• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8. Rumput Laut Euchema cotonii Kering.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8. Rumput Laut Euchema cotonii Kering."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Bubur Rumput Laut

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut kering tawar jenis Euchema cotonii yang diperoleh dari petani rumput laut di Kepulauan Seribu. Rumput laut ini sebelumnya sudah mengalami perlakuan sehingga didapat rumput laut Euchema cotonii kering tawar dengan warna kuning pucat. Rumput laut ini mendapat perlakuan khusus setelah dipanen, yaitu direndam dalam air tawar selama 2-3 hari dalam bak tertutup atau air mengalir. Rumput laut dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga kering. Rumput laut kering memiliki karakteristik warna kuning pucat, aroma sedikit amis, dan thallus agak keras. Rumput laut Euchema cotonii kering dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Rumput Laut Euchema cotonii Kering.

Bubur rumput laut (BRL) merupakan hasil olahan dari rumput laut yang telah dihaluskan secara mekanis dengan menggunakan mesin penghalus blender sehingga memudahkan dalam proses pembuatan adonan cendol rumput laut. Bubur rumput laut memiliki beberapa keunggulan antara lain volume lebih kecil sehingga tidak membutuhkan ruang yang luas dan lebih efektif aplikasinya dalam pembuatan adonan karena ukurannya yang sudah halus dan tidak memerlukan biaya tinggi untuk pembuatannya. Selain itu, proses pembuatan bubur yang tidak menggunakan suhu tinggi diharapkan dapat mempertahankan kandungan gizinya terutama iodium yang sensitif terhadap panas. Berbeda dengan pembuatan tepung rumput laut yang

(2)

menyatakan bahwa proses pengeringan bahan pangan akan merubah sifat asal bahan misalnya bentuk dan penampakan, sifat fisik serta sifat kimia, dan penurunan mutu.

Sebelum dibuat bubur, rumput laut kering Euchema cotonii terlebih dahulu dilakukan pencucian dan perendaman. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan benda-benda asing yang terbawa bersama rumput laut, seperti pasir, kerikil, dan kotoran lainnya. Setelah dicuci, rumput laut Euchema cotonii dilakukan perendaman. Perendaman bertujuan untuk menghilangkan bau amis, dan menghasilkan rumput laut dengan warna putih cerah serta tekstur yang tidak lembek. Menurut Chaidir (2007), perendaman rumput laut Euchema cotonii dengan media air tawar menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan media perendam larutan tepung beras maupun larutan kaporit, baik dari bau, tekstur maupun kenampakan. Rumput laut Euchema cotonii direndam dalam air tawar selama 9 jam menghasilkan bau atau aroma yang segar dan tidak begitu amis, tekstur dengan thalus padat, kenampakan yang bersih dan agak cemerlang.

Menurut Angka dan Suhartono (2000), rumput laut yang tidak berwarna (putih bersih) dapat diperoleh dengan pemucatan, yaitu dengan merendam rumput laut dalam larutan pemutih atau pemucat. Larutan pemutih atau pemucat yang dapat digunakan antara lain larutan kaporit (Ca(OCl)2) 0,25%, larutan kapur tohor (CaO)

0,50% atau Natrium hipoklorit (Na(OCl)) 0,25%. Penelitian yang dilakukan oleh Chaidir (2007) menunjukkan bahwa, beberapa jenis media dapat digunakan untuk perendaman rumput laut adalah air tawar, larutan tepung beras 5%, dan larutan kapur tohor 0,5%. Air tawar merupakan media perendam alami dan hampir tidak ada dampak yang ditimbulkan. Beberapa pigmen dalam rumput laut dapat terpecah dan larut dalam air tawar. Tepung beras dengan kandungan pati yang tinggi dapat menghilangkan bau amis dan memberikan warna yang bersih. Larutan kapur tohor 0,5% adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghilangkan pigmen warna rumput laut.

Perendaman rumput laut kering Euchema cotonii dalam air tawar selama 9 jam dengan perbandingan rumput laut dan air 1:10 menghasilkan rumput laut yang bersih mengkilat dan tekstur yang padat. Hasil perendaman ini berpengaruh terhadap produk olahan yang akan dibuat. Jika rumput laut yang dihasilkan berwarna gelap

(3)

dan berbau amis maka warna produk olahan diserap oleh rumput laut dan dapat menimbulkan bau amis.

Rumput laut Euchema cotonii yang telah direndam selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran ± 2 cm untuk memudahkan dalam penghalusan sehingga diperoleh bubur rumput laut yang halus. Rumput laut yang telah dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Bubur Rumput Laut Euchema cotonii.

Rumput laut Euchema cotonii yang telah dihaluskan dalam bentuk bubur dilakukan analisa kandungan nutrisinya. Kadar air bubur rumput laut cukup tinggi yaitu 96,12%, kadar lemak 1,55% (bk), serat pangan total 54,38% (bk), dan kandungan iodium 55,46 µg/g (bk). Hasil lengkap analisa nutrisi bubur rumput laut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Kimia Bubur RL Euchema cotonii (bk)

Komponen Satuan Jumlah

Kadar lemak % 1,55

Kadar protein % 20,10

Kadar abu % 6,96

Kadar karbohidrat % 71,39

Serat pangan larut % 15,46

Serat pangan tak larut % 38,96

Serat pangan total % 54,38

Iodium µg/g 55,46

(4)

menurut Ristanti (2003) 83,2% (bk) dan Sihombing (2003) 82,0% (bk). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh terdapatnya perbedaan spesies dan kondisi lingkungan tempat tumbuh rumput laut yang berbeda. Kadar iodium hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Ristanti (2003) dan Sihombing (2003). Kadar iodium hasil penelitian ini yaitu 55,46 µg/g, sedangkan menurut Ristanti dan Sihombing yaitu 51,3 µg/g dan 54,6 µg/g.

Perbedaan kadar iodium menurut Ristanti dan Sihombing ini disebabkan karena perbedaan waktu perendaman. Waktu perendaman Euchema cotonii dalam penelitian Ristanti dan Sihombing adalah 24 jam, sedangkan dalam penelitian ini waktu perendaman adalah 9 jam. Selama perendaman, kadar iodium akan semakin menurun karena iodium memiliki karakteristik yang dapat larut dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trisnowo (1993) bahwa iodium larut dalam air mencapai 0,34 gram/liter pada suhu 25 0C. Komposisi rumput laut segar menurut Ristanti (2003) dan Sihombing (2003) dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Komposisi Kimia Rumput Laut Euchema cotonii Segar (bk)

Komponen Satuan Ristanti (2003) Sihombing (2003)

Kadar lemak % 2,1 1,5

Kadar protein % 4,3 5,4

Kadar abu % 2,7 5,1

Kadar karbohidrat % 90,9 -

Serat pangan larut % 30,8 38,8

Serat pangan tak larut % 52,4 43,2

Serat pangan total % 83,2 82,0

Iodium µg/g 51,3 54,6

4.2. Formulasi Cendol Rumput Laut

Formulasi cendol rumput laut merupakan tahapan penambahan bubur rumput laut dalam adonan cendol. Dalam pembuatan cendol rumput laut, adonan yang telah dimasak, dicetak dalam cetakan cendol. Untuk menghindari terjadinya pelekatan kembali antar cendol, dibawah cetakan cendol (tempat penampung) diberi air dingin sehingga cendol yang telah dicetak cepat dingin dan tidak terjadi lagi proses glatinisasi. Cendol yang telah dicetak selanjutnya dicuci dengan air agar warnanya lebih cerah (Gambar 10).

(5)

Faktor penting yang berpengaruh dalam pembuatan cendol ini antara lain komposisi air dan larutan daun suji (Pleomele angustifolia) yang ditambahkan dalam setiap formulasi. Jumlah air yang ditambahkan adonan cendol rumput laut berpengaruh terhadap tekstur, sedangkan jumlah larutan daun suji berpengaruh terhadap warna dan rasa.

Gambar 10. Pencetakan Cendol Rumput Laut.

Komposisi bahan yang menjadi perbandingan adalah bubur rumput laut, tepung hunkwee, dan tepung beras. Komposisi penyusun cendol rumput laut yang terpilih diharapkan sebagai komposisi yang ideal sehingga daya terima cendol rumput yang dihasilkan dapat diterima konsumen atau masyarakat. Formulasi cendol rumput laut yang digunakan dalam percobaan ini antara lain bubur rumput laut, tepung hunkwee, dan tepug beras. Penambahan air daun suji dan air panas dalam pembuatan adonan berdasarkan coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh cendol rumput laut yang baik dalam hal warna, aroma, tekstur, dan rasa. Penambahan air panas yang terlalu banyak mengakibatkan tekstur cendol yang dicetak menjadi hancur dan larut dalam air pendingin, sedangkan penambahan air daun suji berpengaruh pada kepekatan warna dan aroma. Hal yang lebih penting adalah pengaruhnya terhadap rasa. Komposisi formulasi lengkap cendol rumput laut dalam percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Penggunaan perbandingan antara tepung hunkwee dan tepung beras (2 : 1) digunakan berdasarkan data hasil peninjauan di lapangan, dimana cendol komersil diproduksi, yaitu di Desa Kedung Badak, Kabupaten Bogor. Untuk kemudahan dan

(6)

dengan pembuatan tepung rumput laut (TRL) serta tidak memerlukan biaya yang tinggi. Namun demikian, perlu dilakukan konversi sebagai alternatif jika rumput laut yang digunakan dalam pembuatan cendol adalah rumput laut dalam bentuk tepung. Penelitian yang dilakukan oleh Chaidir (2007) menunjukkan bahwa dari rumput laut Euchema cotonii yang telah dibuat bubur dan dibuat tepung rumput laut (TRL) memiliki rendemen 8,33% dengan kadar air 12,34%. Jika didasarkan asumsi bahwa dalam setiap 100 gram bubur rumput laut akan terbentuk 8,33 gram tepung rumput laut, maka penambahan bubur rumput laut pada masing-masing formula dapat dikonversikan dalam bentuk tepung rumput lautnya. Pada formula B dengan penambahan BRL 10% maka BRL dapat disubstitusi dengan TRL 0,833 gram, formula C (BRL 20%) disubstitusi dengan TRL 1,666 gram dan seterusnya.

Tabel 11. Komposisi Formulasi Cendol Rumput Laut dalam 100 gr Bahan

Formula Bahan Padat (gr) Bahan Cair (ml)

BRL (atau TRL) T. Hunkwee T. Beras Daun Suji Air Panas

A 0 (0,000) 66,7 33.3 70 550 B 10 (0,833) 60,0 30.0 70 540 C 20 (1,666) 53,4 26.7 70 510 D 30 (2,499) 46,7 23.3 70 470 E 40 (3,332) 40,0 20.0 60 440 F 50 (4,165) 33,3 16.7 50 400

Uji organoleptik (uji kesukaan) cendol rumput laut

Cendol rumput laut yang telah dicetak selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Dalam penelitian ini ada empat parameter yang diukur yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. Penampakan cendol rumput laut dengan penambahan rumput laut 0% (formula A), 10% (formula B), 20% (formula C), 30% (formula D), 40% (formula E), dan 50% (formula F) dapat dilihat pada Gambar 11 dan hasil uji organoleptik cendol rumput laut dapat dilihat pada histogram Gambar 12.

Dari histogram Gambar 12 menunjukkan tidak ada satu formula yang unggul pada semua parameter (warna, aroma, rasa, dan tekstur). Namun demikian terdapat dua parameter yang unggul pada dua formula, yaitu parameter warna pada cendol dengan penambahan rumput laut 10% (formula B) dengan skor rata-rata 7,70 dan parameter tekstur pada cendol dengan penambahan rumput laut 20% (formula C) dengan skor rata-rata 6,65.

(7)

Formula A Formula B Formula C

Formula D Formula E Formula F Gambar 11. Penampilan Enam Jenis Formulasi Cendol Rumput Laut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Formula n ila i ra ta -ra ta w arna aroma rasa tekstur

(8)

a. Warna

Warna dalam makanan sangat penting karena berpengaruh terhadap penampakan sehingga meningkatkan daya tarik dan memberi informasi yang lebih kepada konsumen tentang karakteristik makanan, terutama citarasanya (Counsell, 1991). Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis, cendol yang rumput laut yang diujikan mempunyai kisaran nilai 4,25 hingga 7,70 (Histogram Gambar 13). Warna cendol rumput laut yang paling disukai panelis adalah formula B (penambahan rumput laut 10%), dimana cendol tersebut memiliki warna hijau yang cerah dan terang.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi minuman memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna cendol rumput laut. Hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut yang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara cendol rumput laut formula C, D, E, dan F dengan cendol rumput laut A dan B, sedangkan cendol rumput laut formula B berbeda nyata dengan semua formula lainnya (Lampiran 3). w arna 6.6 7.7 4.25 4.65 4.8 4.75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F Formula N ila i ra ta -ra ta

Gambar 13. Histogram Hasil Uji Warna Formulasi Cendol Rumput Laut. Warna pada cendol rumput laut dipengaruhi oleh konsentrasi larutan daun suji (Pleomele angustifolia) yang ditambahkan dalam adonan. Keunggulan pewarna daun suji ini didasarkan pada sifat alaminya, bukan bahan kimia sintetis yang disinyalir dapat menimbulkan penyakit jika dikonsumsi dalam waktu yang lama. Menurut Mudjayanto (2008) pewarna makanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis. Pewarna alami (contoh: daun suji, daun jambu,

(9)

daun jati, dan daun pandan) memiliki kelemahan warna tidak homogen dan ketersediaannya terbatas, tetapi lebih aman untuk dikonsumsi. Untuk pewarna sintesis (contoh: Rhodamin B dan Metanil yellow) warna lebih homogen dan penggunaannya efisien karena digunakan dalam jumlah kecil. Kelemahan pewarna sintesis jika terkontaminasi logam berat akan berbahaya bagi kesehatan.

Sebagai contoh, Rhodamin B digunakan sebagai pewarna pada sirup, limun, es mambo, bakpau, es cendol, es kelapa, dan permen, sedangkan Metanil yellow banyak digunakan sebagai pewarna pada sirup, pisang goreng, dan manisan mangga (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2007). Rhodamin B merupakan pewarna merah sintesis yang biasa digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas, sedangkan Metanil yellow merupakan pewarna kuning sintesis yang berbahaya bagi kesehatan. Kedua jenis pewarna sintesis ini banyak disalahgunakan sebagai bahan pewarna makanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen (2007) pada tikus percobaan yang diberi perlakuan Rhodamin B dan Metanil yellow menunjukkan adanya pembesaran pada organ hati, ginjal, dan limpa. Dampak yang lebih buruk ditunjukkan pada tikus percobaan yang diberi perlakuan Rhodamin B dan Metanil yellow sekaligus dapat mengakibatkan kanker.

b. Aroma (flavour)

Aroma suatu produk sangat berpengaruh terhadap selera konsumen, yang berkaitan dengan indra penciuman yang menimbulkan keinginan atau hasrat untuk mengkonsumsinya. Aroma yang enak akan menggugah selera, sedangkan aroma yang tidak enak akan menurunkan selera konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Produk cendol rumput laut dalam penelitian ini memiliki aroma khas daun suji yang menyegarkan. Aroma tepung hunkwee dan tepung beras dapat ditutupi oleh aroma daun suji, sehingga aroma yang muncul hanyalah aroma daun suji. Selain untuk menutupi aroma tepung hunkwee dan tepung beras, aroma daun suji juga mampu meminimalisir aroma rumput laut yang memiliki aroma amis khas rumput laut. Hasil penilaian panelis terhadap cendol rumput laut menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu berkisar antar 5,00 hingga 6,1. Hasil penilaian panelis dapat dilihat pada Histogram Gambar 14.

(10)

Arom a 5.8 6.1 5.55 5.6 5.6 4.95 0 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E F Formula N ila i ra ta -ra ta

Gambar 14. Histogram Hasil Uji Aroma Formulasi Cendol Rumput Laut. Aroma cendol rumput laut yang paling disukai panelis adalah formulasi cendol dengan penambahan rumput laut 10% (formula B) sedangkan nilai terendah formulasi cendol yaitu pada penambahan rumput laut 50% (formula F). Dari hasil penilaian panelis dapat dikatakan bahwa dengan penambahan bubur rumput laut memberikan pengaruh terhadap aroma cendol, karena rumput laut memiliki aroma amis khas rumput laut. Namun demikian pengaruh tersebut tidak begitu kuat yang ditunjukkan dengan hasil analisis sidik ragamnya (Lampiran 4)

Analisis sidik ragam mununjukkan bahwa aroma formula cendol rumput laut tidak berbeda nyata. Uji lanjut terhadap aroma menunjukkan formula B berbeda dengan formula F, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula lainnya, yaitu formula A, C, D, dan E.

c. Rasa

Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis, formulasi cendol rumput laut yang paling disukai adalah cendol dengan penambahan bubur rumput laut 20% dan 30% (formula C dan D) dengan skor 6,00 sedangkan formula cendol yang ditolak oleh panelis adalah cendol dengan penambahan bubur rumput laut 50% (formula F) dengan skor 4,75. Formulasi cendol dengan penambahan rumput laut 20% dan 30% (formula C dan D) memiliki rasa yang enak, dimana rasa daun suji dan rasa tepung beras dan hunkwee tidak terlalu kuat (rasa gabungan), sedangkan pada

(11)

formulasi cendol dengan penambahan rumput laut 50% (formula F) rasa menjadi agak pahit karena konsentrasi daun suji pada formula tersebut semakin pekat. Hasil uji rasa formulasi cendol rumput laut dapat dilihat pada Histogram Gambar 15.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi cendol rumput laut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa cendol yang dibuat (lihat Lampiran 5). Hal ini berarti bahwa rasa cendol rumput laut yang diformulasikan memiliki rasa yang hampir seragam yaitu rasa khas daun suji. Uji lanjut yang dilakukan diperoleh hasil bahwa rasa cendol dengan penambahan rumput laut 20% dan 30% (formula C dan D) berbeda dengan cendol rumput laut 50% (formula F) dan tidak berbeda nyata dengan formulasi cendol rumput laut lainnya (formula B, A, dan E). Rasa 5.45 5.7 5.95 6 5.25 4.75 0 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E F Formula N ilai r a ta-rata

Gambar 15. Histogram Hasil Uji Rasa Formulasi Cendol Rumput Laut. d. Tekstur

Hasil uji tekstur menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai formulasi cendol dengan penambahan rumput laut 10% dan 20% (formula B dan C) dengan skor rata-rata 6,40 dan 6,65 dan menolak formulasi cendol dengan penambahan rumput laut 50% (formula F) dengan skor rata-rata 4,00 (Gambar 16). Pada cendol formula B dan C memiliki tekstur yang sedang, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek, sedangkan pada cendol formula F memiliki tekstur yang cukup keras.

(12)

Tekstur 5.85 6.4 6.65 5.8 4.9 4 0 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E F Formula N ila i r a ta -r a ta

Gambar 16. Histogram Hasil Uji Tekstur Formulasi Cendol Rumput Laut. Tekstur cendol rumput laut dipengaruhi oleh komposisi tepung yang digunakan dalam pembuatan adonan terutama tepung beras dan tepung hunkwee. Semakin tinggi jumlah tepung beras dalam campuran tepung hunkwee dan tepung beras (adonan), tekstur yang dihasilkan semakin tidak disukai (Anggraeni, 2002). Hal ini berhubungan dengan perbedaan konsistensi gel antara tepung hunkwee dan tepung beras. Konsistensi gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin dalam tepung tersebut. Menurut Kay (1979), banyaknya amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam pati kacang hijau masing-masing adalah 28,8% dan 71,2% dari berat total. Sedangkan kandungan amilosa pada beras adalah 16-17% dari berat total (Graham, 1977), dan kandungan amilopektin pada beras sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1992).

Beberapa percobaan komposisi yang gagal menunjukkan bahwa komposisi tepung beras yang lebih tinggi dari pada tepung hunkwee mengakibatkan cendol yang dicetak menjadi hancur dan sebagian besar larut bersama air. Menurut Osman (1972), pembentukan gel dapat digambarkan sebagai pembentukan daerah kristal yang sempit dari molekul amilosa dan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin maka konsistensi gel cendol akan semakin baik. Selain faktor komposisi tepung beras dan tepung hunkwee, seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa tekstur ini dipengaruhi juga oleh jumlah bahan cair yang ditambahkan dalam adonan cendol sebelum dicetak. Semakin tinggi jumlah air yang ditambahkan, adonan cendol

(13)

menjadi lebih encer sehingga menjadi hancur pada saat dicetak, sebaliknya jika jumlah air yang ditambahkan lebih sedikit maka adonan menjadi liat sehingga tekstur cendol yang dicetak menjadi lebih keras.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh dari formulasi terhadap tekstur cendol rumput laut yang dihasilkan. Hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut tekstur yang menunjukkan bahwa cendol dengan penambahan rumput laut 10% dan 20% (formula B dan C) berbeda nyata dengan cendol dengan penambahan rumput laut 40% dan 50% (formula E dan F) tetapi tidak berbeda nyata dengan formula A dan D (Lampiran 6).

Batas skor penerimaan cendol rumput laut yang dapat diterima untuk penelitian lanjutan adalah 7 (suka). Cendol rumput laut dengan skor rata-rata 7 adalah terdapat pada cendol dengan penambahan rumput laut 10% (formula B) yang memiliki skor rata-rata 7,7 pada parameter warna dan cendol dengan penambahan rumput laut 20% (formula C) dengan skor rata-rata 6,65 (pembulatan ke atas menjadi 7) pada parameter tekstur. Sedangkan untuk parameter lainnya yaitu aroma dan rasa hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar formulasi, sehingga semua formulasi diasumsikan memiliki aroma dan rasa yang hampir seragam.

Warna dan tekstur merupakan faktor penting dalam preferensi konsumen karena dapat meningkatkan daya tarik dan citarasa dalam minuman khususnya cendol rumput laut. Cendol rumput laut yang terpilih untuk proses pengeringan beku (penelitian lanjutan) adalah cendol dengan penambahan bubur rumput laut 10% dan 20% (formula B dan C). Menurut Winarno (1997), suatu bahan pangan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. 4.3. Pengeringan Beku (Freeze drying) Cendol Rumput Laut

Pengeringan secara umum bertujuan untuk menghilangkan air atau hilangnya pelarut organik. Hilangnya air menjamin stabilitas dan pengawetan yang efektif (Voight, 1994). Dengan pengeringan beku, produk yang dikeringkan (cendol rumput laut) diharapkan memiliki karakteristik yang sama dengan produk sebelum

(14)

dikeringkan, yaitu tidak keriput (bentuk tetap), bau, warna, dan cita rasa tetap, serta proses rehidrasi lebih cepat.

Proses pengeringan pada pengeringan beku berlangsung pada saat bahan dalam kondisi beku, sehingga proses yang terjadi adalah sublimasi. Proses sublimasi terjadi pada suhu dan tekanan rendah, di bawah titik triple air. Mula-mula bahan dalam keadaan beku dimasukkan ke dalam ruang pengering yang hampa udara, panas sublimasi akan diberikan dengan menempatkan lempeng pemanas di dalam ruang pengering, dan panas akan diradiasikan dari lempeng pemanas ke permukaan. 4.3.1. Pembekuan Cendol Rumput Laut

Cendol rumput laut yang terpilih dimasukkan ke dalam ruang pembekuan (freezer) hingga cendol menjadi beku dengan suhu -290C sampai -300C. Suhu bahan semakin menurun dengan bertambahnya waktu pembekuan. Menurut Rachdiani (2001), pada tahap awal pembekuan, gradien penurunan suhu bahan sangat besar hingga suhu bahan mendekati suhu titik beku (00C). Tahap perubahan fase cair menjadi padat terjadi pada suhu sekitar 00C hingga -50C, pada tahap ini gradien penurunan suhu berkurang. Setelah mengalami perubahan fase, gradien penurunan suhu kembali menjadi besar hingga mendekati suhu lempeng pembeku. Proses pembekuan dihentikan apabila suhu bahan sudah hampir seragam, yaitu sekitar -290C sampai -300C.

Dalam percobaan ini, waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan cendol rumput laut berkisar antara 210-240 menit. Semakin tinggi konsentrasi dan kadar air bahan waktu pembekuan cenderung semakin lama karena dibutuhkan energi yang lebih besar dalam pelepasan panas dari bahan. Kandungan air cendol yang tinggi memerlukan pelepasan jumlah panas yang besar pula untuk merubah fase air menjadi es, berupa panas laten pembekuan dan panas untuk menurunkan suhu air atau es yang terbentuk. Jika pelat pendingin dalam suhu konstan maka waktu pembekuannya akan semakin lama. Yudistira (1999) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan pasta jahe hingga suhu akhir bahan bagian atas mencapai -290C berkisar antara 224-276 menit. Perbedaan waktu pembekuan yang dibutuhkan untuk masing-masing produk disebabkan oleh perbedaan konsentrasi dan kandungan bahan yang dibekukan, sehingga panas laten dan panas yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu air juga berbeda.

(15)

Formula B Formula C Kontrol

Waktu pembekuan cendol rumput laut dalam penelitian ini dikategorikan sebagai pembekuan lambat karena waktu yang dibutuhkan untuk membekukan bahan secara keseluruhan lebih dari 30 menit. Menurut Desrosier (1988), jika waktu yang dibutuhkan untuk membekukan suatu bahan adalah 30 menit atau kurang, maka proses pembekuan tersebut termasuk dalam pembekuan cepat, sebaliknya jika lebih dari 30 menit dapat dikatakan sebagai pembekuan lambat.

Pada proses pembekuan lambat, akan terbentuk kristal-kristal es yang cukup besar dalam cendol yang dibekukan. Kristal-kristal es yang besar dapat merusak jaringan cendol sehingga berpengaruh terhadap cendol pada saat di freeze drying. Menurut Desrosier (1988), sel-sel daging unggas, ikan, kerang, buah-buahan, dan sayuran semuanya mengandung protoplasma yang menyerupai selai. Jika produk dibekukan dengan lambat atau dalam suhu yang berfluktuasi selama pembekuan, maka akan memberi kesempatan pertumbuhan kristal es. Oleh karenanya sel-sel menjadi rusak dan jaringan yang dicairkan tidak dapat kembali seperti keadaan menyerupai selai yang asli. Sebagian cairan yang dihasilkan dari pencairan tidak dapat diserap kembali dan terlihat seperti air bebas. Dalam penelitian ini, pencairan diasumsikan sama dengan proses pengambilan cairan pada saat dilakukan pengeringan beku (freeze drying) melalui proses sublimasi. Dalam proses sublimasi inilah diduga terjadinya perubahan irreversible di dalam struktur koloidal cendol rumput laut, terutama faktor kekenyalan (tekstur), warna, cita rasa, dan kehilangan zat gizi. Cendol rumput laut yang telah dibekukan dapat dilihat pada Gambar 17.

(16)

4.3.2. Pengeringan Cendol Rumput Laut

Pengeringan beku diperlukan tekanan mutlak yang rendah di dalam ruang pengering sehingga untuk menjaga agar tekanan dalam ruang pengering tetap rendah maka uap air yang menyublim diperangkap dengan “Cold trap” yang berupa lempeng pembeku freezer. Pada penelitian ini suhu cold trap diturunkan hingga suhu -500C, dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu tersebut adalah antara 10-15 menit. Setelah suhu cold trap mencapai suhu -500C, maka pompa vakum dinyalakan

sehingga secara perlahan tekanan dalam ruang pengering menurun hingga 5 mikron Hg dalam waktu 15 menit.

Proses pengeringan pada pengeringan beku berlangsung pada saat bahan dalam keadaan beku, sehingga proses yang terjadi adalah sublimasi. Sublimasi terjadi pada suhu dan tekanan yang rendah, yaitu di bawah titik triple air. Mula-mula bahan dalam keadaan beku dimasukkan ke dalam ruang pengering yang hampa udara (vacuum chamber). Dengan berlanjutnya proses pengeringan, bahan bagian dalam yang masih beku tertutup oleh bagian kering yang berpori. Melalui bagian bahan yang berpori tersebut, panas akan dikonduksikan untuk melanjutkan proses sublimasi. Uap hasil sublimasi akan keluar melalui bagian kering yang berpori tersebut. Dengan demikian, proses pengeringan beku mencakup keseimbangan antara perpindahan panas dari luar ke dalam bahan dan perpindahan massa dalam ke luar bahan yang secara bersamaan melewati lapisan yang kering tersebut. Lapisan kering bertindak sebagai isolator (penghambat pergerakan) panas dan massa (uap air), dan semakin lama lapisan kering tersebut akan semakin tebal.

Penelitian yang dilakukan oleh Rachdiani (2001) dalam pengeringan beku buah durian yang menyatakan bahwa laju pengeringan akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengeringan. Laju pengeringan dapat diukur dari pergerakan fraksi airnya. Fraksi air menurun dengan tajam pada saat awal pengeringan, dan melandai pada akhir pengeringan hingga mencapai kondisi keseimbangan (Gambar 18).

Pergerakan fraksi air dalam pengeringan beku mempunyai gradien bergerak menurun dengan tajam dan menjelang akhir proses pengeringan, gradien pergerakan fraksi air mulai melandai. Hal ini menunjukkan semakin sedikitnya kandungan air

(17)

0.00 0.50 1.00 0 2 4 6 8 10 waktu (detik) x 10.000 fr ak s i ai r

dalam bahan yang harus diuapkan dan pada proses akhir pengeringan, tidak terjadi lagi penurunan massa bahan (massa bahan telah mencapai keseimbangan).

Gambar 18. Grafik Pergerakan Fraksi Air Pengeringan Beku Buah Durian pada Tekanan 133,3 Pa (Rachdiani, 2001).

Cendol rumput laut yang telah dikeringkan selanjutnya dikemas dalam kemasan yang kedap air sehingga uap air dari lingkungan tidak terserap kembali sehingga akan mempengaruhi keseimbangan kadar airnya. Cendol rumput laut yang telah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 19.

4.4. Analisis Cendol Rumput Laut Kering

Cendol rumput laut yang telah kering selanjutnya diuji kandungan gizinya, terutama kadar air, serat pangan, dan iodiumnya. Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan makanan karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan berperan besar terhadap reaksi kimia bahan pangan, sehingga mempengaruhi daya simpan dan kelayakan untuk dikonsumsi selama penyimpanan. Kadar serat pangan dan iodium merupakan kandungan cendol rumput laut yang diharapkan manfaatnya untuk dikonsumsi. Kadar serat pangan dan iodium penting diketahui untuk memperkirakan jumlah konsumsi dalam setiap takaran saji cendol instant. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cendol kontrol memiliki kadar air 10,89%, formula B 11,25%, dan formula C 11.51%. Hasil lengkap analisis proksimat, serat pangan, dan iodium dapat dilihat pada Tabel 12.

(18)

Gambar 19. Penampakan Cendol Rumput Laut Setelah Freeze Drying . Kontrol

Formula C Formula B

(19)

Tabel 12. Komposisi Gizi Cendol Rumput Laut Kering (bk)

Komponen Satuan Kontrol Formula B Formula C

Kadar lemak % 4,80a 4,20b 4,15b

Kadar protein % 3,10a 3,28a 3,36a

Kadar abu % 0,71a 0,75a 0,82a

Kadar karbohidrat % 91,09a 91,69a 91,67a

Serat pangan larut % 4,20b 5,18a 5,32a

Serat pangan tak larut % 10,84c 12,22b 13,36a Serat pangan total % 15,04c 17,40b 18,68a

Iodium µg/g 7,89b 9,01a 9,31a

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05

4.4.1. Analsis Proksimat

Analisis proksimat untuk mengetahui sifat kimia dari ketiga jenis cendol yang telah dikeringkan, yaitu cendol kontrol (rumput laut 0%), formula B (rumput laut 10%), dan formula C (rumput laut 20%). Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat.

a. Kadar air

Menurut Buckle et al., (1987) kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan produk pangan, terutama produk olahan karena dapat menentukan daya awet bahan pangan. Hal ini berkaitan dengan sifat air yang dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi tekstur, penampakan, aroma, dan cita rasa makanan.

Hasil pengukuran kadar air cendol rumput laut instan menunjukkan bahwa cendol rumput laut formula C memiliki kadar air tertinggi, diikuti formula B, dan terendah pada cendol kontrol. Hasil pengukuran kadar air cendol rumput laut kering formula B, formula C, dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 20.

Cendol rumput laut kering formula C memiliki kadar air 11,51%, diikuti formula B 11,25%, sedangkan cendol kontrol memiliki kadar air 10,89%. Perbedaan kadar air pada cendol rumput disebabkan karena adanya tambahan rumput laut pada masing-masing formula tersebut, dimana bubur rumput laut Euchema cotonii memiliki kandungan air yang cukup tinggi yaitu 96,12% sehingga meningkatkan

(20)

pengeringan, sedangkan fraksi air terikat diduga sebagian tetap berada dalam bahan, sehingga penambahan bubur rumput laut menyebabkan kadar air cendol formula B dan formula C lebih tinggi dibandingkan dengan cendol kontrol.

kadar air 10.89 11.25 11.51 10.0 10.5 11.0 11.5 12.0

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 20. Kadar Air Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

Kadar air cendol rumput laut formula B dan formula C masih berada dalam batas standar Nasional Indonesia (SNI) yang disamakan dengan produk mi instan yaitu SNI 01-3551-2000 dengan kadar air maksimal 14,5%. Penggunaan SNI mi instan sebagai pembanding dikarenakan karakteristik mi instan yang hampir sama dengan cendol instant, yaitu merupakan produk olahan kering dan disajikan instan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut berpengaruh nyata terhadap kadar air cendol kering. Uji lanjut menunjukkan bahwa kadar air cendol kering formula B dan formula C tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan cendol kontrol (Lampiran 7). Dengan demikian penambahan rumput laut dapat meningkatkan kadar air cendol.

b. Protein

Kandungan protein setiap rumput laut berbeda, tergantung dari jenis dan daerah tumbuhnya. Dalam penelitian ini, bubur rumput laut Euchema cotonii memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 20,1% sehingga diharapkan juga sebagai sumber protein cendol rumput laut tersebut selain sebagai sumber serat pangan dan iodium. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cendol rumput laut kering formula C memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan formula B atau kontrol. Hasil lengkap pengamatan dapat dilihat pada Gambar 21.

(21)

protein 3.10 3.28 3.36 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 21. Kadar Protein (bk) Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

Kadar protein cendol tertinggi diperoleh pada formula C yaitu 3,36%, formula B, 3,10%, dan kontrol 3,10%. Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa kadar protein cendol formula C dan formula B tidak berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 8). Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan bubur rumput laut tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan protein cendol.

Rendahnya kandungan protein dalam cendol ini disebabkan proses pengolahan selama proses pencetakan cendol yang menggunakan suhu tinggi (direbus) dapat menurunkan kandungan proteinnya. Hasil penelitian Astawan et al., (2004) menunjukkan bahwa proses pembuatan mi instan dan mi kering yang berbeda menghasilkan kadar protein yang berbeda. Pada mi instan dilakukan proses penggorengan dengan suhu 150oC memiliki kadar protein 11,6% sedangkan pada mi kering dengan proses oven pada suhu suhu yang lebih rendah yaitu 60-70oC

memiliki kadar protein 15,5%. Kadar protein cendol formula B dan formula C yang dihasilkan dalam penelitian ini masih mendekati SNI mi instan dengan bahan baku bukan terigu yaitu 4%.

c. Lemak

Berdasarkan analisis sidik ragam, diketahui bahwa cendol kering formula B dan C tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan cendol kontrol

(22)

B dan formula C lebih rendah dibandingkan cendol kontrol. Kadar lemak cendol yang dianalisis dengan kisaran 4,15% sampai 4,80%. Menurut Winarno (1996) kandungan protein dan lemak pada rumput laut sangat sedikit karena sebagian besar rumput laut terdiri dari karbohidrat dalam bentuk senyawa gum yang sulit dicerna.

lemak 4.80 4.20 4.15 4.00 4.25 4.50 4.75 5.00

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 22. Kadar Lemak (bk) Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

d. Kadar Abu

Abu merupakan ukuran dari komponen anorganik yang ada dalam suatu bahan makanan. Kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan bahan mineral karena adanya beberapa komponen yang hilang selama pembakaran dan penguapan atau karena adanya interaksi antar konstituen.

abu 0.71 0.75 0.82 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 23. Kadar Abu (bk) Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

(23)

Pada penelitian ini, hasil pengukuran diketahui cendol kering formula C memiliki kadar abu paling tinggi yaitu 0,82%, formula B 0,75%, dan kontrol 0,71%. Yuliarti (1999) menyatakan bahwa penambahan rumput laut pada suatu produk dapat meningkatkan nilai kadar abunya. Semakin banyak rumput laut yang ditambahkan maka kadar abu akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan rumput laut memberikan sumbangan zat mineral yang cukup tinggi. Namun dalam penelitian ini penambahan bubur rumput laut 10% dan 20% belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kadar abu cendol rumput laut.

Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan abu cendol instan (Lampiran 10). Dengan demikian penambahan bubur rumput laut tidak meningkatkan kadar abu secara nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena penambahan bubur rumput laut tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan abu cendol rumput laut. Namun demikian, penambahan bubur rumput laut menunjukkan tren peningkatan kadar abu pada cendol formula B dan formula C.

e. Karbohidrat

Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat cendol rumput laut kering (Lampiran 11). Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar karbohidrat masing-masing bahan (tepung hunkwee dan tepung beras) sehingga dapat saling mensubstitusi kadar karbohidrat pada formula B, formula C, dan kontrol. Berdasarkan data Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) kandungan kabohidrat tepung hunkwee dan tepung beras cukup tinggi yaitu 83,5% dan 80,0%, sedangkan kandungan karbohidrat bubur rumput laut pada penelitian ini adalah 71,39%.

Gambar 24 menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat cendol rumput laut formula B yaitu 91,69%, formula C 91,67%, dan cendol kontrol 91,09%. Penambahan bubur rumput laut tidak meningkatkan kandungan karbohidrat cendol rumput laut yang dihasilkan. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya kandungan karbohidrat dari tepung hunkwee dan tepung beras yang digunakan dalam adonan

(24)

karbohidrat 91.09 91.69 91.67 90 91 91 92 92

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 24. Kadar Karbohidrat (bk) Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

4.4.2. Serat Pangan (dietary fiber)

Menurut Astawan, et al., (2004), serat Pangan (dietary fiber) adalah suatu karbohidrat kompleks di dalam bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia. Serat pangan diketahui memiliki efek fungsional yang menguntungkan bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat menurunkan kolesterol darah, memperbaiki fungsi-fungsi pencernaan dan mencegah berbagai penyakit degeneratif.

Hasil analisis serat pangan (dietary fiber) cendol rumput laut diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut sebesar 10% (formula B) dan 20% (formula C) dapat meningkatkan kadar serat pangat total. Hal ini dapat dilihat dari nilai total serat pangan pada masing-masing cendol rumput laut kering yang dihasilkan. Kadar serat pangan cendol formula C yaitu 18,68%, formula B 17,40%, dan kontrol 15,04%. Komposisi utama serat pangan (dietary fiber) cendol rumput laut kering yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah serat pangan tak larut (insoluble dietary fiber). Kadar serat pangan (dietary fiber) cendol rumput laut kering dapat dilihat pada Gambar 25.

Berdasarkan Gambar 25, dapat diketahui kandungan serat pangan tak larut (insoluble dietary fiber) hampir 2,5 kali lebih tinggi dari pada serat pangan larut (soluble dietary fiber). Serat pangan tak larut (insoluble dietary fiber) cendol formula C yaitu 13,36%, formula B 12,22%, dan kontrol 10,84%, sedangkan

(25)

kandungan serat pangan larut (soluble dietary fiber) untuk formula C adalah 5,32%, formula B 5,18%, dan kontrol 4,2%.

SDF IDF TDF 18.6 8 13 .3 6 5.3 2 17.4 12 .2 2 5.18 15.0 4 10 .84 4.2 3 8 13 18 23 serat pangan

ko ntro l fo rmula B fo rmula C

Gambar 25. Kadar Serat Pangan (bk) Cendol Rumput Laut Kering Formula B, Formula C, dan Kontrol.

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut 10% (formula B) dan 20% (formula C) berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan serat pangan tak larut (insoluble dietary fiber) cendol rumput laut. Uji lanjut menunjukkan bahwa kandungan serat pangan tak larut formula B dan formula C tidak berbeda nyata, tetapi berbeda sangat nyata terhadap cendol kontrol. Untuk serat pangan larut (soluble dietary fiber) hasil analisis sidik ragam menunjukkan penambahan bubur rumput laut 10% (formula B) dan 20% (formula C) berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan serat pangan larut cendol rumput laut. Uji lanjut serat pangan larut menunjukkan perbedaan sangat nyata antara cendol formula C, formula B, dan kontrol (Lampiran 12 dan 13). Demikian juga dengan kandungan serat pangan totalnya, hasil analisis sidik ragam menunjukkan penambahan bubur rumput laut berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan serat pangan total cendol rumput laut. Uji lanjut diketahui penambahan bubur rumput laut 20% (formula C) berbeda sangat nyata dengan penambahan 10% (formula B) dan kontrol. Dengan demikian penambahan bubur rumput laut 10% dan 20% dapat meningkatkan kadar serat pangan kedua cendol rumput laut tersebut.

(26)

Saat ini kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi serat sudah semakin baik. Selain manfaat serat untuk kesehatan, sebagian masyarakat mengkonsumsi serat untuk tujuan diet (menjaga berat badan). Menurut Dietary Guidelines for American menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat yaitu 20 hingga 35 gram per hari untuk menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol, gula, natrium, serta membantu mengontrol berat badan. American Dietetic Association (ADA), National Center Institute, dan American Cancer Society merekomendasikan konsumsi serat setiap hari antara 25 hingga 35 gram atau 10 hingga 13 gram serat per 1000 Kcal untuk orang dewasa dan manula. Untuk anak-anak dan remaja (umur 2 hingga 20 tahun), ADA merekomendasikan konsumsi serat setiap hari antara 7 hingga 25 gram (Anonymousb, 2007). Untuk memenuhi angka kecukupan tersebut, masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain sayur-sayuran dan buah-buahan, makanan fungsional seperti cendol rumput laut dapat dipilih sebagai alternatif untuk mencukupi kebutuhan serat pangan tersebut.

Kadar serat pangan total cendol rumput laut formula B adalah 17,4% sedangkan formula C 18,68%. Dengan demikian, setiap gram dari cendol rumput laut formula B mengandung serat pangan 0,174 gram dan untuk formula C 0,187 gram. Jika dalam satu takaran saji adalah sebanyak 20 gram maka jumlah serat yang dikonsumsi adalah 3,48 gram untuk cendol formula B dan 3,74 gram untuk cendol formula C. Apabila dalam satu hari diasumsikan diminum sebanyak tiga kali maka jumlah asupan serat pangannya adalah 10,44 gram untuk formula B dan 11,22 gram untuk formula C yang berarti bahwa dengan mengkonsumsi cendol ini dapat memenuhi hampir setengah dari kebutuhan serat pangan harian. Dengan mengkonsumsi cendol rumput laut diharapkan dapat mencukupi sebagian kebutuhan serat pangan setiap hari, sehingga dapat terhindar dari penyakir degeneratif.

4.4.3. Iodium

Kadar iodium cendol yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup tinggi. Gambar 26 menunjukkan kadar iodium cendol rumput laut formula B, formula C, dan kontrol. Dari Gambar 26 diketahui bahwa cendol rumput laut formula C memiliki kadar iodium tertinggi yaitu 9,31 µg/g, diikuti formula B 9,01 µg/g, dan

(27)

kontrol 7,89 µg/g. Menurut Nurlaila et al., (1997) rumput laut dapat digunakan sebagai bahan subtitusi dalam pengembangan produk sumber iodium antara lain barupa kelompok produk makanan selingan/makanan jajanan, kelompok produk lauk-pauk, dan kelompok produk sayur-sayuran.

iodium 7.89 9.01 9.31 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5

kont r ol f or mula B f or mula C

Gambar 26. Kadar Iodium (bk) Cendol Rumput Laut Formula B, Formula C, dan Kontrol.

Kadar iodium cendol rumput laut formula C dan formula B ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar iodium mi instan hasil penelitian Astawan et al., (2004), dengan penambahan bubur rumput laut 37% dalam adonan mi instan kadar iodium yang dihasilkan adalah 5,5 µg/g (bk). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh proses pengolahan yang berbeda terutama suhu yang digunakan selama pengolahan. Mi instan dalam penelitian tersebut diproses dengan digoreng pada suhu 150 oC sedangkan cendol rumput laut hanya proses perebusan pada suhu 100 oC sehingga pada proses pengolahan suhu yang lebih tinggi lebih banyak iodium yang hilang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hetzel (1988) bahwa kandungan iodium bahan makanan dapat hilang melalui pengolahan. Hasil penelitiannya pada ikan menunjukkan bahwa kadar iodium dapat berkurang akibat proses pengolahan, dimana cara menggoreng dapat menghilangkan iodium sebesar 29-35%, memanggang atau membakar sebesar 23%, dan merebus 58-70%.

Menurut Trisnowo (1992), pada media panas dimana suhu udara lebih tinggi dari 20 oC, iodium akan mudah terhidrolisis. Jadi apabila bahan pangan sumber

(28)

iodium diperlakukan pada media tersebut dalam waktu yang lama maka kandungan iodium akan berkurang bahkan habis selama proses pengolahan.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bubur rumput laut berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan iodium cendol rumput laut. Dari uji lanjut diketahui cendol formula B dan formula C tidak berbeda nyata, tapi masing-masing berbeda nyata terhadap cendol kontrol.

Menurut Hetzel dan Welby (1997) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, asupan iodium harian untuk orang dewasa berkisar antara 100-150 µg per hari, dimana kebutuhan per hari sekitar 1-2 µg/kg berat badan. Berdasarkan kelompok umur, kebutuhan iodium dapat dibagi dalam beberapa kelompok. Kebutuhan iodium menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. Kebutuhan Iodium Menurut Kelompok Umur Kelompok umur Kebutuhan iodium (µg/hari)

0-6 bulan 50 7-12 bulan 70 1-3 tahun 70 4-6 tahun 100 7-9 tahun 120 10 - < 60 tahun 150 Hamil 175 Menyusui 200 Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional (1998)

Didasarkan pada Tabel 13, diketahui anak-anak usia 4-6 tahun membutuhkan iodium sebanyak 100 µg perhari. Agar angka kebutuhan gizi tersebut terpenuhi, maka pada anak-anak dianjurkan untuk mengkonsumsi cendol rumput laut formula B sebanyak 11 gram per hari atau 10 gram untuk cendol formula C. Untuk orang dewasa dengan kebutuhan iodium 150 µg per hari, dianjurkan untuk mengkonsumsi sebanyak 17 gram cendol rumput laut formula B atau 16 gram formula C. Jika dalam satu takaran saji cendol rumput laut adalah 20 gram maka untuk mencukupi kebutuhan iodium untuk anak-anak dianjurkan mengkonsumsi setengah kemasan per hari, sedangkan untuk orang dewasa maksimal satu kemasan per hari.

Dengan mengkonsumsi cendol rumput laut setiap hari, diharapkan dapat mencukupi kebutuhan iodium setiap hari sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). GAKI adalah sekumpulan gejala

(29)

atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus–menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (Depkes RI, 1996). Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).

4.4.4. Analisis Daya Serap Air

Menurut Astawan et al., (2004), daya serap air atau rehidrasi adalah kemampuan suatu bahan pangan untuk menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan. Sedangkan waktu rehidrasi didefinisikan sebagai lamanya bahan pangan tersebut untuk melakukan rehidrasi.

Daya serap air cendol rumput laut ini penting diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam rehidrasi cendol kering sebelum disajikan. Hasil analisis daya serap air diketahui cendol rumput laut kering formula C memiliki daya serap air sangat tinggi yaitu 250,5%, cendol formula B 239,3%, dan cendol kontrol 235,8%, dengan waktu rehidrasi rata-rata 3,1 menit. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa setiap 10 gram cendol kering formula C dapat menyerap air sebanyak 25,05 ml air, untuk formula B 23,93 ml air, dan untuk cendol kontrol 23,58 ml air. Dibandingkan dengan penelitian Astawan et al., (2004) tentang mi instan dan mi kering rumput laut serta penelitian Prangdimurti (1991) tentang mi kering yang disubstitusi dengan tepung singkong, daya serap air cendol rumput laut dalam penelitian ini ini lebih tinggi. Hasil penelitian Astawan et al., (2004) menunjukkan bahwa daya serap air mi instan rumput laut adalah 138,0% dan mi kering 153,7%. Penelitian Prangdimurti (1991) menunjukkan bahwa daya serap air mi kering yang disubstitusi dengan singkong antara 137,67% - 191,66%.

Daya serap air cendol formula B dan formula C lebih tinggi dibandingkan dengan mi instan dan mi kering disebabkan karena metode yang digunakan dalam pengeringan cendol rumput laut adalah metode pengeringan beku (freeze drying), sedangkan pada mi instan dan mi kering digunakan metode pengeringan dengan

(30)

drying) mempunyai porositas lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya, dimana produk yang dihasilkan kering dan berongga.

Menurut Munarso (1989), daya serap air suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain porositas dan komposisi kimia bahan. Serat pangan memiliki daya serap air yang tinggi karena memiliki ukuran polimer yang besar, struktur yang komplek dan banyak mengandung gugus hidroksil. Selain itu, komponen utama serat berupa selulosa memiliki fungsi sebagai pengikat air dan kation bahan (Sofia, 1998).

Porositas cendol rumput laut dipengaruhi oleh konsentrasi awal cendol rumput laut. Semakin rendah konsentrasi bahan cendol rumput laut terutama komposisi tepung hunkwee dan tepung beras, porositas cendol semakin besar. Hal ini terjadi karena cendol rumput laut yang memiliki konsentrasi tepung rendah memiliki konsentrasi air yang lebih tinggi, sehingga es yang menyublim dari cendol rumput laut akan meninggalkan ruang kosong atau rongga yang lebih besar sehingga porositas cendol rumput laut menjadi lebih besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yudistira (1999) yang menyatakan bahwa konsentrasi awal jahe mempengaruhi porositas pasta jahe yang dihasilkan. Pada konsentrasi awal jahe 8,37% mempunyai porositas 0,96 sedangkan pada jahe dengan konsentrasi awal 16,65% mempunyai porositas 0,75. Selain berpengaruh terhadap porositas, konsentrasi awal bahan juga berpengaruh tidak langsung terhadap permeabilitas uap air dalam produk yang dihasilkan, dimana semakin kecil konsentrasi bahan maka porositas bahan menjadi semakin besar. Dengan demikian semakin besar porositas cendol rumput laut maka jumlah pori yang terbentuk semakin besar sehingga daya serap air juga meningkat.

porositas cendol rumput laut kering dalam penelitian ini dapat dilihat dari banyaknya rongga-rongga yang terbentuk setelah dikeringkan dengan freeze drying. Phorous atau rongga-rongga cendol rumput laut kering dapat dilihat pada Gambar 27.

(31)

(a) (b) (c)

Gambar 27. Penampakan Rongga-Rongga Cendol Rumput Laut Kering Formula B (a), Formula C (b), dan Kontrol (c)

(Pembesaran 200x).

4.4.5. Analisis Mikrobiologi (Total Plate Count)

Analisis mikrobiologi merupakan satu analisis kuantitatif untuk mengetahui mutu bahan pangan, yaitu dengan menghitung jumlah koloni dalam setiap gram bahan pangan. Metode yang digunakan adalah dengan angka lempeng total (Total Plate Count). Prinsip dari metode ini adalah jika mikroba hidup yang ada dalam bahan pangan ditumbuhkan pada medium agar, maka mikroba tersebut akan tumbuh dan berkembang biak membentuk koloni. Koloni inilah yang dihitung untuk memperkirakan jumlah mikroba yang tumbuh dalam bahan pangan tersebut. Hasil perhitungan angka lempeng total yang diperoleh dari cendol rumput laut untuk formula C berjumlah 7,2 x 101 unit koloni/gram dan untuk formula B 7,0 x 101 unit koloni/gram.

Dibandingkan dengan SNI biskuit (SNI 01-2973-1992), angka lempeng total cendol rumput laut formula B dan formula C masih berada dibawah batas angka maksimal yaitu 1,0 x 104 unit koloni/gram. Hal ini berarti bahwa minuman cendol rumput laut ini aman untuk dikonsumsi. Dipilihnya SNI biskuit sebagai pembanding dengan alasan bahwa biskuit merupakan makanan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa melalui proses pemanasan terlebih dahulu (seperti; direbus atau digoreng). Demikian juga dengan cendol rumput laut instan yang dikonsumsi hanya melalui proses rehidrasi pada air suhu ruang (27-30oC).

(32)

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosisitem pangan. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah ketersediaan zat gizi, waktu, suhu, kadar air, dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1985). Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang telah dilakukan oleh Setyaningsih et al., (2001) tentang penyimpanan produk tangkue rumput laut yang menyatakan bahwa daya simpan produk tangkue rumput laut dipengaruhi oleh kadar air, Aw, dan waktu. Produk tangkue rumput laut tidak memenuhi batas SNI pada penyimpanan minggu ke-7 dengan total mikroba 105 unit koloni/gram.

4.4.6. Uji Organoleptik (Perbandingan Pasangan)

Industri minuman fungsional untuk kesehatan akhir-akhir ini berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenis minuman kesehatan yang dibuat oleh perusahaan yang memiliki tujuan untuk kesehatan, seperti minuman isotonik sebagai pengganti ion tubuh, minuman sari buah sebagai sumber vitamin, dan minuman berserat sebagai alternatif sumber serat pangan (dietary fibre) memiliki efek fungsional yang menguntungkan bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat menurunkan kolesterol darah, memperbaiki fungsi-fungsi pencernaan, dan mencegah berbagai penyakit degeneratif (Astawan et al., 2004).

Ilmuwan Jepang menyatakan, terdapat tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu a) sensory (warna dan penampilannya menarik, serta citarasa yang enak), b) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan c) physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapakan antara lain; pencegahan dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan, dan penyehatan kembali atau recovery (Muchtadi, 2001).

Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi serat memacu industri makanan dan minuman untuk melakukan diversifikasi produk dengan produk intinya berupa serat pangan (dietary fiber) dalam bentuk instan. Produk instan merupakan tuntutan konsumen masa kini yang dituntut serba cepat dan tidak merepotkan. Minuman berserat yang ada di pasaran saat ini di jual dengan berbagai bentuk dan merk. Ada yang dalam bentuk serbuk yang diseduh dengan air, dan ada pula dalam bentuk serbuk yang dapat dicampur dalam minuman ataupun makanan. Banyaknya

(33)

minuman berserat yang ada di pasaran akan memperbanyak alternatif minuman berserat yang dapat dipilih oleh konsumen. Hal ini akan meningkatkan persaingan bagi produsen minuman berserat tersebut sehingga hanya produk yang dapat diterima oleh konsumen yang akan dikonsumsi. Cendol rumput laut instan sebagai salah satu alternatif minuman sumber serat yang sudah dikenal di seluruh Wilayah Indonesia diharapkan dapat diterima oleh konsumen, baik dari aspek manfaat maupun aspek komersilnya. Produk cendol rumput laut dan cendol komersil siap saji dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Cendol Rumput Laut Formula B (kiri), Cendol Komersil (tengah), dan Cendol Rumput Laut Formula C (kiri).

Aspek komersial produk cendol rumput laut instan selain dari faktor kemasan dan marketing antara lain warna, aroma, rasa, dan teksturnya setelah direhidrasi. Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk cendol rumput laut instan ini maka perlu dilakukan uji pembedaan sifat atau mutu produk yang dihasilkan terhadap produk komersiil sejenis. Produk cendol rumput laut instan yang dihasilkan dalam penelitian ini dibandingkan dengan produk cendol komersiil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang diharapkan dalam uji perbandingan adalah lebih tinggi (skor positif) yang berarti bahwa produk cendol yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih baik untuk parameter-parameter yang diujikan. Hasil uji

(34)

Gambar 29, sedangkan hasil uii perbandingan pasangan cendol rumput laut Formula C dapat dilihat pada Gambar 30.

a. Warna

Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa cendol rumput laut instan formula B dan formula C lebih disukai oleh panelis untuk parameter warna dengan skor rata-rata 0,15 dan 0,3. Penilaian positif yang dihasilkan dapat diartikan bahwa warna cendol rumput laut instan formula B dan formula C yang memiliki warna lebih hijau, dengan hijau daun suji lebih baik atau lebih disukai oleh panelis dari pada produk komersil yang memiliki warna hijau agak gelap.

warna aroma rasa t ekst ur 0.15 -0.4 -0.7 -1.05 -1.2 -0.8 -0.4 0 0.4 f ormula B

Gambar 29. Hasil Uji Perbandingan Pasangan Cendol Rumput Laut Formula B. warna aroma rasa t ekst ur 0.3 -0.25 -0.45 -0.6 -0.8 -0.4 0 0.4 f ormula C

Gambar 30. Hasil Uji Perbandingan Pasangan Cendol Rumput Laut Formula C.

(35)

Berdasarkan kesukaan panelis, dapat dikatakan bahwa pewarna alami daun suji dapat dijadikan sebagai pilihan warna yang baik dari pada pewarna yang digunakan oleh produk komersil. Selain karena bersifat alami (bukan bahan kimia sintetis) juga memiliki penampakan warna yang lebih baik. Warna merupakan parameter penting dalam menentukan apakah suatu produk pangan akan dikonsumsi atau tidak. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil terlebih dahulu. Menurut Winarno (1997) suatu bahan pangan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.

b. Aroma

Aroma dalam produk pangan sama pentingnya seperti warna yang memiliki daya sensori terutama pada indra penciuman. Kita seringkali akan tergugah selera akan suatu minuman atau makanan lainnya jika kita menghirup aroma atau bau dari makanan tersebut. Konsumen akan menerima produk makanan jika mempunyai aroma yang tidak menyimpang dari aroma normal. Menurut Winarno (1992) kecepatan timbulnya aroma sekitar 0,18 detik setelah suatu makanan atau minuman dihirup.

Hasil uji perbandingan pasangan menunjukkan bahwa aroma cendol rumput laut formula B adalah -0.4 dan formula C -0.25. Yang berarti panelis menilai aroma cendol formula B dan formula C ini mendekati aroma cendol komersil. Aroma cendol formula B dan formula C tidak berbeda jauh dengan aroma cendol komersil dapat disebabkan oleh meresapnya cairan gula dan santan yang digunakan dalam uji perbandingan sesuai dengan kondisi penyajian. Gula dan pati yang meresap mampu menutupi aroma bubur rumput laut yang notabene agak berbau amis. Selain karena meresapnya cairan gula dan santan, aroma cendol rumput laut yang telah dikeringakan cenderung netral dengan sedikit aroma khas daun suji.

c. Rasa

(36)

(Astawan et al., 2004). Daya terima panelis terhadap rasa untuk setiap makanan cendol rumput laut berbeda-beda, tergantung kepekaan indra dan kesukaannya.

Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa rasa cendol rumput laut formula B dinilai oleh panelis agak kurang enak dibandingakan dengan produk komersial dengan skor -0,7, sedangkan formula C dinilai memiliki rasa agak netral dengan skor -0,45. Rasa dalam penilaian cendol rumput laut ini cenderung identik dengan netral karena setelah proses pengeringan, rasa daun suji agak hilang dan tertutupi oleh rasa cairan gula dan santan. Nilai negatif dari uji perbandingan dapat disebabkan karena cendol komersil masih dalam kondisi yang segar (baru dicetak) sehingga rasa yang diharapkan masih terasa kuat.

d. Tekstur

Penilaian terhadap tekstur dilakukan dengan cara menilai kehalusan dan kekenyalan cendol rumput laut yang dihasilkan. Untuk menilai tekstur cendol rumput laut dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengunyah atau kepekaan lidah dalam menilai kehalusan cendol tersebut.

Dari hasil penilaian 20 orang panelis, diketahui skor penilaian tekstur untuk cendol rumput laut formula B adalah -1,05 dan -0,6 untuk formula C. Tekstur cendol rumput laut yang dihasilkan dalam penelitian agak kurang baik, dimana hasil rehidrasi menjadi agak kasar dan kekenyalan menjadi sangat berkurang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Tischer dan Brockman (1957) dalam Desrosier (1988) yang menyatakan bahwa pengeringan beku mengakibatkan hilangnya air melalui sublimasi, partikel menjadi kering porous, dan densitas lebih rendah dari pada bahan pangan aslinya, sehingga kekenyalan menjadi hilang. Selain itu, kandungan rumput dalam cendol juga berpengaruh terhadap tekstur yang dihasilkan. Menurut Astawan et al., (2004) faktor yang berpengaruh terhadap tekstur cookies diantaranya adalah bahan baku (tepung rumput laut, telur, dan mentega), proses pengocokan (mixing), dan pembakaran. Penambahan tepung rumput laut sangat berpengaruh nyata terhadap tekstur produk yang dihasilkan, semakin banyak tepung rumput laut yang ditambahkan semakin keras produk yang dihasilkan. Hal ini diduga karena ukuran partikel tepung rumput laut yang cukup besar dan kandungan seratnya yang tinggi.

(37)

4.5. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi usaha cendol rumput laut instan sesuai dengan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan mesin freeze dryer dengan kapasitas yang diperbesar hingga 50 kg bahan basah. Informasi dan spesifikasi alat pengering diperoleh dari perusahaan produksi mesin pengering beku (www.mrclab.com).

Analisis ekonomi diperlukan untuk memperhitungkan kelayakan usaha cendol instan dan jumlah modal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan usaha tersebut. Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis ekonomi usaha cendol instan antara lain keuntungan (profit), nilai bersih sekarang dari cash flow (Net Present Value), tingkat suku bunga pengembalian (Internal Rate Return), rasio penerimaan dan biaya (Benefit/Cost Ratio), jangka waktu pengembalian investasi (Pay Back Period), dan titik impas (Break EventPoint). Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi usaha cendol instan dapat dilihat pada Lampiran 16.

Hasil analisis ekonomi usaha yang diproyeksikan selama 10 tahun menunjukkan bahwa usaha cendol rumput laut instan layak untuk dijalankan. Hal ini didasarkan pada nilai sekarang aliran kas (NPV) lebih besar dari nol dan tingkat suku bunga pengembalian (IRR) lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (18%). Hasil lengkap analisis ekonomi usaha cendol rumput laut instan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Rincian perhitungan usaha cendol rumput laut instan dapat dilihat pada Lampiran 17-20.

Tabel 14. Analisis Ekonomi Usaha Cendol Rumput Laut Instan

No Parameter Satuan Nilai Standar

1 Net present value (NPV) Rp 60.924.507 >0 2 Internal rate of return (IRR) % 59,04 >18

3 B/C Ratio (BCR) - 1,18 >1

4 Pay back period (PBP) Tahun 2,17 <5

5 Break even point (BEP) Kemasan 88.683 -

6 Break even point (BEP) Rp 699.080.834 -

Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa usaha cendol rumput laut instan mempunyai nilai NPV Rp 60.924.507,00 yang berarti bahwa selama 10 tahun usaha

(38)

ada saat ini masih aman untuk pengambilan kredit jika modal usaha cendol rumput laut instan ini diperoleh dari pinjaman bank, dimana asumsi tingkat suku bunga pinjaman saat ini adalah 18%. Untuk parameter B/C Ratio menunjukkan angka 1,18 yang berarti bahwa dalam setiap 1 rupiah yang digunakan dalam usaha cendol instan akan memperoleh keuntungan Rp 0,18. Parameter PBP menunjukkan nilai 2,17 tahun yang berarti bahwa investasi awal dalam usaha cendol instan dapat dikembalikan dalam jangka waktu 2 tahun 2 bulan. Parameter BEP merupakan suatu titik dimana usaha cendol rumput laut instan tidak memperoleh laba ataupun rugi. Nilai dalam BEP bisa dalam dua satuan yaitu satuan kemasan dan stuan penjualan (rupiah). Dalam satuan kemasan menunjukkan bahwa usaha cendol rumput laut instan mencapai titik impas pada penjualan 88.683 kemasan, atau Rp 699.080.834,00.

Ditinjau dari parameter analisis ekonomi tersebut (NPV, IRR, BCR, PBP, dan BEP) secara umum parameter ekonomi usaha cendol instan masih berada di atas parameter standar, sehingga dapat diperoleh gambaran bahwa usaha cendol rumput laut instan dengan menggunakan mesin pengering beku (freeze dryer) layak untuk dijalankan.

Gambar

Tabel 9. Komposisi Kimia Bubur RL Euchema cotonii (bk)
Tabel 10. Komposisi Kimia Rumput Laut Euchema cotonii Segar (bk)
Gambar 10. Pencetakan Cendol Rumput Laut.
Tabel 11. Komposisi Formulasi Cendol Rumput Laut dalam 100 gr Bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

5) melindungi traditional knowledge dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati. Isu kedua mengenai “batasan” antara “sistem HKI formal dan sistem hukum adat”

Dalam penelitian ini akan dicobakan melakukan penambahan equipment pada salah satu subsistem yang memiliki nilai keandalan yang paling rendah untuk dilihat bagaimana

Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.Ikom) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

menentukan tingkat pemanfaatan teknologi informasi pada pelaku UMKM di Kota Jambi ini yaitu: a) Rendahnya Pemahaman terhadap Manfaat Teknologi Informasi dalam

Hasil penelitian ini adalah (1) proses pengubahan tingkah laku berfokus pada pola pikir; (2) analisis dan diagnosis berfokus pada pola pikir, kondisi psikologis

corporate governance dengan ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh positif terhadap luas pengung- kapan modal

Sedang ketika di Madinah, dakwah Nabi tidak hanya terfokus pada sedikit tempat melainkan banyak tempat, artinya dimana ada kesempatan dakwah maka di situ hadis

ka maka bersifat basa dan nilai pH lebih dari 7.” (Siswa 35, wawancara tanggal 7 Maret 2017) Hal tersebut sesuai dengan referensi yang menjelaskan bahwa, garam dari asam