• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stentdi RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stentdi RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

2.1Konsep Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu penyakit pada jantung yang terjadi karena adanya kelainan pada pembuluh darah koroner. Kelainan Pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat proses artherosclerosis.Arterosklerosis adalah pengerasan dinding pembuluh darah, terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin) pada dinding arteri secara bertahap dan menumpuk pada dinding arteri. Arterosklerosis mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung. Lumen arteri akan menyempit mengakibatkan suplai darah tidak adekuat (iskemia) sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan persediaan oksigen yang diberikan oleh arteri koroner (Sumiati dkk., 2010).

(2)

Menurut Riskesdas (2013) didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan /atau infark miokard) atau belum pernah didiagnosis tetapi pernah mengalami gejala atau riwayat PJK. Gejala PJK dapat disembuhkan sama sekali, tetapi penyakit penyebabnya yaitu arterosklerosis tidak dapat disembuhkan (Chung, 2010).

2.1.2 Patofisiologi

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria. Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication) terjadi secara bertahap sejak usia muda bahkan dikatakan sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2008).

(3)

abnormal, menyebabkan suatu tipe reaksi inflamasi lambat, yang akhirnya menyebabkan plak lanjut dan berbahaya secara klinis. Selubung fibrosa pada lesi arterosklerotik menjadi tebal dan menyebabkan stenosis atau penyempitan lumen vaskular, yang secara bertahap menyebabkan iskemia jantung, terutama saat kebutuhan oksigen meningkat (Aaronson & Ward, 2007).

TimbunanAteroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar akan cenderung terjadi pembekuan darah. Trombus akan terbentuk pada permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus (Sumiati dkk., 2010).

Lesi yang kaya lipid dan sel busa biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta terbuka. Bila fibrosa pembungkusplak pecah (ruptur plak), maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Akibatnya otot jantung di daerah tersebut kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius yaitu Angina Pektoris sampai Infark Jantung (Aaronson & Ward, 2007).

2.1.3 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner

(4)

(modifiable) yaitu : hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik.

Faktor yang tidak bisa diubah: 1. Usia

Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur 40 tahun. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause lebih rendah dari laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tua umur maka semakin besar kemungkinan timbulnya plak yang menempel di dinding arteri koroner.

2. Jenis Kelamin

Gejala PJK akibat aterosklerosis di Amerika Serikat sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 wanita. Ini berarti bahwa laki- laki mempunyai resiko Penyakit Jantung Koroner 2-3 kali lebih besar dari perempuan. Perbedaan kemungkinan karena efek protektif dari estrogen, dan secara progresif menghilang setelah menopause.

3. Riwayat keluarga

(5)

terkena PJK. Faktor keturunan terbukti mempunyai peranan dalam memicu penyakit jantung, namun bisa dihindari dengan menerapkan pola hidup sehat.

Faktor yang dapat diubah (dikendalikan): 1. Hipertensi

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Tekanan darah tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah.

2. Hiperkolesterolemia

(6)

menghambat aliran darah. Jika plak pecah, terbentuklah gumpalan darah pada daerah yang terkena atau terhambat darah ke bagian otot jantung yang menyebabkan serangan jantung.

3. Penyakit Diabetes Melitus

Diabetes dapat meningkatkan resiko gangguan dalam peredaran darah, termasuk PJK. Penyebabnya adalah kekurangan atau resistensi terhadap hormon insulin yang mengontrol penyebaran glukosa ke sel-sel di seluruh tubuh melalui aliran darah. Diabetes dapat meningkatkan kadar lemak dalam darah, termasuk kolesterol tinggi. Pada diabetes melitus timbul proses penebalan membran kapiler dan arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita Diabetes Melitus resiko penyakit jantung koroner 50% lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi dua kali lipat.

4. Merokok

(7)

5. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh >19% pada laki-laki dan >21% pada perempuan. Obesitas sering didapat bersama-sama dengan hipertensi, dan Diabetes Melitus. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol. Resiko penyakit jantung koroner akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal. Penderita gemuk dengan kadar kolesterol tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.

6. Stres

Penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara faktor stres psikologik dengan kejadian penyakit jantung. Stres yang terus-menerus berlangsung lama akan meninggikan kadar katekolamin dan tekanan darah, sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri koroner.

7. Kurang aktifitas fisik

(8)

2.1.4 Manifestasi Klinis

Meski kebanyakan penderita PJK mempunyai masalah pokok yang sama yaitu penyempitan arteri koronaria, namun gejala yang timbul tidak selalu sama. Gejala PJK akan timbul apabila terjadi penyempitan sebesar 75% atau lebih pada lumen arteri koroner. Tanda dan gejala yang timbul akibat arterosklerosis sangat bergantung pada lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi. Beberapa menderita angina, adapula yang terkena serangan jantung. Sebagian kecil mengalami kegagalan jantung tanpa ada gejala sebelumnya (Davidson, 2003).

(9)

Iskemia yang lebih berat disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Serangan jantung (infark miokardium) terjadi ketika pembuluh darah koroner menyempit atau mendadak tertutup sama sekali oleh bekuan darah yang mengalir di dalamnya sehingga sebagian jantung tidak bekerja. Gejala serangan jantung untuk setiap orang bisa berbeda. Sebuah serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak jelas, rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak di bagian tengah dada. Terkadang hanya menimbulkan rasa tidak nyaman yang ringan sekali sehingga sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan, atau bahkan lepas dari perhatian. Gejala di pihak lain, serangan jantung menghadirkan rasa nyeri paling buruk yang pernah dialami, rasa sesak yang luar biasa atau rasa terjepit pada dada, tenggorokan atau perut. Gejala juga bisa berupa keringat panas atau dingin, kaki terasa sakit sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal sudak mendekat. Gejala lain yang mungkin dirasakan seperti lebih nyaman duduk dibanding berbaring, nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai, rasa mual dan pusing sampai muntah, bahkan dapat terjadi kolaps atau pingsan (Sumiati dkk., 2010). Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola elektrokardiogram (EKG), aneurisma ventrikel, disritmia, dan kematian mendadak (Brunner & Suddarth, 2011).

2.2 Konsep Stent Jantung 2.2.1 Definisi

(10)

yang menyempit (stenotik) atau tersumbat. Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival atau mencegah infark ataupun untuk menghilangkan gejala (Chung, 2010). Menurut Aaronson & Ward (2007) Stent adalah jaring-jaring logam berbentuk silindris (misalnya stainless steel, platinum) atau selang berslot yang ditanam ke dalam arteri pada lokasi ekspansi balon setelah angioplasti. Stent terutama digunakan pada pembuluh dengan diameter >3 mm dan dirancang agar dapat melebar sendiri, atau dilebarkan oleh balon kateter sehingga stent menekan dinding dalam arteri koroner dan menjaganya tetap terbuka.

Stent jantung adalah semacam kerangka metal yang berfungsi sebagai penyangga supaya pembuluh darah tetap terbuka dengan obat pencegah timbulnya jaringan baru, seperti Sirolimus dan Paclitaxel(Sumiati dkk., 2010). Stent menurunkan insidensi restenosis lanjut seperti penutupan mendadak pembuluh darah, infark miokard akut, kematian mendadak dan kebutuhan CABG darurat (Gray, et al., 2002). Menurut American College of Chest Physicians(2012)Stentmerupakan tabung logam yang disisipkan secara permanen ke dalam arteri koroner terpasang untuk menjaga arteri terbuka. Beberapa stent adalah logam sederhana (bare stent) dan beberapa yang dilapisi dengan obat yaitu pengencer darah antiplatelet seperti clopidogrel untuk mencegah pembekuan darah di atau sekitar stent.

(11)

banyak arteri kecil atau pada ketiga arteri koronaria, tindakan pembedahan bypass lebih baik untuk jangka panjang ( Chung, 2010).

2.2.2 Prosedur Tindakan Pemasangan Stent

Sebelum tindakan, pasien PJK tidak makan atau minum apa pun setelah tengah malam sekurang-kurangnya 6-8 jam sebelum prosedur. Sebelum prosedur, setelah pemeriksaan darah rutin akan dilakukan elektrokardiogram (EKG) dan melakukan x-ray pada dada. Arteri femoral lebih sering digunakan sebagai akses kateter pada tindakan IKP karena memiliki diameter lebih besar serta lokasinya mudah.Area pangkal paha akan dibersihkan dan dilakukan pencukuran. Dalam melaksanakan tindakan tidak diperlukan anastesi, walaupun pasien diberi obat pereda nyeri/sedatif, namun jika perlu menggunakan anastetik lokal (Chung, 2010).

(12)

Kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blokade. Balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi ateromatous plak dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, stent akan berkembang dan akan menekan dinding pembuluh darah bagian dalam. Stent diimplantkan atau ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.Setelah balon dikempiskan, pembuluh darah tetap terbuka dan stent tetap dipertahankan. Stent jantung secara permanen tinggal di tempat untuk mendukung struktur pembuluh darah koroner dalam mencegah resiko penutupan pembuluh darah kembali(Chung, 2010).

Pemasangan stent melalui angiogram koroner dilakukan dalam waktu semalaman.Setelah kateter dilepas, teknisi atau perawat akan memberikan tekanan pada tempat pemasangan lapisan plastik. Pasien diminta berbaring lurus terlentang selama 1-6 jam setelah tindakan untuk menghindari perdarahan serius dan membantu pemulihan arteri. Dapat makan dan minum kembali setelah tindakan selesai. Lamanya berada di rumah sakit sangat bergantung pada kondisi tubuh. Pasien dapat langsung pulang pada hari yang sama, atau dirawat selama satu malam atau lebih lama (Chung, 2010).

2.2.3 Jenis Stent

(13)

serta karakteristik fisiknya. Model stent mirip spiral atau seperti sangkar (Bali Cardiologi Update, 2016).

Generasi pertama stent dibuat dari bahan bare metal (stent sederhana). Stent yang paling umum digunakan sampai saat ini adalah Palmaz-Schatz stentatau Bare Metal Stent. BMS merupakan sebuah pipa stainless-steel berukuran kecil dan berlubang, dengan panjang kira-kira setengah inci, ringan seperti jarum pentul, dan kecil seperti sepotong mi yang tipis. Walaupun BMS mampu mengeliminasi risiko kolapsnya pembuluh darah koroner, namun kurang mampu mencegah restenosis. Kira-kira 25% dari pembuluh darah koroner yang diobati dengan Bare-Metal Stents kembali mengalami penyempitan, biasanya dalam waktu 3-6 bulan (Bali Cardiologi Update, 2016).

Jenis stent yang dilapisi dengan obat mulai dikembangkan disebut sebagai Drug-Eluting Stents (DES). DES merupakan penyempurnaan IKP dan terbukti kejadian restenosisberkurang sampai dibawah 10%. Hasil yang dicapai dengan pemasangan DES dapat dinikmati pasien dalam waktu lama.Rendahnya angkarestenosis, salah satunya dikarenakan obat yang terdapat pada stent. Terdapat banyak macam DES dengan berbagai jenis obat yang dipakai seperti misalnya sirolimus, biolimus, everolimus, paclitaxel, dan lain-lain (Bali Cardiologi Update, 2016).

(14)

tahun), pasca operasi by-pass yang mengalami kegagalan atau menyempit kembali, atau penderita yang sama sekali sudah tidak menjalani operasi bypass pada pembuluh koroner. Metode DES juga cocok untuk penderita pasca IKP yang pembuluh koronernya menyempit kembali(Medistra, 2008). Jenis stent DES lebih mahal daripada stent biasa sehingga penggunaannya di negara berkembang masih terbatas dan empat kali lebih mahal dari stent biasa (Hasan, 2007).

Dibandingkan dengan BMS, pemakaian DES dapat mengurangi restenosis (Majid, 2007). Drug Eluting Stent (DES) menunjukkan penurunan angka restenosis yang signifikan dibandingkan stent biasa, yaitu48 bulan ke atas setelah Primary PCI (JACC journals, 2014).

2.2.4Restenosis

Tindakan IKPtelah menjadi solusi dibandingkan tindakan pembedahan seperti CABG, karena IKP adalah intervensi tanpa melakukan tindakan pembedahan dan lebih aman dibanding operasi pintas koroner (by pass - CABG). Namun pemasangan stent bukan jaminan pembuluh darah tidak tersumbat lagi.Restenosis masih menjadi kekhawatiranjangka panjang pasca IKP (Chung, 2010).

(15)

sepenuhnya diketahui. Restenosis atau pengurangan diameter lumen awalnya merupakan repon penyembuhan terhadap kerusakan mekanik akibat cedera dinding pembuluh darah arteri. Restenosis terdiri dari dua proses utama yaitu: (1) Neo Intimal Hyperplasia (NIH) berupa migrasi dan poloferasi Smooth MuscleCells (SMCs) serta deposit Extra Cellular Matrix (ECM) dan (2) Vessel Shrinkage yaitu pengerutan dinding pembuluh darah akibat elastic recoil atau negative remodeling(Wihanda, 2014).

IKP dengan pemasangan stentlebih banyak meninggalkan lesi akibat gesekan pada arteri dibandingkan dengan PTCA-balonisasi (Sharma, et al., 2003). Pada arteri yang dilakukan pemasangan stent, terdapat keterlibatan makrofag yang berlebihan dalam neointima, sementara pada arteri yang dilakukan angioplasti balonisasi tidak dijumpai keterlibatan makrofag. Akumulasi makrofag dan neovaskularisasi terdeteksi dalam jaringan neointimaldapat menjadi nidusdalam pembentukan trombus,fibrin, dan presentasi akut berikutnyadengan hasil yang buruk (Moulias & Alexopoulos, 2011).Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca prosedur IKP akibat gesekan IKP pada permukaan endotelium. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable angina) (Handayani, Hariman & Akbar, 2012).

(16)

di dalam stent.ISR terbentuk akibat reaksi inflamasi akan mencetuskan pertumbuhan Neo Intima Hyperplasia (NIH). Reaksi inflamasi ini sendiri dapat terjadi tanpa cedera arteri akibat respon tubuh terdapat benda asing yaitu metal alur stent. Cedera arteri yang disertai dengan reaksi inflamasi memiliki pertumbuhan NIH lebih besar dibanding cedera arteri atau inflamasi saja (Wihanda, 2014).ISR terjadi terutama untuk Bare Metal Stent(BMS) dengan laporan restenosispada 20%-30%dan 10% -15%. ISR juga dapat terjadi pada DES,tetapisecara signifikan mengurangi angka kejadian ISR(Moulias & Alexopoulos, 2011).

(17)

Menurut Prabu, et al (2014), tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan DES dengan BMS dalam menurunkan rekurensi serangan infark miokard dan restenosis tetap masih dapat terjadi. Joner (dalam Wihanda, 2014) mendapatkan peningkatan jumlah eosinofil di sekitar alur stent pasca IKP dengan DES dibanding BMS, akan tetapi reaksi inflamasi pada kedua jenis stent tidak berbeda makna. Restenosis menyebabkan iskemia jantung dan angina timbul kembali, sehingga PCI diulang atau dilakukan CABG (Aaronson & Ward, 2007).

2.3 Konsep Pencegahan Penyakit Jantung Koroner

Pada penyakit jantung koroner (PJK) dikenal adanya pencegahan primer dan sekunder (Soeharto, 2004).

2.3.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit PJKdan menjaga seseorang tidak menderita PJK. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses aterosklerosis secara dini, dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan faktor resiko. Pencegahan primer yang mendasar adalah mengurangi faktor resiko PJK, menghindari terbentuknya plak di arteri koroner bahkan menghindari plak terjadi pada tingkat lanjut (Soeharto, 2004).

2.3.2 Pencegahan Sekunder

(18)

pencegahan agar pembuluh darah tidak bertambah buruk harus tetap dilakukan, baik dengan mengubah gaya hidup, seperti berhenti merokok, atau dengan obat-obatan penurun kolestrol atau keduanya (Chung, 2010). Pasien yang telah terbukti menderita PJK mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar mendapatkan infark miokardium lanjutan (Smith,et al., 2001 dalam Harianja, 2010).

Pencegahan sekunder adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko bagi mereka yang nyata-nyata mengidap penyakit PJK, atau telah mengalami serangan jantung atau stroke. Pencegahan sekunder merupakan strategi yang sangat berpengaruh untuk mengurangi kematian pada penyakit kardiovaskular. Program rehabilitasi adalah satu contoh dari pencegahan sekunder. Pasien dengan riwayat serangan jantung dianjurkan untuk menjalani proses rehabilitasi kemudian dilanjutkan dengan fase pemeliharaan saat rawat jalan. Latihan yang diberikan sama dengan pencegahan primer dengan memperhatikan beberapa hal terutama kemungkinan adanya komplikasi dan target yang akan dicapai. Pasien dilatih olahraga dan diberi penyuluhan yang diperlukan, di samping pemeriksaan profil lemak dan lain-lain (Soeharto, 2004).

(19)

Menurut American College of Chest Physicians(2012) pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah lagi yang akan mempersempit arteri. Salah satunya dengan obat pengencer darahseperti antiplatelet seperti clopidogrel untuk menjaga stentyang terpasang dengan terhindar dari pembekuan darah di atau sekitar stent.Pemilihan obat pengencer darah sesuai rekomendasi medis terhadap setiap individu yang telah dipasang stent. Pemilihan obat pengencer darah dan durasi dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan pasien dalam terapi.

Menurut ACCF/AHA (2011) dalam pedoman untuk pencegahan sekunderdan terapi pengurangan risiko untuk pasien dengan PJK dan penyakit akibat aterosklerotik vaskular lainnya, mengakui bahwa manfaat dari pengurangan risiko PJK mengurangi, mencegah, atau menunda perkembangan penyakit pembuluh darah aterosklerosis di seluruh tubuh terutama penyakit yang menyebabkan peristiwa klinis utama seperti MI, stroke, atau iskemia yang kritis. Dengan mencegah peristiwa ini, tidak hanya umur panjang cenderung meningkat, tetapi kualitas hidup (QOL) dan biaya perawatan kesehatan tahunan yang cenderung menurun. Pencegahan sekunder juga peningkatkan potensi melakukan aktivitas sehari-hari dengan demikianmempertahankan kemandirian si penderita.

Pedoman pencegahan sekunder penyakit jantung koroner menurut National CAD Practice Guidelines (2014), yaitu:

1.Kepatuhan minum obat

(20)

Misalnya: menggunakan aspirin 75-162 mg/hari dengan durasi tak terbatas jika tidak ada kontraindikasi, lanjutkan clopidogrel 75 mg/hari dikombinasi dengan aspirin selama 1 tahun pada pasien setelah IKP-stent. Menggunakan 2 obat antihipertensi, atau menggunakan angiotensinconverting enzyme inhibitor.atauß-blockers setelah infark miokardium, sindrom koroner akut (SAK), disfungsi ventrikular kiri dengan atau tanpa gejala gagal jantung, kecuali terdapat kontraindikasi (Gupta & Ahuja, 2014). Keluarga berperan penting untuk selalu mengingatkan minum obat rutin secara terus-menerus sebagai penatalaksanaan jangka panjang, dan mengingatkan untuk selalu membawanyaketika anggota keluarga yang menderita PJK akan melakukan perjalanan (Davidson,2003).

2. Nutrisi

(21)

omega-3 pada ikan bisa menjadi pelindung dan mengurangi faktor resiko koroner. Untuk diet yang rendah kolesterol, ikan lebih baik daripada daging merah tanpa lemak. Keluarga berperan dalam menyeleksi makanan yang mengandung lemak kurang jenuh serta pengurangan konsumsi makanan yang kaya kolesterol lebih (Chung, 2010).

3.Pengaturan berat badan

Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan harus mengurangi berat badan sekitar 5% sampai 10%.Pengurangan berat badan diseimbangkan dari aktivitas fisik, gaya hidup, olahraga terstruktur, asupan kalori, dan program yang telah disusun untuk mempertahankan atau mencapai indeks massa tubuh (BMI) 18,5 – 24,9 kg/m² dan lingkar pinggang pada pria < 90 cm, wanita < 80 cm. Berat badan ideal dapat dicapai dengan berolah raga, dan diet menurunkan berat badan (Gupta & Ahuja, 2014). Mengubah jenis makanan yang biasa dimakan tidaklah mudah, namun penting untuk mengurangi risiko terulangnya serangan jantung. Makanan yang sehat bukan berarti berpantang semua makanan yang disukai dan hanya makan sayuran mentah. Namun mengurangi adalah bonus yang sehat bagi seluruh anggota keluarga terkhusus bagi anggota keluarga yang sakit (Davidson, 2003).

4. Berhenti merokok

(22)

agak sulit mempertahankannya bila pulang ke rumah. Inilah kesempatan seluruh keluarga untuk membantu pengontrolan diri si pasien, sebab kebiasaan merokok sulit untuk dihilangkan akibat kecanduan psikologis (McGowan & Castelli, 2001).

5. Aktivitas fisik

(23)

baik dapat menimbulkan risiko penyakit jantung koroner 38% dan 65% terkena stroke. Sehingga bagi penderita PJK perlu mengistirahatkan tubuh sesuai dengan waktu tidur yang ideal sesuai dengan usia.

6. Kontrol tekanan darah

Perlu diberitahu dan dimotivasi untuk modifikasi gaya hidup dengan pengendalian berat badan, peningkatan aktivitas fisik,batasi konsumsi alkohol, pengurangan sodium, dan peningkatan konsumsi buah-buahan segar, sayuran, danproduk rendah lemak. Menurunkan tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg atau 135/85 mmHg bila juga terdapat diabetes atau gagal ginjal kronik. Mengkonsumsi obat antihipertensi diperbolehkan namun sesuai dengan terapi yang dianjurkan dan memeriksakan tekanan darah secara teratur (Gupta & Ahuja, 2014).

7. Kontrol kolesterol

(24)

8. Pengelolaan Diabetes Mellitus

Pencegahan komplikasi kardiovaskular dengan modifikasi gaya hidup termasuk aktivitas fisik sehari-hari, manajemen berat badan, mengontrol tekanan darah, dan pengelolaanlipid direkomendasikan untuk semua pasien dengan diabetes. KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1C kurang dari 7% untuk pasien dengan riwayat hipoglikemia berat (AHA/ACCF, 2011). Keluarga berperan dalam menjaga diet ketat untuk mengusahakan tingkat gula darah menjadi normal, mendukung penurunan berat badan yang merunkan kebutuhan insulin, serta mendukung dalam pemantauan KGD (Davidson, 2003).

9. Mengontrol cemas dan depresi

(25)

relaks, menghilangkan hal-hal yang membuat cemas serta meminimalkan stres emosional sebanyak mungkin (Chung, 2010).

10. Rehabilitasi jantung

Semua pasien pasca-PCI harus dirujuk ke program rehabilitasi kardiovaskular rawat jalan yang komprehensif baik sebelum dikeluarkan dari rumah sakit atau selama kunjungan follow-up. Pasien rawat jalan dalam satu tahun terakhir harus dirujuk ke program rehabilitasi kardiovaskular rawat jalan yang komprehensif. Program rehabilitasi jantung rawat jalan berbasis olahraga aman dan bermanfaat bagi pasien rawat jalan secara klinis dengan riwayat penyakit jantung (AHA/ACCF, 2011).

2.4 Konsep Keluarga

2.4.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang-orang yang tinggal bersama dalam satu rumah yang dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah, atau tidak memiliki hubungan darah yang bertujuan mempertahankan budaya yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2003).

(26)

dari keluarga. Menurut Dep. Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling keterantungan.

Menurut Sayekti (1994) keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berinteraksi. Setiap individu merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004).

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula terhadap keluarga-keluarga sekitarnya. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan, dan sebagai pengambilan keputusan dalam pemeliharaan kesehatan anggota keluarganya (Setiadi, 2008).

(27)

dirinya dan orang lain dalam keluarga. Keluarga menjadi reaktor terhadap masalah kesehatan dan menjadi faktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya membuat peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan dan individu anggota keluarga mulai dari strategi hingga fase rehabilitasi (Ali, 2006).

2.4.2 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi menurut Friedman (1998) dalam Setiawati & Dermawan (2005), yaitu:

a.Fungsi afektif Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang.

b.Fungsi sosialisasi

(28)

c.Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga

d.Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e.Fungsi biologi

Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi berikutnya.

f.Fungsi psikologis

Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

(29)

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya

2.4.3 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Menurut Suprajitno (2004) ada lima tugas keluarga di bidang kesehatan: a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan.Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Jika kesehatan terganggu dapat menyebabkan seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Peruban sekecil apapun yang di alami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu di catat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa beser perubahannya. b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi kelurga

(30)

bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Sering kali keluarga telah mangambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat di lakukan institusi layanan kesehatan, atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

d. Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pengetahuan keluarga penting dalam memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi lingkungan yang mendukung untuk kesehatan anggota keluarga.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar bagi keluarga

Keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia dan dapat dijangkau keluarga untuk menangani kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga

2.4.5Dukungan Keluarga

(31)

Friedman (1998 dalam Setiadi, 2008) menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosialnya. Keberadaan dukungan yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres (Setiadi, 2008).

Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat, dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, istri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan dari eksternal, seperti dukungan dari sahabat, tetangga, keluarga besar maupun praktisi kesehatan. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

(32)

seorang anggota keluarga, biasanya memiliki pengaruh mendalam pada sistem keluarga khususnya pada sektor perannya dan pelaksanaan fungsi keluarga.Pada awalnya, penyakit kronis sendiri mungkin mempengaruhi rutinitas normal keluarga dan memaksa anggota keluarga yang sakit membiasakan diri mengubah sikap, emosi, gaya hidup, dan rutinitas.Keluarga memainkan peran vital dalam upaya peningkatan kesehatan dan penurunan risiko, misalnya mengubah hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu keluarga harus mengadakan penyesuaian atau adaptasi sesuai keseriusan penyakitnya dan sentralisasi dalam unit keluarga.

2.4.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

MenurutRahayu (2008)faktor -faktor yang mempengaruhi dukungan keluargaadalah :

1.Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Dukunganditentukanolehfaktorusia dalamhalinimerupakan pertumbuhandanperkembangan,artinyasetiaprentangusia mempunyai pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda - beda.

b. Pendidikan atau TingkatPengetahuan

(33)

menggunakan pengetahuantentangkesehatanuntukmenjaga kesehatan dirinya.

c. Faktor Spiritual

Aspekiniterlihatdaribagaimana seseorangmenjalanikehidupannya, mencakupnilaidankeyakinan yangdilaksanakan,hubungandengan keluarga dan teman, dan kemampuan mencari harapan dalam arti hidup.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Sosioekonomi

Faktor sosial danpsikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakitdan mempengaruhi seseorang mendefenisikan dan bereaksi terhadappenyakitnya.Seseorang biasanyaakanmencaridukungan dari kelompok sosialnya, haliniakan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan carapelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya iaakanlebihcepattanggapterhadapgejala penyakityang dirasakan dan segeramencari pertolongan .

b. LatarBelakang Budaya

Latar belakangbudayamempengaruhikeyakinan,nilai,dankebiasaan individudalammemberikandukungantermasukcara pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.4.6 Jenis-jenis Dukungan Keluarga

(34)

a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai pengumpul informasi dan penyebar informasi yang disediakan keluarga yang dapat digunakan oleh individu dalam mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi, memberikan nasehat, pengarahan, saran, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan tentang apa yang dilakukan oleh anggota keluarga yang sakit di rumah. Jenis dukungan ini sangat bermanfaat dalam menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.

b. Dukungan penilaian

Dukungan penilaian menekankan pada keluarga sebagai umpan balik, membimbing, dan menengahipemecahan masalah, serta sebagai sumber atau sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah dan vilidator identitas anggota. Dukungan penilaian dapat dilakukan diantaranya dengan memberikan support,pengakuan, penghargaan, dan perhatian berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penilaian positif yang diberikan kepada individu.

c. Dukungan instrumental

(35)

Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, diantaranya: kesehatan anggota keluarga yang menderita penyakit dalam hal kebutuhan menyediakan makanan dan minuman yang sesuai, menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Manfaat dari dukungan ini adalah mengembalikan energi atau stamina dan semangat yang menurun dan memberikan rasa perhatian seperti meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan anggota keluarga menyampaikan perasaannya sebagai bentuk kepedulian pada anggota keluarga yang sedang sakit.

d. Dukungan emosional

Referensi

Dokumen terkait

Pada perlakuan tanpa N, aplikasi asam humat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat tajuk basah dan kering, akar kering, dan serapan N meningkat secara

Ini dilihat dari jawaban kuesioner responden, sebanyak 16 atau 80% dari 20 responden yang diteliti menjawab jika di Desa Dolok Merawan pemerintahan desanya melakukan usaha

Di dalam Laporan Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan analisis matematis mahasiswa melalui penerapan pendekatan open-ended rerata gainnya sebesar 0,76, termasuk dalam

Pemodelan Algoritma Gerakan Berdimensi Satu Tinjauan Metode Komputasi dalam Fisika.. Diakses Tanggal 1

Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga konkret, siswa dapat mencari, menemukan, menentukan dan menarik kesimpulan bahwa rumus luas permukaan bola adalah

Lampiran 1: Kode Pemrograman Visualisasi Lubang Hitam Schwarzschild pada Ruang-.

mampu untuk memberikan kemudahan pengguna melakukan proses sewa3. DVD dengan mudah dan admin dapat memantau order