• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Hasil Penelitian Terdahulu

1) Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dan memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain penelitian yang dilakukan oleh Jiu-Chin Jiang dan Ming-Li Shiu di Chung-Yuan Christian University, Chung Li, Taiwan,and Mao-Hsiung Tu di D&N Business Consulting Company, Hsin-Chu, Taiwan pada tahun 2007 dengan judul “Quality Function Deployment technology designed for contract

manufacturing”. Analisis ini menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) dengan model pengembangan produk manufaktur kontrak. Makalah ini mengadopsi “penelitian tindakan” sebagai metodologi penelitian.

Penelitian tindakan ini dilakukan dengan menggunakan penelitian / strategi konsultan dalam serangkaian proyek kolaborasi dengan perusahaan manufaktur kontrak. Penelitian sebelumnya menerangkan tentang pengembangan produk manufaktur kontrak. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah peningkatan kualitas produk sarung tenun PT Pismatex. Metode yang akan digunakan yaitu dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) yang sama dengan penelitian sebelumnya.

2) Tri Novianti (2102) pada skripsi dengan judul ”Penerapan Metode Quality Function Deployment dalam upaya peningkatan Kualitas Produk pada Cokro Tela Cake Yogyakarta” Meskipun pada objek yang berbeda yaitu produk

(2)

8

penerapan QFD yang meliputi analisa planning matrix, evaluasi tingkat kepuasan pelanggan, penentuan prioritas dari kepentingan teknik yang akan dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Manajemen Kualitas atau Total Quality Management (TQM)

Strategi Manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat.

Konsep Total Quality Management pertaman kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy (Walton dalam Bounds,et,al,1994). Istilah ini mengandung makna every process, every job, dan every person (Lewis & Smith, 1995). Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek (Goetsch & Davis, 1994). Aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi. Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) fokus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f)

(3)

9

menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) memberdayakan karyawan.

Menurut Vincent Gaspersz (2002), manajemen kualitas (Quality Management) atau manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.

ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan manajemen kualitas sebagai semua aktifitas dari setiap fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikan melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (Quality Planning), pengendalian kualitas (Quality Control), jaminan kualitas (Quality Assurance) dan peningkatan kualitas (Quality Improvement). Fandy Tjiptono (2001), TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Sasaran utama yang ingin dicapai TQM adalah kepuasan pelanggan, memastikan mutu kepada pelanggan, menumbuhkan kerjasama yang baik seluruh karyawan dari semua tingkatan serta kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan (Marimin, 2004).

2.2.2 Pengertian Kualitas

Kualitas atau mutu menurut Kamus Besar Indonesia adalah sesuatu tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat. Menurut Goetsch Davis (Zulian Yamit, 2001: 8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu “kualitas merupakan suatu

(4)

10

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Definisi kualitas dapat berbeda

makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Berikut ini merupakan beberapa definisi kualitas menurut para ahli atau pakar kualitas adalah (Zulian Yamit, 2001:7) :

1) Philip B. Crosby.

Mengartikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan.

2) Deming

Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

3) J.M. Juran

Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Menurut Fandy Tiptono dan Anastasia Diana, 2001 : 24, definisi yang diartikan oleh J.M. Juran itu sendiri memiliki 2 aspek utama, yaitu :

a) Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan.

Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.

(5)

11

b) Bebas dari kekurangan

Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar, menghasilkan hasil (yield) dan kapasitas, dan memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.

Beraneka ragamnya definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perbedaan perspektif atau pandangan yang digunakan. Dan dari perspektif tersebut menurut, David Garvin (dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001) mengindetifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:

1. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni music, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.

(6)

12 2. Product-based Approach

Pendekatan ini menggangap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. 3. User-based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanukfaturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan pelanggan yang menggunakannya.

(7)

13 5. Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat

relatif, sehingga produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

2.2.3. Dimensi Kualitas

Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin (Zulian Yamit, 2001 :10) mengembangkan kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau manufaktur yang menghasilkan barang. Kedelapan dimensi tersebut adalah sebagai berikut :

a) Performance (kinerja), yaitu karakteristik pokok dari suatu produk inti. b) Features, yaitu karakteristik pelengkap atau tambahan.

c) Reliability (kehandalan), yaitu memungkinkan tingkat kegagalan pemakaian. d) Conformance (kesesuaian), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi

memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

e) Durability (daya tahan), yaitu berapa lama produk dapat terus digunakan.

f) Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan kemudahan dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.

g) Estetika, yaitu menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk.

h) Perceived, yaitu menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

(8)

14 2.2.4. Perilaku Pelanggan

Pelanggan merupakan orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya pelangganlah yang dapat menentukan kualitas dan kebutuhan apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Kecenderungan perilaku pelanggan dalam melakukan keputusan pembelian menurut teori ekonomi mikro merupakan perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Pembeli individual berusaha menggunakan barang yang akan memberikan kepuasan paling banyak dan sesuai dengan selera dan harga relatif. Menurut Priyono (2006). Perilaku pelanggan itu sendiri adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

2.2.5. Kepuasan Pelanggan

a) Pengertian Kepuasan Pelanggan

Pengertian kepuasan atau tidak kepuasan pelanggan menurut Zulian Yamit, (2001: 78), adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebih harapan yang diinginkan. Dari definisi kepuasan pelanggan tersebut, perusahaan hendaknya berusaha mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa yang dihasilkan. Harapan pelanggan dapat diidentifikasi secara tepat apabila perusahaan mengerti persepsi pelanggan terhadap kepuasan. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kepuasan sangatlah penting, agar tidak terjadi kesenjangan (gap) persepsi antara perusahaan dengan pelanggan.

Kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk

(9)

15

yang dirasakan setelah pemakaiannya, atau dengan arti lain suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Sedangkan Kotler (1999) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2001, 102)

b) Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2001, 104, Kotler mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu sebagai berikut:

 Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi atau berpusat pada pelanggan ( customer-centered) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan oleh pelanggan tersebut dapat berupa kotak saran, kartu komentar, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.

 Survey kepuasan pelanggan

Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survei, baik melalui polling, telepon, ataupun wawancara langsung dari pelanggan tersebut dan survey ternyata juga memberikan tanda positif bagi pelanggan bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggan.

(10)

16  Ghost shoping

Cara lain untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah menyuruh orang yang berpura-pura menjadi pembeli dan melaporkan titik-titik kuat maupun titik-titik lemah yang mereka alami selama membeli produk perusahaan dan produk perusahaan pesaing. Pembeli bayangan ini dapat juga melaporkan suatu masalah untuk mengetahui apakah wiraniaga perusahaan menanganinya dengan baik atau tidak.

Lost customer analysis

Dilakukan dengan cara perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau berganti pemasok, hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui penyebab para pelanggan berhenti membeli ataupun berganti pemasok. Selain itu perlu juga diamati tingkat kehilangan pelanggan, hal ini dapat memberikan indikator bahwa perusahaan telah gagal memuaskan pelanggannya.

2.2.6. Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD), ialah suatu metode untuk mengembangkan suatu desain kualitas dengan tujuan memenuhi dan memuaskan konsumen (Ibrahim, 1997: 143). Quality Function Deployment (QFD) didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjermahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Inti dari QFD adalah suatu matrik besar yang menghubungkan

(11)

17

apa keinginan pelanggan (what) dan bagaimana suatu produk akan didesain dan diproduksi agar memenuhi keinginan pelanggan itu (how) (Hamzah, 2001).

Pengembangan fungsi kualitas (QFD) merupakan suatu tindakan untuk mendisain proses terhadap tanggapan kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengembagan Fungsi Kualitas (QFD) menterjemahkan apa yang menjadi keinginan konsumen. Hal ini memungkinkan organisasi/perusahaan untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif atas kebutuhan tersebut, dan meningkatkan proses sehingga tercapai efektivitas maksimum. Pengembangan fungsi kualitas (QFD) adalah tindakan yang menuntun peningkatan proses yang memungkinkan dari suatu organisasi untuk memenuhi kepuasan pelanggan, (Goetsch dan Stanley, 1997).

Inti dari QFD adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Hal tersebut didasari oleh filosofi bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk, meskipun produk yang dihasilkan telah mencapai kesempurnaan. Langkah-langkah dalam membangun QFD yaitu :

1. Mengidentifikasi kebutuhan/keinginan pelanggan.

2. Membuat matriks perencanaan (Planning Matrix), yang berisi : a. Tingkat kepentingan pelanggan (Importance to Customer).

Penentuan tingkat kepentingan pelanggan digunakan untuk mengetahui sejauh mana pelanggan memberikan penilaian atau harapan dari kebutuhan pelanggan yang sudah ada. Dengan kata lain seberapa penting kebutuhan bagi pelanggan. b. Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk (Current Satisfaction

Performance).

Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar tingkat kepuasan pelanggan setelah pemakaian produk

(12)

18 i

Goal

Current satisfaction performance

perusahaan yang akan dianalisa. Dengan kata lain persepsi pelanggan terhadap produk yang telah ada dalam memuaskan konsumen. Pengukuran tersebut dapat dihitung dengan rumus (Cohen, 1995:110) :

Weighted Avarage performance =

c. Target (Goal)

Dibuat untuk memutuskan level dari customer performance yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

d. Rasio perbaikan (Improvement Ratio)

Rasio perbaikan merupakan perbandingan antara nilai yang diharapkan oleh pihak perusahaan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap suatu produk. Rasio perbaikan dapat dihitung dengan rumus (Cohen, 1995:110) :

Improvement ratio =

e. Titik jual (Sales Point)

Titik jual adalah kontribusi suatu kebutuhan pelanggan terhadap daya jual produk. Dengan kata lain, informasi tentang kemampuan perusahaan dalam menjual produk atau jasa. Hal tersebut berdasarkan kepada sejauh mana tiap kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari (Cohen, 1995:112) :

[(Number of respondents at performance value i).i]

(13)

19 Raw weight

raw weight Tabel 2.1 Sales point

Nilai Keterangan

1 Tidak terdapat penjualan 1.2 Titik penjualan tengah atau

sedang

1.5 Titik penjualan tinggi

f.Raw Weight

Raw Weight merupakan nilai keseluruhan dari data-data yang dimasukkan dalam Planning matrix tiap kebutuhan pelanggan untuk proses perbaikan selanjutnya dalam upaya pengembangan produk. Dihitung dengan rumus (Cohen, 1995:116) :

Raw weight = (importance to customer).(improvement ratio).(sales point)

g. Normalized Raw Weight

Normalized Raw Weightmerupakan nilai dari Raw Weight yang dibuat dalam skala antara 0-1 atau dibuat dalam bentuk persentase. Dihitung dengan rumus (Cohen, 1995:117):

Normalized raw weight =

3. Penyusunan respon teknis

Pada tahap ini merupakan tahap pemunculan karakteristik kualitas pengganti (Subtitute Quality Characteristic). Pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan yang bersifat non teknis menjadi data yang bersifat teknis guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen.

(14)

20

4. Penentuan hubungan antara kebutuhan pelanggan dengan kepentingan teknis

Tahap ini menunjukkan seberapa kuat hubungan antara setiap kebutuhan pelanggan dan kepentingan teknis. Hubungan tersebut merupakan dari tim pengembangan yang dapat bersifat kuat, moderat, dan lemah dan tidak ada hubungannya. Pada tahap ini ada 3 macam hubungan yang terbentuk yaitu :

Tabel 2.2 Nilai Hubungan

Simbol Hubungan Nilai

Tidak ada hubungan 0 Lemah 1 Moderat 3 Kuat 9 5. Penentuan prioritas

Tahap ini menunjukkan prioritas yang akan dikembangkan terlebih dulu berdasarkan kepentingan teknis, sehingga dapat terlihat apakah suatu respon teknis yang satu akan mempengaruhi respon teknis lainnya.

Contribution =

(numerical value.numerical raw weight)

2.2.7. Matrik QFD

Matrik ini menerangkan bahwa apa yang dibutuhkan oleh pelanggan dan apa harapan pelanggan tersebut dan bagaimana cara untuk dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut. Didalam matrik ini terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing bagian tersebut berisi tentang informasi-informasi yang satu sama lain saling berhubungan. Matrik QFD bukan semata-mata hanya memenuhi keutuhan dan

(15)

21

harapan pelanggan tetapi berusaha melampaui harapan pelanggan tersebut dengan segala cara agar dapat bersaing dengan perusahaan pesaing. Bagi perusahaan berusaha meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktivitasnya secara berkesinambungan memperoleh manfaat yang didapat dari QFD ini, yaitu (Andy Tjiptono & Anastasia Diana, 2001 : 114) :

1. Fokus pada pelanggan. 2. Efisiensi waktu.

3. Orientasi kerja sama tim. 4. Orientasi pada dokumentasi.

Dalam menggambarkan stuktur QFD adalah dengan suatu matriks yang sering disebut dengan istilah House Of Quality :

(16)

22 2 Manufacturer’s current requirements/spesification to suppliers 4 Relationship - What do the Customers

Requirements means to the manufacturer

- Where are the interactions between relationship 1 Customer input (requirement) 3 Planning Matrix - Important rating - Competitions rating - Target Value - Scale Up needed - Sales Point Planning weight (calculated) 5

Prioritized lized of manufacturer’s critical process requirement

6 Identify trade off

relating to the manufacturing requirements

Requirement

Gambar 2.1 House Of Quality (Tjiptono F dan A. Diana, 2001:116) Keterangan gambar :

Bagian 1

Menjelaskan tentang keinginan dan kebutuhan pelanggan terhadap produk atau jasa yang diharapkan yang berupa masukan-masukan (input) dari data kualitatif. Pada

(17)

23

langkah ini perusahaan berusaha untuk menentukan persyaratan-persyaratan yang diinginkan oleh pelanggan yang berhubungan dengan produk perusahaan.

Bagian 2

Berisi langkah-langkah pemanufaktur untuk memenuhi persyaratan pelanggan dengan mengusahakan spesifikasi kinerja tertentu.

Bagian 3

Merupakan matriks perencanaan yang digunakan untuk menerjemahkan keinginan atau persyaratan pelanggan kedalam rencana-rencana untuk memenuhi atau melampaui persyaratan tersebut.

Bagian 4

Menjelaskan persyaratan pelanggan dikonversikan ke dalam aspek-aspek pemanufakturan.

Bagian 5

Merupakan daftar prioritas persyaratan proses pemanufakturan dan penetapan target terhadap atribut atau karakteristik rekayasa.

Bagian 6

Merupakan korelasi teknis, berisi pertanyan apa yang terbaik yang dapat dilakukan organisasi dengan pertimbangan persyaratan pelanggan dan kemampuan pemanufakturan organisasi.

(18)

24 Persyaratan pelanggan Teknologi terapan Ciri-ciri teknikal Proses pemanufakturan Teknologi terapan

Proses pengendalian proses

Proses pemanufakturan

Pengendalian proses statistical

Proses pengendalian kualitas

Spesifikasi produk akhir

Pengendalian proses statistical

Gambar 2.2 Proses QFD

(Tjiptono, F dan A. Diana, 2001)

Keterangan gambar : Matriks 1

Matriks ini menjelaskan tentang perbandingan persyaratan pelanggan dengan ciri teknikal produk yang berhubungan.

Matriks 2

Menggambarkan perbandingan ciri-ciri teknikal yang terdapat pada matrik 1 dengan teknologi yang berhubungan. Dari kedua matriks ini dapat diketahui tentang :

MATRIK 1 MATRIK 2 MATRIK 3 MATRIK 4 MATRIK 5 MATRIK 6

(19)

25

1. Apa yang menjadi kebutuhan pelanggan?

2. Persyaratan teknikal apa yang dibutuhkan sehubungan dengan ciri-ciri kebutuhan pelanggan?

3. Teknologi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui persyaratan pelanggan?

4. Trade-off apa yang timbul sehubungan dengan persyaratan teknikal? Matriks 3

Dari matriks ini kita dapat mengetahui teknologi terapan pada matriks 2 dengan proses pemanufakturan yang berhubungan. Matriks ini bermanfaat dalam mengidentifikasi variabel-variabel penting dalam proses pemanufakturan.

Matriks 4

Matriks ini dipergunakan untuk membandingkan proses pemanufakturan dengan proses pengendalian kualitas (Little Q) yang berhubungan. Matriks ini merupakan informasi yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan proses.

Matriks 5

Dipergunakan sebagai perbandingan antara proses pengendalian kualitas (Little Q) dengan proses SPC yang berhubungan. Matriks ini memastikan bahwa parameter dan variabel proses yang tepat yang digunakan.

Matriks 6

Digunakan untuk membandingkan parameter SPC (Statistical Process Control) dengan spesifikasi yang telah dikembangkan untuk produk akhir. Pada matriks ini dilakukan penyesuaian untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan merupakan produk yang dibutuhkan pelanggan.

Gambar

Tabel 2.1 Sales point
Tabel 2.2 Nilai Hubungan
Gambar 2.1 House Of Quality
Gambar 2.2 Proses QFD

Referensi

Dokumen terkait

6.5 Sekiranya PdP secara atas talian dilaksanakan bagi kemasukan pelajar baharu, Universiti akan membuat bayaran balik yuran mengikut kadar pengurangan yang telah

 Cyclical normal goods adalah produk yang memiliki permintaan yang sangat dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. Misalnya mobil, rumah dan perjalanan wisata. Elastisitas

Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan

Untuk menjelaskan perbedaan antara hasil belajar yang diajar dengan pembelajaran menggunakan Modul dengan pembelajaran Klasik pada standar kompetensi pemeliharaan sistem

Apakah memang penggunaan media sosial di kalangan para pemuda tani dapat menjadi subsitusi atau hanya komplementer bagi saluran komunikasi politik berbasis

Alhamdulillahirobbil’ alamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat,rahmat dan hidayah-Nya yang senatiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan sampai

Di hari kiamat kelak kamu, wahai orang yang mendengarkan pesan ini, akan mendapatkan orang-orang yang menganiaya diri dengan kesyirikan menjadi takut akan

Lebih rendahnya M2 disebabkan oleh penurunan simpanan berjangka dalam rupiah dan simpanan dalam valas (Tabel 2), sedangkan M1 tercatat meningkat menjadi Rp219,0 triliun