• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Trauma Gigi Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Trauma Gigi Anterior pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Medan Barat dan Medan Sunggal"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi dan Prevalensi

Trauma gigi merupakan kejadian paling sering terjadi pada anak. Hal ini ditunjukkan dari beberapa survei tentang trauma gigi anak di dunia memperlihatkan

angka trauma yang cukup tinggi. Beberapa survei di Brazil menunjukkan sebanyak

27,56% anak yang terkena trauma pada masa gigi permanen. Penelitian Carvalho B, et al

pada anak usia 6-7 tahun diperoleh prevalensi trauma gigi sebanyak 9,1% dari 1791

siswa/i yang diperiksa. Trabert J, et al pada anak usia 12 tahun terdapat prevalensi 18,9%

terkena trauma gigi dari 307 siswa/i yang diperiksa.Penelitian V.M Martins, et al

terdapat 12,7% anak yang terkena trauma berusia 7-14 tahun.Penelitian Patel MC, et al

menyatakan 8,79% anak terkena trauma gigi usia 8-13 tahun dari 3708 anak yang

diperiksa. Penelitian Othman M, et al pada anak usia 8-10 tahun diperoleh prevalensi

44,74% dari 3705 anak yang diperiksa.2-8

Trauma gigi permanen lebih sering terjadi di luar rumah atau disekolah seperti

terjatuh, saat berolah raga, kecelakaan, dan bermain.Penelitian Nooshen Asim Khan, et al

dari 336 anak yang terkena trauma gigi sebanyak 66,9% karena terjatuh, sebanyak 11,9%

anak karena terkena benda-benda keras, sebanyak 9,2% anak karena kecelakaan,

sebanyak 6,2% anak karena kekerasan, dan 5,6% anak karena olahraga.9Menurut Traebert J, et al terdapat 47,9% anak trauma gigi permanen akibat terjatuh, sebanyak 37,5% anak

akibat olah raga, karena kecelakaan sebanyak 21% anak, karena makanan keras 21% dari

307 anak yang terkena trauma gigi permanen.5Penelitian Orlando GG,et al terdapat 51,71% anak terkena trauma gigi akibat terjatuh, sebanyak 22,9% anak akibat kecelakaan,

sebanyak 5,67% akibat kekerasan kidari 847 anak yang terkena trauma gigi

permanen.10Penelitian Patel MC, et al menunjukkan sebanyak 43,86% anak yang terkena trauma gigi diakibatkan karena terjatuh, sebanyak 18,71% anak akibat benturan benda,

sebanyak 8,26% akibat berolah raga, sebanyak 5,83% akibat kecelakaan, sebanyak 9,2%

(2)

anak yang terkena trauma. Perbedaan proporsi dari trauma gigi ini tergantung pada

sejumlah faktor yaitu kepadatan penduduk, wilayah, sosial ekonomi, dan lingkungan.2,7 Faktor predisposisi trauma gigi permanen ini antara lain faktor lingkungan,

tingkah laku, adanya penyakit atau kecacatan.Penyebab trauma yang lain yaitu trauma

langsung dan tidak langsung. Trauma gigi langsung adalah gigi secara langsung terkena

benda penyebab trauma seperti saat anak berkelahi atau terjatuh. Sementara trauma gigi

tidak langsung adalah gigi secara tidak langsung mengenai benda penyebab trauma

seperti benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi

rahang atas dengan tekanan yang besar.11

Trauma gigi juga sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas lalu

selanjutnya gigi insisivus sentralis rahang bawah. Penelitian Patel MC, et al sebanyak

83% trauma gigi terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas dan pada gigi lnsisivus

sentralis rahang bawah 9,05%. Penelitian Othman menyatakan sebanyak 68,7% trauma

gigi terjadi pada insisivus sentralis rahang atas dan 15,7% pada gigi insisivus sentralis

rahang bawah.7,8,12

Beberapa penelitian trauma gigi yang lebih sering terjadi adalah fraktur enamel

lalu diikuti fraktur enamel dentin dan fraktur mahkota kompleks. Penelitian Patel MC, et

al dari 409 anak terdapat 46,7% kasus yang terkena fraktur enamel, sebanyak 35,45%

kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 12, 71% kasus terkena fraktur mahkota kompleks.6 Penelitian De costa AM, et al sebanyak 7,6% kasus mengalami fraktur enamel, sebanyak

2,8% kasus fraktur enamel dentin, sebanyak 1,4% kasus mengalami fraktur kompleks

selebihnya mengalami fraktur pada jaringan periodontal.7,12

Prevalensi trauma gigi anak laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki lebih

berisiko terkena trauma gigi dibanding anak perempuan. Hal ini disebabkan karena

aktifitas anak laki-laki lebih sering terlibat dalam kegiatan fisik seperti berkelahi,

berolahraga, dan menggunakan berbagai jenis mainan yang dapat berpotensi

menyebabkan trauma gigi. Carvalho B, et al sebanyak 11,2% anak laki- laki terkena

trauma gigi sedangkan perempuan 9,1%.4Patel Mc, et al menunjukkan dari 3708 sampel anak yang mengalami trauma pada gigi anterior permanen sebanyak 1867 anak laki laki

yang terkena trauma gigi sedangkan anak perempuan sebanyak 1842 anak.7 Orlando GG, et al sebanyak 72,01% anak laki laki terkena trauma sementara anak perempuan sebanyak

27,99%. Penelitian ini menunjukkan bahwa anak laki-laki cenderung lebih sering terkena

(3)

yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan antaara anak laki-laki

dan perempuan.4,7

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Salah satu klasifikasi yang telah diterima secara internasional adalah klasifikasi

Andreasen yang diadopsi WHO. WHO mengklasifikasikan menjadi 4 garis besar yang

meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung;

kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak

rongga mulut.2,3

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi beberapa hal yaitu2,3 : a). Retak mahkota adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan

struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

b). Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur

pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c). Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crownfracture) yaitu fraktur pada mahkota gigi

yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang

mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e). Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah

fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa.

f). Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur

yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa.

g). Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan

pulpa.

(4)

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung2,3 Kerusakan pada tulang pendukungterdiri atas:

a) Kerusakan soket alveolar yaitu pemadatan dari soket alveolar, pada kondisi ini

dijumpai intrusi dan luksasi lateral.

b) Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar

yang meibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau oral

dari dinding soket.

c) Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai

prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

d) Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula yang

melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.2,3

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal2,3

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 yaitu:

a). Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan

gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau

perubahan posisi.

b). Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada

jaringan pendukung gigi.

c). Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah

labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada

soket alveolar gigi tersebut.

d). Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga

mahkota gigi terlihat lebih panjang.

e). Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat

menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan

terlihat lebih pendek.

(5)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal1,2

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut2,3

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu:

a). Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh

benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan

epitel dan subepitel.

b). Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul

dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai

sobeknya daerah mukosa.

c). Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau

goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma

Anak yang mengalami trauma gigi dan dibawa ke dokter gigi perlu dilakukan

pemeriksaan yang berkaitan dengan luka dan menanyakan keterangan yang berhubungan

agar perawatan dapat direncanakan dengan baik.Data-data tentang kesehatan umum

maupun kesehatan gigi dan mulut merupakan informasi penting yang dapat

mempengaruhi diagnosis dan perawatan. Riwayat kesehatan lengkap harus ditanyakan

(6)

Riwayat kesehatan umum yang berhubungan dan dapat mempengaruhi perawatan

gigi adalah penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan

syaraf, dan status profilaxis tetanus. Pertanyaan yang terpenting untuk menggali informasi

kesehatan gigi dan mulut anakadalah mengenai kapan, dimana, dan bagaimana

kecelakaan itu terjadi.2,13

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan

pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat

kesehatan pasien, dan keluhan pasien, sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi

pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta

dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat

ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung.2,3,13

Riwayat kesehatan sangat penting untuk pembentukan rencana perawatan dan

menentukan prognosis dengan status kesehatan anak secara keseluruhan. Pemeriksaan

ekstraoral dilihat apakah ada pembengkakan, memar atau laserasi jaringan lunak yang

mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang dan trauma gigi. Pemeriksaan intraoral

melihat adanya mobiliti gigi yang mungkin dapat mengetahui adanya fraktur akar,

perubahan posisi gigi. Perkusi untuk menunjukkan adanya cedera pada jaringan periapeks

seperti fraktur akar.2,3,13

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan

penunjang berupa radiografi, tes elektrik dan uji termal. Pada fraktur yang dapat terlihat

secara klinis yaitu seperti fraktur enamel, fraktur mahkota, avulsi, displacement umumnya

dapat ditegakkan hanya dengan riwayat dan pemeriksaan klinis. Kasus fraktur yang

diperkirakan terjadi dibagian akar gigi atau tulang alveolus membutuhkan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan radiografi untuk memastikannya agar dapat melihat

kerusakan struktur gigi dengan jelas.Pada proses menegakkan diagnosis, ada baiknya

dokter gigi mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak

dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Rekam medis khusus trauma ini nantinya akan

berfungsi sebagai bantuan untuk dokter dalam melakukan perawatan selanjutnya.2,3,13,14 Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan klinis, dan

pemeriksaan penunjang. Setelah itu dokter gigi dapat menegakkan diagnosis dan dokter

gigi dapat mencatat semua data yang relevan yang berhubungan dengan penyakit anak

dalam sebuah formulir yang dianjurkan. Formulir ini nantinya akan berfungsi sebagai

(7)

2.4 Penanganan Darurat

Prognosa trauma gigi akan menjadi lebih baik jika orang tua dan masyarakat

menyadari langkah–langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari

pengobatan segera. Riwayat kesehatan anak, pola tingkah laku anak dan bentuk trauma

yang terjadi pada anak harus dipertimbangkan dalam melakukan penanganan darurat

untuk menentukan perawatan yang tepat.

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi

jaringan wajah atau bahkan luka tusukan.Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti

debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian

anti tetanus serum bila ada kemungkinan luka yang didapat sepsis.13,15

Trauma gigi yang hanya mengenai enamel atau hanya menyebabkan retaknya

enamel, selain prosedur diagnostik yang lengkap, perawatan dilakukan dengan

menghaluskan struktur gigi yang kasar saja dan dikontrol setelah 2 minggu dan 1 bulan

setelah terjadi trauma. Trauma gigi yang mengenai enamel dan dentin memerlukan

restorasi sementara, atau indirect pulp capping. Trauma gigi yang mengenai pulpa dan

saluran akar memerlukan perawatan dengan tujuan untuk mempertahankan vitalitas

pulpa. Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping, pulpotomi,

ataupun pulpektomi Pada gigi yang mengalami avulsi, penanganan darurat yang dapat

dilakukan adalah dengan menyimpan gigi yang avulsi tersebut di dalam cairan susu

sebelum kemudian dibawa ke dokter gigi untuk ditanamkan kembali sesegera mungkin.

Cairan susu dipilih sebagai media penyimpanan karena dapat membantu mempertahankan

vitalitas dari jaringan ligamen periodontal. Susu dianggap lebih baik menjadi media

penyimpanan dibanding saliva karena pada saliva terdapat banyak bakteri. Media lain

yang juga dapat digunakan untuk penyimpanan adalah cairan saline fisiologis dan

(8)

2.5 Kerangka Teori

Riwayat, pemeriksaan kinis dan diagnosis Perawatan Lanjutan

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan

Pulpa

Kerusakan pada Tulang

Pendukung Kerusakan pada Jaringan

Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga

Mulut Penanganan Darurat dan

Perawatan

Pencegahan trauma

gigi

Trauma gigi (Klasifikasi trauma Andreasen yang diadopsi oleh

WHO)

Etiologi Predisposi

(9)

2.6 Kerangka Konsep

Anak usia 6 –

12 tahun

Trauma gigi permanen anterior

berdasarkan:

• Klasifikasi trauma gigi Andreasen yang diadopsi WHO.

• Etiologi trauma gigi berdasarkan usia.

• Prevalensi trauma gigi berdasarkan elemen gigi. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan usia. • Prevalensi trauma gigi

berdasarkan jenis kelamin.

Gambar

Gambar 1. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi danPulpa1,2
Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal1,2

Referensi

Dokumen terkait

As earlier work assessing piglets' vocal responses to castration suggested that the extraction of the testes and severing of the spermatic cords are the most aversive components of

Penjelasan tertulis dalam surat tersendiri dari yang bersangkutan dalam hal terdapat anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang tidak menandatangani laporan tahunan, atau

Appl. For example, broiler breeder females may not be receptive to male courtship advances, and may avoid males, thus causing frustration in otherwise normal males. The objective

[r]

Digital image processing methods used to enhance satellite data and to produce morphometric maps in order to contribute to the detection of causal factors related to landslides,

Such as; Continuously Operating GPS Reference Stations (TUSAGA-Aktif), Geo-Metadata Portal (HBB), Orthophoto-Base Map Production and web services, Completion of Initial

RKPA - SKPD 2.2.1 PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. TAHUN

Kemacetan di jalan raya yang dipenuhi oleh trasportasi pribadi disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat unruk menggunaka trasportasi umum. Orang lebih berminat