• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasibatun Umul Khairat, 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasibatun Umul Khairat, 2014"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Nasibatun Umul Khairat, 2014

Pembelajaran Problem Solving Model Abell Dan Pizzini Pada Siswa SMK Dalam Konteks Pengaktifan Kerja

A. Latar Belakang

Ilmu kimia dipandang penting dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah dapat memberikan bekal ilmu kepada peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari banyak yang berkaitan dengan materi-materi yang ada dalam kimia. Materi-materi yang ada dalam kimia memiliki keterkaitan konsep yang sangat erat. Untuk itu, diperlukan penguasaan konsep yang sangat mendasar untuk membangun konsep-konsep lain yang saling berhubungan.

Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan pemahaman siswa yang kuat terhadap pengetahuan dasar kimia. Pemahaman siswa berawal dari konsep-konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Konsep-konsep yang dibangun siswa harus mampu diterapkan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait, karena dalam pembelajaran kimia siswa tidak hanya dituntut untuk menghafal konsep-konsep kimia, akan tetapi siswa juga harus memahami konsep tersebut sehingga bisa menerapkan konsep yang dipahaminya untuk memecahkan masalah. Tetapi kenyataan di lapangan, siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi, bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya (Trianto 2009 : 89).

Pelajaran kimia di SMK bertujuan antara lain : agar peserta didik memiliki kemampuan menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan atau eksperimen, peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan, pengambilan, pengolahan data, penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan

(2)

sehari-hari dan teknologi. Hal ini menjadi alasan lain yang menguatkan mengapa keterampilan pemecahan masalah perlu dimiliki oleh siswa.

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana sebagai guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (Trianto 2009 : 90).

Model problem solving (pemecahan masalah) ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran kimia, mengingat dalam mempelajari ilmu kimia siswa dituntut untuk berpikir memahami konsep-konsep kimia dan menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui model pembelajaran problem solving siswa diajak untuk memecahkan permasalahan pembelajaran sendiri dan menemukan konsep dari masalah-masalah yang ditampilkan, sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa untuk mencari pemecahan masalah dari permasalahan-permasalahan tertentu.

Model problem solving melatih siswa berpikir kritis dan bertindak kreatif untuk mendesain suatu penemuan, mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. Dalam melakukan pemecahan masalah, siswa bertanggung jawab membuat berbagai keputusan dan bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru seperti pada pembelajaran masa lampau.

Problem solving sebagai konteks dimaknai menjadi beberapa kategori, yaitu problem solving digunakan sebagai alat: (1) justifikasi (pembenaran) terhadap pembelajaran sains, (2) meyakinkan siswa terhadap nilai dan konten sains yang berkaitan dengan pengalaman pemecahan masalah dunia nyata, (3) memotivasi siswa, (4) pembangkit minat siswa dalam mempelajari konsep-konsep sains melalui contoh-contoh yang ditemukan dalam dunia nyata, (5) media rekreasi, yakni melibatkan siswa pada

(3)

aktivitas-aktivitas yang menyenangkan yakni aktivitas yang dapat mengurangi kejenuhan belajar secara rutin, (6) media praktis, yakni meningkatkan keterampilan dan pemahaman apa yang telah dipelajarinya. Jadi ketika problem solving digunakan sebagai konteks, maka fokus yang harus menjadi perhatian adalah menemukan permasalahan yang dapat menarik minat dan menggali tugas-tugas yang membantu memperjelas konsep maupun prosedur; mengandung tujuan-tujuan ganda yang memberi kesempatan bagi siswa untuk membuat penemuan-penemuan konsep sains melalui media yang dikenalnya (memotivasi), membantu siswa agar konsep-konsep sains lebih konkrit (sifat praktis), dan mengupayakan adanya rasionalisasi tentang apa yang dipelajari (justifikasi) (Rosbiono 2007 : 4-5).

Menurut pendapat Bruner (dalam Dahar 1988 : 125), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik (Trianto 2009 : 91).

Pada penelitian ini, pembelajaran masalah yang akan digunakan, yaitu pembelajaran problem solving tipe Abell dan Pizzini. Problem solving tipe Abell dan Pizzini mengembangkan model pembelajaran problem solving yang difokuskan pada tiga aspek yaitu (1) setting pembelajaran, (2) struktur pembelajaran, dan (3) perilaku guru dalam pembelajaran. Dari sisi struktur pembelajaran, pembelajaran pemecahan masalah berbasis konsep harus meliputi beberapa kegiatan yaitu menemukan masalah, menghaluskan masalah, merancang penyelidikan, menghimpun data, menganalisis data, menghimpun temuan dalam bentuk grafik, atau tulisan, menyajikan temuan, dan mengevaluasi.

Pembelajaran pemecahan masalah diangkat dari masalah yang ada di sekitar kehidupan siswa, masalah tersebut harus siswa sendiri yang akan menyelesaikannya. Perilaku guru selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu melakukan pengarahan atau

(4)

memberikan pernyataan yang sifatnya menggerakan siswa melakukan sesuatu, menyampaikan pembelajaran (menyajikan konsep), memberikan input tentang hal-hal teknis, meminta output apa yang ditemukan siswa, meminta siswa mengemukakan strategi pemikirannya, mengarahkan siswa dalam hal kedisiplinan belajar, serta mengamati siswa secara berkeliling.

Masalah yang diangkat pada penelitian ini berhubungan dengan kesehatan manusia, yaitu pengaktifan kerja sabun mandi. Penggunaan sabun umumnya terkait dengan mengangkat kotoran yang menempel pada kulit, baik berupa kotoran keringat, lemak atau pun debu, mengangkat sel-sel kulit mati dan sisa-sisa kosmetik. Salah satu dampak dari pengaktifan sabun yang dirasakan oleh siswa adalah setelah menggunakannya badan terasa lebih segar. Tetapi sabun tidak dapat bekerja dengan baik pada air sadah dan sabun menghasilkan busa yang sedikit apabila digunakan dengan air sadah sehingga dibutuhkan sabun yang lebih banyak, hal ini mengakibatkan pemborosan pada penggunaan sabun. Air yang bagaimana yang dapat mengaktifkan kerja sabun mandi pada badan?.

Dalam hal ini siswa sendiri yang akan menentukan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang akan mengarahkan siswa agar diperoleh penyelesaian yang sesuai. Dengan demikian hasil belajar yang diperoleh siswa mempunyai nilai yang beraneka ragam.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini Pada Siswa SMK Dalam Konteks Pengaktifan Kerja Sabun Pembersih Badan”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini adalah pembelajaran yang digunakan pada hampir seluruh sekolah masih menggunakan metode lama, yaitu metode ceramah. Proses pembelajaran seperti itu tidak dapat melatih siswa untuk dapat melakukan pemecahan masalah baik pemecahan masalah dalam pembelajaran seperti menjawab pertanyaan hingga pemecahan masalah yang ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Kemampuan

(5)

pemecahan masalah pada siswa diharapkan dapat membantu siswa setelah menyelesaikan pendidikan formal di sekolah.

Pembelajaran problem solving ini menuntut siswa agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah.

Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pembelajaran Problem Solving Model Abell Dan Pizzini Pada Siswa SMK Dalam Konteks Pengaktifan Kerja Sabun Pembersih Badan?”

1. Bagaimana keterlaksanaan (perencanaan dan pelaksanaan) pembelajaran problem solving tipe Abell dan Pizzini pada siswa SMK dalam konteks Pengaktifan Kerja Sabun Mandi ditinjau dari sisi guru dan siswa?

2. Bagaimana kemampuan siswa dalam memecahkan masalah menggunakan konsep-konsep yang diterapkan pada Pengaktifan Kerja Sabun Mandi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan umum yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan pembelajaran problem solving tipe Abell dan Pizzini dalam konteks pengaktifan kerja sabun mandi.

2. Memperoleh informasi mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan masalah real life dengan menerapkan konsep-konsep pada pengaktifan kerja sabun mandi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Guru

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam menggunakan

(6)

2. Bagi siswa

Untuk melatih keterampilan memecahkan masalah yang dapat digunakan siswa dalam kehidupan bermasyarakat kelak.

3. Bagi peneliti

Menambah kompetensi dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian menggunakan pembelajaran problem solving.

4. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai salah satu referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan meneliti mengenai penerapan problem solving dalam pembelajaran.

E. Struktur Organisasi

Berikut ini diuraikan secara terperinci mengenai urutan penulisan pada tiap bab dan bagian sub bab yang terdapat dalam skripsi. Penulisan dalam skripsi dibagi kedalam lima bab, yaitu Bab I pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Metode Penelitian , Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Bab V Kesimpulan dan Saran.

Bab I terdapat lima sub bab, yaitu latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Pada latar belakang dijabarkan mengenai latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Pada sub bab identifikasi dan perumusan masalah dipaparkan mengenai permasalahan-permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi yang terdapat pada latar belakang, selanjutnya dinyatakan dalam bentuk rumusan masalah. Pada sub bab tujuan penelitian dijelaskan mengenai tujuan dilakukannya penelitian. Pada sub bab manfaat penelitian dipaparkan secara jelas manfaat dari penelitian yang dilakukan baik bagi guru, siswa, dan peneliti lainnya. Pada sub bab struktur organisasi dijelaskan secara terperinci mengenai isi dari bab I sampai dengan bab V dalam penulisan skripsi ini, sehingga keterkaitan antar bab I sampai bab V menjadi jelas.

(7)

Bab II terdapat lima sub bab, yang terdiri dari Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini, Perencanaan Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini, Pelaksanaan Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini, Penilaian Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini, Tinjauan Konteks Masalah Pengaktifan Kerja Sabun Mandi. Pada sub bab Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini dijelaskan mengenai pengembangan pembelajaran problem solving yang dikembangkan oleh Abell dan Pizzini. Pada sub bab Perencanaan Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini dijelaskan secara terperinci mengenai perencanaan dalam pembelajaran problem solving yang meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru perlu merencanakan apa yang harus dilakukan oleh siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Pada sub bab Pelaksanaan Pembelajaran

Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini dipaparkan mengenai kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, serta penggunaan metode dan strategi pembelajaran dengan mengimplementasikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada sub bab Penilaian Pembelajaran Problem Solving Tipe Abell dan Pizzini dijelaskan sejauh mana penguasaan siswa terhadap pelajaran serta menilai sejauh mana ketepatan metode mengajar pada guru. Sub bab Tinjauan Konteks Masalah Pengaktifan Kerja Sabun Mandi dipaparkan secara terperinci mengenai materi yang akan diajarkan kepada siswa.

Bab III metodologi penelitian menjawab bagaimana rumusan masalah pada penelitian yang akan dipaparkan secara terperinci. Pada bab III ini terdiri dari delapan sub bab, yaitu Metode Penelitian, Lokasi dan Subyek Penelitian, Definisi Operasional, Alur penelitian, Prosedur Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisis Data. Metode Penelitian dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif dan metode evaluative.

Pada Bab IV terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan. Pada hasil pembahasan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan secara terperinci. Pembahasan dijelaskan secara terperinci mengenai jawaban dari rumusan masalah yang terdapat pada Bab II.

(8)

Pada bab V terdiri dari kesimpulan dan saran. Pada sub bab kesimpulan dipaparkan mengenai keseluruhan isi dari penelitian. Pada sub Bab saran memuat saran yang didasarkan pada hasil dari penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Adapun hasil evaluasi penawaran administrasi, teknis dan harga untuk paket dimaksud adalah sebagai berikut :..

Menurut Sugiyono (2013, hlm.199) menjelaskan bahwa angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi dan berperan penting dalam penentuan mutu produk dengan komposisi persentase yang tinggi dan merupakan bahan

Optimalisasi Produksi pada Perusahaan Roti Donna Jaya Barokah Jember Melalui Pendekatan Goal Programming. Jember : Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial

PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING BERBANTU MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN JARINGAN DASAR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMK.. Universitas Pendidikan Indonesia

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat