• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Natana El Andi Kurniawan D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Natana El Andi Kurniawan D"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI DAN KEPUTUSAN MEMILIH

(Studi Tentang Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Massa Berpengaruh Terhadap Keputusan Memilih Di Kalangan Marginal Dalam

Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012)

Oleh :

Natana El Andi Kurniawan D0208086

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

pada Program Studi Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v HALAMAN MOTTO

"Verba volant, scripta manent"

(Spoken words fly away, but what is written will remain)

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk Mama dan Papa, Untuk harapan dan kenangan, Untuk masa depan yang cerah, Untuk mimpi yang sempurna dan masa lalu tern ggal.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan berkatnya yang melimpah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Komunikasi dan Keputusan Memilih (Studi Tentang Bagaimana Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Massa Berpengaruh Terhadap Keputusan Memilih di Kalangan Marginal Dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012).

Alasan Penulis mengambil tema penelitian ini adalah minat penulis terhadap kajian politik, terutama pemilu. Minat tersebut kemudian penulis hubungan dengan ilmu komunikasi yang menjadi dasar pendidikan penulis. Penulis kemudian melihat fenomena Pemilukada DKI 2012 menarik untuk dikaji dari sudut khalayak sehingga penulis implementasikan dalam penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah studi efek / pengaruh komunikasi terhadap keputusan memilih yang diambil khalayak, yang pada penelitian ini dikhususkan kepada masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012.

Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Dengan segenap kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus atas anugerahnya, terutama dalam memberikan petunjuk dan perlindungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan, perhatian, motivasi, dan bimbingan selama masa penulisan skripsi ini.

(8)

viii

Penulis mengucapkan terima kasih terkhusus kepada Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta; selaku Pembimbing Akademik yang sudah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret; selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini, serta berbagi pengalaman dan pelajaran hidup yang berharga bagi Penulis di sela-sela bimbingan. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Prahastiwi Utari, Ph.D selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan Ibu Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si selalu Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis yang tak henti-henti memberikan dukungan moril dan material kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Komunikasi 2008, Magic Production, Lollipop Event Organizer, dan Mix Advertising atas kerja sama dan kebersamaan selama masa perkuliahan yang akan menjadi kenangan yang indah bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada mereka yang membantu penelitian ini, informan yang meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber, Koh Agus yang telah membantu akomodasi Penulis

(9)

ix

selama melakukan penelitian di Jakarta, serta orang-orang lain yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan penelitian ini, namun pasti masih ada kekurangan dalam penelitian ini. Penulis berharap masukan, kritik dan saran demi kemajuan penulis sendiri. Akhirnya, penulis berdoa supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang yang membacanya. Terima Kasih.

Surakarta, 5 Desember 2012

Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

HALAMAN PERSEMBAHAN vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

ABSTRAK xv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 7 C. Tujuan Penelitian 7 D. Manfaat Penelitian 7 E. Kerangka Berpikir 8 F. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi 9 2. Komunikasi Interpersonal 12 3. Komunikasi Massa 14

4. Peran Media Massa dalam Pemilu 19

5. Masyarakat Marginal 22

6. Perilaku Memilih 26

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Metode Penelitian 31

2. Lokasi Penelitian 32

3. Jenis Data 32

(11)

xi

4. Teknik Pengumpulan Data 32

5. Teknik Sampling 36

6. Teknik Analisis Data 37

7. Validitas Data 40

BAB II : DESKRIPSI LOKASI

A. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta

1. Sejarah 41

2. Geografis 43

3. Administrasi 45

4. Potensi dan Permasalahan 47

B. Pemilukada DKI Jakarta 2012

1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) 50

2. Kandidat 52

3. Penyelenggaraan 57

BAB III : KOMUNIKASI DAN KEPUTUSAN MEMILIH A. Komunikasi dan Keputusan Memilih Masyarakat

Marginal Pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012

1. Komunikasi Interpersonal 64

2. Komunikasi Massa 75

B. Partisipasi Politik dan Perilaku Memilih Masyarakat Marginal pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012

1. Partisipasi Politik 91

2. Perilaku Pemilih 97

C. Referensi Memilih Masyarakat Marginal

di Pemilukada DKI Jakarta 2012 111 BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Komunikasi dan Keputusan Memilih Masyarakat

Marginal Pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 126 2. Partisipasi Politik dan Perilaku Memilih Masyarakat

Marginal pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 127

(12)

xii

3. Referensi Memilih Masyarakat Marginal

di Pemilukada DKI Jakarta 2012 128

B. Saran 129

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 10

Gambar 1.2 Komponen Analisis Data Model Interaktif -- 39 Gambar 2.1 Peta Administratif DKI Jakarta -- 44

Gambar 2.2 Pasangan Calon Fauzi Bowo Nachrowi Ramli -- 54

Gambar 2.3 Pasangan Calon Hendardji Soepandji Ahmad Riza Patria -- 54 Gambar 2.4 Pasangan Calon Joko Widodo Basuki Tjahaja Purnama -- 55 Gambar 2.5 Pasangan Calon Hidayat Nur Wahid Didik. J. Rachbini -- 56 Gambar 2.6 Pasangan Calon Faisal Basri Biem Benyamin -- 56

Gambar 2.7 Pasangan Calon Alex Noerdin Nono Sampono -- 57

Gambar 2.8 Suasana Hari Pemungutan Suara Putaran Kedua Kamis, 20 September 2012 di TPS 01 Pademangan, Ancol, Jakarta Utara -- 59 Gambar 2.9 Suasana Penghitungan Suara Putaran Kedua Kamis, 20 September

2012 di TPS 01 Pademangan, Ancol, Jakarta Utara -- 59

Gambar 3.1 TV Commerci -- 78

Gambar 3.2 TV Commercia - -- 79

Gambar 3.3 -- 80

Gambar 3.4 Cuplikan -- 81

Gambar 3.5 TV Commercial Hidayat Nur Wahid Didik J. Rachbini -- 82 Gambar 3.6 TV Commercial Alex Noerdin Nono Sampono -- 82

Gambar 3.7 Debat Pemilukada DKI Jakarta 14 September 2012 -- 83 Gambar 3.8 Debat Pemilukada DKI Jakarta 16 September 2012 -- 84

Gambar 3.9 Pemberitaan Media Televisi Mengenai Pemilukada DKI Jakarta 2012 - 87

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian -- 37

Tabel 2.1 Pembagian Administratif DKI Jakarta -- 45

Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap Pemilukada DKI Jakarta Putaran I -- 50 Tabel 2.3 Daftar Pemilih Tetap Pemilukada DKI Jakarta Putaran II -- 51 Tabel 2.4 Daftar Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam

Pemilukada DKI Jakarta 2012 -- 53

Tabel 2.5 Rekapitulasi Hasil Pemungutan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Pertama -- 60

Tabel 2.6 Rekapitulasi Hasil Pemungutan Suara Pemilukada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua 60

Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Marginal DKI Jakarta dalam Pemilukada tahun 2012 -- 69

(15)

xv ABSTRAK

NATANA EL ANDI KURNIAWAN, D0208086, KOMUNIKASI DAN KEPUTUSAN MEMILIH (Studi Tentang Bagaimana Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Massa Berpengaruh Terhadap Keputusan Memilih Di Kalangan Marginal Dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.

Komunikasi merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk sosial. Manusia menggunakan komunikasi dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk dalam partisipasi politik seseorang pasti ada proses komunikasi yang terjadi sebelumnya. Proses Komunikasi juga berperan dalam keputusan memilih masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Pengaruh / Efek yang timbul dari komunikasi itu sendiri dapat dilihat dari perilaku pemilih pada s aat hari pemungutan suara.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kecenderungan perilaku pemilih masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012, dan sejauh mana proses komunikasi dapat mempengaruhi keputusan memilih masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012.

Metode yang paling tepat untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan metode studi kasus karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer yang terjadi hanya sekali. Sementara pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur yang terkait dengan tema penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling yakni memilih sejumlah informan yang memenuhi syarat, sementara

validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa menggunakan model interaktif Miles dan Huberman.

Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa proses komunikasi, baik interpersonal maupun massa berpengaruh dalam menentukan keputusan memilih masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Namun pengaruh yang dihasilkan beda pada setiap individu dan memiliki pola yang berbeda-beda. Komunikasi Interpersonal merupakan proses komunikasi yang paling efektif dalam mempengaruhi keputusan memilih tergantung pada tipe pemilih itu sendiri. Sementara Kampanye publik yang menghabiskan banyak uang terbukti tidak efektif dan Media Massa punya pengaruh pada keputusan memilih walaupun dalam kadar yang terbatas.

(16)

xvi

ABSTRACT

NATANA EL ANDI KURNIAWAN, D0208086, COMMUNICATION AND VOTING DECISION (Study about Interpersonal Communication and Mass Governor Election 2012), Thesis, Communications Science Majors, Social and Political Science Faculty, Sebelas Maret University, 2012

Communication is characteristic of humans as social beings. People use communication in every aspect of life, including on political participation. Despite of that it must be there is communication occurred during or earlier. Then, Communication also plays a role in the decision that marginal society vote for, on communication could be seen on voting behavior when the Election Day comes.

Based on description above, problems that would be focus on this research could influence marginal society to decide who will they vote for.

The most ideal method to answer these problems is case study methods because the research is focused to contemporary phenomenon that could be only happen once. Collecting data using in-depth interviews, observations, and literature related to the research. This research used purposive sampling which means choosing qualified informant as many as needed, while data validity is tested by data triangulation, and then analysis using Interactive Model of Miles and Huberman.

This research found that the process of communication, both of interpersonal communication and mass communication have affected on decide to vote by marginal society on DKI Jakarta Governor Election 2012. However, the effect that may happen doing different on each person and have different pattern so. Interpersonal Communication is the most effective in influencing the vote decision, but also depends on their type of voter. While Public Campaign that spends more money that anything else may the most ineffective to influence people, and the Mass Media is proved can make effect on vote decisions even though not as effective as Interpersonal Communication could do.

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini media massa telah mengubah kehidupan sosial masyarakat. Informasi yang diberikan media massa mampu mengubah opini publik mengenai fakta yang ada. Media massa juga berperan dalam Pemilu, menyebarkan informasi kepada khalayak baik berupa pemberitaan dan juga iklan politik. Dewasa ini media massa telah menjadi referensi khalayak untuk bertindak dalam pemilu. Padahal jenis komunikasi yang paling efektif adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal dianggap mampu memberikan pesan persuasif yang mampu mengubah perilaku seseorang.

Pada tahun 2012 ini, DKI Jakarta menyelenggarakan Pemilukada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur yang baru. Fauzi Bowo maju sebagai

incumbent namun memilih wakil yang berbeda dengan menggandeng tokoh

Betawi lainnya Nachrowi Ramli. Sementara itu perubahan dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 juga memungkinkan calon non-partai atau lebih dikenal dengan calon independen untuk maju sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.

Pemilukada DKI Jakarta 2012 berlangsung dalam dua periode setelah pada periode pertama yang diselenggarakan pada Rabu, 11 Juli 2012 tidak ada satupun pasangan calon yang memenuhi syarat 50+1, maka ditetapkan dua pasangan calon

(18)

2

teratas untuk mengikuti pemilukada putaran kedua yang diselenggarakan pada Kamis, 20 September 2012.

Pada putaran pertama, pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama berhasil mengungguli lima pasangan lainnya termasuk pasangan

incumbent Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Hasil ini bertolak belakang dengan

hasil survey beberapa lembaga survey yang dilakukan sebelum Pemilukada. Pada survei-survei tersebut pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli diunggulkan diatas lima pasangan calon lainnya.

Pada pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 putaran pertama ini juga terdapat fakta menarik, yaitu keberhasilan pasangan calon independen Faisal Basri dan Biem Benyamin, untuk mengungguli pasangan calon yang diusung oleh banyak partai, Alex Noerdin dan Nono Sampono. Fenomena ini menarik karena dalam pemilukada, calon independen hanya dianggap sebagai pelengkap, karena tidak memiliki modal politik yang kuat seperti halnya calon yang berasal dari partai. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa calon independen tidak mungkin menang untuk melawan calon dari partai karena tidak punya uang untuk membeli massa.

Lain halnya dengan pasangan calon Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini yang diusung Partai Keadilan Sejahtera yang notabene mempunyai basis massa yang kuat di Jakarta. Pasangan ini ternyata tidak mendapat suara yang signifikan dan hanya mampu berada di posisi 3, dibawah pasangan Joko Widodo

Basuki Tjahaja Purnama dan Fauzi Bowo Nachrowi Ramli.

(19)

3

Pada putaran kedua, terjadi komunikasi politik yang intens antara pasangan calon yang lolos dengan pasangan calon yang tidak lolos bersama partai yang mendukungnya. Hasilnya, pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli berhasil mendapat dukungan dari hampir semua calon, kecuali pasangan calon independen Faisal Basri dan Biem Benjamin yang tidak menyatakan sikap untuk mendukung siapapun, dan pasangan calon Hendardji Soepandji dan Riza Patria yang memilih untuk mendukung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, walaupun suaranya tidak signifikan bila dibandingkan suara dari calon lainnya. Hal ini mengubah pemetaan persaingan antara kedua calon yang lolos, dimana pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli diunggulkan karena mempunyai dukungan mayoritas partai, sama seperti Pemilukada DKI Jakarta tahun 2007 yang lalu. Namun dalam beberapa hasil survei yang dirilis sebelum Pemilukada putaran kedua, masih menunjukkan bahwa pasangan calon Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama masih unggul tipis dibanding kandidat lainnya Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli.

Kampanye yang berlangsung pada putaran kedua juga berlangsung panas dan cenderung ke arah yang negatif. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sempat memeriksa Rhoma Irama terkait dakwahnya yang bersifat SARA terhadap calon wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sering terjadi black campaign untuk menyerang pasangan calon.

Pada putaran kedua yang diselenggarakan pada 20 September 2012, hasil survey sebelumnya terbukti setelah pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama mengungguli pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Namun jika

(20)

4

dilihat dari perolehan suara, terlihat bahwa penambahan perolehan suara lebih banyak didapatkan pasangan calon Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang naik dari 34,05% menjadi 46,18%, dibandingkan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama yang hanya naik dari 42,60% menjadi 53,82%.

Terpilihnya pasangan calon Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama menimbulkan banyak fenomena menarik dalam Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 dimana pasangan incumbent kalah dalam dua putaran. Hasil yang juga berbanding terbalik dengan hasil survei yang dirilis oleh berbagai lembaga survei yang terpercaya. Fenomena yang menarik juga dapat dilihat dari unggulnya pasangan calon independen Faisal Basri Biem Benjamin atas pasangan calon yang didukung oleh banyak partai, Alex Noerdin-Nono Sampono. Fenomena ini menarik karena pasangan calon independen biasanya tidak popular di Masyarakat masyarakat. Pasangan calon Faisal Basri-Biem Benjamin menggunakan media kampanye sosial media yang murah, dibantu oleh volunteer yang mempunyai sasaran Masyarakat menengah. Hal ini terbukti berhasil menggaet suara sebanyak 4,87%, yang oleh Faisal Basri disebut kemenangan mereka mampu mendapatkan suara sebanyak itu. Strategi kampanye ini memang berhasil menggaet Masyarakat menengah, namun dianggap belum efektif karena sebagian besar masyarakat Jakarta adalah Masyarakat marginal yang tidak mengenal sosial media dan sebagainya. Namun keberhasilan Faisal Basri dan Biem Benjamin untuk mendapatkan suara 4,87% dianggap sebagai awal yang baik dimana Masyarakat menengah yang sebelumnya acuh terhadap pemilu dan pemilukada, pada pemilukada kali ini lebih aktif untuk menggunakan hak suaranya.

(21)

5

Kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama juga berarti terjadi perubahan arah perilaku pemilih yang memilih bukan berdasarkan partai yang mengusungnya. Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama hanya diusung dua partai (PDIP dan Gerindra) yang bahkan tidak punya banyak kursi di DPRD. Sementara pasangan calon Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini yang didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera yang mempunyai basis massa yang kuat di DKI Jakarta justru perolehan suaranya tidak signifikan. Sementara pada putaran kedua, pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang didukung oleh mayoritas partai juga akhirnya harus kalah dari pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yang tidak memperoleh tambahan dukungan yang signifikan. Fenomena ini membuktikan bahwa politik partai sudah tidak relevan lagi di Indonesia.

Pemilukada yang berlangsung dalam dua periode juga berdampak p ada adanya swing voters, yaitu pemilih yang mengubah pilihannya dari pemilukada putaran pertama ke putaran kedua. Oleh beberapa pakar komunikasi politik, swing

voters dianggap berpengaruh pada perolehan suara pasangan calon.

Fenomena menarik dalam pemilukada ini adalah bagaimana media massa secara intens memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pasangan calon yang akan bertarung. Baik buruknya pemberitaan media massa berpengaruh pada kredibilitas pasangan calon tersebut, dan bahkan bisa mempengaruhi pilihan pemilih. Dalam konteks Pemilukada DKI Jakarta, media massa berperan sangat aktif baik dalam pemberitaan maupun iklan politik. Hal ini memudahkan calon pemilih untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai

(22)

6

pasangan calon. Keaktifan media massa bisa dilihat dari naiknya pencitraan Joko Widodo karena pemberitaan media massa yang cenderung positif mengenai dirinya.

Sementara itu komunikasi interpersonal masih menjadi ujung tombak perubahan perilaku seseorang termasuk dalam menentukan pilihan pada pemilukada DKI Jakarta 2012. Pesan yang disampaikan oleh orang terdekat lebih dipercayai, dan karena dalam komunikasi interpersonal, seseorang tidak hanya mengirim pesan melainkan juga menerima pesan. Hal ini mempermudah pertukaran makna yang mampu berpengaruh terhadap perilaku seseorang termasuk dalam menentukan keputusan memilih.

Dari fenomena-fenomena yang terjadi pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012, kemudian timbul pertanyaan, bagaimanakah keputusan untuk memilih diambil oleh para pemilih yang berasal dari Masyarakat marginal? Berpijak pada pertanyaan tersebut, maka penulis memilih judul KOMUNIKASI DAN KEPUTUSAN MEMILIH: Studi Tentang Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Massa Berpengaruh Terhadap Keputusan Memilih Di Masyarakat Marginal Dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 sebagai judul penelitian ini.

(23)

7 B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi interpersonal dan media massa dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat dalam pemilukada DKI Jakarta 2012?

2. Bagaimanakah partisipasi politik dan perilaku memilih masyarakat pada pemilukada DKI Jakarta 2012?

3. Bagaimana referensi dan informasi diperoleh masyarakat dalam pemilukada DKI Jakarta tahun 2012?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran proses komunikasi interpersonal dan media massa dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat dalam pemilukada DKI Jakarta 2012

2. Untuk memperoleh gambaran partisipasi politik dan perilaku memilih masyarakat dalam pemilukada DKI Jakarta tahun 2012

3. Untuk memperoleh gambaran referensi dan informasi yang diperoleh masyarakat dalam pemilukada DKI Jakarta tahun 2012

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat yang meliputi:

(24)

8

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini dianggap dapat menambah dan melengkapi kajian tentang pemilukada, sekaligus menjadi pembelajaran bagi peneliti dalam mengaplikasikan teori komunikasi.

b. Penelitian ini dapat membuka cakrawala baru mengenai pola pengaruh komunikasi interpersonal dan massa dalam membentuk perilaku memilih pada khususnya

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu prasyarat untuk memenuhi gelar sarjana Ilmu Komunikasi

b. Sebagai sarana pengembangan ilmu bagi penulis secara pribadi

c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi masyarakat mengenai perilaku pemilih dalam pemilu.

E. Kerangka Berpikir

Keputusan seorang pemilih untuk memilih dalam Pemilu didasari oleh beberapa hal yang bisa dijadikan referensi seperti informasi dari media massa, kesamaan antara calon dan pemilih, dan juga pengaruh dari orang dekat pemilih. Dalam keputusan yang diambil oleh pemilih, didasari proses komunikasi yang terjadi sebelumnya. Dalam hal ini berarti keputusan memilih adalah sebuah efek yang dihasilkan sebuah proses komunikasi. Penelitian ini akan membuktikan sejauh mana efek / pengaruh yang dihasilkan proses komunikasi dalam keputusan memilih yang diambil oleh masyarakat marginal pada Pemilukada DKI Jakarta 2012.

(25)

9

Adapun kerangka pemikiran proses komunikasi yang berdampak pada pengambilan keputusan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

F. Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Definisi komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang mengandung makna yang sama oleh seseorang kepada orang lain, baik agar mengerti maupun agar berubah tingkah lakunya.

Model Komunikasi terdiri dari empat unsur utama yaitu sumber (the

source), pesan (the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver).

Singkatnya proses komunikasi adalah ketika sumber menyampaikan pesan

(26)

10

melalui saluran kepada penerima pesan, kemudian muncul efek (effect) dan umpan balik (feedback).

Communication is the transmission ofmeaning from one person to another or to many people, whether verbally or non-verbally. Communication from one person to another is commonly depicted as a simple triangle consisting of the context, the sender, the massage, and the receiver (Barrett, 2006: 386)

Sementara itu Harold D. Laswell menunjukkan komunikasi dengan

.

Definisi yang disampaikan oleh Schramm dan Laswell mempunyai kesamaan, yaitu menekankan pada efek yang terjadi pada proses komunikasi. Dari definisi tersebut juga dapat dimengerti bila saluran dapat mempengaruhi efek yang terjadi dalam proses komunikasi. Komunikasi selalu mengandung tujuan tertentu entah itu hanya untuk menginformasikan, mengubah persepsi, opini, dan perilaku.

Sejumlah hambatan dapat memperlambat atau mengacaukan proses komunikasi, antara lain: Penyaringan, dimana orang cenderung hanya menyampaikan pesan yang ingin ia sampaikan, padahal ada pesan lain yang seharusnya disampaikan; Persepsi Selektif, dimana penerima pesan cenderung menafsirkan pesan sesuai dengan kepentingan dan harapan-harapannya; dan Emosi, yang akan mempengaruhi bagaimana proses komunikasi itu bisa berjalan efektif; Bahasa, perbedaan bahasa dapat menghambat proses komunikasi itu sendiri.

Dalam penelitian ini komunikasi yang terjadi adalah komunikasi politik. Dan Nimmo memandang komunikasi politik sebagai proses komunikasi yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial, yang mengatur

(27)

11

perbuatan manusia dalam kondisi konflik (Nimmo, 1999:19). Sementara itu sebagai suatu proses, komunikasi politik melibatkan lima unsur, yakni komunikator politik, pesan politik, saluran, situasi atau konteks, dan pengaruh atau efek (Pawito, 2009:6).

Dalam masa pemilihan, baik legislatif, presiden, maupun pemimpin daerah, komunikasi politik bertujuan untuk menarik simpati khalayak dalam rangka menggalang suara sebanyak-banyaknya. Dampak komunikasi politik dapat dilihat dari hasil pemungutan suara.

Kampanye adalah bentuk komunikasi politik dalam pemilu yang bertujuan mempengaruhi calon pemilih. Kampanye dilakukan oleh partai politik, kandidat, tim sukses, dan relawan yang bertindak sebagai komunikator politik. Namun diluar itu ada juga komunikator politik yang tidak berhubungan dengan kandidat. Dan Nimmo menyatakan komunikasi interpersonal orang terdekat juga mampu menjadi saluran utama komunikasi politik. Dalam keluarga misalnya, pilihan sesama anggota keluarga biasanya homogeny. Kelompok sebaya atau teman atau tetangga juga mampu menjadi komunikator politik. Kesamaan pemikiran membuat proses komunikasi politik terjadi dengan lancar, pertukaran informasi dapat terjadi antar sesama teman. Sementara itu bentuk komunikasi politik juga dapat ditemui dalam media massa, yakni dalam bentuk iklan politik dan juga pemberitaan media massa.

(28)

12 2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal yang dimaksud adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Menurut sifatnya komunikasi interpersonal terbagi menjadi dua jenis yakni komunikasi diadik (dyadic

communication) yang terdiri hanya dari dua orang dan komunikasi kelompok

kecil (small group communication) (Cengara, 2007:32)

Menurut West & Turner (2009:10) definisi komunikasi interpersonal adalah proses interaksi antara dua orang untuk membentuk dan mempertahankan sebuah makna yang dibagi. West & Turner dalam bukunya, Understanding

Interpersonal Communication (2009) membagi komunikasi interpersonal dalam

beberapa elemen penting, yaitu proses dalam komunikasi interpersonal selalu dinamis berubah-ubah dan terus dilakukan, pertukaran pesan yaitu interaksi antar pesan nonverbal dan verbal akan dilakukan secara serempak, dan arti pesan yang merupakan elemen penting karena komunikator harus mengetahui inti pesan tersebut agar tidak terjadi salah paham.

Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang komunikator komunikasikan kepada komunikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi.

(29)

13

Pengaruh atau efek komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna antara dua orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses dalam komunikasi interpersonal adalah tindakan mengirim dan menerima pesan secara terus menerus. Nurudin mencirikan komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang tertentu (keluarga, suku, kerabat, dan sebagainya) yang punya ikatan yang sangat kuat. Keterikatan dari orang-orang terdekat ini dapat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi itu sendiri. Kedekatan antar komunikator dan komunikan dapat mempermudah proses komunikasi itu sendiri karena mereka cenderung mempercayai perkataan orang terdekat mereka (Nimmo, 2000:10).

Proses komunikasi interpersonal dimulai dari pengirim pesan (komunikator) kemudian mengirimkan pesan kepada penerima pesan (komunikan) melalui saluran dan penerima pesan menafsirkan pesan tersebut untuk bertindak (diharapkan) sesuai yang diinginkan pengirim pesan.

Proses komunikasi berasal dari tindakan, pengalaman, kepribadian, kebudayaan yang ditafsirkan dalam bentuk pesan kemudian dikirimkan kepada orang lain yang kemudian menafsirkan pesan tersebut menjadi tindakan, pengalaman, kepribadian, dan kebudayaan. Proses ini berlangsung berulang-ulang. Agar proses komunikasi berjalan efektif, yang dibutuhkan adalah perhatian, pengertian, penerimaan, dan tindakan.

Menurut West & Turner (2009), dalam komunikasi interpersonal ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:

(30)

14

1. Unavoidable

Komunikasi interpersonal tidak dapat dihindari karena manusia tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi dengan sesamanya.

2. Irreversible

Apa yang sudah diucapkan tidak dapat ditarik lagi 3. Symbolic

Dalam komunikasi interpersonal menggunakan symbol yang sudah diketahui, disetujui dan dipakai oleh banyak orang karena partisipannya melalui taraf proses

4. Ruled Governed

Komunikasi interpersonal diatur oleh aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang harus ditaati.

5. Has Both Content

Komunikasi interpersonal mengandung pesan dalam setiap proses komunikasi. Hal ini berarti setiap komunikator juga dapat menjadi komunikan, dan begitu juga sebaliknya.

6. Relationship Level

Dalam proses komunikasi interpersonal, kedekatan hubungan antara komunikator dan komunikan berpengaruh dalam penyampaian pesan. Semakin dekat relasinya, semakin mudah penyampaian pesan dilakukan.

3. Komunikasi Massa

Komunikasi massa didefinisikan sebagai proses komunikasi melalui media massa dengan tujuan menyampaikan informasi (pesan) kepada khalayak luas.

(31)

15

Sementara menurut C. Sardjono dan Pawito dalam komunikasi massa unsur terpenting adalah media massa yaitu alat-alat yang dapat digunakan komunikator untuk mencapai jumlah penerima yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Alat yang dimaksud adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan sebagainya. Model komunikasi massa pada dasarnya memiliki lima elemen yaitu masukan dari sumber berita, organisasi media massa, pesan yang disampaikan, khalayak sebagai penerima pesan, dan pesan balik.

Media massa pada awalnya merupakan teknologi modern yang digunakan badan usaha atau lembaga pemerintah yang memungkinkan mereka untuk menyebarluaskan pesan yang sama ke banyak khalayak secara geografis. Pada awalnya, teknologi ini hanya dalam bentuk cetak yang kemudian berkembang menjadi televisi dan sekarang internet.

communication technology is its capacity to expand social relations beyond the clan, the tribe, and the local community. While ancient empires were built on military force and the loyalty of a small number of chieftains to a central authority, the typical social unit today covers far more territory and embraces more people than could once have been th ought possible. This expansion is not just a matter of size, but also one of density. Individuals different in background, orientation, and skill, clustered in and around urban centers, have become more interdependent, and also, though only indirectly, mor

(Kurt Lang, 2009:3)

Dalam proses komunikasi massa, jumlah penerima pesan banyak, tersebar dalam area geografis yang sangat luas, sifatnya heterogen namun memiliki minat yang sama terhadap suatu hal. Oleh karena itu peran media massa seperti surat kabar, televisi, dan internet menjadi sangat vital dalam proses komunikasi massa. Komunikator dalam komunikasi massa dapat berbentuk institusi atau lembaga,

(32)

16

pribadi, dan intitusi media massa. Pesannya bersifat umum dan dapat diterima oleh siapa saja yang mengakses media massa, disampaikan secara serentak dalam waktu yang bersamaan. Umpan balik dalam komunikasi massa tidak bisa dilakukan secara langsung, kecuali dalam acara televisi yang menyediakan akses interaktif melalui media telepon dan internet. Terlepas dari pengecualian tersebut, umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tunda dan malah terkadang tidak ada. Bahkan untuk mengetahui umpan balik harus dilakukan penelitian atau survei.

Denis McQuail (1996:7) menyatakan komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang berlangsung dalam tingkat masyarakat luas yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan sebenarnya.

Sementara itu, Rodman (2006:8) dalam bukunya Mass Media in A

Changing World menyebutkan perbedaan komunikasi massa dengan jenis

komunikasi lain : (1) Karena sifatnya yang satu arah maka proses umpan balik berjalan lamban, (2) Mempunyai efek yang besar dan meluas, walaupun efek yang didapatkan tidak sebesar komunikasi interpersonal, (3) Proses encoding dan

decoding pesan dalam komunikasi massa melalui beberapa tahapan dengan

kemungkinan gangguan yang terjadi, (4) Pesan yang disampaikan mahal harganya, namun efektif, (5) Komunikan bisa bebas memilih pesan mana yang ingin ia terima.

(33)

17

Peran media massa dalam kehidupan sosial bukan hanya sebagai hiburan, namun informasi didalamnya juga mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Informasi yang disampaikan oleh media massa akan mempengaruhi realitas subyektif khalayak. Realitas yang dibentuk oleh media massa ini juga akan mendasari respon dan sikap khalayak untuk bertindak. Oleh karena itu, media massa dituntut untuk menyampaikan informasi secara aktual dan tepat.

Peran yang dimainkan media massa, selain membentuk citra ke arah yang dikehendaki media tersebut, juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayak. Media massa mencerminkan citra khalayak dan khalayak memproyeksikan citranya pada informasi yang disampaikan media massa.

Ada banyak teori mengenai komunikasi massa, dan efeknya kepada khalayak. Teori Peluru atau Jarum Hipodermik adalah teori yang pertama kali muncul pada tahun 1970-an. Teori ini mengasumsikan bahwa media mempunyai kekuatan yang sangat perkasa, komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Asumsi utama teori ini adalah khalayak tidak mampu menolak terpaan media. Teori ini sesuai dengan model komunikasi satu tahap (One Step Flow

Communication) dimana pesan disampaikan oleh media massa secara langsung

kepada khalayak, namun dalam perkembangannya pesan yang disampaikan tidak selalu sampai kepada khalayak, dan efek yang ditimbulkan tidak sesuai yang diharapkan.

Oleh penemunya, Wilbur Schramm, teori ini dicabut olehnya karena ternyata khalayak tidak pasif. Pernyataan ini kemudian didukung oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld menyatakan bahwa yang terjadi

(34)

18

setelah khalayak menerima terpaan media tidak selalu sesuai yang diharapkan komunikator, kadang kala efek yang timbul justru berlawanan dengan yang diharapkan. Hal ini yang mendasari munculnya teori limited effect yakni efek yang muncul seringkali terbatas, atau kecil.

Teori Jarum Suntik kemudian dengan tegas dibantah oleh teori baru yakni teori proses selektif dimana orang cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif). Dalam teori ini Khalayak berperan aktif dengan cenderung menolak pesan di media massa yang berbeda dengan apa yang mereka percaya.

Model Komunikasi Dua Tahap (Two Step Flow of Communication) dalam prosesnya melalui dua tahap, yakni: tahap pertama, dari sumber informasi melalui media massa ke opinion leader, proses ini disebut proses pengalihan informasi; tahap kedua adalah proses penyebarluasan pengaruh dari opinion

leaders kepada pengikutnya. Model ini mempunyai kelemahan, yakni: model ini

menganggap khalayak yang aktif mencari informasi hanya opinion leader, sementara lainnya bersifat pasif padahal media massa dewasa ini sudah mempunyai kredibilitasnya sendiri, dan khalayak dapat mendapatkan informasi langsung dari media massa tanpa bantuan dari opinion leader; kritik utama terhadap model komunikasi ini adalah kenyataannya bahwa proses komunikasi tidak berjalan sesederhana dua tahap, melainkan banyak tahap.

Kelemahan terhadap model komunikasi dua tahap kemudian membawa model komunikasi baru yakni model komunikasi banyak tahap (Multi Step Flow

of Communication) yang menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi

dapat melalui saluran yang berganti-ganti. Artinya, beberapa komunikan

(35)

19

menerima pesan melalui media massa lalu menyebarkannya kepada komunikan lain. Dalam hal ini bisa keluarga, teman, tetangga, dan orang-orang terdekat.

4. Peran Media Massa Dalam Pemilu

Dalam pemilihan umum, media massa memiliki peran sebagai lembaga informasi, berperan dalam menyampaikan informasi secara aktual dan tepat kepada khalayak. Selain itu media massa juga berperan sebagai pengawas pelaksanaan pemilihan umum itu sendiri. Dalam skala makro, peran media massa dalam pemilu erat kaitannya dengan agenda elit politik dan partai politik. Dalam skala mikro, media massa berperan dalam kepentingan masyarakat untuk menentukan keputusan memilih (Green-Pedersen, 2010:663).

Ketika pemilu, politikus ataupun partai politik yang berlaga akan menggantungkan citra mereka kepada media massa. Media massa punya kekuatan untuk membuat khalayak percaya dengan informasi didalamnya. Media massa jelas berpengaruh pada berhasil atau tidaknya kandidat dan partai politik dalam pemilu. Perhatian media massa terhadap suatu isu terkait kandidat calon maupun partai politik dapat berpengaruh besar. Walaupun begitu dapat dipahami apabila pengaruh yang ditimbulkan media massa hanya sementara.

indicates that the power of the mass media in contemporary politics is more limited than is often assumed. Mass media attention to an issue is a powerful force in contemporary politics, but understanding the conditionality of media power is crucial. In this regard, the fact that this study points to a party political conditionality is central. It has been customary to view political parties and party politics as being of declining relevance for understanding contemporary West European politics. This declining relevance is often related to the increasing power of the mass

(36)

20

media, which is commonly perceived as almost being a fact of contemporary politics. This study, however, shows that party politics remains crucial for understanding the dynamics between the mass media

(Green-Pedersen, 2010:677)

Dalam konteks pemilu, media massa punya posisi sentral dalam peranannya menyebarkan informasi kepada khalayak. Media massa merupakan saluran komunikasi yang banyak digunakan untuk kepentingan politik karena sifatnya yang mampu membawa pesan kepada khalayak secara massif. Pada periode pemilihan, peran media massa sangat vital dan istimewa karena calon pemilih yang berusaha mencari informasi mengenai pemilihan dan kandidat yang maju di pemilihan akan menggunakan media massa sebagai sumber informasi mereka. Media massa dianggap menyediakan sumber informasi yang kompeten, pandangan dan penilaian mengenai kandidat yang maju dalam pemilihan (Pawito, 2009:173).

Media massa memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Dalam konteks pemilihan umum, informasi yang disampaikan media massa dapat mempengaruhi partisipasi politik khalayak. Dalam pemilihan umum, media massa seringkali dimanfaatkan oleh peserta pemilu untuk menyampaikan visi, misi, dan janji politiknya. Dari sini khalayak yang menerima pesan dapat memilih peserta pemilu sesuai dengan karakteristik yang diinginkannya.

Media massa juga berperan dalam kampanye politik. Roger dan Storey (Antar Venus, 2004: 7) memberi pengertian kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun

(37)

21

waktu tertentu. Melalui media massa tujuan kampanye akan sangat mudah tercapai karena sifat-sifat media massa sesuai dengan karakteristik kampanye.

Media massa dalam memberitakan informasi terkait pemilu harusnya netral. Namun pada pelaksanaannya media massa seringkali berpihak pada salah satu peserta. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena kepentingan yang terjadi didalam media massa itu sendiri. Misalnya, pemilik media massa tersebut adalah salah satu peserta pemilu.

Menurut McQuail, secara umum media massa memiliki berbagai fungsi bagi khalayaknya yaitu pertama, sebagai pemberi informasi; kedua, pemberian komentar atau interpretasi yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga, pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-bagian masyarakat dalam pemberian respon terhadap lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat.

Berdasarkan fungsi media massa yang dikemukakan Denis McQuail, media massa bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang benar agar khalayak melihat dengan apa adanya. Media massa seharusnya dilarang untuk menunjukkan keberpihakan kepada salah satu peserta pemilu sehingga pemilih tidak terjebak dalam realitas media yang bukan kenyataan yang sebenarnya.

Norton Long mengungkapkan media massa sebagai penggerak utama dalam menentukan agenda seseorang tentang apa yang dikatakan, atau lakukan mengenai suatu fakta yang ada. Pemikiran Long ini tidak dapat dipisahkan dari

(38)

22

anggapan Lippmann tentang peranan media massa yang ikut membentuk picture

in our head (Suwardi, 1993:72). Segala pesan yang khalayak terima dari media

massa akan mempengaruhi khalayak dalam berpikir dan bertindak.

Dampak media massa dalam pemilu sudah sejak lama menjadi obyek penelitian para peneliti di berbagai Negara. Penelitian-penelitian tersebut biasanya diarahkan pada peran media massa yang berupa perubahan opini, sikap, dan perilaku yang terjadi segera setelah khalayak menerima pesan dari media massa. Penelitian ini dilakukan dari masa ke masa untuk menentukan efek dari media massa. Uniknya, pada satu hasil penelitian menunjukkan efek yang dimunculkan sangat besar (Powerfull effect), tapi pada penelitian yang lain bisa saja hasilnya menunjukkan efek sedang (medium effect), dan efek kecil (limited effect).

5. Masyarakat Marginal

Masyarakat marginal identik dengan kemiskinan. Masyarakat marginal sendiri sering diartikan sebagai kelompok masyarakat yang hidup berada dan dibawah garis kemisikinan. Pun definisi mengenai kemiskinan sudah mengalami perluasan, seiring dengan kompleksnya indikatornya. Definisi kemiskinan tidak lagi hanya kurang secara ekonomi, namun juga sosial, kesehatan, pendidikan, dan politik. Definisi kemiskinan menurut UNDP adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik. Sementara Biro Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang atau

(39)

23

kelompok untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan.

Kenyataannya di kota besar di Negara berkembang, pertumbuhan penduduk sangat tinggi, namun tidak diimbangi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan tidak sebanding jumlahnya dengan penduduk yang terus meningkat. Belum lagi, kota-kota besar menarik minat kaum urban untuk mengadu nasib, yang menyebabkan jumlah lapangan pekerjaan dan penduduk kota semakin tidak seimbang. Pembangunan kota besar yang hanya menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi secara fisik ternyata dalam banyak hal justru melahirkan orang miskin baru, masyarakat rentan, dan masyarakat pinggiran di perkotaan yang disebut dengan masyarakat marginal.

Masyarakat marginal lazimnya hidup di pinggiran perkotaan. Kemiskinan adalah ciri utama masyarakat marginal, namun masyarakat marginal sebenarnya lebih dari sekedar fenomena ekonomi. Esensi dari masyarakat marginal adalah menyangkut kemungkinan orang miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan taraf kehidupannya.

Di kota besar, golongan masyarakat marginal umumnya adalah kaum urban, yang biasanya bekerja sebagai pedagang kaki lima, buruh, penghuni pemukiman kumuh, dan pedagang asongan yang umumnya tidak memiliki pendidikan yang cukup (unskilled labour).

(40)

24

Ciri utama Masyarakat marginal adalah tidak terjadinya mobilitas sosial vertical. Orang miskin akan tetap miskin. Faktor utamanya adalah, kemiskinan mereka menghalangi potensi diri mereka, misalnya karena miskin, mereka tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal pendidikan penting untuk meningkatkan taraf hidup seseorang.

Masyarakat marginal hidup dalam ketergantungan kepada kelas sosial-ekonomi diatasnya. Ketergantungan ini berperan besar dalam memerosotkan kemampuan si miskin untuk melakukan tawar menawar dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang antara buruh dan majikan. Buruh tidak punya kemampuan untuk menetapkan upah. Masyarakat marginal tidak bisa berbuat banyak karena kehidupan mereka ditentukan oleh kelas sosial-ekonomi diatasnya

Definisi Masyarakat marginal sebenarnya sama dengan apa yang disebut dengan perangkap kemiskinan (deprivation trap) yang terdiri dari lima unsur, yakni kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan atau kadar isolasi, kerentanan, ketidakberdayaan. Kelima unsur ini saling terkait dan biasanya menjadi unsur pembentuk Masyarakat marginal (Chambers, 1987).

Indikator seseorang bisa dikategorikan sebagai Masyarakat marginal, antara lain:

1. Sosiologis

Kelompok masyarakat yang mendapatkan perlakuan tidak adil atau diskriminatif karena persoalan gender, seseorang atau kelompok masyarakat

(41)

25

yang mengalami diskriminasi sosial, dan masyarakat yang hak asasinya terlanggar

2. Infrastruktur

Individu atau kelompok masyarakat di sebuah wilayah geografis yang mengalami kesulitan pada akses terhadap air bersih, transportasi dan komunikasi.

3. Kesehatan

Kelompok masyarakat yang harapan hidupnya rendah, tingkat kematian bayinya tinggi, mengalami gizi buruk, dan kekurangan gizi

4. Pendidikan

Kelompok masyarakat yang tingkat buta hurufnya tinggi, dan banyak yang putus sekolah

5. Politik

Kelompok masyarakat yang terhambat ruangnya dalam berpartisipasi di pemilu. Begitu juga dengan kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan kenyamanan dan selalu merasa terancam keamanannya.

6. Ekonomi

Kelompok masyarakat yang pendapatan perkapitanya rendah, dan masuk dalam kategori miskin. Begitupun kelompok masyarakat yang menganggur, dan tidak memiliki pekerjaan tetap.

7. Ekologis

Kelompok masyarakat yang sumber daya alamnya rusak karena dieksploitasi sehingga mereka tidak dapat memanfaatkannya untuk kehidupan mereka

(42)

26

8. Indeks Pembangunan

Kelompok masyarakat yang indeks pembangunannya rendah juga dapat dikategorikan sebagai Masyarakat marginal. Indeks pembangunan meliputi pertumbuhan ekonomi, tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan tingkat persamaan hak.

Masyarakat marginal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah warga DKI Jakarta yang hidup di wilayah pinggiran kota, yang termasuk dalam pemukiman kumuh, yang pendapatannya dibawah upah minimum provinsi, atau tidak punya pendapatan tetap dan bekerja antara lain sebagai buruh, tukang parkir, sopir, pedagang kaki lima, pedagang asongan, serabutan, tukang tambal ban, penjaja makanan, penjahit dan lain sebagainya.

6. Perilaku Pemilih (Voting Behavior)

Perilaku memilih (voting behavior) merupakan perilaku seseorang atau kelompok masyarakat dalam responnya untuk ikut serta dalam kehidupan politik dengan memilih siapa yang berkuasa dalam lingkungan politik.

Pada perilaku memilih, yang ditekankan adalah kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mereka melakukan pilihan itu (Sofiah, 2003:18). Menurut Bone dan Raney (1971:23) perilaku pemilih dijabarkan sebagai:

Voting behavior is pictured as having the two dimension. Preference, can

be to measure his approval or disapproval of Democratic and Republican Parties, their perceived stands on issues, and teha personal quality of their

(43)

27

organization contributors, opinion leaders, voters, non voters, and apolitical (Sofiah, 2003:18)

Pemilu sendiri di Indonesia sudah mengalami banyak perubahan sejak masa reformasi. Sejak tahun 2005, Pemilihan Umum Kepala Daerah dilakukan secara langsung, artinya rakyat bisa memilih figur pemimpin yang disukainya. Dengan adanya figur kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, faktor figure calon menjadi yang paling penting diantara faktor-faktor lainnya seperti partai pengusung dan program kerja calon tersebut. Oleh karena itu pertimbangan seseorang untuk memilih wakil rakyat semakin banyak faktornya karena mereka bisa memilih sendiri figur yang mereka inginkan. Dalam Pemilukada langsung pertimbangan pemilih lebih bersifat emosional, karena memilih calon bukan berdasarkan kemampuan pribadi seperti kemampuan intelektual, wawasan, pengalaman, visi, misi, dan program kerja melainkan juga melihat dari garis keturunan, ideologis, latar belakang, popularitas, dan tampilan fisik. Belakangan popularitas figur calon secara signifikan mempunyai pengaruh terhadap kemenangan calon dalam pemilukada.

Untuk memahami perilaku memilih, ada tiga macam pendekatan yang biasa digunakan, yakni model sosiologi, model psikologi sosial, dan model pilihan rasional (Dieter Roth, 2008 : 23-54). Afan Gaffar seperti yang dikutip oleh Asfar (2005:47) menyatakan bahwa penjelasan teoritis mengenai perilaku pemilih didasarkan pada tiga model pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Sosiologis

Karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih.

(44)

28

Pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi, kelompok-kelompok okupasi dan sebagainya, maupun pengelompokan-pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik, karena kelompok-kelompok ini mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.

2. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi, untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut pendekatan ini pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi. Melalui proses sosialisasi kemudian berkembang ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan organisasi kemasyarakatan atau partai politik. Almond dalam menyatakan bahwa sosialisasi politik menunjuk pada proses pembentukan sikap-sikap dan pola tingkah laku politik serta merupakan sarana bagi generasi untuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan politik kepada generasi sesudahnya.

(45)

29

3. Pendekatan Politis Rasional

Pada pendekatan ini isu-isu politik menjadi pertimbangan penting. Para pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilainnya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Dalam studi voting behavior, menurut Ramlan Surbakti dalam Asfar (1999: 52) pemilih rasional yang diadaptasi dari ilmu ekonomi ini biasanya menggunakan perhitungan untung rugi dalam menentukan pilihan politiknya. Kalkulasi ini biasanya berkaitan dengan kandidat mana yang menawarkan program-program sesuai dengan preferensi politiknya. Perilaku pemilih berdasarkan pertimbangan rasional tidak hanya berupa memilih alternatif yang paling menguntungkan atau yang mendatangkan kerugian yang paling sedikit, tetapi juga dalam arti memilih alternatif yang menimbulkan resiko yang paling kecil, yang penting mendahulukan selamat. Dengan begitu, diasumsikan bahwa para pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik yang diajukan, maupun calon (kandidat) yang ditampilkan. Penilaian rasional terhadap kandidat ini bisa didasarkan pada jabatan, informasi, pribadi yang popular karena prestasi masing-masing dibidang seni, olah raga, film, organisasi, politik dan semacamnya.

Dalam konteks pemilih Indonesia, Pawito mengelompokkan perilaku memilih menjadi empat tipe, yaitu pemilih yang sekedar memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud partisipasi politik, pemilih partisan, pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golongan putih atau golput) (Pawito, 2009 : 180).

(46)

30

Tipe pertama yakni pemilih yang hanya sekedar memilih biasanya adalah mereka yang tidak peduli dengan urusan politik, atau tidak mempunyai referensi yang cukup mengenai pemilihan. Partisipasi mereka dalam pemilihan biasanya hanya melakukan apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.

Pemilih Partisan adalah tipe pemilih yang susah untuk dipengaruhi karena memiliki keberpihakan kuat terhadap golongan tertentu dengan berbagai alasan yang biasanya berhubungan dengan identitas diri, suku, ideologis, tradisi, agama dan lain sebagainya.

Pemilih Rasional adalah tipe pemilih yang paling diharapkan dalam pemilu. Pemilih tipe ini termasuk aktif dalam mengumpulkan segala informasi dan referensi mengenai pemilihan. Mereka tidak punya keterikatan dengan golongan tertentu dan membandingkan informasi satu dengan yang lain untuk menentukan keputusan memilih yang benar-benar mereka inginkan.

Golongan putih (Golput) merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Mereka sebenarnya mempunyai kesadaran politik yang tinggi, dan punya banyak informasi mengenai pemilihan dan kandidatnya. Tetapi mereka beralasan bahwa mekanisme pemilihan, kandidat yang maju, partai politik tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan sehingga mereka memilih untuk golput.

(47)

31 G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena penelitian ini berfokus menggambarkan gejala-gejala realitas, atau fenomena kontemporer serta memberikan pemahaman secara jelas mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala, realitas dan fenomena tersebut bisa terjadi (Pawito, 2007:35). Penelitian ini merupakan usaha untuk mengungkapkan sebuah fenomena yang terjadi sebagaimana adanya bertujuan untuk mengungkap fakta yang ada dalam fenomena tersebut (fact finding).

Penelitian kualitatif tidak mendasarkan pada bukti empirik, hitungan matematika, ataupun teknik analisa data statistik, seperti pada metode penelitian kuantitatif, melainkan lebih mendasarkan pada hal yang bersifat diskursif, seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil wawancara, literatur, dan data nondiskursif. Pijakan analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah kategori-kategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah intepretasi terhadap gejala atau fenomena yang diteliti

Metode ini cocok untuk menjawab permasalahan penelitian yang berkenaan bilamana fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer (masa kini). Penelitian ini berusaha menggambarkan proses komunikasi interpersonal dan komunikasi massa dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Terlepas dari fokus penelitian ini, Pemilukada merupakan fenomena kontemporer yang tidak terjadi setiap saat.

(48)

32 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada masa kampanye, hari tenang, dan hari pemilihan Pemilukada DKI Jakarta Putaran Dua. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah accidental

sampling, maka lokasi penelitian fleksibel sesuai dengan lokasi responden, antara

lain: Rawamangun, Lodan, Harmoni, dan Pademangan.

3. Jenis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data yaitu :

a. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari wawancara responden yang mengetahui dan berkompeten seputar tema penelitian ini serta dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan

b. Data Sekunder

Data yang mendukung data primer dan merupakan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu dari buku, karya ilmiah, arsip, serta jurnal atau dokumen resmi yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

(49)

33

a. Wawancara mendalam (indepth interview)

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah manusia dlam kapasitas sebagai responden atau informan penelitian. Untuk mendapatkan informasi dari sumber data ini diperlukan teknik yang disebut wawancara. Wawancara dibedakan menjadi dua, yaitu wawancara tak tersturktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam (indepth interview), wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dan biasanya tertulis disertai pilihan jawaban yang sudah disediakan (Mulyana, 2006:180)

Untuk menggali data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka secara langsung dengan informan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2003: 110). Untuk memudahkan wawancara tersebut peneliti membuat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan tersusun dalam bentuk

interview guide. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat

menggambarkan fakta yang ada dalam gejala atau fenomena yang diteliti. Melalui wawancara ini, informasi yang didapat bisa sangat beragam karena pandangan subjektif informan yang berbeda-beda (H.B. Sutopo, 2002: 59).

(50)

34

Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti dengan informan penelitian berlangsung selama kurang lebih satu minggu pada hari sebelum dan sesudah Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta putaran 2, pada Kamis, 20 September 2012.

Wawancara mendalam melibatkan beberapa tahapan yang tidak harus bersifat linear tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kelengkapan data yang diinginkan. Namun karena keterbatasan peneliti yang lokasinya berjauhan dengan lokasi penelitian, maka untuk mendapat kelengkapan data, wawancara mendalam bisa dilanjutkan melalui media telepon. Prosedur wawancara yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Menentukan siapa yang akan diwawancarai

Pada tahap pertama, peneliti menentukan siapa saja informan yang akan diwawancara untuk mendapatkan data. Mereka adalah masyarakat DKI Jakarta, yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk Indonesia wilayah DKI Jakarta, dan memiliki hak pilih, dan sudah dan/atau akan mencoblos dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012, dan termasuk dalam kategori Masyarakat marginal. Mereka yang menjadi informan dalam penelitian ini juga yang dipandang memiliki cukup informasi yang bermanfaat untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tempat dan waktu penelitian disesuaikan dengan informan.

(51)

35

2. Persiapan wawancara

Peneliti menyiapkan draf tertulis mengenai pokok-pokok pertanyaan sebagai panduan wawancara (interview guide), yang berguna untuk mencegah agar pembicaraan tidak terlalu melebar.

3. Langkah awal wawancara

Pada awal pertemuan dengan informan, peneliti tidak langsung masuk tahap penggalian informasi melainkan berusaha terlebih dahulu menjalin keakraban melalui pembicaraan yang umum. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang nyaman serta untuk membiasakan keberadaan peneliti sehingga informan dapat dengan nyaman menjawab pertanyaan, dan memberikan data sebanyak-banyaknya.

b. Observasi

Metode pengumpulan data non verbal dimana data dikumpulkan dengan cara mengamati dan mencatat fenomena yang diselidiki melalui penglihatan dan pendengaran. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi tak berperan, di mana kehadiran peneliti hanya untuk melakukan pengamatan pada objek yang dikaji, tanpa melakukan peran apapun. Selama pengamatan berlangsung, peneliti seolah-olah hanya sebagai penonton. Peneliti hanya mengamati tanpa melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di lokasi penelitian, kemudian mencatat apa saja yang dilihat, didengar, maupun dirasakan peneliti di lokasi penelitian.

(52)

36

c. Dokumentasi

Pengumpulan data ini dengan cara menelaah dan mengkaji bahan bacaan yang relevan dengan topik yang diteliti. Antara lain dengan menggunakan buku, majalah, tabloid, bulletin, brosur, dan internet yang memuat berita atau informasi tentang topik yang sedang diteliti.

5. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini digunakan teknik accidental sampling, yaitu memilih dan menentukan responden secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti, dengan berbagai pertimbangan, dimana responden tersebut dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti (H.B. Sutopo, 2002:56).

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses komunikasi interpersonal dan komunikasi massa dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat pada pemilukada DKI Jakarta 2012 sehingga informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa orang tersebut adalah pemilih pada Pemilukada DKI Jakarta 2012 yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), memiliki atau menjadi bagian dari proses komunikasi interpersonal dan komunikasi massa mengenai Pemilukada DKI Jakarta 2012, baik menjadi komunikator maupun komunikan, serta mampu memberikan jawaban yang dapat dijadikan sumber data dalam penelitian ini berkaitan dengan permasalahan penelitian.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang masyarakat DKI Jakarta yang sudah memilih setidaknya sekali pada Pemilukada DKI Jakarta 2012, baik

(53)

37

putaran pertama maupun putaran kedua, dan terlibat dalam proses komunikasi yang berkenaan dengan pemilukada DKI Jakarta 2012 dan memiliki perilaku memilih yang berbeda-beda.

Tabel 1.1

Daftar Informan Penelitian

No. Nama Jenis Usia Etnis Pekerjaan

1. Setiawan Laki-laki 31 Jawa Buruh Pabrik 2. Faisal Laki-laki 35 Betawi Tukang Parkir 3. Wasrap Laki-laki 50 Betawi Buruh Bangunan 4. Meg Laki-laki 26 Lampung Serabutan 5. Ipin Laki-laki 30 Betawi Sopir Angkot 6. Ike Perempuan 40 Betawi Pedagang Kaki Lima 7. Mar Perempuan 30 Jawa Penjaja Makanan

8. Dina Perempuan 45 Jawa Buruh

9. Lina Perempuan 27 Jawa Ibu Rumah Tangga 10. Santi Perempuan 30 Jawa Penjahit

11. Suci Perempuan 42 Betawi Buruh

12. Ipeh Perempuan 36 Betawi Pembantu Rumah Tangga

Sumber : Wawancara dengan informan (diolah)

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif biasanya memberikan makna terhadap data, mengintepretasikan, dan mengubahnya ke dalam bentuk narasi yang temuannya mengarah pada proposisi ilmiah yang akhirnya sampai pada

Gambar

Tabel 1.1  Daftar Informan Penelitian -- 37
Gambar 3.1  TV

Referensi

Dokumen terkait

yang didapat lebih kecil (<) dari  = 0,05 maka membuktikan hipotesis yang menyatakan kepemimpinan, lingkungan kerja, komitmen organisasi dan motivasi

PE N D AH UL U AN dalam Hommel, 1987), bahkan laporan kunjungan Endert ke Ujung Kulon pada tahun 1931 menunjukkan bahwa Hutan Langkap merupakan tipe vegetasi yang hutan Langkap

NYA tidak boleh dipasang langsung menempel pada plesteran, harus dilindungi dengan pipa instalasi.. Pada pemasangan di luar jangkauan tangan NYA boleh dipasang terbuka

Bagi setiap perusahaan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah sebuah bank, masalah rentabilitas jauh lebih penting dari masalah laba.Laba yang besar

Selain kondisi yang menunjukkan terdapat atlet yang masuk dalam kategori tinggi juga ditunjukkan oleh terdapatnya atlet yang mengalami gangguan menstruasi, pola makan

Berdasar data awal hasil pengamatan akhir pada parameter tinggi batang yang tercantum pada gambar grafik 4 menyatakan bahwa rata pertumbuhan tanaman okra yang

Proses Manajemen Sumberdaya Manusia (Stooner dan Freeman, 1994) 1) Perencanaan sumberdaya manusia, dilakukan untuk menjamin bahwa kebutuhan organisasi akan pegawai akan

Hal ini karena dalam melakukan proses produksi,perusahaan harus mampu menghasilkan suatu produk,baik barang maupun jasa yang sesuai dengan kriteria,waktu, dan