• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sisi Lain Tan Malaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sisi Lain Tan Malaka"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Sisi Lain Tan Malaka

3 April 2017

http://koransulindo.com/sisi-lain-tan-malaka/

Tan Malaka (kiri) dan Sukarni (tengah)/earthofpeople.com

Koran Sulindo – TAN Malaka adalah tokoh yang kesepian dan misterius. Beberapa peneliti, termasuk Harry Poeze, menggambarkannya demikian. Sebagian orang, kata Poeze, yang mengabdikan dirinya meneliti Tan Malaka hingga puluhan tahun, tidak bisa menebak sosok yang bernama asli Sutan Ibrahim itu.

Beberapa waktu lalu, diskusi publik mengenai Tan Malaka kembali digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Tepatnya pada akhir Maret 2017. Menarik mengikuti kisah sosok misterius ini. Setidaknya ada beberapa peristiwa yang bisa kita ikuti mengenai Tan Malaka, antara lain mengenai perdebatannya dengan beberapa tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) tentang pemberontakan nasional pertama terhadap kekuasaan kolonialisme Belanda pada tahun 1926. Sejak penolakannya terhadap pemberontakan itu, Tan Malaka dianggap sebagai pengkhianat partai.

Berikut wawancara wartawan Koran Suluh IndonesiaKristian Ginting dengan Harry Poeze tentang berbagai hal terkait Tan Malaka. Sebagian jawabannya ada yang bertentangan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan Ruth T. Mcvey (Universitas Cornell) dan Helen Jarvis, peneliti dari Australia.

Bagaimana awalnya Tan Malaka terlibat dalam pergerakan pra-kemerdekaan?

Tan Malaka terlibat dalam pergerakan sesudah pengalamannya mengajar sebagai guru anak-anak kuli kontrak di Deli, Sumatera Timur. Ia sangat terkesan dengan kesengsaraan kuli kontrak tu, dan karenanya ia juga mengalami radikalisasi. Ia

(2)

2

mengakhiri pekerjaannya sebagai guru dan pergi ke Jawa. Ia bertemu dengan sejumlah tokoh nasional dari Sarekat Islam (SI), PKI, serta organisasi lain.

Ia memilih menjadi anggota PKI, partai kecil yang punya pengaruh cukup besar karena satu-satunya partai nasionalis kala itu. Belum ada Partai Nasionalis Indonesia (PNI), belum ada yang berasaskan keseluruhan Indonesia. Terlebih PKI juga satu-satunya partai yang menggunakan kata Indonesia ketika itu. Yang lain belum ada, termasuk SI dan Budi Utomo. Semuanya belum nasionalis. Karena itu, Tan Malaka bisa disebut sebagai komunis-nasionalis.

Alasannya memilih PKI?

Sebagai orang yang terpelajar, Tan Malaka sadar betul memilih menjadi anggota PKI. Juga karena dorongan besar dari Semaun. Ditambah pula pada waktu itu, partai ini kekurangan kader, sehingga Tan Malaka hanya hitungan bulan langsung menjadi pengurus. Sewaktu tokoh utama PKI, yakni Semaun, dibuang ke Belanda, Tan Malaka terpilih menjadi Ketua PKI. Gerak-geriknya karena itu acap diamati pemerintah. Pemerintah amat tidak senang dengan aktivitasnya, terutama ketika mendirikan sekolah SI. Dalam sekolah itu diajarkan bagaimana menjadi seorang yang mandiri, merdeka, menjadi orang yang melawan kolonialisme Belanda. Ini dianggap berbahaya bagi ketenteraman pemerintah kolonial. Tan Malaka kemudian ditahan dan dibuang dari Indonesia.

Tahun berapa Tan Malaka hijrah dari Deli ke Jawa?

Kira-kira tahun 1921. Sebab, Tan Malaka sempat mengajar di Deli lebih dari setahun. Ia kembali dari Belanda sekitar 1919 dan langsung mengajar ke Deli.

Tokoh siapa yang awalnya ditemui Tan Malaka di Jawa?

Tan Malaka bertemu dengan beberapa tokoh dari SI, tapi saya lupa namanya. Ia juga bertemu dengan Semaun. Hubungannya dengan Semaun memang cukup sering. (Berdasarkan buku Ruth T. Mcvey yang telah diterjemahkan ke Indonesia dengan judul Kemunculan Komunisme Indonesia di halaman 205, setelah tiba di Jawa, Tan Malaka pergi ke Yogyakarta untuk mengunjungi seorang temannya bernama Sutopo, salah satu pemimpin golongan muda dan progresif dari Budi Utomo. Kunjungannya itu bertepatan dengan Kongres SI dan Sutopo membawanya ke kongres itu serta memperkenalkannya dengan para pemimpin Indonesia yang berkumpul di sana. Tan Malaka seketika itu terkesan dengan Semaun yang senang karena telah didatangi oleh seorang terpelajar dan pengagum antusias Marx).

(3)

3 Siapa yang menggagas pendirian sekolah di Semarang?

Gagasan pendirian sekolah SI di Semarang murni dari Tan Malaka. Saya kira waktu itu SI khawatir pemerintah akan bereaksi jika itu menjadi sekolah PKI. Pemerintah tidak suka. (Menurut Ruth Mcvey, keterlibatan Tan Malaka dalam sekolah SI di Semarang berawal dari ajakan Semaun. Setelah berkenalan, Semaun menyarankan Tan Malaka bergabung dengan dia di Semarang dan di sana membantu mendirikan sekolah yang disponsori SI Semarang. Tan Malaka menerima tawaran itu dan gerakan komunis Indonesia mendapatkan salah seorang revolusioner besar paling berbakat).

Peneliti Belanda Harry Poeze yang menulis tentang Tan Malaka dengan riset puluhan tahun [Foto: Istimewa]

Bagaimana sebetulnya menggambarkan sosok Tan Malaka?

Ia sosok yang cerdas. Itu tergambar dari banyaknya karya yang ditulis Tan Malaka. Ia menguasai banyak bahasa. Itu sebabnya, ketika ia dalam pelarian bisa beradaptasi di berbagai negara dan mampu menggunakan bahasa negara tersebut dengan baik. Penyamarannya sebagai pelarian pun tak ketahuan. Tapi, Tan Malaka tidak punya cukup waktu untuk mewujudkan ide-ide pendidikannya.

Ia juga tidak terlalu suka muncul ke permukaan. Ia lebih suka menjadi mahaguru, mengurus beberapa hal dan memberi petunjuk kepada pengikutnya. Ia suka bertemu dengan orang muda, untuk dididik dan menanamkan gagasan revolusioner. Pun begitu ketika membangun Partai Murba, Tan hanya menjadi pelopor.

(4)

4

Sebagian orang juga tidak tahu persis mengenai sosok ini, apakah komunis atau bukan; nasionalis atau bukan—tapi ia berada di barisan Soekarno dan Hatta ketika peristiwa 1948 meletus. Itu sebabnya, masih banyak orang meragukan Tan Malaka. (Alimin, mantan kawan sejalan Tan Malaka, dalam sebuah tulisannya berjudul “Analysis” yang diterbitkan pertama kalinya pada 1947 menjuluki Tan Malaka sebagai adventurer atau avonturir [orang yang suka berpetualang]).

Kapan Tan Malaka menjadi Ketua PKI?

Setelah Semaun ke Moskow. Itu berarti sekitar 1921 dan ia dibuang ke luar negeri sekitar 1922.

Berselang empat tahun kemudian, tahun 1926, pemimpin PKI memutuskan mengadakan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan kolonialisme Belanda. Sebelum pemberontakan, terjadi perdebatan di antara mereka. Tan Malaka adalah salah satu pemimpin yang menolak rencana pemberontakan, dengan berbagai alasan, antara lain situasi obyektif saat itu tidak memungkinkan sehingga akan mematikan semua gerakan rakyat.

Tan Malaka beranggapan pemberontakan itu akan gagal. Tan Malaka juga protes soal itu ke Moskow (Komunis Internasional, Komintern). Apalagi, ia merupakan perwakilan Komintern Asia Timur Jauh. Tan Malaka tidak senang dengan itu. Moskow tidak peduli protes tersebut karena Stalin sedang terlibat konflik dengan Trotsky. Saya punya dokumen yang merupakan surat-surat Tan Malaka ke Komintern. Karena penolakannya itu dan karena membentuk Pari pada 1927, ia dicap sebagai pengkhianat dan pengikut Trotsky.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada Juli 1946, Tan Malaka ditangkap karena disebut memberontak pemerintahan sah di bawah Bung Karno?

Di masa revolusi, Tan Malaka banyak melakukan kesalahan. Itu mungkin karena selama 20 tahun hidup dalam pelarian. Hanya enam bulan menjadi orang bebas. Sisanya sekitar 24 tahun menjadi buronan. Soal peristiwa 3 Juli 1946 itu, Tan Malaka tidak terlibat. Ia ditangkap karena dianggap berbahaya bagi Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dan Amir Sjarifuddin.

Setelah merdeka, Tan Malaka sempat terlibat perdebatan dengan Alimin. Bagaimana sesungguhnya perdebatan itu?

(5)

5

Tan Malaka ketika itu menanggapi tulisan Alimin yang berjudul “Analysis”. Perdebatan itu antara lain berkaitan dengan trotskyisme. Saya kira mereka sama-sama awam tentang itu. Karena itu, saya kira Tan Malaka memang sama sekali tidak mengerti tentang trotskyisme. Itu sebabnya menjadi heran ia dituduh sebagai pengikut Trotsky.

Dalam “Analysis”, Alimin sebetulnya menanggapi tulisan Tan Malaka berjudul “Thesis”. Apalagi, tulisan Alimin itu diterbitkan pada 1947 dan ia menjelaskan dengan baik soal Trotskyisme. Itu bagaimana?

Saya kira awalnya Alimin yang menuliskan “Analysis”. Beberapa bulan kemudian Tan Malaka muncul dengan tulisannya “Thesis” itu. Atau saya yang bingung? Mungkin saya keliru, saya harus cek dulu. Soal penjelasan Alimin tentang trotskyisme itu salah. Ini harus saya cek. Saya banyak lupa.

Mengapa Tan Malaka dalam berbagai karyanya jarang menyebutkan nama-nama tokoh, seperti Semaun?

Saya tidak tahu persis. Tapi, dalam karyanya Dari Penjara ke Penjara, apa Tan Malaka tidak menyinggung nama Semaun? Jika tidak, saya tidak tahu soal itu. (Helen Jarvis, peneliti dari Australia, menyatakan Tan Malaka adalah seorang yang tak memiliki keyakinan, apalagi tokoh ini disebut sebagai avonturir atau petualang politik. Kelemahan yang paling mendasar dari Tan Malaka, kata Helen, adalah kegagalannya untuk memahami teori partai dari mana ia berasal). []

Sisi Lain Tan Malaka,

Pahlawan Indonesia yang Jago Sepak Bola

Bikin Penonton Terpesona

Jumat, 10 Maret 2017 05:09

http://bangka.tribunnews.com/2017/03/10/sisi-lain-tan-malaka-pahlawan-indonesia-yang-jago-sepak-bola-bikin-penonton-terpesona

(6)

6 BANGKAPOS.COM - Membicarakan sosok Tan Malaka seperti memasuki dunia misteri.Ia pahlawan nasional (melalui Ketetapan Presiden RI no 53 tanggal 23 Maret 1963), namun menurut sejarahwan Asvi Warman Adam, sejak 1965 namanya tidak ada lagi, meski gelarnya tidak pernah dicabut.

Ya, sosok laki-laki kelahiran Suliki Sumatra Barat pada 2 Juni 1897 memang diidentikkan dengan tokoh kiri.

Makam Tan Malaka tidak diketahui secara pasti. Ia ditembak mati oleh Tentara Republik Indonesia pada 21 Februari 1949.

Diduga ia dikuburkan di Kediri. Pada 2009, tim forensik yang didukung keluarga Tan

Malaka telah selesai menggali kuburan yang diduga berisi jenazah Tan Malaka di

pemakaman umum di Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri.

Penggalian dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan sejarawan Belanda Hary Poeze selama bertahun tahun terhadap tokoh komunis asal Sumatera Barat ini.

Tan Malaka lahir dengan nama asli Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Anak dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur ini menamatkan Kweekschool Bukit Tinggi pada umur 16 tahun di tahun 1913.

Ia melanjutkan ke Rijks Kweekschool di Haarlem, Belanda.

Setelah lulus dari Rijks Kweekschool, Tan Malaka kembali ke Indonesia dan mengajar di sebuah perkebunan di Deli.

Dari sinilah Tan Malaka menemukan ketimpangan sosial di lingkungan sekitar dan muncullah sifat radikal Tan Malaka.

Tan Malaka merupakan sosok yang memiliki sifat sosialis dan politis.

Pada 1921 dia pergi ke Semarang untuk mulai menerjuni dunia politik. Kiprahnya dalam dunia politik sangat mengesankan.

Hal ini didukung dengan pemikiran Tan Malaka yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Berbagai halangan dan rintangan yang dihadapi Tan Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

(7)

7 Mulai dari penangkapan dan pembuangan di Kupang, pengusiran dari negara Indonesia, seringnya konflik dengan Partai Komunis Indonesia hingga pernah diduga kuat sebagai dalang di balik penculikan Sutan Sjahrir pada bulan Juni 1946.

Berbagai peran penting pun diraih Tan Malaka, di antaranya kepemimpinan dalam berbagai organisasi dan partai.

Sempat mendirikan partai PARI pada 1927 dan Partai Murba pada 1948, hingga mendirikan sekolah serta mengajar di China pada 1936 dan sekolah tinggi Singapura. Ada hal yang sangat penting dalam kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, saat peranan Tan Malaka dalam mendorong para pemuda yang bekerja di bawah tanah masa pendudukan Jepang agar mencetuskan "Revolusi" yang tepatnya pada tanggal 17 Agustus. Terlepas dari sepak terjangnya di dunia politik, Tan Malaka ternyata seorang pemain

sepak bola. Permainannya membuat penonton terpesona.

Dalam buku karangan Arif Zulkifli berjudul Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan, ketika Tan Malaka berdomisili di Bayah, Banten (Juni 1943), ia sering membantu rakyat kecil lewat sepak bola.

Tan Malaka sering turun langsung ke lapangan untuk bermain sebagai pemain winger, atau hanya sekadar menjadi wasit di kejuaraan Rangkasbitung.

Selesai bermain, Tan yang dikenal selalu memakai celana pendek, helm tropis, dan tongkat itu biasanya mentraktir para pemain tim sepak bola yang berlaga dalam kejuaraan tersebut.

Tan juga pernah mengaitkan pemikirannya dengan sepak bola. Seperti yang terkutip di buku Madilog yang terkenal itu, "Apabila kita menonton satu pertandingan sepak bola, maka lebih dahulu sekali kita pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak, bingunglah kita. Kita tidak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak."

Bagi Tan Malaka, olahraga merupakan salah satu langkah untuk menunjukkan bahwa bangsanya juga manusia.

Bersama dengan tokoh pergerakan nasional lainnya, melalui sepak bola mereka ingin menegaskan kemanusiaan bangsa Indonesia itu.

(8)

8 Bagi mereka, olahraga itu adalah simbolisasi tekad mengangkat harkat martabat bangsa, bukan ajang pertarungan gengsi dari sejumlah pengurusnya yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan materi.

Kepiawaian Tan mengolah kulit bundar memperoleh arena ketika ia sekolah di Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda pada 1913.

Meski tingginya hanya 165 cm, ia beberapa kali membuat rekan-rekannya kagum karena ketangkasannya menggiring bola.

Selama dua tahun (1914-1916) tinggal di Harleem, Tan Malaka sempat bergabung bersama klub profesional Vlugheid Wint.

Dalam klub itu, Tan dikenal sebagai penyerang andal yang memiliki kecepatan luar biasa. Bermain di garis depan, beberapa penjaga gawang pernah merasakan tendangan kerasnya meski bermain tanpa alas kaki.

Cuaca dingin di Belanda tak menyurutkan kecintaannya terhadap sepak bola.

Beberapa kali Tan Malaka sering mengabaikan peringatan rekan-rekannya agar mengenakan jaket tebal pada saat istirahat pertandingan.

Kakinya pun sering terluka lantaran tak bersepatu. Namun, dalam kondisi sakit seperti itu, nafsu bermain Tan tak padam.

Mencintai sepak bola tak membuat Tan Malaka lupa tugas utama, yakni memperjuangkan nasib Nusantara dari kolonial Belanda.

Dalam perjalanannya, sejumlah perkembangan politik dunia dan perang yang berkecamuk telah memengaruhi pemikiran Tan.

Tak jarang, pemikiran itu ia dapat saat berdiskusi di sebuah pondokan di Jacobijnesraat dengan pengungsi Belgia yang lari dari serbuan Nazi Jerman. Sepak bola pun beberapa kali dijadikan bahan obrolan saat meminum kopi.

Tiga tahun melalangbuana di Belanda, Tan kemudian memutuskan untuk kembali ke Nusantara pada 1919.

Ia pulang dengan satu cita-cita, yaitu mengubah nasib bangsa Indonesia, termasuk dalam urusan sepak bola.

(9)

9 Tan Malaka kemudian bekerja sebagai guru di sebuah perkebunan di Deli, Sumatra, bernama Senembah pada pertengahan 1919.

Di daerah yang masih satu pulau dengan tanah lahirnya itu, Tan terenyuh karena masih banyak penduduk pribumi tidak hidup laik.

Hal itu sangat kontras dengan kakayaan dan tanah Deli yang penuh akan sumber daya alam melimpah. Kekayaan itu akhirnya habis karena dihisap dan dikuras oleh pemerintah kolonial.

Pemandangan serupa pun terjadi dalam sepak bola Nusantara. Pada awal 1920-an, stigma kultural superioritas kolonial Belanda merasuk ke dalam olahraga yang paling populer di Hindia Belanda itu.

Tak jarang ditemui palang peringatan bertuliskan "Verboden voor Inlanders en Houden" atau "Dilarang Masuk untuk Pribumi dan Anjing" di halaman depan sejumlah lapangan sepak bola.

Tak sedikit pula orang pribumi harus gigit jari hanya untuk sekadar menyalurkan hobi sepak bola.

Beberapa klub seperti Setiaki, Ster, dan Den Bruinen di Batavia adalah saksi atas politik klasifikasi kelas yang merambah ke urusan sepak bola.

Sejumlah klub itu sering berinteraksi dengan sejumlah tokoh pergerakan seperti Bung Hatta, Soekarno, Sjahrir, MH Thamrin, dan juga Tan Malaka.

Semangat Sumpah Pemuda kemudian dijadikan alat untuk mendorong pemuda bergabung melawan kebusukan NIVB (Nedherlands Indish Voetbal Bond) milik Belanda.

Pada masa itu, Tan Malaka memang tidak berada di dalam negeri. Ia diusir dari Indonesia dan dibuang ke Amsterdam, lantaran aktif dalam gerakan komunis dan Islam untuk menghadapi imperialisme Belanda pada Mei 1922.

Kurang lebih selama 20 tahun, Tan mengembara di negeri seberang. Beberapa negara ia singgahi, sejumlah nama samaran pun ia pakai untuk mengelabui para intel polisi.

Meski berada di negeri orang, Tan tidak pernah melupakan leluhur karena kecintaannya terhadap sepak bola tak luntur.

(10)

10 Di negeri seberang, ia pun mengikuti perkembangan kabar kesuksesan pemuda Nusantara mengangkangi pemerintah kolonial Belanda dalam hal sepak bola.

Ketika itu, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (sekarang PSSI) di bawah pimpinan Ir Soeratin Sosrosoegondo mampu membuktikan sepak bola Nusantara dapat unjuk gigi tidak hanya kepada Belanda, tetapi kepada dunia.

Pada era 1930-an, Nusantara berhasil menduduki posisi elite sepak bola Asia bersama Israel (ketika itu masih masuk zona Asia), Burma (Myanmar), dan Iran.

Dengan memakai nama Hindia Belanda, Nusantara menjadi tim sepak bola Asia pertama yang tampil dalam Piala Dunia 1938.

Melihat kesuksesan itu Tan jelas bangga karena sepak bola mampu bertransformasi bukan hanya sekadar produk kebudayaan, tetapi juga produk politik, yang di dalamnya erat persoalan identitas dan spirit kebangsaan Indonesia.

Bahkan, ketika kembali ke tanah air dan menetap di Bayah, Banten pada 1943, Tan

Malaka masih tetap mencintai sepak bola.

Ketika itu, Tan memakai nama samaran, Ilyas Hussein.

Di daerah yang ditakuti, termasuk oleh tentara Jepang, karena mewabahnya penyakit kudis, disentri, dan malaria, pribumi hidup sengsara dengan menjadi Romusha. Ketakutan itu tidak menghinggapi Tan.

Ia tetap berjuang, agar pribumi tidak berkecil hati.

Melihat sepenggal fakta sejarah ini, Tan Malaka memang tak berjuang secara langsung membela Nusantara di kancah sepak bola.

Namun, ia mengerti menjadi pecinta sepak bola yang paham bahwa olahraga itu merupakan jati diri bangsa.

Tak jarang pula dalam beberapa pemikirannya, Tan menghubungkan hal-hal kecil dalam olahraga tersebut yang dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan sosial masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

(2001) yang menemukan bahwa rasio book to market equity memiliki pengaruh yang kuat terhadap equity risk premium, hal itu tercermin pada pasar yang secara konsisten

Petender dianggap telah berpuas hati dengan keadaan tapak, sejauh mana, keadaan dan kebolehkerjaan, posisi kerja yang berkaitan dengan keadaan semasa, kerja yang sedang

Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan menangkap ikan dengan menggunakan alat bahan beracun, bius, listrik, accu dan bahan peledak yang dapat mengakibatkan

Dengan demikian Menurut Sulistyo Basuki (1991: 3) memberikan agian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku- buku dan terbitan

Microsoft Word merupakan program aplikasi pengolah kata (word processor) yang yang biasa digunakan untuk membuat laporan, dokumen berbentuk surat kabar, label surat, membuat

perusahaan, menjadi bidang garapan wajib IbPE. UKM mitra yang dipilih harus mampu meng-hasilkan produk atau komoditas yang berpeluang ekspor atau minimal dijual antar

Dalam rangka mencapai tujuan penulisan, pembahasan dalam tulisan ini dibagi dalam empat bagian yaitu (i) mengidentifikasi kriteria siapa yang disebut sebagai ahli; (ii)

Di daerah Welahan Jepara, terdapat limbah kain perca yang cukup memadai untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan TAS PERCA FASHIONABLE ini.. Untuk perbandingannya dengan