• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Analisis Klasifikasi ABC

Klasifikasi ABC – atau sering juga disebut sebagai analisis ABC – merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu tertentu).

Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain – bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya – tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori produk pada supermarket atau toko serba ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2001, p273).

Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu material yaitu:

1. Nilai total uang dari material. 2. Biaya per unit dari material.

(2)

3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.

4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material itu.

5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya.

6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu. 7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.

8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu. 9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.

Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana sekitar 80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material inventori (Gaspersz, 2001, p273).

Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan:

1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), di mana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material kelas B atau C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

(3)

3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.

4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (synonym: bin reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.

6. Keputusan investasi: karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material kelas A, dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C.

(4)

Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level-level kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory, semakin ketat kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory yang ketat. B dan C membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin minimal (Russell dan Taylor, 2000, p595).

Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk mengklasifikasikan semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item memiliki nilai dollar, yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu unit dengan permintaan annual untuk item tersebut. Semua item yang ada kemudian di beri peringkat sesuai dengan nilai dollar annual mereka.

Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol inventory untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol inventory yang ketat karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari total nilai dollar dari inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin dan meminimalkan safety stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan yang akurat dan penyimpanan laporan secara detail. Sistem kontrol inventory dan model inventory yang pantas menentukan kuantitas permintaan yang harus diaplikasikan. Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan pada peraturan dan prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari luar perusahaan. Item B dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih longgar.

(5)

Karena carrying cost biasanya rendah untuk item C, level inventory yang lebih tinggi dapat kadang-kadang dipertahankan dengan safety stock yang besar. Mungkin tidaklah dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari sebuah pengamatan sederhana. Secara umum, sebuah item biasanya membutuhkan sistem kontrol yang terus-menerus, dimana level inventory secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem review periodic dengan monitoring biasa cocok untuk item C.

Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih baik, pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan semacam analisis ABC.

2.2 Peramalan

Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa jumlah penjualannya; peralatan baru dibeli padahal tidak ada kepastian permintaan terhadap produk; dan investasi dilakukan tanpa pengetahuan berapa laba yang akan diperoleh. Dalam menghadapi ketidakpastian para manajer selalu berusaha membuat estimasi yang lebih baik tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Membuat estimasi yang baik adalah tujuan utama peramalan (Render dan Heizer, 2001, p46).

(6)

Dalam suplemen ini kita mengkaji berbagai jenis peramalan, dan model-model peramalan seperti rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial, dan regresi linear. Tujuannya adalah untuk menunjukan pada manajer bahwa ada banyak cara memprediksi masa depan. Disajikan pula tinjauan tentang subjek peramalan penjualan perusahaan dan menjelaskan bagaimana menyiapkan, memantau, dan menilai keakuratan peramalan. Peramalan yang baik adalah bagian penting dari operasi jasa dan manufaktur yang efisiensi; dan juga merupakan sarana pembentukan model yang penting unruk pengambilan keputusan

2.2.1 Pengertian Peramalan

Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa depan dengan beberapa bentuk model matematis. Bisa jadi berupa prediksi subjektif atau intuitif tentang masa depan. Atau peramalan bisa mencakup kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan penilaian yang baik oleh manajer (Render dan Heizer, 2001, p46).

Menurut Sumayang (2003, p23), peramalan penting artinya karena dengan peramalan yang tepat guna diharapkan akan meningkatkan efisiensi produksi.

(7)

Sesungguhnya terdapat perbedaan antara Peramalan dengan Perkiraan. Peramalan adalah perhitungan yang objektif dan dengan menggunakan data-data masa lalu, untuk menentukan sesuatu di masa yang akan data-datang sedangkan perkiraan dengan cara subjektif dan atau tidak dari data-data masa lalu, memperkirakan sesuatu di masa yang akan datang. Sehingga dengan demikian, peramalan selalu memerlukan data-data dari masa lalu dan apabila tidak ada data masa lalu maka penentuan sesuatu di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara perkiraan. Untuk melakukan perkiraan diperlukan keahlian, pengalaman, dan pertimbangan seorang manajer operasi. Sedangkan untuk melakukan peramalan diperlukan ilmu pengetahuan statistik dan teknologi (Sumayang, 2003, p24).

Meramalkan Horison Waktu

Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan yang mendasarinya (Render dan Heizer, 2001, p46). Tiga kategori yang bermanfaat bagi manajer operasi adalah:

1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi

umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat produksi.

(8)

2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.

3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau

lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.

Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri yang membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek. Peramalan jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan perencaanaan dan produk, pabrik, dan proses. Kedua, peramalan jangka pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari pada peramalan yang lebih panjang waktunya.

Teknik-teknik matematis seperti rata-rata bergerak (moving averages), penghalusan eksponensial {exponential smoothing), dan ekstrapolasi trend adalah biasa untuk proyeksi jangka pendek. Dan ketiga, peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka yang lebih panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga ketika horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang.

(9)

Dengan demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur untuk mempertahankan nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki (Render dan Heizer, 2001, p47).

2.2.2 Jenis-Jenis Peramalan

Menurut Render dan Heizer (2001, p47), organisasi menggunakan tiga jenis peramalan ketika merencanakan masa depan operasinya, yaitu:

1. Ramalan ekonomi membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi, suplai uang permulaan perumahan, dan indikator-indikator perencanaan lain.

2. Ramalan teknologi berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi, yang akan melahirkan produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan pabrik, dan peralatan baru.

3. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan, dan personalia.

(10)

2.2.3 Metode Peramalan

Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan permintaan dalam produksi. Namun yang lebih penting adalah bagaimana memahami karateristik suatu metode peramalan agar sesuai dengan situasi pengambilan keputusan. Situasi peramalan sangat beragam dalam horison waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil yang sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam dua kategori utama, yaitu metode peramalan kuantitatif dan metode peramalan kualitatif (Makridakis, 1999, p19-24).

2.2.3.1 Metode Peramalan Kuantitatif

Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Metode kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip statistik yang memiliki ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih sistematis, dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Tersedia informasi tentang masa lalu.

(11)

c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.

Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu : a. Model deret berkala (time series)

Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Model deret berkala menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat ramalan untuk masa depan. Tujuan metode peramalan deret berkala ini adalah menemukan pola dalam deret berkala historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.

Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series (Baroto, 2002, p31) adalah sebagai berikut:

1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau random.

2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola permintaan tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda.

(12)

3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MSE, MAPE, atau lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan.

4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan yang telah ditetapkan.

5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih.

Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi :

1. Pola Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula suatu pengendalian kualitas yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.

(13)

Gambar 2.1 Pola Data Horisontal

Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan stationer mencakup metode yang naif, rata-rata sederhana, moving averages, dan autoregressive moving average (ARMA) model (metode Box-Jenskins). (Hanke, 2005, p75).

2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.

(14)

Teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan seasonal mencakup dekomposisi clasical, census x-12, winter’s exponensial smoothing, multiple regression dan ARIMA models (metode Box-Jenkins). (Hanke, 2005, p76).

3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola data ini.

Gambar 2.3 Pola Data Siklis

Teknik yang harus dipertimbangkan pada peramalan seri cyclical mencakup dekomposisi clasical, economic indicator, model-model

econometric, multiple regression, dan model-model ARIMA (metode

Box-jenkins). (Hanke, 2005, p76).

4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.

(15)

Gambar 2.4 Pola Data Trend

Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan trend mencakup moving averages. Holt’s exponential smoothing, regresi sederhana, growth curves, model-model exponential, dan autoregressive

integrated moving average (ARIMA) model (metode Box-Jenkins).

(Hanke, 2005, p76). b. Model kausal

Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari model kausal adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari varibel tak bebas. Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa mendatang dapat diramalkan cukup dengan memasukkan nilai-nilai yang sesuai untuk varibel-variabel independen.

Metode peramalan kausal mengasumsikan bahwa permintaan akan suatu produk bergantung pada satu atau beberapa faktor independen (misalnya, harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).

(16)

2.2.3.2 Metode Peramalan Kualitatif atau Teknologis

Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti metode peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang terlatih.

Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam membuat prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas peramalan jangka panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan, tampaknya tidak ilmiah dan bersifat sementara. Tetapi bila data masa lalu tidak ada atau tidak mencerminkan masa mendatang, tidak banyak alternatif selain menggunakan opini dari orang-orang yang berpengetahuan. Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk memberikan suatu ramalan numerik tertentu.

Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : a. Metode eksploratoris

Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua kemungkinan yang ada.

(17)

b. Metode normatif.

Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai, berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.

2.2.4 Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing Tiga Parameter dari Winter

Pada umumnya, metode rata-rata bergerak dan pemulusan eksponensial dapat digunakan untuk hampir segala jenis data stasioner atau non stasioner sepanjang data tersebut tidak mengandung faktor musiman. Tetapi bilamana terdapat faktor musiman, metode-metode tersebut akan menghasilkan peramalan yang buruk. Untuk data stasioner, digunakan metode rata-rata begerak atau pemulusan eksponensial. Jika datanya menunjukkan suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt dapat diterapkan. Tetapi jika datanya musiman, metode tersebut tidak bisa mengatasinya dengan baik. Walaupun demikian, metode Winter dapat menangani faktor musiman secara langsung. Metode Winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan metode Holt, dengan satu pemulusan tambahan untuk mengatasi musiman.

(18)

Perumusan dasar untuk metode Winter (Makridakis, 1999, p121-127) adalah sebagai berikut :

Pemulusan Keseluruhan : ) )( 1 ( (−1) (−1) − + − + = t t L t t t S b I X S α α Pemulusan Trend : ) 1 ( ) 1 ( ) (1 ) ( − + − = t t t t S S b b γ γ Pemulusan Musiman : ) ( ) 1 ( t L t t t I S X I =β + −β Peramalan : ) ( ) (t m (St bt*m)I t L m F + = + − +

Dimana : L = Panjang musiman b = Komponen trend

I = Faktor penyesuaian musiman

Ft+m = Peramalan untuk m periode ke depan

Salah satu masalah dalam menggunakan metode Winter adalah menentukan nilai-nilai untuk α,β, dan γ tersebut yang akan berpengaruh dalam perhitungan nilai-nilai error seperti MSE atau MAPE. Pendekatan untuk menentukan nilai ini biasanya secara trial and error, walaupun mungkin juga digunakan algoritma optimasi non-linear untuk mendapatkan nilai parameter optimal.

(19)

Karena kedua pendekatan tersebut memakan banyak waktu dan mahal, maka metode ini jarang digunakan. Metode ini baru dipakai jika banyak himpunan data yang harus ditangani.

Untuk menginisialisasi metode peramalan Winter yang diterangkan di atas, kita perlu menggunakan paling sedikit satu data musiman lengkap (yaitu L periode) untuk menentukan estimasi awal dari indeks musiman, Lt-1, dan kita perlu menaksir faktor trend dari satu periode ke periode selanjutnya. Adapun rumus yang digunakan untuk inisialisasi awal yaitu :

X X I S X L t L L = = + +1 1

2.2.5 Metode Peramalan Dekomposisi

Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk mengidentifikasi tiga faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu, yaitu faktor trend, faktor siklus, dan faktor musiman.

Di dalam beberapa hal, peramal hanya mendasarkan penyusunannya pada dua faktor yang penting yaitu trend dan musiman. Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Pengukuran perkembangan faktor trend dilakukan untuk periode waktu yang panjang dengan menghilangkan variasi musim dan variasi siklus.

(20)

Faktor siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah bahwa musiman berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun atau bulan, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan lamanya berbeda dari satu siklus ke siklus yang lainnya.

Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret waktu, dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari deret itu setepat mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data empiris di mana yang pertama adalah pergeseran musim, kemudian trend dan terakhir adalah siklus. Residu yang ada dianggap unsur acak yang walaupun tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi (Makridakis, 1999, p150-156). Langkah-langkah dekomposisi :

1. Pada deret data yang sebenarnya (Xt) hitung rata-rata bergerak yang

panjangnya (N) sama dengan panjang musiman. Maksud dari rata-rata bergerak adalah menghilangkan unsur musiman dan keacakan. Meratakan sejumlah periode yang sama dengan panjang pola musiman akan menghilangkan unsur musiman dengan membuat rata-rata dari periode yang musimannya tinggi dan periode yang musimannya rendah. Karena galat acak tidak mempunyai pola yang sistematis, maka perata-rataan ini juga mengurangi keacakan.

(21)

2. Pisahkan rata-rata bergerak N periode (langkah satu) dari deret data semula untuk memperoleh unsur trend dan siklus.

3. Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode yang menyusun panjang musiman secara lengkap.

4. Identifikasi bentuk trend yang tepat (linear, eksponensial, kurva-S, dan lain-lain) dan hitung nilainya untuk setiap periode (Tt).

5. Pisahkan hasil langkah empat dari hasil langkah dua (nilai gabungan dari unsur trend dan siklus) untuk memperoleh faktor siklus.

6. Pisahkan musiman, trend dan siklus dari data asli untuk mendapatkan unsur acak yang ada, Et.

Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau multiplikatif dan bentuknya dapat bervariasi. Model aditif berbentuk :

Xt = It + Tt + Ct + Et

Model multiplikatif berbentuk :

Xt = It x Tt x Ct x Et

2.2.6 Statistik Ketepatan Peramalan 2.2.6.1 Ukuran Statistik Standar

Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan

ramalan (atau nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai :

(22)

t t

t

X

F

e

=

Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat didefinisikan :

• Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)

2 1

1

et

n

MSE

n t

=

=

Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan yaitu mean absolute error (yang dalam beberapa buku disebut sebagai mean absolute deviation) dan mean squared error (MSE). Perbedaan keduanya adalah terletak pada bobot kesalahan, satu dalam bentuk angka kesalahan absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat.

Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu model agar MSE minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan. Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap data hitoris. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik. Suatu model terlalu cocok (over fitting) dengan deret data, yang berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses bangkitan, berarti tidak berhasil mengenali pola non-acak dalam data dengan baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan

(23)

adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam peramalan. Kedua, sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur yang berbeda pula dalam fase pencocokan.

Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perbandingan deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang berlainan, karena MSE merupakan ukuran para absolut. Lagipula, interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun, karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai (Makridakis, 1999, p58-61).

2.2.6.2 Ukuran-ukuran Relatif

Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan, maka muncul usulan alternatif – alternatif lain yang diantaranya menyangkut galat persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis, 1999, p61-62) adalah :

• Galat Persentase (Percentage Error)

100

*

⎟⎟

⎜⎜

=

t t t

X

F

X

PE

• Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)

t n t PE n MPE =

= 1 1

(24)

• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error) t n t PE n MAPE = 1

=1

PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap periode waktu. Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk memberikan nilai tengah kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin mengecil karena PE positif dan negatif cenderung saling meniadakan. Dari sana MAPE didefinisikan dengan menggunakan nilai absolut dari PE.

2.3 Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu peta proses operasi, dicatat hanya kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana, 1979,p21). Dalam peta proses operasi pekerjaan dibagi menjadi elemen-elemen operasi secara detail. Disini, tahapan proses operasi kerja harus diuraikan secara logis dan sistematis.

(25)

Dengan demikian, keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished good product) sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan (Wignjosoebroto, 2000, p131).

Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, ada beberapa prinsip yang perlu diikuti, sebagai berikut:

1. Pertama-tama, pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

(26)

2.4 Pengukuran Waktu

Berdasarkan pendapat Sutalaksana (1979,p131) pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan.

Teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung berarti pengukuran dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Cara yang termasuk secara langsung, yaitu metode cara jam henti.

Sedangkan cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau gerakan. Untuk pengukuran waktu penulis memakai metode secara langsung.

Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

(27)

2.4.1 Pengukuran Pendahuluan

Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Tujuan melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum mencukupi.

Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran adalah:

1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung rata-rata dari tiap subgrup:

n x

xk=

i

Dimana: n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup k = jumlah subgrup yang terbentuk

Xi = data pengamatan

2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup:

k x x g i i

= = 1

3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:

s =

(

)

1 1 2 − −

= n x x n i i

(28)

4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup:

x

s = N s

2.4.2 Pengujian Keseragaman Data

Pengukuran keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar, dengan tujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di antara kedua batas kendali.

Perumusan batas kendali tersebut adalah sebagai berikut: BKA = X +ZσX BKB = XZσX Z = 2 1 1− −β

Dimana: BKA = Batas kendali atas BKB = Batas kendali bawah

Z = Bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan (β)

(29)

2.4.3 Pengujian Kecukupan Data

Menurut Sutalaksana (1974,p134), uji kecukupan data dilakukan untuk mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan penelitian. Uji kecukupan data ini digunakan pada proses sampling, apabila variabilitas data yang dianalisis semakin kecil, maka jumlah sampel yang dibutuhkan akan semakin kecil, sedangkan apabila variabilitas pengumpulan data semakin besar, maka jumlah data yang dikumpulkan akan semakin besar pula. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:

N’ =

(

)

2 2 2 ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

xj xj xj n s k

Dimana : N’ = jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan N = jumlah data yang aktual

Dengan kesimpulan:

Apabila N’ ≤ N, maka jumlah data sudah cukup Apabila N’ ≥ N, maka jumlah data belum cukup

Jika diingkan tingkat ketelitian 5% dari tingkat keyakinan 90% maka: 0.05 x 2σx

Dimana x adalah harga rata-rata sebenarnya dari waktu penyelesaian yang

didekati oleh

n xj

(30)

Dengan:

Xj = harga-harga data dalam pengukuran n = banyaknya pengukuran yang dilakukan

x

σ = standar deviasi distribusi harga rata-rata sampel yang diukur

N’ = banyaknya pengukuran yang dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan tersebut.

x σ =

(

)

2 2 2 ' 1 ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

N xj xj n n

Apabila diturunkan, maka didapatkan rumus:

N’ =

(

)

2 2 2 40 ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

xj xj xj n

Nilai k/s yang ada disini adalah hasil penurunan rumus dengan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan dengan penurunan rumus diatas, untuk singkatnya dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 2.1 Tingkat keyakinan dan ketelitian uji kecukupan data Tingkat keyakinan (k) Tingkat ketelitian (s) k/s

90% 10% 16,5

95% 10% 20

95% 5% 40

(31)

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil pengukuran dari data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.

Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen dari waktu penyelesaian sebenarnya yang harus dicari. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.

2.4.4 Perhitungan Waktu Baku

Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang diperoleh telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.

(32)

Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang diperoleh dengan langkah-langkah:

1. Menghitung waktu rata-rata

Wr = N

Xi

Dimana: Xi = data yang termasuk dalam batas kendali 2. Menghitung waktu normal

Wn = Wr x p

Dimana : p = faktor penyesuaian 3. Menghitung waktu normal

Wb = Wn (1+a)

Dimana: a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.

2.4.5 Penyesuaian

Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, agar waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu panjang.

Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979,p138) yaitu: 1. p > 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat

(diatas normal)

(33)

3. p < 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu lambat (dibawah normal)

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian adalah metode Westinghouse (Sutalaksana,1979,p140-146). Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis, keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjan yang bersangkutan.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas, yaitu super skill, excellent skill, good skill, average skill, fair skill dan poor skill. Yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas” latihan dan hal-hal lain yang serupa.

(34)

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang ditujukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Enam kelas dalam usaha adalah Excessive Effort, Excellent Effort, Good Effort, Average Effort, Fair Effort dan Poor Effort.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu Ideal, excellent, good, average, fair dan poor.

Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas, yaitu perfect, excellent, good, average, fair dan poor.

(35)
(36)

2.4.6 Kelonggaran

Kelonggaran (Sutalaksana, 1979,p149-154) adalah waktu yang dibutuhkan pekerja yang terlatih, agar dapat mencapai performance kerja sesungguhnya, jika ia bekerja secara normal. Seorang pekerja tidak mungkin bekerja sepanjang waktu tanpa adanya beberapa interupsi untuk kebutuhan tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal. Persentase kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dilihat pada tabel di lampiran.

Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu: a. kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak yang harus diberikan kepada pekerja karena merupakan tuntutan fisiologis dan psikologis yang wajar.

(37)

b. kelonggaran untuk rasa fatique

Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas maupun kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun.

c. kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan. Adapun beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah:

- menerima petunjuk kepada pengawas - melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

- memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya - mengasah peralatan potong

- mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

2.5 Definisi Penelitian Operasional

Penelitian Operasional (Operations Research / OR) adalah suatu ilmu yang berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mencari suatu keputusan yang paling optimum dari pembatasan sumber daya yang ada. Cara-cara dalam OR untuk memecahkan suatu masalah keputusan yaitu dengan cara perhitungan-perhitungan matematis, oleh karena itu matematika

(38)

dan ilmu matematis sangatlah memegang peranan penting dalam ilmu OR ini. Pemecahan masalah yang dilakukan pada ilmu OR ini yaitu dengan terlebih dahulu mengubah atau menerjemahkan masalah serta pembatasan-pembatasan sumber daya yang ada menjadi suatu model matematika, kemudian model tersebut akan diolah dan dikembangkan dengan menggunakan cara-cara perhitungan yang ada untuk memperoleh suatu keputusan yang paling optimal dan efisien secara teoritis.

Walaupun demikian, pemecahan masalah dalam keadaan yang sebenarnya tidaklah hanya sekedar dilakukan dengan mengembangkan dan memecahkan model matematis saja, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-faktor penting lainnya yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam bentuk matematis. Oleh karena itu, untuk memecahkan suatu masalah diperlukan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung OR, seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu prilaku dalam pengenalan akan pentingnya kontribusi mereka dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang tidak berwujud tersebut.

2.5.1 Tahap-Tahap Studi Riset Operasi.

Tahap-tahap utama yang harus dilalui oleh sebuah kelompok riset operasi untuk melakukan studi riset operasi mencakup: (Taha,1996,p9).

1. Definisi masalah. 2. Pengembangan model

(39)

3. Pemecahan model

4. Pengujian keabsahan model 5. Implementasi hasil akhir

Walaupun sama sekali bukan merupakan standar, urutan ini umumnya dapat diterima. Kecuali untuk tahap pemecahan model, yang umumnya didasari oleh teknik yang telah dikembangkan dengan baik, tahap-tahap ini bergantung pada jenis masalah yang sedang diteliti dan lingkungan operasi di mana masalah itu terdapat.

2.5.1.1 Definisi Masalah

Tahap pertama studi ini berkaitan dengan definisi masalah. Pada tahap ini menunjukkan 3 aspek utama:

1. Deskripsi tentang sasaran dari studi tersebut

2. Identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut

3. Pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut.

2.5.1.2 Pengembangan Model

Tahap kedua dari studi ini berkaitan dengan pengembangan model. Bergantung pada definisi masalah, kelompok riset operasi tersebut harus memutuskan model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang bersangkutan.

(40)

Model seperti ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan dan batasan masalah dalam bentuk variabel keputusan. Jika model yang dihasilkan dalam salah satu model matematis yang umum (misalnya, pemrograman linear), pemecahan yang memudahkan dapat diperoleh dengan menggunakan teknik-teknik matematis. Jika hubungan matematis dalam model tersebut terlalu kompleks untuk memungkinkan pemecahan analitis, sebuah model simulasi kemungkinan lebih sesuai. Beberapa kasus memerlukan penggunaan kombinasi antara model matematis, simulasi dan heuristik. Hal ini tentu saja sebagian besar bergantung pada sifat dan kompleksitas sistem yang sedang diteliti.

2.5.1.3 Pemecahan Model

Tahap ketiga dari studi ini berkaitan dengan pemecahan model. Dalam model-model matematis, hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik optimasi yang didefinisikan dengan baik dan model tersebut dikatakn menghasilkan sebuah pemecahan optimal. Jika simulasi atau model heuristik dipergunakan, konsep optimalitas tidak didefinisikan dengan begitu baik, dan pemecahan dalam kasus ini dipergunakan untuk memperoleh evaluasi terhadap tindakan dalam sistem tersebut.

(41)

Disamping pemecahan optimal dari model tersebut, kita harus juga memperoleh, ketika mungkin, informasi tambahan yang berkaitan dengan perilaku pemecahan tersebut yang disebabkan oleh perubahan dalam parameter sistem tersebut. Hal ini biasanya disebut sebagai analisis sensitivitas. Secara khusus, analisis seperti ini diperlukan ketika parameter dari sebuh sistem tidak dapat diestimasi secara akurat. Dalam kasus ini, adalah penting untuk mempelajari perilaku pemecahan yang optimal di sekitar estimasi ini.

2.5.1.4 Pengujian Keabsahan Model

Tahap keempat menuntuk pemeriksaan terhadap keabsahan model. Sebuah model adalah absah jika, walaupun tidak secara pasti mewakili sistem tersebut, dapat memberikan prediksi yang wajar dari kinerja sistem tersebut. Satu metode yang umum untuk menguji keabsahan sebuah model adalah membandingkan kinerjanya dengan data masa lalu yang tersedia untuk sistem aktual tersebut. Model tersebut akan absah jika dalam kondisi masukan yang serupa, model tersebut dapat menghasilkan ulang kinerja masa lalu dari sistem tersebut. Masalahnya disini adalah bahwa tidak ada jaminan bahwa kinjera masa mendatang akan terus serupa dengan perilaku masa lalu.

(42)

Harus dicatat bahwa metode pengujian keabsahan seperti ini tidak sesuai untuk sistem yang belum ada, karena data tidak tersedia untuk perbandingan. Dalam beberapa kasus, jika sistem semula diinvestigasi oleh sebuah model matematis, adalah layak untuk mengembangkan sebuah model simulasi yang darinya data dapat diperoleh untuk melakukan perbandingan.

2.5.1.5 Implementasi Hasil Akhir

Tahap akhir studi ini berkaitan dengan implementasi hasil model yang telah diuji tersebut. Beban pelaksanaan hasil ini terutama berada di pundak para peneliti operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini terutama berada di pundak para peneliti operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini menjadi petunjuk operasi yang terinci dan disebarkan dalam bentuk yang mudah dipahami kepada para individu yang akan mengatur dan mengoperasikan sistem yang direkomendasikan tersebut.

2.5.2 Pengoptimalan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengoptimalan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan untuk menjadikan paling baik, paling tinggi, paling menguntungkan, dan sebagainya.

(43)

2.5.3 Masalah Pengoptimalan

Menurut Bronson (1997,p1) suatu masalah pengoptimalan menentukan suatu kuantitas maksimal atau minimal yang spesifik yang disebut objektif yang tergantung pada suatu bilangan terhingga atau variabel input. Variabel-variabel tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau berkaitan satu sama lain melalui satu atau beberapa kendala.

2.5.4 Model Optimisasi

Menurut Nash & Sofer (1996,p.3), Optimisasi adalah sarana untuk mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah dengan cara terbaik. Jika digunakan untuk tujuan bisnis, artinya memaksimalkan keuntungan dan efisiensi serta meminimalkan kerugian, biaya atau resiko.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Optimisasi adalah prosedur yang digunakan untuk membuat sistem atau desain yang fungsional atau seefektif mungkin, dengan menggunakan teknik aplikasi matematika.

Menurut National Institue of Standards and Technology (NIST), masalah optimisasi adalah masalah komputasi dimana tujuannya adalah menemukan yang terbaik dari semua solusi yang mungkin.

Secara garis besar, Optimisasi adalah “Tindakan yang memberikan hasil paling baik. Dalam masalah optimisasi terdapat nilai variabel yang berpengaruh pada nilai optimal dari fungsi sehingga dapat dioptimalkan”.

(44)

2.5.5 Pemrograman Linear

2.5.5.1 Sejarah Singkat Pemrograman Linear

Menurut George B. Dantzing yang sering disebut bapak pemrograman linear, di dalam bukunya : “Linear Programming and Extension”, menyebutkan bahwa ide dari pemrograman linear ini berasal dari ahli matematika Rusia bernama L.V. Kantorivich yang pada tahun 1939 menerbitkan sebuah karangan dengan judul “Mathematical Methods In The Organization And Planning Of Production”.

Di dalam karangan tersebut telah dirumuskan persoalan pemrograman linear untuk pertama kalinya. Akan tetapi ide ini rupanya di Rusia tidak bisa berkembang. Ternyata dunia barat memanfaatkan ide ini selanjutnya. Kemudian pada tahun 1947, ahli matematika dari Amerika Serikat yang bernama George D. Dantzing menemukan suatu cara untuk memecahkan persoalan pemrograman linear dengan suatu metode yang disebut metode simpleks.

Setelah itu, sejak tahun lima puluhan, pemrograman linear berkembang dengan pesat sekali. Pada mulanya di bidang militer (untuk penyusunan strategi perang, persoalan bombing pattern) maupun di dalam bidang usaha (persoalan untuk mencapai laba maksimum, biaya minimum dan lain sebagainya).

(45)

Sekarang pengunaan pemrograman linear bukan saja terbatas pada bidang kemiliteran, bidang ekonomi perusahaan yang sifatnya mikro, sebagai alat manajemen, akan tetapi sudah meluas terutama sekali di dalam perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang makro sifatnya, misalnya di dalam penentuan “allocation of investments” ke dalam sektor-sektor perekonomian, “rotation corp policy”, peningkatan penerimaan devisa dan lain sebagainya.

2.5.5.2 Teori Pemrograman Linear

Menurut Nash & Sofer (1996,p6), model pemrograman linear meliputi optimisasi subjek fungsi linear pada variabel. Fungsi linear merupakan fungsi yang mudah sehingga banyak digunakan dalam bidang perekonomian, network, penjadwalan dan aplikasi lainnya.

Menurut Taha (1996,p.16), programa linear adalah sebuah alat deterministik, yang berarti bahwa semua parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam kehidupan nyata, jarang seseorang menghadapi masalah di mana terdapat kepastian yang sesungguhnya. Teknik LP mengkompensasi “kekurangan” ini dengan memberikan analisis pasca-optimum dan analisis parametik yang sistematik untuk memungkinkan pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas pemecahan optimum yang “statis” terhadap perubahan diskrit atau kontinyu dalam berbagai parameter dari model tersebut.

(46)

Pemrograman linear adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan atau objektif (objective function) yang linear menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada yaitu kendala mengenai inputnya. Kendala-kendala ini pun harus dinyatakan dalam ketidaksamaan linear (linear inequalities).

Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan digunakan karakterisitik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan programa linear, yaitu:

a. Variabel keputusan

Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat.

b. Fungsi tujuan

Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan (biaya material/minggu atau biaya tenaga kerja/minggu).

c. Pembatas

Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.

(47)

d. Pembatas tanda

Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam tanda).

Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linear. Programa linear adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal berikut:

1. Memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.

2. Harga/besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi suatu set pembatas. Setiap pembatas harus merupakan persamaan linear atau ketidaksamaan linear.

3. Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.

2.5.5.3 Formulasi Programa Linear

Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari

(48)

beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan kesejahteraan atau minimasi seperti biaya, waktu dan jarak.

Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap, sebagai berikut:

1. tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam simbol matematik.

2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linear (bukan perkalian) dari variabel keputusan.

3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linear dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu. Agar dapat memudahkan pembahasan model ini, digunakan simbol-simbol sebagai berikut:

m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.

n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas tersebut.

i = nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1,2,...,m) j = nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1,2,...,m) cij = koefisien keuntungan per unit

(49)

aij = banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masing-masing

unit aktivitas j (untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...n).

bi = banyaknya sumber i yang tersedia untuk pengalokasian (i = 1,2,...,m)

Z = ukuran keefektifan yang terpilih. Bentuk baku model Linear Programming :

Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1 a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2 . . . am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0 (Subagyo, 1988,p9-12) 2.5.6 Metode Simpleks

Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka penyelesaian masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi tidak praktis atau tidak mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi yang lebih umum menjadi nyata. Metode umum ini dikenal dengan nama algoritma Simpleks yang dirancang untuk menyelesaiakn seluruh masalah LP, baik yang melibatkan dua variabel atau lebih dari dua variabel.

(50)

Metode simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif, yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada daerah fisibel (ruang solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum.

Perhatikan model linear berikut:

Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1 a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2 . . . am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0

Langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut (whitehouse,1996,p.86):

Langkah 1: bentuk permasalahan menajdi bentuk standar Langkah 2: tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel.

Langkah 3: tentukan, apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik. Jika tidak, solusi optimal telah ditemukan. Jika masih ada solusi fisibel yang lebih baik, lanjutkan ke langkah 4.

Langkah 4: identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan yang terbesar untuk fungsi objektif.

(51)

Langkah 5: identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis ketika variabel yang diidentifikasikan pada langkah 4 diperoleh. Langkah 6: lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering

variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan variabel masuk (yang diidentifikasikan pada langkah 5).

Langkah 7: kembali ke langkah 3.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh: Maksimasi Z = 3X1 + 3X2 (laba)

Pembatas : 3X1 + 6X2 ≤ 24 (pekerja)

2X1 + X2 ≤ 10 (bahan mentah)

X1, X2 ≥ 0

Langkah 1: bentuk permasalahn menjadi bentuk standar

Dapat dilihat bahwa pembatas 1 dan 2 tidak dalam bentuk standar karena persamaan tidak dalam bentuk sama dengan (=) melainkan lebih kecil (≤). Tanda ini dapat diubah menjadi tanda sama dengan , tetapi harus dibuat variabel baru yang mewakili pekerja yang tidak terpakai apabila menggunakan tanda lebih kecil dari. Variabel baru itu kita namai S1 (Slack 1); pembatas menjadi:

3X1 + 6X2 + S1 = 24

2X1 + 1X2 + S2 = 10

Bentuk permasalahan menjadi:

(52)

Pembatas: 3X1 + 6X2 + S1 + 0S2 = 24

2X1 + 1X2 + 0S1 + S2 = 10

Langkah 2. Tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel

Digunakan tabel simpleks sebagai alat untuk mempermudah perhitungan. Data-data yang digunakan untuk mengisi tabel ini diambil dari bentuk standar yang ada.

Tabel 2.3 Membentuk tabel inisial

Variabel pada solusi untuk tabel inisial, S1dan S2, diperoleh dari keadan

dimana nilai X1 dan X2 = 0, sehingga pembatas pertama dipakai untuk

mencari nilai S1 dan pembatas kedua dipakai untuk mencari nilai S2. Nilai var

Cj adalah nilai Cj dari variabel solusi, dalam hal ini adalah S1 dan S2. Lima

kolom selanjutnya berisi koefisien dari pembatas dan batasannya. Jika X1 =

X2 = 0 seperti yang telah dilakukan, maka nilai S1 dan S2 adalah 24 dan 10.

Nilai variabel dari solusi dasar yang fisibel akan selalu ditampilkan pada kolom b. Sedangkan variabel yang tidak ditampilkan akan bernilai 0.

(53)

Dengan demikian tabel 2.3 dapat diartikan bahwa jumlah produk yang dihasilkan perusahan (X1 dan X2) adalah 0, maka tenaga kerja yang tidak

terpakai, S1 dan bahan baku yang tidak terpakai S2 adalah 24 dan 10 unit.

Langkah 3. tentukan apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik. Pada bagian ini, baris Zj dan baris terakhir akan diisi. Nilai baris Zj:

Zj (X1) = (var Cj baris 1) (a12) + (var Cj baris 2)(a21)

= 0 (3) + 0 (2) = 0

Dan seterusnya dicari nilai Zj sampai X4. Nilai Zj adalah nilai fungsi tujuan.

Sedangkan baris terakhir dapat dicari dengan mengurangkan nilai pada baris teratas (Cj) dengan Zj.

Cj – Zj (X1) = Cj (Xi) – Zj (X1) = 2 – 0 = 2

Sehingga tabel menjadi:

Tabel 2.4 Lanjutan Perhitungan Zj dan Cj-Zj untuk Tabel Inisial

Nilai pada baris terakhir ini menunjukkan perubahan fungsi tujuan (Zj) yang terjadi apabila nilai variabel pada kolom yang bersangkutan dinaikkan.

(54)

Karena fungsi tujuan adalah maksimasi, maka apabila nilai pada baris terakhir >0, maka masih ada solusi fisibel yang lebih baik jadi tabel tersebut belumlah optimal sehingga langsung pada langkah berikutnya sampai nilai pada baris terakhir semuanya ≤ 0.

Langkah 4. Identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan yang terbesar (entering variable) untuk fungsi objektif.

Cari nilai terbesar pada baris terakhir. Untuk tabel diatas, variabel X2 nilai

terbesar (nilai terbesar untuk kasus maksimasi dan terkecil untuk kasus minimasi) dari Cj-Zj = 3. Nilai ini kita sebut sebagai entering variable (EV).

Nilai EV ditunjukkan oleh panah kecil pada tabel 2.4 Yang merupakan EV adalah X2.

Langkah 5. Identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis Pada langkah ini, akan dihitung nilai dari kolom terakhir dengan cara membagi nilai b dengan nilai aij pada kolom dimana terletak EV. Nilai kolom

terakhir untuk tabel di atas adalah 4 (diperoleh dari 24/6) dan 10 (diperoleh dari 10/1). Leaving variable (LV) ditentukan dengan cara mencari nilai positif terkecil (baik untuk tujuan maksimasi atau minimasi) pada kolom terakhir. Bila ada terdapat dua atau lebih nilai positif terkecil yang sama, maka ambil salah satu saja secara acak sebagai Lvnya. Yang merupakan LV adalah S1.

Selanjutnya dicari perpotongan dari entering kolom dengan leaving baris. Nilai perpotongan tersebut disebut pivot elemen (6) yang akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

(55)

Tabel 2.5 Menentukan entering dan leaving variabel

Sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya, yang penting diingat adalah X2

adalah EV karena memberikan kontribusi terbesar untuk fungsi tujuan, dan kemudian dapat dihitung nilai X2 tanpa melewati pembatas. Pada tabel 2.5

terlihat bahwa jumlah X2 yang dapat dibuat adalah 4 unit dan S1 (jumlah

tenaga kerja yang tidak dibutuhkan) harus dipindahkan dari variabel solusi. Langkah 6.Lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan variabel masuk.

(56)

Perhitungan untuk matriks yang baru dimulai pada baris yang merupakan entering variabel yaitu baris pivot. Nilai pada baris pivot dicari dengan membagi nilai aij pada tabel 2.5 dengan pivot elemen.

Tabel 2.7 Pengembangan dari solusi yang telah diperbaiki

Untuk mengisi baris selanjutnya, dibutuhkan 2 tahap perhitungan. Nilai aij

pada kolom EV yang menjadi 0. Hal ini dilakukan dengan cara mengalikan baris pivot dengan angka yang dapat menyebabkan nilai aij pada kolom EV

menjadi 0. Untuk tabel diatas, baris pivot harus dikali -1. Dapat dilihat bahwa perhitungan-perhitungan pada langkah ini dilakukan dengan cara aljabar linier. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Nilai ini akan dimasukkan pada baris kedua yang masih kosong yang dapat dilihat pada tabel 2.7. Contoh diatas hanya memiliki 2 baris, maka perhitungan kita telah selesai. Apabila pada tabel terdapat lebih dari 2 baris, maka akan terus diadakan perhitungan sampai semua baris terisi.

(57)

Langkah 7. kembali ke langkah 3. Nilai pada baris Zj adalah:

Kolom X1 = 3 (3/6) + 0 (9/6) = 9/6 dst

Setelah itu akan dicari nilai Cj-Zj. Hasil perhitungan akan dilihat pada tabel

2.8.

Tabel 2.8 Menentukan nilai Zj dan Cj-Zj

Nilai Cj-Zj terbesar adalah 3/6 sehingga dapat ditentukan EV yaitu X1.

(58)

Yang merupakan LV adalah S2 dengan elemen pivot 9/6. Pada baris pivot

menunjukkan bahwa 4 unit X1 akan diperkenalkan pada perhitungan

selanjutnya dan peningkatan fungsi tujuan adalah 3/6 untuk satu nilai X1.

Kemudian perhitungan dilanjutkan sehingga memperoleh tabel 2.10 Tabel 2.10 Hasil optimum

Dari tabel 2.10 terlihat bahwa perhitungan telah optimal karena tidak ada nilai Cj-Zj > 0. Solusi dari contoh soal yang terlihat pada kolom b tabel 2.10 adalah

2 unit X2 dan 4 unit X1 serta keuntungan sebesar 14.

2.5.7 Integer Programming

Hasil yang diperoleh dari perhitungan LP terkadang memperoleh nilai yang tidak bulat. Untuk permasalahan tertentu, hal ini tidak dimungkinkan. Contohnya saja, mencari jumlah mesin yang paling optimal untuk suatu pabrik. Banyaknya mesin tidak mungkin berupa pecahan.

(59)

Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari perhitungan LP harus dijadikan bilangan bulat dan lebih besar dari nol (integer) dengan cara menaikkan atau menurunkan bilangan tersebut.

Membuat suatu bilangan menjadi integer dapat dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error). Hasil pecahan yang diperoleh dapat dinaikkan atau diturunkan, tetapi harus memenuhi pembatas dan mencapai tujuan. Cara ini tidak efisien untuk variabel yang banyak, karena akan memakan waktu yang lama.

Cara lain untuk mengintegerkan bilangan adalah dengan teknik branch and bound (B&B). Prinsip-prinsip dari teknik Branch and Bound adalah: a. Mengurangi ruang solusi dengan menghilangkan cabang yang tidak fisibel b. Perlu menambahkan fungsi pembatas. Pembatas ini dipakai hanya sampai

bila sudah diketahui cabang tersebut tidak fisibel lagi, kemudian diganti dengan fungsi pembatas yang baru.

Langkah-langkah algoritma B&B dengan mengasumsikan masalah maksimasi:

1. Ukur/batasi. Pilih Lpi sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti. Pecahkan Lpi dan coba ukur bagian masalah itu dengan menggunakan kondisi yang sesuai.

(60)

2. Percabangan. Pilih salah satu variabel Xj yang nilai optimumnya Xj*

dalam pemecahan Lpi tidak memenuhi batasan integer. Singkirkan bidang [Xj*]<Xj[Xj*]+1 dengan membuat dua bagian masalah LP

yang berkaitan dengan dua batasan yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan ini.

Xj ≤ [Xj*] dan Xj ≥[Xj*]+1

3. Kembali ke langkah 1.

Walaupun metode B&B memiliki kekurangan, dapat dikatakn bahwa sampai sekarang, ini adalah metode yang paling efektif dalam memecahkan program-program integer dengan ukuran praktis. (Taha,1996,p.332).

2.5.8 Analisa Sensitivitas

Hasil perhitungan dari metode simpleks dapat dianalisa dan diinterpretasikan lebih lanjut. Daftar berikut ini meringkaskan informasi yang dapat diperoleh dari tabel simpleks:

1. Status sumber daya

2. Harga dual (nilai unit sumber daya) dan pengurangan biaya.

3. Sensitivitas pemecahan optimum terhadap perubahan dalam ketersediaan sumber daya, laba/biaya marginal (koefisien fungsi tujuan), dan penggunaan sumber daya oleh kegiatan-kegiatan dalam model.

(61)

Semua butir diatas akan dibahas dan diterangkan melalui penggunaan perangkat lunak. Fungsi dari analisa sensitivitas ini adalah memberikan pandangan terhadap bagaimana hasil yang diperoleh pada perhitungan metode simpleks. (Taha,p.95).

2.5.9 Aplikasi LINDO

Aplikasi LINDO adalah salah satu aplikasi optimasi yang digunakan dalam menghitung optimasi suatu formulasi. Software ini gratis bisa didownload dari situsnya: www.lindo.com.

a. Tampilan LINDO

(62)

b. Tabel Formulasi

Di tabel ini tujuan maksimum dan fungsi pembatas model optimasi dibuat. Max berarti tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan maksimum. Variabel disini disimbolkan dengan abjad A, B, C dan seterusnya untuk X1, X2, X3, ..Xn. Untuk fungsi pembatas diawali dengan Subject to yang

kemudian fungsi pembatas tersebut dimodelkan seperti fungsi pembatas yang sudah ada.

(63)

c. Solve

Setelah fungsi tujuan sudah ditentukan, dan smua fungsi pembatas telah lengkap dibuat, maka langkah selanjutnya adalah memproseskannya. Caranya adalah dengan command CTRL+S atau dapat dilihat dari tool bar Solve.

(64)

d. Melakukan analisa sensitivitas

Analisa sensitivitas merupakan lanjutan dari hasil optimasi yang disediakan oleh LINDO. Dengan mengklik Yes, maka LINDO akan melakukan analisa sensitivitas terhadap model formulasi yang dibuat.

(65)

e. Hasil optimasi

Hasil optimasi dilampirkan dalam bentuk Reports Window. Berisi tentang berapa kali iterasi yang dilakukan (diwakili oleh LP Optimum found at step), keuntungan maksimum (diwakili oleh Objective function value), jumlah max unit (diwakili oleh value pada tabel variable) dan kelebihan atau kekurangan pada fungsi pembatas dimana hal tersebut tidak akan mengurangi hasil optimasi yang telah ada.

(66)

2.6 Konsep Penjadwalan 2.6.1 Definisi Penjadwalan

Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting dalam perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan proses, jenis produk, pembelian material dan sebagainya.

Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap perusahaan perlu untuk melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar memperoleh utilisasi maksimum dari sumber daya produksi dan aset lain yang dimiliki.

Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi. Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya operasi. Teori penjadwalan berhubungan terutama dengan model-model matematika yang berhubungan dengan proses penjadwalan (Baker, 2001, p1.3).

Pengembangan dari model-model yang berguna, yang menuju kepada teknik-teknik solusi dan pandangan-pandangan praktikal, telah menjadi interface yang terus-menerus antara teori dan praktek. Perspektif teorikal juga merupakan pendekatan kuantitatif yang besar, satu yang mengusahakan menggambarkan struktur permasalahan dalam bentuk perhitungan matematika.

Gambar

Gambar 2.1   Pola Data Horisontal
Gambar 2.3   Pola Data Siklis
Gambar 2.4   Pola Data Trend
Tabel 2.1 Tingkat keyakinan dan ketelitian uji kecukupan data  Tingkat keyakinan (k) Tingkat ketelitian (s) k/s
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1. Kepada guru lebih memperhatikan siswa, tidak hanya dalam proses belajar mengajar saja. Siswa hendaknya dikontrol dan mendapatkan bimbingan secara langsung dari guru dan

Keterampilan Menyusun RPP sesuai dengan kaidah-kaidah BK Pengamatan Tes tertulis Penugasan Lembar pengamatan Pilihan ganda Rubrik penilaian  Modul  Bahan Tayang 

Dengan perkembangan teknologi yang makin canggih inilah yang membuat para wanita juga semakin pintar untuk melakukan belanja secara online ( e-commerce ). Amiroh

Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan sebelumnya hubungan antara variabel independen dengan variabel independen maka peneliti mengasumsikan bahwa

Audit Sistem Informasi (Information System Audits) Proses ini mengumpulkan dan mengevaluasi bukti untuk menentukan apakah sistem informasi dan sumber daya yang berhubungan

Mencari ceruk pemilih baru yang belum dilirik oleh partai atau kandidat lain (Mis. Perempuan, anak muda dsb) Konsumen mencoba produk Banyaknya pemilih yang wait.

tentang Ayat-ayat Sifat, (Analisis ) vol.. peneliti berhipotesis bahwa Wahbah az-Zuhaili dan Muhammad Ali al-Sabuni menggunakan teori munasabah Alquran dalam salah satu

Dalam penyuluhan ini, solusi yang ditawarkan adalah memberi penyuluhan dengan strategi kronologis. Strategi ini dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan secara