• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kasus Posisi

Kasus pembatalan hibah wasiat bermula dari gugatan para ahli waris Haminder Singh sebagaimana ternyata dalam register perkara nomor 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 dimana Rita Harjit Kaur sebagai Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat II.

Dalam gugatannya, Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.

(2)

297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo.Putusan Mahkamah Agung R.I No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009.

Adapun dasar permohonan Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan No. 35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 31 Januari 2011 jo. Berita Acara Eksekusi Penyerahan Tanah Berikut Dengan Bangunan Yang Berdiri Di Atasnya No. 35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Maret 2012 Putusan Mahkamah Agung R.I No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009

jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009. Sementara data-data dan bukti kepemilikan hak yang dijadikan sebagai dasar memperkuat permohonan tersebut adalah Surat Keterangan Ahli Waris No. W2. AHU2.AH.06.10-50 tanggal 10 Agustus 2011 yang dikeluarkan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan Medan.

(3)

Bahwa dalam pembuatan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19-08-2002 yang dibuat oleh Reny Helena Hutagalung, selaku PPAT yang menjadi dasar peralihan Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul menjadi objek perkara di Pengadilan Negeri Medan di Medan dengan register perkara No. 506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 10 Juni 2009 antara Rita Harjit Kaur sebagai Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat II dengan amar putusan antara lain sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Penggugat I, II, III Tergugat I dan Tergugat II adalah ahli waris dari Alm. Harminder Singh;

3. Menyatakan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum;

4. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh dengan Dalip Kaur adalah sebagai berikut:

a. Rita Harjit Kaur ( Penggugat I ) = 1/3 bagian b. Dr. Balbir Singh ( Penggugat II ) = 1/3 bagian c. Ir. Raj Kumar Singh ( Penggugat IIII ) = 1/3 bagian

(4)

a). Mobil Barang No. Polisi BK 8624 DR atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 23 September 1994 ;

b). Truck Tronton No. Polisi 8702 DS atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 09 Februari 1995 ;

2) Tanah dan / atau beserta bangunan di atasnya :

a). SHM No.1112 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 19 Desember 1996 ;

b). SHM No.889 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 4 Agustus 1997 ;

c). SHM No. 43 atas nama Harminder Singh, Balbir Singh dan Raj Kaur diperoleh sejak tanggal 21 Nopember 1995;

d). SHM No. 254 terakhir atas nama Rahul berdasarkan Akta Hibah No.180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperoleh Harminder Singh sejak tanggal 6 Juni 1990;

5. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh dengan Dalbir Kaur adalah sebagai berikut :

(5)

1) Kendaraan bermotor :

a). Dump Truck No. Polisi BK 9967 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ;

b). Dump Truck No. Polisi BK 9739 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 1 April 2002 ;

c). Dump Truck No. Polisi BK 9421 BO atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 26 Oktober 2004 ;

d). Dump Truck No. Polisi BK 9833 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 5 April 2002 ;

e). Dump Truck No. Polisi BK9246 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ;

f). Jeep Land Cruiser No. Polisi BK 9967 BM atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ;

g). Dump Truck No. Polisi BK 8742 LK atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 5 April 2002 ;

h). Dump Truck No. Polisi BK 8114 FY atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 21 Juli 2005 ;

i). Dump Truck No. Polisi BK 9331 EB atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 03 Oktober 2000 ;

(6)

k). Dump Truck No. Polisi BK 8339 BD atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 10 Februari 2001;

l). Dump Truck No. Polisi BK 8133 LJ atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ;

m). Dump Truck No. Polisi BK 8515 IG atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 3 Oktober 2000 ;

n). Dump Truck No. Polisi BK 9436 EB atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 31 Agustus 2000 ;

o). Dump Truck No. Polisi BK 8337 BD atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 10 Pebruari 2001 ;

p). Dump Truck No. Polisi BK 9465 LF atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 28 Desember 2001 ;

q). Mobil ToyotaDouble CabinNo.Polisi BK 8666 EB ; r). Dump Truck No.Polisi BK 8667 BD ;

s). Dump Truck No.Polisi BK 8049 DY ; t). Dump Truck No.Polisi BK 8337 DL ; u). Dump Truck No.Polisi BK 9253 DL ; v). Dump Truck No.Polisi BK 9841 DO ; 2) Tanah :

(7)

b). SHM No. 1413 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 7 Maret 2003 yang kemudian menjadi atas nama Dalbir Kaur, Rita Harjit Kaur, Balbir Singh, Raj Kumar dan Rahul tanggal 9 September 2007 ; c). 1 ( satu ) bidang tanah berikut rumah di Bumi Sunggal Permai No. 10

Medan ;

d). 1 (satu ) bidang tanah yang terletak di Binjai Selatan Jl. Gunung Kidul Desa Pasar Merah ;

6. Menghukum Tergugat I dan II untuk menyerahkan warisan yang masih dikuasainya kepada pihak yang berhak sesuai dengan portie masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam putusan ini ;

7. Menolak gugatan Para Penggugat yang lain dan selebihnya ;

8. Menghukum Tergugat I dan II membayar ongkos perkara ini sebesar Rp.381.000,- ( tiga ratus delapan puluh satu ribu rupiah )

Bahwa Tergugat I dan Tergugat II mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan dengan register perkara No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 04 Desember 2009 dengan amar putusan antara lain sebagai berikut:

1. Menerima Permohonan banding dari Tergugat I dan II / Para Pembanding ;

(8)

3. Menghukum Tergugat I dan II / Para Pembanding untuk membayar biaya perkara

pada kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 110.000,-(seratus sepuluh ribu rupiah);

Bahwa terhadap Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat/Pembanding mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I dengan register perkara No. 2711 K/Pdt/2010 yang telah diputus tanggal 25 Maret 2011 dengan amar putusan sebagai berikut:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi DALBIR KAUR, dan RAHUL tersebut;

2. Menghukum para Pemohon Kasasi/para Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah);

Bahwa permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 telah dilakukan Gelar Internal pada tanggal 27-06-2012 yang dihadiri oleh semua Staff di Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

(9)

dan pemeriksaan data yuridis/administratif berdasarkan Surat Tugas Nomor : 1877/ST-12.71/VI/2012 tanggal 12-06-2012 yang dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Tugas Penanganan Sengketa Pertanahan Nomor: BAP/06/VI/2012 tanggal 22 Juni 2012.

Bahwa dalam menjalankan prinsip-prinsip Pemerintahan yang baik Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan telah memberitahukan Rahul tentang permohonan menerbitkan sertipikat dan balik nama Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B tersebut dengan Surat No. 3470/600-12.71/X/2011 tanggal 20 Oktober 2011 perihal Penarikan Asli Sertipikat Hak No. 254/Sei Sikambing-B.

Bahwa dasar permohonan untuk menerbitkan Sertipikat Baru/pengganti dan Balik Nama yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 yang salah satu amar putusannya antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum.

(10)

Keterangan Ahli Waris No. W2. AHU2.AH.06.10-50 tanggal 10 Agustus 2011 yang dikeluarkan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan Medan.

Bahwa amar Putusan Mahkamah Agung R.I No. 2711 K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo.Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum.

B. Hibah

1. Pengertian Hibah

Hibah dalam bahasa Belanda adalah “Schenking”.38 Sedangkan menurut istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 KUHPerdata, adalah “Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”39

Bahwa, yang dimaksud dengan penghibah adalah digolongkannya pada apa yang dinamakan Perjanjian Cuma-Cuma dalam bahasa Belanda “Omniet”. Maksudnya, hanya ada pada adanya prestasi pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perkataan “di waktu hidupnya” si Penghibah adalah untuk membedakan penghibahan ini dengan

38Sudarsono.Kamus Hukum,(Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm.426.

(11)

pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam testament (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah pemberi itu meninggal, dapat diubah atau ditarik kembali olehnya.

Pemberi dalam testament menurut BW (Burgerlijk Wetboek) dinamakan

legaat (hibah wasiat), yang diatur dalam Hukum Waris, sedangkan penghibah ini adalah suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si penghibah.40 Dengan demikian Hibah menurut BW (Burgerlijk Wetboek) ada 2 (dua) macam, yaitu: hibah dan hibah wasiat yang ketentuan hibah wasiat sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah.

Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah diatur dalam beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun ketentuan tersebut adalah :

a. Pasal 1667 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.41

b. Pasal 1668 KUHPerdata menyebutkan bahwa Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada

(12)

orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal”.42 Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan.

c. Pasal 1669 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini”. Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil. Sekedar ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.43

(13)

2. Kecakapan Memberi dan Menerima Hibah

Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu hibah telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1676 KUHPerdata, yaitu “Setiap orang diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu”.

Selanjutnya dalam Pasal 1678 KUHPerdata diatur bahwa “Dilarang adalah penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan.“ Pasal 1678 KUHPerdata melarang penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan, namun ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan si penghibah.44 3. Cara Penghibahan

Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sebagaimana diatur dalam pasal di bawah ini :

a. Pasal 1682 KUHPerdata, “Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.”

b. Pasal 1683 KUHPerdata:

“Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima

(14)

penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemudian hari. Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya.”

4. Syarat Sah Pemberian Hibah

Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan diberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu (yang cakap melakukan perbuatan hukum). Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya.

Dalam ketentuan Pasal 1682 KUHPerdata menetapkan bahwa tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta Notaris, yang aslinya disimpan oleh Notaris itu. Ternyata dalam Pasal 1687 KUHPerdata yang ditunjuk berbunyi :

“Pemberian-pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh atau surat-surat penagihan utang kepada si penunjuk dari tangan satu ke tangan lain tidak memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu atas nama si penerima hibah”.

(15)

dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya.45

Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua babakan atau tahapan, yaitu babakan

“obligatoir” dan babakan “zakelijke overeenkomst” (yaitu leveringnya), penghibahan yang dilakukan secara tunai tersebut sekaligus pada waktu atau saat yang sama. Hal yang sama terjadi pada jual beli kecil-kecilan yang kita lakukan sehari-hari, dimana pihak pembeli mengambil sendiri barang yang ditawarkan sambil memberikan uang harganya kepada pihak penjual.

Pasal 1682 KUHPerdata yang mengharuskan perbuatan akta notaris untuk penghibahan tanah, hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka penghibahan tanah (menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti halnya jual beli tanah.

Adapun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu pada umumnya juga dirangkap oleh para Notaris. Dalam ketentuan Pasal 1683 KUHPerdata menetapkan sebagai berikut :

“Tiada suatu hibah mengikat si pengibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas

(16)

diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepadanya di kemudian hari”.

Apabila penerima hibah tersebut tidak dilakukan dalam surat hibahnya sendiri, maka hal tersebut dapat dilakukan didalam suatu akta otentik kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si pemberi hibah masih hidup; dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya akan berlaku sejak saat penerimaan itu diberitahukan kepadanya. Dari ketentuan tersebut dapat terlihat bahwa suatu penghibahan, yang tidak secara serta merta diikuti dengan penyerahan barangnya kepada si penerima hibah (tunai) seperti yang dapat dilakukan menurut Pasal 1687 KUHPerdata, harus diterima terlebih dahulu oleh si penerima hibah.

Penerimaan itu dapat dilakukan oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang kuasa yang dikuasakan dengan akta otentik (akta Notaris), surat kuasa mana harus berupa surat kuasa khusus. Selanjutnya harus diperhatikan bahwa barang-barang bergerak sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1687 KUHPerdata itu dapat juga dihibahkan tanpa disertai penyerahan serta merta (tunai) tetapi penghibahannya dilakukan dalam suatu akta sedangkan penyerahannya barang akan dilakukan kemudian.

(17)

akata otentik terkemudian sedangkan penerimaan itu harus dilakukan diwaktu si pemberi hibah masih hidup.

Penghibahan-penghibahan yang diberikan seorang perempuan yang bersuami seperti yang ditetapkan didalam Pasal 1684 KUHPerdata tidak dapat diterima. Sedangkan oleh Pasal 1685 KUHPerdata ditetapkan bahwa penghibahan kepada orang-orang yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orang tuanya harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua.

Sedangkan penghibahan kepada orang-orang belum dewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada orang-orang yang berada dibawah pengampuan

(curatele) harus diterima oleh si wali atau si pengampu(curator) yang untuk itu harus diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.

Dalam Pasal 1686 KUHPerdata menetapkan bahwa hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam suatu penghibahan, sekalipun penghibahan itu sudah diterima secara sah, tidaklah berpidah kepada si penerima hibah, selainnya dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut ketentuan Pasal-Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata.

Pasal 612 KUHPerdata:

”Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.

(18)

Pasal 213 KUHPerdata:

”Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan tersebut dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan yang demikian bagi di berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.

Pasal 616 KUHPerdata: ”Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620”.

Pasal 620 KUHPerdata:

”Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam register”.

5. Saat Lahir Dan Berakhirnya Hibah

(19)

benda-benda tak bergerak atau bahwa ia dapat memberikan kenikmatan atau menikmati hasil tersebut kepada orang lain; dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab ke sepuluh buku ke dua KUHPerdata.

Penerima hibah baik perorangan maupun badan hukum layak untuk memiliki barang yang dihibahkan padanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum. Kalau ia masih dibawah umur, diwakili oleh walinya atau diserahkan kepada pengawasan walinya sampai pemilik hibah cakap melakukan tindakan hukum. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun non muslim, yang semuanya adalah sah hukumnya.

Suatu hibah dapat hapus apabila dibuat dengan syarat-syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lainnya, selain yang dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang ditempelkan padanya (Pasal 1670 KUHPerdata). Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa si penerima hibah akan melunasi beberapa utang si pemberi hibah, asal disebutkan dengan jelas utang-utang yang mana (kepada siapa dan berapa jumlahnya). Kalau itu tidak disebutkan dengan jelas maka janji seperti itu akan membuat hapus penghibahannya.

(20)

bahwa terhadap suatu syarat pihak yang bersangkutan adalah beban, dalam arti kata ia dapat menerima atau menolak, sedangkan suatu beban adalah mengikat, merupakan suatu kewajiban.

Contoh :

a. “Syarat” kalau kamu mau kuliah, saya akan berikan kamu mobil ini.

b. “Beban” kalau saya berikan rumah ini dengan ketentuan bahwa kamu harus membiayai sekolah adikmu.

Si pemberi hibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang dari harta-harta yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia dengan tidak telah memakai sejumlah uang tersebut, maka apa yang dihibahkan itu tetap untuk seluruhnya pada si penerima hibah.

Menurut Pasal 1672 KUHPerdata pemberi hibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali barang yang telah di berikannya baik dalam hal si penerima hibah sendiri maupun dalam halnya si penerima hibah beserta keturunan-keturunannya akan meninggal lebih dahulu dari pada si pemberi hibah; tetapi hal ini tidak dapat diperjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si pemberi hibah sendiri.

(21)

dalam suatu penghibahan. Sudah barang tentu Pasal 1673 KUHPerdata tersebut tidak diperlukan apabila yang dihibahkan itu barang bergerak, karena mengenai barang semacam ini pihak pembeli selalu dilindungi demikian seperti yang tercantum dalam Pasal 1977 KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi “Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada di pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya”.

Pasal 1974 KUHPerdata menetapkan bahwa, jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan suatu barang yang telah dihibahkan kepada orang lain, maka si pemberi hibah tidak diwajibkan menanggung. Ketentuan itu juga sangat wajar, karena penghibahan adalah suatu perjanjian dengan cuma-cuma, artinya tanpa imbalan prestasi dari pihaknya si penerima hibah. Kepada si pemberi hibah tidak ada kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram dan terhadap cacat-cacat yang tersembunyi seperti halnya dengan seorang penjual barang.

Akhirnya oleh Pasal 1675 KUHPerdata dinyatakan bahwa beberapa ketentuan dari Buku II berlaku untuk penghibahan, jika dilihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, ternyata bahwa itu mengenai apa yang dinamakan pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat secara “lompat tangan”. Dengan itu dimaksudkan penunjukan seorang ahli waris atau pemberi barang dalam suatu testament (wasiat) dengan ketentuan bahwa si waris atau si penerima hibah wasiat dilarang untuk memindahtangankan barang-barang tersebut, setelah mereka meninggal, harus diberikan kepada seorang atau orang-orang lain lagi yang ditunjuk di dalamtestament

(22)

Bahwa larangan-larangan tersebut diatas berlaku juga terhadap penghibahan. Dengan demikian adalah terlarang pemberian hibah yang disertai penetapan bahwa si penerima hibah selama hidupnya dilarang untuk memindahtangankan barang yang dihibahkan, sedangkan semeninggalnya si penerima hibah barang itu harus diterimakan kepada orang lain yang ditunjuk dalam perjanjian.

Oleh Pasal 879 KUHPerdata (dalam hal pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat) ditetapkan bahwa bagi si waris atau si penerima hibah wasiat penetapan-penetapan seperti yang dilarang oleh undang-undang itu adalah batal dan tak berharga. Artinya pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang dilarang itu.Mutatis mutandisketentuan ini juga berlaku untuk penghibahan, sehingga penghibahan tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang terlarang itu.

Maksud dari undang-undang untuk mengadakan larangan-larangan tersebut adalah untuk mencegah adanya barang-barang yang terlalu lama berada di luar peredaran, hal mana dapat menganggu lalu lintas hukum.

C. InbrengTerhadap Hibah

Inbreng merupakan suatu istilah dalam Hukum Perdata yang berasal dari Bahasa Belanda, yang artinya hibah yang wajib diperhitungkan.46 Definisi arti

inbreng adalah memperhitungkan kembali pemberian barang-barang atau benda-benda yang dilakukan oleh si peninggal warisan pada waktu ia masih hidup kepada

(23)

para ahli warisnya.47 Hal tersebut di atas, oleh Burgerlijk Wetboekdalam Pasal 1086 sampai dengan Pasal 1099 KUHPerdata.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata sendiri tidak merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan inbreng, tetapi dalam ciri-ciri yang ada dalam ketentuannya dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan inbreng adalah memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya, ke dalam warisan, agar pembagian waris di antara para ahli waris menjadi lebih merata.48

Jadi yang terkena peraturan inbreng itu adalah para ahli warisnya, yaitu mereka yang pada saat terjadinya pembagian harta warisan nanti harus memperhitungkan atau mengembalikan semua harta yang pernah di terima dari si peninggal pada waktu masih hidupnya ke dalam hitungan harta asal (boedel) untuk dibagi bersama-sama dengan ahli waris yang lain. Masalah inbreng tersebut, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam Buku Kedua Bab XVII bagian Kedua dengan judul “Tentang Pemasukan” yang meliputi dari Pasal 1086 sampai dengan Pasal 1099 KUHPerdata.

Adapun fungsi inbreng yaitu untuk menjamin tercapainya keadilan atau kesamaan di antara anak-anak dalam menerima bagian dari segala pemindahan harta kekayaan orang tuanya, baik pemindahan sewaktu hidup yaitu hibah atau pemindahan setelah mati dengan cara pembagian warisan, terutama yang berkaitan dengan

47Wiryono Prodjodikoro,Hukum Waris di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1980), hlm.145.

(24)

legitimie portie (bagian mutlak) yaitu bagian yang harus diterima, sehingga setiap anak mendapatkan bagiannya masing-masing.

Bahwa, dasar pemikiran dari peraturan tentang inbreng, yaitu bahwa si meninggal, kecuali jika sebaliknya, harus di anggap memegang keadilan terhadap anak-anak atau cucu-cucunya.49 Yang dimaksud dengan keadilan di sini adalah yang berkenaan dengan pembagian harta kekayaan, yaitu pembagian secara sama rata, tidak di bedakan antara anak laki-laki dan perempuan, karena mungkin orang tua pada waktu masih hidup memberikan hibah yang tidak sama antara yang satu dengan anak yang lain, maka di buatlah suatu sistem atau cara dengan memberikan barang-barang yang pernah di hibahkan ke dalam harta asal (harta peninggalan) yang kemudian akan dibagi sama rata, sehingga akan terwujud keadilan atau kesamaan dalam menerima bagian warisan. Apabila hibah sewaktu hidup itu tidak di kembalikan maka bagian yang seharusnya diterima oleh anak yang tidak diberi hibah akan berkurang. Sedangkan untuk anak yang pernah menerima hibah bagiannya, menjadi berlebihan dari bagian yang semestinya diterimanya. Dengan demikian, maka semua anak akan terjamin hak legitimie portie-nya (bagian yang harus diterima), walaupun anak itu tidak mendapatkan hibah atau telah mendapatkan hibah tetapi nilainya kecil bila di bandingkan dengan yang lain.

Untuk menjelaskan maksud dari diadakannya lembagainbreng akan diberikan contoh sederhana suatu peristiwa pewarisan sebagai berikut :

(25)

Pewaris meninggal sebagai ahliwarisnya tiga orang anak masing-masing A, B, dan C. Harta yang ditinggalkan pewaris pada waktu meninggal dunia berupa harta benda senilai Rp.12.000.000. semasa hidupnya, pewaris pernah memberikan hibah kepada A senilai Rp.3.000.000, seandainya tidak ada peraturan inbreng, maka pembagian warisan adalah sebagai berikut:

A menerima 1/3 x 12.000.000 = 4.000.000 B menerima bagian yang sama = 4.000.000 C menerima bagian yang sama = 4.000.000 Sehingga A dari P menerima total:

Sebagai hibah = Rp. 3.000.000 Sebagai warisan = Rp. 4.000.000 Total = Rp. 7.000.000

Sedangkan B dan C hanya menerima masing-masing Rp.4.000.000, cara pembagian tersebut diatas rasa-rasanya kurang adil sehingga diadakanlah ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata. Dengan adanyainbrengmaka pembagian menjadi sebagai berikut : A harusinbrengkedalam warisan, sehingga warisan berjumlah

Rp. 12.000.000 + 3.000.000 = 15.000.000 A, B, dan C masing-masing menerima : 1/3 x Rp.15.000.000 = Rp. 5.000.0000

A telah menerima hibah sebesar Rp. 3.000.000

(26)

Dengan cara demikian, maka A dari warisan hanya mengambil Rp. 2.000.000 lagi sehingga pembagian harta pewaris sekarang menjadi lebih merata.

1. InbrengTerhadap Ahli Waris

bahwa yang terkena peraturan inbreng adalah para ahli waris dari si meninggal, sebagimana yang disebutkan dalam Pasal 1086 KUHPerdata, yaitu “Dengan tidak mengurangi kewajiban sekalian ahli waris untuk membayar kepada kawan-kawan waris mereka atau memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang mereka kepada harta peninggalan, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan dikala hidupnya orang ini harus dimasukkan.”

a. Oleh para waris dalam satu garis turun ke bawah, baik sah maupun luar kawin, baik mereka itu telah menerima warisnya secara murni maupun dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran, baik mereka itu telah menerima bagian mutlak mereka maupun mereka telah memperoleh lebih dari itu, kecuali apabila pemberian-pemberian itu telah dilakukan dengan pembebasan secara jelas dari pemasukan ataupun apabila penerima itu dalam suatu akta otentik atau dalam suatu wasiat telah dibebaskan kewajibannya untuk memasukan.

b. Oleh waris lainnya, baik waris karena kematian maupun waris wasiat, namun hanyalah dalam hal si yang mewariskan maupun si penghibah dengan tegas telah memerintahkan atau memperjanjikan dilakukannya pemasukan.

Sehingga pada prinsipnya, ada 2 (dua) kelompok ahli waris yang terkena

(27)

a. Kelompok I adalah ahli waris dalam garis lurus ke bawah, kecuali pewaris membebaskan mereka. Sehingga mereka harus memenuhi dua kriteria, yaitu mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ahli waris dalam garis lurus ke bawah. Sekalipun orang pernah menerima hibah dari pewaris, bila pada waktu warisan pewaris terbuka, orang yang bersangkutan tidak berstatus sebagai ahli waris maka ia tidak diwajibkan untukinbreng.

Ahli waris dalam garis lurus ke bawah adalah, keturunan pewaris termasuk di dalamnya anak luar kawin yang diakui secara sah, juga mereka yang mewarisi berdasarkan penggatian tempat, misalnya cucu-cucu yang menggantikan seorang anak yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1098 ayat (3), bahwa para ahli waris pengganti tempat bahkan tetap wajib inbreng atas apa yang diterima oleh orang yang digantikan sebagai hibah dari pewaris, sekalipun yang menggantikan menolak warisan orang yang digantikannya.50

b. Kelompok 2 adalah ahli waris lain dalam hal pewaris mewajibkan mereka dalam hal ini kewajiban inbreng baru ada kalau dipenuhi dua macam kriteria, yaitu mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ada pernyataan tegas dari pewaris, bahwa mereka wajib inbreng. Seseorang yang pernah mendapat hibah dari pewaris, tetapi merupakan orang luar dan tidak berkualitas sebagai ahli waris maka tidak pernah berkewajiban untuk inbreng. Adanya kehendak dari pewaris, bahwa ahli waris yang bersangkutan harus memasukan (inbreng) apa yang pernah

(28)

diterima sebagai hibah padanya, tidak boleh di simpulkan dari kata-kata pewaris, tetapi harus berupa pernyataan yang tegas. Pernyataan kehendak pewaris dapat dituangkan dalam akta hibahnya, dimana pewaris mensyaratkan inbreng atau dalam testament memerintahkan inbreng.51 Kemudian undang-undang juga mengatur tentang mereka yang dikecualikan dari kewajibaninbreng, yaitu:

1) Pasal 1087 KUHPerdata, “Seorang ahli waris yang menolak warisannya tidaklah diwajibkan memasukan apa yang pernah dihibahkan kepadanya, selain untuk menambah bagian yang sedemikian yang menyebabkan bagian mutlak para kawannya mewaris telah dikurangi.

2) Pasal 1089 KUHPerdata :

“Para orang tua tidak usah memasukan pemberian-pemberian yang telah dilakukan kepada anak mereka oleh kakek neneknya anak ini. Begitu pula tidak perlu seorang anak yang berdasarkan kedudukannya sendiri memperoleh warisan kakek-neneknya ini telah dilakukan kepada orang tuanya. Sebaliknya seorang anak yang memperoleh warisan tersebut hanya karena penggantian. Diwajibkan memasukan segala pemberian, yang telah dilakukan kepada orang tuanya, sekalipun warisan orang tuanya sendiri telah ditolaknya. Namun demikian, anak tersebut dalam hal penolakan seperti itu tidaklah bertanggung jawab terhadap para kawannya mewarisi dalam hal warisan kakek atau nenek tersebut mengenai utang-utang orang tuanya.”

3) Pasal 1090 KUHPerdata :

“Pemberian yang dilakukan kepada seorang suami oleh orang tua istrinya atau kepada seorang isteri oleh orang tua suaminya, tidak tunduk pada pemasukan, meskipun hanya untuk separoh, sekalipun barang yang dihibahkan itu jatuh dalam persatuan. Jika pemberian pemberian itu telah dilakukan kepada suami isteri kedua-duanya bersam-sama oleh Bapak atau Ibu seorang dari mereka, maka pemasukan haruslah demikian. Jika pemberian-pemberian itu telah dilakukan kepada si suami atau si isteri oleh bapak atau ibunya sendiri, maka pemberian itu harus dimasukkan semuanya.”

(29)

Adanya ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata bersifat mengatur atau menambah (aanvullendrecht). Dari apa yang dikemukakan diatas baik atas dasar kehendak pembuat undang-undang maupun kehendak pewaris maksud diadakannya lembaga

inbrengadalah agar harta pewaris dibagi lebih merata diantara ahli warisnya.52 2. Ketentuan BesarnyaInbreng

Dalam memperhitungkan atau memasukan hibah ke dalam boedel itu, pada prinsipnya adalah segala hibah yang pernah diterima dari orang yang meninggal sewaktu masih hidup, termasuk juga segala perbuatan yang menguntungkan ahli waris, misalnya pembebasan hutang. Sebagaimana yang tercantum Pasal 1086 KUHPerdata yang berbunyi :

“Dengan tidak mengurangi sekalian ahli waris untuk membayar kawan-kawan waris mereka atau mereka memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang mereka kepada harta peninggal, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan di kala hidupnya orang ini harus dimasukkan”

Namun demikian ada Pasal yang membatasi tentang ketentuan tersebut, yaitu Pasal 1088 KUHPerdata, yang berbunyi: ”Jika pemasukan yang berjumlah lebih dari pada bagiannya sendiri dalam warisan, maka apa yang selebihnya itu tidak usah dimasukkan, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu.” Sehingga mereka hanya wajib inbreng sebesar yang mereka terima dari warisan, sedangkan Pasal 1087 KUHPerdata, memberikan pembatasan lain, yaitu orang yang menolak warisan paling-paling hanya harus inbreng untuk memenuhi kekurangan legitimie portieyang dituntut.

(30)

Ketentuan pembatasan dalam Pasal 1088 KUHPerdata perlu diadakan, karena kalau tidak ahli waris yang telah menerima hibah yang besar dan melihat, bahwa sesudahinbreng, apa yang akan diterimanya dari warisan akan berjumlah lebih kecil dari hibah yang sudah ia masukkan (inbreng), akan cenderung menolak warisan, dengan demikian besarnyainbrengtergantung dari:

a. Besarnya hibah

b. Besarnya hak bagian yang akan diterima oleh orang yang memberikan inbreng

dari warisan.

c. Kekurangan yang dilakukan untuk memenuhilegitimie portie.53

Kemudian yang harus di-inbreng menurut ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata adalah semua hibah, maka di dalamnya termasuk hibah, baik barang bergerak maupun tetap, baik barang berwujud maupun barang tak berwujud.54

Pasal 1096 KUHPerdata termasuk yang harus diinbreng, yaitu apa yang telah diberikan oleh pewaris semasa hidupnya kepada si ahli waris untuk memberikan kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau perusahaan, untuk membayar utang-utang ahli waris yang bersangkutan dan tanpa diberikan sebagai pesangon kawin.

3. Yang Dikecualikan Dari KewajibanInbreng

Pasal 1087 KUHPerdata orang yang menolak warisan tidak diwajibkan untuk memasukkan (inbreng) atas hibah-hibah yang diterimanya dari pewaris. Penolakan

(31)

warisan berlaku surut hingga saat warisan terbuka dan karenanya mereka yang menolak, tidak mewaris dan malahan tidak pernah menjadi ahli waris (Pasal 1058 KUHPerdata). Diadakannya pasal 1087 KUHPerdata sebenarnya agak berlebihan, karena orang yang menolak warisan tidak memenuhi syarat-syarat Pasal 1086 KUHPerdata, sehingga mereka memang tidak perluinbreng.

Pasal 1089 ayat (1) KUHPerdata, orang tua tidak perlu inbreng apa yang diterima oleh keturunan mereka sebagai hibah dari pewaris, yang adalah kakeknya. Pasal 1089 ayat (2) KUHPerdata, seorang anak yang mewaris karena kedudukannya sendiri tidak perlu memasukkan apa yang telah dihibahkan pewaris kepada leluhur mereka.

4. Pemberian Yang Harus Di-inbreng

Pasal 1086 KUHPerdata yang harus di-inbreng adalah “Semua hibah” yang diperoleh dari pewaris. Karena hibah adalah pemberian secara cuma-cuma antara orang-orang yang masih hidup, maka sudah tentu pemberian tersebut sudah harus dilakukan pada waktu hidupnya pewaris. Karena di sana dikatakan “semua hibah”, maka didalamnya termasuk hibah baik barang bergerak maupun barang tetap, baik barang berwujud maupun barang tak berwujud dan memang demikian itulah maksud pembuat undang-undang. Bahkan pemberian-pemberian melalui perjanjian perkawinan tak dikecualikan dari inbreng.

(32)

utang-utang kepada ahli waris yang bersangkutan, dan diberikan sebagai pesangon kawin. Kata-kata “memberikan kedudukan dan pesangon kawin” mengingatkan kita kepada Pasal 124 KUHPerdata, ditentukan bahwa suami sebagai pengurus harta persatuan, diperbolehkan memberikan secara cuma-cuma hibah kepada anak-anak dari perkawinan mereka sebagai pesangon kawin untuk memberikan suatu kedudukan.

Termasuk didalamnya kalau suami memberikan modal untuk permulaan hidup terpisah dari orang tua. Kesemuanya itu disamakan dengan hibah dan karenanya tunduk pada ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal 1096 KUHPerdata bahwa apa yang dimaksud dengan hibah dalam Pasal 1086 KUHPerdata adalah hibah dalam arti yang luas, tidak sekedar hibah-hibah yang memenuhi Pasal 1666 KUHPerdata.

5. Inkorting(Pemotongan Hibah)

Setelah menentukan jumlah dari mana akan menghitung Legitieme Portie

(33)

masih berhak untuk menerima LP, kalau LP nya belum terpenuhi, maka ia berhak untuk menuntut pemotongan terhadap hibah-hibah/ hibah wasiat.

Aktiva warisan senilai Rp. 10.000.000 Utang warisan senilai Rp. 5.000.000 Legaat kepada B senilai Rp. 5.000.000

A pernah menerima hibah dari P sebesar LP yang dituntut Rp. 4.000.000 Penyelesaian :

Aktiva warisan Rp. 10.000.000 Utang warisan Rp. 5.000.000 Warisan Rp. 5.000.000

Laksanakan wasiat berikan kepada B Rp. 5.000.000 Sisanya Rp. 0

Perhitungan LP

LP A = ( Rp. 500.000 + Rp. 4.000.000) = Rp. 4.500.000 A telah menerima (hibah) Rp. 4.000.000

A masih berhak atas Rp. 500.000

Inkorting terhadaplegaatB sebesar Rp. 500.000 untuk memenuhi LP A, sehingga B menerima Rp. 5.000.000- Rp. 500.000 = Rp.4.500.000.

Pasal 924 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa inkorting terhadap hibah/hibah wasiat:

(34)

b. Bila sisa warisan, setelah wasiat (kalau ada) dilaksanakan, tidak cukup untuk memenuhi LP yang dituntut

Jadi bila sisa warisan tidak mencukupi untuk memenuhi LP yang dituntut, maka terpaksa diadakan pemotongan terhadap hibah wasiat (kalau ada) atau terhadap hibah. Antara hibah dan hibah wasiat ada ada perbedaan, yaitu kalau hibah (dalam hubungannya dengan upaya untuk memenuhi tuntutan LP) benda hibah sudah diterima (sudah berada di tangan) penerima hibah, sedang pada hibah wasiat, benda hibah sebenernya masih ada di dalam warisan. Apa yang akan diterima legataris masih berupa perhitungan saja. Dengan demikian kalau ada pemotongan (inkorting) maka sebenarnya yang benar-benar dipotong adalah hibah-hibah, sedang untuk hibah wasiat, pemotongan di sini baru merupakan perhitungan saja. Di sinilegataris bukan dipotong tetapi menerima kurang dari seandainya tidak ada tuntutan LP.

Pasal 924 KUHPerdata dalam kalimat terakhirnya mengatakan, bahwa cara pemotongan terhadap hibah-hibah dilakukan menurut urutan-urutan pemotongan pertama-tama terhadap hibah yang paling akhir, bila tidak cukup, diambilkan (dipotongkan) dari hibah yang kedua terakhir dan demikian seterusnya mundur ke yang lebih tua.

(35)

atau orang yang mendapatkan hak dari mereka, yaitu orang-orang yang mengoper hak waris darilegitimaris.55

D. Peralihan Hak Atas Tanah

Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk Menteri yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memang tidak ada sanksinya bagi para pihak, namun para pihak akan menemukan kesulitan praktis, yakni penerima hak tidak akan dapat mendaftarkan peralihan haknya sehingga tidak akan mendapatkan sertifikat atas namanya. Oleh karena itu, jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengulangi prosedur peralihan haknya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tetapi cara ini tergantung dari kemauan para pihak yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa :

“Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum dan

(36)

dihadiri juga oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan ketentuan lama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur bahwa terhadap bidang-bidang tanah yang belum bersertifikat, pembuatan akta dimaksud harus disaksikan oleh seorang kepala desa dan seorang pamong desa. Hal tersebut merupakan salah satu penyempurnaan peraturan pendaftaran tanah yang lama, khususnya untuk mewujudkan peran aktif pendaftaran tanah dalam rangka turut membangun desa tertinggal dan sekaligus memberikan sumbangsih bagi program pengentasan kemiskinan. Hal ini berarti pula bahwa profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus sampai ke pelosok-pelosok tanah air, tidak hanya berkonsentrasi di pusat kota yang ramai.56

E. Pelaksanaan Pemberian Hibah Untuk Anak Dibawah Umur

Dalam pelaksanaan pemberian hibah, si pemberi hibah harus sudah dewasa, sehat pikiran serta bukan suami isteri. Selain itu mulai hari penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepada si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya di kemudian hari.

Apabila pelaksanaan pemberian hibah tersebut tidak dilakukan di dalam surat hibah sendiri, maka hal itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik

(37)

kemudian, yang aslinya harus disimpan, asalkan hal ini dilakukan di waktu si pemberi hibah masih hidup.

Pelaksanaan pemberian hibah kepada orang-orang yang belum dewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada orang-orang terampu, harus diterima oleh si wali atau si pengampu, yang untuk itu harus dikuasakan oleh Pengadilan Negeri. Dalam pelaksanaan pemberian hibah kepada si penerima hibah selain harus dilakukan dengan suatu akta otentik juga harus mendapat persetujuan saudara-saudara kandung penerima hibah, hal ini umtuk mencegah timbulnya suatu gugatan terhadap si pemberi hibah maupun si penerima hibah.

Pelaksanaan pemberian hibah berupa hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan tersebut telah diterima secara sah, tidak serta merta berpindah tangan kepada si penerima hibah, selain dengan jalan penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh; dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dimana kebendaan itu berada.

(38)

barang yang dihibahkan. Sedangkan yang akan diberi hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum yang layak memiliki barang yang dihibahkan padanya, dan harus cakap melakukan perbuatan hukum. Kalau si penerima hibah masih dibawah umur diserahkan kepada pengawasan walinya sampai penerima hibah cakap melakukan tindakan hukum, baik terdiri atas ahli waris maupun bukan ahli waris.

Dalam pelaksanaan hibah, subjeknya harus orang yang sudah dewasa (cakap menurut hukum) sehingga ia dapat melakukan perbuatan hukum sendiri karena ia mempunyai hak dan kewajiban secara penuh, tetapi dalam hal ini subjek hukum penerima hibah adalah orang yang masih dibawah umur yang secara hukum belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum, sehingga dalam melaksanakan perbuatan hukum harus diwakilkan atau ada wali (Voogdij) yang mendampingi, jika tidak ada wali maka perbuatan hukum yang dilakukan anak dibawah umur dianggap tidak pernah ada sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1676 KUHPerdata.

Pemberian hibah berupa benda tidak bergerak dalam hal ini sebuah rumah, telah diberikan seluruhnya kepada anak dibawah umur secara diam-diam tanpa sepengetahuan ahli waris yang lain. Menurut ketentuan Legitieme Portie (LP) pemberian harta haruslah dilakukan secara sebanding kepada seluruh ahli waris karena merupakan bagian mutlak, tujuannya agar harta keluarga jatuh ke tangan keluarga yang fungsinya untuk pemerataan diantara anak-anak sebagai ahli waris.

(39)

dalam pengibahan akan timbul masalah jika besarnya jumlah benda yang dihibahkan melanggar bagian mutlak ahli waris yang berhak menerima bagian mutlak.57

Masalah yang timbul dalam kasus ini, yaitu pemberian hibah kepada anak dibawah umur selain telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya ketentuan Legitieme Portie juga si pemberi hibah hanya memberikan harta hibah kepada satu ahli waris saja, tanpa memperdulikan ahli waris yang lain, sehingga ahli waris lain merasa dirugikan terhadap pemberian hibah kepada ahli waris yang masih dibawah umur atas harta hibah tersebut. Dalam hal ini ahli waris lain mengajukan gugatan untuk menuntut kembali kelebihannya saja, dan bukan keseluruhannya, sehingga pelaksanaan hibah tetap bisa dilaksanakan tanpa harus merugikan pihak-pihak lain yang semestinya juga mendapat bagian.

Proses pemberian hibah dilakukan dengan cara pemberi hibah menyerahkan benda hibah kepada penerima hibah, dalam hal penerima hibah masih dibawah umur maka harus didampingi oleh orang tuanya atau walinya karena kedudukan anak dibawah umur tidak cakap bertindak hukum, hal ini untuk mengantisipasi adanya pembatalan hibah karena sesuatu syarat tidak dipenuhi.

F. Larangan Dan Pembatalan Akta Hibah

Kekuatan hukum akta hibah terletak pada fungsi otentik itu sendiri yakni sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang (Pasal 1682, 1867, dan Pasal

(40)

1868 KUHPerdata) sehingga hal ini merupakan akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian.58

Hal-hal yang membatalkan akta hibah telah dijelaskan dalam Pasal 1688 KUHPerdata. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya, melainkan dalam hal-hal berikut:59

a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan;

b. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;

c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

Jika hibah dibatalkan karena tidak dipenuhinya syarat-syarat, maka pembatalan yang dilakukan oleh hakim mempunyai kekuatan hak kebendaan, dengan kata lain harta yang penghibahannya dibatalkan harus kembali kepada pemberi hibah dari penerima hibah, juga dari tangan pihak ketiga, bebas dari semua pembebanan yang mungkin diletakkan oleh penerima hibah.60

Hibah yang dibatalkan akibat kejahatan penerima hibah terhadap pemberi hibah adalah bahwa pembatalan hibah tersebut tidak mempunyai kekuatan kebendaan, sebab pihak ketiga tidak dapat memperkirakan bahwa penerima hibah akan melakukan atau membantu melakukan kejahatan terhadap pemberi hibah. Jadi

58Adrian Sutedi,Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 100

59Ibid.

(41)

pihak ketiga yang memperoleh harta eks hibah itu dilindungi dan tidak diharuskan mengembalikan harta itu kepada pemberi hibah.61

Pembatalan suatu hibah dapat dituntut jika penerima hibah menolak untuk memberi nafkah kepada pemberi hibah yang berada dalam keadaan miskin. Hal ini dalam praktiknya sulit untuk diterapkan karena keadaan miskin adalah suatu istilah relatif, keharusan memberi nafkah tidak tertulis dalam akta hibah, dan akhirnya tidak ada penyebutan sampai jumlah berapa nafkah harus diberinya.62 Jadi, untuk pembatalan suatu hibah pendapat hakim mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam keputusannya.

Referensi

Dokumen terkait

• Dengan kodrat dan idarat-Nya Allah menetapkan dua macam hukum yang berkaitandengan hukumalam smesta dan hukum khusus bagi umat manusia: • Pertama hukum

bahwa menyikapi perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menyesuaikan Indikator Kinerja Utama Pemerintah Daerah sebagaimana telah diatur dalam

Pengaruh volum jamur yang digunakan terhadap persentase asam sitrat yang dihasilkan dari buah markisa manis sama dengan pengaruh pada buah markisa kuning. Tetapi

Untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran bermain tonnis, maka akan dilakukan tindakan berupa mempebrikan pembelajaran

Istilah kata yang sering digunakan atau dijumpai selain ground handling adalah ground service, ground operation, maupun airport service yang memiliki pengertian yang

Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait yaitu Manajer SDM dan sales adapun pertanyaan wawancara yang diberikan

a. Bila seluruh jumlah saham yang dipesan, termasuk pemesanan Saham baru tambahan tidak melebihi jumlah seluruh Saham Baru yang ditawarkan dalam PMHMETD IX ini,