• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Uang merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, karena uang merupakan salah satu sendi dalam kehidupan manusia. Mulai dari anak-anak sampai orang tua mereka membutuhkan uang dalam kegiatan mereka baik itu bersifat konsumtif mislanya membeli keperluan sehari-hari maupun untuk kebutuhan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan membeli surat-surat berharga atau obligasi dengan harapan harga jual dari surat berharga dan obligasi yang dimiliki lebih tinggi dari harga beli.

Dalam perekonomian suatu negara atau wilayah uang sangat mempunyai peranan yang sangat penting khususnya dalam bidang perekonomian. Bagi perekonomian uang seperti darah yang mengalir dalam tubuh manusia ketika terhambat maka fungsi organ tubuh tidak akan berjalan sebagai mana mestinya dan manusia akan menjadi sakit karenanya. Sama halnya dengan uang posisinya harus selalu berputar dalam suatu roda perekonomian apabila terhambat maka perekonomian akan menjadi sakit. Oleh karena itu untuk menjalankan fungsi uang sebagaimana mestinya diperlukan suatu kebijakan oleh otoritas moneter.

(2)

pasar, sedangkan harga dari uang adalah tingkat bunga. Jika tingkat bunga semakin tinggi, maka uang semakin mahal, berarti uang semakin langka, begitu juga sebaliknya.

Dari teori ini dapat dilihat suatu hubungan antara sektor moneter dengan sektor riil. Tingkat bunga yang terbentuk disektor moneter (pasar uang) akan mempengaruhi perilaku disektor riil, khususnya investasi. Sebagai contoh, bila tingkat bunga makin tinggi, permintaan investasi akan menurun, yang juga akan menurunkan tingkat output keseimbangan. Jadi keseimbangan di pasar uang berkaitan dengan pasar barang dan jasa.

Pada saat output nasional bertambah banyak, maka permintaan akan uang untuk kebutuhan transaksi juga akan meningkat. Masyarakat cenderung untuk menjaga nilai beli dari uang yang dipegangnya, agar uang yang dipegang cukup memadai untuk menyelesaikan transaksi-transaksi yang dilakukannya.

Jumlah uang beredar di Sulawesi Selatan selama 2001-2010 memperlihatkan fenomena yang terus berkembang baik itu uang beredar dalam arti sempit (M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, maupun uang beredar dalam arti luas (M2) yang merupakan penjumlahan M1 dengan uang kuasi. Hal ini dapat dilihat pada Grafik 1.1.

Grafik 1.1

(3)

Sumber : Data diolah

Terlihat jelas dari grafik 1.1. bahwa permintaan uang di Sulawesi Selatan terus meningkat terutama di tahun 2006, untuk uang kuasi sendiri peningkatannya cukup pesat sekitar 20,83% yaitu dari Rp. 16,63 trilyun menjadi Rp. 19,65 trilyun. Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas cukup untuk memenuhi kebutuhan perekonomian di wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan data yang di tampilkan oleh Bank Indonesia kenaikan permintaan uang tersebut diakibatkan oleh meningkatnya jumlah jaringan kantor bank yang melayani kebutuhan masyarakat yaitu dari 579 kantor bank menjadi 590 kantor bank.

Di tahun berikutnya hanya terjadi sedikit saja perbedaan, dimana permintaan uang cenderung meningkat yang disebabkan oleh ekspektasi dari masyarakat terhadap inflasi yang tinggi terutama untuk bahan-bahan pokok baru. Demikian pula di tahun-tahun berikutnya yang terus mengalami peningkatan.

(4)

mempengaruhi JUB sebab peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan permintaan uang.

Grafik 1.2

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010

Sumber : Data diolah

(5)

Selain tingkat pendapatan, tingkat suku bunga juga sangat berpengaruh terhadap permintaan uang. Suku bunga merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam perekonomian suatu wilayah karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan perekonomian. Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya tetapi juga mempengaruhi dunia usaha dalam mengambil keputusan. Oleh kerena itu tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik pada sektor moneter maupun juga pada sektor riil.

Suku bunga sangat erat kaitannya dengan tingkat laju inflasi, karena tingkat inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan para pelaku pasar dan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi dimasa yang akan datang. Ekspektasi laju infasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil seperti, tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif.

(6)

judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang (Deman For Money) di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengemukakan pokok permasalahan yaitu apakah pendapatan regional (PDRB), tingkat suku bunga, dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan periode 2001-2010 ?.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis pengaruh pendapatan nasional (PDRB), suku bunga, dan infasi terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan periode 2001-2010.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

a. Supaya dapat memberi manfaat bagi pengambilan kebijakan yang terkait perilaku permintaan uang masyarakat.

(7)

c. Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan bagi mahasiswa khususnya tentang analisa permintaan uang di Sulawesi Selatan.

BAB II

(8)

2.1 Konsep dan Pengertian

Bank Indonesia membedakan jumlah uang beredar kedalam dua bagaian yaitu JUB dalam arti sempit dan JUB dalam arti luas. JUB dalam arti sempit (M1), yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia sedangkan Munurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, defenisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer.

JUB dalam arti luas (M2), yaitu kewajiaban sistem moneter yang terdiri dari M1 dan uang kuasi. Uang kuasi adalah aset yang dapat digunakan secara cepat. Uang kuasi terdiri dari deposito, tabungan dan simpanan valas milik swasta domestik.

Dari kedua defenisi JUB yang dikemukakan oleh Bank Indonesia tersebut diatas, terlihat bahwa komponen M1 merupakan komponen yang paling likuid, karena proses penciptaannya menjadi uang kas begitu cepat dan tidak mengalami perubahan atau kerugian nilai. Sedangkan M2 mempunyai tingkat likuiditas yang paling rendah, karena proses pencariannya memerlukan jangka waktu tertentu .

(9)

ke waktu seiring dengan perkembangan perekonomian disuatu negara. Konteks perekonomian negara maju cara perhitungannya dapat berbeda dengan negara sedang berkembang. Umumnya cakupan defenisi JUB di negara maju lebih luas dan kompleks dibanding di negara sedang berkembang.

Secara umum dua defenisi JUB yang banyak digunakan yaitu : pendekatan transaksi yang memandang JUB adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transakasi. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menghitung JUB dalam arti sempit yang dikenal sebagai M1. Definisi lain didasarkan pada pendekatan likuiditas yang memandang JUB adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi di tambah uang kuasi. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas yang dikenal sebagai M2.

Jumlah uang beredar juga didefenisikan oleh beberapa orang yang mengatakan bahwa JUB merupakan tagihan masyarakat terhadapa sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral ( Anton : 1991). Pengertian JUB lainnya adalah semua uang giral (demand deposit), tagihan pada bank umum, seluruh uang kertas dan uang logam (currency) yang dipegang oleh masyarakat yang ada diluar bank umum dan bank sentral ( Manullang : 1983).

Selain M1 dan M2 juga ada yang disebut dengan M0 atau yang biasa disebut dengan uang inti, uang primer, reserve money, high power money, atau

(10)

uang kertas dan uang logam yang berada diluar Bank Indonesia, serta simpanan Giro Bank Umum dan sektor sasta domestik (penduduk) pada Bank Indonesia.

2.2 Teori Permintaan Uang.

Pada umunya pandangan teori permintaan uang dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu teori-teori yang didasarkan pada ; (1) pandangan klasik, (2) teori permintaan uang Keynes, dan (3) teori kuantitas modern.

Pendekatan teori klasik oleh para ekonom beraliran klasik yang beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan pada kebutuhan untuk melakukan transaksi (transaction view of money demand). Dari teori ini melahirkan kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung pada tingkat pendapatan.

Dan kemudian oleh John Maynard Keynes domodifikasi dengan mengatakan bahwa terdapat biaya yang ditanggung oleh masyarakat dalam memegang uang. Biaya yang dimaksud dapat berupa biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (undirect cost).

Dijelaskan didalamnya bahwa biaya langsung dari memegang uang adalah pembayaran dengan nominal atau persentase tertentu dari nilai durable deposits yang dimiliki oleh seseorang sedangkan biaya tidak langsung merupakan

(11)

satu bentuk kekeyaan (Asset). Fakta diatas yang kemudian mendasari pandangan Keynes bahwa semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan uang.

Pendekatan yang ketiga adalah modern quantity theory of money yang dipopulerkan oleh Milton Friedmen. Teori kuantitas modern menggabungkan antara pandangan klasik (Calssical view) dengan pandangan Keynes (Keynes’s view) dari permintaan uang.

Ketiga pendekatan di atas akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :

2.2.1 Teori Kuantitas Sederhana (The Simple Quantity Theory)

Teori kuantitas sederhana beranggapan bahwa motivasi utama masyarakat dalam memegang uang yaitu untuk keperluan transaksi. Teori ini didasarkan pada equation of exchange, identitas yang menghubungkan antara pengeluaran agregat dengan persediaan uang (Jansen : 2002).

(12)

Seperti yang dijelaskan di atas besar kecilnya perputaran uang transaksi ditentukan dari proses transaksi yang berlaku di masyarakat. Faktor kelembagaan, utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan (tunai atau cek) akan mengalami perubahan secraa gradual dalam jangka panjang, sedangakan dalam jangka pendek kebutuhan akan uang relatif terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi relatif terhadap output masyarakat bisa dianggap mempunyai proporsi yang konstan dalam jangka pendek.

2.2.2 Teori Cambridge (Marshall-Piou)

Teori Cambridge befokus pada fungsi uang sebagai alat tukar umum. Oleh karena itu, teori-teori klasik ini melihat permintaan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.

Ketika Fisher mengatakan permintaan uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan. Cambridge justru berpendepat faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Atau dengan kata lain, Fisher memandang velocity uang konstan sedangakan Cambridge tidak.

(13)

mempengaruhi permintaan uang masyarakat secara keseluruhan. Kemudian Pigou melakukan berbagai penyederhanaan dimana variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan uang dalam jangaka pendek dianggap konstan.

Teori Cambridge menganggap bahwa permintaan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional (ceteris paribus). Dalam hal ini dia tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat suku bunga dan ekspektasi berubah walaupun dalam jangka pendek.

2.2.3 Teori Uang dari Keynes

Ketika ekonomi klasik cenderung menekankan penggunaan uang dalam melakukan transaksi, Keynes mengidentifikasikan tiga motif memegang uang yaitu : motif bertransaksi, motif berjaga-jaga, dan motif berspekulasi. Seperti ekonom klasik, Keynes memandang memegang uang untuk transaksi proporsional dengan pendapatan.

Keynes juga sependapat dengan pemikiran Cambridge, dimana orang memegang uang untuk melancarkan proses transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional, semakin besar tingkat transaksi, maka semain besar pula jumlah uang yang diminta masyarakat untuk transaksi.

(14)

tujuan spekulasi. Motif memegang uang untuk tujuan spekulasi terutama ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.

Keynes membatasi keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaanya dalam bentuk tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedang obligasi dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periodenya.

2.2.4 Teori Transaksi dari Permintaan Uang

Teori permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai media pertukaran disebut teori transaksi (transaction theories). Teori ini menyatakan bahwa uang adalah aset yang didominasi dan menekankan bahwa orang memegang uang tidak seperti aset-aset lainnya, tapi untuk melakukan pembelian. Teori ini menjelaskan mengapa orang memegang uang dalam arti sempit (M1), seperti mata uang dan rekening cek, sebagai lawan dari memegang aset yang mendominasinya, seperti rekening tabungan dan Treasury bills.

Teori dari transaksi permintaan uang bermacam-macam, bergantung bagaimana orang memodelkan proses menghasilkan uang untuk melakukan transaksi. Seluruh teori ini mengasumsikan bahwa uang mempunyai biaya dari menerima tingkat pengambilan yang rendah dan manfaat yang membuat transaksi lebih aman. Orang-orang memutuskan berapa banyak uang yang akan dipegang dalam men-trade-off-kan biaya dan manfaat ini.

(15)

demand), teori portofolio dari permintaan uang dari James Tobin (the portfolio approach to money demand) dan teori kuantitas modern dari Friedman.

2.2.5 Model Manajemen Kas Baumol-Tobin

Seperti teori kuantitas dan teori Cambridge, model ini juga menekankan pentingnya penggunaan uang untuk keperluan transaksi. Teori model ini juga memandang adanya direct dan inderect cost (biaya langsung dan biaya tidak langsung) memegang uang untuk tujuan transaksi dan bagaimana perubahan kedua biaya ini akan mempengaruhi permintaan uang (Jansen : 2002). Biaya langsung yaitu biaya perjalanan atau biaya mentransfer aset non moneter menjadi aset moneter sedangkan biaya tidak langsung yaitu jumlah bunga yang hilang.

Baumol dan Tobin mencapai kesimpulan yang serupa mengenai permintaan uang untuk transaksi. Baumol melihat bahwa kebutuhan akan uang untuk transaksi pada hakekatnya adalah sama dengan kebutuhan stok uang yang akan dipegang dengan pertimbangan biaya dengan memilih jumlah dan pola waktu untuk stok yang tepat agar biaya yang membebaninya minimal.

Model Baumol-Tobin menganalisa biaya dan manfaat dari memegang uang. Manfaatnya adalah kenyamanan; orang memegang uang agar mereka tidak perlu lagi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu. Biaya kenyamanan ini adalah hilangnya bunga yang akan mereka terima jika uang tersebut mereka simpan di bank.

(16)

tersebut selalu membelanjakan sejumlah tertentu (tetap) setiap harinya. Dengan kata lain kebutuhuan uang tunai setiap per satuan waktu adalah konstan. Pemilik pendapatan tersebut juga dapat memilih memegang hasil pendapatannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi.

Uang tunai dianggap tidak menghasilkan apapun, tapi dipegang karena bisa digunakan untuk transaksi. Sedangkan obligasi menghasilkan tingkat bunga, tapi bila ingin digunakan untuk transaksi harus terlebih dahulu ditukarkan kedalam bentuk uang tunai. Selanjutnya dianggap bahwa setiap kali menjual obligasi, ada biaya (tetap) yang dibebankan. Karena uang tunai tidak menghasilkan apapun, maka orang akan cenderung memegang pendapatan totalnya sebanyak mungkin dalam bentuk obligasi. Keputusan ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya yang paling menguntungkan. Biaya yang paling menguntungkan ini adalah dengan memilih nilai/jumlah obligasi yang akan dijual dengan tujuan memenuhi kebutuhan uang tunai untuk transaksi dalam jangka waktu tertentu yang akan menimbulkan biaya total dari pemegangan stok.

2.2.6 Teori Portofolio dari Permintaan Uang

(17)

Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan total, karena kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan diantara uang dan aset alternatif. Fungsi permintaan uang dalam teori portofolio mengasumsikan permintaan uang bergantung pada pengembalian saham riil, pengembalian obligasi riil yang diharapkan, tingkat inflasi yang diharapkan, dan kekayaan riil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, kenaikan dalam pengembalian saham riil dan pengembalian obligasi riil yang diharapakan menurunkan permintaan uang, kerena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam kekayaan riil meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi berarti portofolio yang lebih besar.

Teori portofolio bermanfaat untuk mempelajari permintaan uang bergantung pada ukuran uang manakah yang kita gunakan. Ukuran uang yang paling sempit (M1) adalah aset yang didominasi (dominated assets); sebagai penyimpan nilai, uang eksis sepanjang aset-aset lain dalam kondisi lebih baik. Jadi, tidak optimal bagi orang-orang untuk memegang uang sebagai bagian dari portofolio mereka, dan teori portofolio tidak dapat menjelaskan permintaan terhadap bentuk uang yang didominasi ini. Ukuran uang yang lebih luas mencakup banyak aset yang mendominasi mata uang dan rekening cek, sehingga pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan teori yang baik untuk menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw : 2000).

2.2.7 Teori Kuantitas Modern dari Friedman

(18)

pertukaran. Kekhasan ini karena memandang permintaan uang mirip permintaan akan suatu barang yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu; total kekayaan yang merupakan kendala anggaran (budget constraint) dalam perilaku konsumen, harga dari masing-masing bentuk kekayaan, serta selera dan preferensi (taste and preference) pemilik kekayaan (Jansen : 2002).

Teori kuantitas modern menekankan permintaan uang dari keuntungan dari proses subtitusi antar bentuk kekayaan seperti uang, obigasi, saham, surat berharga, dan bentuk kekayaan yang lain baik manusiawi maupun nonmanusiawi. Permintaan uang terhadap bentuk kekayaan di atas sangat dipengaruhi oleh hasil

(return) yang akan diterima oleh pemilik kekayaan di masa yang akan datang. Dalam teori permintaan uangnya, Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan memutuskan aktiva-aktiva apa yang akan dipegang atas dasar perbandingan manfaat, selera dan jumlah kekayaanya. Pengertian kekayaan dari Friedman tidak hanya berbentuk uang atau bisa diubah atau dijual menjadi uang, tetapi juga termasuk nilai dari aliran penghasilan ditahun-tahun mendatang dari tenaga kerjanya. Kekayaan tidak lain adalah nalai sekarang dari aliran penghasilan yang diharapakan dari aktiva-aktiva yang dipegang. Pengertian kedua yang penting adalah “manfaat”. Manfaat (returns) dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bantuk aktiva yang akan dipegang tersebut.

(19)

kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang, yaitu: uang tunai, obligasi, saham atau equities, barang-barang fisik bukan manusia, dan kekayaan manusiawi / human capital.

2.3 Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar hitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunkana untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) oleh masing-masing wilayah. BPS menghitung PDRB berdasarkan 3 (tiga) pendekatan yaitu :

(20)

unit produksi dalam suatu wilayah / region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.

 Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.

 Pendapatan Pengeluaran (Expenditure Approach) yaitu PDRB merupakan jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, perubahan stok dan ekspor neto di suatu wilayah pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor neto disini adalah ekspor dikurangi impor.

Kuantitas uang dalam perekonomian sangat erat kaitannya dengan jumlah mata uang yang diperlukan dalam transakasi. Dalam penulisan skripsi ini, karena jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output total dari perekonomian suatu wilayah atau daerah (PDRB). Transaksi dan output sangat berkaitan, karena semakin banyak perekonomian berproduksi, semakin banyak barang yang dibeli dan dijual. Namun demikian menurut Mankiw (2000) keduanya tidak sama. Ketika seseorang menjual mobil bekas untuk orang lain, misalnya, mereka melakukan transaksi dengan menggunakan uang, meskipun mobil bekas bukan bagian dari output sekarang.

(21)

Menurut Keynes (1936) suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang. Sedangkan menurut Hubbard (1997), bunga adalah biaya yang harus dibayar atas pinjaman yang diterima dan imbalan atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilahan membelanjakan uang lebih banyak atau menabung (Laksomono : 2001).

Para ekonom membagi tingkat suku bunga atas dua yaitu, tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan tingkat bunga riil (real interest rate). Para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal dan kenaikan dalam daya beli Anda dengan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal biasa juga disebut biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang: biaya yang timbul karena Anda lebih memilih suka memegang uang ketimbang obligasi.

Dapat juga di katakan bahwa tingkat bunga riil adalah perbedaan di antara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Kalau diatur kembali persamaan ini, dapat dilihat bahwa tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil dan tingkat inflasi.

(22)

2.5 Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah

inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah IHK (Indeks Harga Konsumen) dan PDB/PDRB.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

(23)

bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

2.6 Hubungan antara Pendapatan Deposito dan Inflasi Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi Selatan

2.6.1 Pengaruh Pendapatan Regional Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi Selatan

Pada dasarnya pendapatan mencerminkan seberapa besar tingkat konsumsi seseorang. Biasanya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka keinginannya untuk mengkonsumsi satu atau beberapa jenis barang juga akan semakin ikut meningkat.

Faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan uang dalam suatu wilayah antara lain pendapatan, nilai tukar, dan tingkat suku bunga (Boediono:1985). Pendapatan dan permintaan uang sangat berhubungan erat serta mempunyai sifat yang positif dan signifikan. Yang artinya ketika pendapatan mengalami kenaikan, maka permintaan akan uang juga akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan untuk konsumsi di kalangan masyarakkat.

(24)

untuk memenuhi kebutuhan dalam transaksi. Anggapan ini memberikan kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung pada tingkat pendapatan.

2.6.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi Selatan 2001-2010

Pada umunya orang-orang yang mempunyai pendapatan yang berlebih akan memasukkan uang pada pihak perbankan dalam bentuk deposito. Alasan tersebut dikarenakan adanya pendapatan yang akan diterima dari uang tersebut yaitu berupa bunga.

Bunga merupakan salah satu varibel moneter yang selalu diamati oleh para pelaku ekonomi. Tinggi rendahnya suku bunga yang ditawarkan suatu pihak perbankan, maka akan mempengaruhi sifat para pelaku ekonomi. Sebagai salah satu contohnya kitika suku bunga mengalami kenaikan, orang-orang akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank dibandingkan untuk menggunakannya sebagai konsumsi dan begitu pula sebaliknya. Akan ada yang dikorbankan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang mereka miliki.

(25)

Dalam hubungannya dengan permintaan uang, suku bunga berpengaruh negatif. Hal ini dikarenakan ketika suku bunga meningkat, jumlah dari uang tunai yang dipegang untuk transaksi akan akan turun, karena orang akan lebih memilih saving untuk mendapatkan pendapatan bunga.

2.6.3 Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi Selatan 2001-2010

Dalam perekonomian inflasi merupakan sesuatu yang harus selalu dipantau dan diwaspadai oleh semua pelaku ekonomi terutama Bank Indonesia. Besarnya kontribusi Inflasi dalam perekonomian menjadikannnya salah satu pilar dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kenaikan dari angka inflasi akan manjadikan perekonomian berada dalam posisi yang geniting apabila tidak ditopang dengan output atau pendatan dari wilayah tersebut.

Kaitan antara inflasi dan permintaan uang mempunyai hubungan yang sangat erat. Seseorang akan menjadi inflasi sebagai motif spekulasi dari permintaan uang. Ketika seseorang memprediksikan angka inflasi akan mengalami kenaikan maka permintaan uangnya pun juga akan ikut naik. Hal ini di sebabkan kerena akan meningkatnya jumlah harga kebutuhan sehari-hari di pasaran.

(26)

hubungannya dengan permintaan uang, saat terjadi inflasi permintaan uang akan semakin meningkat, ini disebabkan karena kurangnya output produksi dari produsen yang mengakibatkan harga barang/jasa juga ikut naik. Oleh karena itu Bank Sentral selalu berusaha mempertahankan tingkat inflasi dalam tingkat yang normal agar tidak berdampak buruk juga pada veribel ekonomi makro lainnya.

2.6 Tinjauan Empiris

Spencer (1985) melakukan penelitian tentang stabilitas parameter permintaan uang di Indonesia menggunakan data kuartalan tahun 1967-1981. Kajian tersebut menggunakan data uang dalam arti sempit (M1) dan luas (M2), pendapatan (PDB), tingkat bunga dan jumlah kantor bank. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koefisien parameter permintaan uang M1 tidak stabil karena penambhan jumlah kantor telah menyebabkan kanaikan elastisitas permintaan uang sedangkan elastisitas tingkat bunga mengalami penurunan.

(27)

Astiyah (2002) mengkaji perilaku permintaan uang dan implikasinya bagi kebijakan moneter di Indonesia. Dari berbgai definisi uang beredar, Astiyah menemukan bahwa hubungan antara uang beredar (M1 dan M2) dengan sasaran akhir inflasi semakin tidak stabil. Bahkan untuk uang primer telah menjadi variabel yang endogen, dalam arti dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan infalsi, dan karenaya sulit dikendalikan. Hanya permintaan uang kartal (kertas dan logam) secara riil yang relatif stabil.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya penulis mencoba menulis dalam ruang lingkup yang lebih kecil yaitu Sulawesi Selatan tapi tetap dengan variabel yang sama. Dalam skripsi ini penulis mengasumsikan penawaran uang sama dengan permintaan uang, kemudian karena jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output total dari perekonomian di Sulawesi Selatan (GDRP) mengingat transaksi sangat berkaitan dengan output meskipun tak serupa.

2.7 Karangka Pikir

(28)

Hal ini juga akan sangat berpengaruh besar terhadap fariabel-fariabel makro lainnya seperti pendapatan (PDRB), suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Dari bahasan teoritik yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat diperoleh kerangka berfikir dari penelitian ini sebagai berikut :

2.8 Hipotesis

Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan pada rumusan masalah sebelumnya, maka diperlukan hipotesa kerja sebagai pedoman. Hipotesis ini merupakan dugaan sementara yang nantinya akan diuji kebenarannya.

Adapun rumusan hipotesis dalam penulisan ini adalah sebagai beriku : Permintaan Uang

Jumlah Uang Beredar

PDRB

Suku Bunga

(29)

a. Diduga bahwa peningkatan pendapatan berpenagruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang.

b. Diduga bahwa peningkatan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang.

c. Diduga bahwa peningkatan laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prmintaan uang.

BAB III

METODE PENELITIAN

(30)

Penelitian ini menggunakan ketersediaan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia yaitu melalui Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan berbagai tahun. Penulis juga melakukan studi kepustakaan melalui beberapa jurnal, artikel, dan literatur lainnya yang relevan dengan pokok penelitian ini.

3.2 Model Emperis Permintaan Uang

3.2.1 Teknik Estimasi

Denngan mengasumsikan bahwa permintaan uang (Md) dipengaruhi oleh pendapatan (Y), suku bunga (i), dan inflasi (π), maka hubungan fungsionalnya dapat dituliskan sebagai berikut :

Md = f (Y,i,π )………..(1)

Berdasarkan hubungan fungsional di atas, model analisis yang dipergunakan untuk menguji hipotesa dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitan yang dilkukan adalah Ordinary Least Square (OLS) yang dilakukan untuk menghitung koefisien regresi berganda (Multiple Regression). Untuk mempermudah perhitungan dan untuk mengukur nilai elastisitas variabel tersebut secara langsung maka persamaan tersebut dilinierkan dengan cara melogaritma-naturalkan persamaan tersebut yang dapat ditulis sebagai berikut:

(31)

Untuk mempermudah perhitungan dan untuk mengukur nilai elastisitas variable tersebut secara langsung, maka persamaan tersebut dilinearkan dengan cara melogaritma naturalkan persamaan tersebut yang dapat ditulis sebagai berikut:

ln Md = b0 + b1 ln Yt + b2 it + b3 πt + µ……….(3)

Di mana :

µ = error term

bo = konstanta

ln Md = logaritma natural permintaan uang

ln Yt = logaritma natural pendapatan

it = tingkat suku bunga pada periode tertentu

πt = tingkat inflasi pada periode tertentu

b1,b2,b3 = koefisien

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, maka dilakukan pengubahan frekuensi data dari rendah ke tinggi yaitu dengan menggunakan metode Cubic Spline Interpolation yaitu dengan mengubah data tahunan menjadi data kuartal.

(32)

Untuk mengetahui apakah hipotesis yang dikemukakan sebelumnya diterima atau ditolak maka dilakukan pengujian hipotesis uji statistik sebagai berikut :

a. F-stat

Pengujian ini bertujuan mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Jika F hitung sama dengan atau lebih besar daripada F tabel dikatakan variabel tersebut perpengaruh nyata.

b. t-stat

pengujian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel bebas. Jika t hitung sama dengan atau lebih besar daripada t tabel dikatakan signifikan.

c. Uji R dan R2

Statistik uji R digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan R2 untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

3.3 Batasan Variabel

(33)

a. Permintaan Uang (Md)

Jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat yang tercermin dari aggregat moneter M1 dan M2.

b. Pendapatan (Y) (dalam Rp)

Pendapatan nasional berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto harga konstan 2000.

c. Tingkat Suku Bunga (i) (dalam persentase)

Tingkat suku bunga deposito riil atau biaya peluang (opportunity cost) dari memgang uang.

d. Laju inflasi (π) (dalam persentase)

Tingkat inflasi atau meningkatnya persediaan uang akibat naiknya harga barang pada umumnya yang terjadi pada periode tertentu.

BAB IV

GAMBARAN UMUM DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Jumlah Uang Beredar

(34)

Perkembangan jumlah uang beredar (M1) di Sulawesi Selatan selama 2001-2010 memperlihatkan fenomena yang terus berkembang baik uang giral maupun uang kartal. Terutama untuk uang giral sendiri mengalami peningkatan yang cukup pesat karena didukung oleh investasi di daerah Sulawesi Selatan yang terus mengalami kenaikan sehingga intensitas transaksi ekonomipun berkembang cukup pesat.

Tabel 4.1

Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan Dalam Arti Sempit (M1), Tahun 2001-2010

(Dalam Milyar Rupiah)

Tahun Uang Kartal Uang Giral M1

2001 1.815 2.000 3.815

(35)

menggunakan pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor perbankan. Di samping itu, masih tingginya ketidakpastian kondisi sosial politik pada 2001 telah mendorong permintaan uang kartal oleh masyarakat untuk berjaga-jaga.

Tingginya permintaan uang kartal ditambah dengan beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam operasional kebijakan moneter, seperti kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat masih belum pulihnya intermediasi perbankan, menyebabkan penyerapan uang primer menjadi sulit dilakukan secara optimal. Meskipun berbagai langkah penyerapan likuiditas telah dilakukan, baik melalui OPT (Operasi Pasar Terbuka) maupun kenaikan suku bunga intervensi rupiah, perkembangan uang primer seringkali berada diluar sasaran yang telah ditetapkan.

Membaiknya perkembangan inflasi di Sulawesi Selatan pada tahun 2002 dari 12,55% menjadi 10,03% dan nilai tukar mendorong ekpektasi positif masyarakat terhadap penurunan inflasi dan kestabilan moneter yang kemudian mendorong mereka menurunkan permintaan uang kartal untuk berjaga-jaga. Disamping itu, menurunnya permintaan uang kartal untuk motif ini didorong oleh membaiknya kondisi sosial politik pada tahun 2002. Menurunnya pertumbuhan uang kartal ini menjadi penyebab utama menurunnya pertumbuhan uang primer selama tahun 2002.

(36)

diikuti oleh tingkat suku bunga yang juga menunjukkan hal yang sama. Permintaan uang (M1) yang juga mengalami peningkatan terutama pada uang giral yang mengalami kenaikan 9% dari tahun sebelumnya dimana keadaan investasi Sulawesi Selatan terutama dalam sektor perhotelan dan pertanian merupakan faktor utama yang mendorong kenaikan tersebut.

Di tahun 2004 uang primer meningkat karena tingginya permintaan uang kartal dan kelebihan giro positif perbankan dari perkiraan semula. Tingginya permintaan uang kartal pada tahun 2004 terkait erat dengan kegiatan perekonomian dan beberapa kegiatan temporer seperti serangkaian kegiatan pemilu, puasa, hari raya, dan tutup tahun.

Untuk memulihkan stabilitas moneter dan nilai tukar pada tahun 2005, Bank Indonesia menempuh langkah-langkah pengetatan moneter, terutama melalui penerapan kerangka kerja moneter ITF sejak juli 2005, dimana Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai sinyal kebijakan moneter, pengetatan moneter tercermin dari kenaikan BI Rate dan Giro Wajib Minimum (GWM).

Pengetatan tersebut mendorong peningkatan suku bunga simpanan sehingga pada tahun 2005, uang beredar dalam arti sempit (M1) mengalmi perkembangan positif. Rata-rata laju pertumbuhan tahunan M1 secara nominal tercatat mencapai 11,1 %.

(37)

peningkatan kebutuhan uang kartal juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal berupa percepatan realisasi anggaran, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), dan kenaikan gaji PNS. Selain itu, uang giral juga mengalami peningkatan menjadi Rp. 5,41 triliun pada kahir 2006 sejalan dengan peningkatan lokasi dana perimbangan.

Di tahun 2007 kondisi moneter Sulawesi Selatan cenderung stabil yang ditunjukkan dengan menurunnya laju inflasi sehingga menurunkan permintaan uang kartal yang kemudian diikuti dengan turunnya tingkat suku bunga dari pihak perbankan.

Kondisi di tahun 2008 berbanding terbalik dari tahun sebelumnya dimana permintaan uang kartal masyarakat Sulawesi Selatan melonjak naik dari Rp. 1, 81 triliun menjadi Rp. 2,22 triliun. Kondisi ini juga diikuti oleh kenaikan inflasi dan tingkat suku bunga hal ini disebabkan karena adanya peningkatan belanja pemerintah daerah dan kenaikan harga beberapa komoditas secara umum tentunya akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah uang beredar yang secara tidak langsung akan mendorong terjadinya peningkatan penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit/pembiayaan perbankan juga faktor sosial politik (pilkada) Sulsel yang menjadi perhatian perbankan dalam beroperasi.

(38)

terhadap laju inflasi yang akan meningkat selain itu permintaan uang kartal juga disebabkan karena kondisi politik yang akan kembali dimulai di tahun berikutnya.

Berbeda pada tahun-tahun sebelumnya ketika kondisi politik Selawesi Selatan sedang mengalami pergantian di tahun 2010 jumlah permintaan uang cenderung menurun begitu pula dengan tingkat suku bunga, hal ini disebabkan meningkatnya jumlah sektor informal perekonomian di Sulawesi Selatan, yang kemudian diikuti penurunan inflasi yang turun menjadi 7,3%.

Gejala bertambahnya jumlah uang beredar M1 di atas berkaitan dengan fungsi uang sebagai alat tukar, yang semakin dibutuhkan pada saat perekonomian berkembang. Ekonomi yang bertumbuh dan berkembang mempunyai konsekuensi meningkatkan transaksi, yang membutuhkan uang guna mempermudah proses pembayaran. Lebih tingginya pertambahan uang giral dibanding uang kartal telah mengubah komposisi M1. Gejala makin besarnya porsi uang giral dalam M1 merupakan hal yang lumrah dalam perekonomian yang terus bertumbuh dan berkembang.

Pada saat perekonomian makin besar dan modern, maka transaksi ekonomi nilainya makin besar dan intensitasnya makin tinggi serta makin melibatkan banyak pihak. Dengan demikian, penggunaan uang giral akan mempermudah dan mempercepat berlangsungnya transaksi karena pemanfaatan mekanisme pemindahbukuan. Selain itu, jauh lebih aman menggunakan uang giral apalagi untuk transaksi besar.

(39)

Jumlah uang beredar dalam arti luas atau M2 adalah M1 ditambah uang kuasi, yang di Indonesia adalah deposito berjangka. Table 4.2 menunjukkan kecenderungan atau arah pergerakan jumlah uang beredar selama periode 2001-2010.

Tabel 4.2

Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan Dalam Arti Luas (M2), Tahun 2001-2010

(Dalam Milyar Rupiah)

Dari table 4.2 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan M2 jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan M1. Gejala pertambahan M2 yang lebih cepat dari M1 sangat dipengaruhi oleh cepatnya pertambahan uang kuasi. Dalam kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2001 uang kuasi bertumbuh sekitar 115% dimana angka paling besar ditunjukkan pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 22.750 triliun.

(40)

perekonomian. Meningkatnya M2 secara langsung dan tidak langsung menunjukkan bahwa perekonomian telah semakin makmur. Sebab, masyarakat hanya dapat menyimpan uang dalam bentuk deposito berjangka jika tingkat penghasilannya sudah lebih besar dari tingkat konsumsi.

Tujuan masyarakat menabung terutama adalah memperoleh pendapatan non gaji. Jika terus rajin menabung, maka dihari tua nanti mungkin saja pendapatan dari tabungan bisa menggantikan pendapatan gaji, yang justru sudah jauh berkurang karena sudah pensiun. Dengan kata lain, keputusan seseorang menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito umumnya merupakan keputusan yang rasional, karena berdasarkan pertimbangan untung rugi.

Salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk menabung adalah apakah tingkat bunga tabungan lebih menarik ? Dengan kata lain, apakah tingkat bunga nominal masih lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika tingkat inflasi lebih tinggi dari tingkat bunga nominal, maka sebenarnya tingkat bunga riil akan negatif. Artinya, uang yang disimpan di bank nilai atau daya belinya makin lama makin turun karena tingkat inflasi labih tinggi dari tingkat bunga tabungan.

Pada akhir tahun 2007, M2 tercatat mencapai Rp. 26.520 triliun atau meningkat Rp. 1.880 triliun dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh perkembangan kuasi Rupiah berupa deposito dan simpanan valas, serta komponen M1 terutama dalam bentuk uang giral.

(41)

meningkat Rp. 3.475 triliun dari kahir tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut terutama berasal dari meningkatnya uang kuasi (tabungan dan deposito). Dimana deposito merupakan komponen terbesar dari M2.

Akhir Desember 2009, likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2.) mengalami pertumbuhan yang cukup besar yaitu sebesar Rp. 2.528 triliun. Pada tahun 2010 komponen utama M2., yaitu uang kuasi mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 1.773 triliun yang di sebabkan karena adanya gejolak politik yang terjadi di Sulawesi Selatan.

4.2 Perkembangan Uang Beredar dan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

Pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) adalah salah satu indikator utama ekonomia makro yang sering digunakan dalam menganalisis kinerja ekonomi suatu wilayah. Indikator tersebut mencerminkan potensi pasar didalam suatu wilayah dan proses pembangunan ekonomi dari wilayah yang bersangkutan, yang terutama sangat penting bagi investor-investor asing dan lembaga-lembaga keuangan.

(42)

Tabel 4.3

Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Output Perekonomian Sul-Sel Tahun 2001-2010

Tahun Jumlah Uang Beredar Output (milyar rupiah)

M1 M2 PDRB (Harga 2000)

Ada kesamaan pola hubungan antara sektor riil dengan sektor moneter. Dalam arti ada hubungan searah antara penambahan jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi. Di mana jika jumlah uang beredar bertambah, perekonomian cenderung tumbuh. Tetapi tidak ada jaminan bahwa perekonomian yang pertumbuhan uang beredarnya makin tinggi akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.

(43)

Selama tahun 2001-2003, Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan moneter di Indonesia menempuh kebijakan uang ketat (tight money policy). Hal ini menyebabkan pertumbuhan jumlah uang berdar sangat terkendali, menjadi sekitar 10% pertahun. Ternyata pengetatan jumlah uang beredar tersebut tidak menurunkan pertumbuhan ekonomi. Terbukti pertumbuhan ekonomi selama periode 2001-2003 tetap stabil pada angka 4% per tahun.

Pada tahun 2004 PDRB riil meningkat sebesar Rp. 1.672.700 milyar dari Rp. 32.627.380 milyar pada tahun 2003 menjadi Rp. 36.424.018 milyar atau tercatat sebesar 5, 25%. Hal ini sejalan dengan perbaikan pola ekspansi Konsumsi mengalami pertumbuhan yang relatif stabil, sementara kegiatan investasi meningkat tajam, setelah tiga tahun sebelumnya mengalami pertumbuhan yang rendah.

(44)

Kondisi ekonomi Sulawesi Selatan 2006 cenderung tumbuh melambat hal ini dituding karena ekspor yang mengalami kontraksi dimana penurunannya cukup signifikan yaitu sebesar 1,98% di bandingkan pada tahun 2005 yang sebesar 9,51%. Penyebab utama turunnya kinerja ekspor ini adalah menurunnya kinerja ekspor antar daerah hingga mengalami kontraksi. Kondisi penurunan ini tercermin dari kinerja bongkar muat barang di pelabuhan laut Soekarno Hatta yang pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan khususnya pada kegiatan antar daerah. Sementara itu kinerja konsumsi, investasi dan impor mengalami pertumbuhan yang meningkat sihingga dapat menolong pertambahan pendapatan Sulawesi Selatan.

Di tahun 2007 PDRB Sulawesi Selatan tumbuh sebesar 7,41% yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor yang tumbuh secara cukup signifikan yang disebabkan oleh kenaikan kinerja ekspor antar propinsi. Selain itu pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat dan prospek ekonomi. Meskipun sedikit melambat, ekspor tetap tumbuh tinggi ditengah ancaman perlambatan ekonomi dunia.

(45)

Perekonomian daerah Sulawesi Selatan pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumnya 7,22%. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan konsumsi dan kinerja ekspor yang semakin membaik. Selain itu membaiknya tingkat harga beberapa komoditi di pasar Internasional juga ikut membantu laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan kea rah yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di tahun 2010 menunjukkan angka yang relative stabil dan diperkirakan tumbuh sebesar 6,68% . Laju pertumbuhan tersebut masih didukung oleh pertumbuhan konsumsi dan kinerja ekspor yang makin membaik. Selain itu pertumbuhan ekonomi ini juga didukung oleh sektor-sektor yang mempunyai peranan yang cukup besar seperti sektor angkutan-komunikasi, sektor pertambangan penggali, dan sektor perdagangan hotel-restoran sehingga PDRB Sulawesi Selatan meningkat dari Rp. 47,314,020 menjadi Rp. 51,197,000 di akhir tahun 2010.

4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito dan Inflasi di Sulawesi Selatan

Perilaku permintaan uang ditentukan oleh tingkat suku bunga. Dengan kata lain, tingkat bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat terhadap penyesuaian portofolio keuangannya. Jika return

(46)

kecenderungan menabung masyarakat semakin besar. Perkembangan tingkat inflasi dan suku bunga deposito perbankan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Perkembangan Suku Bunga Deposito dan Tingkat Inflasi

Tahun 2001-2010 (Dalam %)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga deposito menarik bagi masyarakat jika tingkat bunga nominal lebih besar dari tingkat inflasi atau tingkat bunga riil positif hal inilah salah satu faktor yang mendorong masyarakat menyimpan uangnya pada pihak perbankan.

(47)

(mendekati suku bunga pinjaman). Sedangkan dari sisi inflasi berada pada posisi yang cukup tinggi, penyebabnya diperkirakan karena kondisi politik politik Sulawesi Selatan pada tahun 2001 berada dalam gejolak yang cukup besar.

Pertumbuhan deposito rupiah di tahun 2002 lebih rendah 5,7% dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 16,2%. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan cenderung menurunnya suku bunga deposito selama 2002 dan semakin berkembangnya obligasi dan produk reksa dana yang menjanjikan tingkat return yang lebih tinggi dari deposito. Inflasi pada tahun 2002 mengalami penurunan yaitu dari 12,55% menjadi 10,03%. Penurunan ini disinyalir karena membaiknya kondisi sosial politik serta membaiknya kodisi moneter Sulawesi Selatan.

Menurunnya deposito dalam rupiah di tahun 2003 mengakibatkan tingkat suku bunga mengalami penurunan yang kemudian berdampak pada kecenderungan masyarakat untuk menempatkan dananya pada simpanan berjangka waktu pendek. Selain itu, perkembangan positif di pasar modal juga mendorong masyarakat untuk memindahkan sebagian dananya kepada produk rekasadana dan obligasi. Dengan rendahnya tingkat suku bunga perbankan, sebagian dana masyarakat beralih dari alternatif investasi konvensional seperti tabungan dan deposito ke pasar saham.

(48)

yang juga cukup membaik dimana BI mengeluarkan beberapa kebijakan serta peranan pemerintah daerah dalam hal peningkatan PDRB.

Penurunan suku bunga deposito di tahun 2003 juga ditunjukkan di tahun 2004, dimana pada tahun tersebut suku bunga deposito berada pada posisi 0,03% yang penurunannya sangat jauh dibanding di tahun 2003 yang berada pada posisi 1,46%. Diduga penyebab penurunan ini karena bergesernya deposito kebentuk tabungan, giro, ataupun kartal sehingga tabungan rupiah mengalami peningkatan sedangkan deposito rupiah relatif konstan. Sedangkan untuk inflasi tercatat 6,40% di akhir tahun 2004, peningkatan laju inflasi ini dikarenakan adanya beberapa kegiatan temporer seperti serangkaian kegiatan pemilu, puasa, hari raya, dan tutup tahun.

(49)

Tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 kondisi suku bunga deposito semakin menurun , dilihat dari tahun 2006 yang berada pada posisi 2,36% hingga di akhir tahun 2009 yang berada posisi -0,85%. Diduga penyebab dari kondisi ini karena tingkat inflasi yang juga terus mengalami kenaikan dan berada dalam posisi yang tidak menentu. Selain itu menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak perbankan akibat terjadi krisis di tahun 2008 menjadikan masyarakat lebih memilih menginvestasikan uang mereka dalam pasar saham pada periode itu mengalami kemajuan yang sangat baik.

Pada tahun 2010 tingkat suku bunga mengelami perkembangan yang cukup baik, hal ini disebabkan karena kembalinya kepercayaan masyarakat kepada pihak perbankan pasca krisis. Sama halnya dengan tingkat suku bunga, laju inflasi juga mengalami kemajuan yang cukup baik diamana tahun sebelumnya berada pada posisi 10,39% di tahun 2009 tapi kemudian turun menjadi 7,3% di tahun 2010. Diduga penyebabnya karena menurunnya beberapa harga barang pokok yang dipengaruhi oleh kondisi iklim Sulawesi Selatan yang tidak menentu.

4.4 Pengaruh Pendapatan Regional, Tingkat Suku Bunga Deposito dan Laju Inflasi Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi Selatan 2001-2010

(50)

Metode ini akan memperlihatkan hubungan antara variable bebas (Independent Veriabel) yaitu pendapatan regional, tingkat suku bunga deposito, dan laju inflasi

terhadap variable terikat (Dependent Variabel) yaitu permintaan uang (Md) di Sulawesi Selatan.

Setelah dilakukan pengujian dengan paket komputer statistik Eviews 6, maka diperoleh hasil perhitungan regresi sebagai berikut :

Tabel 4.5

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SUKU BUNGA -0.011546 0.005415 -2.132206 0.0770

INFLASI 0.001168 0.004174 0.279810 0.7890

PENDAPATAN 0.476012 0.051334 9.272765 0.0001

C 15.98373 0.169688 94.19479 0.0000

R-squared 0.977194 Mean dependent var 17.45675

Adjusted R-squared 0.965790 S.D. dependent var 0.184745

S.E. of regression 0.034170 Akaike info criterion -3.625756

Sum squared resid 0.007006 Schwarz criterion -3.504722

Log likelihood 22.12878 F-statistic 85.69432

(51)

4.4.1 Pengujian Hipotesis

4.4.1.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variable dependen. Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variable-variabel independen dalam menjelaskan variasi variable dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Dari hasil regresi yang telah dilakukan dengan menggunakan EViews 6 didapat pengaruh variabel pendapatan regional (PDRB), suku bunga deposito, dan inflasi terhadap jumlah permintaan uang di Sulawesi Selatan dengan perolehan nilai R2 sebesar 0.977194.

Hal ini berarti nilai koefisien determinasi (R-squared) dengan angka 0.977194 menunjukkan 97,7% permintaan uang dalam arti luas dipengaruhi oleh ketiga variable bebas (PDRB, tingkat suku bunga deposito, dan inflasi) dan sisanya 2.3% dipengaruhi oleh variable lain.

(52)

4.4.1.2 Deteksi Signifikansi Simultan (Uji Statist F)

Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari regresi, pengaruh PDRB, tingkat suku bunga deposito dan inflasi terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan maka diperoleh F-tabel sebesar 2,364624 (α:5% / 0.05 dan df :10-3=7) sedangkan F-statistik / F-hitung sebesar 85.69432. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-hitung > F-tabel).

4.4.1.3 Deteksi Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)

Uji statistik t pada dasarnya dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam regresi pengaruh PDRB, tingkat suku bunga deposito dan inflasi terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan, dengan α:0.05 dan df = 7 (n-k =10-3), sehingga dapat diperoleh nilai t-tabel sebesar 4,737414.

(53)

probabilitas untuk inflasi sebesar 0.7890. Berbeda dengan tingakat pendapatan regional (PDRB) di mana probabilitasnya menunjukkan angka yang signifkan yaitu 0.0001.

Berdasarkan tabel 4.5 juga dapat dilihat nilai coefisien untuk pendapatan regional (PDRB) yaitu menunjukkan angka 0.476012 yang artinya apa bila pendapatan regional (PDRB) Sulawesi Selatan mengalami peningkatan sebesar 1% maka permintaan akan uang juga akan mengalami kenaikan sebesar 0.476012%. Sama halnya dengan tingkat infasi yang mempunyai nilai koefisien sebesar 0.001168, artinya setiap inflasi mengalami kenaikan sebesar 1% maka permintaan uang juga akan mengalami kenaikan sebesar 0.001168%. Berbeda dengan laju inflasi dan pendapatan regional (PDRB), tingkat suku bunga deposito mempunyai sifat yang berbanding terbalik dimana nilai koefisiennya berada pada angka -0.011546 yang mempunyai arti ketika suku bunga mengalami kenaikan sebesar 1% maka permintaan uang akan menurun sebesar 0.011546%.

(54)

inflasi sendiri di tegaskan dalam Teori Kuantitas Uang yang berbunyi “jumlah uang yang diminta ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tingkat harga rata-rata dalam perekonomian, jumlah uang yang diminta masyarakat untuk melakukan transaksi bergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang tersedia, semakin tinggi tingkat harga semakin besar jumalah uang yang akan diminta”.

4.5 Interpretasi Hasil

Dalam regresi pengaruh pendapatan regional, tingkat suku bunga deposito dan laju inflasi terhadap perimintaan uang di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh nilai seperti pada Tabel 4.5.

1. Pendapatan Regional (PDRB)

Dari hasil regresi di dapat hasil bahwa pendapatan regional (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan periode 2001-2010 yang artinya variabel pendapatan regional (PDRB) mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan.

(55)

bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung pada tingkat pendapatan.

2. Tingkat Suku Bunga

Pada hakikatnya tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang. Hal ini seperti yang di katakan J.M. Keynes yang berpendapat bahwa permintaan uang untuk tujuan spekulasi ditentukan oleh suku bunga. Apabila suku bunga tinggi, permintaan uang untuk spekulasi rendah karena uang telah digunakan untuk membeli surat-surat barharga. Sebaliknya, jika tingkat bunga rendah, permintaan uang untuk spekulasi tinggi karena masyarakat tidak bersedia melakukan pembelian surat-surat berharga dan akan memegang uang.

(56)

itulah yang menyebabkan suku bunga deposito tidak terlalu berpengaruh terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010.

3. Laju Inflasi

Berdasarkan hasil regresi yang di tunjukkan pada tabel 4.5 laju inflasi mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap permintaan uang. Berbeda dengan teori yang telah dipaparkan oleh Milton Friedmen tentang inflasi, dia berpendapat bahwa kecepatan dari permintaan uang sangat tergantung oleh suku bunga dan inflasi yang merupakan fenomena moneter yang cukup menonjol (Kinantiarin : Okteber 2010).

(57)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pendapatan Regional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan periode 2001-2010. Untuk kenaikan 1% pendapatan regional akan menyebabkan permintaan uang meningkat sebesar 0.476012%.

(58)

faktor penyebabnnya yaitu pengetahuan masyrakat tentang suku bunga deposito masih kurang. Selain itu juga karena kurangnya kantor pelayanan di daerah pelosok.

3. Laju infllasi mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap permintaan uang di Sulawesi Selatan 2001-2010. Penyebab ke-tidak-signifikan-an tersebut disebabkan karena karakteristik dari penududuk Sulawesi Selatan yang sangat konsumtif, hal ini terbukti dari data yang di tampilkan BI dalam websaitnya Kajian Ekonomi Regional diamana tingkat konsumsi tiap tahunnya mengalami peningkatan.

4. Tingginya pertumbuhan M1 dan M2 di Sulawesi Selatan mencerminkan peningkatan permintaan uang dari tahun ke tahun. Dapat dilihat dari meningkatnya permintaan uang kartal yang menunjukkan transaksi dalam perekonomian semakin besar dan intensitasnya semakin tinggi.

5. Selama periode penelitian, uang diminta sebagai motif untuk transaksi (medium of excange) lebih dominan daripada motif spekulasi (store of value). Hal ini mengindikasikan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan. Karena hanya merekalah yang memiliki pendapatan lebih yang berspekulasi baik pada deposito maupun dalam bentuk aset-aset lainnya.

(59)

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka saran penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengingat pentingnya keberadaan uang kartal dalam perekonomian, maka penyediaan jumlah uang kartal dimasyarakat harus sesuai dengan jumlah yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu melakukan proyeksi uang kartal secara tepat di masyarakat yang akan memudahkan BI dalam melakukan perencanaan pencetakan dan distribusi uang kartal rupiah di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan

2. Perlunya otoritis moneter menjaga stabilitas rupiah guna meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat mengurangi permintaan terhadap uang kartal dan meningkatkan permintaan terhadap uang kuasi.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1980. Ekonomi Moneter. Yogyakarta. BPFE-UGM.

Boediono. 1988. Ekonomi Makro. Yogyakarta. BPFE-UGM.

Erwin Ferdian Adyatma . 2011. Permintaan Akan uang. Jakarta. Paper.

Fattah, Sanusi. 2008. Pengenalan Eviews ( Seri Pendalaman Ekonometrika Dasar dan Lanjutan ). Makassar. Laboratorium Jurusan Ilmu Ekonomi FE-UH.

Indrawati. Sri Mulyani. 1988. Teori Moneter. Jakarta. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesi.

Kinantiarin. 2010. Teori Permintaan Uang. Malang. Blogspot.

(61)

Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, Dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta. Penerbitan.

Nopirin. 1987. Ekonomi Moneter. Yogyakarta. BPFE-UGM.

Oktavia, Putu. 2008. Hubungan Antara Inflasi dan Jumlah Uang Beredar. Paper.

Quantitative Micro Softwere, LLC. 2007. Eviews 6 User’s Guide I. United States of Amerika.

Risma Flora Iriani Sirait. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Sumatra Utara. Skripsi.

Setyawan, Aris Budi. 2005. Kausalitas Jumlah Uang Beredar dan Inflasi (Suatu Kajian Ulang). Proceeding, Seminar Nasional PESAT 2005.

Soediyono, Reksoprayitno. 2000. Ekonomi Makro: Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Aggregatif. Yogyakarta. BPFE.

---. 2000. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta. BPFE.

Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Sulistio, Heri. 2003. Permintaan Uang Jangka Menengah dan Jangka Pendek Di Indonesia Studi Kasus (1990-2002). Yogyakarta. Pangsa.

(62)

---. 2011. Pertumbuhan Ekonomi. Situs.

LAMPIRAN

Data Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan 2001-2010 (dalam milyar rupiah)

Tahun KartalUang UangGiral M1

Uang

Kuasi M2

Logaritma Natural

(ln) 2001 1.815 2.000 3.815 10.500 14.315 2.661308 2002 1.670 2.037 3.707 10.669 14.376 2.665595 2003 1.605 2.129 3.734 12.599 16.333 2.793188 2004 1.875 2.103 3978 14.198 18.176 2.900102 2005 2.157 2.593 4.750 16.039 20.789 3.034424 2006 2.600 5.410 8.010 16.630 24.640 3.204371 2007 1.810 5.060 6.870 19.650 26.520 3.277899 2008 2.220 5.410 7.630 22.365 29.995 3.401031 2009 2.730 6.117 8.847 23.523 32.523 3.481948 2010 2.180 5.840 8.020 22.750 30.750 3.42589 (Sumber : Bank Indonesia)

Data PDRB Sulawesi Selatan (dalam milyar rupiah)

(63)

(ln)

Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan

Data Suku Bunga Deposito dan Inflasi (dalam bentuk persentase %)

(64)

Hasil estimasi Permintaan Uang di Sul-Sel melalui Eviews 6 Dependent Variable: Md

Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 08:55 Sample: 2001 2010

Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SUKU BUNGA -0.011546 0.005415 -2.132206 0.0770

INFLASI 0.001168 0.004174 0.279810 0.7890

PENDAPATAN 0.476012 0.051334 9.272765 0.0001

C 15.98373 0.169688 94.19479 0.0000

R-squared 0.977194 Mean dependent var 17.45675

Adjusted R-squared 0.965790 S.D. dependent var 0.184745

S.E. of regression 0.034170 Akaike info criterion -3.625756

Sum squared resid 0.007006 Schwarz criterion -3.504722

Log likelihood 22.12878 F-statistic 85.69432

Gambar

Grafik 1.2Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010
Tabel 4.1
Tabel 4.2Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan
Tabel 4.4Perkembangan Suku Bunga Deposito dan Tingkat Inflasi

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat bagaimana pengaruh faktor jumlah uang yang beredar, suku bunga bank, dan nilai tukar rupiah terhadap laju inflasi dengan analisis regresi berganda

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh PDRB, inflasi, suku bunga deposito dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui likuiditas bank, kurs valuta asing, tingkat inflasi dan jumlah uang beredar berpengaruh terhadap tingkat suku bunga

Berdasarkan hasil uji parsial diketahui bahwa variabel suku bunga deposito, produk domestik bruto, dan permintaan deposito berjangka satu tahun sebelumnya berpengaruh positif

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk : Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga (BI Rate), jumlah uang beredar, laju pertumbuhan

Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar yang digunakan adalah tingkat suku bunga,

Variabel cadangan devisa, suku bunga deposito, jumlah uang beredar dan harga minyak. mentah secara simultan mempengaruhi

Dilihat dari koefisien regresinya maka variabel suku bunga riil domestik berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf keyakinan 95% terhadap jumlah permintaan uang kuasi.