• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

Oleh:

Andiny Manik Sharaswaty I Gusti Agung Ayu Dike Widhiaastuti

Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

ABSTRACT

Scientific Paper titled Setting Price Fixing In Business Activities Under The Law No. 5 of 1999. The background of this paper is to look at the impact of price fixing or price setting by businesses that may result in the loss of competition in a business activity. The objective is to know and understand how the regulation of pricing in business activities pursuant to The Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This writing method by analyzing the normative Act and related literature. The conclusion of this paper is price fixing or pricing based on The Law No. 5, 1999, including part of the agreement is prohibited. This pricing is prohibited because it can lead to unfair competition between businesses. pricing is set in article 5 to article 8 of Law No. 5, 1999, while the determination of the type of business that is prohibited consisting of price fixing among business actors, different pricing for goods and / or services are the same, pricing below market prices with other businesses and resale price fixing.

Keywords: Price Fixing, Business Communities, Competition ABSTRAK

Karya Ilmiah ini berjudul Pengaturan Price Fixing Dalam Kegiatan Usaha Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Latar belakang penulisan ini adalah melihat dampak dari price fixing atau penetapan harga oleh pelaku usaha yang dapat mengakibatkan hilangnya persaingan dalam suatu kegiatan usaha. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan penetapan harga dalam kegiatan usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penulisan ini menggunakan metode normatif dengan menganalisis Undang-Undang dan literatur terkait. Kesimpulan dari penulisan ini yaitu price fixing atau penetapan harga berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 termasuk pada bagian dari perjanjian yang dilarang. Penetapan harga ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat antar pelaku usaha. Penetapan harga diatur pada pasal 5 sampai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adapun jenis penetapan usaha yang dilarang terdiri dari penetapan harga antar pelaku usaha, penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang sama, penetapan harga dibawah harga pasar dengan pelaku usaha lain dan penetapan harga jual kembali.

(2)

2

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Penetapan jumlah produksi atau output yang diproduksi oleh perusahaan ditentukan pada tingkat tertentu sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang maksimum. Pencapaian keuntungan yang maksimum ini didasarkan atas biaya produksi perusahaan dan kondisi permintaan. Dengan demikian perusahaan yang mampu berproduksi secara lebih efisien akan mampu menetapkan harga yang lebih rendah dari para pesaingnya. Adanya persaingan dalam hal efisiensi biaya produksi, menyebabkan harga di pasar akan terdorong untuk turun. Dengan turunnya harga di pasar, maka tingkat keuntungan perusahaan-perusahaan yang bersaing di pasar juga akan turun.

Penurunan keuntungan ini dapat mendorong perusahaan-perusahaan di pasar untuk bersepakat tidak melakukan persaingan harga. Kesepakatan dilakukan untuk menentukan harga jual barang dan atau jasa mereka pada tingkat tertentu guna meningkatkan keuntungan bersama sehingga hal ini memicu hilangnya persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha. Mengatasi masalah tersebut, dibuatlah instrument hukum berupa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat agar setiap orang yang berusaha di Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan price fixing atau penetapan harga dalam kegiatan usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

II. ISI MAKALAH

2.1 METODE PENELITIAN

Metode penelitian dalam penulisan jurnal “Pengaturan Price Fixing Dalam Kegiatan Usaha Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999” menggunakan

(3)

3

metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang pengumpulan bahan dalam penulisannya dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.1

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2.1 Pengaturan Price Fixing Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Price fixing atau penetapan harga dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu bentuk “Perjanjian yang Dilarang” yang pengaturannya terdapat pada pasal 5 sampai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Penetapan harga dijadikan bentuk dari perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang dikarenakan penetapan harga dapat menimbulkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat antara pelaku usaha sehingga dilarang untuk dilakukan.2 Yang dimaksud perjanjian dalam pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Dari pengertian ini maka diketahui bahwa tidak hanya perjanjian tertulis saja yang terikat larangan namun perjanjian lisan juga dilarang dalam hal perjanjian penetapan harga antar pelaku usaha.3

Larangan mengenai perjanjian penetapan harga tergantung dari jenis perjanjiannya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 membedakan antara larangan per se yang tegas melalui pengawasan atas penyalahgunaan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Yang dilarang secara per se, yaitu perjanjian harga horizontal. Perjanjian horizontal adalah perjanjian antar pelaku usaha dalam pasar bersangkutan faktual yang sama, yang bertujuan menghambat persaingan usaha. Perjanjian harga horizontal diatur pada pasal 5 dan diskriminasi harga pada pasal 6. Pada pasal 7 sampai dengan pasal 8 hanya dilarang apabila mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

1 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13.

2 Abdul R Saliman, 2008, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, hal. 201.

(4)

4

sehat sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, diartikan sebagai hambatan persaingan.

2.2.2 Jenis-Jenis Penetapan Harga Yang Dilarang Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Jenis-jenis penetapan harga yang dilarang sebagaimana diatur dalam pasal 5-8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:

a. Penetapan harga antar pelaku usaha;

b. Penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang sama; c. Penetapan harga dibawah harga pasar dengan pelaku usaha lain;

d. Penetapan harga jual kembali.

Penetapan harga antar pelaku usaha diatur pada pasal 5, penetapan harga antar pelaku usaha dilarang sebab penetapan harga secara bersama-sama dikalangan pelaku usaha dapat menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar mengenai harga yang terbentuk karena adanya penawaran dan permintaan. Akan tetapi, dalam pasal 5, memberikan pengecualian terhadap larangan membuat perjanjian tentang penetapan harga antara pelaku usaha, yaitu apabila perjanjian penetapan harga tersebut dibuat dalam hal joint venture. Kata joint venture dapat berarti berusaha secara bersama sama4

dan didasarkan pada undang-undang yang berlaku. Perjanjian yang bertujuan menetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang sama dalam pasal 6 dilarang. Namun dalam hal ini tidak semua pembentukan harga yang berbeda tersebut dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebab, pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk satu konsumen dengan konsumen lainnya berbeda, maka harga secara logis berbeda pula. Oleh karena itu secara teknis, diskriminasi harga baru dapat dikatakan layak dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, apabila terdapat perbedaan harga bagi konsumen satu dan lainnya yang pada pokoknya bukan merupakan refleksi dari perbedaan biaya margin yang dikeluarkan oleh pelaku usaha tersebut.

Mengenai larangan penetapan harga dibawah harga pasar diatur dalam pasal 7. Larangan tersebut berlaku apabila penetapan harga dibawah harga pasar tersebut dapat

4 Ricard Burton Simatupang, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 61.

(5)

5

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dimaksudkan agar pihak pesaingnya tidak dirugikan karena barang atau jasanya sesuai dengan harga pasar. Larangan penetapan harga jual kembali pada pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya dengan tujuan pihak pembeli barang dan/atau jasa tersebut dibawah harga yang telah ditetapkan bersama. Sebab seharusnya, pihak pembeli bebas menetapkan harga sesuai permintaan dan penawaran yang ada di pasar.5

III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Penetapan harga dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur pada bab III, pasal 5 sampai dengan pasal 8 yang penggolongannya merupakan bentuk “Perjanjian yang Dilarang”. Jenis-jenis penetapan harga yang dilarang sebagaimana diatur dalam pasal 5-8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah penetapan harga antar pelaku usaha, penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang sama, penetapan harga dibawah harga pasar dan penetapan harga jual kembali. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 membedakan antara larangan per se melalui pengawasan atas penyalahgunaan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Dimana hal ini menyebabkan timbulnya celah-celah bagi pelaku usaha untuk tetap menetapkan harga suatu barang dan/atau jasa.

3.2 Saran

Melihat pengaturan penetapan harga pada pasal 5 sampai pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih minim dan menimbulkan celah bagi pelaku usaha. Menurut saya, akan lebih baik jika Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di revisi. Minimnya aturan tentang penetepan harga pada aturan ini memberikan kesan penetapan harga tidak diatur cukup jelas, pengecualian yang tidak disertakan pada setiap pasalnya akan menyebabkan timbulnya berbagai penafsiran. Oleh karena itu, aturan mengenai penetapan harga harus di pertegas larangannya, dan batas pengecualiannya sebagai wujud kepastian hukum dan agar norma yang terkandung dapat efektif diberlakukan.

(6)

6 DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Abdul R Saliman, 2008, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta

Ricard Burton Simatupang, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT Rineka Cipta, Jakarta

Sayud Margono, 2009, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan komisi pengawas persaingan usaha nomor 4 tahun 2011 tentang pedoman pasal 5 (penetapan harga) undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Referensi

Dokumen terkait

Pada situasi kegawatdaruratan ahli bedah orthopaedi memiliki beberapa pilihan untuk stabilisasi pelvis untuk menolong menekan pendarahan pada pasien dengan fraktur

Hasil evaluasi pada tolok ukur panjang hipokotil produksi tahun 2009 dan 2010, menunjukkan bahwa antara vigor daya simpan benih cabai hibrida dan non hibrida tidak berbeda nyata,

After video acquisition, background subtraction based on MOG (Mixture of Gaussians) algorithm (Stauffer, 1999) is used to extract the moving honey bees from the video

Pendidikan Jiwa (al-Tarbiyah al-Nafs) adalah Suatu upaya untuk membina, medidik, memelihara, menjaga, membimbing dan membersihkan sisi dalam diri manusia (Jiwa)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan pedagang sembako menggunakan beberapa strategi antara lain, (a) strategi pelayanan, tidak mudah putus asa

Hampir semua distribusi Sistem Operasi, secara defaultnya menyertakan BIND sebagai program DNS Server mereka, sehingga banyak orang mengidentifikasikan atau berpikir DNS Server

RML bin SMD (P.2, P.4), hal mana dalam hukum kewarisan anak kandung adalah termasuk kelompok ahli waris yang tidak pernah terhalang sama sekali, dan berdasarkan