Pendukung, dan riwayat keguguran termasuk dalam faktor Penguat. Selain itu penelitian Juarez, Gayet, dan Mejia-Pailles (2018), unmet need KB untuk pembatasan dipengaruhi oleh umur, status perkawinan, pendidikan, wilayah tempat tinggal, regional, dan akses ke fasilitas kesehatan. Sedangkan, unmet need KB penjarangan dipengaruhi oleh umur, status perkawinan, pendidikan, regional, dan akses ke fasilitas kesehatan.
Berdasarkan uraian masalah yang telah disampaikan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui gambaran umum, mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi, dan melihat kecenderungan setiap variabel yang memengaruhi unmet Need KB untuk penjarangan dan pembatasan kelahiran pada WUS berstatus kawin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017.
METODE
Unmet Need KB merupakan kebutuhan KB tidak terpenuhi. Unmet need KB adalah ketika seorang wanita kawin yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (BKKBN, 2016). Menurut Bradley (2012), Unmet Need KB terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Unmet Need KB untuk Penjarangan
Wanita didefinisikan memiliki status unmet need untuk penjarangan kelahiran jika:
a. Tidak sedang hamil, tidak sedang postpartum amenorrheic (belum mengalami siklus menstruasi setelah melahirkan), dalam keadaan subur, dan ingin menunda kehamilan dalam waktu 2 tahun yang akan datang, tidak yakin apakah ingin hamil atau kapan ingin hamil, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi.
b. Hamil dengan kehamilan yang belum diinginkan (tidak tepat waktu).
c. Sedang postpartum amenorrheic dimana kehamilan terakhir yang terjadi tidak tepat waktu dan dalam 2 tahun terakhir.
2. Unmet Need KB untuk Pembatasan
Wanita didefinisikan memiliki status unmet need untuk pembatasan kelahiran jika:
a. Tidak sedang hamil, tidak sedang postpartum amenorrheic, dalam keadaan subur, dan tidak ingin anak lagi tetapi tidak menggunakan kontrasepsi.
b. Hamil dengan kehamilan yang tidak diinginkan.
c. Sedang postpartum amenorrheic dimana kehamilan terakhir yang terjadi tidak diinginkan dan dalam 2 tahun terakhir
Terjadinya unmet need KB berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi, dimana penggunaan alat kontrasepsi termasuk dalam perilaku manusia dalam bidang kesehatan (Andriani, 2019). Salah satu teori tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku manusia yang berhubungan dengan kesehatan adalah teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green (Notoatmodjo, 2013). Faktor perilaku terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (renforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Penelitian ini hanya mencakup Provinsi DKI Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (15-49 tahun) di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, unit analisis yang digunakan adalah wanita usia subur (15-49 tahun) berstatus kawin yang menginginkan penjarangan dan pembatasan kelahiran di Provinsi DKI Jakarta. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah unmet need KB penjarangan dan unmet need KB
pembatasan. Unmet need KB penjarangan terdiri dari 2 kategori, yaitu (1) unmet need KB penjarangan dan (0) met need KB penjarangan, sedangkan unmet need KB pembatasan juga terdiri dari 2 kategori, yaitu (1) unmet need KB pembatasan dan (0) met need KB pembatasan. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain variabel umur, tingkat pendidikan, status bekerja, dan tingkat kesejahteraan yang dikelompokkan dalam faktor predisposisi; variabel kunjungan ke fasilitas kesehatan yang dikelompokkan dalam faktor pendukung; dan dukungan suami yang dikelompokkan dalam faktor penguat.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan adalah tabel diagram lingkaran, sedangkan analisis inferensia yang digunakan adalah Regresi Logistik Biner. Model regresi logistik biner dengan 6 variabel adalah sebagai berikut
𝑔̂(𝑥) = 𝛽̂ + 𝛽0 ̂ 𝑋11 11+ 𝛽̂ X12 12+ 𝛽̂ 𝑋21 21+ 𝛽̂ X22 22+ 𝛽̂𝑋3 3+ 𝛽̂𝑋4 4+ 𝛽̂𝑋5 5+ 𝛽̂𝑋6 6 Keterangan:
β̂0 : penduga intersep β1
̂, β̂, … , β2 ̂6 : penduga nilai koefisien regresi X1 : variabel umur
X11 : variabel umur kurang dari 20 tahun X12 : variabel umur 20 sampai 30 tahun X2 : variabel tingkat pendidikan
X21 : variabel maksimal sekolah dasar X22 : variabel sekolah menengah X3 : variabel status bekerja
X4 : variabel tingkat kesejahteraan
X5 : variabel kunjungan ke fasilitas kesehatan X6 : variabel dukungan suami
Berikut merupakan langkah-langkah dalam analisis dalam penelitian ini: 1. Melakukan uji kesesuaian model
Uji kesesuaian model dalam penelitian ini menggunakan uji Hosmer-Lemeshow. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji C yang berdistribusi Chi-square (χ2) dengan derajat bebas
g-2.Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Model fit (Tidak terdapat perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil observasi)
H1: Model tidak fit (Terdapat perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil observasi)
Pengujian kesesuaian model menjadi tolak H0 ketika 𝐶̂ > 𝜒(α,𝑔−2)2 atau p-value < α (α=5%).
Keputusan yang diharapkan adalah gagal tolak H0 yang menunjukkan bahwa model fit.
2. Melakukan pengujian pendugaan parameter secara simultan
Pengujian parameter secara simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap unmet need KB penjarangan atau unmet need KB pembatasan. Pengujian parameter secara simultan dalam penelitian ini menggunakan uji Likelihood Ratio.
H0: β1= β2= ⋯ = βp= 0 (secara simultan tidak terdapat variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat).
H1: minimal terdapat satu βj≠ 0 (terdapat minimal satu variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat).
Untuk j: 1, 2, 3, …, p
Hasil pengujian tolak H0 ketika menghasilkan nilai G > χ(α,p)2 atau p-value < α (α=5%).
Keputusan yang diharapkan adalah tolak H0 yang artinya terdapat minimal satu variabel bebas
yang signifikan memengaruhi variabel terikat.
3. Melakukan pengujian pendugaan parameter secara parsial
Uji parsial digunakan untuk mengetahui variabel bebas mana saja yang secara signifikan memengaruhi variabel terikat. Uji parsial dilakukan menggunakan uji Wald dengan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut:
H1: βj≠ 0 (variabel bebas ke-j memengaruhi variabel terikat).
Untuk j = 1, 2, 3, …, p
Statistik uji Wald berdistribusi χ2 dengan derajat bebas 1 dimana hipotesis ditolak pada tingkat signifikansi α=5% jika 𝑊2 > χ
(α,1)
2 atau p-value < α. Keputusan yang diharapkan adalah tolak H0 yang artinya pada tingkat signifikansi sebesar α variabel bebas ke-j secara parsial
memengaruhi variabel terikat. 4. Melakukan interpretasi odds ratio
Odds ratio adalah nilai kecenderungan terjadinya unmet need KB penjarangan dan pembatasan suatu kategori terhadap kategori referensinya pada sebuah variabel, dimana variabel bebas lainnya dianggap konstan. Nilai odds ketika x = 1 didefinisikan sebagai π(1) 1 − π(1)⁄ dan nilai odds ketika x = 0 didefinisikan sebagai π(0) 1 − π(0)⁄ . Nilai odds ratio ini disimbolkan dengan OR dan didefinisikan sebagai perbandingan dua nilai odds untuk x =1 terhadap x = 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Terjadinya Unmet Need KB Penjarangan dan Pembatasan
Dari hasil pengolahan data, diperoleh gambaran tentang persentase wanita usia subur yang mengalami unmet need KB penjarangan dan pembatasan. Berdasarkan Gambar 1, terdapat 25,6% wanita usia subur berstatus kawin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 yang mengalami unmet need KB penjarangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 masih terdapat wanita yang ingin menjarangkan kelahiran tetapi kebutuhan KB wanita tersebut tidak terpenuhi. Selain mengalami unmet need KB penjarangan, wanita juga dapat mengalami unmet need KB pembatasan. Berdasarkan Gambar 2, terdapat 19,3% wanita usia subur berstatus kawin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 yang mengalami unmet need KB pembatasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 masih terdapat wanita yang ingin membatasi kelahiran tetapi kebutuhan KB wanita tersebut tidak terpenuhi.
Sumber: BPS, SDKI 2017 (data diolah) Gambar 1. Persentase WUS kawin berdasarkan kejadian unmet need KB penjarangan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017
Sumber: BPS, SDKI 2017 (data diolah) Gambar 2. Persentase WUS kawin berdasarkan kejadian unmet need KB pembatasan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017
Selain itu, terdapat persentase wanita usia subur yang mengalami unmet need KB penjarangan dan pembatasan menurut masing-masing variabelyang disajikan dalam tabel 1. Pada tabel 1 menjelaskan bahwa unmet need KB penjarangan sebagian besar terdapat pada wanita berusia kurang dari 20 tahun yaitu sebesar 42,4%, berpendidikan maksimal SD sebesar 28,2%, wanita bekerja sebesar 33,5%, dengan kategori kaya sebesar 26,5%, tidak ada kunjungan ke fasilitas kesehatan sebesar 31,3%, dan tidak mendapakan dukungan suami yaitu sebesar 43,3%. Sedangkan unmet need KB pembatasan sebagian besar terdapat pada wanita berusia lebih dari 35 dengan persentase 20,6%, berpendidikan maksimal SD sebesar 27,1%, dengan kategori kekayaan
19,3% 80,7% Unmet need Pembatasan Met need Pembatasan 25,6% 74,4% Unmet need Penjarangan Met need Penjarangan
menengah ke bawah sebesar 20,6%, %, tidak ada kunjungan ke fasilitas kesehatan 19,7%, tidak ada kunjungan ke fasilitas kesehatan sebesar 23,4%, dan tidak mendapakan dukungan suami 24,5%.
Tabel 1. Persentase unmet Need KB Pembatasan berdasarkan Karakteristik WUS Variabel Kategori Unmet Penjarangan Pembatasan
need need Met Unmet need Met need Umur <20 42,4% 57,6% 0,0% 0,0% 20-35 25,7% 74,3% 15,7% 84,3% >35 23,7% 76,3% 20,6% 79,4% Tingkat Pendidikan <=SD 28,2% 71,8% 27,1% 72,9% SM 26,1% 73,9% 17,4% 82,6% PT 22,4% 77,6% 14,6% 85,4%
Status Bekerja Bekerja 33,5% 66,5% 20,6% 79,4% Tidak Bekerja 19,6% 80,4% 18,0% 82,0% Tingkat Kesejateraan Kaya 26,5% 73,5% 19,2% 80,8% Menengah kebawah 23,3% 76,7% 19,7% 80,3% Kunjungan Ke Fasilitas Kesehatan Tidak ada kunjungan 31,3% 68,7% 23,4% 76,6% Ada kunjungan 22,4% 77,6% 15,9% 84,1% Dukungan suami Tidak ada dukungan 43,3% 56,7% 24,5% 75,5% Ada dukungan 17,7% 82,3% 16,1% 83,9%
Pengaruh Variabel Penjelas terhadap Kejadian Unmet Need KB Penjarangan dan
Pembatasan
Pendugaan parameter dilakukan dengan metode maximum likelihood, sehingga model regresi logistik biner yang terbentuk adalah sebagai berikut:
𝑔̂(𝑥)1= −2,727 + 0,791𝑢𝑚𝑢𝑟<20𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛− 0,071𝑢𝑚𝑢𝑟20−35𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛+ 0,327𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛≤𝑆𝐷 + 0,299𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛𝑆𝑀+ 0,838𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎∗+ 0,493𝑘𝑎𝑦𝑎 + 0,273 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑢𝑛𝑗𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝑓𝑎𝑠𝑘𝑒𝑠 + 1,4𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑚𝑖∗ 𝑔̂(𝑥)2= −2,404 − 0,0112𝑢𝑚𝑢𝑟20−35𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛+ 0,681𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛≤𝑆𝐷+ 0,242𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛𝑆𝑀 + 0,087𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 + 0,253𝑘𝑎𝑦𝑎 + 0,417𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑢𝑛𝑗𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝑓𝑎𝑠𝑘𝑒𝑠 + 0,544𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑚𝑖∗ Keterangan:
𝑔̂(𝑥)1 : model unmet need KB penjarangan 𝑔̂(𝑥)2 : model unmet need KB pembatasan
* : variabel signifikan pada tingkat signifikansi 5%
Tabel 2. Hasil pengujian kesesuaian model Hosmer-Lemeshow unmet need KB penjarangan dan pembatasan
Persamaan Step square Chi- df value
p-(1) (2) (3) (4) (5)
Unmet need KB penjarangan 1 5,560 8 0,696 Unmet need KB pembatasan 1 2,867 8 0,942 Sumber: BPS, SDKI 2017 (diolah)
Hasil pengujian kesesuaian model dengan menggunakan uji Hosmer-Lemeshow berdasar tabel 2, menghasilkan p-value sebesar 0,696 pada unmet need KB penjarangan dan p-value sebesar 0,942 pada unmet need KB pembatasan. Kedua model menghasilkan p-value lebih besar dari nilai α yaitu 0,05, sehingga keputusan dari hipotesis ini adalah gagal tolak H0. Hal tersebut
mengartikan bahwa dengan tingkat signifikansi 5% model regresi logistik biner sesuai dalam menjelaskan variabel penentu unmet need KB penjarangan dan pembatasan. Dapat disebutkan pula bahwa tidak terdapat perbedaan antara nilai observasi dengan hasil dari pendugaan pada model.
Tabel 3. Hasil pengujian simultan model Omnibus unmet need KB penjarangan dan pembatasan
Step Unmet need KB penjarangan Unmet need KB pembatasan
Chi-square df p-value Chi-square df p-value
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Step 33,678 8 0,000 15,206 7 0,033
Block 33,678 8 0,000 15,206 7 0,033
Model 33,678 8 0,000 15,206 7 0,033
Sumber: BPS, SDKI 2017 (diolah)
Tabel 3 menunjukkan bahwa p-value dari hasil pengujian simultan dengan tes Omnibus yatiu sebesar 0,00 pada unmet need KB penjarangan dan sebesar 0,033 pada unmet need KB pembatasan. Hasil uji kedua model menghasilkan p-value kurang dari α yaitu 0,05, sehingga
memberi keputusan tolak H0. Sehingga dapat diartikan bahwa tingkat signifikansi 5%, terdapat
minimal satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap unmet need KB penjarangan maupun pembatasan.
Tabel 4. Hasil pengujian parsial model unmet need KB penjarangan
Nama variabel Kategori 𝜷̂ Wald value p- Exp(𝛃̂)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Intersept -2,727 18,034 0,000 0,065 Umur <20 tahun 0,791 0,868 0,352 2,206 20-35 tahun -0,071 0,036 0,850 0,932 >35 tahun(ref) Tingkat pendidikan ≤Sekolah Dasar (SD) 0,327 0,355 0,551 1,386 Sekolah Menengah (SM) 0,299 0,520 0,471 1,348 Perguruan Tinggi (PT) (ref)
Status pekerjaan Bekerja Tidak bekerja(ref) 0,838 7,383 0,007* 2,311
Tingkat kesejahteraan Kaya Menengah 0,493 1,790 0,181 1,637 kebawah(ref)
Kunjungan ke fasilitas
kesehatan Tidak pernah Pernah(ref) 0,273 0,791 0,374 1,314 Dukungan suami Tidak ada dukungan Ada dukungan(ref) 1,400 21,779 0,000* 4,055 Sumber : BPS, SDKI 2017 (diolah)
Berdasarkan tabel 4, variabel status pekerjaan dan keputusan KB memiliki p-value berturut-turut 0,007 dan 0,00. P-value tersebut bernilai kurang dari α yaitu 0,05, sehingga memberikan
keputusan tolak H0. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan tingkat signifikansi 5%, variabel
status pekerjaan dan dukungan suami secara signifikan berpengaruh terhadap unmet need KB penjarangan.
Tabel 5. Hasil pengujian parsial model unmet need KB pembatasan
Nama variabel Kategori 𝜷̂ Wald value p- Exp(𝛃̂)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Intersept -2,404 24,529 0,000 0,090
Umur 20-35 tahun >35 tahun(ref) -0,112 0,164 0,685 0,894
Tingkat pendidikan ≤Sekolah Dasar (SD) 0,681 2,826 0,093 1,976 Sekolah Menengah (SM) 0,242 0,435 0,510 1,274 Perguruan Tinggi (PT) (ref)
Status pekerjaan Bekerja Tidak bekerja(ref) 0,087 0,143 0,705 1,091
Tingkat kesejahteraan Kaya 0,253 0,863 0,353 1,287 Menengah kebawah(ref) Kunjungan ke fasilitas kesehatan Tidak pernah 0,417 3,294 0,070 1,518 Pernah(ref)
Dukungan suami Tidak ada dukungan Ada dukungan(ref) 0.544 5,865 0,015* 1,723 Sumber : BPS, SDKI 2017 (diolah)
* : variabel signifikan pada tingkat signifikansi 5%
Berdasarkan tabel 5, variabel keputusan KB memiliki p-value sebesar 0,015. Nilai p-value
kurang dari α (0,05) menunjukkan keputusan tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
tingkat signifikansi 5%, variabel dukungan suami secara signifikan berpengaruh terhadap unmet need KB pembatasan.
Unmet Need KB Penjarangan
Unmet need KB penjarangan memiliki koefisien variabel status bekerja sebesar 0,838 dengan odds ratio sebesar 2,311. Hal ini menjelaskan bahwa wanita yang bekerja memiliki kecenderungan untuk mengalami unmet need KB penjarangan 2,311 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Menurut Roifah (2016), wanita yang bekerja cenderung mengalami unmet need KB penjarangan karena adanya kesibukan sehingga kurangnya kesempatan dalam mengakses alat kontrasepsi. Selain itu masih ada yang menganggap bahwa dengan bekerja, suami dan istri akan mengalami kelelahan dan membuat sperma serta sel telur tidak sehat sehingga kemungkinan hamil kecil. Sedangkan wanita yang tidak bekerja memiliki kesadaran untuk menggunakan KB karena perekonomian mereka yang lebih rendah akibat tidak bekerja sehingga berfikir untuk mengatur jumlah kelahiran. Berbeda dengan penelitian di Nigeria (Oginni, Ahonsi, & Adebajo, 2015) yang memperlihatkan bahwa wanita tidak bekerja akan mengalami unmet need KB penjarangan lebih besar dibandingkan dengan wanita bekerja.
Selain itu, unmet need KB penjarangan memiliki koefisien variabel dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB sebesar 1,4 dengan odds ratio sebesar 4,055. Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita yang tidak mendapat dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB memiliki kecenderungan mengalami unmet need KB penjarangan 4,055 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang mendapat dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Handayani (2010) yang mengatakan bahwa budaya patriaki yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut
sebagian besar pola keluarga di Indonesia menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap fertilitas (Wahab, 2014). Pandangan serta dukungan suami tentang KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Apabila suami tidak menginjinkan atau mendukung, maka para istri akan cenderung mengikuti dan hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi. Sama halnya dengan penelitian Genet, Abeje, dan Ejigu (2015) dan Porouw (2015) dimana unmet need KB lebih banyak terjadi pada wanita yang tidak mendapat dukungan suami.
Unmet Need KB Pembatasan
Unmet need KB pembatasan memiliki koefisien variabel dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB sebesar 0,544 dengan odds ratio sebesar 1,729. Hal ini memiliki arti bahwa wanita yang tidak mendapat dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB memiliki kecenderungan mengalami unmet need KB pembatasan 1,729 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang mendapat dukungan suami dalam memutuskan penggunaan KB. Seperti halnya yang dijelaskan dalam unmet need KB penjarangan dimana hasil tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Handayani (2010). Ia mengatakan bahwa budaya patriaki yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di Indonesia menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap fertilitas (Wahab, 2014). Pandangan serta dukungan suami tentang KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Apabila suami tidak menginjinkan atau mendukung, maka para istri akan cenderung mengikuti dan hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi. Sejalan dengan penelitian Genet, Abeje, dan Ejigu (2015) dan Porouw (2015) dimana unmet need KB lebih banyak terjadi pada wanita yang tidak mendapat dukungan suami.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017, wanita yang mengalami unmet need KB penjarangan lebih besar dibandingkan dengan wanita yang mengalami unmet need KB pembatasan. Status pekerjaan dan dukungan suami memengaruhi unmet need KB penjarangan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2017, sedangkan unmet need KB pembatasan hanya dipengaruhi oleh dukungan suami. Kecenderungan wanita yang mengalami unmet need KB penjarangan lebih besar adalah wanita yang bekerja dan yang tidak mendapat dukungan suami. Sedangkan kecenderungan wanita yang mengalami unmet need KB pembatasan lebih besar adalah yang tidak mendapat dukungan suami.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Rininta (2019). Pencegahan Kematian Ibu Hamil san Melahirkan Berbasis Komunitas. Yogyakarta: Deepublish)
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2016). Laporan kinerja instansi pemerintah 2015 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementrian kesehatan. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: BPS
Bradley, S.E.K., Croft, T.N., Fishel, J.D., & Westoff, C.F. (2012). Revising unmet need for family planning. DHS Analytical Studies No. 25. Calverton: USAID
Faqih, A. (2010). Kependudukan: Teori, Fakta dan Masalah. Deepublish.
Genet, E., Abeje, G., & Ejigu, T. (2015). Determinants of unmet need for family planning among currently married women in Dangila town administration, Awi Zone, Amhara regional state; a cross sectional study. Reproductive health, 12(1), 42.
Hailemariam, A., & Haddis, F. (2011). Factors affecting unmet need for family planning in southern nations, nationalities and peoples region, Ethiopia. Ethiopian journal of health sciences, 21(2), 77-90.
Handayani, L., Suharmiati, S., Hariastuti, I., & Latifah, C. (2012). Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang perlu Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(3 Jul).
Hosmer, D. W., & Lemeshow, S. (2000). Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons. New York.
Juarez, F., Gayet, C., & Mejia-Pailles, G. (2018). Factors associated with unmet need for contraception in Mexico: evidence from the National Survey of Demographic Dynamics 2014. BMC public health, 18(1), 546.
Kemenkes. (2014). INFODATIN: Situasi dan analisis Keluarga berencana. Jakarta: Kementrian Kesehatan. Mahiroh, H. (2019). Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung, dan Faktor Pendorong
terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Indonesia.[Disertasi]. Surabaya:Universitas Airlangga.
Notoatmodjo, S. (2013). Konsep Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Oginni, A. B., Ahonsi, B. A., & Adebajo, S. (2015). Trend and determinants of unmet need for family planning services among currently married women and sexually active unmarried women aged 15-49 in Nigeria (2003—2013). African Population Studies, 29(1), 1483-1499.
Porouw, Hasnawatty Surya. (2015). Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Kebutuhan Keluarga Berencana yang Tidak Terpenuhi (Unmet Need) di Kecamatan Sipatana Kota Gorontalo. JIKMU, 5(4). Rismawati, S. (2014). Unmet Need: Tantangan Program Keluarga Berencana dalam Menghadapi Ledakan
Penduduk Tahun 2030. Fakultas Kedokteran UNPAD.
Roifah, I. (2016). Faktor yang Melatarbelakangi Unmet Need KB Di Dusun Jetak Desa Jasem Kecamaan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Jurnal Keperawatan, 5(2), 66-72.
Syafitri, Y. D. (2012). Hubungan Jumlah Anak dengan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) Pada Wanita
Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun Di Indonesia (Analisa Data SDKI 2007). [Skripsi]. Depok: Universitas
Indonesia
Wahab, R. (2014). Hubungan antara Faktor Pengetahuan Istri dan Dukungan Suami terhadap Kejadian Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur di Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura, 1(1).