• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802010072 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802010072 Full text"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK MENGENAI SEKS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

PADA REMAJA DI PEDESAAN

OLEH: Maria Stefani Zega

80 2010 072

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA-ANAK MENGENAI SEKS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

PADA REMAJA DI PEDESAAN

Maria Stefani Zega Berta E.A. Prasetya Ratriana Y.E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

(8)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Definisi yang dirumuskan oleh WHO, remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak- kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2006). WHO membagi kurun usia remaja dalam dua bagian yaitu remaja awal dengan usia 10-14 tahun dan remaja akhir dengan usia 15-20 tahun. Dalam masa ini remaja mengalami masa eksplorasi seksual serta mengintegrasikan seksualitas kedalam identitas seseorang. Perkembangan yang terjadi pada masa remaja salah satunya memiliki keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis, dibarengi dengan berkembangnya hormon-hormon dan organ seksual primer maupun sekunder pada masa remaja (Santrock 2003, 2007).

(9)

baik dengan diri mereka sendiri atau dengan orang lain. Pertanyaannya adalah apakah mereka memiliki pengetahuan mengenai seks, yang mana perilaku seks memiliki efek bagi kesehatan remaja. (Ponton, 2000, hal. 2).

Free sex (seks bebas, pergaulan seks di luar pernikahan) awalnya mulai terlihat di Amerika Serikat dan di United Kingdom (Kerajaan Inggris) sejak tahun 1960-an meliputi dari anak-anak SMP (Junior High School), SMA (Senior High School), universitas dan di antara teman sebaya di luar sekolah (Sadily, 1984:154). Perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja yaitu segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Bentuk-bentuk perilaku ini umumnya bertahap dimulai dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan intim, seperti bepegangan tangan, memeluk, ciuman, meraba daerah erogen, sampai pada hubungan seksual (Soetjiningsih, 2008). Survey yang dilakukan pada tahun 2006 dengan mengambil sampel 500 responden siswa SMP dan SMA yang menunjukkan 18,8% kasus HIV/AIDS di kota Kupang terjadi pada remaja usia 15-24 tahun, 318 kasus IMS pada remaja berusia 11-24 tahun dengan orientasi seksual (gay) dengan tingkat pengetahuan kesehatan produksi IMS dan HIV/AIDS masih sangat rendah (Kompas, 23 Januari 2009).

Dari realita yang terjadi di masyarakat, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku seksual pranikah bukan hal yang asing dalam lingkungan remaja saat ini dan cenderung semakin meningkat (Central for Disease Control and Prevention, 2000). Perilaku seksual pranikah atau premarital sexual merupakan topik pembicaraan yang tiada hentinya dimasyarakat, karena jika melihat dampak perilaku seksual yang dilakukan remaja, memiliki efek yang beruntun (multiplying effect) antara lain: rasa bersalah atau berdosa, menyesal, self-respect rendah, emosi negatif, kehamilan yang tidak diinginkan, rentan terhadap penyakit menular seksual, HIV/AIDS dan aborsi (Soetjiningsih, 2008), tentu saja hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat upaya peningkatan kualitas remaja sehingga perilaku seksual pranikah remaja sangat perlu untuk diatasi.

(10)

lain yang dianggap penting (Azwar (1998). Faktor lain dari perilaku seksual pranikah adalah remaja berkeinginan mendapatkan status sebagai orang dewasa, dimana mereka merasa bebas (Sharon, 2002). Selain itu hasil dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2008), yang menjadi faktor perilaku seksual pranikah adalah hubungan orangtua remaja, self-esteem, tekanan teman sebaya, religiusitas serta media pornografi sebesar 79% dan peneliti menekankan bahwa hubungan antara orangtua-anak ini menjadi faktor langsung dan tak langsung dalam perilaku seksual yang remaja lakukan, serta menjadi faktor yang paling besar dibanding keempat faktor lainnya. Dapat diartikan dalam hubungan yang baik antara orangtua dan anak terdapat kualitas komunikasi yang baik. Penelitian lain yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa informasi yang akurat mengenai seks sangat mungkin untuk mengurangi perilaku seksual remaja. Informasi akurat mengenai seks ini tentu didapatkan terlebih dahulu dari dalam keluarga yaitu adanya komunikasi yang efektif orangtua-remaja mengenai masalah seksualitas remaja (Holtzman & Robinson, 1995). Dengan adanya komunikasi orangtua-remaja mengenai seksualitas, remaja diharapkan bertanggung jawab atas perilaku seksualitas mereka. (Raffaelli, Bogenschneider,1998).

Keluarga merupakan tempat dimana seorang remaja mendapatkan informasi, komunikasi yang dibangun dalam keluarga memberikan rasa nyaman, kedekatan dengan orangtua serta keterbukaan dalam hal seksual bagi remaja, dan penting bagi remaja untuk memiliki komunikasi yang baik dalam keluarganya dimana remaja mendapatkan arahan dalam masa perkembangannya (Family Communication, 2005). Komunikasi yang terbentuk dalam keluarga bukan hanya untuk memberikan informasi tetapi tidak ada jarak antara orangtua dan anak untuk berkomunikasi dalam hal apapun termasuk seks. Komunikasi seks dalam keluarga merupakan interaksi verbal mengenai seks di lingkungan keluarga yang didalamnya terdapat informasi mengenai seks, kenyamanan dari orangtua untuk membicarakan seks pada anak atau sebaliknya saat anak terbuka untuk membicarakan seksualitasnya, dan adanya nilai, dimana remaja menganggap bahwa keluarga merupakan tempat yang tepat untuk belajar mengenai seks (Warren& Neer, 1982, 1983).

(11)

penelitian yang dilakukan Evidanika (2013) bahwa komunikasi orangtua yang berdampak pada pengetahuan remaja mengenai seksual dapat mempengaruhi terhindarnya perilaku seksual pranikah sebesar 35, 1%. Sama halnya dengan penelitian di desa Turi, Lamongan Jawa Timur yang menunjukkan bahwa komunikasi orangtua remaja dapat menghindarkan remaja dari perilaku seksual pranikah hal ini dikarenakan antara orangtua dan anak terjalin hubungan atau komunikasi yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya diskusi, sharing, dan pemecahan masalah bersama (Laily & Matulessy, 2004).

Penjelasan diatas menunjukkan komunikasi dalam keluarga membawa dampak yang besar atas perkembangan remaja, dimana komunikasi orangtua-anak turut berperan untuk menentukan terjadinya perilaku seksual pranikah. Orangtua adalah sumber penting yang hilang dalam upaya memerangi perilaku seksual sehingga menyebabkan kehamilan pada remaja dan penyakit menular seksual (Brock & Jennings, 1993; Frans, dkk., 1992).

Dalam penelitian ini, hipotesis sementara menyatakan bahwa komunikasi orangtua-anak mengenai seks merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku seksual pranikah remaja karena dalam komunikasi antara orangtua-anak mengenai seks di dalamnya terdapat kenyamanan dari orangtua untuk membicarakan seks pada anak atau sebaliknya saat anak terbuka untuk membicarakan seksualitasnya, dan adanya nilai, dimana remaja menganggap bahwa keluarga merupakan tempat yang tepat untuk belajar mengenai seks. Jika komunikasi orangtua-anak mengenai seks dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja, apakah hal ini juga berlaku di daerah pedesaan yang masih kental dengan norma-norma sosial? Bagaimana dengan orangtua yang mungkin terbatas untuk memberikan informasi mengenai seks dan topik mengenai seks menjadi hal yang tabu atau kurang nyaman untuk dibicarakan bagi keluarga-keluarga yang berada di pedesaan? Berdasarkan realita yang terjadi, maka maka peneliti mengangkat hal tersebut untuk diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pranikah remaja di pedesaan.

(12)

berkencan, bercumbu, sampai bersenggama (Sarwono, 2000). Dalam defenisi yang lain perilaku seksual pranikah diartikan sebagai kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan (Indrijati, 2001). Selain itu Dhede (2002) menambahkan bahwa seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu. Jadi dapat disimpulkan segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah (Soetjiningsih, 2008).

Aspek perilaku yang terdapat dalam perilaku seksual pranikah dapat dilihat dalam tahap-tahap perilaku seksual yang diberikan oleh Soetjiningsih (2008):

a. Berpegangan tangan b. Memeluk/dipeluk bahu c. Memeluk/dipeluk pinggang d. Ciuman bibir

e. Ciuman bibir sambil berpelukan

f. Meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian

g. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian h. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian i. Meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian j. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian k. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian l. Hubungan seksual

(13)

a. Petting - yaitu perilaku seksual dengan merangsang lebih intim daripada berciuman dan berpelukan sederhana, tetapi tidak termasuk intercouse. b. Strong Affection - yaitu rasa sayang yang lebih kuat dari daya tarik fisik

atau rasa suka, tapi belum sampai pada rasa cinta.

c. Cinta – yaitu keadaan emosional yang lebih intens daripada kasih sayang. Sedangkan definisi dari komunikasi merupakan suatu proses, bahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para komunikatornya beraksi, bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (Devito, 2011). Komunikasi mengenai seks dapat diartikan sebagai interaksi verbal mengenai seks di lingkungan keluarga dengan rasa nyaman yang didalamnya terdapat informasi mengenai seks. Orangtua membicarakan seks pada anak atau sebaliknya saat anak terbuka untuk membicarakan seksualitasnya, dan adanya nilai dimana remaja menganggap bahwa keluarga merupakan tempat yang tepat untuk belajar mengenai seks (Warren& Neer, 1982, 1983).

Komunikasi selalu memiliki efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindakan komunikasi. Pada setiap tindakan komunikasi selalu ada konsekuensi. Berikut efek dari komunikasi dalam Devito (2011):

a. Memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis, melakukan sintesis atau mengevaluasi sesuatu.

b. Memperoleh sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi, perasaan dan dampak afektif.

c. Memperoleh cara-cara atau gerakan baru seperti cara melemparkan bola atau melukis, dan nonverbal atau dengan kata lain ini adalah ini adalah dampak psikomotorik.

Adapun dimensi komunikasi orangtua-anak mengenai seks yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aspek yang dikemukakan oleh (Warren& Neer, 1982, 1983):

a. Komunikasi yang nyaman (Kenyamanan)

(14)

memberitahukan orangtuaku hampir semua hal yang berkaitan mengenai seks, dan aku merasa bebas bertanya pada orangtuaku pertanyaan mengenai seks). Komunikasi yang nyaman menjadi bagian dari dimensi untuk mengukur hal ini karena kehangatan dan situasi yang mendukung adalah pengalaman yang positif dari anak dan hal yang esensi dari terbukanya jalan komunikasi terutama untuk bertukar informasi antara orangtua dan anak (Roberts, Kline & Gagnin, 1978). b. Informasi

Mencakup 6 pernyataan yang mengukur pandangan dari sejumlah informasi yang dipelajari dan dibagikan selama diskusi. Seperti: aku merasa lebih baik mendapatkan informasi jika aku berbicara dengan orangtuaku mengenai seks dan sebagian besar yang aku tahu mengenai seks berasal dari diskusi dengan keluarga. Dimensi ini dimasukkan karena diskusi keluarga, dirasa lebih mendalam, yang seharusnya menyediakan berbagai informasi yang cukup sehingga rumah dapat berfungsi sebagai tempat awal pembelajaran seks (alter, Baxter, Cook, Kirby, &wilson, 1982).

c. Nilai

Dimensi nilai juga mencakup 6 pernyataan. Penyataan ini mencakup semua pandangan yang penting dalam siklus pembelajaran seks. Seperti rumah seharusnya menjadi tempat awal untuk mempelajari seks dan seks seharusnya menjadi salah satu topik yang penting bagi orangtua dan anak untuk didiskusikan. Dimensi ini dimasukkan karena dipercaya bahwa pembahasan dalam keluarga memberikan nilai yang berdampak dalam jangka panjang sampai untuk generasi berikutnya mengenai seks.

(15)

pada usia belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang disertai dengan adanya perubahan fisik, kognitif, psikososial dan dorongan-dorongan emosionalitas terhadap lawan jenis. Dalam penelitian ini batasan usia yang dipakai adalah remaja tengah menurut Monks, Knoers, dan Haditono (2006) yaitu 15-18 tahun.

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1990), tugas perkembangan masa remaja antara lain:

a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis. Disatu sisi, ia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan biologis, namun bila dipenuhi hal itu pasti akan melanggar norma sosial. Dengan demikian, dirinya dituntun untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik

b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun perempuan. Pergaulan dengan lawan jenis ini sebagai suatu hal yang dianggap penting, karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna memasuki kehidupan pernikahan nanti

c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

d. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomi

Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Masalah mengenai seksual pada remaja adalah berkisar tentang bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya

(16)

Dalam masa ini, seorang remaja perlu mengetahui tentang masalah seksualitas namun terkadang remaja mendapat hambatan dari orangtua, dikarenakan seks sering kali dianggap tabu dan jarang dibicarakan dalam keluarga. Sebuah studi penelitian yang dilakukan mengenai komunikasi mengenai seks dalam keluarga oleh Dr Joy Koesten dan rekan (dalam Noland, 2010) menegaskan bahwa kompetensi komunikasi yang penting bagi perkembangan remaja dan cenderung untuk dikembangkan di dalam keluarga, yang menekankan pada intensitas percakapan tinggi dan memberikan anak-anak banyak kesempatan untuk berpartisipasi serta memberikan ide dalam percakapan keluarga. Komunikasi yang terbentuk dalam keluarga bukan hanya untuk memberikan informasi tetapi tidak ada jarak antara orangtua dan anak untuk berkomunikasi dalam hal apapun termasuk seks. Namun apakah hal ini juga berlaku didaerah pedesaan, jika melihat data dalam berita perilaku seks bebas pada remaja tersebar di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin, 62,7% remaja wanita tidak memiliki virginitas lagi (Survei Komnas Perlindungan Anak-seputar-indonesia.com, 24/2-2012).

Desa secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah aglomerasi pemukiman di area pedesaan. Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Defenisi lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyrakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut tingkat perkembangannya desa dibagi menjadi beberapa jenis:

a. Desa Swadaya adalah desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri:

1. Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya 2. Penduduknya jarang

(17)

5. Masyarakat memegang teguh adat 6. Teknologi masih rendah

7. Sarana dan prasarana sangat kurang 8. Hubungan antarmanusia sangat erat

9. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga

b. Desa Swakarya adalah peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Ciri-ciri desa swakarya adalah:

1. kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh 2. Sudah mulai mempergunakan alat-alat dan teknologi

3. Desa swakarya sudah tidak terisolasi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian

4. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalu lintas prasarana lain 5. Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar

c. Desa Swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Ciri-ciri desa swasembada:

1. Kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan 2 Penduduknya cukup padat

3. Tidak terikat dengan adat istiadat

4. Telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan lebih maju dari desa lain 5. Partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

(18)

METODE

Partisipan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA negeri 1 Suruh, Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 350 siswa, dan jumlah sampel 171 siswa. Adapun karakteristik yang ditentukan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Subjek yaitu siswa/i kelas X-XII yang berjumlah 171 orang.

b. Subjek yang dipilih peneliti merupakan siswa/i SMAN 1 Suruh, Kabupaten Semarang yang berusia 15-18 tahun.

c. Status subjek belum menikah

Prosedur Sampling

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel, artinya mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 2002).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik simple purposive sampling, yaitu pemilihan sampel didasarkan pada karakteristik atau ciri-ciri tertentu berdasarkan ciri atau sifat populasinya. Sedangkan cara pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan rumus Slovin, sehingga diperoleh 171 sampel.

n= N / 1+(N.e)2

(19)

Pengukuran

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian berupa angket. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mencakup:

1. Skala Perilaku seksual Pranikah Remaja

Skala untuk mengukur perilaku seksual pranikah remaja menggunakan metode Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu sudah atau belum. Data yang di peroleh dapat berupa data rasio dikhotomi (dua alternatif). Ciri penting dari skala Guttman adalah bahwa skala ini merupakan skala kumulatif. Jika seseorang mengiyakan pertanyaan atau pernyataan yang berbobot lebih berat, maka ia juga akan mengiyakan pertanyaan atau penyataan yang kurang berbobot lainnya (Nazir, 2005).

Skala ini terdiri dari 12 item yang mengacu pada tahap yang diberikan oleh Soetjiningsih (2008). Adapun 12 item yang menjadi aspek dalam perilaku seksual pranikah remaja dalam penelitian ini, yaitu:

a. Berpegangan tangan b. Memeluk/dipeluk bahu c. Memeluk/dipeluk pinggang

d. Ciuman bibir

e. Ciuman bibir sambil berpelukan

f. Meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian

(20)

k. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian l. Hubungan seksual

Perhitungan validitas menghasilkan 12 butir yang sahih dengan nilai r

hitung ≥ 0.21– 0.3 (Azwar, 2012). Nilai r berkisar antara 0.319 - 0.760 (pada lampiran 1), sedangkan nilai reliabilitas diukur dengan Cronbach’s Alpha adalah 0.864 artinya alat tes ini memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi sehingga disebut sebagai pengukuran yang reliabel (Azwar, 2012).

2. Skala Komunikasi Orangtua-Anak mengenai Seks

Skala untuk mengukur komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan menggunakan metode Likert yang telah dimodifikasi menjadi 5 alternatif jawaban, yaitu: Sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS), yang didalamnya dibagi menjadi kalimat favourable dan unfavourable. Ketentuan pemberian skor untuk setiap item favourable adalah skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS), skor 4 untuk jawaban Setuju (S), skor3 untuk jawaban Tidak Tahu (TT), skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (STS) dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Enam dari butir-butir tersebut perlu dijumlahkan terbalik (4, 9,10, 13, 14, 16).

Adapun dimensi komunikasi orangtua-anak mengenai seks yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aspek yang dikemukakan oleh (Warren& Neer, 1982, 1983) :

a. Komunikasi yang nyaman (Kenyamanan)

(21)

terbukanya jalan komunikasi utamauntuk bertukar informasi antara orangtua dan anak (Roberts, Kline & Gagnin, 1978).

b. Informasi

Mencakup 6 pernyataan yang mengukur pandangan dari sejumlah informasi yang dipelajari dan dibagikan selama diskusi. Seperti : aku merasa lebih baik mendapatan informasi jika aku berbicara dengan orangtuaku mengenai seks dan sebagian besar yang aku tahu mengenai seks berasal dari diskusi dengan keluarga. Dimensi ini dimasukkan karena diskusi keluarga, dirasa lebih mendalam, yang seharusnya menyediakan berbagi informasi yang cukup sehingga ruma dapat berfungsi sebagai tempat awal pembelajaran seks (alter, Baxter, Cook, Kirby, &wilson, 1982).

c. Nilai

Dimensi nilai juga mencakup 6 pernyataan. Penyataan ini mencakup semua pandangan yang penting dalam siklus pembelajaran seks. Seperti rumah seharusnya menjadi tempat awal untuk mempelajari seks dan seks seharusnya menjadi salah satu topik yang penting bagi orangtua dan anak untuk didiskusikan. Dimensi ini dimasukkan karena ini dipercaya bahwa pembahasan dalam keluarga memberikaan nilai yang berdampak dalam jangka panjang sampai untuk generasi berikutnya mengenai seks.

Data komunikasi orangtua-anak mengenai seks termasuk dalam data interval dimana data ini dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

Skor tertinggi = 5 x jumlah aitem yang valid = 5 x 14 = 70

Skor terendah = 1x jumlah aitem yang valid = 1x 14 = 14

(22)

= 70 – 14 / 5 = 11.2

Kategori Komunikasi Orangtua- Anak Mengenai Seks:

Tinggi : 59 ≥ 70

Sedang : 48 ≥ 59

Rendah : 37 ≥48

Tabel 1

Blue Print Skala Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks Family Sex Communication Quotient

(Warren & Neer, 1982, 1983)

Dimensi Sifat Total

Favourable Unfavourable

1. Kenyamanan 2, 5, 8, 11, 17 14 6

2. Informasi 3, 6, 12, 15, 18 9 6

3. Nilai 1, 7 4, 10, 13, 16 6

Total 12 6 18

(23)

Desain Penelitian

(24)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Uji Asumsi

Uji asumsi ini dilakukan sebagai syarat untuk dapat menggunakan analisis teknik korelasi Product Moment. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas sebaran dan uji liniearitas hubungan. Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran skor atau variabel bebas dan variabel terikat (Syofian, 2012). Uji liniearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan ke dua variabel linier atau tidak. Perhitungan data menggunakan program SPSS for Windows Release16.0.

1. Uji Normalitas

Pada tabel 4.1 variabel penelitian diuji normalitas sebarannya dengan menggunakan uji Kolmogorov-smirnov. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data yang diperoleh untuk variabel Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja dengan nilai K-S Z = 0.195 dengan p= 0.000 dimana p<0.05 yang berarti sebarannya tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.1

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

perilaku seks .195 171 .000 .821 171 .000

a. Lilliefors Significance Correction

(25)

Tabel 4.2

Hubungan antara Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja, menunjukkan nilai Flinier = 1.787 dengan nilai

signifikan sebesar 0.006 dimana p<0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bersifat linier antara Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja.

Tabel 4.3

(26)

alternatif digunakan uji korelasi non parametrik, dalam hal ini uji korelasi Spearman Rho. Perhitungan dilakukan dengan bantuan SPSS 16. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi Spearman Rho (tabel 4.4) diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.113 dengan nilai signifikan 0.071 (p>0.05). Oleh karena nilai signifikan seharusnya p< 0.05, maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan. Hasil uji tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara variabel komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di

pedesaan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan “ada hubungan negatif

antara komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pranikah

pada remaja di pedesaan” ditolak.

Spearman's rho perilaku seks Correlation Coefficient 1.000 -.113

Sig. (1-tailed) . .071

Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa 27 orang subjek (15.8%) berada pada kategori tinggi, sedangkan 44 orang subjek (25.7%) berada pada kategori sedang dan sebanyak 100 orang subjek (58.5%) berada pada kategori rendah.

Tabel 4.5 Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks

Kategori Interval N (Jumlah) Prosentase Nilai Mean

Tinggi 59 ≥ 70 27 15.8%

Sedang 48 ≥ 59 44 25.7%

Rendah 37 ≥48 100 58.5% 38.58

(27)

Selain itu, pada tabel 4.6 diketahui hasil pengukuran perilaku seksual pranikah di pedesaan, diukur dengan melihat berapa banyak subjek yang telah melakukan perilaku seksual hingga batasan tertentu pada tiap tahapan perilaku seksual.

Tabel 4.6 Kategorisasi Hasil Pengukuran Perilaku Seksual Pranikah

Tahap Perilaku Seksual Banyaknya

Subjek kelamin/ payudara) dalam keadaan berpakaian kelamin/ payudara) dalam keadaan tanpa berpakaian

2 1.2%

(28)

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperoleh hasil bahwa hipotesis yang diajukan ditolak. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = -0.113 dengan p= 0.071 (p> 0.05), artinya tidak terdapat hubungan antara komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di pedesaan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Evidanika (2013), bahwa komunikasi orangtua yang berdampak pada pengetahuan remaja mengenai seksual dapat mempengaruhi terhindarnya perilaku seksual pranikah sebesar 35, 1%. Selain itu, penelitian ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan di Amerika Latin (Trejos-Castillo & Vazonyi, 2009) menjelaskan tentang komunikasi orangtua-anak mengenai seks (misalnya komunikasi yang baik dari ibu kepada remajanya mengenai hubungan seks dan dampak negatif yang mungkin terjadi) maka akan mengurangi perilaku seksual oleh remaja. Namun, hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Kus Wulandari (2006) dan Lianna (2007) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas komunikasi orangtua-anak dan perilaku seksual pranikah.

(29)

dilakukan, bahwa komunikasi orangtua-anak mengenai seks di pedesaan cenderung rendah.

Tidak adanya hubungan antara komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pranikah remaja di pedesaan dalam penelitian ini, kemungkinan disebabkan karena informasi bahwa seharusnya keluarga berfungsi sebagai tempat awal pembelajaran seks dan nilai yang memberikan pandangan bahwa pembicaraan mengenai seks itu penting di dalam keluarga masih cukup tabu di pedesaan. Karena dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 8 orang dari remaja di pedesaan yang telah mencapai 12 tahap perilaku seksual pranikah sehingga sebenarnya infomasi mengenai seks diperlukan bagi remaja. Kemungkinan lain dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara komunikasi orangtua-anak dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di pedesaan juga dikarenakan faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual, seperti yang disimpulkan oleh Soetjiningsih (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja yaitu faktor Individual (self-esteem dan religiusitas), faktor keluarga (hubungan orangtua-remaja), faktor di luar keluarga (tekanan negatif teman sebaya, eksposur media pornografi).

Penelitian ini juga dapat dijelaskan secara deskriptif dengan melihat kategorisasi hasil pengukuran komunikasi orangtua-anak mengenai seks pada tabel 4.5 dalam hasil penelitian, menunjukkan bahwa 27 orang subjek (15.8%) berada pada kategori tinggi, sedangkan 44 orang subjek (25.7%) berada pada kategori sedang dan sebanyak 100 orang subjek (58.5%) berada pada kategori rendah.

(30)

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Skala Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks di Pedesaan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Komunikasi

Orangtua-Anak 171 15 70 38.58 11.989

Valid N (listwise) 171

Berikutnya pada tabel 4.6 dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 12 tahapan perilaku seksual pranikah, subjek paling banyak melakukan sampai pada tahapan pertama yaitu berpegangan tangan 44 orang (25.7%), kemudian pada tahapan ke-2 yaitu memeluk/ di peluk di bahu 27 orang (15.8%), subjek yang sama sekali tidak melakukan 12 tahapan perilaku seksual sebanyak 26 orang (15.2%) dan 8 orang (4.7%) remaja di pedesaan ini sudah sampai tahap hubungan seksual.

Masa remaja adalah masa seseorang mencari jati diri, dimana remaja mengalami masa eksplorasi seksual serta mengintegrasikan seksualitas kedalam identitas seseorang (Santrock 2003, 2007). Oleh sebab itu, walaupun pengaruh komunikasi orangtua-anak mengenai seksualitas cukup tinggi, bisa saja remaja tetap melakukan perilaku seksual. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan bahwa tidak ada hubungan komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual remaja.

Kesimpulan

(31)

2. Komunikasi orangtua-anak mengenai seks pada subjek dalam penelitian ini tergolong dalam kategori yang rendah dengan prosentase sebesar 58.5%.

3. Pada skala perilaku seksual pranikah menunjukkan bahwa dari ke-12 tahapan perilaku seksual pranikah, subjek paling banyak melakukan sampai pada tahapan pertama yaitu berpegangan tangan (25.7%), kemudian pada tahapan ke-2 yaitu memeluk/ di peluk di bahu (15.8%), subjek yang sama sekali tidak melakukan 12 tahapan perilaku seksual (15.2%) dan 8 orang (4.7%) remaja di pedesaan ini sudah sampai tahap hubungan seksual.

Saran

1. Dalam penelitian ini ditemukan 8 orang remaja yang sudah melakukan perilaku seksual pranikah sampai pada tahap hubungan seksual, artinya perlu adanya peran orangtua untuk memantau aktifitas remaja baik di dalam maupun luar sekolah, dan mengenal lingkungan pergaulan anak-anak mereka.

2. Bagi peneliti selanjutnya lebih memperhatikan teknik pengambilan sampel serta penggunaan bahasa/kalimat yang lebih dapat dimengerti oleh subyek sehingga menghasilkan data yang lebih representatif dan lebih baik.

(32)

Lampiran 1

Validitas dan Reliabilitas Perilaku Seksual Pranikah

Reliability Statistics

a. The items are: item1, item2, item3, item4, item5, item6.

b. The items are: item7, item8, item9, item10, item11, item12.

(33)

Lampiran 2

Validitas dan Reliabilitas Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks

(34)
(35)

Daftar Pustaka

Santrock. (2007). Remaja (Ed. 11). Jakarta: Erlangga.

Southard, Helen. (1967). Sex Before 20. New York: E. P. Dutton & Co,. Inc, New York. Sarwono. (2000). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Santrock. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja (Ed. 6). Jakarta: Erlangga

Rice& Dolgin. (2008). The Adolescent. Development, Relationship, and Culture (Ed. 12). USA: Pearson International Edition.

Terri D. Fisher, et al. (2013). Handbook of Sexuality-Related Measure Routledge. http: //google.buku.com

Olson, David H.L &John Defrain. (2006). Marriages and Families: Intimacy, Diversity, and Strengths. America, New York: McGraw-Hill, Inc.

Degenova, Mary Kay. 2005. Intimate Relationship, Marriages and Family. America, New York: McGraw.-Hill Companies, Inc

Joseph A. Devito. (2011). Komunikasi Antar Manusia (Ed 5). Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group.

Kompasiana. (2013). Seks Bebas di Kalangan Remaja Makin Mengkhawatirkan. http://google.com pada tanggal 30 Agustus 2014

Kompasiana. (2012). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Bias Gender. http://google.com pada tanggal 30 Agustus 2014

Raffaell & Crockett. (2003). Sexual Risk Taking in Adolescence: The Role of Self-Regulation and Attraction to Risk (Vol. 39, No. 6). American Psychological Association.

Lehr ST, Dilorio C, Dudley Wn, Lipana JA. (2000). The Relationship Between Parent-Adolescent Communication and Safer Behaviours in College Students.

(36)

Soetjiningsih. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja.

Iindarda. (2010). Hubungan Antara Komunikasi Orangtua-Remaja Tentang Seksualitas Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja Tengah. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Lianna. (2007). Perilaku Seksual Pada Remaja Ditinjau Dari Komunikasi Orangtua dan Anak Tentang Seksualitas. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Laily & Matulessy. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak. Fakultas Psikologi Universitas 17 agustus 1945

Kus Wulandari. (2006). Vol.No.2 Fakultas Psikologi Univarsitas Muhamadiyah Surakarta

Prihartini, Titi . (2002). Vol.No.2, hal 124-139. Hubungan Antara Komunikasi Efektif Tentang Seksualitas Dalam Keluarga Dengan Sikap Remaja Awal Terhadap Pergaulan Bebas Antar Lawan.

Evidanika, Nifa. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak Dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Siswa-Siswi MAN GondangRejo KarangAnyar.

Munawaroh, Faizatul. (2012). Vol.1.N.2, hal 105-113. Konsep Diri, Intensitas Komunikasi Orang Tua-Anak, dan Kecenderungan Perilaku Seks Pranikah

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel 1 Blue Print Skala Komunikasi Orangtua-Anak Mengenai Seks
Tests of NormalityTabel 4.1
Tabel 4.2 Tests of Normality
CorrelationsTabel 4.4
+3

Referensi

Dokumen terkait

1) Anak yang pernah mendapat mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut menderita TB. Evaluasi dapat

Salah satu yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa adalah media tayangan televisi “jika aku menjadi” di trans7 media ini dapat

sebatas media ruang seperti brosur dan poster yang memiliki desain serta informasi yang kurang menarik dalam mempromosikan wisata alam yang dimiliki. Berdasarkan

[Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan media gamelan bocah dalam menumbuhkan nilai- nilai karakter kebangsaan seperti toleran, tanggung jawab, mandiri, adaptasi, santun,

Implikatur khusus yang terdapat dalam dialog mempunyai makna tersirat dari tuturan Fatma yang ingin menghentikan langkah kakinya Adit.. Makna tersirat dari tuturan Aditya

Persoalan dan membuat keputusan-keputusan , Fungsi yang paling dominan dalam komunikasi kelompok disinilah tempat atau sarana yang tepatd. dalam menentukan keputusan (

Tabel 2 menunjukkan bahwa masih ada beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi daerah bidang komunikasi dan informatika yang rendah, ditunjukkan

Peningkatan tersebut diperoleh karena pada tindakan siklus II seluruh siswa dapat mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran menulis pantun dengan teknik Think Pair Share melalui kartu