STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM
SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
SARMAIDA T.R. SIGALINGGING
NIM 208212034
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
ABSTRAK
Sarmaida T.R. Sigalingging, NIM 208212034, Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia/S-1. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan.
Sastra lisan merupakan hasil karya sastra daerah yang diekspresikan oleh berbagai suku bangsa di Indonesia. Keberadaannya diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Sastra lisan adalah kesusasteraan yang mencakup ekspresi kesusasteraan warga, suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, sastra lisan tersebut akan mudah memudar. Untuk itu solusi yang ditawarkan untuk mempertahankan sastra lisan adalah dengan mengangkatnya melalaui penelitian kemudian didokumentasikan sehingga dapat menjadikan sastra lisan yang selalu hidup.
Cerita lisan Huta Silahisabungan merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba, tepatnya yang berada di Silalahi Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan dan mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks, menuntut peran peneliti yang tinggi. Narasumber dalam penelitian ini ada tiga orang yaitu seorang ahli budaya, yang bernama Efendi Situngkir (56 tahun), Diana Sidabariba (54 tahun) dan satu masyarakat Silalahi, yang bernama Raniyam Sinabariba (89 tahun).
Temuan akhir penelitian ini adalah, terdapat delapan nilai budaya, dari sembilan nilai budaya utama Batak Toba dalam cerita lisan huta silahisabungan, yaitu nilai budaya kekerabatan, religi, konflik, hukum, hasangapon, hamoraon, hagabeon dan pengayoman.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai budaya kekerabatan yang terdapat dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat enam peristiwa tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik tiga peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur, hagabeon dua peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur, hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu peristiwa tutur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ” Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan
Huta Silahisabungan”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin
untuk menyelesaikannya dengan baik, namun mungkin masih ada kesalahan atau
kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi
ini.
Penulisan skripsi ini salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam
memperoleh gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa
dan Seni, Universitas Negeri Medan. Semua ini bisa terwujud berkat bantuan,
bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si., selaku Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan
3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang
telah banyak memberikan bantuan kepada penulis saat penulis mengalami
4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusaan Bahasa dan Sastra
Indonesia
5. Bapak M. Surif, S.Pd, M.Si., selaku Ketua Program studi Sastra Indonesia
6. Bapak Dr. Abdurahman Adisaputera, M.Hum., selaku dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dari awal
bimbingan hingga akhir bimbingan
7. Ibu Dr. Mursini, M.Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik yang turut serta
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
8. Seluruh dosen pengajar di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
9. Pegawai Tata Usaha di Fakultas Bahasa dan Seni
10.Bapak Pordinan Sinaga selaku Camat Silahisabungan
11.Seluruh informan, yang bersedia membantu penulis
12.teristimewa buat kedua orangtua penulis Bapak Drs. M. Sigalingging dan Ibu
A.K.Sinabariba atas doa, nasihat, dukungan, dan pengorbanan yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan kuliah dengan baik
13. saudara-saudariku yang tersayang, Abang Hotang, Kakak Sarjani, Kakak
Sardolina, Adik Sartika, Adik Sahat, dan Adik Nathan yang telah mendoakan dan
selalu memberikan dukungan kepada penulis
Atas bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima selama ini, penulis
mengucapkan terimakasih dan akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
Sastra Indonesia.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis ... 9
c.Pengertian Nilai Budaya ... 13
g.Hamoraon ... 26
A. Deskripsi Hasil Penelitian……… 38
B. Pembahasan Hasil Penelitian……… 39
1. Struktur Tema dan Penokohan dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan ………. 39
a. Tema……….……….. 39
b. Penokohan……….………. 39
2. Nilai Budaya Batak Toba dalam Cerita………. 41
a. Nilai Kekerabatan……… 41
3. Relevansi Sastra Lisan huta silahisabungan dengan Nilai Budaya
Masyarakat Silalahi ………. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 60
A.Kesimpulan ………. 60
B. Saran……… 61
DAFTAR PUSTAKA ……… 62
LAMPIRAN Naskah Cerita………. 63
Tabel 1 Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Batak Toba dalam Cerita Lisan huta silahisabungan……… 85
Biodata Informan……… 94
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1. Alat Pengumpul Data ……….. 34
2. Tabel 4.1. Identifikasi Nilai-Nilai Budaya Batak Toba dalam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi
bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra
mengandung unsur keindahan yang dapat menimbulkan perasaan senang, nikmat,
terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan penikmatnya. Sastra dan
kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia
sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
kehidupan masyarakat itu, sastra dan kebudayaan memperoleh tempat khusus,
karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. Sastra sebagai karya seni
merupakan bagian integral suatu masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri
merupakan pemilik suatu kebudayaan. Keseluruhan permasalahan masyarakat
yang dibicarakan dalam sastra, tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan yang
melatarbelakanginya (Ratna, 2005:23). Meskipun bermain dalam tataran
imajinasi, sesungguhnya sastra merefleksikan ruh kultural sebuah komunitas dan
refleksi evaluatif terhadap kehidupan yang melingkari diri pengarangnya
(Mahayana, 2005:314).
Sastra dapat dipandang sebagai cermin kehidupan, sebagai tanggapan
terhadap kehidupan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kehidupan itu.Melalui
karya sastra dapat dibayangkan tingkat kemajuan kebudayaan, gambaran tradisi
yang sedang berlaku, tingkat kehidupan yang sudah dicapai oleh masyarakat pada
Sastra lisan merupakan hasil karya sastra daerah yang diekspresikan oleh
berbagai suku bangsa di Indonesia. Sastra lisan pada hakikatnya adalah tradisi
lisan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaannya diakui,
bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Dalam
sastra lisan, isi ceritanya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya
masyarakat yang melahirkannya, misalnya, berisi gambaran latar sosial, budaya,
serta sistem kepercayaan masyarakat. Selain itu, didalamnya juga berisi gambaran
kaum bangsawan (masyarakat yang berpangkat), miskin dan kaya, masyarakat
profesi, serta masalah sosial kemasyarakatan yang lain.
Alwi, (2007:1002) menjelaskan ”Sastra lisan merupakan hasil kebudayaan
lisan di masyarakat tradisional yang isinya dapat disejajarkan dengan sastra tulis
di masa modern-sastra yang diwariskan secara lisan seperti pantun, nyanyian
rakyat, dan cerita rakyat.”
Endraswara (2003:151) juga berpendapat, “Sastra lisan adalah karya yang
penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun.” Oleh
karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar
karena tidak dapat dipertahankan. Selain keterbatasan memori manusia dalam
mengingat, perkembangan teknologi yang semakin canggih di era globalisasi
dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang pernah ada, termasuk sastra lisan
masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai budaya tinggi, yang seharusnya dapat
dijaga kelestariannya.
Sebagai produk budaya masyarakat, hampir seluruh daerah di Indonesia
memiliki sastra lisan, baik genre prosa maupun puisi. Namun, dewasa ini
ketidak pedulian masyarakat terhadap sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang
sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal
sehat. Hal itu tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan dalam
kehidupan masyarakat.
Menurut Sukatman, (2009:6), “Sastra lisan memiliki bermacam-macam
jenis, pantun, teka-teki, dan lain-lain. Salah satu dari jenis sastra lisan adalah
cerita rakyat. Cerita rakyat berisi tentang mite, legenda, dongeng. “Cerita rakyat
pada awalnya disampaikan lewat media tutur oleh seseorang dalam kelompok
kepada anggota kelompok tersebut. Dengan menggunakan bentuk lisan atau dari
mulut ke mulut dan dibantu dengan alat peraga atau alat pengingat (mnemonic
device). Para orang tua menasehati anggota keluarganya atau para dukun di
kampung menyampaikan mite, legenda, atau dongeng untuk tujuan tertentu. Pada
umumnya cerita rakyat itu disampaikan pada saat menasehati dan memberi
pembelajaran tentang suatu hal, pembelajaran moral dan segala aturan yang
berlaku di kelompok ataupun untuk menghibur anggota masyarakat. Dewasa ini
cerita rakyat dapat didengarkan dari penuturan orang tua yang berusia lanjut yang
masih hidup atau dapat juga ditemukan dalam kumpulan- kumpulan buku tentang
cerita rakyat.
Masyarakat Batak Toba memiliki cerita rakyat sebagaimana masyarakat
lain di Indonesia. Danandjaja, (1986:5) menjelaskan, “Pada dasarnya cerita rakyat
tersebut memiliki kesamaan pola dengan cerita rakyat budaya lain di Indonesia,
yaitu: terjadinya alam semesta (cosmogony); terjadinya susunan para dewa ; dunia
(cultural hero); terjadinya makanan pokok seperti beras dan sebagainya, untuk
pertama kali.”
Keunikan karakteristik suku Batak tercermin dari kebudayaan yang
mereka miliki dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan jati diri suku bangsa
Batak, yang membedakan suku bangsa ini dengan suku bangsa lain. Kesusastraan
Batak juga merupakan hal yang patut dikagumi. Banyak cerita-cerita lisan, yang
dulu diyakini bahkan hingga sekarang masih menjadi pedoman bagi suku Batak.
Hampir seluruh folkor Batak Toba melukiskan hubungan kolateral dan vertikal di
antara manusia di dalam kehidupan sosial sehari-hari. Tema cerita maupun
legenda yang ada ialah hubungan kekuasaan antara raja dengan rakyat biasa,
maupun hubungan kerja sama sesama warga biasa.
Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari persoalan nilai. Nilai
merupakan sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan akal budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan.Kebudayaan pada
dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam
maupun manusia lainnya. Koentjaraningrat (2002:181) menjelaskan,
“Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddayah yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal.” Budaya merupakan pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat
yang menyelidiki bahasa sedangkan kebudayaan merupakan keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Koentjaraningrat (2002:180), juga menjelaskan bahwa arti kebudayaan
yaitu: gagasan, tindakan, dan hasil tindakan.” Berdasarkan pada pengkategorian
demikian maka Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai “keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia. Koentjaraningrat, (2002:186-187)
membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu, (1) suatu kompleks ide, gagasan,
nilai, norma, dan sebagainya, (2) suatu kompleks aktivitas atau tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat, dan (3) suatu benda-benda hasil karya manusia.
Nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang tidak terlepas dari
kehidupan manusia. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari
konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting
dan berharga, tetapi juga menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam
hidup yang memanifestasi konkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai
budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara
berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku
anggota-anggota suatu masyarakat.
Harahap & Siahaan, (1987:134), mengatakan “Nilai budaya nonmaterial
Batak Toba secara khusus yang mencakup segala aspek kehidupan orang Batak,
yang dianggap penting dan berharga terdiri dari sembilan nilai budaya utama yang
sampai saat ini masih dipertahankan. Kesembilan nilai budaya tersebut adalah:
Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon, Hamajuon, Hukum,
patik dohot uhum, Pengayoman, dan Konflik.”
Dalam cerita rakyat huta silahisabungan yang bercerita tentang sejarah
huta silahisabungan dalam kultur Tapanuli, ketika seseorang membuka sebuah
(disebut sebagai raja sebab ia merupakan orang pertama yang merintis
perkampungan tersebut) sehingga ia dan keturunannya (ahli waris) akan selalu
dihormati sepanjang masa (sampai saat ini). Sejak dahulu kala, keturunan Raja
Silahisabungan kemudian mendiami perkampungan Huta Lahi.Kampung Raja
Silahisabungan bernama kampung Huta Lahi yang kemudian dikenal sebagai
Silalahi Nabolak, Pakpak, Dairi.
Ketertarikan penulis dalam mengambil cerita rakyat huta silahisabungan,
karena cerita ini memiliki nilai budaya Batak Toba, karena tidak semua individu
atau masyarakat Batak Toba mengenal cerita lisan tersebut. Untuk itu, peneliti
ingin memperkenalkannya agar cerita tersebut tidak punah. Tradisi lisan dapat
punah karena disebabkan terlalu lama tidak diingat oleh masyarakat dan tidak
pernah diperdengarkan lagi. Karena sastra lisan yang semakin memudar dan
hanya berdasarkan daya ingat penuturnya sehingga dapat mengubah keaslian
suatu sastra lisan, peneliti merasa tertarik untuk mengkajinya kemudian
mendokumentasikannya. Harapan yang ingin dicapai dalam peneltian ini dapat
menjadikan sastra lisan tersebut menjadi sastra yang selalu hidup dan dapat
dipertahankan.
Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata perlu dijabarkan bagaimana cerita
rakyat huta silahisabungan dan nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung di
dalamnya. Adapun 9 nilai budaya dalam Batak Toba menurut Harahap & Siahaan,
(1987:134), antara lain: nilai kekerabatan, nilai religi, nilai hagabeon, nilai
hasangapon, nilai hamoraon, nilai hamajuon, nilai hukum, nilai pengayoman, dan
nilai konflik. Untuk menjawab permasalahan ini dibutuhkan suatu penelitian
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Sastra lisan dalam masyarakat Batak Toba
2. Struktur cerita dalam cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan
3. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Batak Toba
huta silahisabungan.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terperinci dan mendalam, maka penelitian ini
dibatasi pada penganalisisan nilai budaya Batak Toba dalam cerita rakyat huta
silahisabungan yang terdapat di desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan,
Kabupaten Dairi. Adapun nilai-nilai budaya yang dianalisis meliputi: nilai
Kekerabatan, Religi, Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon, Hamajuon, Hukum
patik dohot uhum, Pengayoman, dan Konflik dan menyimpulkan apakah dari
kesembilan nilai-nilai budaya tersebut terdapat dalam cerita rakyat huta
silahisabungan dan juga struktur cerita dalam cerita rakyat Batak Toba huta
silahisabungan, yang dibatasi hanya pada struktur tema dan penokohan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah ada, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana struktur tema dan penokohan dalam cerita rakyat Batak Toba
huta silahisabungan ?
2. Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat Batak
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam cerita huta
silahisabungan.
3. Untuk mengetahui salah satu sastra lisan Batak Toba.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti.
2. Diperolehnya gambaran mengenai sejarah cerita rakyat huta
silahisabungan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tema dalam sastra lisan “huta silahisabungan” ialah menceritakan tentang
perjalanan Raja Silahisabungan dalam membangun huta Silahisabungan
(kampung) dan semua keturunannya akan selalu dihormati sepanjang
perjalanan masa.
2. Tokoh-tokoh utama dalam sastra lisan Huta silahisabungan antara lain: Raja
Silahisabungan, Pinta Haomasan boru Baso Nabolon yang mana sebagai istri
pertama yang berada di huta Tolping, Perkawinan mereka ini melahirkan
seorang anak yang diberi nama Silalahi. Pinggan Matio boru Padang
Batanghari adalah istri kedua yang berada di Silalahi Nabolak. Dari
perkawinan ini, Pinggan Matio boru Padang Batanghari melahirkan 7 orang
putra dan seorang putri masing-masing diberi nama Sihaloho, Situngkir,
Sondiraja, Sidebang, Sinabutar, Sinabariba, dan Pintubatu sedangkan putrinya
bernama Deang Namora. Siboru Nailing boru Nairasaon adalah istri Raja
Silahsiabungan ketiga di Sibisa Uluan. Dari perkawinan ini, Siboru Nailing
boru Nairasaon melahirkan seorang putra yang bernama si Raja Tambun.
3. Dalam sastra lisan huta silahisabungan terdapat nilai-nilai budaya Batak Toba,
masing-masing nilai budaya tersebut adalah nilai kekerabatan, religi, konflik,
hasangapon, hagabeon, hamoraon, hukum dan pengayoman. Sedangkan nilai
kekerabatan dalam cerita lisan huta silahisabungan terdapat enam peristiwa
tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik tiga peristiwa tutur, hasangapon dua
peristiwa tutur, hagabeon dua peristiwa tutur, hamoraon dua peristiwa tutur,
hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu peristiwa tutur.
4. Cerita lisan huta silahisabungan masih sangat relevan terhadap masyarakat
Silalahi. Adanya Batu sigadap di huta silahisabungan merupakan salah satu
kepercayaan masyarakat Batak Toba yang ada di huta silahisabungan. Mereka
masih sangat mempercayai kekuatan Batu Sigadap, nilai-nilai budaya yang
terdapat dalam cerita lisan huta silahisabungan juga tidak terlepas dengan
pola budaya yang dianut oleh masyarakat Silalahi, itulah sebabnya hingga
sekarang Batu Sigadap dikeramatkan oleh masyarakat Silalahi.
B. Saran
1. Perlu kiranya ada campur tangan pemerintah dalam melestarikan dan
mensosialisasikan cerita-cerita lisan yang terpendam milik masyarakat
setempat.
2. Penelitian tentang kajian budaya, khususnya dalam cerita-cerita lisan masih
belum banyak dilakukan. Jadi, harapan peneliti agar kiranya ada
peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan kegiatan peneliti-penelitian kebahasaan, khususnya
di bidang cerita lisan.
3. Disarankan kepada peneliti berikutnya agar meneliti kembali tentang
cerita-cerita lisan yang pencerita-ceritaanya masih dari dari mulut ke mulut (lisan).
4. Perlu adanya dokumentasi tertulis tentang sastra-sastra lisan kebudayaan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Endraswara, Suwardi . 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps.
Harahap, B.H. dan Hotman M Siahaan.1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.
Herimianto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial& Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Loeb, Edwin.M. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta:Penerbit Ombak.
Moelong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurelide. 2007. Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba Dalam Cerita Sigalegale Telaah Cerita Rakyat Dengan Pendekatan Antropologi Sastra. (Tesis) Semarang: Universitas Diponegoro.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945, Suatu Pendekatan Antropologi Budaya dan Politik.Jakarta : Yayasan obor Indonesia.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2010. Melayu Pesisir dan Batak Toba Pegunungan (Orientasi Nilai Budaya).Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang.
Wirasaputra.Nilai-nilai budaya.