• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara body image dan kecenderungan impulse buying wanita bekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara body image dan kecenderungan impulse buying wanita bekerja"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN IMPULSE BUYING PADA WANITA BEKERJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Bernadeta Intan Setya Rosari NIM : 129114096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Lebih mudah untuk tidak memilih, seolah tak ada konsekuensi. Tetapi seperti katamu, memilih adalah jalan hidup yang berani.”

-Leila S. Chudori-

“The hardest part of anything in life is thinking about it”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji Syukur kupanjatkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus serta Bunda

Maria yang selalu menemaniku dalam suka dan duka mengerjakan skripsi ini.

Skripsi ini juga kupersembahkan untuk papa tercinta yang pasti selalu berdoa,

melihat, dan melindungiku dari rumah Bapa. I miss you so bad, and i wish you

were here.

Mama tercinta yang selalu mendukung dan bersedia menunggu dengan sabar

hingga karya ini selesai dibuat.

dan

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KECENDERUNGAN IMPULSE BUYING PADA WANITA BEKERJA

Bernadeta Intan Setya Rosari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image

dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 212 wanita bekerja. Alat pengumpulan data yang digunakan ialah skala untuk mengukur body image adalah Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) dan skala yang digunakan untuk mengukur kecenderungan impulse buying adalah Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) yang telah diadaptasi dalam bahasa indonesia. Skala body image memiliki

koefisien reliabilitas sebesar 0,951 dan skala kecenderungan impulse buying

memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,827. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Peason Product Moment dikarenakan sebaran data pada kedua variabel bersifat normal. Hasil penelitian ini menghasilkan r sebesar -0,208 dan nilai p sebesar 0,001 < 0,05. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara body image dan kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja. Hal ini berarti semakin tinggi body image yang dialami oleh individu maka kecenderungan impulse buying akan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah body image yang dialami individu maka kecenderungan impulse buying akan semakin tinggi.

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY IMAGE AND IMPULSE BUYING TENDENCY TOWARDS WORKING WOMEN

Bernadeta Intan Setya Rosari

ABSTRACT

This research aimed to investigate the correlation between body image and impulse buying tendency towards working women. The hypothesis was that there was negative relationship between body image and impulse buying tendency towards working women. The subject in research were 212 working women. The scale used for measuring body image is Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) and the scale used for measuring Impulse Buying Tendency is Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) that has been adapted. The alpha reliability coefficient of body image scale was 0.951 and coefficient of impulse buying tendency scale was 0.827. The technique of data analysis being used was Peason Product Momentcorrelation test because data on both variables are normal. The research showed that value of r was 0.208 with p 0.001 < 0.05. The results indicated a negative correlation between body image and impulse buying tendency. It was means that the higher the body image experienced by working women the impulse buying tendency will be lower. On the contrary, the lower body image experienced by working women, the impulse buying tendency will be higher.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus

Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses

pengerjaan skripsi ini. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M. Si Selaku Kepala Program

Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M. Si selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah membimbing selama proses penyusunan skripsi.

Terimakasih bapak atas semua bantuan, bimbingan, waktu, saran,

serta kesabaran yang telah diberikan.

4. Bapak Prof. A. Supratiknya, Ph.D. dan Bapak Minta Istono, M.Si.

selaku dosen penguji skripsi atas saran dan bimbingannya sehingga

dapat menjadi lebih baik.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si., selaku dosen pembimbing akademik

2012 yang selalu memberikan saran, dukungan dan bantuan selama

penulis menempuh studi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma

(11)

xi

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Mas Muji, Mas Gandung, Ibu

Nanik, dan juga Pak Gik terima kasih telah membantu dalam

berbagai urusan kuliah dan praktikum tes.

8. Keluarga yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan

menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih

atas segala dukungan yang telah diberikan.

9. Para sahabat yang selalu menemani dan tidak menemani dalam

jatuh bangunnya saya mengerjakan skripsi ini. Berkat skripsi ini

saya banyak belajar mengenai arti persahabatan sejati. “Kadang

yang selalu ada bisa pergi, kadang yang selalu tidak ada bisa

datang”.

10.Teman-teman Fakultas Psikologi dari berbagai angkatan dan

teman-teman tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala

bantuan dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih banyak.

11.Para subjek dan semua pihak atas kontribusi yang diberikan dalam

penyusunan skripsi saya.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan,

untuk itu penulis sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik yang

dapat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ASBTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DASAR TEORI ... 9

A. Impulse buying ... 9

(13)

xiii

2. Aspek-Aspek Impulse buying ... 10

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse buying ... 11

B. Body Image... 14

1. Definisi Body Image ... 14

2. Dimensi Body Image ... 14

C. Wanita Bekerja ... 16

D. Kerangka Konseptual ... 17

E. Skema Penelitian ... 20

F. Hipotesis ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional... 22

1. Body Image... 22

2. Kecenderungan Impulse buying ... 23

D. Subjek Penelitian ... 24

E. Instrumen Penelitian... 25

1. Metode Pengumpulan Data ... 25

2. Alat Pengumpulan Data ... 25

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 31

1. Validitas Alat Ukur ... 31

2. Daya Diskriminasi Item... 31

(14)

xiv

G. Analisis Data ... 35

H. Metode Pengolahan Data ... 35

1. Uji Asumsi ... 35

2. Uji Hipotesis ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Pelaksanaan Penelitian ... 37

B. Deskripsi Penelitian ... 37

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37

2. Deskripsi Data Penelitian ... 38

C. Analisis Data Penelitian ... 42

1. Uji Asumsi ... 42

2. Uji Hipotesis ... 43

D. Analisis Tambahan ... 45

E. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Keterbatasan Penelitian ... 50

C. Saran ... 51

1. Bagi Wanita Bekerja ... 57

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor favourabel dan Unfavourable Kecenderungan Impulse buying (IBT

scale) ... 27

Tabel 3.2 Sebaran Aitem Skala Kecenderungan Impulse buying ... 27

Tabel 3.3 Skor Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) ... 28

Tabel 3.4 Sebaran Aitem Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) ... 30

Tabel 3.5 Reliabilitas Skala Kecenderungan Impulse buying ... 34

Tabel 3.6 Reliabilitas Skala Kecenderungan Body Image ... 34

Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek ... 37

Table 4.2 Deskripsi Penghasilan Subjek ... 38

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Body image dan Kecenderungan impulse buying ... 39

Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Body Image ... 40

Tabel 4.5. Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Kecenderungan Impulse buying ... 41

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 42

Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas Data Penelitian... 43

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Data Penelitian ... 44

Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Kecenderungan Impulse buying berdasarkan Penghasilan Perbulan ... 45

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image dan

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 60

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Kecenderungan Impulse buying Penelitian ... 71

Lampiran 3. Korelasi Item Total Skala Kecenderungan Impulse buying Penelitian ... 71

Lampiran 4. Reliabilitas Skala Body Image Penelitian ... 72

Lampiran 5. Korelasi Item Total Skala Body Image Penelitian ... 72

Lampiran 6. Reliabilitas Skala Body Image Try Out ... 74

Lampiran 7. Korelasi Item Total Skala Body Image Try Out ... 74

Lampiran 8. Skala Penelitian ... 77

Lampiran 9. One Sample T-test Kecenderungan Impulse buying dan Body Image ... 90

Lampiran 10. Uji Normalitas ... 90

Lampiran 11. Uji Linearitas ... 91

Lampiran 12. Uji Hipotesis ... 91

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya penguatan nilai tukar rupiah di awal tahun 2016 diprediksi

menyebabkan peningkatan daya beli masyarakat Indonesia dan akan menjadi

lebih konsumtif dibanding tahun 2015 (Setiawan, 2015). Pada tahun 2015,

hasil riset dari Lembaga Riset Kandence International Indonesia menunjukkan

bahwa sebanyak 28% masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan konsumtif dan

¼ masyarakat Indonesia memiliki gaya hidup konsumtif. Riset dilakukan

dengan melakukan pencatatan pengeluaran bulanan setiap responden. Sebagian

besar responden merasa tidak sadar dan terkejut dengan hasil perhitungan

pengeluaran belanja dalam jumlah besar yang dilakukan di luar perencanaan

(Sari, 2016). Pembelian tidak terencana dapat disebut sebagai impulse buying

(Verplanken & Herabadi, 2001; Hawkins & Mothersbaugh, 2014).

Impulse buying semakin berkembang dikalangan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan hasil studi tren perbelanjaan yang dilakukan The Nielsen

Company tahun 2011 menunjukkan bahwa pembelanjaan masyarakat Indonesia

berkembang menjadi semakin impulsif (The Nielsen Company, 2011).

Fenomena impulse buying di Indonesia memiliki kecenderungan lebih besar

jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (Sanyogo,

2013). Impulse buying adalah perilaku pembelian tidak terencana, yang

(19)

segera dibeli, terjadi secara spontan, dan disertai perasaan senang serta gembira

(Rook, 1987).

Secara umum faktor yang mempengaruhi impulse buying dibedakan

menjadi dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal

merupakan faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi dan

faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu. Faktor

eksternal yang mempengaruhi impulse buying antara lain meliputi: harga yang

menarik yang ditawarkan dan media iklan (Cahyorini & Zalfiana, 2011)

penampilan atau kemasan produk (Verplanken & Herabadi, 2001), promosi

yang inovatif dan menggunakan kecanggihan teknologi (Schiffman & Kanuk,

2010), keadaan lingkungan toko (Xu, 2007) dan penghasilan (Mai, Kwong,

Gorald, & Sandra, 2003). Individu yang memiliki penghasilan lebih tinggi

lebih impulsif dibandingkan yang dengan individu yang memiliki penghasilan

lebih rendah (Mai dkk, 2003). Impulse buying dapat dilakukan apabila individu

memiliki kemampuan finansial yang memadai (Verplanken & Herabadi, 2001).

Hal seupa juga diungkapkan dalam penelitian Gaille (2014) bahwa individu

pada usia muda yang telah memiliki pendapatan akan lebih melakukan

pembelian secara impulsif.

Faktor internal yang mempengaruhi impulse buying antara lain:

kecerdasan emosional (Lin & Chuang, 2005), suasana hati (Youn & Faber

dalam Alagoz & Ekici, 2011), usia dan jenis kelamin. Pada usia 18-39 tahun

impulse buying yang dilakukan oleh individu akan meningkat dan akan

(20)

Suganya & Beena, 2017) menjelaskan bahwa jenis kelamin mempunyai

pengaruh spesifik pada impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif

daripada pria. Selain itu, faktor internal yang dapat mempengaruhi impulse

buying ialah konsep diri (Dittmar, Beattie, & Friese, 1995). Engel dan

Blackwell (1982) menjelaskan secara lebih khusus bahwa perbedaan konsep

diri konsumen menunjukkan perbedaan perilaku konsumen. Dacey dan Kenny

(2001) menyatakan bahwa body image adalah bagian dari konsep diri yang

mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik.

Body image atau citra tubuh adalah sebuah gambaran mental seseorang

terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Hal tersebut mencakup cara individu

mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan

dirasakan mengenai ukuran dan bentuk tubuhnya (Honigman & Castle, 2007).

Body image merupakan penerimaan terhadap persepsi tentang penampilan fisik

yang dimiliki oleh individu (Thompson, Heinberg, Altabe & Tantleff, 2002).

Definisi lain dari body image adalah suatu sikap yang dimiliki individu

terhadap tubuhnya dapat berupa penilaian positif dan negatif (Cash &

Prunzinsky, 2002). Individu yang memandang tubuhnya secara positif akan

memiliki body image yang positif, sedangkan individu yang memandang

tubuhnya secara negatif akan memiliki body image yang negatif (National

Eating Disorders Association, 2005).

Penampilan tubuh/fisik merupakan hal yang penting dan utama bagi

wanita. Hal tersebut membuat wanita membandingkan penampilan fisiknya

(21)

perubahan pada wanita akibat dari bertambahnya usia seringkali memberi efek

negatif misalnya rasa kecewa dan putus asa (Hurlock, 1979). Berbagai

perubahan fisik yang dialami oleh wanita menghasilkan persepsi yang

berubah-ubah mengenai body image, namun seringkali bersifat negatif dan

menunjukkan penolakkan terhadap fisiknya (Simanjutak, 2009).

Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa majalah

wanita menyajikan gambar-gambar model yang kurus sebagai figur ideal. Hal

tersebut menyebabkan wanita memiliki citra tubuh yang berkembang ke arah

citra tubuh negatif. Maulad (2008) menyatakan bahwa sebagian besar wanita

menganggap bahwa tubuh ideal identik dengan tubuh yang kurus atau langsing.

Memiliki tubuh yang langsing akan membuat mereka merasa lebih percaya

diri. Namun terjadinya kesenjangan antara diri fisik dengan tubuh ideal yang

terlalu jauh dapat memunculkan penilaian tubuh yang negatif. Menurut

Feingold dan Mazzella (dalam Davison & McCabe, 2006) persepsi yang salah

mengenai tubuh ideal membuat sebagian orang merasa khawatir dan kurang

percaya diri dengan tubuh yang mereka miliki sehingga dapat memunculkan

ketidakpuasan terhadap body image.

Sivert dan Sinanovic (2008) menunjukkan bahwa wanita usia 17-25 tahun

memiliki ketidakpuasan terhadap citra tubuh yang lebih tinggi dibandingkan

wanita berusia 40-60 tahun. Wanita dewasa lebih memandang citra tubuh

secara negatif jika dibandingkan laki-laki dewasa. Hal tersebut dapat

menunjukkan bahwa wanita memiliki kecenderungan untuk lebih memelihara

(22)

Hal serupa juga diungkapkan oleh Tiggemann (dalam Cash & Smolak, 2011)

bahwa body image negatif lebih banyak dialami oleh sebagian besar wanita

sehingga mereka memiliki ketidakpuasan terhadap tubuh mereka, terutama

terkait dengan ukuran tubuh serta berat badan. Menurut Smolak (dalam Cash &

Pruzinsky, 2002) body image negatif yang dimiliki oleh individu menunjukkan

bahwa individu merasa tidak puas terhadap keadaan fisiknya, sedangkan body

image positif yang dimiliki oleh individu menunjukkan bahwa individu merasa

puas terhadap keadaan fisiknya. Cross dan Cross (dalam Hurlock, 1979)

menyatakan bahwa citra tubuh berkaitan erat dengan penampilan fisik individu

sehingga apabila individu merasa dirinya tidak menarik maka individu tersebut

akan mencari cara untuk memperbaiki dirinya. Wanita memiliki

kecenderungan mendistorsi citra tubuh mereka sehingga menciptakan

kesenjangan antara diri fisik dan ideal. Hal tersebut memotivasi wanita untuk

membeli produk dan jasa untuk memperbaiki penampilan fisiknya (Solomon,

2009).

Usia yang telah dijelaskan di atas termasuk dalam tahap perkembangan

pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada usia 20-40

tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Wanita dewasa awal menyadari bahwa

penampilan yang menarik memegang peranan penting dalam dunia usaha,

pergaulan sosial dan kehidupan keluarga. Wanita dewasa awal yakin dengan

penampilan fisik yang menarik mereka dapat lebih mudah memperoleh ternan

serta diterima oleh lingkungan (Hurlock, 1994: 255). Hal tersebut seringkali

(23)

dewasa awal yang bekerja rela melakukan berbagai cara dengan mengeluarkan

banyak uang untuk memiliki penampilan yang menarik. Hal tersebut dapat

menyebabkan wanita memiliki kecenderungan untuk berperilaku konsumtif

(Sari, 2009).

Piaget (dalam Santrock, 2002) pada tahap pekembangan dewasa awal

terjadi pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi misalnya

perkembangan karir, pemilihan pasangan dan memulai keluarga. Pada masa

dewasa awal, terjadinya perkembangan kognitif sehingga individu mampu

untuk berfikir secara reflektif, menekankan pada logika yang kompleks dan

melibatkan intuisi dan emosi (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Seharusnya

individu pada tahap dewasa awal dapat mengontrol diri dan berfikir secara

rasional serta reflektif dalam berbelanja sehingga tidak melakukan pembelian

secara impulsif yang bersifat tidak terencana dan tidak rasional.

Berdasarkan pemaparan teoritis di atas, peneliti menduga bahwa body

image berkaitan atau berhubungan dengan kecenderungan impulse buying pada

wanita bekerja. Penelitian terkait dengan hubungan antara body image dan

kecenderungan pembelian impulsif pernah dilakukan di Indonesia namun

dengan subjek penelitian remaja (Murtiyanto, 2016). Peneliti belum

menemukan penelitian terkait body image dengan kecenderungan impulse

buying pada wanita bekerja. Dari beberapa wawancara yang dilakukan pada

wanita dewasa awal bekerja menyatakan bahwa mereka seringkali melakukan

pembelanjaan produk-produk kecantikan serta pakaian secara tidak terencana

(24)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang hendak diteliti dalam peneltian ini adalah apakah

terdapat hubungan body image dengan kecenderungan impulse buying pada

wanita bekerja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan body image dan

kecenderungan impulse buying pada wanita bekerja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan teoritis yang

baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang perilaku konsumen,

yaitu kecenderungan impulse buying dan body image pada wanita bekerja.

2. Manfaat Praktis

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan evaluasi kepada wanita bekerja mengenai body image yang

dapat mempengaruhi kecenderungan impulse buying sehingga dapat lebih

kesadaran terhadap perilaku membeli suatu produk atau jasa secara tidak

(25)

Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan

untuk melakukan penelitian selanjutnya khususnya berkaitan dengan body

(26)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. IMPULSE BUYING

1. Definisi Impulse buying

Istilah impulse buying berkembang pada tahun 1950an (clover,

1950). Impulse buying pada dasarnya memiliki persamaan dengan

unplanned buying, dimana pembeli melakukan pembelian yang tidak

direncanakan (Stern, 1962). Hausman (2000) impulse buying berhubungan

dengan seberapa cepat suatu keputusan untuk membeli. Menurut

Gasiorowska (2011) impulse buying adalah pembelian tidak reflektif,

sebenarnya tidak diharapkan, terjadi secara spontan, diiringi munculnya

keinginan mendadak untuk membeli produk tertentu dan diwujudkan

dalam reaksi terhadap suatu stimulus dari produk. Impulse buying

merupakan suatu perilaku pembelian yang tidak rasional (Verplanken &

Herabadi, 2001).

Impulse buying memiliki hubungan dengan individu yang ingin

melarikan diri dari konsep diri negatif (Verplanken & Herabadi, 2001).

Selain itu, impulse buying merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

mood individu (Muruganantham & Bhakat, 2013). Kacen dan Lee (2002)

menyatakan bahwa impulse buying memiliki karakterikstik seperti

munculnya perasaan ketertarikan terhadap produk yang dijual, perasaan

(27)

konsekuensi dari pembelian produk, munculnya perasaan puas, dan terjadi

konflik antara pengendalian kesukaan di dalam diri individu. Impulse

buying seringkali dipengaruhi dengan emosi individu dan kematangan

ekonomi individu. Berdasarkan penelitian Rawes (2014) menunjukkan

bahwa emosi senang pada kaum muda (18-29 tahun) dapat mempengaruhi

69% dari mereka yang melakukan impulse buying. Pada pembeli di usia

muda yang telah memiliki pendapatan sendiri juga lebih melakukan

pembelian secara impulsif (Gaille, 2014).

2. Aspek-aspek Impulse buying

Impulse buying terdiri dari dua aspek yaitu aspek kognitif dan

aspek afektif (Verplanken & Herabadi, 2001).

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif adalah ketika individu kurang melakukan pertimbangan

dan perencanaan atas pembelian yang dilakukan (Verplanken &

Herabadi, 2001). Pada aspek kognitif seringkali berkaitan dengan

pemikiran yang mendalam ketika melakukan pembelian (Sharma, et al,

2012). Lee dan Kacen (2007, dalam Cinjarevic, 2010) menyatakan

bahwa pemrosesan informasi dalam pembelian impulsif cenderung

dengan waktu yang sangat cepat sehingga menyebabkan kuantitas dan

kualitas dari informasi yang diterima individu sangat kurang dan tidak

(28)

b. Aspek Afektif

Aspek afektif dalam impulse buying berkaitan dengan perasaan

senang, emosi, dan adanya dorongan untuk segera memiliki sesuatu

yang disukai atau diingini tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu

serta kurangnya kontrol sehingga menyebabkan munculnya penyesalan

setelah melakukan pembelian (Verplanken & Herabadi, 2001; Sharma,

et al, 2012).

Berdasarkan penjelasan kedua aspek tersebut dapat disimpulkan

bahwa terdapat dua aspek dari impulsve buying yaitu aspek kognitif dan

aspek afektif. Aspek kognitif adalah tidak adanya perencanaan dan

pertimbangan dari konsumen dalam melakukan pembelian sehingga

konsumen tidak mempertimbangkan tujuan dan resiko dari pembelian

yang dilakukan. Sedangkan aspek afektif adalah kecenderungan

konsumen dalam melakukan impulse buying karena munculnya

perasaan senang, ketakutan dan kepuasan saat melakukan pembelian.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse buying a. Faktor Eksternal

Impulse buying dapat terjadi dikarenakan adanya stimulasi

eksternal. Alagoz dan Ekici (2011) menyebutkan bahwa kemasan dan

gambar suatu produk dapat menyebabkan individu melakukan impulse

buying. Hal tersebut juga didukung dengan pendapat Jones et al (dalam

(29)

penempatan produk didekat kasir dapat menyebabkan munculnya

impulse buying. Menurut Muruganantham dan Bhakat (2013), beberapa

teknik promosi yang digunakan antara lain pengaturan posisi rak, kupon

dan demonstrasi suatu produk dalam toko. Teknik yang digunakan

dalam promosi bertujuan untuk meningkatkan impulse buying.

Selain itu ditemukan faktor eksternal lain yaitu kondisi lingkungan

toko juga dapat menyebabkan terjadinya impulse buying. Hal tersebut

dikarenakan kondisi lingkungan toko dapat mempengaruhi kondisi

emosional individu (Xu, 2007). Pemberian merchandise ritel secara

langsug juga dapat memunculkan motivasi bagi konsumen untuk

membeli. Kegiatan pemberian merchandise dapat sebagai tindakkan

salesmen yang diam di sebuah ritel outlet (Muruganantham &

Kaliyamoorthy, 2005). Selain itu, kematangan ekonomi juga dapat

menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat menimbulkan impulse

buying. Menurut Mai et al. (2003) menyatakan bahwa individu yang

memiliki penghasilan lebih tinggi terbukti lebih impulsif dibandingkan

dengan individu yang memiliki penghasilan rendah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat faktor-faktor eksternal

yang dapat menyebabkan impulse buying antara lain: strategi atau

teknik promosi, kemasan produk, pemberian merchandise, penataan

(30)

b. Faktor Internal

Penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Chuang (2005)

menyebutkan bahwa emotional intelligence memiliki pengaruh terdapat

impulse buying. Hal tersebut menjelaskan bahwa individu yang

memiliki emotional intelligence yang tinggi akan memiliki tingkat

impulse buying yang rendah, sebaliknya individu yang memiliki tingkat

emotional intelligence rendah akan memiliki tingkat impulse buying

yang tinggi. Menurut Youn dan Faber (dalam Alagoz & Ekici, 2011)

suasana hati menjadi faktor penyebab impulse buying. Contohnya saat

individu sedang merasa stress atau depresi maka individu akan

melakukan impulse buying untuk mengatasi ketegangan dalam dirinya

(Youn & Faber, dalam Alagoz & Ekici, 2011). Selain itu, faktor lain

yang mempengaruhi impulse buying adalah konsep diri (Loudon &

Bitta, 1993; Dittmar et.al., 1995). Hal itu menunjukkan bahwa individu

yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki tingkat impulse

buying yang rendah, sebaliknya individu yang memiliki konsep diri

negatif akan memiliki tingkat impulse buying yang tinggi. Menurut

Struart dan Sundeen (1991, 1995) konsep diri teridiri dari lima

komponen yaitu: gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan

identitas diri. Hal tersebut menjelaskan bahwa salah satu komponen

dari konsep diri adalah gambaran diri (body image).

(31)

B. BODY IMAGE

1. Definisi Body image

Hardy dan Hayes (1988) menyatakan body image merupakan

sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Hal

tersebut juga sesuai dengan pendapat Dacey dan Kenny (2001)

menyatakan bahwa body image adalah bagian dari konsep diri yang

mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik.

Body image adalah suatu sikap yang dimiliki oleh individu terhadap

tubuhnya dapat berupa penilaian positif maupun negatif (Cash &

Pruzinsky, 2002). Jersild (1965) mengungkapkan body image merupakan

gambaran individu tentang tingkat kepuasan pada bagian tubuh serta

penampilan secara keseluruhan. Chaplin (2011) menyatakan bahwa body

image adalah ide individu menilai betapa menarik penampilan badannya

dihadapan orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa body

image adalah gambaran dan penilaian positif dan negatif individu terhadap

penampilan tubuh atau fisik secara keseluruhan.

2. Dimensi Body image

Menurut Cash dan Pruzinsky (2000) terdapat sepuluh dimensi

dalam pengukuran body image yaitu:

(32)

Perasaan tertarik atau tidak tertarik pada fisik; memuaskan atau tidak

memuaskan dengan penampilan yang dimiliki individu.

2.2 Appearance Orientation (Orientasi penampilan)

Meningkatkan investasi pada penampilan yang dimiliki oleh

individu.

2.3 Fitness Evaluation (Evaluasi kebugaran fisik)

Perasaan memiliki fisik yang sehat atau tidak sehat.

2.4 Fitness Orientation (Orientasi kebugaran fisik)

Meningkatkan investasi pada kesehatan fisik atau kemampuan

berolahraga

2.5 Health Evaluation (Evaluasi kesehatan)

Perasaan memiliki kesehatan fisik ataum bebas dari penyakit secara

fisik.

2.6 Health Orientation (Orientasi kesehatan)

Meningkatkan investasi pada gaya hidup sehat secara fisik.

2.7 Illness Orientation (Orientasi tentang peyakit)

Meningkatkan kewaspadaan atau tanggap terhadap penyakit.

2.8 Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap bagian tubuh)

Kepuasan dengan aspek-aspek dari bagian tubuh atau penampilan

individu.

2.9 Overweight Preocupation (Kecemasan menjadi gemuk)

Kecemasan menjadi gemuk, kewaspadaan terhadap berat badan,

(33)

2.10 Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh)

Menggambarkan bagaimana individu mempersepsikan dan memberi

tanda berat badan dari sangat kurus hingga yang sangat gemuk.

C. WANITA BEKERJA

Menurut Van Vuuren (dalam Dwijanti, 1999) wanita kerja adalah

wanita yang memiliki peran sebagai pekerja dan mendapatkan gaji dari

pekerjaan yang telah dilakukan dengan teratur diluar rumah. Kemampuan

ketika bekerja diperoleh dari adanya tingkat pendidikan yang tinggi. Hal

tersebut berarti apabila tingkat pendidikan dan kemampuan semakin tinggi

maka kemungkinan jabatan dan gaji akan tinggi (Papalia, Olds & Feldman,

2009). Menurut data dari The Institute of Science and Technology Journal’s menunjukkan bahwa wanita di Indonesia rata-rata mulai bekerja pada usia 22

tahun (Siregar, 2007). Pada usia tersebut masuk dalam ketegori tahap

perkembangan pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada

usia 20-40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009).

Masa dewasa adalah salah satu fase kehidupan dimana individu

dianggap telah menjadi dewasa atau telah menyelesaikan pertumbuhannya dan

menyiapkan diri untuk dapat diterima dalam masyarakat (Hurlock, 1978;

Mappiare, 1983). Pada masa dewasa awal atau dini, individu akan memasuki

masa transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa

(34)

ini juga individu yang mulai mandiri secara ekonomi tersebut dapat mendorong

individu menjadi konsumtif dan melakukan pembelian impulsif.

Dalam masa ini individu akan berusaha untuk membentuk pribadi

yang lebih mandiri dan terlibat secara sosial (Santrock, 1995). Masa dewasa

terbagi menjadi bagian yaitu masa dewasa awal yang dimulai pada usia 18-40

tahun. Pada masa ini akan terjadi berbagai perubahan fisik dan psikologis yang

terjadi dengan disertai penurunan kemampuan reproduktif. Selanjutnya masa

dewasa madya yang dimulai dari usia 40-60 tahun. Masa dewasa madya akan

sangat tampak terjadi penurunan kemampuan fisik dan psikis. Dan yang

terakhir masa dewasa lanjut. Dalam masa dewasa lanjut dimulai dari usia 60

tahun sampai kematian (Hurlock, 1979).

Pada setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda. Masa dewasa awal juga ditandai dengan karakteristik yang khas

antara lain; perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Berdasarkan

perkembangan kemampuan kognitif pada wanita bekerja yang memasuki usia

dewasa awal seharusnya sudah dapat membuat perencanaan, memutuskan

sesuatu atas apa yang dikerjakan dan apa yang akan dibeli (Papalia, Olds &

Feldman, 2009).

D. KERANGKA KONSEPTUAL

Tahap perkembangan pada wanita dewasa awal di mulai dari usia 20-40

tahun, diiringi dengan berbagai tugas-tugas perkembangan (Santrock, 2002).

(35)

kognitif maupun psikososial. Mengenai perkembangan fisik, individu akan

mulai memperhatikan tentang penampilan fisiknya. Penampilan fisik

merupakan hal yang penting pada wanita. Perubahan yang terjadi pada wanita

akibat dari bertambahnya usia seringkali memberi efek negatif misalnya rasa

kecewa dan putus asa (Hurlock, 1979). Penilaian mengenai penampilan fisik

sering disebut dengan istilah body image.

Body image adalah suatu sikap yang dimiliki oleh individu terhadap

tubuhnya dapat berupa penilaian positif maupun negatif (Cash & Pruzinsky,

2002). Individu yang memiliki body image positif akan merasa memiliki tubuh

dan penampilan yang menarik serta percaya diri. Sedangkan individu yang

memiliki body image yang negatif akan merasa memiliki tubuh dan

penampilan yang kurang menarik dan kurang percaya diri (Bell & Rushfort,

2008).

Wanita dewasa lebih memandang body image secara negatif jika

dibandingkan laki-laki dewasa sehingga wanita memiliki kecenderungan

memelihara dan merawat penampilan daripada laki-laki (Hubley & Quinlan,

2003). Menurut Munfarida (dalam Astuti, 2009) munculnya ketidakpuasan

terhadap tubuh memicu wanita melakukan berbagai cara untuk memperbaiki

penampilan fisiknya misalnya melakukan perawatan tubuh. Menurut Feingold

dan Mazzella (dalam Davison & McCabe, 2006) persepsi yang salah mengenai

tubuh ideal membuat sebagian orang merasa khawatir dan kurang percaya diri

dengan tubuh yang mereka miliki sehingga dapat memunculkan ketidakpuasan

(36)

menyebabkan wanita melakukan berbagai cara untuk mengubah atau

memperbaiki penampilan fisik. Cara-cara yang dilakukan oleh wanita untuk

memperbaiki penampilan fisiknya menyebabkan munculnya kecenderungan

perilaku konsumtif (Sari, 2009). Dacey dan Kenny (2001) serta Hardy dan

Hayes (1988) yang mengungkapkan body image adalah bagian dari konsep diri

yang mencakup sikap maupun pengalaman yang berkaitan dengan tubuh/fisik.

Konsep diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

impulse buying (Dittmar et.al., 1995).

Impulse buying merupakan suatu perilaku yang melibatkan keinginan

secara spontan dan unreflective untuk membeli serta tidak ada pertimbangan

mengapa dan untuk apa alasan individu membeli suatu produk (Rook, 1995;

Verplanken & Herabadi, 2001). Penelitian Giraud (2001, dalam Suganya &

Beena, 2017) mengatakan jenis kelamin mempunyai pengaruh spesifik pada

impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif daripada pria. Selain

itu, wanita bekerja memiliki penghasilan lebih besar dapat lebih kecenderungan

impulse buying dibandingkan dengan yang berpenghasilan lebih rendah (Mai

et.al., 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian tubuh (body

image) dapat memiliki hubungan dengan kecenderungan impulse buying pada

(37)

E. SKEMA HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN IMPULSE BUYING

Wanita Bekerja

Body image Body image

Positif Negatif

Memiliki Penampilan Tubuh Memiliki Penampilan Tubuh Kurang

Menarik, Merasa Puas dan Percaya Menarik, Tidak Merasa Puas dan

diri Tidak Percaya Diri

Tidak memiliki keinginan Memiliki keinginan

memperbaiki penampilan fisik memperbaiki penampilan fisik

Memiliki tingkat kecenderungan Memiliki tingkat kecenderungan

Impulse buying yang rendah Impulse buying yang tinggi

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image Dengan

(38)

F. HIPOTESIS

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif dan

signifikan antara body image dengan kecenderungan impulse buying pada

wanita bekerja. Sehingga semakin tinggi body image, maka kecenderungan

impulse buying pada wanita bekerja akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin

rendah body image, maka semakin tinggi kecenderungan impulse buying pada

(39)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional yang

bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana hubungan variasi antar variabel.

Menurut Azwar (2012), penelitian kuantitatif merupakan pendekatan analisis

dengan menggunakan data-data numerik yang diolah menggunakan metode

statistik. Penelitian korelasional adalah penelitian yang digunakan untuk

mencari suatu informasi mengenai taraf hubungan antar variabel (Azwar,

2012). Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara body image dan

kecenderungan impulse buying pada wanita dewasa awal yang bekerja.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas (X) : Body image

2. Variabel Tergantung (Y) : Kecenderungan impulse buying pada

wanita bekerja.

C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Body image

Body image adalah gambaran dan penilaian positif dan negatif

individu terhadap penampilan tubuh atau fisik secara keseluruhan. Body

(40)

evaluation), orientasi penampilan (appearance orietation), evaluasi

kebugaran fisik (fitness evaluation), orientasi kebugaran fisik (fitness

orientation), evaluasi kesehatan (health evaluation), orientasi kesehatan

(health orientation), orientasi tentang penyakit (illness orientation),

kepuasan area tubuh (body area satisfaction scale), kecemasan menjadi

gemuk (overweight preoccupation), persepsi terhadap ukuran tubuh (self

classification weight). Body image diukur dengan menggunakan skala

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) yang

dibuat oleh Cash (2000). Semakin tinggi skor total MBSRQ maka

menunjukkan penilaian body image yang semakin positif. Sebaliknya

semakin rendah skor total MBSRQ maka menunjukkan penilaian body

image yang semakin negatif.

2. Kecenderungan Impulse buying

Kecenderungan impulse buying adalah kecenderungan pembelian

yang tidak rasional. Impulse buying terdiri dari dua aspek yaitu aspek

kognitif dan afektif. Kecenderungan impulse buying diukur dengan

menggunakan skala Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) yang

dibuat oleh Verplanken dan Herabadi (2001). Dalam pengukuran skala

tersebut, semakin tinggi skor IBT Scale maka semakin tinggi tingkat

kecenderungan impulse buying. Sebaliknya semakin rendah skor total IBT

(41)

D. SUBJEK PENELITIAN

Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi.

Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses memilih

sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian dan

pemahaman mengenai karakteristik terhadap sampel membuat peneliti mampu

menggeneralisasikan karakteristik tersebut pada elemen populasi (Noor, 2012).

Teknik pengambilaan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel penelitian

dengan cara sengaja memilih atau menunjuk diantara anggota populasi yang

memenuhi syarat untuk menjadi sampel (Suryabrata, 2004).

Karakteristik subjek yang digunakan yaitu : wanita bekerja dalam

tahap perkembangan dengan awal yang berusia 22-39 tahun. Menurut data dari

The Institute of Science and Technology Journal’s menunjukkan bahwa wanita di Indonesia rata-rata mulai bekerja pada usia 22 tahun (Siregar, 2007). Gaille

(2014)menjelaskan pada usia muda yang telah memiliki pendapatan akan lebih

melakukan pembelian secara impulsif. Selain itu, pemberian batasan usia dan

jenis kelamin subjek didasarkan pada penelitian Wood (1998) menjelaskan usia

18-39 tahun impulse buying yang dilakukan oleh individu akan meningkat dan

akan menurun setelah usia tersebut. Usia tersebut masuk dalam ketegori tahap

perkembangan pada masa dewasa awal karena masa dewasa awal berkisar pada

usia 20-40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Serta penelitian Giraud

(42)

pengaruh spesifik pada impulse buying seperti wanita cenderung lebih impulsif

daripada pria.

E. INSTRUMEN PENELITIAN 1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan skala kuisioner yang disebarkan

kepada wanita bekerja dewasa awal di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta karena dianggap lebih fleksibel dan mudah (Azwar,2009).

Peneliti juga menyisipkan informed consent sebagai pernyataan sebagai

pernyataan bahwa subjek bersedia dan tidak dengan terpaksa untuk

menjadi subjek penelitian ini. Skala adalah alat ukur psikologis yang

berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menangkap respon

individu terhadap sebuah konsep yang hendak diukur sehingga

menghasilkan skor yang dapat diinterprestasikan (Azwar, 1999). Skala

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert

adalah sebuah metode pengumpulan data dimana setiap item disusun

untuk mengukur atribut psikologis tertentu. Subjek penelitian diminta

untuk menyatakan pendapat ketidaksetujuan atau kesetujuannya dalam

kontinum yang terdiri dalam beberapa respon (Supratiknya, 2014).

2. Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

(43)

Scale) untuk mengukur variabel kecenderungan impulse buying dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) untuk

mengukur variabel body image. Peneliti menggunakan skala adaptasi

Impulse Buying Tendency Scale (Verplanken & Herabadi, 2001) dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (Cash, dalam Milanzahri, 2013).

Berikut ini penjelasan terkait dengan masing-masing skala dalam penelitian

ini:

a. Kecenderungan Impulse buying

Dalam penelitian ini, menggunakan Impulse Buying Tendency

Scale (IBT Scale) dalam bentuk skala likert dengan item dalam bentuk

favourable dan unfavourable. Item favourable adalah item yang berisi

pernyataan memihak, mendukung atau menunjukkan ciri variabel yang

hendak diukur. Sedangkan item unfavourable adalah item yang berisi

pernyataan tidak memihak, mendukung atau menunjukkan ciri variabel

yang hendak diukur (Azwar, 1999). Skala kecenderungan impulse

buying dalam penelitian ini menggunakan alternatif pilihan jawaban

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak

Sesuai (STS). Penggunaan skala dengan empat pilihan jawaban

bertujuan untuk menghindari kecenderungan subjek memilih alternatif

jawaban yang dianggap paling aman. Selain itu, penggunaan skala

empat pilihan jawaban bertujuan untuk langsung mengarahkan subjek

(44)

(Widoyoko, 2015). Setiap respon yang dipilih subjek memiliki skor

sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor Favourable dan Unfavourable Skala Kecenderungan Impulse buying (IBT scale)

Respon Favourable Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

Sangat Tidak Sesuai 1 4

Skala kecenderungan impulse buying dalam penelitian ini berisi 20

item yaitu berupa 10 item mewakili aspek kognitif dan 10 item mewakili

aspek afektif.

Tabel 3.2

Sebaran Item Skala Kecenderungan Impulse buying

Aspek No Item

Favorabel No Item Unfavorabel Jumlah

Aspek

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ). Alat ukur

MBRSQ terdiri dari 69 item dari 10 dimensi yang mewakili untuk

mengukur tingkat kepuasan terhadap bentuk tubuh yaitu: Appearance

(45)

penampilan), Fitness Evaluation (Evaluasi kebugaran fisik), Fitness

Orientation (Orientasi kebugaran fisik), Health Evaluation (Evaluasi

kesehatan), Health Orientation (Orientasi kesehatan), Illness Orientation

(Orientasi tentang peyakit), Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap

bagian tubuh), Overweight Preocupation (Kecemasan menjadi gemuk),

Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh). Multidimensional Body

Self-Relations Questionnaire (MBSRQ) menggunakan alternatif pilihan

jawaban dan skor sebagai berikut:

Tabel 3.3

Skor Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ)

Item nomor 1-57

Respon Favourable Unfavourable

Sangat tidak setuju 1 5

Respon Favourable Unfavourable

Tidak pernah 1 5

Respon Favourable Unfavourable

Sangat kurang 1 5

(46)

Normal 3 3

Agak berlebihan 4 2

Sangat berlebihan 5 1

Item nomor 61-69

Respon Favourable Unfavourable

Sangat tidak puas 1 5

Tidak puas 2 4

Netral 3 3

Puas 4 2

(47)

Tabel 3.4

Sebaran Item Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire

(MBSRQ)

Subvariabel Nomor Item Jumlah

Appearance Evaluation

(Evaluasi penampilan) 5,11,21,30,39,42,48 7

Appearance

(Evaluasi kesehatan) 7,17,27,36,45, dan 54 6

Health Orientation

(Orientasi kesehatan) 8,9,18,19,28,29,dan 38 7

(48)

F. VALIDITAS DAN RELIABLITAS 1. Validitas Skala

Validitas dilakukan untuk memastikan alat tes yang digunakan

memiliki kesesuaian dengan variabel psikologis yang diukur, perlu

dilakukan uji validitas (Supraktinya, 2014). Validitas adalah proses

pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu skala dapat

menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan pengukurannya

(Azwar, 2015). Peneliti menggunakan validitas isi (content validity) dalam

penelitian ini. Validitas isi dilakukan oleh seseorang yang memiliki

pengetahuan terhadap aspek yang hendak diukur (professional judgement)

(Azwar, 2015). Peneliti meminta bantuan Dosen Pembimbing Skripsi

sebagai professional judgement yang melakukan validasi skala penelitian.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adaptasi,

maka peneliti juga melakukan proses translation yang dibantu oleh

Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris ELTI, Dosen Pembimbing Skripsi dan

beberapa orang lulusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma untuk

menyesuaikan tata bahasa dan budaya yang ada di Indonesia.

2. Daya Diskriminasi Item

Penyusunan suatu alat ukur atau skala sebagai alat pengumpulan

data, biasanya selalu terdapat kesalahan (error) yang dapat berasal dari

berbagai faktor. Salah satu cara untuk dapat mencegah terjadinya

(49)

akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

try out terhadap kedua skala penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Try out ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur

tersebut reliabel atau tidak melalui nilai reliabilitas yang dimiliki. Try out

dilakukan pada hari Jumat, 24 Februari 2017 hingga hari Jumat 3 Maret

2017. Subjek try out berjumlah 148 orang yang merupakan wanita bekerja

di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada skala Impulse Buying Tendency Scale (IBT Scale) dan

Multidimensional Body Self-Relations Questionnaire (MBSRQ), peneliti

menggunakan nilai koefisien korelasi item total (rix) untuk melakukan

seleksi item. Besarnya rix bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan

tanda positif atau negatif. Item yang baik dan memuaskan adalah item

yang memilik rix > 0,30. Koefisien yang kecil mendekati 0 atau yang

memiliki tanda negatif mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan

tidak memiliki daya diskriminasi (Azwar, 2015). Namun apabila item

masih belum mencukupi maka dapat dipertimbangkan sedikit menurunkan

batasan rix menjadi 0.25 (Azwar, 2012). Peneliti menggunakan batasan

nilai rix ≥ 0.25 untuk melakukan seleksi item.

Pada skala kecenderungan impulse buying memiliki skor rix yang

bergerak dari 0.26 sampai dengan 0.56 sehingga keseluruhan item

memiliki koefisien korelasi item total yang baik dan tidak ada item yang

digugurkan. Pada skala body image memiliki skor rix yang bergerak dari

(50)

15 (rix=0.206), item nomor 39 (rix=0.221), item nomor 45 (rix=0.131) dan

item nomor 47 (rix=0.221 karena memiliki koefisien korelasi item total

yang kurang baik (<0,30) untuk dijadikan sebagai alat ukur. Hal tersebut

menunjukkan bahwa skala kecenderungan impulse buying yang digunakan

dalam penelitian ini sebanyak 20 item dan skala body image yang

digunakan sebanyak 65 item.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (2012) menyatakan bahwa konsep reliabel mengacu pada

kemampuan alat ukur menghasilkan skor yang cermat dengan error yang

kecil. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh skor koefisien

reliabilitas. Semakin tinggi skor koefisien reliabilitas, maka semakin baik

alat ukur yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji reliabilitas

untuk memastikan apakah alat ukur yang digunakan dapat dipercaya

kecermatannya. Reliabilitas dapat diukur dengan menghitung koefisien

reliabilitas alpha Cronbach (Supratiknya, 2014) dalam program SPSS

24.00. Sama halnya dengan reliabilitas item dimana koefisien reliabilitas

berada dalam rentang 0 sampai dengan 1.00. Apabila koefisien reliabilitas

semakin mendekati angka 1.00 berarti menunjukkan bahwa alat ukur yang

digunakan semakin reliabel. Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang

(51)

baik karena menunjukkan adanya error dan mengindikasikan bahwa hasil

tes kurang memadahi untuk digunakan (Guilford dalam Supratiknya, 2014).

a. Skala kecenderungan impulse buying

Pada skala kecenderungan impulse buying diketahui memiliki nilai

Cronbach’s Alpha sebesar α = 0.827. Hal ini menunjukan bahwa skala

kecenderungan impulse buying yang digunakan memiliki reliabilitas yang

tinggi. Didapati nilai Cronbach’s Alpha skala kecenderungan impulse buying sebagai berikut :

Tabel 3.5

Reliabilitas skala kecenderungan impulse buying

Cronbach's Alpha N of Items

,827 20

b. Skala body image

Sedangkan untuk skala body image buying diketahui memiliki nilai

Cronbach’s Alpha sebesar α = 0. 951. Hal ini menunjukan bahwa skala body image yang digunakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Oleh

karena itu didapati nilai Cronbach’s Alpha skala kecenderungan impulse buying sebagai berikut :

Tabel 3.6

Reliabilitas skala body image

Cronbach's Alpha N of Items

(52)

G. ANALISIS DATA

Analisis deskriptif adalah perhitungan sederhana untuk memperjelas

data yang telah diperoleh dalam penelitian (Azwar,1999). Data-data yang telah

didapatkan oleh peneliti akan dideskripsikan sehingga dapat lebih mudah

dipahami. Deskripsi subjek penelitian yang akan dibahas secara terperinci

mengenai usia dan penghasilan per bulan. Selain itu, deskripsi data penelitian

akan membahas secara rinci mengenai mean empiris dan teoritis untuk melihat

apakah subjek penelitian memiliki tingkat kecenderungan impulse buying dan

body image yang tinggi atau rendah.

H. METODE PENGOLAHAN DATA 1. Uji asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah data

penelitian berasal dari populasi dengan sebaran normal atau tidak

normal. Data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih besar dari

0,05 (p>0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran normal.

Sedangkan data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih kecil dari

0,05 (p<0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran tidak

normal (Santoso, 2014). Uji normalitas dilakukan menggunakan metode

statistik Kolmogrov-Smirnov denganbantuan program SPSS versi 24.00

(53)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan

antarvariabel linear atau tidak. Dua variabel dikatakan memiliki

hubungan linear apabila nilai signifikansi (linearity) kurang dari 0,05

(p<0,05). Sebaliknya hubungan tidak linear apabila nilai signifikansi

(linearity) lebih dari 0,05 (p>0,05) (Santoso, 2014). Uji linearitas

dilakukan dengan melihat test of linearity pada bantuan program SPSS

versi 24.00 for windows.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis data dengan SPSS

yaitu uji korelasi Peason Product Moment. Perhitungan yang digunakan

adalah dengan menggunakan program SPSS versi 24.00 for windows.

Koefisien korelasi bergerak dari 0 dan ±1. Apabila hasil koefisien

bergerak dari 0 sampai 1 maka korelasi tersebut positif. Sebaliknya apabila

hasil koefisien korelasi bergerak dari 0 sampai -1 maka korelasi tersebut

(54)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada hari Kamis, 16 Maret 2017 dan berakhir

pada Kamis, 23 Maret 2017 pada wanita bekerja di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Peneliti membagikan skala kepada subjek dengan kriteria wanita

usia 20-39 tahun yang bekerja. Setelah melakukan penyebaran skala kepada

subjek berjumlah 220 eksemplar, subjek yang mengembalikan skala kepada

peneliti berjumlah 218 eksemplar. Terdapat beberapa skala yang tidak diisi

secara lengkap, maka terdapat 6 skala yang gugur. Sehingga dalam penelitian

ini total skala yang dapat digunakan dan diolah sebanyak 212 eksemplar.

B. Deskripsi Penelitian

1. Deskripsi subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja berusia

23-39 tahun. Setelah melalui proses penyaringan data diperoleh total data

sebanyak 212 subjek. Deskripsi data subjek yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1

Deskripsi Usia Subjek

Usia Jumlah Presentase

22 40 18,9%

23 37 17,5%

24 18 8,5%

(55)

26 11 5,2%

Kategori Pengahasilan Jumlah Presentase

< Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp. 1.000.000) 26 12,3%

> Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 (Lebih dari Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000)

89 42,0%

> Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 (Lebih dari Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000)

40 18,9%

> Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 (Lebih dari Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000)

22 10,4

> Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000)

9 4,2

> Rp. 5.000.000 (Lebih dari Rp. 5.000.000) 26 12,3

Total 212 100%

2. Deskripsi data penelitian

Berdasarkan skala penelitian yang digunakan, maka didapatkan hasil

perhitungan mean teoritik body image dan kecenderungan impulse buying

(56)

2.1 Perhitungan mean teoritik body image

Jumlah item : 65

Nilai minimum : 65 x 1 = 65

Nilai maximum : 65 x 5 = 325

Mean teoritik : (min+max)/2 = (65+325)/2 = 195

2.2 Mean teoritik kecenderungan impulse buying:

Jumlah item : 20

Nilai minimum : 20 x 1 = 20

Nilai maksimum : 20 x 4 = 80

Mean teoritik : (min+max)/2 = (20+80)/2 = 50

Tabel 4.3

Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Body image dan Kecenderungan

impulse buying

Data yang telah diperoleh peneliti akan dideskripsikan agar lebih

mudah untuk dipahami. Peneliti mendeskripsikan data penelitian dengan

membandingkan mean teoritik dan mean empiris dari data yang diperoleh

(57)

Tabel 4.4

Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Body Image

One-Sample Test

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji data dari one sample t test variabel

body image menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil data

tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

mean teoritik dan mean empiris variabel body image. Hasil data

berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa mean teoritik dari variabel

body image memiliki mean empiris sebesar 223,75 yang lebih besar

dibandingkan dengan mean teoritisnya yaitu sebesar 195. Data tersebut

menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean

teoritik, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki body

(58)

Tabel 4.5

Hasil Uji Beda Mean Teoritik dan Mean Kecenderungan Impulse buying

One-Sample Test

Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji data dari one sample t test variabel

kecenderungan impulse buying menunjukkan nilai signifikansi sebesar

0,859. Hasil data berdasarkan tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empiris

variabel kecenderungan impulse buying. Hasil data menunjukkan bahwa

mean teoritik dari variabel kecenderungan impulse buying memiliki mean

empiris sebesar 50,60 yang lebih besar dibandingkan dengan mean

teoritisnya yaitu sebesar 50. Data tersebut menunjukkan bahwa mean

empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritik namun tidak

signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian tidak dapat

(59)

C. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan sebelum peneliti melakukan uji

hipotesis. Apabila taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05)

maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran normal. Sedangkan

data yang menunjukan taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05

(p<0,05) maka disimpulkan data tersebut memiliki sebaran tidak normal

(Santoso, 2015). Uji normalitas dilakukan menggunakan metode statistik

Kolmogrov-Smirnov.

Tabel 4.6

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Skala

Kolmogorov Smirnov

Keterangan Statistik Df Sig.

Body Image ,040 212 ,200 Data Normal Kecenderungan

Impulse buying

,060 212 ,065 Data Normal

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa variabel

kecenderungan impulse buying dan body image memiliki data yang

terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai

signifikansi yang diperoleh masing-masing variabel yaitu

kecenderungan impulse buying sebesar 0.065 dan body image sebesar

(60)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan

antarvariabel linear atau tidak. Apabila nilai signifikansi (linearity)

kurang dari 0,05 (p<0,05) maka hubungan variabel bersifat linear.

Sebaliknya hubungan variabel tidak linear apabila nilai signifikansi

(linearity) lebih dari 0,05 (p>0,05) (Santosa, 2014).

Tabel 4.7

Hasil Uji Linearitas Data Penelitian

F Sig.

signififansi sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan nilai

signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini

dapat diartikan bahwa hubungan antar variabel memiliki sifat yang

linear.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis data dengan

SPSS yaitu uji korelasi Pearson Product Moment. Perhitungan yang

digunakan adalah dengan menggunakan program SPSS versi 24.00

for windows. Koefisien korelasi bergerak dari 0 dan±1. Apabila hasil

(61)

Sebaliknya apabila hasil koefisien korelasi bergerak dari 0 sampai -1

maka korelasi tersebut negatif.

Tabel 4.8

Hasil Uji Hipotesis Data Penelitian

Body

Berdasarkan hasil dari tabel di atas dapat terlihat bahwa koefisien

korelasi sebesar -0.208 dengan nilai signifikansi 0,001 (p<0,05). Hal

tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan

antara variabel kecenderungan impulse buying dengan body image.

Hubungan negatif ini menunjukkan bahwa semakin individu memiliki

kecenderungan impulse buying yang tinggi, maka semakin rendah body

image pada individu tersebut. Sebaliknya, semakin individu memiliki

kecenderungan impulse buying yang rendah, maka semakin tinggi body

(62)

D. Analisis Tambahan

Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis tambahan dengan

melakukan uji perbedaan terhadap penghasilan perbulan yang dimiliki

oleh wanita bekerja. Uji perbedaan dilakukan pada penghasilan perbulan

wanita bekerja dengan besaran < Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp.

5.000.000). Analisis menggunakan One Way Anova untuk mengetahui

perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. One Way Anova

diperoleh dengan bantuan program SPSS versi 24.00 for windows.

Tabel 4.9

Hasil Uji Mean Kategori Penghasilan Perbulan

Kategori Penghasilan Perbulan N Mean

< Rp. 1.000.000 (Kurang dari Rp. 1.000.000) 26 51,31

> Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 (Lebih dari Rp.

> Rp. 5.000.0000 (Lebih dari Rp. 5.000.000)

Gambar

Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image dan
gambar suatu produk dapat menyebabkan individu melakukan impulse
Gambar 1. Skema Dinamika Hubungan Antara Body Image Dengan
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini, saya bermaksud memohon kesediaan Bapak/Ibu guru untuk membantu saya mengisi angket penelitian skripsi saya yang berjudul: “ PENGARUH MOTIVASI KERJA

Sehubungan dengan itu,saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner ini sesuai dengan petunjuk yang ada pada kuesioner ini.Kuesioner ini didesain

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir saya, saya mohon kesediaan dari Saudara/i untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar angket

Sehubungan dengan itu, saya memohon kesediaan saudara untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden penelitian dengan mengisi kuesioner yang

Saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk berpartisipasi mengisi angket ini dalam rangka pelaksanaan penelitian tentang “Pemanfaatan dan Ketersediaan Koleksi pada

Saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dalam mengisi angket ini dalam rangka pelaksanaan penelitian tentang “Pengaruh Promosi Perpustakaan Terhadap

Saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk mengisi angket dalam rangka penelitian tetang “Pengaruh Ketersediaan Koleksi Perpustakaan Terhadap Minat Baca Siswa SMP Negeri 30

Ditengah aktifitas yang anda laksanakan, saya memohon kesediaan dan bantuan anda untuk mengisi angket terlampir, dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul