• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Tindak Pidana Pencurian dengan Pendekatan Restorative Justice: Studi Kasus di Desa Lengkongecamatan Garungabupaten Wonosobo T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Tindak Pidana Pencurian dengan Pendekatan Restorative Justice: Studi Kasus di Desa Lengkongecamatan Garungabupaten Wonosobo T1 BAB I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu hukum sangat dijunjung tinggi di Indonesia. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum1. Manusia perlu di bimbing menjadi warga yang baik, bersusila, dan akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersikap adil. Apabila keadaan semacam itu telah terwujud, maka terciptalah suatu negara hukum, karena tujuan negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Jadi, keadilanlah yang memerintah dalam kehidupan bernegara. Agar manusia yang bersikap adil itu dapat terjelma dalam kehidupan bernegara, maka manusia harus di bimbing menjadi warga yang baik dan bersusila.

Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh tahun lamanya. Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan mengenai “Sistem

Pemerintahan Negara” dikatakan “Indonesia ialah Negara yang Berdasar atas Hukum

(Rechtsstaat)”. Selanjutnya di bawahnya dijelaskan “Negara Indonesia berdasar atas

hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”.

(2)

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara hukum”.

Dimana ketentuan hukum tersebut mengikat dan berlaku terhadap semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Sebagai konsekuensi negara hukum maka, seluruh masyarakat/warga negara harus taat dan mematuhi peraturan yang dibuat oleh pemerintah.

Untuk memenuhi unsur tersebut maka dibentuklah Penegakan hukum, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan2. Keinginan-keinginan hukum yang dimaksudkan di sini yaitu merupakan pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan.

Pada dasarnya hukum membatasi seseorang agar tidak melakukan hal ataupun perilaku secara sewenang-wenang, dengan adanya hukum menjadikan lingkungan masyarakat di suatu negara terlindungi dari ancaman yang dapat merugikan, membahayakan, atau bahkan sampai merampas hak asasinya. Masalah yang terjadi di Indonesia selalu mengalami perubahan dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan menjadikan pemerintah mau tidak mau harus membuat suatu peraturan

2

(3)

undangan yang bertujuan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam ruang lingkup masyarakat.

Dengan semakin banyaknya masyarakat yang ada dalam suatu negara, maka rentan akan menimbulkan suatu konflik ditimbulkan karena semakin meningkatnya kebutuhan pokok dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan perundang-undang yang diharapkan dapat membatasi perilaku masyarakat khususnya individu dalam melakukan kegiatannya. Dengan hal tersebut maka akan muncul perilaku masyarakat yang taat pada hukum.

(4)

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat3.

Seperti yang diungkapkan oleh Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah :

”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan

tersebut”4 .

Akan tetapi dalam penerapannya, prinsip penegakan hukum belum tentu sesuai dengan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Sebab semua kasus tindak pidana tidak harus diselesaikan melalui ranah hukum melainkan dapat diselesaikan secara damai, atau dalam kata lain dapat diselesaikan dengan system

3Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, Halaman 62. 4

(5)

musyawarah, karena sebagian besar masyarakat menganggap cara tersebut lebih baik dan lebih efektif.

Ketika berbicara tentang kejahatan maka sering kali yang muncul dalam benak kita adalah pelaku kejahatan. Kita dapat menyebut mereka penjahat, kriminal, atau lebih buruk lagi. Masyarakat sudah biasa atau bahkan sudah dibiasakan memandang pelaku sebagai faktor dalam kejahatan. Tidak mengherankan apabila upaya penanganan kejahatan masih terfokus hanya pada tindakan penghukuman terhadap pelaku. Memberikan hukuman terhadap pelaku masih dianggap obat yang manjur untuk menyembuhkan baik luka maupun derita dari korban.

Namun dalam faktanya, banyak ditemukan kekerasan dan penyalahgunaan yang menyebabkan viktimisasi terhadap para terpidana. Dengan hal tersebut maka dalam menyelesaikan masalah kejahatan, khususnya tindak kejahatan dimana kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan kepada korban dan masyarakat masih bisa direstorasi sehingga kondisi yang telah rusak/rugi dapat dikembalikan seperti keadaan semula, sekaligus menghilangkan dampak terburuk yaitu penjara.

Untuk menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat direstorasi kembali, dikenal suatu paradigma penghukuman yang disebut sebagai restorative justice, dimana pelaku dituntut untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkan terhadap korban, keluarga, serta masyarakat. Keadilan yang dilandasi perdamaian (peace)

(6)

tersebut mengingatkan bahwa suatu keadilan dan perdamaian pada dasarnya tidak dapat dipisahkan. Perdamaian tanpa keadilan adalah penindasan, keadilan tanpa perdamaian adalah bentuk baru penganiayaan/tekanan. Dikatakan sebagai Just Peace Prinsiple atau Just Peace Ethics karena pendekatan terhadap kejahatan dalam Restorative Justice bertujuan untuk memulihkan kerusakan dan kerugian akibat kejahatan (it is an attempt to recovery justice), upaya ini dilakukan dengan mempertemukan pihak korban, pelaku/tersangka, dan warga masyarakat serta pihak kepolisian5.

Sebagai makhluk sosial, orang tidak akan hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan kata lain maka seseorang tidak akan lepas dari interaksi di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu dilihat dari sisi sosial, dalam penegakan hukum tidak harus berpatokan penuh pada Undang-Undang, karena untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah demi mencapai mufakat akan lebih baik untuk menjaga perdamaian.

Dalam hal ini untuk menyelesaikan tindak pidana akan dibahas tentang penyelesaian pidana dengan jalan perdamaian. Berkaitan dengan tindak pidana penulis akan membahas tentang penanganan tindak pidana dengan subtansi

restorative justice seperti yang dikemukakan oleh Bagir Manan, mengemukakan bahwa prinsip dari restorative justiceantara lain: ”Membangun partisipasi bersama

antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat menyelesaikan suatu peristiwa

(7)

atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai

”stakeholders” yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan

penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solutions)”6. Terhadap kasus tindak pidana yang di lakukan oleh seseorang, maka restorative justice

setidaknya bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan (to restore) perbuatan kriminal yang dilakukan seseorang dengan tindakan yang bermanfaat bagi pelaku, korban dan lingkungannya yang melibatkan mereka secara langsung (reintegrasi dan rehabilitasi) dalam penyelesaian masalah, menurut Barda Nawawi Arief tujuan

pemidanaan bertitik tolak kepada “perlindungan masyarakat” dan

“perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana”7 .

Soekanto, menyebut dua kutub citra keadilan yang harus melekat dalam setiap tindakan yang hendak dikatakan sebagai tindakan adil. Pertama, Naminem Laedere,

yakni "jangan merugikan orang lain", secara luas azas ini berarti " Apa yang anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan orang lain mengalaminya". Kedua, Suum Cuique Tribuere, yakni "bertindaklah sebanding"8. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa secara luas pengertian azas ini berarti "Apa yang boleh anda dapat, biarkanlah orang lain berusaha mendapatkannya".Azas pertama merupakan sendi equality yang ditujukan kepada umum sebagai azas pergaulan hidup. Sedangkan azas kedua merupakan azas equity yang diarahkan pada penyamaan apa yang tidak berbeda dan membedakan apa yang memang tidak sama. Untuk menanggulangi tindak pidana

6

Eva Achjani Zulfa, Mendefinisikan Keadilan Restoratif, Eva Achjani Zulfa, http://evacentre.blog spot.com/2009/11/definisi-keadilan-restoratif.html (diakses 29 april 2011).

7 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 98.

8

(8)

dengan menggunakan sistem restorasi keadilan atau restorative justice yang tercantum dalam RUU KUHP dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh. Diharapkan dengan sistem tersebut dapat membuat efek jera terhadap pelaku tanpa harus di lanjutkan ke ranah hukum. Penegakan hukum terhadap ketentuan RUU KUHP tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dengan meminimalisir semaksimal mungkin adanya pelanggaran hukum dan tindak pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil dalam jiwa seseorang.

Dikaitkan dengan hal tersebut peran penegak hukum polri juga berperan penting dalam peranan keadilan restorasi karena polri juga memiliki dan tanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Di Indonesia, keberadaan kepolisian secara kontitusi diatur dalam pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Di sana dinyatakan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,

melayani masyarakat serta menegakkan hukum”. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No.

2 Tahun 2002 menjelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan9. Polri merupakan institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab menegakan keamanan dan ketertiban masyarakat sipil di Indonesia.

9

(9)

Dalam Undang-undang RI No 2 tahun 2002 (Pasal 13), tugas pokok kepolisian Negara republik Indonesia adalah :

• Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

• Menegakkan hukum, dan

• Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam peranannya polisi bertugas dalam mengatasi tindak pidana yang terjadi di Indonesia. Pengertian Tindak Pidana menurut istilah secara umum "strafbaar feit"

dalam bahasa Belanda. Menurut Wirjono Prodjodikoro, “tindak pidana berarti suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana”10 .

Selanjutnya Peraturan Desa (Perdes) Lengkong Nomor 2 tahun 2011 Tentang Keamanan dan Ketertiban Pasal 9 angka 2 Tentang Sanksi Tindak Pidana Pencurian yang disahkan pada tanggal 9 januari 2011 mengatur tentang ketentuan sanksi tindak pidana pencurian di lahan pertanian maupun perkebunan milik warga akan ditindak tegas, dan akan dikenai denda dua kali lipat dari nominal barang apabila barang tersebut telah rusak/hilang/dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan11. Sedangkan menurut Pasal 10 angka 1 yang mengatur tentang sistem musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan tindak pidana pencurian dengan negosiasi antara pihak korban dan pelaku serta perangkat desa dan warga sebagai saksi dan penegak

10 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Jakarta Bandung : Eresco, 1981), cetakan ke-3, Halaman 50.

(10)

hukum12. Perdes ini didasarkan pada hukum adat/hukum yang tidak tertulis kemudian dituangkan dalan suatu peraturan yang tertulis bertujuan agar bisa lebih ditaati oleh warga masyarakat desa setempat.

Penulis mengkaji tindak pidana pencurian ringan di Desa Lengkong karena di beberapa desa di Kecamatan Garung tidak memiliki peraturan desa tertulis, dan yang memiliki peraturan desa tertulis hanya di Desa Lengkong. Maka dari itu kasus yang dimasukkan dan dianalisis adalah dari wilayah Desa Lengkong sesuai dengan peraturan yang berlaku di desa tersebut.

Kompleksnya perkembangan zaman serta perubahan pandangan hidup yang terjadi di segala sendi kehidupan di era globalisasi seperti sekarang, secara tidak langsung memunculkan berbagai hal dalam kehidupan tersebut. Mulai dari hal yang positif dan negatif, serta munculnya berbagai pelanggaran bahkan kejahatan dalam masyarakat tersebut. Hal ini merupakan masalah yang harus segera mungkin untuk diselesaikan, agar ketentraman dan keamanan dalam masyarakat tetap terjaga dan terpelihara.

Di dalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peristiwa hukum.

Hal ini pula yang kemudian mempengaruhi semakin beragamnya motif kejahatan dan tindak pidana yang terjadi saat ini. Dari sekian banyak motif kejahatan,

(11)

salah satu yang cukup banyak menarik perhatian adalah tindak pidana pencurian ringan.

Sebagai salah satu perbuatan manusia yang menyimpang dari norma pegaulan hidup manusia, kejahatan adalah merupakan masalah sosial, yaitu masalah-masalah ditengah masyarakat, sebab pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Menurut R. Soesilo pengertian kejahatan dibedakan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, sedangkan dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban13.

Kejahatan akan terus bertambah dengan cara yang berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan modern sehingga kejahatan akan semakin meresahkan masyarakat saat ini. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan umat manusia, karena kejahatan berkembang seiring dan sejalan dengan berkembangnya tingkat peradaban umat manusia yang semakin kompleks.

Pencurian adalah pengambilan barang milik orang lain secara tidak sah atau tanpa seizin pemilik. Tindak Pidana Pencurian yang ada dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) juga dibagi menjadi beberapa macam, antara lain

13

(12)

tindak pidana pencurian sesuai dengan ketentuan Pasal 362 KUHP atau pencurian biasa, tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai yang diatur dengan Pasal 363 KUHP, tindak pidana pencurian ringan seperti yang ditentukan dalam pasal 364 KUHP, tindak pidana pencurian dalam keluarga serta tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan sesuai dengan ketentuan pasal 365 ditambah dengan tindak pidana pecurian dengan pemberatan sesuai ketentuan pasal 365 KUHP, dimasukkan kedalam pencurian yang dikualifikasikan oleh akibatnya14.

Di dalam penelitian ini, penulis mengkaji ketentuan tindak pidana pencurian ringan salah satunya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (“Perma”) No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

Dalam KUHP (“Perma No. 2 Tahun 2012”), dikeluarkan oleh Mahkamah Agung

untuk menyelesaikan polemik mengenai batasan nilai kerugian dalam suatu tindak pidana ringan, yang ditetapkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) pada waktu dulu dan bagaimana penerapannya pada masa kini. Misalnya, dalam tindak pidana pencurian ringan (Pasal 364 KUHP), penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP), penipuan ringan (Pasal 379 KUHP), dan lain-lain, yang semula nilai kerugiannya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah dan penyesuaian maksimum penjatuhan pidana denda, yang dahulu sebesar dua ratus lima puluh rupiah, kini dilipatkangandakan menjadi 1000 (seribu) kali (Vide: Pasal 3 Perma No. 2 Tahun 2012).

14

(13)

Penyesuaian tersebut dilakukan dengan memperhatikan nilai emas pada saat KUHP peninggalan belanda, yang sebelumnya disesuaikan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan nilai emas pada saat ini. Sehingga dengan adanya penyesuaian tersebut, maka nilai barang atau kerugian dalam tindak pidana ringan, yang semula ditetapkan tidak lebih dari dua puluh lima puluh rupiah sekarang ditetapkan menjadi tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah (Pasal 2 ayat [1] Perma No. 2 Tahun 2012).

Dalam menangani kasus tindak pidana pencurian ringan masyarakat selalu menerapkan prinsip hukum didaerah setempat juga denda sebagai ganti rugi pelaku terhadap kerugian yang diderita korban, hal ini dimaksudkan untuk membuat efek jera pada pelaku15. Seperti salah satu kasus yang terjadi di Desa Lengkong, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Untuk memberi efek jera, warga memberikan sanksi berupa denda serta dengan hukum daerah setempat yang berlaku.

Data pencurian di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo tercatat ada 54 kasus pada tahun 2013, 67 pada tahun 2014, dan 43 pada tahun 2015, menurut presentasi tingkat pencurian tersebut tergolong naik di tahun 2014 dan turun di tahun 2015, sebagian kasus pencurian tersebut ada yang disidik di kantor polisi, ada yang di tindak damai, ada juga yang tidak dilaporkan masyarakat.

Dari kasus pencurian tersebut banyak yang disidik dari pada yang ditindak damai dan yang tidak dilaporkan oleh masyarakat. Dari beberapa presentase kasus

(14)

pencurian di Kecamatan Garung pada tahun 2013 beberapa kasus yang disidik ada 43 perkara, 9 kasus ditindak damai, 2 kasus yang tidak dilaporkan oleh pihak masyarakat dan diselesikan masyarakat. Di tahun 2014 kasus yang disidik ada 41 perkara, 19 kasus ditindak damai, 7 kasus yang tidak dilaporkan oleh pihak masyarakat tapi diselesaikan masyarakat. Kemudian di tahun 2015 kasus yang disidik ada 29 perkara, 15 kasus ditindaklanjuti penyidik ke sistem peradilan pidana, 14 kasus yang ditindak damai, sedangkan kasus yang tidak dilaporkan oleh masyarakat pada tahun tersebut tidak ada16. Maksud dari kasus yang tidak dilaporkan adalah kasus tindak pidana yang tidak dilaporkan kepada pihak kepolisian dan hanya diselesaikan oleh Desa setempat.

Dari presentase kasus pencurian Di Kecamatan Garung, penulis akan mengkaji 3 kasus pencurian komoditas sayur di Desa Lengkong dari tahun 2013-2015 yang diselesaikan secara damai serta melibatkan pihak kepolisian dengan metode restorative justice, alasan penulis mengapa memilih Desa Lengkong untuk dianalisis karena dari sekian desa di Kecamatan Garung hanya ada satu desa yang mempunyai aturan tertulis atau peraturan desa yaitu Desa Lengkong.

Selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang pembahasan kasus pencurian komuditas sayur di Desa Lengkong Kecamatan Garung, dari data yang di dapat bahwa kasus pencurian komoditas sayur khusus di Desa Lengkong tersebut 3 tahun terakhir dari tahun 2013-2015 ada 11 kasus, dan diantaranya ada 3 kasus yang

(15)

ditindak damai dan 8 kasus lainnya ditindak melalui jalur hukum yang berlaku sesuai yang peraturan perundang-undangan yang diatur dalam KUHP, dengan alasan 8 kasus tersebut merupakan tindak pidana yang masuk dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam pasal 363 KUHP ayat 1 alenia ke-1 2 kasus merupakan pencurian ternak, pasal 363 KUHP ayat 1 alenia ke-2 5 kasus pencurianwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, selanjutnya pasal 363 KUHP ayat 1 alenia ke-5 1 kasus pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan atau untuk sampai kebarang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak barang tersebut. Oleh karena itu penulis hanya mengkaji data tindak pidana pencurian yang diselesaikan dengan metode restorative justice saja.

Dari sekian kasus pencurian di Kecamatan Garung penulis hanya meneliti di Desa Lengkong karena yang punya Peraturan Desa (Perdes) tentang tindak pidana pencurian hanya ada di Desa Lengkong. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Desa (Perdes) Lengkong Nomor 2 tahun 2011.

(16)

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Polsek Garung17 beserta penduduk setempat, hasil pencurian tersebut yang tertangkap akan disita dan akan dikembalikan kepada pihak korban, apabila terjadi kerusakan atau bahkan hilangnya benda yang diambil tersangka maka tersangka dikenai denda dua kali lipat sesuai dengan harga nominal barang, selanjutnya tersangka diberi penyuluhan dan pembinaan dari humas polri untuk membuat efek jera dan tidak mengulangi hal tersebut.

Warga lebih mengedepankan sikap toleransi kepada pelaku, karena pencurian dilakukan pasti ada sebab dan alasannya. Apalagi kasus pencurian ini masih di kategorikan sebagai kasus pencurian ringan dan hanya mengakibatkan kerugian secara materiil saja dan tidak menimbulkan korban18.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan judul “Penanganan Tindak Pidana Pencurian

Dengan Pendekatan Restorative Justice” (Studi Kasus Di Desa Lengkong,

Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo)”.

17 Ibid.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

Bagaimana tindakan masyarakat Desa Lengkong dan tindakan kepolisian Polsek Garung dalam penanganan tindak pidana pencurian dengan pendekatan restorative justice ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tindakan masyarakat Desa Lengkong dan tindakan kepolisian Polsek Garung dalam penanganan tindak pidana pencurian dengan pendekatan restorative justice di Desa Lengkong, Kecamatan Garung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat sebagai berikut :

(18)

b. Sebagai bahan masukan bagi para pembaca untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam berkaitan dengan penegakan hukum yang tertulis diatas.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat sebagai berikut :

Dari hasil penelitian dan penulisan diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait serta referensi untuk meningkatkan sistem penegakan hukum pidana dan meminimalisir terjadinya tindak pidana pencurian ringan serta memberikan efek jera kepada pelaku.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajarai masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

2. Pendekatan Masalah

(19)

sistematis dengan metode ilmiah untuk dapat mendeskripsikan permasalah tersebut, memberikan penyelesaialan/solusi atas permasalahan. Metode Penelitian Sosio Legal yaitu metode penelitian yang mendekati suatu permasalahan melalui penggabungan antara analisa normatif dengan pendekatan ilmu non-hukum dalam melihat hukum

Penelitian sosio-legal, merupakan penelitian yang mengkaji ilmu hukum dengan memasukkan faktor sosial dengan tetap dalam batasan penulisan hukum. Penelitian Sosio Legal tetap mendahulukan pembahasan norma-norma hukum, kemudian mengupasnya dengan komprehensif dari kajian ilmu non-hukum/faktor-faktor diluar hukum, seperti sejarah, ekonomi, social, politik, budaya dan lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data akan semakin lengkap apabila gambaran penelitian menjadi jelas dan arah pandangannya ditunjang oleh alat-alat yang tersedia. Data merupakan perwujudan dari infomasi untuk dikumpulkan guna mendeskripsikan suatu objek, oleh karenanya diperlukan teknik untuk mengumpulkan data tersebut. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu antara lain :

(20)

objek yang diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :

1). Bahan Hukum Primer yaitu berkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan antara lain :

a). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (UUD) 1945.

b). Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). c). RUU KUHP.

d). Perma No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP.

e). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

f). Peraturan Desa Lengkong Nomor 2 tahun 2011 Tentang Keamanan dan Ketertiban.

(21)

literatur, artikel, internet, pendapat para ahli serta wawancara dengan pihak terkait.

b. Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan langsung terjun ke pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan menentukan :

1). Lokasi Penelitian : Lokasi penelitian berada di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo beserta Polsek Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo.

2). Wawancara : Wawancara dilakukan dengan pihak kepolisian Polsek Garung, dengan Perangkat Desa Lengkong, serta lembaga kemasyarakatan yakni dari pihak kepala dusun, RT, RW, karang taruna/pemuda, petani, pihak pelaku, pihak korban, beserta warga masyarakat setempat Desa Lengkong.

4. Teknik Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan analisa data kualitatif. 5. Unit Amatan

(22)

Penanganan hukum terhadap tindak pidana pencurian sayur di Desa Lengkong, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo oleh pihak kepolisian Polsek Garung dengan metode restorative justice.

F. Sistematika Penulisan

Susunan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing diuraikan sebagai berikut :

1. Pada bagian awal penulisan skripsi terdiri dari: Sampul, Lembar Persetujuan, Lembar Pengujian, Daftar Isi, Ucapan Terima Kasih, Pendahuluan, Daftar Peraturan Beserta Kasusnya, Daftar Tabel, Daftar Singkatan, dan Daftar lampiran, Kata Pengantar, Abstrak.

2. Bagian kedua merupakan isi/inti dari bagian pokok dalam penulisan skripsi, susunannya terdiri dari 3 bab antara lain :

a. Bab I : Isi dari bab ini berupa uraian orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi : (A) Latar Belakang Masalah; (B) Rumusan Masalah; (C) Tujuan Penelitian; (D) Manfaat Penelitian; (E) Metode Penelitian; (F) Sistematika Penulisan.

b. Bab II : Isi dari bab ini menguraian teori, pembahasan, dan menganalisis permasalahan pada penelitian.

c. Bab III: Isi dari bab ini merupakan pernyataan dari kesimpulan dan saran.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen organisasi harus memiliki metodologi yang menjamin bahwa kebuthan-kebuthan dan ekspektasi pelanggan telah ditetapkan melalui sistem manajemen mutu ISO

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap kebebasan buruh untuk ikut serta dalam organisasi serikat buruh tercantum dalam

Akhirnya, pasukan bola keranjang wanita Qatar menarik diri daripada kejohanan di Sukan Asia tersebut pada saat-saat terakhir gara-gara peraturan yang melarang mereka memakai

This study aims to empirically examine the effect of (a) the budget’s proportion, (b) the effectiveness of the internal auditing system, (c) the follow-up to the

Penyitaan terhadap kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran lalu lintas dilakukan apabila kendaraan tersebut tidak dilengkapi oleh surat-surat kendaraan (STNK)

[r]

Dalam pelaksanaan observasi (pengamatan), peneliti/guru menggunakan observasi terstruktur, guna mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran pada bidang

Metode belajar yang digunakan oleh guru menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa agar tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam proses