• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN (STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN (STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

DEGRADASI LINGKUNGAN

(STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)

OLEH

GURUH HERMAN WAS’AN H14080123

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

By GURUH HERMAN WAS’AN ABSTRACT

This study analyzes the impact of economic growth in industry and agriculture on environmental quality as measured by greenhouse gas emissions in the Developing and Developed Countries. In analyzing the impact of the use of the Environmental Kuznets Curve model approach (EKC) or the shape of the curve obtained. This study uses secondary data, which include annual quantitative data in the period between the years 1980-2008 from developing countries and developed. The analytical method used is panel data approach with weighting Fixed Effect Cross section SUR. In the analysis it was found that a significant relationship to form the Environmental Kuznets Curve models (EKC) between CO2 and CH4

emissions with economic growth in the industrial sector and there is no significant relationship with the model of the Environmental Kuznets Curve (EKC) between greenhouse gas emissions (CO2 , N2O and CH4) with economic growth in the agricultural sector and N2O

emissions with economic growth in the industrial sector.

Keywords: agriculture, industry, developing and developed countries, greenhouse gas emissions, EKC, and Fixed Effect with weighting Cross section SUR.

(3)

GURUH HERMAN WAS’AN. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri terhadap Degradasi Lingkungan (Studi Kasus: Negara Berkembang dan Maju) (dibimbing oleh WIDYASTUTIK)

Sektor pertanian yang kokoh adalah syarat perlu (necessary condition) bagi keberhasilan transformasi struktural perekonomian menuju ke industrialisasi terutama pada negara berkembang. Sedangkan untuk negara maju menganggap sektor industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain seperti pertanian (Priyarsono, 2011). Namun, hal yang sering terlupakan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian dari beberapa sektor tersebut, nilai lingkungan hidup tidak diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Akibatnya, pada tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan konsentrasi polutan atmosfir global yaitu emisi gas rumah kaca. Terkait dengan hal tersebut, sejumlah penelitian telah menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan dan berbagai hasil telah diperoleh, termasuk dalam beberapa kasus bukti dari hubungan terbalik-U yang dikenal dengan konsep Environmental Kuznets Curve (EKC) yang diciptakan oleh Kuznets.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap kualitas lingkungan hidup yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di negara berkembang dan negara maju. Dalam menganalisis dampak tersebut menggunakan pendekatan model Environmental Kuznets Curve (EKC) atau bentuk kurva yang didapat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari World Development Indicator (WDI) dan Emission Database for Global Atmospheric Research (EDGAR). Data sekunder yang diperoleh berupa data GDP riil pertanian, GDP riil industri, dan emisi gas rumah kaca (karbondioksida, metana, dan nitrogen oksida) yang meliputi data kuantitatif tahunan pada rentang waktu antara tahun 1980-2008 dari negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara berkembang yang dimaksud adalah 10 negara berkembang yaitu Indonesia, Thailand, Cina, India, Brasil, Argentina, Meksiko, Mesir, Afrika Selatan, dan Turki. Sedangkan untuk negara-negara maju yang dimaksud adalah 10 negara maju yaitu Amerika Serikat, United Kingdom, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Spanyol, Italia, dan Perancis.

Metode analisis yang digunakan adalah panel data dengan pendekatan Fixed Effect dengan pembobotan Cross section SUR. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan yang membentuk model Environmental Kuznets Curve (EKC) antara emisi CO2 dan CH4 dengan

pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan adanya hubungan yang tidak signifikan dengan model Environmental Kuznets Curve (EKC) antara emisi gas rumah kaca (CO2, N2O dan CH4) dengan pertumbuhan ekonomi di sektor

(4)

pada emisi CH4 sebelum melewati turning point dan increasing effect pada emisi

CH4 setelah melewati turning point.

Pada sektor industri, dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri memiliki increasing effect pada emisi CO2 dan CH4 sebelum melewati turning

point dan diminishing effect pada emisi CO2 dan CH4 setelah melewati turning

point pada kurva EKC. Sedangkan dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri akan meningkatkan emisi N2O, apabila GDP riil industri meningkat 1

US$ maka akan meningkatkan emisi N2O sebesar 4.70e-10 kilotonne, cateris

paribus.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, untuk mengurangi laju emisi gas rumah kaca perlu adanya sanksi khusus bagi negara yang tidak mematuhi perjanjian lingkungan seperti perjanjian The Kyoto Protocol dan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) serta diperhitungkannya dampak lingkungan dalam kalkulasi Gross National Product (GNP).

(5)

DEGRADASI LINGKUNGAN

(STUDI KASUS: NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU)

OLEH

GURUH HERMAN WAS’AN H14080123

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2012

Guruh Herman Was’an H14080123

(7)

Penulis bernama Guruh Herman Was’an lahir pada tanggal 29 Agustus 1990 di Bogor dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Herman dan Yeti Agustini.

Penulis mulai menjalani pendidikan formal di TK Nugraha Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Pengadilan 2 Bogor. Setelah itu, melanjutkan pendidikannya ke SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Jenjang menengah atas meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 5 Bogor.

Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selain menekuni dunia pendidikan, berbagai kejuaraan olahraga mahasiswa diikuti diantaranya meraih Juara 2 Basket Putra Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2010, Juara 1 Basket Putra Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2011, Juara 2 Voli Putra SPORTAKULER FEM IPB 2010, Juara 3 Futsal SPORTAKULER FEM IPB 2010, Juara 2 Futsal SPORTAKULER FEM IPB 2011, Juara 2 Voli Putra SPORTAKULER FEM IPB 2011, Juara 3 Basket Putra SPORTAKULER FEM IPB 2011, dan Juara 1 Futsal Mahasiswa Pecinta Alam se-Bogor (MAPALA se-Bogor) 2011.

Selama menjadi mahasiswa, aktif dalam UKM Basket IPB (Agric) selaku pemain tahun 2008-2010, BEM FEM IPB selaku staf departemen olahraga tahun 2009-2010, dan Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam (KAREMATA FEM IPB) selaku Ketua Umum tahun 2010-2011. Selain itu juga aktif dalam kepanitiaan seperti SPORTAKULER FEM IPB 2010 selaku Ketua Panitia, Economics Contest ke-8 selaku Wakil Ketua, serta kegiatan internal lainnya.

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga diberi kemudahan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri terhadap Degradasi Lingkungan (Studi Kasus: Negara Berkembang dan Maju)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayah dan Ibu serta keluarga tercinta, kakakku Restu Bayu Putra dan adikku Geby Putri Herman yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang, materi, dan dorongan moral, serta jasa besarnya untuk membuat saya agar tetap terus berjuang dan bertahan menghadapi hidup ini. Merekalah penopang terkuat dalam hidup dan proses penyelesaian skripsi ini. 2. Widyastutik, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar

memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis.

3. Dosen penguji utama dalam sidang skripsi, yaitu Dr. Sri Mulatsih yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan karya ini. 4. Komisi pendidikan, yaitu Dr. Alla Asmara yang memberikan banyak

informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

5. Dosen-dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membentuk mental berpikir ilmiah penulis sehingga terbantu dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Departmen Ilmu Ekonomi dan Staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di Departemen

(9)

selama ini.

8. David Akbar dan Reni Tilova, teman seperjuangan penulis yang telah berjuang bersama-sama dalam suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini. 9. Untuk semua pihak yang telah membantu dan mengisi hidup saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang dimiliki. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2012

Guruh Herman Was’an H14080123

(10)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 8 1.3. Tujuan Penelitian ... 9 1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 12

2.2. Pengertian Degradasi Lingkungan ... 14

2.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Degradasi Lingkungan: Environmental Kuznets Curve (EKC)... 15

2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 18

2.5. Kerangka Pemikiran ... 20

2.6. Hipotesis Penelitian ... 22

III. METODE ANALISIS 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 23

3.2. Metode Analisis Data ... 23

3.2.1. Metode Analisis Regresi dan Panel Data ... 24

3.2.2. Pemilihan Pendekatan: Uji Hausman ... 25

3.2.3. Model Ekonometrika ... 26

(11)

3.2.6. Pengujian Kriteria Ekonomi dan Statisitika ... 29

3.2.6.1. Uji Koefisien Regresi Secara Individual (Uji-t)... 30

3.2.6.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ... 31

3.2.6.3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 32

3.2.7. Uji Ekonometrika ... 32

3.2.7.1. Uji Autokorelasi ... 32

3.2.7.2. Uji Heteroskedastisitas ... 33

3.2.7.3. Uji Normalitas ... 35

3.3. Definisi Operasional ... 35

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 38

4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 40

4.3. Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 42

4.3.1. Perkembangan Emisi Karbondioksida (CO2) di Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 42

4.3.2. Perkembangan Emisi Nitrogen Oksida (N2O) di Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 45

4.3.3. Perkembangan Emisi Metana (CH4) di Negara Berkembang dan Maju Periode 1980-2008... 47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri terhadap Emisi Gas Rumah Kaca... 49

5.2. Kriteria Statistik ... 50

5.2.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ... 50

(12)

5.2.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R-squared) ... 51 5.3. Kritria Ekonometrika ... 52 5.3.1. Uji Autokorelasi ... 52 5.3.2. Uji Heteroskedastisitas ... 53 5.3.3. Uji Normalitas ... 53 5.4. Kriteria Ekonomi ... 55

5.4.1. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida... 55

5.4.2. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida... 58

5.4.3. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana... 59

5.4.4. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Karbondioksida... 62

5.4.5. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Nitrogen Oksida... 65

5.4.6. Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri Negara Berkembang dan Maju terhadap Emisi Metana... 66

5.4.7. Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca Negara Berkembang dan Maju... 69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Indikator Makroekonomi dan Perbandingan Emisi Total Gas

Rumah Kaca di 10 Negara Berkembang, Tahun 2008 ... 5

1.2. Indikator Makroekonomi dan Perbandingan Emisi Total Gas Rumah Kaca di 10 Negara Berkembang, Tahun 2008 ... 6

3.1. Data, Satuan, Simbol, dan Sumber Data ... 23

3.2. Uji d Durbin-Watson: Aturan Keputusan ... 33

5.1. Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (cross section SUR) ... 49

5.2. Nilai Probabilitas t-statistic, Probabilitas F-statistic, dan Adjusted R-square ... 51

5.3. Nilai DW-statistic dan Probabilitas Jarque Bera ... 53

5.4. Nilai Cross Section Effects Hasil Estimasi dengan Fixed Effect (Cross Section SUR) ... 55

(14)

2 Negara Berkembang, 1980-2008 ... 41 4.6. 2008 ... 46 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

1.1. Persentase Volume Gas Rumah Kaca Antropogenik Global ...

2.1. Hipotesis Environmental Kuznets Curve ... 16 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ... 26 4.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian

Negara Berkembang, 1980-2008 ... 38 4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian

Negara Maju, 1980-2008 ... 39 4.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri

4.4. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri

Negara Maju, 1980-2008 ... 42 4.5. Perkembangan Emisi Karbondioksida di Negara Berkembang,

1980-2008 ... 43 Perkembangan Emisi Karbondioksida di Negara Maju,

1980-2008 ... 44 4.7. Perkembangan Emisi Nitrogen Oksida di Negara Berkembang,

1980-2008 ... 45 4.8. Perkembangan Emisi Nitrogen Oksida di Negara Maju,

4.9. Perkembangan Emisi Metana di Negara Berkembang,

1980-2008 ... 47 4.10. Perkembangan Emisi Metana di Negara Maju, 1980-2008 ... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 75 2. 76 3. 77 4. 78 5. 79 6. 80 7. 81 8. 82 9. 83 10. 85 12. 86 13. 87 14. 88 15. 89 16.

Industri terhadap Emisi Metana (CH4) ... 90

1. Perkembangan GDP Riil Pertanian (Constan 2000, Juta US$) Negara Berkembang ... Perkembangan GDP Riil Pertanian (Constan 2000, Juta US$) Negara Maju ... Perkembangan GDP Riil Industri (Constan 2000, Juta US$) Negara Berkembang ... Perkembangan GDP Riil Industri (Constan 2000, Juta US$) Negara Maju ... Perkembang Emisi Karbondioksida/ CO2 (kilotonne) Negara

Berkembang ... Perkembang Emisi Karbondioksida/ CO2 (kilotonne) Negara

Maju ... Perkembang Emisi Nitrogen Oksida/ N2O (kilotonne) Negara

Berkembang ... Perkembang Emisi Nitrogen Oksida/ N2O (kilotonne) Negara

Maju ... Perkembang Emisi Metana/ CH4 (kilotonne) Negara

Berkembang ...

Perkembang Emisi Metana/ CH4 (kilotonne) Negara Maju ... 84

11. Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Nitrogen Oksida (N2O) ...

Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Metana (CH4) ...

Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Nitrogen Oksida (N2O) ...

(16)

91 18. Nitrogen Oksida (N O) ... 91 19. 91 20. 92 21. 92 22. 92 23. 93 24. 93 25. 94 27. 95 28.

17. Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi

2

Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Metana (CH4) ...

Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Nitrogen Oksida (N2O) ...

Uji Heteroskedastisitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Metana (CH4) ...

Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Nitrogen Oksida (N2O) ...

Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan

Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Emisi Metana (CH4) ... 94

26. Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Karbondioksida (CO2) ...

Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Nitrogen Oksida (N2O) ...

Uji Normalitas Model Hasil Estimasi Regresi Pertumbuhan

Ekonomi di Sektor Industri terhadap Emisi Metana (CH4) ... 95

29. Hasil Uji Beda (Uji-t) Emisi CO2 pada Negara Berkembang

dan Negara Maju ... 96 29. Hasil Uji Beda (Uji-t) Emisi N2O pada Negara Berkembang

(17)

29. Hasil Uji Beda (Uji-t) Emisi CH4 pada Negara Berkembang

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peranan pertanian dan industri dalam pembangunan selalu menjadi topik diskusi politik dan kebijakan pembangunan yang hangat di negara berkembang, bahkan di negara maju. Sektor pertanian yang kokoh adalah syarat perlu (necessary condition) bagi keberhasilan transformasi struktural perekonomian

menuju ke industrialisasi terutama pada negara berkembang. Sedangkan untuk negara maju menganggap sektor industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain seperti pertanian (Priyarsono, 2011). Namun, hal yang sering terlupakan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian dari beberapa sektor tersebut, nilai lingkungan hidup tidak diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan sehingga pembangunan sektor pertanian dan sektor industri tidak lagi memperhatikan opportunity cost.

Akibatnya, pada tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan konsentrasi polutan atmosfir global yaitu emisi gas rumah kaca, mengancam kerusakan lingkungan yang parah pada lapisan ozon.

Gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu topik lingkungan yang amat penting akhir-akhir ini. Dampaknya pada perubahan iklim menjadikannya salah satu isu permasalahan lingkungan di dunia. Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan

(19)

efek rumah kaca. Sedangkan dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim. Naiknya suhu rata-rata bumi adalah salah satu bukti telah terjadi perubahan iklim. Pemanasan global ini pun mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar intensitasnya  (Trismidianto, et al , 2008).

Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (2007), volume

emisi gas rumah kaca antropogenik di lingkungan global dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu emisi karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan gas lainnya. Gas lainnya yang mempunyai sifat rumah kaca yaitu sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs). 76.70% 14.30% 7.90% 1% Karbondioksida Metana Nitrogen Oksida Gas Lainnya

Sumber: Intergovernmental Panel on Climate Change (IIPC), 2007

Gambar 1.1. Persentase Volume Gas Rumah Kaca Antropogenik Global Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan memang telah menjadi sumber kontroversi yang cukup besar dalam waktu yang cukup lama. Sejumlah penelitian telah menganalisis hubungan antara pendapatan per kapita yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat di negara tertentu dengan

(20)

beberapa indikator lingkungan dan berbagai hasil telah diperoleh, termasuk dalam beberapa kasus bukti dari hubungan terbalik-U yang dikenal dengan konsep

Environmental Kuznets Curve (EKC). Sebuah konsep yang diciptakan oleh

Kuznets dengan suatu hipotesisnya mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan lingkungan. Dalam hipotesisnya dikatakan bahwa pada awal perkembangan ekonomi, industri banyak melepaskan bahan polutan ke udara. Industri di negara-negara miskin dan berkembang yang berpenghasilan per kapita rendah atau pada fase awal pertumbuhan industrialisasi sangat besar fokusnya pada bagaimana ekonomi berkembang pesat dan banyak menyerap tenaga kerja. Namun, pada tingkat pendapatan tertentu terjadi titik balik. Pada fase ini kesadaran pentingnya kualitas lingkungan sudah mulai berkembang dan terdapat

income yang cukup untuk melakukan usaha-usaha perbaikan lingkungan.

Pada bulan Juni 1992, Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Converence on Environment and Development/

UNCED) yang dikenal dengan Earth Summit yang diadakan di Rio de Jenairo,

Brasil, mempertemukan 118 pemimpin negara-negara industri dan negara berkembang. Pertemuan tersebut menghasilkan Agenda 21, sebuah cetak biru 800 halaman untuk membersihkan lingkungan global dan mendorong pembangunan yang ramah lingkungan. Pertemuan selanjutnya diadakan pada bulan Desember 1997 di Kyoto, Jepang, yang menghasilkan sebuah perjanjian yang dikenal dengan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change, dibuka untuk penandatanganan perjanjian pada 16 Maret 1998 dan

ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November

(21)

2004. Persetujuan ini menghasilkan komitmen oleh 141 negara pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005 untuk mengurangi emisi karbon dan lima gas rumah kaca lainnya atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.

Menurut Todaro (2000), secara keseluruhan penduduk di negara-negara berkembang yang merupakan tiga perempat populasi dunia hanya menghasilkan sepertiga emisi CO2 yang berasal dari industri. Tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi negara-negara maju yang jauh lebih tinggi menyebabkan emisi CO2 yang mereka hasilkan jauh lebih tinggi daripada yang ada di negara-negara berkembang. Meskipun negara-negara berkembang relatif lebih sedikit menimbulkan emisi CO2 dari produksi industri, akan tetapi negara-negara berkembanglah yang paling bertanggung jawab atas adanya emisi CO2 dalam kategori yang kedua. Pembakaran hutan-hutan untuk membuka lahan-lahan pertanian baru, yang tentu saja menimbulkan emisi gas rumah kaca, hampir seluruhnya terjadi di negara-negara berkembang.

Berdasarkan Tabel 1.1, GDP Cina sebesar 4,521.8 US$ milyar dan apabila dibandingkan dengan emisi gas rumah kacanya, Cina merupakan negara penghasil emisi GRK terbesar dibanding 9 negara berkembang lainnya yang ditinjau dari emisi CO2, CH4, dan N2O yang dihasilkan negara tersebut. Cina merupakan negara dengan pertumbuhan industrinya sangat pesat dan memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia menjadi konsumen energi kedua terbesar setelah Amerika Serikat dengan konsumsi sebesar setara 1,386.2 juta ton minyak atau sekitar 13,6 persen dari total energi dunia (International Energy Agency, 2011).

(22)

Sektor energi, khususnya dengan kegiatan pembakaran bahan bakar fosil terutama batubara, minyak bumi dan gas bumi adalah penyebab utama emisi CO2. Sumber utama penghasil emisi CO2 di Cina berasal dari kegiatan pembakaran bahan bakar batubara. Produksi batu bara di Cina merupakan yang terbesar di dunia yang merupakan 36.2 persen dari total produksi batubara di seluruh dunia (International Energy Agency, 2011). Sumber utama penghasil emisi CH4 dan N2O di Cina dapat dihasilkan oleh sektor pertanian melalui sawah-sawah tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan kotoran ternak. Sama halnya dengan Cina yaitu Indonesia, India, dan Brasil yang memiliki jumlah penduduk yang besar, konsumsi energi yang cukup besar serta kontribusi sektor pertanian dan industri terhadap GDP yang cukup tinggi menghasilkan emisi gas rumah kaca yang relatif tinggi pula.

Tabel 1.1. Indikator Makroekonomi dan Perbandingan Emisi Total Gas Rumah Kaca di 10 Negara Berkembang, Tahun 2008

Negara GDP (US$ milyar) CO2 (Kt) CH4 (Kt) N2O (Kt) Share Sektor Industri pada GDP Share Sektor Pertanian pada GDP Indonesia 510.2 406029 10282.7 328.6 48.0 14.4 Thailand 272.6 285733 4650.5 68.7 44.0 11.5 Cina 4521.8 7031916 73200.9 1764.4 47.4 10.7 India 1215.9 1742698 28874.5 763.6 28.2 17.5 Brasil 1652.6 393220 20069.5 618.9 27.9 5.9 Argentina 326.6 192378 4661.7 174.9 32.2 9.8 Meksiko 1094.4 475834 5505.2 142.3 36.7 3.6 Mesir 162.8 210321 2476.3 88.4 37.5 13.2 Afrika Selatan 275.2 435878 3201.6 75.9 32.6 3.2 Turki 730.3 283980 3602.4 110.9 27.6 8.6

Sumber: World Development indicator, EDGAR, 2011

(23)

dihasilkan, Amerika Serikat merupakan negara penghasil emisi GRK terbesar dibanding 9 negara maju lainnya yang ditinjau dari emisi CO2, N2O, dan CH4 yang dihasilkan negara tersebut. Amerika Serikat merupakan konsumen terbesar energi dunia yang mencapai setara 2,331.6 juta ton minyak atau memakan lebih dari 22.8 persen dari seluruh konsumsi energi dunia. Sama halnya dengan Amerika Serikat yaitu Jepang dan Kanada sebagai konsumen terbesar energi dunia yang keempat dan ketujuh yang memakan lebih dari 5 persen dan 3 persen secara berturut-turut dari seluruh konsumsi energi dunia (International Energy Agency, 2011). Sumber utama penghasil emisi CO2 dan CH4 di Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada berasal dari proses produksi dan hasil pembakaran minyak bumi dan gas alam yang digunakan oleh sektor industri.

Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi dan Perbandingan Emisi Total Gas Rumah Kaca di 10 Negara Maju, Tahun 2008

Negara GDP (US$ milyar) CO2 (Kt) CH4 (Kt) N2O (Kt) Share Sektor Industri pada GDP Share Sektor Pertanian pada GDP AS 14296.9 5461014 26085.6 1036.1 21.3 1.2 Kanada 1502.6 544091 5135.7 137.9 29.8 1.8 Jepang 4879.8 1208163 1951.9 91.0 28.3 1.4 Korea Selatan 931.4 509170 1479.7 1841.5 36.4 2.6 Australia 1039.4 399219 5821.1 186.0 29.1 2.5 Selandia Baru 117.8 33094 1313.1 43.1 22.9 4.5 Spanyol 1593.9 329286 1737.3 82.5 28.4 2.6 UK 2657.5 522855 2913.1 94.4 22.6 0.8 Italia 2296.5 445119 1780.5 71.5 26.9 2.0 Perancis 2831.8 376986 3947.2 153.6 20.4 2.0

Sumber: World Development indicator, EDGAR, 2011

Berdasarkan Tabel 1.2, Australia menghasilkan emisi CH4 kedua terbesar setelah Amerika Serikat dibandingkan negara maju lainnya. Australia yang merupakan negara dengan pertumbuhan pertanian terutama peternakan sebagai

(24)

komoditas unggulannya sehingga memungkinkan sebagai sumber penghasil emisi CH4. Sumber utama emisi CH4 di Australia dapat dihasilkan melalui hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.

Berdasarkan Tabel 1.1 dan 1.2, dapat kita lihat bahwa dengan semakin tingginya GDP bisa saja membuat terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang ditinjau dari meningkatnya tingkat emisi gas rumah kaca yaitu CO2, CH4, dan N2O. Akan tetapi, faktor yang mempengaruhi peningkatan emisi GRK tidak datang dari sektor industri dan pertanian saja. Sektor lain juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya sumbangan emisi GRK suatu negara. Seperti contohnya peningkatan jumlah kendaraan dan pemakaian listrik yang bisa menyebabkan meningkatkan emisi gas rumah kaca.

Meskipun biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan ekonomi sekarang ini masih ramai diperdebatkan, namun semakin banyak ahli ekonomi pembangunan yang sepakat bahwa pertimbangan dan perhitungan lingkungan harus dijadikan sebagai bagian integral dari setiap ini inisiatif kebijakan. Tidak dimasukkannya biaya-biaya lingkungan pada kalkulasi GNI merupakan salah satu penyebab masih terabaikannya persoalan lingkungan. Secara sadar dapat dikatakan modernisasi dan pembangunan telah banyak membawa bencana bagi lingkungan hidup dan kemanusiaan, dimana dalam hal ini lingkungan hidup ditafsirkan secara konvensional. Lingkungan hidup harus dipandang dan diperlakukan sebagai subyek, dikelola untuk kehidupan berkelanjutan bukan semata-mata untuk pertumbuhan pembangunan tetapi juga harus memperhatikan kualitas hidup manusia.

(25)

Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca global, analisis mengenai dampak pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan industri negara berkembang dan negara maju terhadap emisi gas rumah kaca dirasakan cukup penting agar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca global. Oleh karena itu relevan dilakukan penelitian dengan judul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri terhadap Degradasi Lingkungan (Studi Kasus: Negara Berkembang dan Maju)” mengingat semakin meningkatnya kerusakan lingkungan global yang ditimbulkan akibat emisi gas rumah kaca.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan degradasi lingkungan ditinjau dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Besarnya emisi gas rumah kaca di dunia terutama di negara-negara berkembang dan negara-negara maju merupakan isu yang penting akhir-akhir ini mengingat semakin banyaknya protes terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca. Pembangunan yang sejatinya hanya untuk mengejar angka PDB saja kurang memperhatikan dampak dari aktivitas ekonomi itu sendiri. Akibat yang ditimbulkan oleh sektor industri dan pertanian yang menghasilkan polutan yang jumlahnya sangat besar tentunya akan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Tidak semua sektor industri dan pertanian yang memiliki rasa kepedulian terhadap kualitas lingkungan terkait emisi gas rumah kaca. Namun, apabila sektor industri dan pertanian tersebut mulai beralih pada industri dan pertanian yang ramah

(26)

lingkungan, bukan tidak mungkin akan menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga tercipta kualitas lingkungan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Apakah hubungan pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap degradasi lingkungan yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju signifikan dengan konsep

Environmental Kuznets Curve?

2. Bagaimana dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap degradasi lingkungan yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju?

3. Bagaimana perbandingan besaran nilai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan di Negara Berkembang dan Negara Maju?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengestimasi signifikansi dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap degradasi lingkungan yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju dengan konsep

Environmental Kuznets Curve.

2. Menganalisis dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap degradasi lingkungan yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju.

(27)

3. Mengestimasi perbandingan besaran nilai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan di Negara Berkembang dan Negara Maju.

1.4. Manfaat Penelitian

Skripsi ini bermanfaat bagi pemerintah, ekonom, masyarakat, dan bagi kalangan akademisi. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya:

1. Pemerintah akan semakin mendorong kebijakan yang tepat dalam membangun kondisi makroekonomi dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan.

2. Membantu para ekonom untuk bersikap lebih kritis terhadap permasalahan yang ada, umumnya terkait dengan pembangunan industri dan pertanian di negara-negara berkembang dan maju, dan khususnya yang terkait dengan isu lingkungan yaitu emisi gas rumah kaca di negara-negara berkembang dan maju dalam pembuatan kebijakan nasional.

3. Masyarakat dapat mengetahui dan menyadari mengenai permasalahan lingkungan yaitu emisi gas rumah kaca terutama di kawasan negara-negara berkembang dan negara maju.

4. Kalangan akademisi dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menjadikan skripsi ini sebagai rujukan terwujudnya penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis dampak pertumbuhan sektor pertanian dan industri pada negara berkembang dan maju terhadap emisi gas rumah kaca. Pertumbuhan sektor pertanian dan industri dilihat dengan menggunakan data GDP

(28)

riil (harga konstan tahun dasar 2000) yaitu GDP riil pertanian dan GDP riil industri, sedangkan degradasi lingkungan yang diukur dengan emisi gas rumah kaca dilihat dengan menggunakan data emisi karbondioksida (CO2) , emisi metana (CH4), dan emisi nitrogen oksida (N2O) pada tiap-tiap negara berkembang dan maju. Data yang digunakan merupakan data tahunan dan sekunder pada rentang waktu antara tahun 1980-2008.

Data dalam kajian penelitian ini adalah data dari negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara yang merepresentasikan sebagai negara berkembang adalah Indonesia, Thailand, Cina, India, Brasil, Argentina, Meksiko, Mesir, Afrika Selatan, dan Turki. Sedangkan, negara-negara yang merepresentasikan sebagai negara maju adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Spanyol, Italia, dan Perancis. Pemilihan sampel data tersebut sebanyak 10 negara dari negara-negara berkembang dan 10 negara dari negara-negara maju karena adanya keterbatasan data yang tersedia.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Istilah pertumbuhan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lain, negara satu dengan negara lainnya.

Menurut Simon Kuznets (1971) dalam Jhingan (2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen:

1. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang

2. Teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk

3. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Dengan bahasa lain, Boediono (1999) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut

(30)

mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Jadi, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono menyebutkan secara lebih lanjut bahwa pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

Menurut Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan hasil (output) masyarakat yang disebabkan oleh makin banyaknya

jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat. Ada tiga faktor atau komponenutama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, antara lain:

1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal manusia atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Secara umum pertumbuhan ekonomi memiliki arti peningkatan pada

Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.

(31)

pendapatan riil perkapita memang bukanlah satu-satunya sasaran kebijakan terutama di negara-negara berkembang, namun kebijakan ekonomi menaikkan tingkat pertumbuhan output memang perlu dilakukan. Hal ini berdasarkan alasan, karena pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai suatu syarat yang sangat diperlukan untuk perbaikkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya seperti peningkatan pendapatan dan kekayaan masyarakat, ataupun penyediaan fasilitas dan sarana-sarana sosial lainnya.

2.2. Pengertian Degradasi Lingkungan

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sumber daya lingkungan, seperti udara, air, lahan, dan biota, dapat menyediakan barang dan jasa yang secara langsung maupun tidak langsung mendapatkan manfaat ekonomis. Mengingat bahwa daya dukung alam sangat menentukan bagi kelangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya dukung alam tersebut harus dijaga agar tidak terdegradasi.

Degradasi lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah serta kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Menurut Wardhana (1995), Secara umum degradasi lingkungan disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dimana degradasi lingkungan berasal dari dalam bumi atau alam itu sendiri, dan faktor eksternal dimana degradasi lingkungan berasal dari ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya.

(32)

Menurut Thomas (2000), salah satu cara untuk mengidentifikasi polutan sebagai pencemar udara yang menyebabkan kerusakan lingkungan yaitu dengan membedakan polutan itu berasal. Ada 2 sumber polutan itu berasal sebagai faktor penyebab degradasi lingkungan, yaitu:

1. Polutan alami

Polutan alami muncul dari proses nonartifisial di alam, seperti gas yang dikeluarkan oleh hewan dan partikel dari letusan gunung berapi.

2. Polutan anthropogenic

Polutan yang berasal dari pegaruh kegiatan manusia dan mencakup semua residu yang berhubungan dengan konsumsi dan produksi. Contohnya gas dan partikel dari proses industri manufaktur tertentu.

2.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Degradasi Lingkungan: Environmental Kuznets Curve (EKC)

Orientasi pertumbuhan ekonomi telah memacu permintaan terhadap sumberdaya alam yang semakin besar. Metode produksi yang tidak memungkinkan adanya substitusi input tersebut berdampak terhadap eksploitasi

sumberdaya tersebut sehingga ketersediaannya semakin menipis. Simon Kuznets (1955) peraih penghargaan Nobel membuat suatu hipotesis mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan lingkungan yang dikenal dengan hipotesis

Environmental Kuznets Curve.

Berdasarkan hipotesis Environmental Kuznets Curve, kerusakan

lingkungan yang parah rawan terjadi di negara-negara berkembang yang mayoritas merupakan negara-negara yang berpenghasilan per kapita rendah. Hal

(33)

ini karena pada fase awal ini, pertumbuhan industrialisasi sangat besar fokusnya pada bagaimana ekonomi berkembang pesat dan banyak menyerap tenaga kerja. Isu lingkungan belum menjadi agenda utama dan pemerintah belum banyak terlibat dalam upaya perbaikan sistem pasar. Pada fase ini terjadi korelasi positif antara degradasi lingkungan karena banyak bahan polutan di udara dengan pertumbuhan ekonomi.

Emisi Bahan Polutan

EKC Konvensional EKC Revisi

Pendapatan per kapita Sumber: Kahuthu, 2006

Gambar 2.1. Hipotesis Environmental Kuznets Curve

Namun, pada tingkat pendapatan tertentu terjadi titik balik. Pada fase ini kesadaran pentingnya kualitas lingkungan sudah mulai berkembang. Public goods

seperti kualitas lingkungan serta kesehatan telah menjadi bagian permintaan masyarakat. Tekanan atas kebutuhan tersebut baik terpaksa maupun tidak, industri melakukan kebijakan perubahan metode produksi. Pada fase ini terdapat income

yang cukup untuk melakukan usaha-usaha perbaikan lingkungan. Penjelasan lebih jelasnya mengenai terjadinya inverted U pada kurva Kuznets adalah sebagai

(34)

1. Terjadinya pergeseran transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri karena adanya dorongan investasi asing. Pada tingkat pendapatan rendah di negara berkembang, pendapatan industri masih rendah dan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan. Peningkatan sektor indutri ini menyebabkan polusi di negara sedang berkembang juga akan mengalami peningkatan dan ketika terjadi transformasi dari sektor industri ke sektor jasa, polusi akan menurun seiring peningkatan pendapatan.

2. Permintaan akan kualitas lingkungan akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pendapatan. Hal ini bermula ketika pendapatan masih rendah, sulit bagi pemerintah negara berkembang untuk melakukan proteksi terhadap lingkungan. Ketika pendapatan mulai meningkat, masyarakat mulai mampu untuk membayar kerugian lingkungan akibat dari kegiatan ekonomi. Pada tahap ini masyarakat mau mengorbankan konsumsi barang demi terlindunginya lingkungan (Andreoni & Levinson, 2001).

Menurut Copeland dan Taylor (2003) dalam Hutabarat (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi lingkungan melalui mekanisme kausal:

1. Efek skala (aktivitas ekonomi meningkatkan polusi, cateris paribus)

2. Efek komposisi (bentuk industri yang bersih atau kotor, jika industri kotor menurun maka polusi juga menurun, cateris paribus)

3. Efek teknologi (teknologi yang maju dan bersih akan mengurangi polusi,

cateris paribus)

Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa degradasi lingkungan pada awalnya meningkat kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan tingkat

(35)

ekonomi yang disertai dengan kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan degradasi lingkungan. Ketika pendapatan meningkat, skala ekonomi cenderung semakin besar. Negara yang sedang berkembang membutuhkan peningkatan output sehingga dibutuhkan lebih banyak input dan sumber daya alam. Dengan semakin meningkatnya output berimplikasi pada meningkatnya sisa buangan dan emisi sebagai hasil dari aktivitas ekonomi yang mana akan memperburuk kualitas lingkungan. Ini disebut dengan efek skala (scale effect).

Struktur ekonomi juga cenderung berubah seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Panayotou (1993) dalam Hutabarat (2010) mengatakan bahwa degradasi lingkungan cenderung meningkat ketika struktur ekonomi berubah dari desa ke kota, dari pertanian ke industri (composition effect). Namun degradasi lingkungan

ini akan menurun ketika struktur yang berikutnya berubah dari industri berat yang berfokus pada energi ke industri yang berfokus pada jasa dan teknologi. Pada akhirnya kemajuan teknologi akan mengarah pada penggunaan alat-alat yang dapat mengurangi pengeluaran emisi yang juga meningkatkan kualitas lingkungan. Hal ini disebut efek teknologi (technology effect). Ketika efek

teknologi dominan terhadap efek skala, maka tingkat polutan akan meningkat selama periode pertama dari perubahan struktur ekonomi, dan kemudian menurun selama perubahan struktural tahap kedua.

2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Kahuthu (2006) melakukan penelitian yang menganalisis hubungan pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan di 84 negara pada tahun 1960 sampai tahun 2000. Indikator lingkungan yang dipakai yaitu CO2 dan tutupan

(36)

hutan. Menggunakan analisis panel data dengan model Fixed Effect Model (FEM).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa adanya hubungan yang signifikan pada model Environmental Kuznets Curve antara emisi CO2 dengan pendapatan perkapita dan sebaliknya, tidak ada hubungan yang signifikan antara tutupan hutan dengan pendapatan per kapita. Dalam penelitian ini dimasukkan pula efek globalisasi yaitu tingkat integrasi ke dalam analisis. Hasilnya, semakin terintegrasi suatu negara dengan pasar internasional, semakin tinggi pula tingkat emisi CO2 yang dihasilkan dan lebih cepat proses deforestasi pada negara tersebut.

Hutabarat (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh PDB sektor industri terhadap kualitas lingkungan yang ditinjau dari emisi CO2 dan sulfur di 5 negara ASEAN periode 1980-2000. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan model Fixed Effect Model (FEM) dengan metode Fixed Effect Model Fixed Cross Section. Hasil penelitian ini membuktikan pada tahap awal,

emisi sulfur dan CO2 mengalami peningkatan seiring dengan pembangunan ekonomi. Namun setelah melewati titik balik pertama, dimana kesadaran akan lingkungan semakin meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan membawa dampak yang baik bagi lingkungan, yaitu penurunan tingkat emisi sulfur dan CO2. Namun ternyata dampak positif pertumbuhan ekonomi ini tidak berlangsung lama. Segera setelah itu, pembangunan yang dilaksanakan kembali memperburuk lingkungan seiring dengan peningkatan emisi sulfur dan CO2.

Amiri dan Mehrara (2011) melakukan penelitian mengenai hubungan antara polusi, energi, dan pertumbuhan ekonomi pada negara India, Cina, dan Brazil pada periode 1960-2006. Penelitian ini menerapkan model non linier yaitu

(37)

endogenitas. Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi energi semakin mengarah pada kerusakan lingkungan. Selain itu, konsumsi energi yang tinggi adalah konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang pesat dan perdagangan internasional yang terkait dengan komoditas industri.

2.5. Kerangka Pemikiran

Tahap awal pembangunan yang umumnya terjadi pada negara-negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya berorientasi pada pembangunan sektor pertanian dengan harapan dapat memacu lebih lanjut perubahan struktural dalam distribusi lapangan kerja. Sedangkan, negara-negara maju yang pertumbuhan ekonominya berorientasi pada pembangunan sektor industri dengan harapan dapat mengakumulasikan kekayaannya. Sehingga peran pertanian dan industri dalam pembangunan selalu menjadi topik diskusi politik dan kebijakan pembangunan yang hangat di negara-negara berkembang maupun maju.

Orientasi pertumbuhan ekonomi terutama dalam sektor pertanian dan industri telah memacu permintaan terhadap sumberdaya alam yang semakin besar. Metode produksi yang tidak memungkinkan adanya substitusi input tersebut

berdampak terhadap eksploitasi sumberdaya tersebut sehingga ketersediaannya semakin menipis. Selain itu, metode produksi yang tidak efisien pada aktivitas produksi di sektor pertanian dan industri akan mengakibatkan terjadinya peningkatan bahan polutan yang dihasilkan seperti emisi gas rumah kaca.

Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan industri pada negara berkembang dan maju diukur dengan besaran nilai GDP pertanian dan GDP industri masing-masing negara tersebut. Apabila adanya asumsi yang mendasari

(38)

kerangka pemikiran teoritis ini adalah bahwa metode produksi yang digunakan adalah metode produksi yang tidak ramah lingkungan, maka pada satu sisi aktivitas produksi pada sektor pertanian dan industri akan menimbulkan degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan di dalam penelitian ini mengandung arti adanya emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor pertanian dan industri.

Pertumbuhan Ekonomi (GDP riil)

Memacu Peningkatan Permintaan SDA (ekspolitasi SDA) Pertumbuhan Ekonomi

(GDP Riil)

Sektor Pertanian Sektor Industri

Metode Produksi yang tidak ramah lingkungan

Sektor Industri:

- Pembakaran bahan bakar fosil yang digunakan dalam proses produksi industri

Sektor Pertanian:

- Sawah-sawah tergenang - Penggunaan pupuk

- Pembakaran sisa-sisa tanaman

Degradasi Lingkungan (Emisi gas Rumah Kaca) Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran penelitian

(39)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu serta variabel-variabel yang dijelaskan dalam penelitian ini, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis, yaitu:

1. Dampak pertumbuhan ekonomi di sektor industri dan pertanian terhadap kualitas lingkungan hidup yang diukur dengan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju signifikan dengan konsep

Environmental Kuznets Curve.

2. Pertumbuhan ekonomi dalam sektor industri dan pertanian akan mendorong penurunan kualitas lingkungan hidup dengan meningkatkan emisi gas rumah kaca di Negara Berkembang dan Negara Maju.

3. Besaran nilai emisi gas rumah kaca yaitu melalui emisi Karbondioksida, Metana, dan Nitrogen Oksida yang dihasilkan di Negara Maju lebih besar daripada Negara Berkembang.

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yang meliputi data kuantitatif tahunan dan sekunder pada rentang waktu antara tahun 1980-2008. Data dalam penelitian ini adalah data dari negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara berkembang yang dimaksud dalam studi empiris ini adalah 10 Negara-negara berkembang yaitu Indonesia, Thailand, Cina, India, Brasil, Argentina, Meksiko, Mesir, Afrika Selatan, dan Turki. Sedangkan, untuk negara-negara maju yang dimaksud dalam studi empiris ini adalah 10 negara maju yaitu Amerika Serikat, United Kingdom, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Spanyol, Italia, dan Perancis. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak

Microsoft Excel 2007, Minitab dan Eviews 6.

Tabel 3.1. Data, Satuan, Simbol, dan Sumber Data

Variabel Satuan Simbol Sumber

GDP Pertanian Juta US$ GDPP WDI

GDP Industri Juta US$ GDPI WDI

CO2 Kilotonne CO2 WDI

CH4 Kilotonne CH4 EDGAR

N2O Kilotonne N2O EDGAR

Keterangan: WDI (World Development Indicator)

EDGAR (Emission Database for Global Atmospheric Research)

3.2. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Proses

(41)

informasi yang lebih relevan yang terkandung di dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.

Metode penelitian ini juga mengandalkan proses kuantitatif untuk mendapatkan gambaran yang terstruktur dan jelas mengenai fenomena perekonomian yang terjadi. Penelitian kuantitatif berlandaskan interpretasi terhadap hasil olahan model dengan metode analisis panel data.

3.2.1. Metode Analisis Regresi dan Panel Data

Ketersediaan data untuk mewakili variabel yang akan digunakan dimana kondisinya yaitu data time series pendek dan unit cross section terbatas dapat

diatasi dengan menggunakan metode panel data (pooled data). Penggunaan model

panel data tersebut digunakan dengan tujuan agar diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien) dengan meningkatnya jumlah observasi yang berimplikasi pada meningkatnya derajat kebebasan (degree of freedom).

Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun teori ekonomi. Manfaat penggunaan panel data adalah sebagai berikut:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu

2. Mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatnya degree of freedom,

lebih bervariasi dan lebih efisien

3. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau time series murni

(42)

5. Lebih baik untuk study of dynamic adjustments

Model analisa data panel memiliki tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Selain itu, di dalam melakukan

pengolahan data panel terdapat juga kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu

No weighting (semua observasi diberi bobot sama), Cross section weight (GLS

dengan menggunakan estimasi varians residual cross section, digunakan apabila

ada asumsi terdapat cross section heteroskedasticity), dan Seemingly Uncorrelated Regression/SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun

autokorelasi antar unit cross section.

3.2.2. Pemilihan Pendekatan: Uji Hausman

Alur pengujian statistik untuk memilih pendekatan yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1. Penggunaan pendekatan Pooled Least Square

dirasakan kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel maka dalam penelitian ini hanya mempertimbangkan pendekatan fixed effect dan random effect. Dalam memilih apakah fixed atau random effect yang lebih baik, dilakukan

pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect

(43)

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM – βfEM)’ (MREM – MfEM)-1 (βREM – βfEM) ~ χ2 (k) dimana:

M adalah matriks kovarians untuk parameter β

k adalah degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.

Fixed Effect Chow Test

Pooled Least Square  Hausman Test 

Random Effect Sumber: Firdaus, 2012

Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

3.2.3. Model Ekonometrika

Dengan memasukkan variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka persamaan regresi akan terbentuk salah satu model terbaik sesuai variabel yang akan dianalisis, diantaranya:

Linear : Yit = βi + β1 Xit + εit

(44)

Syarat: β2 ≠0, Jika β1 > 0 dan β2 < 0 maka membentuk kurva-U terbalik (EKC), sedangkan jika β1 < 0 dan β2 > 0 maka membentuk kurva-U.

Turning point = , jika β1 > 0 dan β2 > 0 atau β1 < 0 dan β2 < 0 maka tidak ada Turning point karena X > 0.

∆Y/∆X ≈β1+ 2β2

Kubik : Yit = βi + β1 Xit + β2 (Xit)2 + β3 (Xit)3 + εit

Syarat: β3 ≠ 0, Jika β3 < 0 maka membentuk kurva-N terbalik, sedangkan jika β3 > 0 maka membentuk kurva-N.

Turning point 1 = ²

Turning point 2 = ²

dimana:

Yit : emisi gas rumah kaca (CO2, N2O, dan CH4) untuk negara i pada tahun t

Xit : GDP riil sektor industri atau pertanian untuk negara i pada tahun t

βi : konstanta

β1,β2,β3 : koefisien regresi

εit : error term untuk negara i pada tahun t

3.2.4. Perumusan Model

(45)

maka penelitian ini menggunakan pendekatan fixed effect cross section SUR

sebagai analisis data panel terbaik. Dengan pendekatan fixed effect cross section

SUR, maka terbentuk model terbaik sesuai variabel-variabel yang dianalisis. Adapun 6 model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Sektor Pertanian: CO2 = βi + β1 GDPP + β2 (GDPP)2 + εit... (1) N2O = βi + β1 GDPP + β2 (GDPP)2 + εit... (2) CH4 = βi + β1 GDPP + β2 (GDPP)2 + εit... (3) Sektor Industri: CO2 = βi + β1 GDPI + β2 (GDPI)2 + εit... (4) N2O = βi + β1 GDPI + εit... .... (5) CH4 = βi + β1 GDPI + β2 (GDPI)2 + εit... .... (6) dimana: CO2 = karbondioksida (kilotonne) N2O = nitrogen oksida (kilotonne) CH4 = metana (kilotonne)

GDPP = Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian (US$) GDPI = Pertumbuhan ekonomi di sektor industri (US$)

3.2.5. Uji Beda (Uji-t)

Uji beda disebut pula dengan uji t karena merupakan huruf terakhir dari nama pencetus uji ini yaitu, Grosett. Sesuai dengan namanya, uji beda, maka uji

(46)

ini dipergunakan untuk mencari perbedaan, baik antara dua sampel data atau antara beberapa sampel data. Dalam kasus tertentu, juga bisa mencari perbedaan antara suatu sampel dengan nilai tertentu. Terdapat jenis uji beda lain selain berdasarkan jumlah kelompok sampel yang diuji. Misalnya jumlah sampel pada masing-masing kelompok juga menentukan jenis uji beda yang digunakan. Jika dua kelompok mempunyai anggota yang sama dan mempunyai korelasi maka dipergunakan uji sampel berpasangan (paired test), dan jika jumlah anggota

kelompok berbeda maka memerlukan uji beda, misalnya Uji Wilcoxon, atau Mann-Whitney U-Test.

Beberapa ahli beranggapan bahwa uji beda merupakan uji statistik non parametrik dan ada pula yang beranggapan uji statistik parametrik. Uji t dengan distribusi normal maka tetap merupakan statistik parametrik, akan tetapi jika distribusi data tidak normal, barulah merupakan statistik non parametrik. Jadi penentuan parametrik atau bukan, tidak didasarkan pada jenis uji tetapi tergantung dari distribusi data, apakah normal atau tidak.

3.2.6. Pengujian Kriteria Ekonomi dan Statistik

Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebutserta pengujian terkait model terbaik mana yang akan dipilih diantara pooled, fixed, dan random. Pengujian tersebut bisa berupa pengujian ekonomi, statistik, dan ekonometrik.

Pengujian dapat dilakukan dengan kriteria ekonomi dan statistik. Pengujian ekonomi dilakukan untuk melihat besaran dan tanda parameter yang

(47)

akan diestimasi, apakah sesuai dengan teori atau tidak. Sedangkan uji kriteria statistik dilakukan dengan uji koefisien regeresi secara individual (uji t), uji sihgnifikansi simultan (uji F), dan uji koefisien determinasi (R2)

3.2.6.1. Uji Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t)

Uji t – statistik dilakukan untuk menguji apakah variabel independen secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sacara parsial variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini dilakukan uji dua arah dengan hipotesa :

H0: βi = 0 (tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen) H1: βi ≠ 0 (ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya) Kriteria pengujian :

1. Ho diterima dan Ha ditolak apabila t tabel > t hitung < t tabel, artinya variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

2. Ho ditolak dan Ha diterima apabila t tabel < t hitung > t tabel, artinya variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Sedangkan nilai t hitung adalah : T hitung = βi

(48)

3.2.6.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji f)

Uji F statistik digunakan untuk menguji apakah keseluruhan variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa :

H0 = β1 = β2 = β3 = β4 = 0

(variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen).

H1≠β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0

(variabel independen secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen).

Atau dengan kata lain, dalam penelitian ini bila hasil F hitung menunjukkan hasil yang signifikan berarti variabel pertumbuhan ekonomi, aglomerasi dan variabel moderat secara bersama – sama berpengaruh terhadap kualitas lingkungan.

Untuk menghitung F hitung digunakan rumus (Gujarati, 1995) F hitung = R2 / (k-1)

(1 – R2) / (n-k) Dimana :

R2 = koefisien determinasi n = jumlah observasi

k = jumlah variabel independen termasuk konstanta Kriteria Pengujian:

1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, artinya variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh secara signifikan

(49)

2. H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, artinya variabel independen secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

3.2.6.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya daya menerangkan dari variabel independen terhadap variabel dependen pada model tersebut. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 < 1 sehingga kesimpulan yang diambil adalah:

• Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol, berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel-variabel-variabel-variabel tak bebas sangat terbatas.

• Nilai R2 mendekati satu, berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi untuk memprediksi variasi variabel tak bebas. Dalam penelitian ini berarti, bila nilai R2 memberikan hasil yang mendekati angka 1 , artinya kualitas lingkungan yang ditinjau dari tingkat emisi CO2, CH4, dan N2O dapat dijelaskan dengan baik oleh variasi variabel independen GDPI dan atau GDPI2,GDPP dan atau GDPP2. Sedangkan sisanya (100% - nilai R2) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

3.2.7. Uji Ekonometrika 3.2.7.1. Uji Autokorelasi

Istilah autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti data deret berkala) atau ruang

(50)

(seperti data lintas sektoral). Autokorelasi biasanya berhubungan dengan data deret berkala (time series) walaupun memungkinkan terdapat pada data cross section.

Uji yang paling dikenal untuk pendeteksian autokorelasi adalah uji yang dikembangkan oleh Durbin dan Watson, yang populer dikenal sebagai statistik d

Durbin-Watson (DW Test). Pengujian dengan DW Test hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantar

variabel independen.

Hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0) H1 : ada autokorelasi (r ≠ 0)

Tabel 3.2. Uji d Durbin-Watson: Aturan Keputusan

Hipotesis nol Keputusan Nilai DW Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif

atau negatif

Tolak

Tidak ada keputusan Tolak

Tidak ada keputusan Tidak ditolak 0 < d < dL dL≤ d ≤ dU 4 - dL < d < 4 4 - dU≤ d ≤ 4 - dL dU < d < 4 - dU Sumber: Gujarati, 2003 3.2.7.2. Uji Heterokedastisitas

Suatu asumsi kritis dari model regresi linear klasik adalah bahwa gangguan ui semuanya mempunyai varians yang sama. Jika asumsi ini tidak

(51)

sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS. Tetapi penaksir ini tidak lagi mempunyai varians minimum atau efisien . Dengan perkataan lain, sehingga tidak lagi memenuhi asumsi BLUE.

Untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran ini dengan menggunakan

White Heterocdasticity Test (Gujarati, 2003). Nilai probabilitas Obs*R-squared

dijadikan sebagai acuan untuk menolak atau menerima H0. Hipotesis yang akan diuji:

H0 : homoskedastisitas H1 : heteroskedastisitas Kriteria pengujiannya adalah:

1. Probabilitas Obs*R-squared < taraf nyata , maka tolak H0 2. Probabilitas Obs*R-squared > taraf nyata , maka terima H0

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik plot dan uji statistik. Uji grafik plot yang digunakan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot antara SRESID dan ZPRED.

Uji statistik yang digunakan adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residualnya terhadap variabel independen (Gujarati, 2003). Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.

(52)

3.2.7.3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan Jarque-Bera test (J-B test)

untuk melihat apakah data terdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan hasil residual dan chi-square probability distribution, hipotesis yang akan diuji

adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian adalah:

1. Bila nilai JB hitung > nilai X2tabel, maka H0 yang menyatakan residual, ut adalah berdistribusi normal ditolak.

2. Bila nilai JB hitung < nilai X2tabel, maka H

0 yang menyatakan residual, ut adalah berdistribusi normal diterima.

3.3. Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam Tabel 3.1, maka definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah:

1. Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian (GDPP)

Variabel ini diperoleh dari Gross Domestic Product (GDP) riil di sektor

pertanian dengan menggunakan tingkat harga konstan tahun dasar 2000 yang dinyatakan dalam US$. GDP pertanian merupakan penjumlahan total terhadap barang-barang dan jasa akhir pada sektor pertanian yang mencakup pertanian dalam arti sempit yaitu pertanian rakyat, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

(53)

2. Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri (GDPI)

Variabel ini diperoleh dari Gross Domestic Product (GDP) riil di sektor

industri dengan menggunakan tingkat harga konstan tahun dasar 2000 yang dinyatakan dalam US$. GDP industri merupakan penjumlahan total terhadap barang-barang dan jasa akhir pada sektor industri yang mencakup manufaktur, pertambangan, konstruksi, listrik, air, dan gas.

3. Emisi Karbondioksida (CO2)

Variabel ini diperoleh dari emisi karbondioksida (CO2) yang dinyatakan dalam kilotonne. Karbondioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena

ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Karbondioksida dihasilkan oleh semua makhluk hidup pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbondioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbondioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbondioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.

4. Emisi Metana (CH4)

Variabel ini diperoleh dari emisi metana (CH4) yang dinyatakan dalam

kilotonne. Metana merupakan komponen utama gas alam yang termasuk gas

rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat

(54)

pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan

tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. 5. Emisi Nitrogen Oksida (N2O)

Variabel ini diperoleh dari emisi nitrogen oksida (N2O) yang dinyatakan dalam kilotonne. Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat.

Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Nitrogen Oksida (N2O) dapat dihasilkan melalui penggunaan pupuk pada pertanian dan dari industri nilon dan asam nitrat serta pembakaran bahan bakar pada mesin pembakaran internal.

Gambar

Gambar 4.1.  Perkembangan  Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian  Negara Berkembang, 1980-2008
Gambar 4.3.  Perkembangan  Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri  Negara Berkembang, 1980-2008
Gambar 4.4.  Perkembangan  Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Industri  Negara Maju, 1980-2008
Gambar 4.5.  Perkembangan Emisi Karbondioksida di Negara Berkembang,  1980-2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Dari pengujian hasil simulasi, suatu site yang memiliki nilai Call Drop Rate (CDR) melebihi 1.5% akan disarankan untuk optimasi berdasarkan penyebab drop call

Banyak sekali pihak-pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan membantu penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di

Berdasarkan hasil penelitian deskriptif, dapat disimpulkan bahwa Variabel Kepemimpinan Transformasional berada pada kriteria cenderung baik, sebanyak

Variabel Belanja Modal (Y 1 ), Pada tabel 2, variabel bebas Y 1 nilai t hitung sebesar 0,366 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,724 hal ini berarti nilainya lebih

Hal ini yang membuat peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh kepuasan komunikasi terhadap motivasi kerja karyawan BPR khususnya wilayah Bogor, yaitu pada PD BPR Bank Pasar Bogor,

Tips mengolah daging kambing yang efektif baik tekstur empuk ataupun tidak prengus.. Yang pertama saat prosees penyembelihannya, usahakan dalam

Penelitian tentang pemanfaatan limbah cair industri tempe sebagai Pupuk Cair Produktif (PCP) ditinjau dari penambahan pupuk NPK telah dilakukan sejak bulan Juni 2012 – April

45 Hailey menyatakan bahwa “ globalisasi merupakan konsep penting dalam mengamati sistem yang kompleks dalam masyarakat, karena konsepnya yang. memadai, maka