• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802013713 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802013713 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-REMAJA TENTANG SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU SEKS PADA MAHASISWA

Oleh :

Ary Pratama Putra 802013713

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi

Program Studi: S1 Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

v

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-REMAJA TENTANG SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU SEKS PADA MAHASISWA

Ary Pratama Putra Chr. Hari Soetjiningsih Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi: S1 Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

vi

ABSTRAKSI

Akhir-akhir ini fenomena tentang perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja cukup memprihatinkan. Kurangnya komunikasi interpersonal antara orang tua dan remaja mengenai seksualitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara komunikasi orang tua dan remaja tentang seksualitas dengan perilaku seks pranikah pada mahasiwa. Komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas sebagai variabel bebas dan perilaku seks pada mahasiswa sebagai variabel terikat. Subjek yang digunakan untuk penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang berusia 18-21 tahun dan masih tinggal bersama orang tua. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi product moment dari Pearson. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua – remaja tentang seksualitas dengan perilaku seks pranikah ( r = -0,109, sig. = 0,276 → p>0,05 )

(9)

vii ABSTRACT

Lately the phenomenon about parental sexual behavior committed by teenagers quite alarming. The lack of interpersonal communication between parents and teenagers abouth sexuality is one of factor affecting the occurance of sexual behavior. This study aims see wheter there is a relationships with communication sexual behavior. The interpersonal communication between parents and teenagers about sexuality as free variable and sexual behavior in college student as the dependent variable. The subjects used for this study is collage student at Satya Wacana Chistian Univercity, Faculty of Economics and Business. Aged 18 until 21 years old. And they’re stay with their parents. The sampling technique used is the purposive sampling technique. The data analysis technique used is correlation analysis product moment from Pearson. The result obtainted from this study showed that there was no significant negative correlation between interpersonal communication parents and teenager sexuality behavior ( r = -0,109, sig. = 0,276 → p>0,05 )

(10)

1

PENDAHULUAN

Masalah seksualitas adalah topik yang tidak pernah habis untuk dibicarakan hingga saat ini. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas adalah konsep yang sangat luas dan mencakup berbagi aspek. Gunawan dalam bukunya “filsafat seks” mendefinisikan masalah seksualitas

sebagai kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan sikap seorang yang berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksualnya. Pengetahuan akan seksualitas itu sendiri sangat penting dipahami, Sarwono (2001) menerangkan beberapa manfaat pengetahuan seksualitas adalah mengerti tentang perbedaan seksualitas antara pria dan wanita dalam keluarga, pekerjaan, dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan; mengerti tentang peranan seksual dalam kehidupan manusia, keluarga, dan pekerjaan; mengembangkan pengertian tentang diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks, dan membantu untuk mengembangkan kepribadian sehingga remaja mampu untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

(11)

2

Hal tersebut mengakibatkan mereka harus menanggung beban moral, karena kehamilan diluar nikah belum dapat diterima oleh masyarakat.

Pada periode remaja awal (13-17 Tahun), terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan kekhawatiran. Berkaitan dengan perkembangan budaya dalam masyarakat (yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai, beredarnya film-film dan foto-foto yang tidak senonoh atau porno), dan kecenderungan remaja awal yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat, hal tersebut menimbulkan daya tarik yang kuat bagi remaja awal untuk mencobanya (Yusuf, 2002). Ketertarikan untuk mencoba tersebut cendrung akan meningkat pada remaja akhir (18-21 Tahun). Hal tersebut berkaitan dengan tugas perkembangan yang berhubungan dengan seks yang harus dikuasainya yaitu membentuk hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis (Hurlock, 1980). Lebih lanjut Christiani (2004) mengemukakan bahwa pada saat-saat ini remaja akhir cendrung terlihat lebih permisif terhadap perilaku seks yang melibatkan lawan jenis. Mereka lebih mengekspresikan perilakunya secara terang-terangan. Periode remaja akhir pada umumnya dialami oleh orang muda yang berada pada tingkat akhir sekolah Menengah Umum (SMU) dan mahasiswa perguruan tinggi tingkat awal. Menurut Wijayanto (2003), usia mahasiswa (remaja akhir) merupakan masa-masa yang paling rawan dan identik dengan seks.

(12)

3

Berdasarkan survey sumber kesehatan reproduksi remaja (SKKRI) di tahun 2002-2003, remaja mempunyai teman yang pernah yang berhubungan seksual pada usia: 14-19 tahun, perempuan 37,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,6%. SKRRI pun melanjutkan analisanya pada 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pranikah. Menurut SKKRI, faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks pranikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pranikah. Dari penelitian ini harusnya membuat orang tua lebih maksimal dalam mengawasi ataupun berkomunikasi dengan anak terlebih masalah seksual (http://news.okezone.com/read/2010/12/04/338/400182/tiap-tahun-remaja-seks-pra-nikah-meningkat).

Demikian pula pada mahasiswa – mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dalam wawancara penulis dengan salah satu mahasiswa yang berada pada masa remaja akhir (18-21) tahun, pada tanggal 1 mei 2012 diketahui bahwa kehidupan subjek yang telah memiliki pacar cenderung melakukan seks pranikah, hal ini dikarenakan subjek tidak memiliki kedekatan dan komunikasi yang baik dengan keluarganya (orang tua).

(13)

4

disk. Media-media tersebut memberi peluang yang besar dalam akses informasi tanpa sensor, sehingga menambah daya dorong seksual yang sangat mungkin mengakibatkan remaja terjerumus dalam perilaku seks bebas. Oleh sebab itu, remaja membutuhkan pengarahan yang tepat, sehingga mereka mampu mengenali dorongan seksualnya serta mampu mengendalikannya secara tepat dan bertanggung jawab. Dalam hal ini, orang tualah yang pertama kali bertanggung jawab untuk membantu anaknya dalam membentuk sikap-sikap, nilai-nilai dan pengetahuan mengenai tanggung jawab dalam perilaku seksual. (James, 1980).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual menurut Sarwono (2001) adalah meningkatnya libido seksualitas, penundaan usia perkawinan, tabu atau larangan sosial dan agama, kurangnya informasi tentang seks yang benar dan pergaulan semakin bebas. Sementara itu menurut Seotjiningsih (2008) menunjukan faktor-faktor yeng mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua – remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja.

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat belajar sebagai makhluk sosial juga merupakan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak. Interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula tingkah laku terhadap orang lain dalam masyarakat. Orang tua sangat besar peranan dan tanggung jawabnya dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya (Sarwono, 1989)

(14)

5

tua mampu memahami dan memperlakukan remaja secara bijaksana. Begitu pula sebaliknya, remaja juga seringkali merasa enggan mengemukakan perasaanya kepada orang tuanya, sehingga sering mengakibatkan terjadinya jurang komunikasi antara remaja dan orang tuanya (Indrijati, 2001)

Terjalinnya komunikasi antara orang tua dan anak akan lebih memberikan kesempatan pada orang tua dalam memberikan pendidikan seksual secara dini secara benar dan sehat sehingga terbentuk persepsi positif tentang perilaku seksual mereka. Di sisi lain orang tua adalah tempat paling awal berhubungan dengan anak, oleh karena itu orang tua diharapkan dapat menjaga keakraban dan komunikasi, dengan demikian remaja tidak segan untuk bersikap terbuka dan setiap masalah yang dihadapi bisa dikemukakan tanpa rasa ragu. Demikian halnya jika yang dihadapi tentang masalah seksualitas, sehingga komunikasi dan keterbukaan selalu terjaga, remaja tidak akan segan untuk mengemukakannya sekalipun bersifat pribadi (Simandjuntak, 1984).

Komunikasi dalam keluarga mempunyai peranan penting bagi remaja untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain itu, komunikasi dalam keluarga dapat dijadikan sebagi wahana untuk melakukan fungsi penanaman nilai-nilai dan kesadaran tentang tanggung jawab yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan seks diluar perkawinan.

(15)

6

aktual sehari-hari dan mengkomunikasikan seks (pendidikan seks) pada remaja. Pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks mengandung pengalihan nilai-nilai, seperti peran pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayah – ibu dan anak-anak dalam keluarga, dan sebagainya. Pendidikan seks seyogianya tetap dimulai dari rumah, yaitu dengan mengkomunikasikan masalah seks secara lebih efektif pada remaja. Salah satu yang menjadi alasan utama pendidikan seks dimulai dari rumah adalah karena masalah seks merupakan masalah yang sifatnya sangat pribadi.

Menurut Dagun (Yuwanto, 2002) mengatakan bahwa peran orangtua dalam hal komunikasi akan membantu remaja dalam memahami dan mengerti perilaku tertentu terutama perilaku seksualnya sehingga dapat menghindari perilaku seks pranikah. Hal ini didukung oleh hasil dari penelitian Laily dan Matulessy (2004) yang menyimpulkan bahwa para orang tua memakai semua pola komunikasi dalam mengkomunikasikan masalah seksual kepada anaknya, namun orang tua hendaknya tetap mempertahankan pola sex expressive, yaitu para orang tua tidak berbelit-belit ketika melakukan pendekatan masalah seks kepada anaknya, karena pola ini merupakan pola komunikasi yang paling ideal dalam menyampaikan masalah seksual kepada anaknya. Orang tua memperkenalkan seks sebagai sesuatu yang sehat dan positif serta menekankan kepada anaknya bahwa seks yang dilakukan tidak pada “tempat dan waktu” yang tepat hanya akan merugikan diri sendiri.

(16)

7

untuk memahami alasan anaknya mengenai suatu ide. Suatu komunikasi yang efektif akan meminimalkan kesalahpahamaan (Gudykust, 1991). Sementara itu , Gordon dan Alexander (dalam Fuhrman, 1990) menyatakan bahwa sikap orang tua yang efektif juga ditunjukan dengan mengajak anak berdiskusi secara terbuka untuk mencapai pemecahan suatu masalah. Dengan kata lain, komunikasi yang berkualitas antara orang tua dan anak melibatkan secara langsung kedua belah pihak, seperti kehangatan, keterbukaan, diskusi yang suportif, saling menghormati dan lain-lain dalam rangka mencari jalan guna menyelesaikan konflik yang dihadapi oleh remaja.

Tidak terpenuhinya kesempatan untuk berkomunikasi dalam keluarga dapat memberikan dampak yang merugikan bagi remaja. Hal tersebut mengakibatkan remaja tidak puas dengan keluarganya. Selain itu, sulitnya komunikasi remaja khususnya dengan orang tua pada akhirnnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan.

(17)

8

komunikasi ibu-remaja dan ayah-remaja (tentang seks) tidak berkolerasi secara signifikan dengan sikap remaja terhadap seks pranikah

Mencermati uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam suatu penelitian dengan judul: Hubungan Antara Komunikasi interpersonal Orang tua – Remaja tentang masalah Seksualitas Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Mahasiswa

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan rumusan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah

terdapat hubungan yang signifikan Komunikasi interpersonal Orang tua – Remaja tentang masalah Seksualitas Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Mahasiswa?”

TINJAUAAN PUSTAKA

Perilaku Seksual Pranikah

(18)

9

Sementara Luthfi (dalam Amrillah dkk, 2001) menungkapkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Simanjuntak (dalam Prastawa & Lailatushifa, 2009) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual sebelum ada ikatan pernikahan yang resmi menurut hukum dan agama. Pengertian sama juga diungkapkan oleh Akbar (1992). Ia menyebutkan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan.

Berdasarkan definisi – definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum dan agama.

Tahap Perilaku Seksual

Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual bereksiko yang terdiri atas tahapan – tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, bersenggama sexual intercourse).

Dalam tahap perilaku seksual remaja pada diagram group dalam buku sex: A user’s manual yang dimodifikasi oleh Soetjiningsih (2008) dapat dirinci sebagi berikut:

(19)

10 c. Memeluk/dipeluk di pinggang

d. Ciuman bibir

e. Ciuman bibir sambil pelukan

f. Meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian g. Mencium/dicium dareah erogen dalam keadaan berpakaian

h. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaiaan i. Meraba/diraba daerah erogen dala keadaan tanpa berpakaian j. Mencium/ dicium daerah erogen dalam keadaan tenpa berpakaian k. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaiaan l. Berhubungan seksual.

Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah

Secara umum perilaku seksual pranikah dipengaruhi oleh peningkatan hormon-hormon seksual. Hormon-hormon-hormon seksual yang meningkat juga menyebabkan peningkatan dorongan seks pada remaja. Dorongan seks muncul dalam bentuk ketertarikan pada lawan jenis dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dari pasangannya (Herdalena dalam Prajaningtyas, 2009) selanjutnya Hurlock (1992) menyatakan bahwa manifestasi dorongan seksual dalam perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuasakan

(20)

11

dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, jenis kelamin, pengaruh orang dewassa serta buku-buku bacaan dn tontonan porno.

Menurut Soetjiningsih (2008) faktor yang berpengaruh kuat pada perilaku seksual pranikah remaja diantaranya:

a. Faktor individual (self esteem/ harga diri dan religiusitas) b. Faktor keluarga ( hubungan orang tua-remaja)

c. Faktor diluar keluarga (tekanan teman sebaya dan media pornografi)

Dari beberapa faktor yang dikemukakan diatas, maka disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja terdiri atas faktor individual (self esteem/ harga diri dan religiusitas), keluarga ( hubungan orang tua-remaja), dan faktor yang berasal dari luar keluarga berupa tekanan teman sebaya dan media pornografi.

Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Remaja

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.

(21)

12

Menurut Soelaiman dan Shochib (2000), keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing - masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Efektivitas komunikasi pada orang tua adalah proses penyampaian informasi antara remaja dengan orang tua sehingga menimbulkan perhatian dan efek tertentu

Monk, dkk (1994) mengatakan bahwa kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan yang penting. Adanya komunikasi antara orang tua pada masa remaja akan menimbulkan kedekatan. Dapat dikatakan bahwa komunikasi orang tua dan remaja bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap suatu hal dan setiap pihak berhak menyampaikan perasaan, pikiran, informasi ataupun nasehat sehingga menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang lebih baik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi orang tua dan remaja adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh orang tua kepada remaja yang bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap suatu hal dan setiap pihak berhak menyampaikan perasaan, pikiran, informasi ataupun nasehat sehingga menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang lebih baik.

Aspek komunikasi interpersonal tentang seksualitas antara orangtua-remaja

Berdasarkan model humanistik terdapat lima aspek komunikasi interpersonal yang baik antara orang tua dan anak remaja seperti diungkapkan oleh De Vito (1995):

a. Keterbukaan (openness)

(22)

13

1) Kemauan untuk membuka diri, yaitu menyikap informasi tentang diri sendiri yang biasanya mungkin disembunyikan (memberi informasi tentang diri sendiri kepada orang lain)

2) Kemauan untuk memberikan reaksi secara jujur terhadap pesan-pesan dengan orang lain (bereaksi secara spontan memberi umpan balik kepada orang lain)

3) “memiliki” perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran; bertanggung jawab

terhadap apa yang dirasakan kepada orang lain. b. Empati (emphaty)

Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Tindakan untuk dapat mencapai rasa empati tersebut, meliputi:

1) Menghindari tindakan mengevaluasi atau mengkritik perilaku orang lain

2) Sebanyak mungkin mempelajari tentang keinginan, pengalaman, kemampuan, ketakutan, yang dimiliki oleh orang lain, sehingga dapat ikut melihat apa yang orang lain lihat, dan mersakan apa yang orang lain rasakan.

3) Mencoba untuk memahami alasan dan dorongan perasaan orang lain

4) Mencoba untuk mengalami secara emosional apa yang orang lain rasakan, dari sudut pandang orang tersebut.

c. Dukungan (supportiveness)

Dukungan merupakan kesediaan untuk mendampingi dan mendengarkan pandangan orang lain yang berlawanan dengan pandangannya sendiri. Gibb (Devito, 1995) mengemukakan konsep dari dukungan sebagai berikut:

(23)

14

Brougher (dalam Devito (1995), meyarankan agar mendeskripsikan apa yang terjadi, apa yang dirasakan, menjelaskan bagaimana hasil tersebut berhubungan terhadap orang lain.

2) Lebih bersifat provisional (sementara) dari pada pasti. Menjadi provisional berarti memiliki kebiasaan untuk berfikir terbuka dan memiliki kemauan untuk mendengarkan suatu sudut pandang yang berbeda serta memiliki kemauan untuk merubah kedudukan (pandangannya sendiri) jika hal tersebut memang dibutuhkan.

d. Sikap positif (positiveness)

Sikap positif merupakan kesediaan menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan dengan ketidak-acuhan.

e. Kesetaraan (equality)

Komunikasi yang mengandung kesetaraan meliputi kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan masalah dengan saling memahami perbedaan yang ada. Sebuah komunikasi akan dikatakan sukses kalau komunikasi tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan yakni kesamaan pemahaman. Perselisihan dan perbedaan paham akan menjadi sumber persoalan bila tidak ditangani dengan bijaksana, sehingga memerlukan usaha-usaha komunikatif antar anggota keluarga. Dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan maka pemikiran harus dipusatkan dan ditujukan kea rah pemecahan persoalan, supaya tidak menyimpang dan mencari-cari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan masing-masing. Oleh karena itu sebuah komunikasi harus dilakukan secara kontruktif dan dengan dasar kasih sayang.

(24)

15

orangtua-remaja yang dikemukan oleh De Vito (1995) meliputi aspek keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan.

Definisi Komunikasi Orang Tua - Remaja Tentang Seksualitas

Seksualitas adalah kebutuhan dasar dari setiap manusia yang tidak bisa dipisahkan dari aspek kehidupan lainnya dan merupakan salah satu topik atau permasalahan yang cukup penting dlam komunikasi antara orang tua dan anak. Gunawan (1993) menjelaskan bahwa seksualitas adalah keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksualnya. Sedangkan Sarwono dan amisiamsidar dalam Tirtasari (2005) mendefinisikan seksualitas sebagai hal yang berkaitan dengan genetalis dan organ seks sekunder atau manifest actifity seks manusia secara fisik.

Ulwan (1999) mengatakan bahwa komunikasi antara orang tua dan anak tentang seksualitas adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak melalui komunikasi efektif dua arah, sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan. Dalam hal ini orang tua menyediakan waktu kapan saja untuk menguraikan topik seksualitas secara terbuka, dimana orang tua sebaiknya memberikan jawaban-jawaban yang edukatif yaitu dengan cara memberikan jawaban yang sederhana, singkat, dan jelas serta mudah di mengerti remaja. Selain itu, pembicaraan hendaknya tidak hanya terbatas pada fakta biologis, melainkan juga tentang nilai-nilai moral, emosi dan jiwa.

(25)

16

2003). Hal senada diungkapkan oleh Zelnik & Kim (Allgeier and Allgeier, 1991). Mereka mengatakan bahwa ketika orang tua dapat menerima ketertarikan anak terhadap seksualitas dan mempunyai kehendak untuk mendiskusikan masalah seksualitas dengan anaknya, maka anak-anak tersebut cendrung menunda sex intercourse yang pertama. Dengan komunikasi seksualitas yang nyaman, akhirnya orang tua akan mampu mempengaruhi sikap remaja (Linggarwati, 2004).

Somers (2003) dalam jurnalnya mengenai “the sexual communication scale”

membahas 20 topik komunikasi seksual antara orang tua dan remaja, antara lain:

a.System reproduksi seksual (“dari mana datangnya bayi”) b. Peran ayah dalam konsepsi

c. Periode menstruasi d. Mimpi basah e. Masturbasi/onani

f. Hubungan kencan (pacaran) g. Petting/bercumbu

h. Hubungan seksual

i. Control kelahiran secara umum j. Penggunaan kontrasepsi

k. Konsekuensi dari kehamilan diluar nikah l. Penyakit menular seksual

m. Cinta dan/ataupernikahan

n. Apakah seks paranikah benar atau salah o. Aborsi

(26)

17 q. Hubungan sejenis

r. AIDS

s. Pelecehan seksual t. Pemerkosaan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal orang tua – remaja tentang seksualitas adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak melalui komunikasi efektif dua arah, sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan. Dalam hal ini orang tua menyediakan waktu kapan saja untuk menguraikan topik seksualitas secara terbuka. Menurut somers (2003) dalam jurnalnya mengenai “the sexual communication scale” membahas 20 topik komunikasi seksual antara orang tua dan remaja, antara lain:

system reproduksi seksual (“dari mana datangnya bayi”), peran ayah dalam konsepsi, periode

menstruasi, mimpi basah, masturbasi/onani, hubungan kencan (pacaran), petting/bercumbu, hubungan seksual, control kelahiran secara umum, penggunaan kontrasepsi, konsekuensi dari kehamilan di luar nikah, penyakit menular seksual, cinta dan/atau pernikahan, apakah seks pranikah benar atau salah, aborsi, prostitusi/pelacuran, hubungan sejenis. AIDS, pelecehan seksual, pemerkosaan.

Remaja Akhir

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescane (dari bahasa inggris) yang

(27)

18

ketidakmatangan pada masa kanak-kanak menuju kematangan pada masa dewasa. Ia juga menyatakan masa remaja merupakan periode transisi yang meliputi segi-segi biologis, fisiologis, sosial dan ekonomis yang didahului oleh perubahan fifsik (bentuk tubuh dan proporsi tubuh) maupun fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).

Batasan Masa Remaja

Konopko (dalam Pudjianto, 2000), membagi masa remaja dalam tiga tingkatan yaitu:

a. Remaja awal, yaitu berkisar antara 12-15 tahun b. Remaja tenggah, berkisar antara usia 15-18 tahun c. Remaja akhir, berkisar antara usia 18-21 tahun

Dengan demikian dapat disimpulkan batasan usia masa remaja yaitu antara usia 12-21 tahun. Namun dalam penelitian ini batasan usia masa remaja yang akan menjadi subyek usia 18-21 tahun

Hubungan komunikasi orang tua dan remaja tentang seksualitas dengan perilaku seksual remaja.

(28)

19 peningkatan dorongan seksual pada remaja.

Salah stau faktor terjadinya perilaku seksual pranikah menurut Sarwono (2001) adalah informasi yang kurang tepat mengenai seksualitas. Informasi yang diberikan orang tua dan remaja. Jaccard dan Dittus (1991) menyebutkan bahwa komunikasi oang tua dan remaja mengenai seks dapat memprediksi perilaku seksual remaja. Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sanga penting dalam pembentukan hubungan baru dengan lawan jenisnya. Berbagai masalah, konflik yang dihadapi oleh remaja membutuhkan kehadiran orang tua dan orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukan secara bijak serta membantu mereka memecahkan masalahnya.

Orang tua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam mengembangkan eksistensi remaja termasuk kebutuhan fisik dan psikis, sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang kearah yang matang dan harmonis. Di sinilah peran orang tua snagat dibutuhkan, karena peran orang tua dalam menciptakan komunikasi baik dalam keluarga sangat penting sebagai wahana untuk mentrasfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh Monks, dkk (1994) bahwa kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan yang penting. Adanya komunikasi antara orang tua dan remaja pada masa remaja akan menimbulkan kedekatan.

(29)

20

Komunikasi yang baik antara orang tua dan remaja adalah dengan menjadikan remaja merasa dihargai sehingga remaja akan merasa bebas mengungkapan perasaan serta keinginannya. Pada masa perkembangannya, masa remaja membutuhkan orang yang dekat untuk mengungkapkan perasaannya yang berkaitan dengan masalah seksualitas. Empati berarti kemampuan orang tua dalam merespon keinginan remaja yang tak terucap sehingga remaja akan mampu mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu permasalahan. Masalah seksualitas yang dinyatakan dengan jujur, diungkapkan secara realistis, masuk akal, dan tidak dibuat-buat akan membawa kesenangan sendiri bagipara remaja karena remaja akan merasa dimengerti oleh orangtua sehingga remaja akan lebih senang berbagi dengan orangtua.

Dengan adanya hubungan yang baik antara orang tua dan remaja melalui komunikasi yang terjalin diantara keduanya maka diharapkan akan membantu orang tua dalam menghadapi memecahkan permasalahan anak remajanya kaitanya dengan seksualitas dan perilaku seksual pranikah. Remaja pun akan merasa diterima dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih matang karena orang tua dapat membantu, memahami dan memberi pengertian kepada mereka terhadap masalah yang dihadapi terutama masalah seksualitas. Oleh karena itu dengan adanya komunikasi antara orang tua dan anak, ramaja diharapkan lebih memiliki pemahaman yang benar tentang seksualitas sehingga remaja tidak kaget menghadapi perubahan yang ada pada dirinya dan mampu menjadi pribadi yang bertanggung jawab secara dalam perilakunya. Remaja tidak perlu lagi mencari-cari informasi seputar masalah seksualitas dalam kelompok-kelompok diluar keluarga, sehingga terhindar dari pemahaman yang keliru tetang seksualitas.

(30)

21

Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis, bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara komunikasi orang tua - remaja tentang seksualitas dengan perilaku seksual remaja akhir. Semakin baik komunikasi orang tua-remaja tentang seksualitas, maka akan semakin rendah perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin rendah komunikasi orang tua - remaja tentang seksualitas, maka semakin tinggi perilaku seksual dari remaja.

METODE PENELITIAN 1. Desain dan variabel penelitian

Penelitian ini merupakan studi korelasi menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun variabel - variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variable bebas (x) : komunikasi orang tua-remaja tentang seksualitas. 2. Variable terikat (y) : perilaku seksual remaja akhir.

2. Definisi Operasional

Komunikasi interpersonal orang tua – remaja tentang seksualitas adalah proses penyampaian pesan, pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang dilakukan oleh orang tua kepada remaja yang bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap suatu hal dan setiap pihak berhak menyampaikan perasaan, pikiran, informasi ataupun nasehat sehingga menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang lebih baik.

(31)

22 3. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 32 orang mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Subyek dipilih menggunakan teknik purposive sampling Semua sampel adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun. Subjek dibatasi hanya subjek yang pernah berpacaran selama 6 bulan belakangan ini, yang masih tinggal bersama orang tua dan belum menikah

4. Tahap Pengambilan Data

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara menyebarkan skala psikologi yang dilaksanakaan pada tanggal 20 dan 21 maret 2014. Pengambilan data dilakukan di area sekitar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW, dengan meminta waktu sekitar ± 5 menit. Peneliti menjelaskan kepada partisipan bahwa mereka diharapkan untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya dan jujur (tidak mempengaruhi nilai mata kuliah). Partisipan diminta untuk mengisi lembar kesediaan dengan memberikan tanda tangan di lembar kesediaan sebagai bentuk ijin akses pengambilan data.

5. Instrumen Alat Ukur

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 alat ukur skala psikologi.:

1. Skala Komunikasi Interpersonal Orang tua-Remaja yang disusun oleh penulis berdasarkan pada aspek komunikasi interpersonal menurut Devito (1995) yang dikaitkan dengan topik komunikasi seksual menurut Somers dan Canivez dalam jurnalnya “the

sexual communication Scale” (2003) yang terdiri dari 20 topik seksual, yaitu

a. Keterbukaan seksual antara orang tua dan remaja tentang kedua puluh topik seksual antara lain: sistem reproduksi seksual (“dari mana datangnya bayi”), peran

(32)

23

hubungan kencan (pacaran), petting/bercumbu, hubungan seksual, control kelahiran secara umum, penggunaan kontrasepsi, konsekuensi dari kehamilan diluar nikah, penyakit menular seksual, cinta dan/atau pernikahan, apakah seks pranikah benar atau salah, aborsi, prostitusi/ pelacuran, hubungan sejenis, AIDS, Pelecehan seksual, pemerkosaan

b. Empati yang diberikan oleh orang tua kepada anak remaja yang berkaitan dengan masalah seksualitas.

c. Dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anak remaja menyangkut seksualitas.

d. Sikap positif yang ditunjukan orang tua kepada anak remaja dalam berkomunikasi mengenai topik seksual.

e. Kesetaraan yang ditunjukan orang tua dalam menyelesaikan masalah seksualitas yang sedang di hadapi oleh remaja.

Perhitungan seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan teknik statistik Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan program komputer SPPS 17.0 for windows. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total dengan batasan koefisien korelasi yang dianggap memuaskan dan memberikan kontribusi yang baik adalah sebesar >0,30 (Azwar, 2012). Pada skala skala komunikasi orang tua dan remaja tentang seksualitas bahwa dari 40 aitem yang diuji terdapat 20 aitem gugur, sehingga terdapat 20 aitem terpakai. Nilai r (corrected item-total correlation) bergerak dari 0,317 - 0,721 dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0,894 yang berarti alat ukur ini tergolong reliabel.

(33)

24

daerah erogen (alat kelamin/payudara) dalam keadaan berpakaiaan, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaiaan, meraba/diraba di daerah erogen (alat kelamin atau payudara) dalam keadaan tanpa berpakaiaan, menciumi/dicium daerah erogen (alat kelamin/payudara) dalam keadaan tenpa berpakaiaan, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaiaan, berhubungan seksual.

Pernyataannya skala komunikasi interpersonal orang tua –remaja disusun dalam bentuk favourable dan unfaourable dengan empat tingkat penilaian (skala Likert) yaitu nilai 1 sampai 4. Respon-respon subyek untuk pernyataan favourable diberikan bobot masing-masing nilai 4 untuk jawaban sangat sesuai, nilai 3 untuk jawaban sesuai, nilai 2 untuk jawaban tidak sesuai, nilai 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai. Sebaliknya pernyataan unfavourable diberi bobot 1 untuk jawaban sangat sesuai, nilai 2 untuk jawaban sesuai, nilai 3 untuk jawaban tidak sesuai, nilai 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai, sedangkan skala perilaku seksual pranikah menggunakan skala Gutmann yaitu nilai 1 untuk jawaban sudah, nilai 0 untuk jawaban belum. apabila jawaban subyek sudah melakukan tahap berhubungan seksual, tetapi belum melakukan tahap sebelumnya. Subjek dianggap sudah melakukan tahap sebelumnya.

(34)

25

HASIL PENELITIAN 1. Hasil deskriptif

Tabel 1.1. kategorisasi hasil pengukuran skala Komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas

Kategori Frekuensi percent

20 ≤ x ≤ 35 : sangat rendah 0 0%

36 ≤ x ≤ 50 : rendah 11 34,4%

51 ≤ x ≤ 65 : tinggi 14 43,8%

66 ≤ x ≤ 80 : sangat tinggi 7 21,9%

Jumlah subyek 32 100%

(35)

26

Tabel 1.2. kategorisasi pengukuran skala perilaku seksual pranikah

Kategori Frekuensi percent

1 ≤ x ≤ 4 : rendah 16 50%

5 ≤ x ≤ 8 : sedang 15 43,8%

9 ≤ x ≤ 12 : tinggi 2 6,3%

Jumlah subyek 32 100%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 32 mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian skala perilaku seksual diperoleh bahwa 16 orang (50%) berada dikategori rendah, 14 (43,8%) orang subyek berada di kategori sedang, dan 2 orang subyek (6,3%) tinggi.

2. Hasil Uji Korelasi

Sebelum melakukan uji korelasi, alat uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dilihat melalui Kolmogrov-Smirnov untuk melihat apakah residual terdistribusi normal atau tidak. Data yang dikatakan normal jika nilai p >0,05 (Hadi,2000). Berdasarkan hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi lebih besar 0,05. Variabel Komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas diperoleh koefisien kolmogrov sebesar 0,874 sehingga memiliki distribusi normal karena nilai p > 0,05 sedangkan variabel perilaku seksual pranikah diperoleh nilai 0.293 sehingga memiliki distribusi normal.

(36)

27

tua-remaja tentang seksualitas dengan perilaku seksual pranikah remaja akhir diperoleh nilai 0,783 dengan p > 0,05 yang menunjukan bahwa komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas dan perilaku seksual pranikah berkolerasi linear.

Tabel 1.3. Hasil Uji Korelasi Pearson Correlation

Correlations

skor

komunikasi Skor_Perilaku

skor komunikasi Pearson Correlation 1 -.109

Sig. (1-tailed) .276

N 32 32

Skor_Perilaku Pearson Correlation -.109 1

Sig. (1-tailed) .276

N 32 32

(37)

28

antara komunikasi interpersonal orang tua-remaja dengan perilaku seksual pranikah. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas dengan perilaku seksual pranikah remaja akhir di tolak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan perhitungan berdasarkan perhitungan korelasi diperoleh nilai koefisien korelasi (r) -0,109 dengan nilai signifikasi 0,276 (p>0,05) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas dan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh 3 mahasiswa Universitas muhammadiah Surakarta (Amrillah, dkk, 2007) yang meneliti hubungan antara pengetahuan seksualitas dan komunikasi orang tua-remaja dengan perilaku seksual pranikah pada remaja yang menyatakan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kualitas komunikasi orang tua dan remaja dengan perilaku seksual pranikah. Namun memperkuat hasil penelitian Wijoyo (2006) yang mengatakan bahwa keterbukaan komunikasi ibu-remaja dan ayah-remaja (tentang seks) tidak berkolerasi secara signifikan dengan sikap remaja terhadap seks pranikah.

(38)

29

komunikasi orang tua dan remaja menghindarkan remaja dari perilaku seksual pranikah, hal ini dikarenakan antara orang tua dan remaja terjalin hubungan atau komunikasi yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya diskusi, sharing, dan pemecahan masalah bersama.

Perilaku seksual pranikah pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor lain seperti yang dikemukakan oleh Soetjiningsih (2008) di antaranya faktor individual (self esteem/harga diri dan religiusitas), faktor keluarga (hubungan orang tua dan remaja), faktor diluar keluarga (tekanan negatif teman sebaya dan media pornografi). Sementara itu Sarwono (2001) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja, antara lain: meningkatnya libido seksualitas, penundaan usia perkawinan, larangan sosial (tabu), kurangnya informasi mengenai seks yang benar, dan pergaulan yang semakin bebas.

Tidak terdapatnya hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua-remaja dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW Salatiga kemungkinan disebabkan karena pertanyaan skala komunikasi interpersonal yang diajukan lebih bersifat umum, dimana pada skala penelitian yang diajukan lebih bersifat diskusi.

Informasi mengenai seksualitas yang diperoleh mahasiswa dari teman sebaya lebih selektif remaja akhir memiliki sifat kemandirian bisa menjadi faktor yang mempengaruhi tidak adanya hubungan komunikasi interpersonal orang tua – remaja tentang seksualitas terhadap perilaku seks pranikah.

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua – remaja tentang seksualitas

(39)

30 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasaan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yaitu:

1. Tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi interpersonal orang-tua remaja dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

2. Komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas pada subyek dalam penelitian ini tergolong dalam kategori tinggi dengan prosentase sebanyak 43,8%

3. Pada skala perilaku seksual pranikah menunjukan bahwa dari ke-12 tahapan perilaku seksual pranikah, subyek yang melakukan perilaku seksual dari tahapan ke-1 sampai tahapan ke-4 (50%), kemudian pada tahapan ke-5 sampai tahapan ke-8 (43,8%), dan tahapan ke-9 sampai tahapan ke-12 (6,3%)

Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat dikemukakan beberapa saran bagi pihak terkait dengan penelitian ini, yaitu:

a. Bagi mahasiswa

Diharapkan mahasiswa untuk lebih peka terhadap dampak dari perilaku seksual pranikah dan mencari informasi mengenai seksualitas dari sumber yang tepat, tidak hanya dari orang tua

b. Bagi orang tua

(40)

31

seksual pranikah maka orang tua, disarankan untuk lebih memperhatikan pergaulan anak agar menghindarkan remaja dari dampak yang ditimbulkan oleh perilaku seksual yang dilakukan sebelum menikah. Orang tua juga disarankan untuk lebih banyak bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait dalam pertumbuhan remaja seperti bkbn, ulama, gereja, mengingat komunikasi orang tua – remaja tidak berkolerasi

c. Bagi pihak Fakultas

Mengingat hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal orang tua-remaja tentang seksualitas dengan perilaku seksual pranikah maka pihak universitas diharapkan turut berperan serta dalam memberikan informasi mengenai seksualitas pada mahasiwa, baik itu dalam proses belajar mengajar, diskusi atau seminar tentang seksualitas atau kesehatan reproduksi mahasiswa. Diharapkan hal ini menjadi tambahaan informasi bagi para siswa untuk mencegah dampak negatif dari perilaku seksual pranikah. mengingat komunikasi orang tua – remaja tidak berkolerasi

d. Bagi peneliti lain

(41)

32

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (1992) Merawat cinta kasih. Jakarta :PT. Pustaka Antara.

Allgeir, E.R., and Allgeier, A.R. (1991). Sexual interaction. Massachusetts: D.C Health and Company A.

Amrillah, A.A., J. Prasetyaningrum & Wisnu S.H. (2007). Hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang tua-anak dengan perilaku seksual pranikah. Artikel diakses tanggal 2 Mei 2012, dari: eprints.ims.ac.id/652.

Badan Pusat Statistik, BKKBN (2003), Departeman Kesehatan, Macro Internasional Inc. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2002-2003. Jakarta

Christiani, G. (2004). Perilaku seksual remaja akhir dalam berpacaran. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Dagun. (2002). Psikologi keluarga. (Ed. Ke-2), Jakarta: Rineka Cipta

DeVito, J.A (1995). The interpersonal communication book (7th ed) Joseph A. DeVito.

Gudykunst, W. (1991). Bridging Differences: Effective Intergroup Interactions. Newbury Park, CA: Sage Publications.

Gordon, T. (1991). Menjadi orang tua efektif, petunjuk terbaru mendidik anak yang bertanggung jawab. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gulo & Kartono. (1987). Kamus psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

Gunawan, F.X.R. (1993). Filsafat seks. Yogyakarta: Bentang Intervisi Utama. Hurlock, E.B. (1978). Psikologi perkembangan remaja. Jakarta:Erlangga.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

_____________ (1993). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.

Indrijati, H. (2001). Hubungan antara kualitas komunikasi remaja dan orangtua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah. Jurnal Media Psikologi 3(1), 3-21.

Irawati, I (2002). Modul dua perkembangan seksualitas remaja. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Jaccard, J., & Dittus, P. (1991). Parent-teenager communication: toward to prevention of unitenden pregnancies. New York: Springer-Verlag.

(42)

33

Monks, F.J; Knoers, A.M.P; Haditono S.R. (1994). Psikologi perkembangan: penagantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada Univerity Press.

Muta’din, Z. (2002). Perkembangan Moral. Artikel. Diakses pada tanggal 4 mei 2011 dari: yahoo:http//www.e-psikologi.com/lain-lain/penulis.

Saraswati. (2000). Hubungan antara pengetahuan penyakit seksual dengan kecenderungan perilaku seks bebas pada remaja. Jurnal psikologi. Volume v. 4-13

Sarwono, S.W. (1994). Pergeseran norma perilaku seksual kaum remaja. Jakarta: CV Rajawali.

Sarwono, S.W. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

____________ (2003). Psikologi remaja. (Edisi Enam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. _____________ (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Shochib, M. (1998). Pola asuh orang tua. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Simandjuntak, B. (1984). Psikologi remaja. Bandung: Tarsito.

Soetjiningsih, C.H. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja. Disertasi. Diakses pada 30 mei 2011 dari: www.puslitjaknov.org/.../27-169 christiana_ Hari-PPT.pdf

Somers, C.L. (2003). The sexual Communication Scale: a measure of frequency of sexual communication between parents and adolescents. Artikel. Diakses pada 30 mei 2011 dari www.questia.com/Pm.qst?a=o&se=gglsc&d=5001951545

Stainberg, L. (2002). Adolescane (sixth edition). New Baskerville: McGraw-Hill, Inc. Supratiknya. (1995). Komunikasi antar pribadi. Yogyakarta: PT. Kanisius.

Tirtasari. (2005). Kepuasaan Remaja Akhir di Surabaya dalam Mendengarkan Program Talkshow interaktif tentang masalah seksualitas “Blue Corner” EBS. Skripsi, tidak diterbitkan. Surabaya: program studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.

Ulwan, A.N. (1999). Mendidik anak dalam pandangan islam. Jakarta: Gema Insani Press. Wahyudi, k. (2000). Kesehatan reproduksi remaja. Artikel. Diakses pada juni 2011 dari:

www.kespro.info/?=remaja&page=1

Wijayanto, I. (2003). Universitas kost-kostan dan pondokan: panduan dan tips memilih kost yang sehat. Yogyakarta: Tinta.

(43)

34

Gambar

Tabel 1.1. kategorisasi hasil pengukuran skala Komunikasi  interpersonal orang tua-
Tabel 1.2. kategorisasi pengukuran skala perilaku seksual pranikah
Tabel 1.3. Hasil Uji Korelasi Pearson Correlation

Referensi

Dokumen terkait

Perihal : Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk paket pekerjaan Pengadaan Konsultan Perencanaan Pembangunan Dermaga Pelabuhan Kumaligonl Tahun Anggaran 2013.. Dengan

Kepada peserta pelel online melalui aplik tanggal 20 Oktober sanggahan tertuang.. Demikian Pengumuman untuk

Neneng Santi Purnama Sari (2015), Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing Pada Pokok Bahasan Masalah-Masalah Sosial Di Lingkungan Setempat Untuk

Semua peubah pada penelitian ini yaitu bobot badan, panjang shank, panjang tibia, panjang femur, panjang punggung, panjang dada, lingkar dada dan rentang sayap ayam

Ketebalan membran komposit (Tabel 1) yang berbanding lurus dengan bertambahnya konsentrasi chitosan berkaitan erat dengan persentase transmitansi

(Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Melalui Persaingan Usaha Yang Sehat

Analisis R/C rasio juga digunakan dalam penelitian ini, untuk mengetahui besar penerimaan yang diperoleh peternak dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan seminar hasil penelitian dosen di lingkungan SAPPK Institut Teknologi Bandung sesuai dengan peraturan dan perundangan yang