• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari perspektif Antonio Gramsci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari perspektif Antonio Gramsci"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti NIM: 134114026

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indoneisa

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti NIM: 134114026

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

Skripsi

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti

NIM: 134114026

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Tanggal ………..

Pembimbing II

(4)

Skripsi

FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Scholastica Pratiwi Putri Nastiti

NIM: 134114026

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 13 Juni 2017

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. ……… Sekretaris : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ………... Anggota 1 : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. ………... Anggota 2 : Drs. B. Rahmanto, M.Hum. ………...

Yogyakarta, 30 Juni 2017

Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Juni 2017

Penulis

(6)

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Scholastica Pratiwi Putri Nastiti

NIM : 134114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul FORMASI

IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI:

PERSPEKTIF ANTONIO GRAMSCI.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan

mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan

akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 30 Juni 2017

Yang menyatakan,

(7)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada orangtuaku Norbertus Sukirno

dan Valentina R.R. Sri Tuti Mulatsih

Saudara terkasihku Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy Wibowo

(8)

MOTO

“Urip iku urup”

(Pepatah Jawa)

Coba pelajari sesuatu tentang apapun dan apapun tentang sesuatu.

(Thomas Henry Huxley)

Tidak ada hal yang betul-betul salah,

bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih

karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang

berjudul Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif

Antonio Gramsci ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana (S-1) Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas

Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari banyak pihak,

skripsi ini tidak akan selesai pada waktunya. Oleh karena itu, dari hati yang paling

dalam, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. yang telah bersedia menjadi

pembimbing I dan memberikan banyak masukan berharga. Penulis

menyadari bahwa semangat dan bimbingan beliau mempengaruhi

arah penulisan skripsi ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah

menyempatkan diri untuk menilik dan mengarahkan penyusunan

skripsi ini.

3. S.E Peni Adji, S.S., M.Hum. selaku Kaprodi yang telah dengan

sabar ikut mendorong dan menyemangati penulis.

4. Seluruh jajaran pejabat dan dosen Program Studi Sastra Indonesia,

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra; S.E

Peni Adji, S.S., M.Hum; Drs. Hery Antono, M.Hum. (Alm); Prof.

Dr. Praptomo Baryadi Isodorus, M.Hum. yang telah banyak

memberikan petuah dan dukungan; Sony Cristian Sudarsono, S.S.,

M.A. yang juga turut memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis.

5. Seluruh staf dan karyawan Sekretariat Fakultas Sastra, khususnya

Theresia Rusmiyati yang telah membantu penulis dalam hal

(10)

6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Sanata Dharma yang telah

membantu penulis memperoleh referensi yang dibutuhkan.

7. Kedua orang tuaku, Norbertus Sukirno dan Valentina R.R. Sri Tuti

Mulatsih yang telah memberikan dukungan doa, perhatian,

motivasi, dan materiil.

8. Kedua masku, Willybrodus Dani Prabowo dan Y.C. Awang Adhy

Wibowo yang dengan segala keusilannya telah memberikan

banyak motivasi, perhatian, dan dukungan kepada penulis.

9. Seluruh teman Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2013,

khususnya Vero, Cici, Rendra, Dandy, Galang, dan Beto untuk

kebersamaan serta ceritanya; Paula, Nicko, Catrin, Esti, Anna,

Egha, Rite, dan There yang telah berjuang bersama dan saling

mendukung.

10.Terima kasih juga kepada Bella Belinda untuk doa, dukungan, dan

semangatnya; Patrick Ardina Barata, Dea Ramantika DD, dan

Scholastica Novena untuk dukungan dalam bentuk apapun.

11.Seluruh keluarga besar HMPS dan Bengkel Sastra yang telah

mendewasakan saya dalam pengalaman berorganisasi dan bersastra

di luar kelas.

Penulis menyadari bahwa banyak lagi yang belum sempat disebutkan.

Semoga semua orang di atas jasa baik mereka diberkati oleh Tuhan Yang Maha

Kuasa. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap

kiranya skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi perkembangan

pendidikan Sastra Indonesia.

Penulis

(11)

ABSTRAK

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Formasi Ideologi dalam Novel Partikel Karya Dee Lestari: Perspektif Antonio Gramsci. Skripsi Strata Satu (S-1). Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Tujuan penelitian ini (1) mendeskripsikan struktur penceritaan, (2) mendeskripsikan mengenai formasi ideologi berdasarkan perspektif Antonio Gramsci. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan. 1) Pendekatan objektif untuk menganalisis struktur intrinsik yaitu tokoh-penokohan dan latar. 2) Pendekatan Sosiologi Sastra dengan teori ideologi Gramsci untuk melihat formasi ideologi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka.

Hasil analisis penceritaan (tokoh penokohan, dan latar) dan formasi ideologi. Tokoh utama dalam novel ini adalah Zarah Amala dan Firas. Sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Novel Partikel berlatar tempat di Bogor dan Tanjung Puting yang terletak di Indonesia dan juga London dan Glastonbury yang terletak di Inggris. Latar waktu terjadi di antara rentang tahun 1979-2003. Latar sosial dalam novel ini adalah latar mengenai sistem pendidikan di Indonesia, latar spiritual mengenai takhayul dan latar mengenai fenomena crop circle dan UFO yang terjadi di Inggris.

(12)

ABSTRACT

Nastiti, Scholastica Pratiwi Putri. 2017. Ideology Formation in Dee Lestari‟s

Partikel: Antonio Gramsci‟s Perspective. Undergraduate Thesis.

Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

The topic of this thesis was ideology formation in Dee Lestari‟s Partikel. The aims of this thesis were (1) to describe the story-telling structure and (2) to describe the ideology formation based on Antonio Gramsci‟s perspective. This thesis used two approaches. 1) Objective approach for analyzing the intrinsic elements which were character-characterization and setting. 2) Sociological approach with Gramsci‟s theory of ideology for analyzing the ideology formation. The method used in this thesis was qualitative descriptive method. The data collecting used the bibliographical technique.

The result of the story-telling (character, characterization, and setting) and ideology formation. The main characters in this novel were Zarah Amala and Firas. The other additional characters were Aisyah, Abah Hamid dan Pak Simon Hardiman. Partikel had setting in Bogor and Tanjung Puting which located in Indonesia, and also in London and Glastonbury which located in England. The setting of time of this novel was 1979-2003. The setting of society in this novel was the background of the education system in Indonesia, the spiritual background about superstition, and the background of crop circle phenomena and UFO which happened in England.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ………...………… 9

1.3 Tujuan Penelitian ……… 9

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ……… 10

1.4.1 Manfaat Teoretis ………...…... 10

1.4.2 Manfaat Praktis ……...……….... 10

1.5 Tinjauan Pustaka ………. 10

1.6 Landasan Teori ………...… 13

1.6.1 Kajian Struktural ………... 14

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan …………... 15

1.6.1.2 Latar ………...………... 19

1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Gramsci ……….... 23

1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci ………..……….... 24

1.6.2.2 Formasi Ideologi ………... 27

(14)

1.7.1 Pendekatan ... 28

1.7.2 Metode Pengumpulan Data ………...……….. 29

1.7.3 Metode Analisis Data ... 30

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data …..……….………. 30

1.8 Sumber Data ………..…..……… 31

1.9 Sistematika Penyajian ……….………. 31

BAB II STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL .... 33

2.1 Pengantar ………. 33

2.2 Tokoh dan Penokohan ………. 34

2.2.1 Tokoh Utama ……….……...…… 35

2.2.2 Tokoh Tambahan ……….………... 45

2.3 Latar ………. 56

2.3.1 Latar Tempat ……….….... 56

2.3.2 Latar Waktu ……….…….. 61

2.3.3 Latar Sosial …………... 65

2.4 Rangkuman ……….. 70

BAB III FORMASI IDEOLOGI DALAM NOVEL PARTIKEL ... 73

3.1 Pengantar ………. 73

3.2 Ideologi dalam Novel Partikel ……… 74

3.2.1 Ideologi Liberalisme ………... 75

3.2.2 Ideologi Konservatisme ………...…… 79

3.2.3 Ideologi Teisme ……… 82

3.2.4 Ideologi Panteisme ………... 85

3.2.5 Ideologi New Age ………. 88

3.3 Formasi Ideologi dalam novel Partikel ……… 94

(15)

BAB IV PENUTUP ... 100

4.1 Kesimpulan ……….. 100

4.2 Saran ……… 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN ... 108

DAFTAR TABEL Tabel 1 ………. 70

Tabel 2 ………. 97

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan

dimanfaatkan masyarakat (pembaca). Sastra menampilkan gambaran kehidupan,

dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial dalam suatu lingkungan

pergaulan (Damono, 1984:1). Gambaran kehidupan yang direpresentasikan dalam

karya sastra merupakan hasil produksi pandangan pengarang terhadap kondisi

masyarakat pada masa tertentu. Sastra bukanlah sekadar permainan imajinasi yang

pribadi sifatnya, tetapi merupakan rekaman tata cara zamannya, suatu perwujudan

macam pikiran tertentu (Tanie dalam Saraswati, 2003: 27). Novel misalnya adalah

cerminan yang bisa dibawa ke mana pun dan paling cocok untuk memantulkan

segala aspek kehidupan dan alam.

Partikel adalah sebuah novel karya Dee Lestari yang diterbitkan pada tahun

2012. Partikel merupakan episode keempat dari tujuh episode novel Supernova

karya Dee Lestari. Episode Supernova pertama berjudul Ksatria, Puteri, dan

Bintang Jatuh yang terbit pada 16 Februari 2001. Kemudian pada 16 Oktober

2002, Dee meluncurkan episode kedua Akar, dilanjutkan Petir (2004), Partikel

(2012), Gelombang (2014) dan yang terakhir adalah Inteligensi Embun Pagi

(2016). Novel Supernova secara keseluruhan merupakan novel yang tergolong

(17)

Supernova karya Dee lestari sempat menjadi nominasi pada Katulistiwa

Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books. Ia bersaing dengan

sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothea Rosa

Herliany, Sutardji Calzoum Bachri, dan Hamsad Rangkuti. Baru-baru ini,

Sepernova episode terakhir, yakni Intelegensi Embun Pagi mendapat penghargaan

Book Of The Year 2016 oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

Novel-novel karya Dee Lestari kebanyakan merupakan novel yang

membutuhkan riset-riset yang mendalam. Dari hasil riset-riset tersebut selain

dapat menikmati latar cerita yang menarik, pembaca juga diberikan

pengetahuan-pengetahuan baru yang mencerdaskan. Terutama dalam novel Partikel ini, Dee

melakukan riset yang mendalam mengenai Fungi¹. Dee menghabiskan waktu

hampir sekitar delapan tahun untuk menerbitkan episode keempat dari

Supernovanya.

Partikel merupakan kisah petualangan Zarah Amala dalam mencari

ayahnya, yaitu Firas yang hilang begitu saja. Zarah adalah anak pertama dari Firas

dan Aisyah. Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi di Institut Pertanian

Bogor (IPB). Mereka juga memiliki seorang anak perempuan lagi bernama Hara.

¹ Tumbuhan tanpa daun atau klorofil, hidup dari bahan tumbuhan atau

binatang lain, dapat terdiri atas satuan sel, dapat menyebabkan penyakit pada

tumbuhan atau binatang, dapat membusukkan kayu, makanan, dsb; cendawan;

(18)

Firas dan Aisyah sebenarnya adalah anak dari Abah Hamid dan Umi.

Namun, Firas adalah anak angkat Abah, sedangkan Aisyah adalah anak kandung.

Masalah pernikahan Firas dan Aisyah ini merupakan awal permasalahan dari

kurang harmonisnya keluarga besar ini. Namun, masalah pernikahan itu bukanlah

permasalahan utama dalam novel yang ditulis oleh Dee Lestari ini.

Kisah dalam Partikel berawal dari Zarah yang sangat menyayangi ayahnya

lebih dari apa pun. Ia bahkan mengumpamakan ayahnya adalah seorang dewa.

Sejak ia kecil, Zarah dididik dengan cara yang berbeda dari anak-anak lain yang

seumuran dengannya. Zarah hingga umurnya 12 tahun belum pernah merasakan

pendidikan formal seperti teman-temannya. Ia hanya dididik sendiri oleh Firas di

rumah. Firas tidak mau Zarah masuk sekolah formal seperti anak-anak sebayanya.

Ideologi yang dimiliki oleh Firas tersebut yang menimbulkan pelbagai konflik

dalam hidupnya. Firas menganggap bahwa sekolah formal seperti yang telah ada

sekarang itu tidak banyak membantu untuk anak perempuannya. Firas tidak

pernah suka sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya Firas sendiri

adalah dosen IPB, tapi ia tidak suka dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ia

memiliki pemikirannya sendiri mengenai pendidikan yang pantas untuk anaknya.

Kutipan berikut ini menujukkan ideologi yang dimiliki oleh tokoh Firas dan

Zarah tentang sistem pendidikan di Indonesia.

(1) “Tidak perlu Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau aku yang mengajarkannya langsung.” Begitu selalu katanya (Lestari, 2014: 17).

(19)

alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula, mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012: 95).

Kutipan di atas menujukkan bahwa Firas memiliki sebuah pemikiran dan

kesadaran bahwa pendidikan tidak harus didapatkan dari bangku sekolah. Jika

seorang anak dididik dengan baik dan benar, diberi pelajaran setiap hari tanpa

harus berada di kelas, maka sekolah formal bukan sebuah hal yang wajib.

Kemudian Zarah membuktikan apa yang dikatakan ayahnya mengenai pendidikan

informal.

Selain ideologi mengenai sistem pendidikan, novel ini juga memiliki

ideologi mengenai hubungan alam semesta dan manusia.

(3) Dengan tegas Ayah menandaskan, “Umat manusia selamanya

berhutang budi kepada kerajaan fungi. Kita bisa ada hari ini karena fungi melahirkan kehidupan buat kita.”

Bagi Ayah, fungi adalah orang tua alam ini (Lestari, 2012: 21).

(4) Berkesempatan melihat tanah airku dari ribuan kaki di atas permukaan laut menyadarkanku atas kebenaran kata-kata Ayah dulu. Hutan Kalimantan tidak selebat yang kubayangkan. Tampak bolong-bolong luas di mana-mana. Hutan yang tinggal jadi sejarah. Tebaran atap serta padatnya permukiman manusia terlihat bagai sel kanker yang menyebar. Menggerogoti hijaunya hutan. Dari atas sini, aku melihat Kalimantan yang terluka (Lestari, 2012: 178).

(20)

Kutipan tersebut di atas merupakan beberapa contoh ideologi yang terdapat

dalam Partikel mengenai alam semesta. Bahwa bumi adalah makhluk hidup yang

berkesadaran. Dan bumi yang dipijak manusia saat ini tengah mengalami

kerusakan akibat eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh manusia. Selain hal

tersebut, juga muncul pemikiran tentang fungi dan perannya yang amat besar bagi

alam semesta.

Kisah Zarah tidak hanya berhenti di situ. Petualangan Zarah semakin

menarik ketika seseorang yang ia dewakan, yaitu Firas hilang. Hilangnya Firas

membawanya dalam sebuah pelarian yang tidak ada hentinya. Ia pergi ke Tanjung

Puting hingga akhirnya ia ke London. Di London ia bertemu dengan Pak Simon,

koresponden Firas. Dari Pak Simon, Zarah mendapatkan titik terang akan keadaan

Firas. Dari Pak Simon juga, Zarah mempelajari hal-hal mengenai Ayahnya yang

selama ini hanya ia pahami ala kadarnya.

Karya sastra memiliki peran penting, baik dalam usahanya untuk menjadi

pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala

kemasyarakatan (Ratna, 2012: 334). Sastra memberikan gambaran atas situasi

sosial, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya

mempresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam karya sastra, pengarang

membawa gagasan-gagasan tertentu. Gagasan-gagasan tersebut mencerminkan

ideologi pengarang yang ditransfer dalam karyanya melalui dialog tokoh, latar,

peristiwa, maupun karakter tokoh. Melalui hal-hal tersebut, pengarang dapat

(21)

membahas mengenai ideologi pengarang, namun membahas mengenai ideologi

yang ada di dalam sebuah karya sastra.

Para tokoh dalam Partikel memiliki beberapa konflik mengenai persoalan

dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu konfilk muncul ketika Firas menolak

permintaan Abah dan Umi agar Zarah masuk sekolah formal. Persoalan tersebut

kemudian menjadi sebuah konflik berkepanjangan antara Firas dan Abah, Umi,

serta isterinya, Aisyah. Selain itu, konflik juga dihadapi Firas dalam hal Bukit

Jambul. Masyarakat dan Abah mengira Bukit Jambul itu adalah tempat angker,

sehingga tidak ada yang boleh memasuki area terlarang tersebut. Namun, bagi

Firas Bukit Jambul adalah aset yang harus dijaga, maka ia dapat keluar masuk

Bukit Jambul karena ia mengetahui kebenarannya.

Pemikiran tokoh yang satu dan pemikiran tokoh-tokoh lainnya kadang

bertentangan. Dengan pelbagai pemikiran tersebut mengisyaratkan adanya

pertentangan ideologi terkait pelbagai sisi kehidupan. Pertentangan ideologi yang

terjadi karena adanya perbedaan gagasan dan pemikiran antartokoh yang satu

dengan tokoh lainnya tersebut memunculkan gejala dan upaya dari ideologi yang

tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap ideologi yang mendominasi.

Upaya perlawanan terhadap dominasi ideologi menujukkan adanya usaha

negosiasi yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama demi kesatuan

sosial.

Ideologi oleh Gramsci didefinisikan sebagai kesadaran yang aktif. Sama

seperti Lukacs, ia tidak menyetujui pendefinisian ideologi oleh Marx sebagai

(22)

79-83). Menurut Gramsci, ideologi adalah manifestasi dari bekerjanya sistem dan

proses kekuasaan (Simon, 2004: 86). Ideologi terbentuk melalui proses sejarah

yang panjang yang melahirkan suatu keadaan di mana kelompok atau individu

yang dikuasai seolah-olah menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu

merasuk dan ideologi diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

kehidupan sehari-hari seakan-akan terjadi “consensus” antara kelompok atau

pihak tersubordinasi dan penguasa. Kondisi penguasaan negara ini dalam

pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah hegemoni (Takwin, 2003: 84).

Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individu,

melainkan punya pusat informasi, iradiasi, penyebaran, dan persuasi (Faruk, 2012:

132). Ide-ide tentang sebuah ideologi tidak dapat dilepaskan dari praktik-praktik

kultural dalam hal penyebaran dan persuasinya. Puncak dari keberhasilan upaya

penyebaran dan persuasi tersebut dikenal sebagai hegemoni. Faruk (Ibid., 136)

berpendapat bahwa hegemoni menyangkut cara-cara serangkaian kompleks dan

menyeluruh dari praktik-praktik kultural, politisi, ideologis yang bekerja untuk

„menyemen‟ masyarakat menjadi kesatuan yang relatif. „Menyemen‟ dalam hal ini

memiliki artian mengikat kelas-kelas yang sebenarnya bersifat antagonistik

menjadi satu kesatuan yang seakan-akan rukun dan harmonis.

Berdasarkan kerangka pikiran di atas, teori ideologi menurut perspektif

Gramsci dirasa relevan untuk menganalisis ideologi yang terdapat dalam Partikel.

Teori ini dipilih karena menjelaskan relasi ideologi secara mendalam. Dalam teori

Gramsci, ideologi memiliki peran penting untuk mengikat pelbagai kelompok

(23)

Dengan menggunakan teori ideologi Gramsci, diharapkan ideologi-ideologi yang

ada dalam Partikel dapat dipahami lebih terfokus dan lebih mendalam.

Peneliti memilih topik mengenai formasi ideologi karya sastra dalam novel

Partikel karya Dee Lestari ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama,

berdasarkan observasi peneliti, topik yang membahas mengenai formasi ideologi

pada Partikel belum banyak ditemukan dan dilakukan. Hasil searching peneliti,

Partikel pernah dikaji dengan kajian psikologi sastra yaitu kepribadian dan

aktualisasi diri tokoh utamanya, dan juga kajian feminis.

Kedua, ideologi yang dimiliki para tokoh dalam Partikel adalah sesuatu

permasalahan menarik dalam novel ini. Perbedaan ideologi yang dialami oleh para

tokoh tersebut menyebabkan pertentangan dan konflik dalam masyarakat yang

berkepanjangan. Hal ini menjadikan peneliti tertarik untuk menelusuri lebih dalam

mengenai formasi ideologi yang ada di dalam novel Partikel karya Dee Lestari

ini.

Ketiga, peneliti ingin melihat lebih terperinci mengenai permasalahan

formasi ideologi yang ada di dalam Partikel yang juga termasuk ke dalam

fenomena sosial yang tengah terjadi di dalam masyarakat dewasa ini. Ada

pelbagai permasalahan dalam novel ini yang ternyata banyak dialami oleh

masyarakat dewasa ini, hanya saja masyarakat tidak begitu mengambil pusing

tentang fenomena yang terjadi di sekitar mereka.

Novel Partikel karya Dee Lestari ini merupakan teks sastra yang akan

dijadikan bahan penelitian. Teks-teks sastra dalam novel tersebut akan dianalisis

(24)

jauh mengenai bagaimana formasi ideologi yang ada dalam Partikel yang

kemudian diasumsi merupakan ideologi yang dimiliki oleh novel Partikel.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari?

2. Bagaimana formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya Dee

Lestari?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan formasi ideologi

dalam novel Supernova: Episode Partikel karya Dee Lestari. Secara khusus tujuan

penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Partikel karya Dee Lestari.

Struktur penceritaan yang akan dianalisis adalah tokoh, penokohan, dan

latar dalam novel Partikel. Kemudian hasil analisis dari struktur

penceritaan novel Partikel akan dibahasa pada bab II.

2. Mendeskripsikan formasi ideologi yang ada dalam novel Partikel karya

Dee Lestari. Formasi ideologi yang digunakan untuk menganalisis

Partikel ini adalah formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci.

Hasil analisis formasi ideologi ini kemudian akan dibahas dalam bab

(25)

1.4 Manfaat Hasil Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

1.4.1.1Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan di bidang sosiologi sastra yaitu memberikan contoh kajian

penerapan teori tokoh, penokohan, dan latar dalam karya sastra. Karya

sastra yang diteliti di sini adalah novel Partikel karya Dee Lestari.

1.4.1.2Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang studi sastra

mengenai ideologi berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Gramsci

khususnya mengenai teori ideologi dalam perspektif Gramsci.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian

tentang studi ideologi dalam bidang karya sastra. Dengan demikian, diharapkan

penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami novel Partikel karya

Dee Lestari secara lebih dalam. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat

digunakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra,

khususnya novel Partikel.

1.5 Tinjauan Pustaka

Topik mengenai ideologi dalam karya sastra pernah dijadikan topik skripsi

S-1 oleh Nanang Syaiful Rohman, dalam skripsinya berjudul “Ideologi

Perempuan dalam Novel Tempurung Karya Oka Rusmini” (2011). Hasil

(26)

bersumber dari budaya tradisional Bali yang terdiri dari ideologi umum, ideologi

familialisme, dan ideologi ibuisme dan ideologi yang bersumber dari budaya

tradisional Bali yang dipadukan dengan budaya modern yang terdiri dari ideologi

matriarki, ideologi familialisme. Terdapat beberapa tokoh yang memiliki ideologi

lebih dari satu. Hal ini terjadi karena tokoh-tokoh perempuan tersebut menghadapi

pelbagai masalah dalam kehidupan yang sangat kompleks, sehingga menyebabkan

ideologi yang dianut sebelumnya beralih ke ideologi lain. Ideologi-ideologi yang

dimiliki tokoh perempuan dalam novel Tempurung karya Oka Rusmini tampak

dalam pandangan tokoh perempuan terhadap dirinya sendiri, pandangan tokoh

perempuan terhadap perempuan lain, dan pandangan tokoh perempuan terhadap

laki-laki. Pandangan tersebut tercermin dalam kutipan unit teks yang terinci dalam

monolog, dialog, dan narasi tokoh.

Kemudian formasi ideologi juga pernah dijadikan topik skripsi oleh Ardila

Chandra, dalam skripsi yang berjudul “Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam

Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya: Analisis Hegemoni

Gramsci” (2015). Di dalam penelitiannya, Chandra menyimpulkan bahwa terdapat

dua belas ideologi dalam novel BBR. Keduabelas ideologi tersebut yaitu

humanisme, patriarkat, feminisme, tradisionalisme, konvensionalisme, teisme,

realisme, rasionalisme, nasionalisme, materialisme, kapitalisme, dan liberalisme.

Kedua belas ideologi tersebut memiliki korelasi, pertentangan, dan subordinasi.

Untuk mencapai hegemoni, dibutuhkan negosiasi yang bisa terjadi melalui dialog

antartokoh dan melalui perenungan diri sendiri. Dalam hal ini, terdapat sepuluh

(27)

pengarang ingin memperkenalkan gagasannya mengenai pascanasional dan

menyebarkan jiwa humanis. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

novel BBR adalah usaha pengarang untuk memperlihatkan kekompleksan

permasalahan manusia pada era globalisasi. Kekompleksan permasalahan tersebut

ditunjukkan melalui ideologi-ideologi para tokoh. Pengarang menceritakan

kegelisahan-kegelisahan pikirannya terkait humanisme melalui kehidupan Neti

sebagai tokoh utama. Pengarang menonjolkan ideologi humanisme untuk

menyuarakan kemanusiaan dan kesetaraan bagi semua manusia.

Novel Partikel karya Dee Lestari sebelumnya pernah menjadi objek

penelitian skripsi S-1 oleh Kartika Nurul Nugraheni yang berjudul “Kepribadian

dan Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Partikel

Karya Dewi Lestari” (2014) menganalisis novel Partikel dengan tinjauan

psikologi sastra. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pertama, kepribadian

yang menonjol pada tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya

Dewi Lestari adalah cerdas, pemberontak, dan keras kepala. Kedua, konflik batin

yang dialami tokoh utama bernama Zarah dalam novel Partikel karya Dewi

Lestari adalah keinginan yang tidak sesuai kenyataan dan pertentangan batin.

Konflik yang paling utama adalah pelarian Zarah dari kekangan kebudayaan di

masyarakat karena perbedaan ideologi. Ketiga, aktualisasi diri pada tokoh Zarah

dalam novel Partikel karya Dewi Lestari terdiri dari dua tujuan, yaitu keinginan

untuk menemukan Firas (ayahnya), memiliki pemikiran yang konsisten, dan teguh

(28)

Sedangkan Nurlinda, dkk melakukan kajian nilai-nilai terhadap novel

Patikel karya Dee Lestari. Judul yang mereka pakai adalah “Nilai-nilai dalam

Novel Partikel Karya Dewi Lestari (DEE). Dalam penelitian tersebut disimpulkan

bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam novel karya Dee Lestari ini terdiri dari nilai

pendidikan, religius, sosial, dan individu. Nilai pendidikan itu meliputi nilai setia

kawan, toleransi, kebulatan tekad, menjaga kelestarian hewan dan alam, dan

tolong menolong. Nilai religiusnya adalah keyakinan kepada Tuhan Maha Esa;

Mengerjakan Salat, puasa, dan membaca Alquran; Berdoa kepada Allah;

Menghormati ibu; Manusia makhluk lemah; Setan musuh manusia; dan Percaya

kepada takdir Allah; Nilai sosial meliputi, pengorbanan, kemenangan, kasih

sayang, kegotongroyongan, dan kepedulian. Kemudian nilai individunya adalah

bijaksana, keteguhan, keberanian, perjuangan, keegoisan, kerja keras, kejujuran,

kesadaran, kegelisahan, penderitaan, dan kesedihan.

Beberapa hasil penelitian di atas kemudian akan dijadikan tinjauan untuk

mendukung kajian dalam penulisan penelitian ini. Berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian-penelitian ini menekankan pembahasan mengenai formasi

ideologi yang ada dalam Partikel. Dialog, tokoh, peristiwa, dan latar dalam

Partikel menunjukkan pertentangan pikiran dan ideologi masing-masing tokoh,

oleh karena itu penelitian ini dikaji menggunakan teori ideologi Gramsci.

1.6 Landasan Teori

Suatu penelitian memerlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat dan

(29)

penokohan, dan latar dalam drama, kajian sosiologi sastra, dan teori ideologi

menurut perspektif Antonio Gramsci dalam karya sastra.

1.6.1 Kajian Struktural

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan

Strukturalisme Praha. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum

formalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh pelbagai

unsur (pembangun)-nya.

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan

dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendekripsikan fungsi dan hubungan

antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis strukruktural dilakukan

dengan mengidentifikasi peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut

pandang, dan lain-lain. Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat

mungkin fungsi dan ketertarikan antarpelbagai unsur karya sastra yang secara

bersama menghasilkan sebuah keseluruhan.

Dalam konteks penelitian ini, peneliti membatasi kajian struktural hanya

pada tokoh dan penokohan serta latar tempat, waktu dan sosial. Hal ini dilakukan

karena peneliti berupaya melakukan studi yang efisien dan efektif. Selain itu, hasil

dari analisis tokoh dan penokohan tersebut membantu peneliti untuk merumuskan

formasi ideologi yang terdapat dalam Partikel. Kemudian latar tempat, waktu, dan

sosial melengkapi dan menjelaskan bagaimana keadaan masyarakat sosial dalam

(30)

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan

Dalam penelitian ini digunakan teori tokoh dan penokohan untuk

menganalisis novel Partikel. Analisis unsur tokoh dan penokohan akan membantu

peneliti untuk mendalami sifat-sifat tokoh dalam novel Partikel dan menemukan

ideologi yang dimiliki oleh setiap tokoh. Hasil analisis tokoh dan penokohan

tersebut akan digunakan oleh peneliti untuk mendalami ideologi yang ada di

dalam novel Partikel karya Dee Lestari ini.

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti

tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi

secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah

tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling

tidak dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang berbeda,

walaupun memang ada di antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya

menyaran pada tokoh cerita dan atau “teknik” pengembangannya dalam sebuah

cerita (Nurgiyantoro, 1995:164-165).

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai

jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada

berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, dan sebagainya. Penokohan dan

karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak

(-watak) tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones (1968: 33),

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

(31)

Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur

bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian berbeda, yaitu sebagai

tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi,

dan prinsup moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Staton dalam

Nurgiyantoro, 1995: 165). Dengan demikian, character dapat berarti „pelaku cerita‟ dan dapat pula berarti „perwatakan‟. Antara seseorang tokoh dan

perwatakan yang dimilikinya memang merupakan sebuah kepaduan yang utuh

(Ibid.’ 165).

Tokoh cerita (character) menurut Abrams (1981) adalah orang(-orang) yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga

dapat diketahui antara seseorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan

dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori

resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Berkaitan dengan

kasus kepribadian sang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata

(verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu

dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara

fisik. Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada

“tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh

cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya

dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada

(32)

Tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama

(KBBI, 2007: 1203). Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan

bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya

naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan.

Penelitian ini akan menganalisis tokoh dalam novel Partikel karya Dee

Lestari yang diklasifikasikan berdasarkan perannya, yakni tokoh utama dan tokoh

tambahan. Teori tokoh utama dan tokoh tambahan lebih dipilih daripada teori

lainnya karena hasil analisis tokoh utama dan tokoh tambahan akan

mencerminkan mengenai bagaimana ideologi utama dalam Partikel.

1.6.1.1.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel

yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2007:

176-177). Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan

dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan latar secara

keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan

(33)

1.6.1.1.2 Tokoh Tambahan

Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita

lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya

dengan tokoh utama, secara langsung atau tidak langsung (Ibid., 177). Dominasi

tokoh tambahan dalam cerita ada di bawah tokoh utama, sehingga mereka dapat

dipadang sebagai tokoh tambahan, walau harus dicatat: ada tokoh tambahan yang

utama (Ibid., 178).

Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara

tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan

itu lebih bersifat gradasi. Kadar keutamaan tokoh-tokoh itu beringkat: tokoh

utama (yang) utama, tokoh tambahan, tokoh tambahan utama, tokoh tambahan

(yang memang) tambahan. Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada tokoh-tokoh

yang memiliki pengaruh besar pada tokoh utama.

Penokohan adalah penciptaan citra tokoh dalam karya susastra (KBBI,

2007: 1203). Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan

“perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita

sehingga sanggup memberikan gambaran jelas kepada pembaca. Penokohan

sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam

sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 166).

Teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam Partikel adalah

teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh secara tidak

(34)

artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap

serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk

menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan, baik

secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan

juga melalui peristiwa yang terjadi.

1.6.1.2 Latar

Penelitian ini menggunakan teori latar yang meliputi latar tempat, latar

waktu, dan latar sosial. Hasil analisis latar digunakan untuk lebih memahami

bagaimana kondisi latar dalam cerita. Bagaimana latar waktu, tempat dan sosial

yang ada dalam masyarakat novel dapat menjelaskan ideologi yang terkandung

dalam karya sastra tersebut.

Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2010: 216) mengungkapkan bahwa latar atau

setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan

jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,

menciptakan susasna tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan

perwatakannya ke dalam cerita, makan pembaca akan dimudahkan untuk

mengoperasikan daya imajinasinya.

Nurgiyantoro (2010: 227-236) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat

(35)

unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan

dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling

memengaruhi satu dengan yang lainnya.

Unsur latar menjadi penting untuk dianalisis dalam penelitian ini karena

latar menjelaskan dan mengungkapkan bagaimana keadaan dan kondisi

masyarakat sesungguhnya yang menjadi latar belakang cerita tersebut.

Nurgiyantoro (2010: 100) menjelaskan bahwa dalam sebuah karya fiksi sering

dijumpai peristiwa-peristiwa dan permasalahan yang diceritakan. Karena

kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang, cerita fiksi menjadi tampak

kongkret dan seperti benar-benar ada dan terjadi.

Unsur latar dalam Partikel merupakan latar-latar yang nyata, walaupun

ceritanya fiksi, namun latar yang digunakan adalah latar faktual. Misalnya latar

tempat yang ada di dunia nyata, yaitu Bogor, Tanjung Putting, London,

Glastonbury, dll. Beberapa peristiwa juga merupakan peristiwa nyata misalnya

Simposium yang dilaksanakan di Glastonbury pada 2003. Peristiwa itu

benar-benar terjadi dan membahas mengenai biokimia dan molekul genetik

(https://bmg.med.virginia.edu/events/past-simposia/bmg-symposium-2003/)

1.6.1.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu

(36)

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah

mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan

geografis tempat yang bersangkutan. Ketidaksesuaian deskripsi antara keadaan

tempat secara realistis dengan yang ada di novel dapat menyebabkan karya yang

bersangkutan kurang meyakinkan jika pembaca mengenalinya. Deskripsi tempat

secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal

yang diceritakan sungguh ada dan terjadi.

Perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel biasanya

meliputi pelbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain

sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh. Dari sekian banyak tempat yang

disebut, tentu sajaa tidak semuanya fungional dan sama pentingnya. Jika latar

tempat dikemukakan secara terperinci, makan latar tempat tersebut merupakan

latar tempat yang penting.

1.6.1.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat

dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap

waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam

suasana cerita. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional

(37)

Lama waktu cerita dalam karya fiksi juga sering dihubungkan dengan

lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita. Dalam hal ini terdapat variasi

pada pelbagai novel yang ditulis pengarang. Ada novel yang membutuhkan waktu

panjang, katakanlah (hampir) sepanjang hayat tokoh, ada pula yang relatif pendek

misalnya hanya beberapa hari atau bahkan hanya beberpa jam.

1.6.1.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup pelbagai masalah dalam lingkup

yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang

tergolong latar spiritual.

Untuk mengangkat latar tempat tertentu ke dalam karya fiksi, pengarang

perlu menguasai medan. Hal itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial, tepatnya

sosial budaya. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar, khususnya

latar tempat, menjadi khas dan tipikal atau sebaliknya bersifat netral. Dengan kata

lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar tempat harus

sekaligus disertai latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat

(38)

1.6.2 Formasi Ideologi dalam Perspektif Antonio Gramsci

Kajian tentang formasi ideologi dalam perspektif Antonio Gramsci ini

merupakan bidang kajian dengan pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra

adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah

tentang lembaga sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat

dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan

mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian,

keagamaan, politik dan lain-lain (yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial),

kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang

menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1979:

7).

Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam

masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk

mengubah masyarakat itu. Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra

berbagi masalah yang sama. Dengan demikian, novel merupakan genre utama

sastra dalam zaman industri ini, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan

kembali dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya,

politik, negara, dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas

tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik- yang

juga menjadi urusan sosiologi (Ibid., 8)

Kemudian Ratna (2004: 334) mengungkapkan bahwa hubungan karya sastra

(39)

merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting, baik

dalam usahanya menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan pengakuan

terhadap suatu gejala kemasyarakatan. Melalui teori sosiologi sastra, peneliti

dapat mengkonstruksikan mengenai formasi ideologi dalam novel Partikel karya

Dee Lestari.

1.6.2.1 Ideologi menurut Antonio Gramsci

Secara etimologis, ideologi berasal dari kata idea (ide, gagasan) dan ology

(logos, ilmu). Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan,

keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas,

ideologi adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai

dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Konsep ideologi bagi Gramsci itu melewati arti “ilmu pengetahuan

gagasan” dan seperangkat doktrin (Gramsci, 2013: 527). Ideologi adalah penanda

cara manusia meninggalkan peran mereka dalam masyarakat-kelas, nilai, ide, dan

imaji-imaji yang mengikat mereka pada fungsi sosial (Elgeton, 2002: 20).

Gramsci mengungkapkan bahwa ideologi lebih dari sekedar sistem ide karena

memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan hidup individu maupun kelompok

(Gramsci, 2013: 528).

Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat

psikologis. Artinya ideologi „mengatur‟ manusia dan memberikan tempat bagi

manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan

(40)

dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak mendapatkan kesadaran

tentang posisinya dan perjuangan mereka.

Gramsci menganggap dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur, bukan

hanya refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastruktur yang

bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri.

Sebagai kekuatan material, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi

massa manusia, menciptakan suatu tanah lapang yang di atasnya manusia

bergerak. Persoalan kultural dan formasi ideologi menjadi penting bagi Gramsci

karena di dalamnya pun berlangsung proses yang rumit.

Ideologi terbentuk melalui proses sejarah yang panjang yang melahirkan

suatu keadaan di mana kelompok atau individu yang dikuasai seolah-olah

menerima hubungan dominasi yang ada. Kekuasaan itu merasuk dan ideologi

diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari

seakan-akan terjadi “consensus” antara kelompok atau pihak tersubordinasi dan penguasa.

Kondisi penguasaan negara ini dalam pemikiran Gramsci dikenal dengan istilah

hegemoni (Takwin, 2003: 84).

Ideologi menurut Gramsci (dalam Harjito, 2001: 33) mengandung empat

elemen. Empat elemen tersebut yaitu elemen kesadaran, elemen material, elemen

solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan.

Elemen kesadaran menandakan bahwa ideologi memberi tempat bagi

manusia untuk bergerak dan mendapatkan kesadaran tentang posisi mereka, baik

dalam bidang ekonomi, politik, sosial, maupun perjuangan untuk menjadi kelas

(41)

Pemikiran awam berasal dari pelbagai sumber dan kejadian masa lalu yang

membuat masyarakat menerima kebiasaan, kekuasaan, ketidakadilan, dan

penindasan sebagai hal yang alamiah, produk alam, kehendak Tuhan, dan tidak

dapat diubah (Simon, 2004: 33). Gramsci menggunakan istilah pendapat umum

(common sense) untuk menunjukkan cara orang awam yang tidak kritis dan tidak

sadar dalam memahami dunia (Ibid., 27). Pemikiran ini merupakan tempat

dibangunnya ideologi dan menjadi tempat perlawanan ideologi.

Elemen material adalah wujud eksistensi dalam pelbagai aktivitas praktis

dan menjelma dengan cara hidup kolektif masyarakat. Ideologi bukanlah fantasi

atau angan-angan seseorang, tetapi menjelma dalam kehidupan keseharian

masyarakat, lembaga, ataupun organisasi di tempat praktik sosial berlangsung,

misalnya dalam partai politik, serikat dagang, masyarakat sipil, aparat negara,

perusahaan komersial, atau lembaga keuangan (Simon, 2004: 83-86).

Elemen solidaritas identitas merupakan tanda bahwa ideologi mampu

mengikat sebagai pondasi penyatuan sosial pelbagai kelompok yang berbeda ke

dalam satu wadah. Dengan demikian, kelompok-kelompok lain diikutsertakan,

termasuk ideologinya, guna mendapatkan dukungan. Pernyataan tersebut secara

tidak langsung mengakui adanya pluralitas ideologi di masyarakat karena terdapat

pelbagai kelompok sosial. Untuk merangkul pelbagai kelompok sosial, dalam

menyusun ideologi baru tidak harus menyingkirkan semua sistem ideologi yang

berbeda, tetapi justru melakukan transformasi ideologi dengan mempertahankan

dan menyusun kembali beberapa unsur yang paling tangguh. Istilah untuk

(42)

Elemen kebebasan menjelaskan bahwa ideologi menghasilkan kebebasan

maksimal kepada individu untuk merealisasikan dirinya. Kebebasan memberi

peluang kepada masyarakat demi menghilangkan penindasan tersebut (Ibid., 36).

Keempat elemen tadi tidak harus muncul bersamaan. Elemen yang harus

muncul adalah elemen solidaritas-identitas, elemen kebebasan yang berwujud

pelbagai aktivitas praktis dan terjelma dalam kehidupan keseharian, cara hidup

kolektif masyarakat, lembaga, serta organisasi tempat praktik sosial berlangsung.

1.6.2.2 Formasi Ideologi

Formasi adalah suatu susunan (KBBI, 2007: 320). Ideologi adalah sistem

berpikir, kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan

tindakan sosial dan politik. Menurut Thompson (2003: 17) ideologi adalah sistem

gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis,

politis, dan sosial. Ideologi dalam hal ini disebut neutral conception. Dari kedua

pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa formasi ideologi adalah suatu

susunan sistem gagasan yang mempelajari keyakinan dan hal-hal ideal filosofis,

ekonomis, politis, dan sosial. Formasi ideologi tidak hanya membahas ideologi

apa saja yang terdapat di dalam teks, akan tetapi juga membahas bagaimana relasi

antar ideologi tersebut.

Formasi ideologi dalam teks muncul melalui tokoh, latar (yang mencakup

tempat, waktu, dan sosial). Dalam perspektif kajian ini, semua elemen tersebut

merupakan representasi ideologi yang melekat pada setiap elemen tadi. Oleh

(43)

disebabkan karena teks sastra merupakan dialektika pemikiran pengarang itu

sendiri yang dimunculkan melalu tokoh, latar, serta peristiwa.

Novel Partikel karya Dee Lestari memiliki beberapa ideologi dan ideologi

tokoh utamanya tersebut bertentangan dengan ideologi yang ada di dalam

masyarakat sekitarnya. Ideologi yang dimiliki Partikel antara lain alalah sebagai

berikut, pertama ideologi liberalisme dalam sistem pendidikan. Bahwa tidak

selamanya pendidikan harus dilakukan secara formal (dengan belajar di sekolah

dan disekap beberpa jam di kelas). Kedua, pandangan mengenai alam semesta.

Beberapa tokohnya percaya bahwa alam semesta ini adalah makhluk yang

memiliki kesadaran. Selain itu, ada beberapa ideologi lagi yang menyimpang dari

ideologi yang sudah ada. Berdasarkan teori di atas, peneliti akan melihat dan

menganalisis lebih dalam mengenai formasi ideologi yang terdapat dalam

Partikel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bagaimana formasi ideologi

karya sastra dalam Partikel.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (i) pendekatan, (ii)

pengumpulan data, (iii) analisis data, dan (iv) penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif

dan pendekatan ssiologis. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata

(44)

Analisis tokoh dan penokohan adalah unsur intrinsik yang dipakai oleh peneliti

untuk lebih mendalami tokoh. Pendalaman tokoh tersebut dipakai untuk

mengetahui ideologi-ideologi yang terdapat dalam novel Partikel karya Dee

Lestari.

Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah hubungan hakiki antara karya

sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan

oleh: (i) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, (ii) pengarang itu sendiri adalah

anggota masyarakat, (iii) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam

masyarakat, dan (iv) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat

(Ibid., 60).

Pendekatan sosiologis memiliki implikasi metodologis berupa pemahaman

mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat. Maka dalam

penelitian ini diasumsikan bahwa ideologi yang ada dalam Partikel merupakan

cerminan kondisi masyarakat sesungguhnya saat itu. Yang dimaksud dengan

cermin dalam pendekatan sosiologis adalah sastra yang cenderung mengangkat

hal ihwal sebagai pantulan hidup. Sastra memancarkan seluruh aset sosial

(Endraswara, 2011: 169).

1.7.2 Metode Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah formasi ideologi dalam novel Partikel karya Dee

(45)

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka.

Peneliti membaca pelbagai pustaka, termasuk karya sastra yang menjadi objek

penelitian secara cermat.

1.7.3 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian terpenting dalam sebuah metode penelitian,

karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna

dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2014:304). Fungsi dari tahap

analisis data adalah mencari hubungan antardata yang tidak akan pernah

dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk, 2012: 25). Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan metode formal dan deskriptif kualitatif.

Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek

formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur karya sastra. Ciri-ciri utama metode

formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana

hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya (Ratna, 2012, 49-50).

Metode formal ini digunakan untuk menganalisis tokoh, penokohan, dan latar

dalam Partikel.

Metode deskriptif kualitaif adalah metode yang secara keseluruhan

memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi

yang dikaitkan dengan hakikat penafsiran. Metode yang memberi perhatian

terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.

Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis bagaimana formasi

(46)

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah dianalisis secara mendalam, hasil penelitian perlu dilaporkan secara

lengkap dan sistematis. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan

deskriptif kualitatif. Di mana hasil analisis data dideskripsikan dalam bentuk

paragraf.

1.8 Sumber Data

Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek

penelitian adalah sebuah novel dengan identitas sebagai berikut:

judul : Supernova Episode: Partikel

pengarang : Dee Lestari

cetakan : ketiga

tahun terbit : 2016

penerbit : Bentang Pustaka

tebal : x + 494 halaman

ukuran : 20 cm

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian ini dirinci

sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi

(47)

penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode

penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi deskripsi hasil analisis tokoh, penokohan, dan latar dalam

novel Partikel karya Dee Lestari. Bab III berisi deskripsi ideologi karya sastra

dalam novel Partikel karya Dee Lestari. Kemudian Bab IV berupa kesimpulan

(48)

BAB II

STRUKTUR PENCERITAAN DALAM NOVEL PARTIKEL KARYA DEE LESTARI

2.1 Pengantar

Tokoh, penokohan, dan latar merupakan bagian penting dalam sebuah

cerita. Tokoh dan penokohan tersebut mencerminkan gagasan-gagasan dan

ideologi yang ada di dalam karya sastra. Tokoh dan penokohan dikategorikan

berdasarkan pembedaan sudut pandang, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh utama dan tokoh tambahan digunakan untuk menganalisis penokohan

karena dari tokoh utama dan tokoh tambahan akan didapatkan ideologi utama

dalam karya sastra. Pada bab ini, peneliti membatasi kajian tokoh tambahan.

Tidak semua tokoh tambahan yang berada di dalam Partikel akan dianalisis.

Tokoh tambahan yang dianalisis adalah tokoh-tokoh yang memiliki peran penting

dalam menjelaskan formasi ideologi yang terdapat di dalam Partikel.

Latar atau sering disebut dengan setting juga menjadi salah satu hal penting

untuk mengungkapkan formasi ideologi yang ada di dalam Partikel. Melalui latar

tempat, waktu, dan sosial, diketahui latar belakang cerita dalam karya sastra.

Analisis latar kemudian digunakan untuk menjelaskan mengenai bagaimana

ideologi yang ada di dalam masyarakat umum Partikel. Peneliti juga melakukan

pembatasan dalam analisis latar. Peneliti hanya menganalisis latar yang memiliki

(49)

2.2 Tokoh dan Penokohan

Secara umum, teknik pelukisan tokoh yang digunakan oleh Dee dalam

Partikel adalah teknik dramatik. Teknik dramatik adalah teknik pelukisan tokoh

secara tidak langsung. Nurgiyantoro (2007: 198) mengungkapkan bahwa teknik

dramatik artinya adalah pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat

dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita

untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui pelbagai aktivitas yang dilakukan,

baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku,

dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan

lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong, dan tidak

sekaligus. Ia menjadi “lengkap” barangkali setelah pembaca menyelesaikan cerita.

Dalam teknik ini, pembaca dituntut untuk dapat menafsirkan sendiri bagaimana

karakter atau sifat tokoh.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik.

Dalam sebuah karya fiksi, biasanya pengarang mempergunakan pelbagai teknik

itu secara bergantian dan saling mengisi, walaupun ada perbedaan frekuensi

penggunaan masing-masing teknik. Mungkin sekali ada satu teknik yang lebih

sering dipergunakan dibanding teknik-teknik lainnya. Tentunya hal tersebut sesuai

(50)

Tokoh-tokoh yang dihadirkan tersebut selanjutnya dikategorikan

berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan. Tokoh-tokoh dalam Partikel

akan dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

2.2.1 Tokoh Utama

Seperti yang telah dijelaskan pada poin 1.6.1.1 bahwa tokoh utama adalah

tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian

maupun yang dikenai kejadian. Dalam novel Partikel, tokoh utamanya terdiri dari

dua orang, yaitu Zarah dan Firas (ayah Zarah). Mereka dikategorikan menjadi

tokoh utama dan tokoh utama (yang) tambahan karena keduanya merupakan

penggerak alur cerita. Jika tidak ada kedua tokoh tersebut, cerita tidak berjalan.

2.2.1.1 Zarah Amala

Zarah merupakan tokoh utama dalam novel Partikel. Zarah adalah tokoh

penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar

cerita. Zarah menjadi salah satu tokoh penggerak alur.

Zarah merupakan seorang perempuan keturunan Arab dan Sunda. Darah

Arab jelas ia dapatkan dari Abah Hamid yang bercampur dengan darah Sunda dari

Umi. Untuk ukuran orang Indonesia, Zarah termasuk perempuan yang tinggi

dengan paras yang cantik. Zarah juga termasuk orang yang cuek dengan

penampilan. Ia terbiasa mengenakan setelan santai dan simpel yang tidak ribet.

(51)

(6) “Aku menjelaskan bahwa darahku campuran Arab dan Sunda (Lestari, 2012: 311).”

(7) Usiaku dan Paul terpaut sepuluh tahun. Badanku yang tingginya 172 cm seperti bonsai jika berada di sebelahnya (Lestari, 2012: 7).”

(8) Selama ini aku sudah terlalu nyaman dengan celana kargo, kaus oblong, kemeja lengan panjang, dan sepatu botku, hingga lupa bahwa ada peristiwa sosial lain di kehidupan ini yang perlu busana berbeda (Lestari, 2012: 302).”

Zarah merupakan anak pertama dari Firas dan Aisyah. Zarah tumbuh besar

dalam lingkungan orang tua yang sangat mencintai dan menjaga kelestarian

lingkungan. Ayahnya, Firas adalah seorang dosen dan ahli mikologi dari Institut

Pertanian Bogor (IPB). Keluarga Zarah merupakan keluarga yang disegani di

desanya karena keberhasilan Ayah Zarah dalam mengajari warga dalam hal

pertanian. Hal tersebut terbukti melalui kutipan berikut ini:

(9)Bersama Ayah di sisinya, visi Abah masuk ke jalur cepat. Pertanian di Batu Luhur maju pesat karena berhasil ditekan biayanya. Ayah menemukan cara untuk mengadakan pupuk dan obat-obatan sendiri. Ia mendayakan ibu-ibu untuk mengumpulkan semak kirinyuh dan sampah-sampah organik, lalu membangun mesin-mesin pengolah kompos dengan mesin kayuh (Lestari, 2012: 12).”

(10)“Dan tidak Cuma itu, satu pohon di Bukit Jambul adalah rumah bagi puluhan bahkan ratusan spesies, termasuk fungi-fungi langka yang berpotensi besar menyelamatkan bumi. Satu saja pohon di Bukit Jambul ditebang, semua spesies tadi ikut hilang. Tugas kita, Zarah, adalah melindungi hutan di Bukit Jambul dari manusia (Lestari, 2012: 70).”

Zarah tumbuh dalam didikan seorang Firas. Bahkan ia menanggap ayahnya

(52)

Zarah adalah seseorang yang cerdas. Namun, ia juga seorang yang sangat keras

kepala dan memiliki pendirian teguh. Berikut ini adalah gambarannya pada

kutipan di bawah ini

(11)“Atas permintaan ibuku, mereka memberikan variasi soal mulai level 6 SD sampai pelajaran kelas 3 SMA.

Aku mengerjakannya dengan setengah tidak percaya. Untuk inikah anak-anak itu disekap berjam-jam di kelas? Lebih baik mereka semua ikut Ayah ke Kebun Raya dan mendengarkan cerita-ceritanya tentang alam semesta. Nilaiku sempurna. Dengan setengah tidak percaya pula, mereka akhirnya mengizinkanku bersekolah di sana (Lestari, 2012: 95).”

(12)“Nilaimu bagus, Zarah. Kalau bukan karena nilai PMP dan agamamu yang jeblok, kamu pasti masuk tiga besar. Kenapa kamu mau tinggal kelas? (Bu Kartika, 2012: 116).”

Sifat keras kepala Zarah juga terbukti dalam kutipan di bawah ini:

(13)“Kenapa kamu begitu bodoh Zarah? Kenapa kamu begitu keras kepala? Nggak cukup ayahmu menyiksa keluarga kita? Masih harus kamu ikut-ikutan? Nggak kasihan kamu sama Ibu? (Lestari, 2012: 106).”

(14)Secepat kilat aku menyambar tiket di tangannya. Dan untuk bisa merampas dari tangan Paul, aku harus melompat tinggi seolah membidik ring basket. “No. You return this ticket. Now. Saya pergi sendiri.”

“Kenapa sih, kamu keras kepala banget jadi orang?” seru Paul gemas. “You’ve done so much already, Paul,” kataku lembut. Kukembalikan tiketnya ba

Gambar

Tabel 1 ……………………………………………………………………. 70
 Tabel 1
  Tabel 2 Fase Ideologi
Tabel 3 berikut ini akan menjelaskan mengenai formasi ideologi yang

Referensi

Dokumen terkait

Dumasar SKKD Mata Pelajaran Basa jeung Sastra Sunda di tingkat SMA/SMK/MA kelas X, aya sababaraha matéri dina pangajaran nulis anu kudu ditepikeun ka siswa, di antarana nya éta

Hal ini sangat memprihatinkan karena mengimplikasikan bahwa beberapa responden dari kontraktor memiliki pemahaman yang terbatas mengenai konsep biaya kontinjensi proyek,

Gambar 4.67 Rancangan Layar Halaman Rapor 115 Gambar 4.68 Rancangan Layar Halaman Detail Rapor 116 Gambar 4.69 Rancangan Layar Halaman Rapor Per Siswa 117 Gambar 4.70 Rancangan

bahwa salah satu Keputusan MUSDA-X Partai Golongan Karya Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana tersebut pada huruf a di atas adalah Pemilihan Ketua Dewan Pimpinan

Coffee exports for MY 2016/17 were slightly revised upward to 33.081 million 60-kg bags, green beans, to reflect updated information from the Brazilian Green Coffee

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan rumus Korelasi Product Moment didapat r hitung = 0,797, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil tidak berpengaruh terhadap indeks

Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/542 tahun 2013 membuat gerak langkah kursus Pra Nikah semakin jelas, ditambah dengan Surat Edaran