• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kesehatan, gizi, dan mental atau psikologis, dimana faktor-faktor tersebut saling mendukung satu sama lainnya dalam kehidupan. Setiap manusia sesungguhnya adalah citra tuhan yang mempesona. Pesona itu dijumpai dalam diri semua bayi yang baru lahir ke dunia. Memiliki buah hati yang sehat, aktif, dan cerdas, adalah impian setiap orang tua. Sayangnya, karena beberapa faktor, impian ini tidak bisa diwujudkan. Sang buah hati lahir dengan kelainan yang mengakibatkan gangguan pada kemampuan motorik maupun sensorik.

Seperti halnya terhadap anak penderita autis. Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.

Autisme atau autisme infantile (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 (Budiman, 1998) seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis

(2)

pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.

Reaksi pertama orangtua yang paling mungkin adalah kekecewaan dan kesedihan mendalam, yang kemudian disusul rasa malu. Perasaan malu ini pula yang membuat para orangtua memilih untuk bersembunyi dan menutup-nutupi keadaan buah hatinya dari lingkungan sekitar ketimbang mencari informasi yang benar mengenai kelainan buah hatinya.

Meski sudah banyak sekolah-sekolah khusus atau pusat konsultasi yang menangani anak dengan kelainan mental, tidak banyak orangtua yang meresponnya secara positif.Akan tetapi, ada juga orangtua yang sudah memeriksakan kondisi sang buah hati kepada dokter dengan spesialisasi di bidang ini. Namun, pergi ke dokter anak saja tidak cukup. Para orangtua perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan lembaga yang khusus menangani perkembangan anak dengan kelainan mental. Di situ lah orangtua bisa mengikuti perkembangan dan pertumbuhan sang buah hati. Mulai dari hal yang paling kecil hingga hal yang paling kompleks. Ketika ada salah satu kelainan pada perkembangan sang buah hati pun, orangtua tidak perlu panik dan dapat memberikan penanganan dini agar memperkecil berbagai kemungkinan terburuk.

Oleh karena itu peranan orang tua sangat dibutuhkan dalam membantu persoalan-persoalan yang dihadapi sekaligus sangat menentukan dalam pembentukan dan pertumbuhan serta kemampuan seorang anak menuju masa

(3)

depannya. Sehingga tidak melebihi kenyataan jika dikatakan bahwa peranan orang tua turut mewarnai perkembangan perilaku anaknya dalam keluarga.

Untuk mempersingkat waktu penelitian, mempermudah peneliti dan tidak memperbanyak biaya dan keterbatasan peneliti untuk meneliti semua orang tua yang mempunyai anak penderita autis khususnya yang mengikuti sekolah terapi YAKARI yang berlokasi di Jl. Abdullah Lubis No. 30 Medan. Maka peneliti memfokuskan penelitian kepada orang tua dan anak penderita autis yang mengikuti sekolah terapi di YAKARI.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kemampuan empati orang tua dan perilaku anak autis di sekolah terapi YAKARI. Peneliti memilih lokasi penelitian di sekolah terapi YAKARI karena peneliti melihat bahwa kemampuan empati orang tua terhadap perilaku anak autis di sekolah terapi YAKARI tersebut berdampak positif. Berdasarkan pengamatan sementara, peneliti melihat bahwa kemampuan empati orang tua dan perilaku anak autis di sekolah terapi YAKARI dapat berdampak positif bagi orang tua.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah kemampuan empati orang tua dalam membentuk perilaku anak autis di Sekolah Terapi YAKARI Medan?”

(4)

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti menetapkan batasan masalah yang lebih jelas dan spesifik mengenai hal - hal yang diteliti.

Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah :

a. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dimana peneliti mendeskripsikan atau merekonstruksi wawancara mendalam terhadap subjek penelitian tanpa menjelaskan hubungan antar variabel atau menguji hipotesis.

b. Subjek penelitian adalah Orang tua dari anak penderita autis yang bersekolah terapi di YAKARI.

c. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2010.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kemampuan empati orang tua dalam membentuk perilaku anak autis.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon atau tanggapan orang tua dalam membentuk perilaku anak autis.

c. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang pada umumnya menjadi fokus orang tua dalam membentuk perilaku anak autis.

(5)

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah

penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di Departemen Ilmu Komunikasi.

b. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya tentang Psikologi Komunikasi sebagai bagian dari ilmu komunikasi.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dan masukan yang positif bagi pihak yang terkait dalam penelitian ini.

1.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti tentu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 1995:39).

Menurut kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Dengan adanya kerangka teori peneliti akan memiliki landasan dalam menemukan tujuan arah penelitiannya.

(6)

1.5.1 Komunikasi Antar Pribadi

Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris, yaitu

communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30).

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl I Hovland (Effendy, 1996:8) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana informasi seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam menyampaikan informasi sehingga tercapai komunikasi yang efektif.

Komunikasi juga dapat diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh mempengaruhi satu dengan yang lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Hafied Cangara, 2002:20).

Menurut Mulyana (2002:73), komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

(7)

Sedangkan menurut Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri, 1991:12).

Lebih jauh lagi, De Vito (1976) mengemukakan beberapa ciri komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:13) yaitu :

1. Keterbukaan 2. Empati 3. Dukungan 4. Rasa Positif 5. Kesamaan 1.5.2 Psikologi Komunikasi

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.

Sedangkan, komunikasi dalam bahasa Inggris, yaitu communication

berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30).

Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya

(8)

perilaku manusia itu. Psikologi juga memandang komunikasi dengan makna yang lebih luas yang meliputi penyampaian energi alat indera ke otak, proses saling pengaruh di antara berbagai sistem organisme dan diantara organisme. Menurut Carl I Hovland & Janis bila komunikasi didefinisikan melalui pendekatan/prespektif psikologi maka psikologi adalah proses individu menyampaikan stimulus untuk merubah/mempengaruhi perilaku individu lain

.

Namun, menurut pendapat George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi (Miller, 1974:4).

Akan tetapi, sebenarnya psikologi sosial adalah psikologi komunikasi. Dimana dari salah satu defenisi mutakhir menyebutkan psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan bagaimana pikiran, perasaan dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, dibayangkan, atau disiratkan (Kaufmann, 1973:6).

Didalam penelitian ini, peneliti menggunakan psikologi komunikasi sebagai dasar hubungan terhadap kemampuan empati orang tua dalam membentuk perilaku anak autis.

(9)

1.5.3 Autisme

Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir. Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu (Chaplin, 1997:15).

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang (Handojo, 2003:18-20) yaitu : 1. Komunikasi 2. Interaksi sosial 3. Gangguan sensoris 4. Pola bermain 5. Perilaku 6. Emosi 1.5.4 Empati

Empati berasal dari bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti “ketertarikan

(10)

mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain

.

Taylor menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang saling memercayai. Ia memandang empati sebagai usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap makna perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling memercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat .

Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara terhadap sebagian atau sekurang-kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain. Berempati tidak melenyapkan kedirian kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan mendengarkan bukan sekedar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya: siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya

.

1.5.5 TEORI S-O-R

Dalam penelitian ini, model komunikasi yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus-Organisern-Respon). Model ini mengemukakan bahwa tingkah

(11)

laku social dapat dimengerti melalui suatu analisis dan stimulus yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai dengan reaksi yang terjadi. Dengan kata lain, menurut Effendy (2003: 254) efek yang ditimbulkan sesuai dengan teori S-O-R yang merupakan reaksi yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.

Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi tethadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan yang erat antara pesan-pesan media dan reaksi audiens. Dalam proses perubahan sikap, maka sikap komunikasi hanya dapat berubah apabila stimulus yang menerpanya melebihi apa yang pernah dialaminya.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003:255) dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelly yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap baru, ada tiga variabel penting yaitu :

a. Perhatian, b. Pengertian, c. Penerimaan

Berdasarkan uraian di atas, maka proses komunikasi dalam teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut :

(12)

Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap tergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung apabila ada perhatian komunikan.

Setelah komunikan mengelolanya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, teori S-O-R dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Stimulasi : Kemampuan empati orang tua.

2. Organism : Orang tua yang mempunyai anak penderita autis yang bersekolah terapi di YAKARI.

3. Response : Peningkatan perilaku anak autis.

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifät kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai serta

Stimulus Organism

• Perhatian • Pengertian • Penerimaan

(13)

perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1995:40).

Konsep adalah penggambaran fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:11). Adapun variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian yaitu :

1. Kemampuan empati orang tua adalah sikap penerimaan dan pengertian akan perasaan dan mendengarkan sekedar perkataan seorang anak tentang hidup pribadinya, siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya. 2. Perilaku anak autis adalah Perilaku seorang anak penderita autis yang

tertarik hanya pada dunianya sendiri.

1.7 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

(14)

Bagan II Model Teoritis

1.8 Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian yaitu empati, keterbukaan, dukungan, rasa positif, perilaku, stimulasi diri, suasana dan pikiran :

1. Empati

Sikap menerima atau tidak menerima dalam membentuk perilaku anak penderita autis.

2. Keterbukaan

Sikap keterbukaan orang tua yang dimulai dengan kesabaran dan tanggung jawab yang penuh terhadap anak penderita autis.

3. Dukungan

Stimulus

Kemampuan Empati oRang Tua

Organism

• Perhatian • Pengertian • Penerimaan

Response

(15)

Perhatian orang tua serta memahami perasaan anak penderita autis dengan memberikan pendidikan atau memberikan sekolah khusus terapi pada anak autis.

4. Rasa Positif

Perasaan dan pikiran yang positif serta optimis akan masa depan anak penderita autis.

5. Perilaku

Berperilaku berlebihan (Hiperaktif) dan berperilaku kekurangan (Hipoaktif). 6. Stimulasi Diri

Adanya suatu perilaku stimulasi diri untuk melakukan gerakan yang diulang-ulang, seperti berjalan bolak-balik, geleng-geleng kepala, dan berputar-putar.

7. Suasana

Tidak suka pada perubahan yang akan cenderung membuat anak penderita autis emosi.

8. Pikiran

Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola pikiran, seperti duduk termangu dengan tatapan kosong.

Gambar

Gambar di atas menunjukkan  bahwa perubahan sikap tergantung pada  proses yang terjadi pada individu

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran interaktif sangat berperan penting di dalam pendidikan karena dengan media pembelajaran interaktif yang tepat materi dan sesuai dengan tujuan

Dalam hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kedua Tim Media bergerak pada koridor masing-masing yang awalnya secara sengaja diatur untuk mengelola

Tujuan penelitian untuk menguji keefektifan psikoedukasi dengan model cognitive behavior therapy (CBT) untuk meningkatkan kesadaran bahaya rokok pada peserta didik kelas

atau simbol yang dibutuhkan untuk menyimpan suatu data element...  Sistem berorientasi pada

Telkom Kandatel Semarang, menggunakan variabel kepuasan pelanggan untuk dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu pelanggan yang sangat puas, puas, dan tidak puas

b) Kulit tengah (sclerotesta), suatu lapisan yang kuat dan keras, berkayu, menyerupai kulit dalam (endocarpium) pada buah batu... c) Kulit dalam (endotesta), biasanya tipis

disyariatkan—tidak terkecuali hukuman pencurian—bertujuan untuk kemaslaha- tan. Barangkali dapat dikatakan semua unsur yang terindikasi menutup jalan pada kemaslahatan, bahkan

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2007, Masalah Hipertensi di Indonesia, Dirjen Pengendalaian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;2010.. Gauthier B, Edelmann CMJr,