• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Pola Sidik Jari pada Populasi Jawa dan Papua. Fanani Hidayati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Variasi Pola Sidik Jari pada Populasi Jawa dan Papua. Fanani Hidayati."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 30

Variasi Pola Sidik Jari pada Populasi Jawa dan Papua Fanani Hidayati

Email: fananihidayati@gmail.com

Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstrak

Jawa dan Papua merupakan dua populasi yang memiliki gene pool berbeda. Ciri biologi yang berbeda antara populasi Jawa dan Papua seperti bentuk dan warna rambut, bentuk hidung, warna iris mata dan letak celah mata. Salah satu ciri biologis yang dimiliki oleh manusia adalah sidik jari. Faktor genetik memiliki peran dalam pembentukan pola sidik jari. Secara umum terdapat tiga pola dalam sidik jari yaitu loop, arch, dan whorl. Pada penelitian ini akan mencari perbedaan pola sidik jari pada sampel Jawa dan Papua. Rumusan masalahnya adalah adakah perbedaan yang bermakna pada pola sidik jari antara sampel Jawa dan Papua. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif statistik Non parametris dengan teknik perhitungan chi-square. Tes chi-square dilakukan dengan bantuan program SPSS 17. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Sampel terdiri dari 70 sampel Jawa dan 70 sampel Papua. Secara keseluruhan dari pola yang terdapat di sepuluh jari (phalanx distal) sampel Jawa lebih banyak dijumpai pada pola loop dengan persentase 52,1%, pola whorl 41,6%, pola arch 6,3%. Pada sampel Papua didominasi oleh pola whorl 51,6%, pola loop 46,9%, pola arch 1,6%. Simpulannya terdapat perbedaan signifikan pada pola sidik jari sampel Jawa dan Papua.

Kata kunci : Sidik jari, Populasi, Jawa, Papua. Abstract

Javanese and Papuan were two populations that had different gene pool. Biologically, characteristics that distinguished Javanese and Papuan population were the hair shape and colour, nose shape, the colour of the iris and the location of the eye slit. One of biological characteristics that were possessed by humans being was fingerprint. Genetic factor played a role in the formation of fingerprint pattern. Generally, the fingerprint consisted three patterns, namely loop, arch, and whorl. In this study, intended to find out the fingerprint patterns in Javanese and Papuan samples. The statement of the problem was whether there was a significant difference in the fingerprint pattern between the sample from Javanese and Papuan. This research applied non-parametric statistical quantitative methods with chi-square calculation technique. The chi-square was carried out by using SPSS 17 program. Furthermore, the sampling technique used purposive sampling. Sample was consisting of 70 samples from Javanese and 70 samples from Papuan. Overall, from the pattern that was contained in the ten fingers (phalanx distal), Javanese samples were more prevalent in the loop pattern with a percentage of 52.1%, whorl pattern at 41.6%, then followed by arch pattern at 6.3%. Meanwhile, Papuan samples were dominated by whorl pattern at 51.6%, loop pattern at 46.9%, arch pattern at 1.6%. It appeared there was a significant differences in the fingerprint patterns Javanese and Papuan samples.

(2)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 31

Pendahuluan

Salah satu dampak dari proses evolusi adalah terjadinya variasi biologi. Evolusi didefinisikan sebagai proses tranformasi genetik oleh populasi melalui waktu yang terciptakan suatu perubahan susunan genetis populasi dari satu generasi ke generasi selanjutnya, serta membawa konsekuensi tertentu yang berupa keberagaman pada populasi dan perubahan pada pola adaptasi (Wolpoff, 1999) sehingga dapat disimpulkan adanya variasi biologis yang merupakan konsekuensi dari proses evolusi yang panjang.

Populasi Jawa dan Papua merupakan dua populasi yang memiliki gene pool yang berbeda. Perbedaan gene pool ini juga tidak lepas dari proses migrasi pada masa Neolitik, yaitu ras Australomelanesoid yang menghuni kawasan Indonesia tergeser ke arah timur, sedangkan untuk wilayah barat

yang sebelumnya diduduki oleh

Australomelanesoid dihuni oleh Mongoloid (Jacob, 1967b, 1974, 2006a, dalam Koesbardiati dan Suriyanto, 2007) dan dapat dikatakan unsur politipisme memiliki peran dalam perbedaan ciri biologi yang ada pada populasi Jawa dan Papua. Politipisme merupakan perbedaan populasi yang ada

pada suatu wilayah geografi (Simpson, 1964). Ciri biologi yang berbeda antara populasi Jawa dan Papua antara lain seperti bentuk dan warna rambut, bentuk hidung, warna iris mata dan letak celah mata. Maka tidak menutup kemungkinan dua gene pool (populasi Jawa dan Papua) ini juga memiliki perbedaan pola sidik jari. Salah satu ciri biologis yang dimiliki oleh manusia adalah sidik jari. Sidik jari pada manusia tidak dipengaruhi oleh lingkungan luar kecuali lingkungan di dalam kandungan. Genetik sangat berperan dalam pembentukan sidik jari, karena sidik jari di pengaruhi oleh unsur poligen (Suryo, 2010).

Sidik jari terbentuk pada bulan ke empat di masa kehamilan (Langman, 1974) dan tidak akan berubah hingga setelah proses kelahiran. Sidik jari terbentuk dengan bantuan beberapa gen yang berperan, oleh sebab itu sidik jari bersifat khas pada setiap individu. Terdapat tiga pola sidik jari secara umum yaitu whorl, arch, dan loop (Field, 1979). Rata-rata pola sidik jari pada tangan manusia sekitar 5% dengan pola arch, 25-30% merupakan pola whorl, dan 65-70% adalah pola sidik jari loop (Suryo, 2001), sementara penelitian yang dilakukan oleh

(3)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 32

Cummins & Midlo berkaitan dengan sidik jari disebutkan pola arch pada dermatoglifi kelompok Mongoloid hanya sekitar 2-3% (Indriati dan Jacob, 2000).

Beberapa penelitian melibatkan sidik jari sebagai bahan identifikasi pada beberapa penyakit yang disebabkan kelainan genetik. Pada penelitian ini peneliti akan mencari kecenderungan pola sidik jari yang dimiliki oleh sampel populasi Jawa dan Papua. Populasi yang dilibatkan pada penelitian ini adalah populasi Jawa dan Papua dengan harapan dapat mengetahui lebih jauh perbedaan pola sidik jari antar kedua populasi tersebut.

Bahan dan Metode

Penelitian mengenai variasi pola sidik jari pada populasi Jawa dan populasi Papua berada di wilayah Surabaya dan Lamongan. Pengambilan sampel Papua dilakukan di kota Surabaya yang merupakan salah satu kota tujuan para mahasiswa yang berasal dari Papua untuk menuntut ilmu. Di Surabaya terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai wilayah di Papua. Pengambilan sampel Jawa dilakukan di Lamongan, tepatnya di desa Tlogosadang kecamatan Paciran. Komposisi penduduk di desa Tlogosadang adalah mayoritas suku

Jawa dan belum banyak terjadi percampuran di desa tersebut. Sampel diambil dari 140 orang, 35 dari perempuan Papua, 35 dari laki-laki Papua, 35 dari perempuan Jawa dan 35 dari laki-laki Jawa. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian pada usia pubertas hingga dewasa, dengan rentang usia 16-40 tahun.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yakni, pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2002). Sampel diambil dengan pertimbangan orang Jawa yang dalam tiga generasi adalah Jawa dan tidak ada percampuran, dan orang Papua yang dalam tiga generasi adalah Papua dan tidak ada percampuran.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik cap jari untuk mengambarkan pola sidik jari pada phalanx distal yang ada pada sampel. Peneliti menggunakan bahan sebagai berikut: kaca persegi ukuran 30 x 20 cm, kertas A4 (form), fingerprint ink, gilingan bertangkai, kaca pembesar

Form sidik jari sampel penelitian yang sudah terkumpul kemudian dilakukan uji statistik menggunakan teknik perhitungan statistik Chi-kuadrat dua sampel untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan

(4)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 33

pola sidik jari sampel Jawa dan Papua dengan bantuan program SPSS versi 17. Hasil Penelitian

Hasil penelitian pada sampel Jawa adalah rata-rata pola pada sidik jari lebih

banyak didapati pola sidik jari loop, utamanya loop ulnar, yang kedua adalah pola sidik jari whorl, dan yang terakhir adalah pola sidik jari arch. Sampel Papua lebih banyak didapati pola whorl dan loop.

Tabel 1 Distribusi frekuensi berdasarkan variasi pola sidik jari sampel Jawa

Fingerprint

patterns Frequency Percent

Valid Whorl 291 41.6

Arch 44 6.3

Loop 365 52.1

Total 700 100.0

Sumber : Hasil pengolahan data peneliti (2014)

Pada tabel 1 dapat dilihat distribusi frekuensi seluruh sampel penelitian berdasarkan variasi pola sidik jarinya yang diambil dari pola sidik jari masing – masing 10 jari tangan dari seluruh sampel dari masing – masing sampel populasi Jawa yang jika ditotal dari 70 orang menjadi 700 pola

sidik jari. Dapat dilihat bahwa mayoritas sampel memiliki variasi pola sidik jari loop sebanyak 52,1% atau 365 jari, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 41,6% atau 291 jari memiliki variasi pola sidik jari whorl dan sebanyak 6,3% atau 44 jari memiliki variasi pola sidik jari arch.

Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan variasi pola sidik jari sampel Papua

Fingerprint

patterns Frequency Percent

Valid Whorl 361 51.6

Arch 11 1.6

Loop 328 46.9

Total 700 100.0

(5)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 34

Pada tabel 2 Pola sidik jari pada 10 jari tangan dari masing – masing sampel populasi Papua yang jika ditotal dari 70 orang menjadi 700 jari. Dapat dilihat bahwa mayoritas sampel memiliki variasi pola sidik

jari whorl sebanyak 51,6% atau 361 jari, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 46,9% atau 328 jari memiliki variasi pola sidik jari

loop dan sebanyak 1,6% atau 11 jari

memiliki variasi pola sidik jari arch.

Tabel 3. Distribusi frekuensi antar populasi dengan variasi pola sidik jari

Fingerprint patterns

Total

Whorl Arch Loop

Sampel Jawa Count 291 44 365 700

Expected Count 326.0 27.5 346.5 700.0 % within Populasi 41.6% 6.3% 52.1% 100.0% Papua Count 361 11 328 700 Expected Count 326.0 27.5 346.5 700.0 % within Populasi 51.6% 1.6% 46.9% 100.0% Total Count 652 55 693 1400 Expected Count 652.0 55.0 693.0 1400.0 % within Populasi 46.6% 3.9% 49.5% 100.0%

Sumber : Hasil pengolahan data peneliti (2014)

Dari tabel 3 terlihat bahwa dari 700 pola sidik jari yang berasal dari masing – masing 10 jari pada 70 sampel dari populasi Jawa, terdapat 291 jari (41,6%) yang memiliki variasi pola sidik jari whorl, 44 jari (6,3%) dengan variasi pola sidik jari arch dan sebanyak 365 jari (64,3%) dengan variasi pola sidik jari loop, selanjutnya dari 700 pola sidik jari yang berasal dari masing – masing 10 jari pada 70 sampel dari Papua, terdapat 361 jari (51,6%) yang memiliki

variasi pola sidik jari whorl, 11 jari (1,6%) dengan variasi pola sidik jari arch dan sebanyak 328 jari (46,9%) dengan variasi pola sidik jari loop.

Secara keseluruhan, dari 140 orang sampel baik dari sampel Jawa maupun Papua terdapat 652 jari (46,6%) yang memiliki variasi pola sidik jari whorl, 55 jari (3,9%) dengan variasi pola sidik jari arch dan sebanyak 693 jari (49,5%) dengan variasi pola sidik jari loop.

(6)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 35

Selanjutnya peneliti melakukan pengujian hippotesis chi – square dengan hipotesis sebagi berikut :

H0= Tidak ada perbedaan yang bermakna pada pola sidik jari antara sampel populasi Jawa dan Papua. H ı = Terdapat perbedaan yang bermakna pada pola sidik jari antara sampel populasi Jawa dan Papua. Kriteria pengambilan keputusannya adalah :

- H0 diterima jika Jika chi-kuadrat hitung < chi-kuadrat tabel atau probabilitas (Asymp. Sig.) > 0,05 - H0 ditolak dan terima H1 jika Jika chi-kuadrat hitung > chi-kuadrat

tabel atau probabilitas (Asymp. Sig.) < 0,05

Asumsi dalam pengujian chi-square adalah frekuensi harapan (expected

frequency) tidak boleh kurang dari satu dan

frekuensi harapan yang kurang dari lima tidak boleh dari 20%. Jika asumsi ini tidak

terpenuhi maka harus dilakukan

pengelompokkan ulang sampai hanya menjadi dua kelompok saja (tabel 2x2), dimana nilai yang dilihat adalah Fisher

Exact Test yang merupakan nilai p (p-value)

yang sebenarnya (BESRAL, 2010). Nilai chi-squaretabel (X2tabel) sebesar 5,99 (didapat dari X2tabel(1,2) = 5,99) Pengujian hipotesis chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (signifikansi =5%) dengan bantuan program SPSS dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengujian Chi – square

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 29.291a 2 .000

Likelihood Ratio 30.708 2 .000

Linear-by-Linear Association 8.514 1 .004

N of Valid Cases 1400

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,50.

(7)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 36

Dari tabel 4 terlihat bahwa dari Asymp. Sig pada kolom Chi – Square lebih kecil dari dari 0,05 yaitu 0,000 dan 0,000 < 0,05 begitu juga dengan nilai chi-square hitung yang lebih besar dari chi-square tabel yaitu 29,291 dan 30,708 > 5,99 sehingga dapat ditarik simpulan yaitu tolak H0 dan terima H1 yang berarti terdapat (ada) perbedaan yang bermakna pada pola sidik jari antara sampel populasi Jawa dan Papua. Pembahasan

Hasil penelitian ini dapat membedakan antara populasi Jawa dan populasi Papua. Penelitian ini menghasilkan data bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sidik jari pada sampel Jawa dan sidik jari sampel Papua. Sidik jari pada sampel Jawa didominasi oleh pola loop, sedangkan untuk pola whorl merupakan pola terbanyak kedua setelah pola loop.

Demikian itu berlaku bagi jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Setelah dilakukan perhitungan persentase pada sidik jari tangan kanan dan tangan kiri perempuan Jawa didapatkan temuan loop adalah pola tertinggi sementara whorl adalah pola

tertinggi kedua. Pada sidik jari phalanx

distal tangan kanan dan kiri laki-laki Jawa

juga sama yaitu pola loop tetap menjadi pola yang dominan, sementara pola whorl merupakan pola dominan setelah loop.

Pada sampel Papua diperoleh data bahwa pola whorl adalah pola tertinggi kemunculannya, sedangkan pola loop

terbanyak kemunculannya setelah pola

whorl. Jika dipisahkan secara jenis kelamin,

sidik jari tangan kanan dan tangan kiri antara sampel perempuan dan laki-laki Papua tetap memunculkan data yang sama. Sampel perempuan Papua di dominasi oleh pola sidik jari whorl dan dominasi selanjutnya oleh pola loop. Sama halnya dengan sampel perempuan Papua, sampel laki-laki Papua memunculkan bahwa pola

whorl adalah pola terbanyak sedangkan pola loop adalah pola terbanyak kedua.

Penelitian yang berkaitan sidik jari di Indonesia seringkali dihubungkan dengan penderita penyakit kelainan genetika. Hasil penelitian sidik jari phalanx distal pada sampel populasi Jawa sejalan dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan di

(8)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 37

Indonesia, khususnya penelitian di wilayah Indonesia barat yang notabenya adalah didominasi oleh kelompok Mongoloid. Penelitian berkaitan dengan pola dermatoglifi pada penderita skizofrenia dan orang normal di wilayah Surakarta (Sintaningtyas, 2010) menunjukkan bahwa pola sidik jari yang paling besar pada orang normal adalah pola ulnar loop dengan frekuensi 54,7%, kemudian pola whorl sebesar 20,7%, pola arch 13,7%, sedangkan untuk penderita skizofrenia pola yang dominan adalah 61,1% berpola loop dan 24,6% berpola whorl. Dari hasil penelitian pada orang normal maupun penderita skizofrenia tidak ada beda yang signifikan pada pola sidik jarinya, pola loop tetap mendominasi. Pada sampel Jawa dari hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa pola

loop adalah pola sidik jari yang paling tinggi

persentase kemunculannya, persentase tertinggi kedua juga terdapat kesamaan yaitu pola whorl, dan ketiga adalah pola arch.

Penelitian pada sampel populasi Jawa ini juga sejalan dengan penelitian sidik jari dan kelainan mental yaitu pola loop tetap menjadi yang persentase terbesar, pola

whorl menjadi pola persentase terbesar

kedua. Penelitian sidik jari berhubungan dengan penyakit mental dihasilkan bahwa

tidak ada beda yang signifikan antara pola sidik jari orang yang mengalami retardasi mental dan orang normal (Sufitni, 2007), dimana hasilnya adalah sama bahwa pola

loop pada penderita retardasi mental

merupakan pola yang paling sering muncul yaitu 60% untuk ulnar loop dan 5% untuk

radial loop , tidak jauh beda dengan

penderita retardasi mental, pada orang normal pola loop dengan persentase 59% untuk ulnar loop dan 2% untuk radial loop , pola whorl merupakan dominan kedua pada orang retardasi mental dan orang normal yaitu sebesar 32% untuk orang retardasi mental, dan 39% untuk orang normal. Sementara pola arch adalah pola yang paling sedikit kemunculannya, sama halnya dengan sampel populasi Jawa dimana loop tetap menjadi pola terkecil intensitas kemunculannya.

Penelitian lain berkaitan dengan pola sidik jari yang ada pada orang normal dan keluarga penderita obesitas memiliki pola yang sama (Chastanti, 2009) yaitu pola yang sering muncul adalah loop dengan persentase untuk orang normal adalah sebesar 62% dan 63,76% untuk keluarga penderita obesitas dan pola kedua yang sering muncul adalah whorl dengan persentase untuk orang normal adalah 34,8%

(9)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 38

dan pada keluarga obesitas sebesar 33,11%, dapat disimpulkan bahwa tidak ada beda yang signifikan antara pola sidik jari orang yang normal dan keluarga penderita obesitas. Dari penelitian yang dilakukan oleh (Sintaningtyas, 2010; Sufitni, 2007; dan Chastanti, 2009) terdapat kesamaan dengan penelitian ini yaitu pada sampel Jawa bahwa

loop adalah pola tertinggi dan whorl adalah

pola tertinggi kedua, sementara pola arch pola terendah tingkat kemunculannya.

Pada sampel populasi Papua memilliki kesamaan dengan populasi

oriental dan native America. Penelitian yang

dilakukan berdasarkan variasi rasial sidik jari phalanx distal pada populasi oriental dan native America menghasilkan temuan peningkatan pada pola whorl (Triwani, 2003). Dari hasil penelitian sampel Papua mengalami peningkatan pada pola whorl dibandingkan dengan sampel Jawa. Pada penelitian variasi pola sidik jari sampel populasi Jawa dan Papua dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Persentase pola sidik jari sampel Jawa dan Papua

Sampel

Fingerprint patterns

Total

Whorl Arch Loop

Jawa 41,6% 6,3% 52,1% 100%

Papua 51,6% 1,6% 46,9% 100%

Sumber : Hasil pengolahan data peneliti (2014)

Sidik jari berguna untuk mengetahui determinasi biologi manusia dan juga ras (Twain, dalam Cole, 2009). Galton juga mengungkapkan bahwa sidik jari berguna untuk mengetahui homogenitas rasial (Cole, 2009). Adanya perbedaan persentase yang

ada pada tabel 5 antara sidik jari sampel Jawa dan sampel Papua membenarkan pernyataan yang diungkapkan oleh Twain dan Galton bahwa sidik jari antar ras

memiliki perbedaan. Sampel Jawa

(10)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 39

namun keterpautan pada pola loop dengan sampel Papua kurang dari 10%, sementara itu sampel Papua peningkatan pola sidik jarinya pada pola whorl dengan keterpautan 10% dengan sampel Jawa, yang artinya keterpautan lebih besar pada pola whorl daripada pola loop. Pada pola arch sampel Papua sangatlah sedikit kemunculannya, kemunculan pola arch pada sampel Jawa lebih besar.

Perbedaan pola sidik jari yang muncul pada sampel Jawa dan Papua diakibatkan populasi Jawa dan Papua berasal dari dua ras yang berbeda. Populasi Jawa ( ras Mongoloid) dan populasi Papua (ras Australomelanesoid) memiliki ciri biologi yang berbeda. Pada masa Holisin populasi di Indonesia dihuni oleh ras Australomelanesoid dan saat masa Neolitik ras Mongoloid datang ke Indonesia

kemudian menggeser populasi

Australomelanesoid. Mongoloid menduduki wilayah Indonesia bagian utara dan barat,

sementara ras Australomelanesoid

berekspansi ke arah selatan dan timur wilayah Indonesia (Jacob, 1967b, 1974, 2006a, dalam Koesbardiati dan Suriyanto, 2007). Terlihat pada saat ini populasi Jawa (Monggoloid) menempati wilayah Indonesia bagian barat, dan populasi Papua

(Australomelanesoid) menghuni wilayah Indonesia bagian Timur (Papua). Adanya perbedaan gene pool antara populasi Jawa dan Papua membentuk variasi ciri biologi yang terlihat saat ini.

Simpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa sidik jari antara sampel Jawa dan sampel Papua memiliki perbedaan dan hipotesis H1 diterima. Dengan kata lain sampel Jawa lebih banyak didapati pola

loop sedangkan variasi sidik jari pada

sampel Papua banyak dijumpai pola whorl. Pada pola sidik jari loop, whorl, dan arch antara sampel Jawa dan sampel Papua memiliki keterpautan yang cukup bermakna pada persentase kemunculannya, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan pada pola sidik jari antara sampel Jawa dan sampel Papua. Perbedaan pola sidik jari ini merupakan suatu keragaman dari variasi ciri biologi yang dimiliki oleh populasi.

Saran

Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, peneliti melakukan penelitian pada sampel Papua yang ada di Surabaya untuk mempermudah jangkauan. Penelitian yang selanjutnya diharapkan dapat memilih lokasi

(11)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 40

yang lebih spesifik yaitu di Papua langsung, supaya didapatkan data yang lebih banyak dan mengetahui lebih jauh bagaimana karakteristik sidik jari yang lebih banyak. Keterbatasan jumlah sampel pada penelitian ini dianjurkan untuk penelitian berikutnya sampel lebih diperbanyak lagi, dan akan lebih baik dilakukan penelitian pada variasi populasi yang lain misalnya, orang Arab, China, dst untuk lebih memperluas

pengetahuan tentang variasi

dermatoglifi/sidik jari yang ada pada populasi. Apabila ingin mengembangkan lebih jauh sidik jari sebagai alat identifikasi maka penelitian tidak hanya menggunakan pola pada sidik jari, namun bisa dilakukan lebih dalam melalui perhitungan jumlah serta bentuk ridge count dan tipe garis yang membentuk pola pada sidik jari.

Daftar Pustaka

Chastanti, I. (2009), Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas di Daerah Medan dan Sekitarnya. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Cole, S.A. (2009), Twins, Twain, Galton,

and Gilman: Fingerprinting, Individualization, Brotherhood, and Race in Pudd’nhead, Wilson.

The Johns Hopkins University Press and the Society for Literature and Science, California.

BESRAL. (2010), Pengelolahan dan Analisa Data-1 Menggunakan SPSS, Departemen Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Field, A. I. (1976), Fingerprint Handbook,

Charles C Thomas Publisher, Illinois.

Indriati, E., Jacob, T. (2000), Antropologi Biologis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional,

Yogyakarta.

Koesbardiati, T., Suriyanto, R.A. (2007), Menelusuri Jejak Populasi Morfologi Pangur Gigi-Geligi: Kajian Pendahuluan Atas Sampel Gigi-Geligi dari Beberapa Situs Purbakala di Jawa, Bali, dan

Nusa Tenggara Timur,

Humaniora Vol.19, Hal. 33-42 Langman, J. (1975), Medical Embryology,

The Williams & Wilkins Company, USA.

Simpson, G.G. (1964), Expert Meeting on

the Biological Aspects of Race : Polytypism, Monotypism and Polimorphism, United Nations

Educational, Paris.

Sintaningtyas, L.J. (2010), Pola Dermatoglifi Tangan pada Pasien Skizorfenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sufitni. (2007), Pola Sidik Jari Pada Kelompok Retardasi Mental dan Kelompok Normal. Skripsi .Majalah Kedokteran Nusantara, vol.40. hal:185

Sugiyono. (2002), Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Suryo. (2001), Genetika Manusia, Gadjah

Mada University Press,

(12)

AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.1/Pebruari 2015, hal 41

Suryo. (2011), Genetika Manusia, Gadjah

Mada University Press,

Yogyakarta.

Triwani. (2003), Pemeriksaan Dermatoglifi sebagai Alat Identifikasi dan Diagnostik, Jurnal Kesehatan &

Kedokteran Universitas

Sriwijaya, Th 42, no.2, pp.2861-2866.

Wolpoff, M.H. (1999), Paleoanthropology, McGraw-Hill Companies, Inc, USA.

Gambar

Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan variasi pola sidik jari sampel Papua
Tabel 3. Distribusi frekuensi antar populasi dengan variasi pola sidik jari
tabel  atau  probabilitas  (Asymp.
Tabel 5. Persentase pola sidik jari sampel Jawa dan Papua

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pendidikan yang secara umum ingin dicapai melalui aktivitas di luar ruang kelas atau di luar lingkungan sekolah adalah: 1) membuat setiap individu memiliki

Pertumbuhan industri sangat berpengaruh terhadap tingkat alih fungsi lahan pertanian, karena industri memerlukan bangunan fisik untuk melakukan aktifitas

Dikarenakan Masjid Safinatun Najah masih dikelola oleh pengurus masjid itu sendiri yang belum menerapkan sistem olah data modern sehingga belum memiliki manajemen

Dibanding jenis kerang-kerangan yang lain, A pleuronectes mempunyai ciri khusus yaitu mempunyai otot adukt o r yang cukup besar dibanding ukuran tubuhnya, seperti halnya pada

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik responden, untuk mengukur beban kerja yang dialami petugas cleaning service di Rumah

Berdasarkan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat dalam bentuk pelatihan ini dapat disimpulkan bahwa: Hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada

ahap perancangan yang melakukan perancangan dokumen pada proses domain Service Transition dan Service Operation berdasarkan komponen people, process, ting dilakukan