• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM DI DESA WINONG KALIDAWIR TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM DI DESA WINONG KALIDAWIR TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Peran Orang Tua Dalam Mendidik Anak

1. Pengertian Orang Tua

Orang tua terdiri dari ayah, ibu serta saudara adik dan kakak. Orang

tua atau biasa disebut juga dengan keluarga, atau yang identik dengan orang

yang membimbing anak dalam lingkungan keluarga. Meskipun orang tua

pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu orang tua kandung, orang tua asuh,

dan orang tua tiri. Tetapi yang kesemuanya itu dalam bab ini diartikan

sebagai keluarga. Sedangkan pengertian keluarga adalah suatu ikatan

laki‐laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang‐undang perkawinan yang sah.19 Orang tua adalah orang yang mempunyai amanat dari Allah untuk mendidik anak dengan penuh tanggungjawab dan dengan

kasih sayang. Orang tua (keluarga) yang bertanggung jawab yang paling

utama atas perkembangan dan kemajuan anak.

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu,

dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat

membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk

mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai

tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan

bermasyarakat.

19

(2)

Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian

keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian

besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak-anak.20

Menurut Arifin keluarga diartikan sebagai suatu kelompok yang

terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan dengan pertalian

darah,perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal

bersama.Selanjutnya, Abu Ahmadi mengenai fungsi keluarga adalah sebagai

suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau diluar

keluarga.21

Menurut Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian

DKI Jakarta, keluarga adalah masyarakat yang terkecil sekurang-kurangnya

terdiri dari pasangan suami atau istri sebagai intinya berikut anak-anak yang

lahir dari mereka. Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dua

orang lebih tinggal bersama karena ikatan perkawinan atau darah, terdiri

dari ayah, ibu, dan anak.22

Menurut pandangan sosiologi, keluarga dalam arti luas meliputi

semua pihak yang mempunyai hubungan darah dan atau keturunan,

sedangkan dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dengan

anak-anaknya.23

20

H Hendi dan Rahmadani Wahyu Suhendi, Pengantar Studi Sosiolog Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hal. 41

21

Ibid, h.44

22

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), Cet. II, hal. 104

23

(3)

Menurut Ramayulis keluarga adalah unit pertama dan institusi

pertama di dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat di

dalamnya sebagian besar sifatnya hubungan langsung. Disitulah

perkembangan individu dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal

perkembangan dan mulai interaksi dengannya, ia memperoleh pengetahuan,

keterampilan, minat dan sikap dalam hidup.24

Dalam keluarga orang tua sangat berperan sebab dalam kehidupan

anak waktunya sebagian besar dihabiskan dalam lingkungan keluarga

apalagi anak masih di bawah pengasuhan atau anak usia sekolah dasar,

terutama peran seorang ibu.

Anak mulai bisa mengenyam dunia pendidikan dimulai dari kedua

orang tua atau mulai pada masa kandungan, ayunan, berdiri, berjalan dan

seterusnya. Orang tualah yang bertugas mendidik. Dalam hal ini (secara

umum) baik potensi psikomotor, kognitif maupun potensi afektif, disamping

itu orang tua juga harus memelihara jasmaniah mulai dari memberi makan

dan penghidupan yang layak. Dan itu semua merupakan beban dan

tanggung jawab sepenuhnya yang harus dipikul oleh orang tua sesuai yang

telah diamanatkan oleh Allah SWT.

Demikianlah keluarga atau orang tua menjadi faktor penting untuk

mendidik anak‐anaknya baik dalam sudut tinjauan agama, sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu.

24

(4)

2. Pengertian Anak

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan

dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan

Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah) (QS.Az-zukfur 15)25

Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau

generasi sebagai suatu hasil dari hubungan kelamin atau persetubuhan

(sexual intercoss) antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik

dalam ikatan perkawinan maupun diluar perkawinan. Kemudian di dalam

hukum adat sebagaimana yang dinyatakan oleh Soerojo Wignjodipoero

yang dikutip oleh Tholib Setiadi, dinyatakan bahwa: ” kecuali dilihat oleh

orang tuanya sebagai penerus generasi juga anak itu dipandang pula sebagai

wadah di mana semua harapan orang tuanya kelak kemudian hari wajib

ditumpahkan, pula dipandang sebagai pelindung orang tuanya kelak bila

orang tua itu sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk mencari nafkah.26

25

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV Asy-Syifa, 2000), hal. 795.

26

(5)

Berikut ini merupakan pengertian anak menurut beberapa peraturan

perundang-undangan yang berlaku Di Indonesia antara lain:

1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Anak

dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.28 3. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.29

4. Convention On The Rights Of Child (1989) yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan

bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah.30

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dinyatakan bahwa

anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (0-18 tahun).

3. Peran Orang Tua Terhadap Anak

Ada beberapa pandangan, keluarga adalah lembaga sosial resmi yang

terbentuk setelah adanya perkawinan. Menurut pasal 1 Undang-undang

27

Undang-Undang KPAI (UU RI NO.3 Th 1997). www.KPAI.go.id,hukum undang-undang, Di akses pada tanggal 16 Maret 2017.

28

Undang-Undang Hak Asasi Manusia, (UU RI NO. 39 Th. 1999). www. Radio Prssni.com, di akses pada tanggal 16 April 2017.

29

Ibid,.hal. 5

30

(6)

perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menjelaskan bahwa .Perkawinan adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.. Anggota keluarga terdiri dari

suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu) serta anak. Ikatan dalam keluarga

tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang antara suami istri yang

melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan pendidikan dalam

keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati antara orang tua

dan anak. Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih

sayang yang kodrati, rasa kasih sayang yang murni, yaitu rasa cinta kasih

sayang orang tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi

sumber kekuatan menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya

membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan

anak-anaknya.31

"Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?"(Qs.Al-A’raf 173)32

Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting

didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari

31

HM. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, hal. 21-22

32

(7)

perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak

berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi

keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu-kesatuan sosial ini

mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan

masyarakat manusia.

Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak,

kedua orang tua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu

manakala mereka bersungguh-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam

menganggap pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orang

tua melalaikannya berarti mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada

hari kiamat mereka dimintai pertanggung jawabannya. Rasulullah saw

bersabda, .Semua kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan

diminta pertanggungjawabannya atas orang yang dipimpinnya. Seorang

penguasa adalah pemimpin dan penanggung jawab rakyatnya. Seorang

laki-laki adalah pemimpin dan penanggung jawab keluarganya. Dan seorang

wanita adalah pemimpin dan penanggung jawab rumah dan anak-anak

suaminya.33

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan keluarga adalah kesatuan unsur terkecil yang terdiri dari bapak, ibu

dan beberapa anak. Masing-masing unsur tersebut mempunyai peranan

penting dalam membina dan menegakkan keluarga, sehingga bila salah satu

unsur tersebut hilang maka keluarga tersebut akan guncang atau kurang

seimbang.

33

(8)

Dari sini,peranan orang tua dalam keluarga mempunyai peranan besar

dalam pembangunan masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan pendidikan

nasional, peranan orang tua semakin jelas dan penting terutama dalam

penanaman sikap dan nilai atau norma norma hidup bertetangga dan

bermasyarakat, pengembangan bakat dan minat srta pembinaan bakat dan

kepribadian. Sebagaimana dijelaskan oleh Singgih D. Gunarsa sebagi

berikut : “Hubungan antar pribadi dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh

orang tua (ayah dan ibu) dalam pandangan dan arah pendidikan yang akan

mewujudkan suasana keluarga. Masing-masing pribadi diharapkan tahu

peranannya didalam keluarganya dan memerankan dengan baik agar

keluarga menjadi wadah yang memungkinan perkembangan secara wajar”.34

Jadi jelaslah orang tua mempunyai peranan penting dalam tugas dan

tanggung jawabnya yang besar terhadap semua anggota keluarga yaitu lebih

bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan

ketentuan rumah tangga, dan sejenisnya. Orang tua sudah selayaknya

sebagai panutan atau model yang selalu ditiru dan dicontoh anaknya.

Peran tugas dan fungsi orang tua secara alamiah dan kodratnya harus

melindungi dan menghidupi serta mendidik anaknya agar dapat hidup

dengan layak dan mandiri setelah menjadi dewasa. Oleh karena itu tidak

cukup hanya memberi makan minum dan pakaian saja kepada anak-anakya

saja tetapi harus berusaha agar anaknya menjadi baik, pandai dan berguna

bagi kehidupannya dimasyarakat kelak. Orang tua dituntut mengembangkan

34

(9)

potensi yang dimiliki anaknya agar secara jasmani dan rohani dapat

berkembang dengan selaras dan seimbang secara maksimal.

Tugas dan tanggung jawab tersebut tidaklah mudah terutama dalam

mendidik anak. Minimnya pendidikan kepribadian, mental dan perhatian

orang tua akibatnya dapat terbawa arus hal-hal negative seperti penyalah

gunaan obat-obat terlarang yang saat ini sedang berkembang dikota besar

bahkan sampai kekampung-kampung yang akinbatnya akan merusak mental

dan masa depan anak, khususnya para pelajar yang diharapkan untuk

menjadi generasi penerus bangsa yang sangat potensial dan produktif.

Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua

orang tua terhadap anak. Fuad Ihsan mengungkapkan sebagai berikut:

a. Memelihara dan membesarkanya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami yang dilaksanakan, karena akan memerlukan makan. Minum dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.

b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.35

Beberapa peran orang tua dalam pendidikan agama yang diberikan

kepada anak‐anaknya antara lain : a. Pendidikan ibadah

b. Pendidikan pokok‐pokok ajaran Islam dan membaca al qur’an c. Pendidikan akhlakul karimah

d. Pendidikan aqidah36

35

Fuad Ihsan . Dasar-dasar Kependidikan. ( Jakarta. PT. Rineka Cipta ), hal. 52

36

(10)

B. Penanaman Nilai-nilai Agama

1. Pengertian Nilai-nilai Agama

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat

atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan.37 Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

Nilai dalam pandangan adalah suatu perangkat keyakinan ataupun

perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak

yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun

perilaku.38

Beberapa pengertian tentang nilai diatas dapat difahami bahwa nilai

merupakan suatu yang abstrak, ideal dan menyangkut persoalan

keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola

pemikiran, perasaan, serta perilaku. Dengan demikian untuk melacak

sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap keyakinan lain berupa

tindakan, tingkah laku, dan pola pikir.

Agama dalam bahasa arab adalah al-Dien dan al-milah. Kata al-din

sendiri mengandung berbagai arti. Dalam Al-Qur‟an kata al-Dien mempunyai banyak arti diantaranya adalah balasan, taat, tunduk, patuh,

undang-undang/hukum, menguasasi, agama, ibadah, keyakinan.

Penanaman nilai-nilai agama Islam adalah meletakkan dasar-dasar

keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah

yang sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk

bertingkah laku. Nilai merupakan suatu yang ada hubungannya dengan

37

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007, hal.783

38

(11)

subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa

sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan

berguna bagi manusia sebagai tingkah laku.39 Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal, dengan jalan

memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya

mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan. Agama juga

diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan

ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan itu. Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilai agama adalah

suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di

dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penanaman nilai-nilai agama Islam yang penulis maksud di sini

adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang

berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan

pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan

pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar

dengan kesadaran tanpa paksaan. Dan yang dimaksud penanaman

nilai-nilai agama dalam judul ini adalah mengenalkan dan mengajarkan isi

ajaran agama kepada anak agar anak mengetahui dan memahami agama

serta terbiasa untuk melaksanakan ajaran agama tersebut.

Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material yang

terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Nilai-nilai

Islam merupakan tingkatan integritas kepribadian yang mencapai tingkat

39

(12)

budi (insan kamil). Nilai-nilai Islam bersifat mutlak kebenarannya,

universal dan suci. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio,

perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu melampaui

subyektifitas golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi sosial.40

Nilai-nilai keislaman atau agama mempunyai dua segi yaitu: “segi

normatif” dan “segi operatif”. Segi normativ menitik beratkan pada

pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan batil, diridhoi atau tidak.

Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang menjadi prinsip

standarisasi prilaku manusia, yaitu baik buruk, setengan baik, netral,

setengah buruk dan buruk. Yang kemudian dijelaskan sebagai berikut:

1. Wajib (baik), Nilai yang baik yang dilakukan manusia, ketaatan akan

memperoleh imbalan jasa (pahala) dan kedurhakaan akan mendapat

sanksi.

2. Sunnah (setengah baik), Nilai yang setengah baik dilakukan manusia,

sebagai penyempurnaan terhadap nilai yang baik atau wajib sehingga

ketaatannya diberi imbalan jasa dan kedurhakaannya tanpa

mendapatkan sangsi.

3. Mubah (netral), Nilai yang bersifat netral, mengerjakan atau tidak,

tidak akan berdampak imbalan jasa atau sangsi.

4. Makruh (setengah baik), Nilai yang sepatutnya untuk ditinggalkan.

Disamping kurang baik, juga memungkinkan untuk terjadinya

kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya akan menimbulkan

keharaman.

40

(13)

5. Haram (buruk), Nilai yang buruk dilakukan karena membawa

kemudharatan dan merugikan diri pribadi maupun ketenteraman pada

umumnya, sehingga apabila subyek yang melakukan akan mendapat

sangsi, baik langsung (di dunia) atau tidak langsung (di akhirat).41 Kelima nilai diatas cakupannya menyangkut seluruh bidang nilai

yaitu nilai ilahiyah dan ubudiyah, ilahiyah muamalah, dan nilai etik

insani yang terdiri dari nilai sosial, rasional, individu, biofisik, ekonomi,

politik dan estetik. Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

nilai-nilai agama Islam adalah seperangkat ajaran nilai-nilai luhur yang

ditransfer dan diadopsi ke dalam diri untuk mengetahui cara menjalankan

kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dalam

membentuk kepribadian yang utuh. Oleh karena itu, seberapa banyak dan

seberapa jauh nilai-nilai agama Islam bisa mempengaruhi dan

membentuk suatu karakter seseorang sangat tergantung dari seberapa

nilai agama yang terinternalisasi pada dirinya. Semakin dalam

nilai-nilai agama Islam yang terinternalisasi dalam diri seseorang, maka

kerpibadian dan sikap religiusnya akan muncul dan terbentuk.

2. Pengertian Penanaman Nilai-nilai Agama

Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal

(perbuatan, cara) menanamkan.42 Penanaman diartikan sebagai cara/proses atau suatu kegiatan atau perbuatan menanamkan sesuatu pada

tempat yang semestinya (dalam hal ini mengenai niai-nilai agama Islam

yang berupa nilai keimanan, nilai ibadah dan nilai akhlak pada diri

41

Muhaimin dan abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Triganda Karya, 1993), hal. 117

42

(14)

seseorang agar terbentuk pribadi muslim yang Islami). Penanaman

nilai-nilai agama Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan

fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju

terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma

Islam.43

Dalam Islam sendiri terdapat bermacam-macam nilai-nilai agama

Islam. Maka penulis mencoba membatasi bahasan dari penulisan skripsi

ini dengan nilai keimanan atau akidah, nilai ibadah dan nilai akhlak. Bagi

para pendidik, dalam hal ini orang tua perlu membekali anak-anaknya

dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar agama Islam sebagai

pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwa sang anak.

Pokok-pokok nilai-nilai agama Islam yang harus ditanamkan pada anak

yaitu keimanan, ibadah dan akhlak.45

3. Bentuk Nilai-nilai Agama Islam

a. Keimanan atau akidah

Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya

dengan hati dan mengamalkan dengan anggota.46 Akidah dalam

43

Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Semarang: Aditya Media, 1992, hal. 20

44

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV Asy-Syifa, 2000), hal. 855.

45 A’at Syafaat, dkk,

Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hal.50

46

(15)

syari’at Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah, Tuhan

yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat

syahadat, yaitu menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan

bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya dan perbuatan dengan

amal shaleh. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang

yang beriman tidak ada dalam hati atau ucapan di mulut dan

perbuatan, melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman

kepada Allah. Yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang

dikemukakan oleh orang yang beriman kecuali yang sejalan dengan

kehendak dan perintah Allah serta atas dasar kepatuhan kepada-Nya.47



Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.(QS. Al-Baqaroh 100)48

Memberikan pendidikan keimanan pada anak merupakan sebuah

keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan

yang pertama dan terutama dalam ajaran Islam yang mesti tertancap

dalam bagi setiap individu dan menjadi pilar yang mendasari

keislaman seseorang. Pendidikan keimanan terutama akidah tauhid

atau mempercayai ke-Esa-an Tuhan harus diutamakan karena akan

hadir secara sempurna dalam jiwa anak “perasaan ke-Tuhanan” yang

47

Ibid, hal. 53

48

(16)

berperan sebagai fundamental dalam berbagai aspek kehidupannya.

Penanaman akidah iman adalah masalah pendidikan perasaan dan

jiwa, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada

anak sejak kelahirannya, maka sejak awal pertumbuhannya harus

ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya.49 Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara :

1) Memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya;

2) Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui

kisah-kisah teladan;

3) Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah50.

Dengan demikian, akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam

hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar

dalam bertingkah laku serta berbuat, yang pada akhirnya

menimbulkan amal shaleh.

b. Ibadah

Secara harfiah, ibadah berarti bakti manusia kepada Allah

karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah atau tauhid. Ibadah

adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala

perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang

diizinkan-Nya. Pendidikan ibadah mencakup segala tindakan dalam

kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Allah maupun

dengan sesama manusia. Ibadah merupakan dampak dan bukti nyata

49

Ibid, hal. 99

50

(17)

dari iman bagi seorang Muslim dalam meyakini dan mempedomani

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)(QS.Al Mu’min 14)52

Iman adalah potensi rohani, sedang takwa adalah prestasi

rohani. Supaya iman dapat mencapai prestasi rohani yang disebut

takwa, diperlukan aktualisasi-aktualisasi iman yang terdiri dari

berbagai macam dan jenis kegiatan yang disebut amal shaleh. Dengan

kata lain, amal-amal shaleh adalah kegiatan-kegiatan yang mempunyai

nilai-nilai ibadah.

Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai

ibadah dengan cara:

1) Mengajak anak ke tempat ibadah;

2) Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah;

3) Memperkenalkan arti ibadah

c. Akhlak

Akhlak bentuk jamak dan khuluk yang mengandung arti budi

pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, watak atau sering disebut

dengan kesusilaan, sopan santun, atau moral. Akhlak adalah segala

51

Nur Uhbiyati, Long Life Education: Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Sampai Lansia. (Semarang: Walisongo Press, 2009), hal. 107

52

(18)

perbuatan yang dilakukan dengan tanpa disengaja dengan kata lain

secara spontan, tidak mengada-ngada atau tidak dengan paksaan.

Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.(QS.Shaad 47)53

Menurut pengertian akhlak tersebut, hakikat akhlak harus

mencakup dua syarat yaitu:

1) Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali kontinu

dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan.

2) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai

wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran,

yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari

orang lain, atau pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang

indah dan sebagainya.54

Pendidikan tentang akhlak merupakan latihan membangkitkan

nafsu-nafsu rubbubiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan

nafsu-nafsu syaithaniyah.55 Selain itu juga memperkenalkan dasar-dasar etika dan moral melalui uswah hasanah dan kegiatan-kegiatan

lainnya yang berkaitan dengan perbuatan baik dalam kehidupan

sehari-hari.56 Dalam pendidikan akhlak anak dikenalkan dan dilatih mengenai perilaku/akhlak yang mulia (akhlakul karimah/ mahmudah)

53

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV Asy-Syifa, 2000), hal. 739.

(19)

seperti jujur, rendah hati, sabar dan sebagainya serta perilaku/akhlak

yang tercela (akhlakul madzmumah) seperti dusta, takabur, khianat

dan sebagainya.57

Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Zainuddin, sangat mengajurkan agar mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, agar anak dapat terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan. Oleh karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari kepribadiannya. Baik buruknya akhlak seseorang menjadi satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan orang tersebut.

Pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek

pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa

atau pembentukan kepribadian. Anak dididik dan diberi kesadaran

kepada adanya Allah SWT lalu dibiasakan melakukan

perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Aspek yang

kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran

yaitu pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak

akan sempurna jika isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui

betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang

dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa

yang dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama.58

Pendidikan menyangkut seluruh kepentingan hidup dan

kehidupan manusia, maka termasuk pendidikan agama Islam, tidak

hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak baik itu pihak

keluarga saja, sekolah saja ataupun masyarakat saja, tetapi

57

Loc. cit.

58

(20)

tiganya harus seiring sejalan dan saling mengisi satu sama lain dalam

rangka aktivitas dan usaha-usaha dalam pendidikan agama Islam. Jadi

dalam sebuah peningkatan nilai-nilai Islam, Islam menjadikan seluruh

aspek kehidupan manusia untuk menjadikan manusia menjadi

manusia yang sesuai dengan kodratnya pertama kali waktu dilahirkan.

Nilai-nilai agama Islam berisikan bimbingan, arahan dan

pembentukan agar anak-anak maupun anak didik meyakini dan

mengimani akan adaya Tuhan, memegang teguh ajaran yang berasal

dari Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala

larangan-Nya. Jadi tugas pokok pendidik maupun orang tua dalam

peningkatan nilai-nilai agama Islam adalah mengajarkan pengetahuan

agama, menginformasikan nilai-nilai Islam kedalam pribadi anak yang

tekanan utamanya mengubah sikap dan mental anak ke arah iman dan

taqwa kepada Allah SWT serta mampu mengamalkan ajaran agama

dalam kehidupan sehari-hari.59

C.Agama Islam

1.Pengertian Agama Islam

Islam (al-islām, ماسإا "berserah diri kepada Tuhan")

adalah agama yang mengimani satu Tuhan,yaitu Allah. Dengan lebih dari

satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam

sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam

memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya

59

(21)

kepada Tuhan (ها, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan

sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau

lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi

perempuan.

Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman Nya kepada

manusia melalui para nabi danrasul utusan-Nya, dan meyakini dengan

sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang

diutus ke dunia oleh Allah.

a. Islam Secara Etimologi

Berdasarkan ilmu bahasa (etimologi) kata “islam” berasal dari

bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa, dan damai.

Dari kata itu terbentuk kata aslama yuslimu islaman yang berarti juga

menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu

orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan

tunduk kepada Allah SWT.

b. Islam Secara Terminilogi

Secara istilah (tertimologi), islam berarti suatu nama bagi agama

yang ajaran-ajarannya di wahyukan Allah kepada manusia melalui

seorang rasul. Ajaran-ajaran yang di bawa oleh islam merupakan ajaran

manusia mengenai berbagai segi dan kehidupan manusia. Islam

merupakan ajaran yang lengkap, menyuluruh, dan sempurna yang

mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah

(22)

Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi

islam secara teminilogi. Kesimpulan bahwa agama islam adalah wahyu

yang di turunkan oleh Allah SWT kepada rasulNya untuk di sampaikan

kepada segenap umat manusia sepanjang masa adalah:

1) Suatu system keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur

perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam hubungan

dengan Tuhan, sesama manusia dan mahkluk lainnya.

2) Bertujuan: Mendapatkan keridhaan Allah, Memberi rahmat bagi

segenap alam,dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

3) Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariat dan akhlak.

4) Bersumber Kitab Suci Al-Quran yang merupakan wahyu Allah SWT

sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh

Sunnah Rasulullah Saw.60

Agama merupakan keyakinan yang ada pada diri seseorang, dalam

hal ini keyakinan itu harus dipupuk atau diarahkan agar mempunyai

keyakinan yang lurus dan benar. Sehubungan dengan pentingnya

pendidikan agama, Dr. Mansur mengatakan; terlebih pada kehidupan

anak, maka dasar‐dasar aqidah harus terus menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi

oleh aqidah yang benar.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan pengertian

pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan oleh guru atau

orang tuan kepada anak yang dilakukan secara sadar dengan maksud

60

Syaifulloh, M, dkk. “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi”.

(23)

anak didik mempunyai keyakinan serta mempunyai budi pekerti yang

baik sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. Tujuan Agama Islam

Salah satu syarat kehidupan manusia yang teramat penting adalah

keyakinan, yang oleh sebagaian orang dianggap menjelma sebagai agama.

Agama ini bertujuan untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan

jasmani. Dan untuk mencapai

Kedua ini harus diikuti dengan syarat yaitu percaya dengan adanya

Tuhan Yang Maha Esa.61

Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu

merasa dilindungi oleh tuhan dalam suasana, keadaan yang bagaimanapun

mereka tidak merasa takut.

Tuhan tidak akan mengizinkan, mengingat kebutuhan manusia akan

rasa aman itulah yang menjadi pokok atau pangkal utama bagi manusia

untuk mempercayai/Tuhan dan perlunya hidup beragama.

Setiap orang yang percaya akan kebesaran Tuhan yang menciptakan

alam semesta ini mereka akan selalu memuja atas rahmat-Nya. Setiap

daerah, setiap agama dan setiap agama mempunyai cara-cara tersendiri

untuk mendekatkan diri dan memuja kepada Tuhan. Misalnya, seperti Bali,

yang mana sebagian penduduk memeluk agama hindu-dharma. Mereka

mempunyai cara tersendiri di dalam melakukan pemujaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Mereka memuja Tuhan dengan memakai sesajen yang

berisi berbagai macam buah-buahan dan kembang yang berwarna-warni,

61

(24)

yang semanya ditujukan untuk memuja tuhan. Begitu pula halnya dengan

daerah-daerah lain seperti: Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatera dan lain

sebagainya semua mempunyai cara-cara tersendiri untuk mendekatkan diri

dan memuja Tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing. Meskipun

caranya berbeda-beda, akan tetapi tujuannya sama yaitu Tuhan Yang Maha

Kuasa sang pencipta alam dunia ini.

Kapanpun dan di manapun kita berada, kalau kita senantiasa

mengingat_Nya, meskipun dalam keadaan bahaya kita pasti bias untuk

mengatasinya. Kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan penuh

keenangan dan bijaksana. Dan untuk mencapai semua ini cukup kita dengan

melakukan ibadat, sembahyang maupun dengan doa-doa yang semuanya

bertujan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Yang jelas dan yang paling dapat diterima adalah bagi agama

monoteisme, yakni Tuhan yang bersifat Ar-Rahman Ar-Rahim, yaitu Tuhan

yang menyayangi dan menentramkan. Tuhan yang memenuhi jiwa manusia.

Manusia dengan jalannya sendiri-sendiri selalu berusaha untuk

mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak tahu dimana

tuhan itu berada, dan bagaimana bentuknya, rasaNya, bauNya. Kita tahu itu

tahu itu semua. Tetapi yang jelas tuhan itu ada, dan kita mempercayainya.

Karena tanpa adanya Tuhan, kehidupan ini, beserta segala isi dunia ini

(25)

maka kita akan bias tenang dan tenteram dalam menghadapi segala hal.62 Adapun yang tujuan agama Islam terhadap kehidupan manusia adalah:63 a. Penyelamat manusia baik di dunia maupun di akhirat

Firman Allah dalam al-Qur’an surat Ibrahim: 1

Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim: 1)

b. Pengendalian diri

Firman Allah dalam surat ar-Rum: 33

Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripada-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.(QS. Ar-Rum 33)64

c. Menjamin kebahagiaan manusia dunia dan akhirat

Firman Allah SWT dalam surat al-Isra’: 9

62

M. Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar: Kumpulan Essay Manusia danBudaya (Surabaya:1979.Usaha Nasional).hal. 69

63

Op.Cit Rosniati. Hal. 59

64

(26)

Artinya: “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”65

Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu

merasa dilindungi oleh tuhan dalam hal apapun. Sesuai dengan pola hidup

yang diajarkan Islam, bahwa seluruh kegiatan hidup sampai kematian

sekalipun semata‐mata dipersembahkan kepada Allah, dan tujuan tertinggi dari segala tingkah laku menurut pandangan etika Islam adalah mendapat

ridlo Allah SWT (mardhotillah). Hal ini sesuai dengan tujuan diciptakannya

manusia dimuka bumi ini, yaitu supaya mengabdi kepada Allah SWT.66 Sedangkan tujuan pendidikan agama adalah membentuk manusia yang

beramal baik, keras kemauan, sopan berbicara, sopan dalam perbuatan dan

pergaulan, beradab yang baik, ikhlas, jujur dan suci dan kepemilikan sifat

baik lainnya sehingga diharapkan dapat menjadi manusia yang selamat

dunia dan akhirat.

Dalam proses pendidikan yang selama ini diselenggarakan di

sekolah-sekolah formal tidak cukup hanya dengan meningkatkan intelektual,

keterampilan dan pengetahuan saja namun penanaman nilai- nilai

keagamaan bagi anak terutama pada usia yang terbilang berada di usia emas

antara 0 – 6 tahun menjadi kebutuhan yang fundamental karena fungsi dan

65

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV Asy-Syifa, 2000), hal. 425.

66

(27)

tujuan pendidikan yang terpenting adalah moral bukan kecerdasan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.

Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk

pertumbuhan total seorang peserta didik dan tidak dibatasi oleh pada

pengertian-pengertian konvensional dalam masyarakat, oleh karena itu

peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan adalah

benar dan penting.67 Oleh karena itu pendidikan keagamaan dalam keluarga tidak hanya melibatkan orang tua saja akan tetapi seluruh

komponen-komponennya dalam menciptakan suasana keagamaan yang hakiki. Peran

orang tua tidak hanya berupa pengajaran tetapi berupa peran tingkah laku,

keteladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan

disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Pendidikan dengan

bahasa perbuatan atau perilaku (tarbiyah bi lisan-I-lhal), untuk anak lebih

efektif dan lebih mantap daripada pendidikan dengan bahasa ucapan

(tarbiyah bi lisan-il-maqal).

67

(28)

Pendidikan agama meliputi dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa

taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama.

Penanaman rasa taqwa kepada Allah sebagai dimensi hidup dimulai dengan

pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang berupa

ibadah-ibadah, sedangkan pelaksanaannya harus disertai penghayatan yang

sedalam-dalamnya akan kebermaknaan ibadah-ibadah tersebut, sehingga

ibadah-ibadah itu tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritual belaka,

melainkan dengan keinsyafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi

manusia.

Rasa taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangkan dengan

menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam

semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab

menurut Al-Qur‟an hanya mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai

ciptaan Ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Allah

sehingga bertaqwa kepadaNya. Melalui hasil perhatian, pengamatan dan

penelitian seseorang terhadap gejala alam dan sosial kemanusiaan tidak

hanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif saja, juga

tidak hanya bersifat aplikatif dan penggunaan praktif semata (teknologi),

tetapi dapat membawa manusia kepada keinsyafan ketuhanan yang

mendalam. Menurut Tholkhah Hasan,68 pendidikan agama mencakup dua pengertian yaitu:

68

(29)

1) Pendidikan dan pembelajaran tentang ajaran yang mencakup konsep keyakinan (aqidah), peribadatan (ritual) dan moral agama (akhlak), dalam pengertian ini pendidikan agama lebih banyak bermuatan pengetahuan tentang agama.

2) Pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama serta pemberian pengalaman beragama yang disebut juga pengalaman dan penghayatan agama, dalam pengertian ini pendidikan agama lebih menitikberatkan pada internalisasi (penanaman) nilai-nilai agama dan penerapan ajaran agama dalam sikap perilaku.

Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan

menjadi inti pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai itu yang sangat

mendasar adalah :

1. Iman, sikap bathin yang penuh kepercayaan kepada Allah.

2. Islam, sikap pasrah kepadaNya dengan meyakini bahwa apapun yang

datang dari Allah tentunya membawa hikmah kebaikan dan kita tidak

mungkin mengetahui seluruh wujudnya.

3. Ihsan, sikap yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau

berada bersama kita berada.

4. Taqwa, sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita,

kemudian jita berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah dengan menjauhi

dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai Allah.

5. Ikhlas, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi

memperoleh ridla Allah dan bebas dari pamrih lahir dan bathin

tersembunyi maupun terbuka.

6. Syukur, sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas nikmat dan

karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugerahkan Allah

(30)

7. Sabar, sikap tabah dalam menghadapi segala kepahitan hidup, besar atau

kecil, lahir atau bathin, karena keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa

kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya.

D.Tinjauan tentang Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Akhlak menurut bahasa (etimologi)adalah kata jamak dari kata

tunggal khuluq. Kata Khuluq adalah lawan dar kata khalq. Khuluq

merupakan bentuk batin sedangkan khalq merupakan bentuk lahir. Khalq

dilihat dengan mata lahir (bashar) sedangkan khuluq dilihat dengan mata

batin (bashirah). Keduanya dari akar kata yang sama yaitu khalaqa.

Keduanya berarti penciptaan, karena memang keduanya telah tercipta atau

terbentuk melal ui proses. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang telah

tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk,

akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah tindakan yang

tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Kebiasaan

adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah.69 (Nasirudin, 2010:31)

Menurut Zakiah Darajat akhlak secara terminologi adalah kelakuan

yang timbul dari hasil perpaduan antara hati, nurani, pikiran, perasaan

bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk satu kesatuan tindakan

69

(31)

akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian70 (Darajat, 1976:10).

Menurut Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya

“Tahdzib Al-Akhlaq wa Mu’ajalat Amardh Al-Qulub” menerangkan kata

khuluq berarti suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa

seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu

dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau

direncanakan sebelumnya. Maka apabila dari perangai tersebut timbul

perbuatan-perbuatan yang baik dan yang terpuji menurut akal sehat dan

syariat, dapatlah ia disebut sebagai perangai atau khuluq yang baik.

Sebaliknya, apabila yang timbul darinya adalah perbuatan yang buruk, maka

ia disebut sebagai khuluq yang buruk pula71 (Al-Baqir, 2005:31).

Senada dengan Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, ibnu

Maskawaih dalam kitabnya “tahdzib al-akhlak”, mendefinisikan akhlak

sebagai keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran72 (Aziz, 2004:118).

Syafei (2006:76) menegaskan akhlak adalah suatu keadaan yang

melekat pada jiwa manusia-manusia, yang daripadanya lahir

perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan,

atau penelitian. Jika keadaan tersebut menimbulkan perbuatan yang baik

dan terpuji menurut pandangan akal dan syara’ (hukum Islam) maka disebut

70

Zakiah Darajat. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 10

71

Muhammad Al-Baqrir. Tahdzib Al-Akhlaq Wa Mu’alajat Amradh Al-Qulub karya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, (Bandung: Karisma, 2005), hal. 31

72

(32)

akhlak yang baik, dan jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik,

dinamakan akhlak yang buruk73.

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah

tabiat, sifat seseorang atau perbuatan manusia yang bersumber dari

dorongan jiwanya yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut

benar-benar sudah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan

dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan serta di angan-angan lagi.

2. Sumber Akhlak

Dalam kehidupan masyarakat kita mengenal istilah akhlak, moral dan

etika. Dari ketiga hal tersebut pada dasarnya memiliki makna yang sama

yaitu berbicara tentang masalah benar dan salah serta baik dan buruk

perilaku seseorang. Tidak dapat dipungkiri ukuran daribaik-buruknya norma

dalam masyarakat sangat relatif, karenanya dalam masyarakat satu dengan

yang lain memiliki aturan tersendiri. Sebagai orang yang beriman tentu

yakin bahwa tidak ada yang lebih univeral dari pada aturan Allah SWT.

Maka dalam berakhlak pun harus bersandar pada aturan Allah.

Sumber dari akhlak itu sendiri yaitu terdapat pada Al-Qur’an dan Al

-Hadist (Umary, 1993:1).74 Lalu bagaimana kita memahami aturan-aturan dan nilai-nilai akhlak dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an menyuruh kita agar

meneladani Nabi Muhammad SAW. Allah SWT telah memperkenalkan

beliau kepada kita berkaitan dengan akhlaknya yang mulia.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:

73

M. Syafei Sahlan. Bagaimana Anda Mendidik Anak, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 76

74

(33)

Dasar Akhlak dari hadist yang secara eksplisit menyinggung Akhlak

tersebut sabda Nabi:

إ

“Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45)

Pamungkas (2014:31) menjelaskan bahwa akhlak Islam merupakan

sistem akhlak yang berdasar kan kepercayaan kepada Tuhan, tentu sejalan

dengan ajaran-ajaran agam Islam itu sendiri.75 Di samping itu, karena sumber utama agama Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah, maka akhlak

Islam pun harus berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

3. Klasifikasi Akhlak

Seperti telah dijelaskan sebelum ini, bahwa akhlak adalah karakter

yang melekat dalam jiwa manusia baik karena bawaan maupun karena

pembiasaan. Karakter tersebut ada yang terpuji dan ada pula yang tercela.

Itulah sebabnya, dalam ilmu akhlak, akhlak diklasifikasikan kedalam dua

kelompok, yaitu akhlak terpuji (al-akhlak al-karimah) dan akhlak tercela

(al-akhlak al-madzmumah) (Pamungkas, 2012:93)76;

75

M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern. Bandung: Marja, 2014), hal. 31

76

(34)

a. Al-akhlak al-karimah adalah perilaku-perilaku terpuji yang harus dimiliki

oleh setiap Muslim agar hidupnya menjadi bahagia dan bermakna yaitu

akhlak yang sesuai dengan ajaran Allah SWT. Adapun akhlak mulia itu

adalah beriman kepada Allah SWT dengan cara taat pada Aturan-Nya,

ridha terhadap ketentuan-Nya, mengajak kepada yang ma’ruf dan

melarang atau mencegah dari hal yang mungkar.

b. Al-akhlak al-madzmumah adalah akhlak tercela dan karakter yang

seperti ini yang harus dihindari. Akhlak tercela dapat menciptakan

perilaku tercela. Perilaku tercela ini dapat mengakibatkan merugikan diri

sendiri maupun orang lain. Adapun yang termasuk akhlak madzmumah

seperti ujub (memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya), takabur

(mengaku dirinya tinggi, mulia dan merasa dirinya diatas orang lain),

putus asa, berlebih-lebihan, dusta, iri hati atau dengki dan lain

sebagainya.

4. Materi Akhlak

Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak

dari aspek moral, dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga dalam

membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang tinggi. Berikut ini sebagian

dari wasiat dan petunjuk Rasulullah SAW., dalam upaya mendidik anak.

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah

SAW. Bersabda:

(35)

Hadis di atas Rasulullah mengisyaratkan bahwa orang tua mempunyai

kewajiban memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, yaitu berupa

kepandaian yang penting bagi kebutuhan hidup dan agamanya. Orang tua

wajib mengajarkan syariat sebagai pendorong bagi anak-anak untuk

memperangai luhur dan mulia, di samping mengajarkan kepandaian

ketrampilan untuk membuka pintu nafkah mereka dimasa depannya. Untuk

menjalani kehidupan keduniawian dan keakhiratan, anak perlu mendapatkan

tiga kelompok materi atau penanaman akhlakmenurut Islam (Mushoffa,

2009:34-37), yaitu77:

a. Tarbiyah Jismiyah (Pendidikan Jasmani)

Dengan materi tarbiyah jismiyah, anak akan mendapatkan sarana

dan prasana pendidikan dari orang tuanya berupa fasilitas untuk

menyehatkan, menumbuhkan, dan menyegarkan tubuhnya. Sehingga

mampu mandiri dalam menghadapi tantangan kehidupan dan kesulitan

fisik yang dialami demi kesempurnaan hidupnya.

Untuk kebutuhan fisik anak, orang tua harus selektif dalam

memberikan pemenuhannya agar ada keseimbangan kebutuhan duniawi

dan akhiratnya. Maka dibutuhkan pertimbangan guna meninggikan

akhlak anak, yaitu dengan menjaga mereka dari sikap berlebihan.

Demikian pula dengan pakaian, harus menunjukkan akhlakul karimah

sesuai dengan syar’i, menghindari hidup bermewah-mewahan, dan

budaya anti keselamatan dunia dan akhirat.

77

(36)

Orang tua berkewajiban membantu pertumbuhan fisik anak,

sekaligus memenuhinya dengan doa dan nilai-nilai keagamaan, sehingga

mendapat barakah dari Allah. Selain itu, perlu ditanamkan rasa malu agar

anak tidak tumbuh dan berkembang m enjadi anak liar, tidak pandai

bersyukur, tamak, dan sombong. Hindarkan mereka dari segala sesuatu

yang merugikan kepentingan dunia akhiratnya melalui teladan yang baik

dari seluruh anggota keluarga.

b. Tarbiyah Aqliyah (Pendidikan Akal)

Perlu diketahui bahwa orang tua mempunyai peluang yang cukup

besar untuk mengembangkan akhlak mulia, para orang tua dapat

membantu proses tumbuh kembang kecerdasan anak, sekaligus

meninggikan akhlaknya.

Melalui menanamkan keikhlasan dalam menuntut ilmu dan

kesabaran dalam mengikuti proses transfer ilmu pengetahuan.

Tanamkan pada anak sikap hormat kepada para pendidik, menghargai

prestasi temannya. Tumbuhkan sikap kompetitif (persaingan) sehat

dalam meraih prestasinya, sehingga tidak tumbuh sikap iri dan dengki

terhadap sesamanya.

Semua upaya tersebut akan membantu anak-anak tumbuh cerdas

dalam ruang lingkup rasa syukur. Dalam kehidupan sehari-harinya,

akhlak mulia si anak akan tercermin dalam perilakunya yang penuh

(37)

c. Tarbiyah Ruhaniyah atau Tarbiyah Adabiyah

Dalam pendidikan tarbiyah ruhaniyah atau tarbiyah adabiyah,

unsur perataan yang telah berbarengan dengan pendidikan jasmani dan

akal anak, akan di sempurnakan melalui nasehat yang baik. Sehingga,

diharapkan mampu menghaluskan dan menyempurnakan keluhuran budi

anak. hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW:

“Tiada pemberian yang utama, yang diberikan seorang ayah kepada anaknya dari pada akhlak yang baik” (HR. At - Tirmidzi) [Kitab Jamius Shaghir, 911 H :153].

Hadis ini menunjukkan bahwa segala pengajaran fisik dan

kecerdasan akan menjadi sia -sia, jika orang tua lalai melengkapinya

dengan pendidikan akhlak mulia.

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan anak,

tidak terkecuali pendidikan akhlak. Hal itu dimaksudkan agar anak

mempunyai perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam dan norma di

masyarakat.

Adapun materi akhlak dalam keluarga adalah sebagai berikut:

1) Akhlak pada orang tua

2) Akhlak dalam berbicara

3) Akhlak dalam melaksanakan pekerjaan rumah.

Dengan memperhatikan ketiga materi diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa peran orang tua sebagai pembina akhlak mulia anak

(38)

dilaksanakan secara terpadu dan bersama seluruh unsur yang ada dalam

keluarga.

5.Penanaman Akhlak

Penanaman akhlak merupakan cara untuk menanam, memperbaiki,

dan memuliakan akhlak dalam diri seseorang. Penanaman akhlak

merupakan media dakwah yang dilakukan dengan berbagai bentuk atau

cara. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tentang siapa yang menjadi

sasaran dakwah. Menurut Nasirudin (2010: 36-41) ada beberapa proses

untuk membentuk akhlak yang baik, yaitu: melalui pemahaman (ilmu),

pembiasaan (amal), dan teladan yang baik (uswah hasanah). Berikut

penjelesan bentuk penanaman akhlak.

a.Melalui pemahaman (ilmu)

Pemahaman dilakukan dengan cara menginformasikan tentang

hakikat dan nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam sebuah akhlak.

Penerima pesan dalam hal ini adalah anak tunagrahita diberi

pemahaman tentang akhlak, sehingga benar-benar memahami dan

meyakini bahwa akhlak tersebut berharga dan bernilai dalam kehidupan

di dunia maupun di akhirat. Proses pemahaman harus berjalan secara

terus menerus oleh orang tua hingga diyakini bahwa penerima pesan

benar-benar telah meyakini terhadap obyek yang jadi sasaran.

Proses penanaman akhlak melalui bentuk pemahaman ini

mengandung materi akhlak yang bersifat aqliyah, seperti memberi

motivasi belajar, kesempatan berkomunikasi, dan kasih sayang dalam

(39)

b. Melalui Pembiasaan (Amal)

Pembiasaan berfungsi sebagai penguat terhadap objek pemahaman

akhlak yang telah masuk kedalam hatinya yakni sudah disenangi,

disukai dan diminati serta sudah menjadi kecenderungan bertindak atau

kebiasaan sehari-hari. Proses pembiasaan menekankan pada pengalaman

langsung yakni dialami oleh penerima pembiasaan. Pembiasaan akhlak

berfungsi sebagai perekat antara tidakan dan diri seseorang, semakin

sering seseorang mengalami suatu tindakan itu akan semakin rekat dan

akhirnya menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari diri dan

kehidupannya.

Pembiasaan akhlak yang dilakukan sesuai dengan materi akhlak

yang tepat adalah materi jismiyah. Orang tua membiasakan diri terhadap

anaknya untuk tidak berlebih-lebihan, hidup bersih, makan dan minum

yang halal dan baik, serta menjaga kesehatan.

c. Melalui Teladan yang Baik (Uswah Hasanah)

Teladan yang baik merupakan pendukung terbentuknya akhlak

mulia. Teladan yang baik lebih mengena apabila muncul dari orang

terdekat. Seperti halnya orang tua menjadi contoh yang baik bagi anak

-anaknya. Teladan yang baik bukan hanya memberi contoh akhlak yang

baik, melainkan menjadi contoh akhlak yang baik.

Teladan yang baik yang ditanamkan oleh orang tua terhadap

anaknya merupakan materi akhlak yang bersifat tarbiyah ruhaniyah,

yakni menjadi uswah yang baik dalam hal rohani. Seperti orang tua yang

(40)

E. Penelitian Terdahulu

Wakhida Muafah,. 2013. Penanaman Nilai-nilai Agama (Studi

Kualitatif Pada Keluarga Pasangan Beda Agama Di Desa Doplang Kecamatan

Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2012). Skripsi. Jurusan Tarbiyah.

Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Salatiga. Hasil penelitiannya adalah Pertama, orang tua memiliki peran yang

dominan dalam penetapan agama anak. Kedua, dalam menanamkan nilai-nilai

agama Islam pada anak, orang tua pasangan beda agama menggunakan

beberapa cara atau metode seperti memperhatikan perkembangan keagamaan

anak, mengingatkan, membimbing, membiasakan, mengajak, mengajarkan dan

menganjurkan.78

F. Paradigma Penelitian

Setelah melihat apa yang sudah peneliti sampaikan di atas baik secara

teoritis maupun empiris, dapat digambarkan bahwa peran orang tua sangat lah

penting karena keluarga paling utama terutama Ibu dan Ayah. Maka dari itu

sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam yang

ada di Desa Winong Kalidawir Tulungagung, dan cukup banyak penduduk di

desa tersebut maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian didesa tersubut

dan agar berkurang tingkat kelabilan remaja di Desa tersebut

78

(41)

Setelah peneliti memaparkan aspek-aspek yang mengenai Peran Orang

Tua Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam dalam hal

menanggulangi kenakalan Remaja di Desa Winong Kalidawir Tulungagung,

kemudian peneliti mengumpulkan data melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi dari informan. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisa data

Dari uraian yg telah peneliti jelaskan.

Gambar : 2.1

Kerangka Paradigma Penelitian

Peran Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai PAI

n

Nilai – Nilai Ibadah Nilai – Nilai Akhlak Nilai – Nilai

Keimanan

Gambar

Gambar : 2.1

Referensi

Dokumen terkait

(b) Skenario kedua (Pesimis) menyatakan REPELITA VI sampai X, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6,8 persen per tahun, penekanan pertumbuhan penduduk dari 1,6 % akhir REPELITA

"usai ditangkap, ketiga tersangka kami serahkan ke Polres Lampung Selatan, sebab tempat kejadian perkaranya (TKP), diwilayah hukum Polres Lampung Selatan", kata Kasat

karakter dari 120 print wheel akan tercetak pada satu baris di kertas printer.

Pegumuman ini mendahului persetujuan APBN DIPA Tahun Anggaran 2015 5 5 5 sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila dana dalam dokumen anggaran

Keterangan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila keterangan ini ternyata tidak benar (palsu), saya bersedia dituntut di muka pengadilan berdasarkan Undang-Undang

Dilanjutkan dengan pemberian tali asih oleh Kalemdiklat Polri Komjen Pol Drs Moechgiyarto SH Mhum dengan didampingi Kapolda Lampung Irjen Pol Drs Sudjarno kepada lima Panti

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa saya minta penagguhan pembayaran uang Semester I. Saya akan

Karena cadangan banyak yang antri menggantikan Anda kapanpun kalau kinerja Anda kurang, " kata Kapolda Irjend Sudjarno dalam amanatnya kepada pejabat lama dan baru..