Ngaseuk, Penghormatan Budaya dan Kedaulatan
Pangan Masyarakat Baduy
Oleh: Tya dan Zaini
Ngaseuk merupakan salah satu tahapan dari proses bercocok tanam masyarakat Baduy yang masih mempertahankan pola pertanian tradisional berladang pada lahan kering atau yang disebut ngahuma. Bentuk kegiatan
ngaseuk ialah melubangi tanah dengan media tongkat kayu yang pada ujungnya telah diruncingkan. Pada umumnya kegiatan ini dilakukan secara bergotong-royong, terutama untuk menggarap lahan huma milik lembaga adat (jaro tangtu dan jaro dangka). Diperkirakan yang mengikuti kegiatan ini melibatkan sekitar 100 hingga 500 orang.
(Proses ngaseuk: Oleh Tya-RMI; Juni 2016)
Ngaseuk kegiatan yang penuh makna religiusitas khas masyarakat agraris, dimana
dalam praktiknya banyak dirangkai oleh ritual upacara adat. Hal tersebut sehubungan dengan bentuk rasa penghormatan masyarakat Baduy terhadap Dewi Sri yaitu
Dewi Kesuburan menurut ajaran Sunda Wiwitan yang ditahbiskan menjelma pada tanaman padi.
(Ritual mengelilingi saer: Oleh Zaini-RMI: Juni 2016)
Malam sebelum keesokan harinya dilakukan
ngaseuk, pemimpin adat memberikan jampi-jampi pada bibit padi yang di dalam pupuhunan tersebut, sementara sebagian yang lain memainkan alat musik angklung dengan nada lagu marengo dengan berjalan mengelilingi bangunan saer dan hal serupa dilakukan satu kali lagi pada keesokan harinya.
Selesai melakukan prosesi tersebut, benih padi kemudian dibagikan pada kelompok perempuan, sementara kelompok laki-laki bergegas mengatur barisan bersiap memulai prosesi ngaseuk. Prosesi ngaseuk selalu dimulai dari langkah arah kanan mengikuti petunjuk mata angin yang disesuaikan dengan perhitungan harinya semisal, Minggu diawali dengan berjalan menghadap ke arah tenggara, Senin menhadap ke timur, Selasa ke Barat daya, Rabu dan Kamis menghadap ke Utara, dan Jum’at dan Sabtu menhadap ke Barat.
“Lamun poe Minggu sareng senen ngahadeupna ka wetan, tapi mun Minggu mah rada ka kidul saeutik. Salasa ka barat daya. Rebo Kemis ka kaler. Jum`at Sabtu ka kulon.” Ujar Mulyono, warga Kampung Campaka Desa Kanekes yang juga turut serta mengikuti proses ngaseuk.
Ketika kelompok barisan laki-laki berjalan melubangi tanah, pada saat bersamaan kelompok perempuan mengikuti
dibelakangnya menaburkan benih-benih padi pada lubang bekas aseukan tersebut.
(Suasana ngaseuk: Oleh Zaini-RMI: Juni 2016)
Setelah kegiatan ngaseuk selesai, hiburan angklung kembali ditampilkan membawa sembilan lagu yang dimainkan oleh laki-laki. Sementara itu sebagian kelompok perempuan mempersiapkan hidangan nasi dan lauk. Setelah lagu kesembilan selesai hidangan kemudian dibagikan dan dimakan bersama-sama di ladang. Setelah upacara makan bersama selesai, musik angklung kembali ditampilkan di tempat saer dan