• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM

SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

SARMAIDA T.R. SIGALINGGING

NIM 208212034

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Sarmaida T.R. Sigalingging, NIM 208212034, Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia/S-1. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan.

Sastra lisan merupakan hasil karya sastra daerah yang diekspresikan oleh berbagai suku bangsa di Indonesia. Keberadaannya diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Sastra lisan adalah kesusasteraan yang mencakup ekspresi kesusasteraan warga, suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, sastra lisan tersebut akan mudah memudar. Untuk itu solusi yang ditawarkan untuk mempertahankan sastra lisan adalah dengan mengangkatnya melalaui penelitian kemudian didokumentasikan sehingga dapat menjadikan sastra lisan yang selalu hidup.

Cerita lisan Huta Silahisabungan merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba, tepatnya yang berada di Silalahi Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan dan mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks, menuntut peran peneliti yang tinggi. Narasumber dalam penelitian ini ada tiga orang yaitu seorang ahli budaya, yang bernama Efendi Situngkir (56 tahun), Diana Sidabariba (54 tahun) dan satu masyarakat Silalahi, yang bernama Raniyam Sinabariba (89 tahun).

Temuan akhir penelitian ini adalah, terdapat delapan nilai budaya, dari sembilan nilai budaya utama Batak Toba dalam cerita lisan huta silahisabungan, yaitu nilai budaya kekerabatan, religi, konflik, hukum, hasangapon, hamoraon, hagabeon dan pengayoman.

Berdasarkan hasil penelitian, nilai budaya kekerabatan yang terdapat dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat enam peristiwa tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik tiga peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur, hagabeon dua peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur, hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu peristiwa tutur.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul ” Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan

Huta Silahisabungan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin

untuk menyelesaikannya dengan baik, namun mungkin masih ada kesalahan atau

kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi

ini.

Penulisan skripsi ini salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam

memperoleh gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa

dan Seni, Universitas Negeri Medan. Semua ini bisa terwujud berkat bantuan,

bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si., selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang

telah banyak memberikan bantuan kepada penulis saat penulis mengalami

(7)

4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusaan Bahasa dan Sastra

Indonesia

5. Bapak M. Surif, S.Pd, M.Si., selaku Ketua Program studi Sastra Indonesia

6. Bapak Dr. Abdurahman Adisaputera, M.Hum., selaku dosen Pembimbing Skripsi

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dari awal

bimbingan hingga akhir bimbingan

7. Ibu Dr. Mursini, M.Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik yang turut serta

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi

8. Seluruh dosen pengajar di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

9. Pegawai Tata Usaha di Fakultas Bahasa dan Seni

10.Bapak Pordinan Sinaga selaku Camat Silahisabungan

11.Seluruh informan, yang bersedia membantu penulis

12.teristimewa buat kedua orangtua penulis Bapak Drs. M. Sigalingging dan Ibu

A.K.Sinabariba atas doa, nasihat, dukungan, dan pengorbanan yang begitu besar

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan kuliah dengan baik

13. saudara-saudariku yang tersayang, Abang Hotang, Kakak Sarjani, Kakak

Sardolina, Adik Sartika, Adik Sahat, dan Adik Nathan yang telah mendoakan dan

selalu memberikan dukungan kepada penulis

(8)

Atas bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima selama ini, penulis

mengucapkan terimakasih dan akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan

menambah wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

Sastra Indonesia.

Medan, Agustus 2013

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis ... 9

c.Pengertian Nilai Budaya ... 13

(10)

g.Hamoraon ... 26

A. Deskripsi Hasil Penelitian……… 38

B. Pembahasan Hasil Penelitian……… 39

1. Struktur Tema dan Penokohan dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan ………. 39

a. Tema……….……….. 39

b. Penokohan……….………. 39

2. Nilai Budaya Batak Toba dalam Cerita………. 41

a. Nilai Kekerabatan……… 41

(11)

3. Relevansi Sastra Lisan huta silahisabungan dengan Nilai Budaya

Masyarakat Silalahi ………. 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 60

A.Kesimpulan ………. 60

B. Saran……… 61

DAFTAR PUSTAKA ……… 62

LAMPIRAN Naskah Cerita………. 63

Tabel 1 Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Batak Toba dalam Cerita Lisan huta silahisabungan……… 85

Biodata Informan……… 94

(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1. Alat Pengumpul Data ……….. 34

2. Tabel 4.1. Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Batak Toba dalam

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi

bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra

mengandung unsur keindahan yang dapat menimbulkan perasaan senang, nikmat,

terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan penikmatnya. Sastra dan

kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia

sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

kehidupan masyarakat itu, sastra dan kebudayaan memperoleh tempat khusus,

karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. Sastra sebagai karya seni

merupakan bagian integral suatu masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri

merupakan pemilik suatu kebudayaan. Keseluruhan permasalahan masyarakat

yang dibicarakan dalam sastra, tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan yang

melatarbelakanginya (Ratna, 2005:23). Meskipun bermain dalam tataran

imajinasi, sesungguhnya sastra merefleksikan ruh kultural sebuah komunitas dan

refleksi evaluatif terhadap kehidupan yang melingkari diri pengarangnya

(Mahayana, 2005:314).

Sastra dapat dipandang sebagai cermin kehidupan, sebagai tanggapan

terhadap kehidupan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kehidupan itu.Melalui

karya sastra dapat dibayangkan tingkat kemajuan kebudayaan, gambaran tradisi

yang sedang berlaku, tingkat kehidupan yang sudah dicapai oleh masyarakat pada

(14)

Sastra lisan merupakan hasil karya sastra daerah yang diekspresikan oleh

berbagai suku bangsa di Indonesia. Sastra lisan pada hakikatnya adalah tradisi

lisan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaannya diakui,

bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Dalam

sastra lisan, isi ceritanya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya

masyarakat yang melahirkannya, misalnya, berisi gambaran latar sosial, budaya,

serta sistem kepercayaan masyarakat. Selain itu, didalamnya juga berisi gambaran

kaum bangsawan (masyarakat yang berpangkat), miskin dan kaya, masyarakat

profesi, serta masalah sosial kemasyarakatan yang lain.

Alwi, (2007:1002) menjelaskan ”Sastra lisan merupakan hasil kebudayaan

lisan di masyarakat tradisional yang isinya dapat disejajarkan dengan sastra tulis

di masa modern-sastra yang diwariskan secara lisan seperti pantun, nyanyian

rakyat, dan cerita rakyat.”

Endraswara (2003:151) juga berpendapat, “Sastra lisan adalah karya yang

penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun.” Oleh

karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar

karena tidak dapat dipertahankan. Selain keterbatasan memori manusia dalam

mengingat, perkembangan teknologi yang semakin canggih di era globalisasi

dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang pernah ada, termasuk sastra lisan

masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai budaya tinggi, yang seharusnya dapat

dijaga kelestariannya.

Sebagai produk budaya masyarakat, hampir seluruh daerah di Indonesia

memiliki sastra lisan, baik genre prosa maupun puisi. Namun, dewasa ini

(15)

ketidak pedulian masyarakat terhadap sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang

sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal

sehat. Hal itu tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan dalam

kehidupan masyarakat.

Menurut Sukatman, (2009:6), “Sastra lisan memiliki bermacam-macam

jenis, pantun, teka-teki, dan lain-lain. Salah satu dari jenis sastra lisan adalah

cerita rakyat. Cerita rakyat berisi tentang mite, legenda, dongeng. “Cerita rakyat

pada awalnya disampaikan lewat media tutur oleh seseorang dalam kelompok

kepada anggota kelompok tersebut. Dengan menggunakan bentuk lisan atau dari

mulut ke mulut dan dibantu dengan alat peraga atau alat pengingat (mnemonic

device). Para orang tua menasehati anggota keluarganya atau para dukun di

kampung menyampaikan mite, legenda, atau dongeng untuk tujuan tertentu. Pada

umumnya cerita rakyat itu disampaikan pada saat menasehati dan memberi

pembelajaran tentang suatu hal, pembelajaran moral dan segala aturan yang

berlaku di kelompok ataupun untuk menghibur anggota masyarakat. Dewasa ini

cerita rakyat dapat didengarkan dari penuturan orang tua yang berusia lanjut yang

masih hidup atau dapat juga ditemukan dalam kumpulan- kumpulan buku tentang

cerita rakyat.

Masyarakat Batak Toba memiliki cerita rakyat sebagaimana masyarakat

lain di Indonesia. Danandjaja, (1986:5) menjelaskan, “Pada dasarnya cerita rakyat

tersebut memiliki kesamaan pola dengan cerita rakyat budaya lain di Indonesia,

yaitu: terjadinya alam semesta (cosmogony); terjadinya susunan para dewa ; dunia

(16)

(cultural hero); terjadinya makanan pokok seperti beras dan sebagainya, untuk

pertama kali.”

Keunikan karakteristik suku Batak tercermin dari kebudayaan yang

mereka miliki dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan jati diri suku bangsa

Batak, yang membedakan suku bangsa ini dengan suku bangsa lain. Kesusastraan

Batak juga merupakan hal yang patut dikagumi. Banyak cerita-cerita lisan, yang

dulu diyakini bahkan hingga sekarang masih menjadi pedoman bagi suku Batak.

Hampir seluruh folkor Batak Toba melukiskan hubungan kolateral dan vertikal di

antara manusia di dalam kehidupan sosial sehari-hari. Tema cerita maupun

legenda yang ada ialah hubungan kekuasaan antara raja dengan rakyat biasa,

maupun hubungan kerja sama sesama warga biasa.

Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari persoalan nilai. Nilai

merupakan sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kehidupan manusia.

Dengan akal budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan.Kebudayaan pada

dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam

maupun manusia lainnya. Koentjaraningrat (2002:181) menjelaskan,

“Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddayah yang merupakan

bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal.” Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat

yang menyelidiki bahasa sedangkan kebudayaan merupakan keseluruhan

pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami

lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Koentjaraningrat (2002:180), juga menjelaskan bahwa arti kebudayaan

(17)

yaitu: gagasan, tindakan, dan hasil tindakan.” Berdasarkan pada pengkategorian

demikian maka Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai “keseluruhan

sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik diri manusia. Koentjaraningrat, (2002:186-187)

membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu, (1) suatu kompleks ide, gagasan,

nilai, norma, dan sebagainya, (2) suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat, dan (3) suatu benda-benda hasil karya manusia.

Nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang tidak terlepas dari

kehidupan manusia. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari

konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting

dan berharga, tetapi juga menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam

hidup yang memanifestasi konkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai

budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara

berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku

anggota-anggota suatu masyarakat.

Harahap & Siahaan, (1987:134), mengatakan “Nilai budaya nonmaterial

Batak Toba secara khusus yang mencakup segala aspek kehidupan orang Batak,

yang dianggap penting dan berharga terdiri dari sembilan nilai budaya utama yang

sampai saat ini masih dipertahankan. Kesembilan nilai budaya tersebut adalah:

Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon, Hamajuon, Hukum,

patik dohot uhum, Pengayoman, dan Konflik.”

Dalam cerita rakyat huta silahisabungan yang bercerita tentang sejarah

huta silahisabungan dalam kultur Tapanuli, ketika seseorang membuka sebuah

(18)

(disebut sebagai raja sebab ia merupakan orang pertama yang merintis

perkampungan tersebut) sehingga ia dan keturunannya (ahli waris) akan selalu

dihormati sepanjang masa (sampai saat ini). Sejak dahulu kala, keturunan Raja

Silahisabungan kemudian mendiami perkampungan Huta Lahi.Kampung Raja

Silahisabungan bernama kampung Huta Lahi yang kemudian dikenal sebagai

Silalahi Nabolak, Pakpak, Dairi.

Ketertarikan penulis dalam mengambil cerita rakyat huta silahisabungan,

karena cerita ini memiliki nilai budaya Batak Toba, karena tidak semua individu

atau masyarakat Batak Toba mengenal cerita lisan tersebut. Untuk itu, peneliti

ingin memperkenalkannya agar cerita tersebut tidak punah. Tradisi lisan dapat

punah karena disebabkan terlalu lama tidak diingat oleh masyarakat dan tidak

pernah diperdengarkan lagi. Karena sastra lisan yang semakin memudar dan

hanya berdasarkan daya ingat penuturnya sehingga dapat mengubah keaslian

suatu sastra lisan, peneliti merasa tertarik untuk mengkajinya kemudian

mendokumentasikannya. Harapan yang ingin dicapai dalam peneltian ini dapat

menjadikan sastra lisan tersebut menjadi sastra yang selalu hidup dan dapat

dipertahankan.

Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata perlu dijabarkan bagaimana cerita

rakyat huta silahisabungan dan nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung di

dalamnya. Adapun 9 nilai budaya dalam Batak Toba menurut Harahap & Siahaan,

(1987:134), antara lain: nilai kekerabatan, nilai religi, nilai hagabeon, nilai

hasangapon, nilai hamoraon, nilai hamajuon, nilai hukum, nilai pengayoman, dan

nilai konflik. Untuk menjawab permasalahan ini dibutuhkan suatu penelitian

(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Sastra lisan dalam masyarakat Batak Toba

2. Struktur cerita dalam cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan

3. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Batak Toba

huta silahisabungan.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terperinci dan mendalam, maka penelitian ini

dibatasi pada penganalisisan nilai budaya Batak Toba dalam cerita rakyat huta

silahisabungan yang terdapat di desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan,

Kabupaten Dairi. Adapun nilai-nilai budaya yang dianalisis meliputi: nilai

Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon, Hamajuon, Hukum

patik dohot uhum, Pengayoman, dan Konflik dan menyimpulkan apakah dari

kesembilan nilai-nilai budaya tersebut terdapat dalam cerita rakyat huta

silahisabungan dan juga struktur cerita dalam cerita rakyat Batak Toba huta

silahisabungan, yang dibatasi hanya pada struktur tema dan penokohan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah ada, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana struktur tema dan penokohan dalam cerita rakyat Batak Toba

huta silahisabungan ?

2. Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat Batak

(20)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam cerita huta

silahisabungan.

3. Untuk mengetahui salah satu sastra lisan Batak Toba.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti.

2. Diperolehnya gambaran mengenai sejarah cerita rakyat huta

silahisabungan.

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tema dalam sastra lisan “huta silahisabungan” ialah menceritakan tentang

perjalanan Raja Silahisabungan dalam membangun huta Silahisabungan

(kampung) dan semua keturunannya akan selalu dihormati sepanjang

perjalanan masa.

2. Tokoh-tokoh utama dalam sastra lisan Huta silahisabungan antara lain: Raja

Silahisabungan, Pinta Haomasan boru Baso Nabolon yang mana sebagai istri

pertama yang berada di huta Tolping, Perkawinan mereka ini melahirkan

seorang anak yang diberi nama Silalahi. Pinggan Matio boru Padang

Batanghari adalah istri kedua yang berada di Silalahi Nabolak. Dari

perkawinan ini, Pinggan Matio boru Padang Batanghari melahirkan 7 orang

putra dan seorang putri masing-masing diberi nama Sihaloho, Situngkir,

Sondiraja, Sidebang, Sinabutar, Sinabariba, dan Pintubatu sedangkan putrinya

bernama Deang Namora. Siboru Nailing boru Nairasaon adalah istri Raja

Silahsiabungan ketiga di Sibisa Uluan. Dari perkawinan ini, Siboru Nailing

boru Nairasaon melahirkan seorang putra yang bernama si Raja Tambun.

3. Dalam sastra lisan huta silahisabungan terdapat nilai-nilai budaya Batak Toba,

masing-masing nilai budaya tersebut adalah nilai kekerabatan, religi, konflik,

hasangapon, hagabeon, hamoraon, hukum dan pengayoman. Sedangkan nilai

(22)

kekerabatan dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat enam peristiwa

tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik tiga peristiwa tutur, hasangapon dua

peristiwa tutur, hagabeon dua peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur,

hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu peristiwa tutur.

4. Cerita lisan huta silahisabungan masih sangat relevan terhadap masyarakat

Silalahi. Adanya Batu sigadap di huta silahisabungan merupakan salah satu

kepercayaan masyarakat Batak Toba yang ada di huta silahisabungan. Mereka

masih sangat mempercayai kekuatan Batu Sigadap, nilai-nilai budaya yang

terdapat dalam cerita lisan huta silahisabungan juga tidak terlepas dengan

pola budaya yang dianut oleh masyarakat Silalahi, itulah sebabnya hingga

sekarang Batu Sigadap dikeramatkan oleh masyarakat Silalahi.

B. Saran

1. Perlu kiranya ada campur tangan pemerintah dalam melestarikan dan

mensosialisasikan cerita-cerita lisan yang terpendam milik masyarakat

setempat.

2. Penelitian tentang kajian budaya, khususnya dalam cerita-cerita lisan masih

belum banyak dilakukan. Jadi, harapan peneliti agar kiranya ada

peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan kegiatan peneliti-penelitian kebahasaan, khususnya

di bidang cerita lisan.

3. Disarankan kepada peneliti berikutnya agar meneliti kembali tentang

cerita-cerita lisan yang pencerita-ceritaanya masih dari dari mulut ke mulut (lisan).

4. Perlu adanya dokumentasi tertulis tentang sastra-sastra lisan kebudayaan

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi . 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps.

Harahap, B.H. dan Hotman M Siahaan.1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.

Herimianto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial& Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Loeb, Edwin.M. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta:Penerbit Ombak.

Moelong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurelide. 2007. Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba Dalam Cerita Sigalegale Telaah Cerita Rakyat Dengan Pendekatan Antropologi Sastra. (Tesis) Semarang: Universitas Diponegoro.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945, Suatu Pendekatan Antropologi Budaya dan Politik.Jakarta : Yayasan obor Indonesia.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2010. Melayu Pesisir dan Batak Toba Pegunungan (Orientasi Nilai Budaya).Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang.

Wirasaputra.Nilai-nilai budaya.

Gambar

Tabel 1 Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Batak Toba dalam Cerita Lisan huta
gambaran mengenai

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini adalah Pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Learning dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi puasa dan

Melalui proses pencacahan/pemotongan, dan untuk menghasilkan cacahan yang baik, untuk itu di rancang suatu pisau pencacah. Pisau yang di buat merupakan alat yang

Pada saat mulai pembelajaran interaktif melalui bernyanyi ini klien B seperti sangat tertarik memperhatikan instruksi yang peneliti instruksikan, sama sekali tidak

Penelitian yang dilakukan oleh Ustun et al terhadap responden orang dewasa dengan membandingkan responden yang terinfeksi helminth ( Ascaris lumbricoides ) dengan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Kabupaten Bantul tentang Lokasi Desa Program Peningkatan

Dalam satu tahun terakhir, Komnas Perempuan juga mencatat ada 23 perda yang telah dimintai klarifikasi oleh Menteri Dalam Negeri paska Komnas Perempuan menyampaikan hasil

asbestos/chrysotile, jika tidak sesuai maka bahan baku semen dikembalikan ke supplier dan jika bahan baku sesuai maka Bagian Gudang mencetak Tanda Terima Barang

Peningkatan proses pembelajaran melalui penerapan model Cooperative Learning berbantuan media gambar akan dapat meningkatkan hasil belajar aspek menulis dalam