• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK MHEKSAN-ETANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Cinthya Anggarini

NIM : 128114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK MHEKSAN-ETANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Cinthya Anggarini

NIM : 128114137

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii

cINTHYA

(4)

iii

Cinthya

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur tangan Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu bersabarlah seyakin mungkin.

I CAN DO EVERYTHING THROUGH HIM GIVES ME STRENGTH.”

Precious Lord, take my hand

Lead me on, let me stand

I am tired, I am weak and I am worn

Through the storm, through the night

Lead me on to the light

(

Precious Lord, Take My Hand – Lyrics by Thomas A. Dorsey)

Kupersembahkan tulisan ini untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sumber kekuatan, pengharapan dan penuntun jalanku, Papa, Mama, Kak Edine, Iwang yang selalu mendukungku, Almamater Universitas Sanata Dharma.

(6)

v

CINTHYA

(7)

vi

SEMOGA

(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK MHEKSAN-ETANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucakan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini yang telah memberikan waktunya untuk membimbing penulis dengan sabar, memberikan dukungan, memberi perhatian, serta masukan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

(9)

viii

3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan motivasi yang begitu berharga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Dr. Erna Tri Wulandari., M.Si., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah menuntun penulis dengan masukan dan semangat yang diberikan, serta setia dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi.

6. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, Bapak Kayat, Bapak Agung, Bapak Wagiran, Bapak Kunto, dan Bapak Parlan selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

7. Keluargaku Papa Deddy Ferdinand, Mama Vinsensia Sudiyati, Kak Edine, Iwang, atas segala cinta, doa, nasihat, dukungan, dan bantuan yang selalu mengiringiku.

8. Evan Michael Atmaja sebagai teman, sahabat, dan kekasih yang selalu memberi motivasi, mendampingi, mengajariku, dan membantu dalam banyak hal.

9. Rekan-rekan Tim Macaranga tanarius L : Novita, Cyndi, Ria, Ayu, Penina, Maria, Rahayu, dan Sona, atas kerjasama dan bantuannya.

(10)

ix

10. Sahabat kecilku Laurensia Maria Nindia Bernita dan Devita Widyana Putri, atas motivasi, dukungan dan selalu mendengarkan keluh kesahku selama proses pengerjaan skripsi.

11. Seluruh dosen dan teman-teman FKK B 2012, FSM D 2012, dan seluruh teman-teman seangkatan 2012 atas kebersamaan selama masa studi.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu oleh penulis yang telah membantu, baik dalam doa, motivasi, saran, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang farmasi maupun masyarakat.

Yogyakarta, 7 Januari 2016

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii ABSTRACT ... xix BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang ... 1 1. Rumusan masalah ... 6 2. Keaslian penelitian ... 6 3. Manfaat penelitian ... 7 a. Manfaat teoritis ... 7 b. Manfaat praktis ... 8 B. Tujuan Penelitian ... 8

(12)

xi

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 9

A. Hati ... 9 1. Anatami hati ... 9 2. Fisiologi hati ... 13 3. Kerusakan hati ... 14 4. Perlemakan hati ... 15 B. Hepatotoksin ... 16 C. Karbon tetraklorida ... 17 D. Albumin ... 18 E. Macaranga tanarius L. ... 19 1. Morfologi ... 19 2. Taksonomi ... 20 3. Sinonim ... 20 4. Nama daerah ... 20 5. Kandungan kimia ... 20

6. Khasiat dan kegunaan ... 22

7. Penyebaran dan budidaya ... 23

F. Fraksinasi... 24

G. Antioksidan ... 25

H. Landasan teori ... 25

(13)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel utama... 28 2. Variabel pengacau ... 28 3. Definisi operasional ... 29 C. Bahan Penelitian ... 30 1. Bahan utama ... 30 2. Bahan kimia ... 30 D. Alat Penelitian ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi tanaman M. Tanarius ... 31

2. Pengumpulan bahan ... 31

3. Pembuatan serbuk ... 32

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun M. Tanarius ... 32

5. Pembuatan FHEMM ... 33

6. Pembuatan larutan sediaan FHEMM ... 34

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut FHEMM ... 34

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) ... 35

9. Uji Pendahuluan ... 35

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 35

(14)

xiii

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Penyiapan Bahan ... 38

1. Hasil determinasi tanaman ... 38

2. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius L. ... 39

3. Pembuatan FHEMM daun M. tanarius L. ... 39

B. Hasil Penimbangan Bobot FHEMM daun M. tanarius L. ... 41

C. Uji Pendahuluan ... 43

1. Penetapan dosis hepatotoksin ... 43

2. Penetapan lama pemejanan FHEMM daun M. tanarius L. ... 44

3. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 44

D. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Jangka Panjang FHEMM Terhadap Kadar Albumin Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 50

1. Kontrol Negatif (CMC-Na 1%) ... 54

2. Kontrol Hepatotoksin ... 55

3. Kontrol FHEMM Dosis III ... 56

4. Kelompok perlakuan jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 57

(15)

xiv

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 73

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Albumin

BCG ... 31 Tabel II. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT darah

tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24

dan 48 jam ... 44 Tabel III. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24

dan 48 ... 47 Tabel IV. Nilai purata ± SE aktivitas serum AST darah

tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 47 Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24

dan 48 ... 50 Tabel VI. Purata kadar albumin ± SE pemberian FHEMM

secara jangka panjang terhadap tikus terinduksi

karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 52 Tabel VII. Hasil uji Mann-Whitney kadar albumin tikus

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Hati ... 10

Gambar 2. Anatomi Mikroskopik Hati ... 11

Gambar 3. Struktur Jaringan Hati ... 12

Gambar 4. Struktur Karbon tetraklorida (CCl4) ... 17

Gambar 5. Daun Macaranga tanarius L. ... 19

Gambar 6. Senyawa ellagitannins dari ekstrak etanol daun M. tanarius : mallotinic acid (1), corilagin (2), macatannin A (3), chebulagic acid (4), and macatannin B (5) ... 21

Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum ALT darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 45

Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum AST darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 48

Gambar 9. Diagram batang rata-rata pengaruh dosis pemberian FHEMM jangka panjang terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari kadar albumin ... 53

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun M. tanarius L. ... 74

Lampiran 2. Foto serbuk daun M. tanarius L. ... 74

Lampiran 3. Foto fraksi kental heksan etanol daun M. Tanarius ... 75

Lampiran 4. Foto larutan FHEMM ... 75

Lampiran 5. Hasil uji determinasi M. tanarius L. ... 76

Lampiran 6. Surat Ethical Clearance ... 77

Lampiran 7. Surat IBM SPSS Statistics 22 Lisensi UGM ... 78

Lampiran 8. Analisis statistik data aktivitas ALT uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 79

Lampiran 9. Analisis statistik data aktivitas AST uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 83

Lampiran 10. Analisis statistik data kadar albumin kelompok Perlakuan ... 86

Lampiran 11. Perhitungan penetapan peringkat dosis FHEMM pada kelompok perlakuan ... 98

Lampiran 12. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 100

Lampiran 13. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius L. ... 101

(19)

xviii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat peningkatan kadar albumin serta untuk mengetahui adanya kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM pada penggunaan jangka panjang dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 130-180 g. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC-Na 1% (137,14 mg/kgBB p.o). Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol fraksi) diberi FHEMM Macaranga tanarius L. dosis 137,14 mg/kgBB tanpa pemberian karbon tetraklorida. Kelompok IV,V, dan VI (perlakuan) berturut-turut diberikan FHEMM M. tanarius L. dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut dan pada hari ketujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB secara i.p. Darah diambil setelah 24 jam dari sinus orbitalis mata untuk diukur kadar albumin serum. Data kadar albumin dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi datanya kemudian dilanjutkan analisis dengan Kruskal-Wallis lalu uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kadar albumin serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jangka panjang FHEMM mempengaruhi kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan tidak adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Kata kunci : Macaranga tanarius, hepatoprotektif, karbon tetraklorida, albumin, jangka panjang

(20)

xix ABSTRACT

This study investigated the long-term influences of the hexane-ethanol fraction methanol-water extracts of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM) againts carbon tetrachloride induced hepatotoxicity in rats. The albumin level in serum were measured for the evaluation of hepar function. This study also determined the relationship between the dose administration of FHEMM on the use of long-term with increased level of albumin serum in rat induced by carbon tetrachloride.

This research was done with purely experimental with a completely randomized design pattern undirectional. This research used 30 female Wistar rats, 2-3 months old, and weighing 130-180 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I (negative control) were treated with CMC-Na 1% (137.14 mg/kgBW p.o). The second group (hepatotoxin control) were additionally treated with carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitoneally. The third group (fraction control) received the FHEMM (137.14 mg/kgBW p.o) without carbon tetrachloride. The fourth until sixth group (treatment) were given FHEMM dose 34.28; 68.57; and 137.14 mg/kgBW orally once a day for six days successively and then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW by i.p. Twenty-four hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured albumin serum. Data of albumin level which obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look at data distribution and continued analyze used Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test was used to determine the differences in albumin serum level of each group.

The result showed that extended of FHEMM influences albumin serum level in rats which induced carbon tetrachloride and there wasn’t relationship between the three doses of FHEMM dose with increased levels of albumin in rats induced by carbon tetrachloride.

Keywords : Macaranga tanarius, hepatoprotective, carbon tetrachloride, albumin, long-term.

(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira, 2007). Hati dianggap sebagai organ metabolisme utama yang memiliki berbagai fungsi, yaitu proses metabolisme karbohidrat, protein, lemak, pengaturan koagulasi dan detoksifikasi dari substansi toksik (The Association of Physicians of India, 2012). Hati dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh infeksi virus, obat-obat yang merusak hati, maupun induksi senyawa kimia (Chandrasoma and Taylor, 1995). Adanya hepatotoksik akan menyebabkan kerusakan hati berupa penurunan kadar albumin. Albumin merupakan protein penting yang berfungsi untuk proses metabolisme dalam tubuh. Adapun fungsi dari uji albumin, yaitu untuk mengukur kemampuan hati dalam sintesis protein (Singh, Bhat, and Sharma, 2011). Pemeriksaan fungsi hati memiliki beberapa parameter yang harus diperhatikan, antara lain aktivitas Alanin Aminotransferase (ALT) yang akan meningkat 2-3 kali nilai normal, Aspartate Aminotransferase (AST) yang akan meningkat 3-4 kali nilai normal, kadar bilirubin meningkat, Gamma-Glutamyl Transferase (GGT) meningkat, Alkaline Phosphatase (ALP) meningkat, dan penurunan kadar albumin (Thapa dan Wilia, 2007). Oleh karena itu uji kadar albumin dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui kerusakan yang terjadi di hati.

(22)

Salah satu contoh kerusakan hati yang saat ini cukup serius di kalangan masyarakat yaitu perlemakan hati (steatosis). Steatosis merupakan hasil penumpukan lemak dalam bentuk droplet di dalam sitoplasma sel hepatosit (Brunt, 2001). Salah satu penyakit hati steatosis adalah Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang terjadi pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol. NAFLD adalah adanya perlemakan hati secara makrovesikular akibat kurang mengkonsumsi 20 g alkohol perhari. Hal ini merupakan penyakit yang paling umum terjadi di Amerika Serikat (Clark and Brancati, 2002) dan memiliki spektrum luas dari berbagai macam penyakit hati dari NAFLD yang berujung Non-Alcoholic Steato Hepatitis (NASH), dan pada akhirnya menyebabkan sirosis dengan hipertensi portal (Marchesini and Bugianesi, 2003). Sebagian besar NAFLD disebabkan atau berhubungan erat dengan satu atau beberapa komponen sindroma metabolik (SM), yaitu resistensi insulin, intoleransi glukosa atau diabetes melitus, dan hipertensi (Dowman, Tomlinson, and Newsome, 2011).

Pada masa kini prevalensi NAFLD di seluruh dunia mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi NAFLD di negara bagian barat sekitar 20-40%. Pada penderita obesitas di negara maju, didapatkan 60% mengalami perlemakan hati sederhana, 20-25% mengalami NASH, dan 2-3% mengalami sirosis. Pada penderita diabetes melitus tipe 2, terdapat 70% pasien mengalami NAFLD dan 50-60% mengalami NAFLD pada pasien dislipidemia (Sofia, Nurdjanah, and Ratnasari, 2009). Di beberapa negara Asia seperti Jepang, menyebutkan prevalensi NAFLD pada populasi umum 9-14% yang mengalami peningkatan pada dua dekade terakhir. Prevalensi di India

(23)

sekitar 5%-28%, dimana obesitas sentral dan diabetes merupakan faktor predisposisi yang paling sering terjadi (Amarapurkar, Hashimoto, Lesmana, Sollano, Chen, and Goh, 2007). Prevalensi NAFLD di China sekitar 15% (Fan and Farrell, 2009). Di Indonesia, prevalensi NAFLD diperkirakan sekitar 30% berdasarkan studi di lingkungan urban (Sumantri, 2013). Di RSUP dr. Kariadi Semarang dengan pemeriksaan USG hati pada tahun 2005-2009 didapatkan peningkatan kasus perlemakan hati dari tahun ke tahun, masing-masing pertahun adalah 4; 4,5; 5; 6, dan 7% (Sasdesi and Purnomo, 2010).

Hepatotoksin merupakan senyawa yang dalam penggunaan jangka panjang atau pada dosis berlebih dapat menimbulkan gangguan hati (Zimmerman, 1978). Salah satu contoh senyawa model hepatotoksin yaitu karbon tertraklorida. Pemberian dosis rendah karbon tetraklorida dapat menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450. Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil, radikal ini dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksidasi yang sangat reaktif (Timbrell, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ahmed, Alam, Varshney, and Khan, 2002) melaporkan bahwa pemejanan karbon tetraklorida menyebabkan meningkatnya purata aktivitas ALT serum serta terjadi penurunan purata kadar albumin serum sebesar 25,87% dari kontrol. Spektrum efek toksik karbon tetraklorida pada hati inilah sehingga karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model hepatotoksin pada penelitian ini.

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor). Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi

(24)

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang mampu menghambat senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, akibatnya kerusakan sel akan dihambat. Cara yang mudah untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas yaitu dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung antioksidan (Winarsi, 2007).

Berbagai tanaman dapat dikatakan sebagai pengobatan alternatif untuk mengobati berbagai macam penyakit kronis, seperti gangguan ginjal, gangguan hepar dan bahkan kanker. Salah satunya adalah Macaranga tanarius L. atau yang disebut dengan daun senu yang tersebar di seluruh daerah tropis di dunia seperti Filipina, Laos, Thailand, serta Indonesia (World Agroforestry Centre, 2002). Menurut penelitian Lim, Lim, dan Yule (2009) dibuktikan bahwa daun M. tanarius L. memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai antipiretik, antitusif, agen emetik, dan antiinflamasi. Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, dan Otsuka (2006), tanaman M. tanarius memiliki aktivitas antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Ditemukan juga kandungan glikosida yaitu macarangaioside A-C dan mallophenol B dari ekstrak metanol-air yang menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH.

Penelitian ekstrak metanol-air-air daun M. tanarius telah dilakukan oleh Windrawati (2013) dengan penginduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka panjang dan jangka pendek oleh Tiala (2013) pada waktu yang bersamaan. Dari

(25)

penelitian tersebut terbukti bahwa tanaman ekstrak metanol-air baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan penginduksi karbon tetraklorida memiliki efek hepatoprotektif. Kumazawa, Murase, Momose and Fukumoto (2014) telah melakukan penelitian pada daun M. tanarius dan didapatkan bahwa ekstrak metanol-air M. tanarius L. memiliki senyawa prenylflavonoids yang berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu, telah dibuktikan dari penelitian Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010), bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius L. memiliki senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatanin A, chebulogic acid¸dan macatanin B. Senyawa tanin adalah senyawa fenolik yang terdapat pula pada M. tanarius L. juga berpotensi sebagai antioksidan.

Pemilihan heksan dan etanol sebagai pelarut fraksi karena memiliki lipofilisitas yang sama dengan kandungan senyawa tanin yang terdapat pada daun M.tanarius. Berdasarkan perhitungan lipofilisitas heksan-etanol menggunakan aplikasi Marvin Sketch didapatkan lipofilisitas sebesar 2,97 dan campuran senyawa tanin yang memiliki lipofilisitas mendekati heksan-etanol yaitu macatanin B (2,94), macatanin A (2,76), dan chebulogic acid (2,64). Sehingga pada penelitian ini heksan-etanol digunakan sebagai pelarut fraksi M. tanarius untuk mendapatkan antioksidan.

Lama pemejanan jangka panjang selama enam hari FHEMM mengacu pada penelitian Windrawati (2013) mengenai ekstrak metanol:air (50:50) daun M. tanarius L yang dilakukan selama enam hari berturut-turut mampu memberikan efek hepatoprotektif.

(26)

Oleh karena itu, penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai pemberian FHEMM dengan penginduksi karbon tetraklorida jangka panjang.

1. Perumusan masalah

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemberian FHEMM dalam penggunaan jangka panjang dapat memberikan pengaruh terhadap kadar albumin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM dengan kenaikan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Phomart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan bahwa flavonoid dari ekstrak n-heksan dan kloroform daun M. tanarius mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH. Macarangaoside A-C yang diisolasi dari ekstrak metanol-air M. tanarius menunjukkan aktivitas yang poten terhadap DPPH (Matsunami, et al., 2006). Pada penelitian in vivo menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai aktivitas hepatoprotektif pada tikus terinduksi parasetamol (Adrianto, 2011).

Penelitian ekstrak metanol-air daun M. tanarius telah dilakukan oleh Windrawati (2013) dengan penginduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka

(27)

panjang dan jangka pendek oleh Tiala (2013) pada waktu yang bersamaan. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa tanaman ekstrak metanol-air baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan penginduksi karbon tetraklorida memiliki efek hepatoprotektif. Penelitian yang dilakukan oleh Todingbua (2014) mengenai efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. pada mencit betina terinduksi karagenin membuktikan bahwa ekstrak daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi topikal dengan konsentrasi optimum yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal sebesar 3,75%.

Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dengan pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM terhadap kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, khususnya ilmu kefarmasian mengenai pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. yang memiliki efek terhadap kenaikan kadar albumin.

(28)

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat daun M. tanarius L. yang dapat menaikkan kadar albumin, terlebih albumin mampu membentuk jaringan baru pasca operasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh FHEMM terhadap kenaikan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM terhadap kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui adanya kekerabatan dosis pemberian FHEMM dengan kenaikan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(29)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Hati

1. Anatomi hati

Hati merupakan kelenjar terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 1.500 g atau 2,5% dari total berat tubuh manusia dewasa. Organ ini terletak di kuadran kanan atas rongga abdomen, di bawah diafragma (Kahle, Leonhardt, and Platzer, 1995). Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat yang masuk dalam tubuh (Gerard and Bryan, 2009). Dalam keadaan segar hati berwarna merah tua atau merah cokelat, warna ini disebabkan karena adanya darah yang sangat banyak (Guyton and Hall, 2006).

Hati bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diphragma. Sebagian besar hati terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hati dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hati terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006).

Hati memiliki dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Berdasarkan ukurannya, lobus kanan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri (Gambar 1). Kedua lobus tersebut dipisahkan oleh ligamentum fasciformis (Misih and Bloomston, 2010).

(30)

Gambar 1. Anatomi hati (Misih and Bloomston, 2010).

Seluruh permukaan hati dilapisi oleh kapsul Glisson, jaringan ikat padat irreguler yang melekat longgar pada seluruh permukaan hati, kecuali pada area porta hepatika (Gartner and Hiatt, 2001). Porta hepatika yang terletak pada permukaan interior hati merupakan saluran tempat masuknya pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi, disamping tempat keluar duktus hepatikus dekstra dan sinistra yang menyalurkan empedu ke kandung empedu (Sherwood, 2004).

Secara makroskopik, struktur hati menggambarkan suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari beberapa sel dan pembuluh darah (Gambar 2). Secara fisiologis, jaringan hati terbagi menjadi unit-unit fungsional berbentuk segitiga yang dikenal sebagai asimus hati. Sebuah asimus hati tersusun atas 3 traktus portalis, masing-masing terletak di sudut “segitiga” asimus, dan sebuah vena sentralis di pusatnya (Gartner and Hiatt, 2001). Hepatosit di area dekat vena hepatika terminalis terletak paling jauh dari suplai darah, dan karenanya berada di apeks distal dari asimus hati, sedangkan basis asimus dibentuk oleh venula septal

(31)

yang berasal dari traktus portalis yang mempenetrasi jaringan hati. Di dalam asimus, parenkim dibagi menjadi 3 zona (Gambar 2), dengan zona 1 terletak paling dekat dengan suplai vaskuler dari traktus portalis, zona 3 di sekeliling vena hepatika, dan zona 2 berada di antaranya. Zona ini terbagi secara metabolik, karena adanya gradien aktivitas lobuler untuk enzim-enzim hati. Selain itu, berbagai bentuk kerusakan hati juga memiliki distribusi berdasarkan zona

(Crawford, 2005).

Gambar 2. Anatomi mikroskopik hati

(Crawford, 2005).

Pembuluh darah yang berperan dalam menyuplai darah untuk hati yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika membawa darah yang kaya akan oksigen (kejenuhan oksigen 95-100%) dengan kecepatan aliran ±500 mL/menit. Vena porta membawa darah yang mengandung oksigen (kejenuhan oksigen 70%), lebih banyak nutrient dan sisa bakteri atau zat toksin dari saluran cerna (lambung,

(32)

usus, pankreas, dan limpa) dengan kecepatan aliran darah ±1000 mL/menit (Tso and McGill, 2003).

Gambar 3. Struktur jaringan hati (Encyclopedia Britannica, Inc. 2003)

Jaringan hati terdiri dari massa sel batang melalui saluran empedu dan pembuluh darah. Kelompok kedua sel yang disebut sel Kupffer (Gambar 3) merupakan garis saluran kecil sistem vaskular partikel asing. Parenkim hati tersusun atas lempeng-lempeng hepatosit yang saling beranastomosis (Encyclopedia Britanica, Inc, 2003).

Hepatosit yang berbatasan langsung dengan traktus portalis disebut sebagai lempeng pembatas, yang membentuk batas inkotinu di sekeliling mesenkim traktus portalis. Hepatosit tersusun radial di sekeliling vena hepatika terminalis. Di antara jalinan hepatosit, terdapat sinusoid vaskuler. Darah melewati sinusoid kemudian menuju vena hepatika terminalis. Setiap hepatosit berada di antara sinusoid dengan pendarahan yang berasal dari vena porta hepatika dan arteri hepatika (Gatner and Hiatt, 2001). Sistem pendarahan ganda ini menjadikan

(33)

hepatosit salah satu sel yang paling kaya perfusi sekaligus tahan terhadap iskemia (McPhee and Ganong, 2006).

Sinusoid dilapisi oleh sel-sel endotelial yang berpori dan inkontinu, yang membatasi celah ekstrasinuoidal, celah Disse. Ke dalam celah Disse, mikrovilli hepatosit berprotusi. Tersebar dan menempel di permukaan luminal sel-sel endotelial adalah sistem fagosit monosit yang dikenal sebagai sel-sel Kupffer. Di celah Disse banyak terdapat sel-sel stelata perisinusoidal yang berperan dalam penyimpanan dan metabolisme vitamin A. Jika terjadi proses inflamasi pada parenkim hati, sel-sel stelata ini berubah menjadi myofibroblast yang

memproduksi kolagen (Gartner and Hiatt, 2001).

2. Fisiologi hati

Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengeksresikan empedu; saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price and Wilson, 2005).

Menurut Guyton and Hall (2008), hati memiliki beberapa fungsi yaitu: a. Metabolisme karbohidrat, fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah

menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.

b. Metabolisme lemak, yaitu mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk sebaian besa kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

(34)

c. Metabolisme protein, fungsi hati yaitu deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

d. Lain-lain, fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau mengekresikan obat-obatan, hormon dan zat lainnya.

Fungsi detoksifikasi hati dalam tubuh dilakukan oleh enzim hati dengan cara oksidasi, hidrolisis, reduksi atau konjugasi senyawa-senyawa berbahaya bagi tubuh yang selanjutnya diubah menjadi bentuk tidak aktifnya (DiPiro, Robert, Gary, Gary, Barbara, and Michael, 2008). Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat dihentikan aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma and Taylor, 1995).

3. Kerusakan hati

Kerusakan hati disebabkan karena adanya kerusakan yang parah pada sel-sel hepatosit atau kerusakan berulang sel parenkim. Hati memiliki kapasitas cadangan sehingga manifestasi klinis dari kerusakan hati baru muncul ketika telah terjadi kerusakan hati mencapai 80-90%. Kerusakan hati dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kerusakan hati akut, kerusakan hati kronis dan disfungsi hati tanpa nekrosis yang tampak (Crawford and Liu, 2010).

(35)

Berdasarkan manifestasi klinik dan pola spesifik pada histopatologi kerusakan hati, dibagi menjadi:

a. Perlemakan hati (Steatosis), kerusakan sel hati yang ditandai dengan penumpukan lemak pada sel hati. Obat-obat yang dapat menyebabkan terjadinya steatonecrosis dengan cara mempengaruhi proses oksidasi asam lemak di mitokondria.

b. Phospholipidosis, merupakan akumulasi dari fosfolipid sebagai pengganti asam lemak. Fosfolipid dapat menelan badan lisosom pada sel hati.

c. Nekrosis sentrolobuler, sering terjadi pada induksi obat hepatotoksik yang bergantung pada dosis. Nekrosis sentrolobuler biasanya terjadi karena produksi metabolit beracun dari suatu senyawa. Kerusakan yang terjadi menyebar ke luar mulai dari tengah lobus.

d. Nekrosis hepatoseluler tergeneralisasi, hampir mirip dengan terjadinya perubahan karena adanya infeksi hati oleh virus. Waktu terjadinya satu minggu setelah terinduksi zat beracun (DiPiro et al., 2008) .

e. Kolestasis, didefinisikan sebagai disorder sekresi empedu dan kolepoiesis yang menyebabkan kemacetan saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Kolestasis dapat menimbulkan penyakit kuning. Kolestasis ditandai dengan meningkatnya asam empedu, enzim spesifik, dan kolesterol dalam serum (Kuntz and Kuntz, 2008).

4. Perlemakan hati

Perlemakan hati dapat ditandai dengan adanya timbunan lemak melebihi 5% dari berat atau mengenai lebih dari separuh jaringan di sel hati. Perlemakan

(36)

hati terjadi karena adanya akumulasi lipid terutama dalam bentuk trigliserida pada hepatosit yang merupakan akibat kelebihan suplai asam lemak dari jaringan adiposa. Perlemakan hati ditandai dengan meningkatnya enzim-enzim biokimia dalam darah seperti AST dan ALT. Gangguan ini dapat terjadi akibat dari gangguan sintesis protein, penurunan sintesis fosfolipid, dan gangguan pada transfer VLDL melalui membran sel (Hodgson, 2009).

Penumpukan lemak pada hati dapat menimbulkan beberapa hal yang tidak diinginkan diantaranya peningkatan apoptosis, pengingkatan regulasi TNF-ɑ yang merupakan faktor pro-inflammatory dan pro-steatotic, disfungsi mitokondria yang dapat meningkatkan reactive oxygen species (ROS) dan menginduksi peroksidasi lipid pada membran sel (Tolman and Dalpiaz, 2007).

B. Hepatotoksin

Hepatotoksin adalah senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan pada sel-sel hati. Senyawa atau obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Hepatotoksin teramalkan (Tipe A), yaitu senyawa yang memiliki efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Contohnya tetrasiklin, asetaminofen, karbon tetraklorida dan alkohol b. Hepatotoksin tak teramalkan (Tipe B), yaitu senyawa yang memiliki efek hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Beberapa bergantung pada dosis pemberian, dan frekuensi kejadiannya sangat jarang. Contoh agen hepatotoksik tak teramalkan adalah fenitoin, isoniazid dan sulfonamid (Friedman and Keeffe, 2012).

(37)

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan senyawa berupa cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, memiliki bau khas, memiliki bobot molekul 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Struktur kimia ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur karbon tetraklorida (CCl4)

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Karbon tetraklorida merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, and Manalu, 2007). Dalam endoplasmik retikulum hati, karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) yang menjadi radikal bebas triklorometil, selanjutnya triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostatis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Shanmugasundaram and Venkataraman, 2006).

Jenis kerusakan hati yang timbul akibat pemberian karbon tetraklorida yang sering terjadi adalah perlemakan atau steatosis. Steatosis terjadi karena lipid yang terbentuk akan menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein sehingga transport lipid terganggu dan akan menyebabkan akumulasi jumlah lipid di hati (Timbrell, 2009).

(38)

D. Albumin

Albumin merupakan protein yang paling banyak ditemukan di dalam darah manusia. Albumin berfungsi sebagai sumber asam amino pada kasus malnutrisi dan berguna untuk transport protein seperti bilirubin, urobilin, asam lemak, hormon dan substansi asing, seperti penisilin, sulfonamid dan merkuri. Albumin diproduksi oleh hati dan mewakili 50% dari produksi protein hepatik (Atara and Lanza, 2002).

Sintesis albumin terutama di hati yitu ebanyak 12-25 g/hari pada manusia dewasa normal dan merupakan 25% dari total protein hati setiap hari. Katabolisme albumin terjadi di sel hati, dimana sebanyak ± 15% albumin yang sudah tua usianya akan diurai kembali menjadi berbagai komponen asam amino yang dibutuhkan tubuh. Distribusi albumin terjadi di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah (cairan intertitial). Pada penderita sirosis hati akan dijumpai rendahnya produksi albumin (Kakizaki, Sohara, Yamazaki, Horiguchi, Kanda, and Kenji, 2008).

Penilaian kerusakan fungsi hati dapat dilakukan dengan pemeriksaan antara lain kadar enzim AST-ALT, kadar albumin, bilirubin dalam sampel darah, dan faktor pembekuan (Lee, 2012). Albumin memainkan peranan penting dalam kesehatan dan penyakit. Albumin merupakan penyumbang utama untuk tekanan onkotik koloid (COP), mengikat endogen dan eksogen molekul, menengahi koagulasi, dan membantu untuk mempertahankan permeabilitas mikrovaskuler normal (Falcao and Japiassu, 2011).

(39)

Nilai normal albumin pada manusia dewasa sekitar 3,8-5,1 g/dL atau 52-68% protein total, untuk anak-anak 4,0-5,8 g/dL, lalu untuk bayi 4,4-5,4 g/dL, dan untuk bayi baru lahir berkisar 2,9-5,4 g/dL (Sutedjo, 2006). Sedangkan serum albumin normal pada tikus yaitu 3,0-3,5 mg/dL (Triznarizki, 2007). Penurunan albumin dapat dilihat bersamaan dengan pemeriksaan lain yaitu kenaikan ALT. Seiring dengan kenaikan ALT pada kondisi hati yang tidak normal, albumin juga mengalami penurunan (Sivakrishnan and Kottaimuthu, 2014).

E. Macaranga tanarius L. 1. Morfologi

M. tanarius L.merupakan pohon kecil dengan dahan agak besar (Gambar 5). Daun berseling agak membundar seperti jantung, tipis, dengan stipula besar yang luruh, ujung daun bergerigi halus, dengan pangkal bulat. Perbungaan bermulai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya (Heim, 2015). Ukuran daun berkisar 8-32 x 5-28 cm. Panjang tangkai daun 6-27 cm (World Agroforesty Centre, 2002).

(40)

2. Taksonomi

Kerajaan : Plantae

Subkerajaan : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub-divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae

Marga : Macaranga

Jenis : Macaranga tanarius (L) Müll. Arg.

(World Agroforesty Centre, 2015) 3. Sinonim

Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (Starr, Star, and Loope, 2003).

4. Nama daerah

Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Proseanet, 2012). 5. Kandungan kimia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kumazawa, Murase, Momose, dan Fukumoto (2014) melaporkan bahwa ekstrak metanol air M. tanarius L. memiliki senyawa prenylflavonoids yang berfungsi sebagai antioksidan

(41)

Berdasarkan penelitian Matsunami, et al., (2006) melaporkan bahwa dalam daun M. tanarius mengandung macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C, macarangiosida D dan mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin. Pada tahun 2009, Matsunami, et al., menemukan tiga kandungan glukosida baru yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6”-O-galloyl]-β-D-glukopiranoside, macarangioside E dan macarangioside F.Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) yang melaporkan bahwa ekstrak etanol daun M. tanarius L. memiliki senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulogic acid, dan macatannin B (Gambar. 6).

Gambar 6. Senyawa ellagitannins dari ekstrak etanol daun M. tanarius :

mallotinic acid (1), corilagin (2), macatannin A (3), chebulagic acid (4), and macatannin B (5) (Gunawan-Puteri dan Kawabata, 2010).

(42)

6. Khasiat dan kegunaan

Macaranga merupakan genus besar yang diklasifikasikan lebih dari 30 spesies. Secara tradisional, bioaktivitas dari berbagai macam spesies Macaranga dapat dijadikan sebagai pengobatan tradisional di wilayah tropis. Pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand, dekok dari akar M. tanarius dimanfaatkan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai antiemetik, dan daun segarnya dimanfaatkan sebagai antiinflamasi (Chulabhorn, Prawat, Prachyawarakorn, and Ruchirawat, 2002). Di China, tanaman M. tanarius dikomersilkan dalam pembuatan produk, seperti minuman sehat, dan ekstraknya dimanfaatkan untuk pembuatan pasta gigi (Grosvenor, Gothard, Mc William, Supriono, and Gray, 1995).

Berdasarkan penelitian Fukumoto dan Goto (2007), dikembangkan agen antimikroba yang mengandung ekstrak M. tanarius, sebagai bahan aktif yang berguna dalam produk oral untuk mencegah dan mengobati karies gigi, gingivitis, dan peradangan gusi. Fukumoto dan Goto (2007) juga mengembangkan penggunaan ekstrak M. tanarius dalam makanan dan minuman sehat dalam mencegah dan mengobati kanker. Menurut penelitian (Matsunami, et al., 2006) dibuktikan bahwa ekstrak metanol M. tanarius juga menunjukkan penangkapan aktivitas radikal dari DPPH.

Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Windrawati (2013) mengenai efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian Handayani

(43)

(2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang terbebani glukosa.

7. Penyebaran dan budidaya

M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia, sampai ke Australia Utara dan Timur. Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau di Malaysia. Selain itu M. tanarius ditemukan di daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian Selatan Cina, Korea, dan Okinawa, Jepang (World Agroforesty Centre, 2011).

F. Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa kimia yang terdapat pada tanaman atau hewan ataupun komponen lain dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Senyawa kimia yang didapatkan dari proses ekstraksi merupakan campuran dari hasil metabolit ataupun senyawa lain yang terdapat pada tanaman (Khoddami, Wilkes, and Roberts, 2013).

Metode ekstraksi memiliki beberapa metode ekstraksi, yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas. Dengan cara ini bahan kering hasil penyerbukan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi: pertama heksana (atau petroleum eter), kemudian kloroform (atau diklorometana), etil asetat, aseton, metanol dan akhirnya air (Heinrich and Barnes, 2009).

(44)

Hasil dari proses ekstraksi disebut ekstrak yang merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Fraksinasi adalah suatu metode pemisahan senyawa organik berdasarkan kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, biasanya antara pelarut air dan pelarut organik. Metode ini merupakan ekstraksi suatu senyawa dari satu fasa ke fasa yang lain. Teknik pemisahan ekstraksi cair-cair biasanya dilakukan dengan menggunakan corong pisah (Separatory funnel). Ekstraksi akan semakin efektif bila dilakukan berulang kali menggunakan pelarut dengan volume yang sedikit demi sedikit (Adijuwana and Nur, 1989). Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1986).

Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut. Tahapan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan tiga macam pelarut yaitu n-heksan sebagai pelarut non-polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar, dan air yang berperan sebagai pelarut polar (Lestari and Pari 1990).

(45)

G. Antioksidan

Secara biologis pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak dari oksidan dalam tubuh. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi, 2007).

Peran antioksidan pada penyakit hati adalah terjadinya stress oksidatif yang diperantarai oleh radikal bebas. Beberapa penyakit hati seperti hepatitis (A,B, dan C), serta perlemakan hati melibatkan stress oksidatif. Proses tersebut dapat menyebabkan kerusakan sel sekunder dimana progresivitas dan regresivitas yang berlangsung tergantung pada keseimbangan antara oksidasi dan antioksidasi (Manco, Devito, Marcellini, Mingrone, and Nobili, 2008).

H. Landasan Teori

Hati merupakan salah satu organ terbesar di dalam tubuh terletak di dalam rongga perut sebelah kanan (Wibowo, 2008). Salah satu peranan penting hati di dalam tubuh adalah mendetoksifikasi senyawa-senyawa toksik yang masuk dalam tubuh (Seifter, Ratner and Sloane, 2005). Kerusakan hati terjadi karena adanya kerusakan yang parah pada sel-sel hepatosit atau kerusakan berulang pada sel parenkim (Crawford and Liu, 2010). Salah satu kerusakan hati yang sering terjadi adalah perlemakan (steatosis) yang merupakan penumpukan trigliserida di hepatosit.

Kerusakan hati ditandai dengan peningkatan nilai ALT-AST, kadar ALP, bilirubin dan penurunan kadar albumin serum. Adanya hepatotoksik akan

(46)

menyebabkan penurunan produksi albumin di hati. Albumin merupakan protein penting yang berfungsi untuk proses metabolisme dalam tubuh. Adapun fungsi dari uji albumin, yaitu untuk mengukur kemampuan hati dalam sintesis protein (Singh dkk., 2011). Oleh karena itu uji kadar albumin dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui kerusakan yang terjadi di hati.

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model hepatotoksin yang menginduksi kerusakan hati khususnya steatosis. Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil. Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang sangat reaktif, radikal ini dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum yang menyebabkan gangguan homeostatis Ca2+ dan akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Timbrell, 2009).

Pada penelitian Matsunami, et al., 2006 melaporkan kandungan dari M. tanarius yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius mempunyai aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH yang dapat berpotensi sebagai zat antioksidan. Penelitian ekstrak metanol-air daun M. tanarius telah dilakukan oleh Windrawati (2013) dengan penginduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka panjang dan jangka pendek oleh Tiala (2013) pada waktu yang bersamaan dan terbukti bahwa tanaman ekstrak metanol-air dengan penginduksi karbon tetraklorida memiliki efek hepatoprotektif. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius sudah pernah dilakukan, untuk itu penelitian ini akan mengembangkan penelitian sebelumnya menggunakan fraksi heksan-etanol. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah

(47)

dengan pemberian FHEMM kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dapat dinaikkan dan melihat apakah ada kekerabatan antara peningkatan dosis FHEMM dengan peningkatan kadar albumin.

I. Hipotesis

Pemberian oral FHEMM secara jangka panjang dapat meningkatkan kadar albumin dan adanya kekerabatan dosis FHEMM dengan kenaikan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(48)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni yang dilakukan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian FHEMM yang dibuat dalam 3 peringkat dosis. b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah

kadar albumin serum tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian jangka panjang FHEMM.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 g dan berumur 2-3 bulan, frekuensi pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian FHEMM secara per oral dan karbon tetraklorida secara intraperitonial, dan bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius L. yang diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta.

(49)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dari tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 40,0 g yang dilarutkan dalam 200,0 mL pelarut metanol-air secara maserasi selama 24 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50ºC, hingga bobot pengeringan tetap.

b. Fraksi heksan-etanol daun M. tanarius. Fraksi dihasilkan dari proses maserasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. Sejumlah ekstrak pekat yang diperoleh, ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut heksan-etanol 1:1 dimana perbandingan antara pelarut dan ekstrak pekat adalah 1:5. Setelah dilarutkan dalam labu erlenmeyer, dilakukan penggojogan menggunakan shaker selama 24 jam. Kemudian disaring menggunakan corong buchner yang dilapisi kertas saring dengan bantuan pompa vakum lalu dioven selama 24 jam pada suhu 50°C hingga bobot pengeringan tetap.

c. Kadar albumin. Kemampuan FHEMM pada dosis tertentu untuk meningkatkan kadar albumin yang signifikan dibanding kontrol hepatotoksin pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

(50)

d. Jangka panjang. Pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius L. yang diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Kontrol negatif yang digunakan CMC-Na 1%. c. Pelarut hepatotoksin digunakan olive oil (Bertolli®).

d. Pelarut ekstrak digunakan metanol teknis dan aquadest yang diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta.

e. Etanolteknis diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta

f. Heksan teknis diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta

(51)

Komposisi dan konsentrasi dari reagen Albumin BCG (Thermo Scientific) yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Albumin BCG

Komposisi Konsentrasi

Brom Cresol Green 0,27 mmol/L

TRIS 55 mmol/L

Succinic Acid 100 mmol/L

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, timbangan analitik, mesin penyerbuk, sendok kayu, ayakan, beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, cawan porselin, penangas air, rotary evaporator, shaker, corong Buchner, erlenmeyer, stopwatch, kertas saring, labu alas bulat, labu ukur, pipet tetes, pipet volume, pipa kapiler, spuit injeksi per oral, syringe 3 cc Terumo®, syringe 1 cc Terumo®, moisture balance, dan syringe 6 cc Terumo®.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman M. tanarius

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi M. tanarius dengan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan di Unit II Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua,

(52)

diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta pada bulan Februari.

3. Pembuatan serbuk

Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan atau dilap dengan lap bersih hingga daun tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven. Tujuan dari pengeringan adalah melindungi daun dari kerusakan sinar matahari langsung. Pengeringan dengan oven dilakukan pada 40ºCselama 72 jam.Setelah kering daun diremas kecil-kecil dan dibuat serbuk lalu diayak dengan ayakan nomor 50. (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1989) supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun M. tanarius

Penetapan kadar air dilakukan termopan, yaitu dengan menguji susut penguapan dari simplisia serbuk daun M. tanarius berdasarkan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (1989), penetapan kadar air secara sederhana menggunakan alat moisture balance. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan sampel kurang lebih 5 g sampel dan menimbang bobot serbuk sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot a). Kemudian alat dipanaskan pada suhu 110ºC selama 15 menit, dan setelah itu menimbang bobot serbuk setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan b merupakan kadar air dari serbuk yang diselidiki. Penetapan

(53)

kadar air dilakukan perhitungan pada serbuk setelah pemanasan untuk memenuhi standarisasi simplisia yang ditentukan. Penetapan kadar air pada ekstrak dan fraksi tidak dilakukan dalam penelitian.

5. Pembuatan FHEMM

Sebanyak 40,0 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 mL pelarut metanol dan 100 mL pelarut aquadest pada suhu kamar selama 24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol-air agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah itu dilakukan perendaman dan penggojogan menggunakan shaker, hasil maserasi disaring menggunakan corong buchner dilapisi kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi. Tujuan proses evaporasi adalah menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Prinsip alat vaccum evaporator adalah menguapkan pelarut dengan suhu rendah dan berputar dengan menggunakan tekanan tinggi untuk membantu proses penguapan. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselin yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselin yang berisi larutan hasil maserasi dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50ºC untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap.

Selanjutnya pembuatan FHEMM dilakukan secara maserasi menggunakan dengan heksan-etanol (1:1). Ekstrak pekat ditimbang dan

(54)

dilarutkan dengan pelarut heksan-etanol 1:1 ke dalam labu erlenmeyer dimana volume pelarut disesuaikan dengan bobot ekstrak 1:5. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evaporator dan kemudian dimasukkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50°C hingga didapat bobot tetap fraksi.

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius kental yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Rata-rata rendemen =

6. Pembuatan larutan sediaan FHEMM

Larutan FHEMM dilarutkan dalam CMC-Na 1% dengan perbandingan 1:5. Sebanyak 0,6 g FHEMM dilarutkan dalam 20 mL CMC-Na 1%, kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 mL, dan diadd sampai tanda batas. 7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut FHEMM

Ditimbang sebanyak 5,0 gram CMC-Na, kemudian dilarutkan menggunakan aquadest 400,0 mL dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na mengembang. Larutan tersebut kemudian diadd dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4)

Larutan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida, dibuat dalam konsentrasi 50% dengan perbandingan karbon tetraklorida dan olive oil sebagai pelarut 1:1 (Janakat and Al-Merie, 2002).

(55)

9. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis toksin karbon tetraklorida. Dosis karbon tetraklorida sebagai hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), bahwa dosis 2mg/kgBB terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST dan penurunan kadar albumin pada tikus bila diberikan secara intraperitonial.

b. Penetepan dosis FHEMM. Penetapan dosis FHEMM dapat ditentukan dengan melakukan orientasi dosis. Dosis tertinggi yang dapat ditetapkan yaitu 137,14 mg/kgBB. Peringkat dosis II ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari dosis tertinggi (½ x (2 mL/350 gBB=68,57 mg/kgBB) dan peringkat dosis I ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari peringkat dosis II (½ x 1 mL/350 gBB= 34,28 mg/kgBB).

c. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke–0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian aktivitas ALT serum tikus yang terinduksi karbon tetraklorida diukur.

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah tiga puluh ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.

(56)

a. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC-Na 1% selama enam hari berturut-turut, pada jam ke-24 setelah pemberian diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.

b. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberi hepatotoksin karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil secara i.p, pada jam ke-24 setelah pemberian diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.

c. Kelompok III (kontrol ekstrak dosis 3) diberi FHEMM dengan dosis 137,14 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral, dan setelah 24 jam pemberian hari ke enam diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin

d. Kelompok IV, V, VI (kelompok perlakuan) diberi FHEMM dosis 1, 2 dan 3 masing-masing 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut, setelah itu diberi karbon tetraklorida secara i.p pada hari ke tujuh. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.

11. Pengukuran albumin

Pengukuran kadar albumin dilakukan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta menggunakan alat Architect c8000 dengan reagen albumin Brom Cresol Green (BCG). Kadar albumin dinyatakan dalam satuan mg/dL.

(57)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data kadar albumin dianalisis dengan Saphiro Wilk melalui program IBM SPSS Statistic 22 untuk mengetahui normalitas data pada masing-masing kelompok perlakuan. Nilai normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Apabila hasil analisis statistik Saphiro Wilk kadar serum albumin menunjukkan distribusi data normal (p>0,05), dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p≤0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Jika didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat homogenitasnya, dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna.

(58)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian FHEMM daun Macaranga. tanarius L. serta adanya kekerabatan dosis pemberian FHEMM M. tanarius L. terhadap kadar albumin tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya mengenai efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi CCl4. Penelitian ini menggunakan parameter albumin sebagai tolak ukur kerusakan hati (steatosis).

A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi tanaman

Tujuan dilakukannya determinasi tanaman adalah untuk memastikan bahwa daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. tanarius L. Penelitian ini menggunakan serbuk kering daun M. tanarius L. yang sebelumnya dilakukan determinasi menggunakan satu tanaman utuh. Determinasi dilakukan di Unit II Fakultas Farmasi, bagian Biologi Tanaman, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologis tanaman sampai ketingkat spesies. Berdasarkan hasil determinasi dibuktikan bahwa benar daun yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. tanarius L. Hasil ini terlampir pada lampiran 5.

Gambar

Tabel I.   Komposisi dan konsentrasi reagen Albumin
Gambar 1. Anatomi hati   (Misih and Bloomston, 2010).
Gambar 3. Struktur jaringan hati  (Encyclopedia Britannica, Inc. 2003)
Gambar 4. Struktur karbon tetraklorida (CCl 4 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang mengikuti semua standarisasi peralatan listrik seperti cara penggambaran dan kode- kode pengaman dalam pemasangannya, maka menjadi tanggung jawab kita untuk. menggunakan

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

Fasilitas yang disediakan oleh penulis dalam perancangan ini adalah kapel sebagai tempat berdoa baik bagi komunitas maupun masyarakat sekitar, biara dengan desain interior

Kata hasud berasal dari berasal dari bahasa arab ‘’hasadun’’,yang berarti dengki,benci.dengki adalah suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen

[r]

Konselor :”Sebagai kesimpulan akhir dari pembicaraan kita dapat Bapak simpulkan bahwa Anda mempunyai kesulitan untuk berkomunikasi dalam belajar oleh karena itu mulai besok anda